Defenisi Dan Etiologi Tumor Ganas
-
Upload
jihan-mauludina -
Category
Documents
-
view
38 -
download
0
description
Transcript of Defenisi Dan Etiologi Tumor Ganas
DEFENISI DAN ETIOLOGI TUMOR GANAS
Defenisi Tumor Ganas
Tumor, dalam bahasa medis, disebut neoplasma. neo berarti baru dan plasia berarti
pertumbuhan atau pembelahan. Jadi neoplasma adalah pertumbuhan sel yang baru, yang
berbeda dari pertumbuhan sel-sel disekitarnya yang normal. Perlu di ketahui bahwa sel
tumbuh secara umum memiliki dua tugas utama, yaitu melaksanakan aktivitas fungsionalnya
serta berkembangbiak dengan membelah diri. Namun pada sel tumor, yang terjadi adalah
hampir semua energi sel digunakan hanya untuk berkembangbiak saja. Fungsi
pengembangbiakan ini diatur oleh inti sel. Akibatnya, pada sel tumor dijumpai inti sel yang
membesar karena tuntutan yang meningkat.
Etiologi Tumor Ganas
Menurut drg Denny Sidiq Hudayah SpBM, tumor pada rongga mulut terjadi karena
pertumbuhan yang liar dalam mulut yang tidak dapat dikendalikan, sehingga tumor rongga
mulut dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu tumor ganas yang disebut maligna dan
tumor jinak yang disebut belignan.
Asal dari Pertumbuhan tumor jinak maupun ganas biasanya berasal dari berbagai
jaringan di dalam dan sekitar mulut, termasuk tulang, otot dan saraf. Tumor ganas tumbuhnya
relatif lebih cepat dari pada tumor jinak karena lebih aktif dan agresif. Tumor yang berada di
permukaan tubuh akan membesar dengan cepat dan seringkali disertai dengan luka atau
pembusukan yang tidak kunjung sembuh. Luka yang diakibatkan oleh suplai nutrisi ke sel-sel
tumor yang tidak mampu mengimbangi lagi sel-sel tumor yang jumlahnya sangat cepat dan
berlipat ganda. Akibatnya, sel-sel yang berada di ujung tidak mendapat nutrisi dan mati. Jadi,
hati-hati jika ada luka yang kotor dan tidak kunjung sembuh dengan pengobatan, bahkan
daerah luka bertambah luas
Masyarakat modern terancam tumor rongga mulut akibat pergeseran pola hidup yang salah
dengan mengkonsumsi alkohol, kebiasaan merokok, nutrisi yang tidak baik sehingga
kesehatan gigi dan rongga mulut terganggu. Gejala yang paling sering ditemukan adalah
nyeri namun dapat juga terjadi pembengkakan dan pergerakan yang terbatas.
Adapun faktor penyebab yang pasti tidak diketahui namun ada faktor karsinogen yang
dapat memicu untuk meningkatnya resiko tinggi terjadinya karsinoma.
1. Tembakau
Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut lebih tinggi bila di
bandingkan dengan negara lainnya di seluruh dunia. Namun di Negara Eropa dan
Amerika jumlah penderita tumor rongga mulut dan farink sekitar tujuh puluh lima
persen disebabkan oleh merokok dan minum minuman keras. Keadaan yang demikian
diduga ada hubungannya dengan kebiasaan mengunyah tembakau yang dilakukan
sebagian masyarakat di kawasan Asia.
Peranan tembakau merupakan faktor etiologi pada perkembangan tumor ganas di
rongga mulut. Hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan mengunyah biji
pinang dengan tembakau, kebiasaan ini dahulu dilakukan oleh orang tua dan biasanya
ditemukan di daerah rural, seperti pengaruh rokok, cerutu dan merokok dengan pipa
sebagai kebiasaan yang sering ditemukan pada masyarakat. Hal ini dapat
menimbulkan tumor seperti papiloma, fibroma, atropik mukosa dan tumor ganas
lainnya.
Munculnya tumor disebabkan adanya kandungan radikal bebas yang terbentuk
dari campuran bahan tembakau, pinang, dan kapur. Kebiasaan memakan sirih dengan
pinang juga membuat kondisi gigi dan rongga mulut kotor, sehingga menjadi
berkembangbiaknya jamur atau candida albicans.
Mukosa rongga mulut merupakan bagian yang paling mudah mengalami
perubahan, karena lokasinya yang sering berhubungan dengan pengunyahan, sehingga
sering pula mengalami iritasi mekanis. Di samping itu, banyak perubahan yang sering
terjadi akibat adanya kelainan sistemik. Kelainan yang terjadi pada umumnya
memberikan gambaran yang mirip antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga
dapat menimbulkan kesukaran dalam menentukan diagnosis yang tepat.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditentukan diagnosa banding, karena di
antara kelainan yang terjadi ada yang berpotensial menjadi maligna dan ada juga
hanya bersifat belignan. Pemahaman mengenai pentingnya pendekatan patologik akan
meningkatkan kemampuan para dokter gigi pada era globalisasi. Ada beberapa
macam lesi pra-ganas rongga mulut, antara lain erithroplakia, carsinoma in situ, dan
lain-lain. Tetapi, lesi yang paling sering ditemukan pada rongga mulut adalah
leukoplakia.
Etiologi yang pasti dari leukoplakia sampai sekarang belum diketahui dengan
pasti, tetapi predisposisi menurut beberapa ahli klinikus terdiri dari faktor yang
multiple, yaitu faktor lokal faktor sistemik dan malnutrisi vitamin.
2. Alkohol
Penyebab tumor rongga mulut juga berhubungan dengan kebiasaan minum
minuman keras yang kuat. Peminum yang dikatakan peminum alkohol yang kuat
adalah peminum yang meminum lebih dari 1.5 liter alkohol perhari, mempunyai
resiko terserang tumor ganas di rongga mulut sepuluh kali lebih besar dari pada
pemakai alkohol minimal. Dapat ditimbulkan peningkatan konsumsi alkohol
berhubungan dengan meningkatnya resiko terserang tumor ganas di rongga mulut.
3. Sirosis Hati
Hubungan antara sirosis hati dan kanker di rongga mulut juga di kemukakan oleh
Vincent dkk (1964), bahwa kerusakkan hati karena alkohol juga membantu
merangsang atau mempercepat terjadinya perubahan keganasan pada mukosa mulut.
4. Diet
Selain tembakau dan alkohol masalah diet dan nutrisi merupakan factor
predisposisi terjadinya karsinoma. Defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi insiden
tumor ganas sebagai faktor etiologi terjadinya tumor ganas di rongga mulut, namun
hal ini hanya sebagian kecil setelah dilakukan penelitian secara sistematik. Pada dua
peneliti di Amerika tidak ditemukan perbedaan antara penderita tumor ganas dan
kelompok kontrol nutrisi.
5. Masalah Kesehatan Gigi
Kebersihan mulut yang buruk, restorasi yang tidak tepat, tepi gigi-gigi yang tajam
dan gigi tiruan yang longgar sering kali merupakan faktor etiologi dari tumor ganas
rongga mulut. Karena frekuensi terjadinya faktor iritasi ini sangat tinggi, sungguh
sulit untuk membuktikan hubungan sebab-akibat antara faktor iritasi dan terjadinya
kanker mulut.
Iritasi yang berulang karena tepi yang tajam dari gigi yang patah, tambalan atau
gigi palsu dapat merupakan resiko tambahan untuk terjadinya tumor ganas di rongga
mulut.
2.4 Karsinogen
Karsinogen dibagi rnenurut asal:
1. Eksogen: Kimiawi, virus, fisik.
2. Endogen: Hormon.
Pembagian berdasarkan jenis:
1. Kimiawi.
2. Virus.
3. Fisis.
4. Hormon.
Tiga faktor karsinogen utama dari kanker mulut adalah tembakau, alkohol,
dan virus. Sekitar 60% kanker mulut berkaitan dengan HPV.
1. Karsinogen Kimia
Karsinogen kimia meliputi jelaga, tir, zat warna, bahan alkali, plastik, asap rokok,
dan aflatoxin. Tir mengandung zat aktif hidrokarbon polisiklik. Hidrokarbon yang
mempunyai daya karsinogenik, minimal harus mempunyai 3 ikatan karbon aktif yang
disebut phenantrene.
Tubuh manusia mempunyai enzim benzpyrene hidroksilase atau enzim lain yang
terdapat dalam retikulum endoplasmik yang berkhasiat menghilangkan daya
karsinogenik dari karsinogen hidrokarbon. Rendahnya insidensi tumor usus halus
mungkin karena kadar hidrokarbon hidroksilase aromatik pada usus yang relatif tinggi.
a. Zat warna azo
Dimethylaminoazobenzene (butter yellow) dapat menimbulkan kanker hati pada tikus,
bila ada clefisiensi vitamin riboflavin. Vitamin ini merupakan ko-enzim untuk memecah
zat warna tersebut.
b. Zat warna anilin
Sering menimbulkan kanker kandung kemih. Karsinogen aktif di sini adalah beta
naphthylamme.
c. Bahan alkali
Nitrogen mustard yang berkhasiat radiomimetik.
d. Plastik
Karsinogen fisik karena mengganggu hubungan antar-sel jaringan yang berkontak
dengan bahan ini.
e. Asap rokok
Menimbulkan kanker paru. Hidrokarbon yang terisap dalam asap rokok memengaruhi
terbentuknya karsinoma bronkhogenik. Secara statistik dibuktikan bahwa orang yang lebih
banyak dan lebih lama merokok, lebih banyak terkena kanker paru.
Perubahan yang dapat terjadi pada mukosa bronkhus orang yang banyak merokok adalah
hiperplasia atipik, metaplasia skuamosa, displasia, carcinoma in situ. Makin banyak
merokok, makin banyak perubahan yang terjadi.
f. Jamur Pencillium griseofulvum
Berasal dari jamur Aspergillusflavus yang terdapat di kacang tanah. Hewan yang diberi
makanan kacang tanah sering menderita kanker hati. Afla toksin ditemukan pula pada
susu sapi yang diberi makan kacang tanah
Mekanisme kerja karsinogen kimiawi
Sebagian besar karsinogen kimiawi adalah mutagen. Ikatannya secara langsung
pada DNA dan pada tempat khusus dalam molekul yang menginduksi kesalahpemberian
kode selama transkripsi dan replikasi. Namun, kemungkinan beberapa ikatan pada RNA
atau protein sitoplasma dapat juga menjadi karsinogenik.
Sifat karsinogenik agen kima bergantung pada dosis. Dosis yang lebih kecil yang
diberikan berkali-kali dalam jangka panjang memiliki sifat onkogenik yang sama seperti
dosis setara tunggal. Transformasi neoplastik yang dihasilkan oleh bahan kimawi adalah
suatu proses multitahap yang dinamik. Proses ini dapat dibagi secara luas menjadi 2 tahap
yaitu inisiasi dan promosi. Inisiasi adalah induksi perubahan ireversibel tertentu (mutasi)
pada genom sel. Sel yang terinisiasi bukanlah sel yang mengalami transformasi, sel ini
tidak memiliki otonomi pertumbuhan dan tidak memiliki karakteristik fenotip yang unik.
Namun, berbeda dengan sel normal, sel yang terinisiasi dapat memanifestasikan tumor bila
cukup mendapat stimuli oleh agen promosi. Dua atau lebih inisitator, apakah agen kimia, virus
onkogenik atau energi radiasi, dapat bekerja sama (ko-karsinogenesis) menginduksi
transformasi ganas. Promosi adalah proses induksi tumor oleh zat kimia promotor pada sel
yang sebelumnya diinisiasi. Pengaruh promotor relatif berusia pendek dan reversibel.
Promotor tidak memengaruhi DNA dan bersifat non-tumorigenik. Contohnya, tembakau
merusak DNA sel, alkohol mencegah perbaikan DNA yang rusak. Alkohol menghambat
pembentukan protein p53 yang diperlukan sehingga menghambat kemampuan tubuh
untuk memperbaiki sel yang rusak.
Para ilmuwan telah menyadari bahwa mutasi multipel pada gen spesifik terjadi
pada kanker leher dan kepala. Dua tipe gen karakteristik yang sudah diketahui adalah proto-
onkogen dan gen supresor tumor. Proto-onkogen yang mengkode protein untuk
menstimulasi pembelahan sel berubah menjadi onkogen dan menyebabkan stimulasi
berlebih pada protein dengan hasil pembelahan sel menjadi lebih cepat. Sekarang
sudah dapat diidentifikasi onkogen EGFR (epithelial growth factor receptor), famili ras, c-
myc, int-2, hst-1, PRAD-1 atau siklin DI, dan bcl-I yang mungkin berpartisipasi dalam
kanker leher dan kepala. Gen supresor tumor mengkode protein yang menghambat
pembelahan sel. Bila gen ini mengalami mutasi, protein yang terkait tidak terbentuk
dengan balk dan terjadilah pembelahan sel yang seharusnya tidak terjadi. Pada kanker
kepala dan leher, gen supresor tumor yang diinaktivasi adalah gen Rb, p16, dan p53.
Gen p53
Gen p53 adalah salah satu genom sel yang mengatur pengikatan protein DNA yang
dapat memengaruhi fungsi sel termasuk siklus sel, sintesis DNA, dan apoptosis
(kematian sel yang terprogram).
Gen p53 menarik minat ilmuwan untuk diteliti karena molekul gen ini dapat
menghentikan tumor bila fungsinya baik. Gen ini terletak pada lengan pendek kromosom 17,
bekerja bila ada kerusakan DNA sel dan menghentikan proses pertumbuhan dan pembelahan
sel sampai kerusakan All diperbaiki. Gen p53 berfungsi sebagai gen supresor tumor yaitu
menahan gen yang rusak akibat efek mutagenik karsinogen agar tidak melanjutkan
pembelahan sel. Penahanan terjadi di fase G1 pada siklus sel agar memungkinkan sel untuk
memperbaiki kerusakan DNA. Bila gagal, p53 menyiapkan kondisi untuk kematian sel,
menyebabkan sel mengalami apoptosis.
Mutasi gen p53 terjadi pada hampir 60% kanker yang terjadi pada manusia. Gen p53
yang mengalami mutasi akan gagal menahan fase GI, akibatnya sel dengan DNA yang
rusak dapat melanjutkan pembelahan sehingga akumulasi mutasi yang terjadi dapat
mengakibatkan transformasi neoplastik. Fungsi p53 sebagai gen suppresor tumor akan
mengalami inaktivasi ketika proses keganasan berkembang.
Karsinogen kimiawi misal tembakau dapat mengeluarkan efek karsinogen dengan
meningkatkan mutasi gen p53. Alkohol dapat menambah efek tembakau dengan lebih
meningkatkan frekuensi mutasi gen p53. Mutasi gen p53 dapat timbul pada kanker yang tidak
ada kaftan dengan rokok, namun mutasi gen ini terbatas sedangkan pada mereka yang
merokok mempunyai kecenderungan inaktivasi gen p53.
2. Karsinogen Virus
Berbagai virus telah terbukti bersifat onkogenik. Virus onkogen dibagi dalam 2
kelompok yaitu virus RNA rantai tunggal dan virus DNA rantai ganda. Contoh virus RNA
adalah HIV (Human immunodeficiency virus) dan contoh virus DNA adalah HPV.
Virus HIV pada penderita AIDS berperan dalam terjadinya sarkoma Kaposi. Virus
Hepatitis B, C, E berperan dalam terjadinya karsinoma sel hepar. HPV berperan dalam
terjadinya papiloma dan kanker leher rahim.
Mekanisme kerja karsinogen virus
Virus masuk ke dalam sel melalui membran sel dan menyebabkan transformasi sel.
Kemampuan karsinogenesis virus bergantung pada kemampuannya untuk mentidakaktifkan
gen supresor tumor.
Sel yang mengalami transformasi akan mengalami:
1. Perubahan pola pertumbuhan sel: peningkatan kecepatan pertumbuhan dan penurunan
perlekatan sel dengan suatu substrat.
2. Perubahan pada permukaan sel: peningkatan kecepatan pemindahan nutrisi sel,
peningkatan sekresi protease atau aktivator protease, perubahan komposisi glikoprotein dan
glikolipid, kadang-kadang terbentuk protein tersandi virus.
3. Perubahan nukleotida siklik, aktivasi atau represi gen tertentu.
4. Tumorigenisitas: contoh virus HPV berkontak dengan sel epitel mukosa yang
terinfeksi dan melakukan replikasi dalam sel epitel sehingga terjadi proliferasi sel epitel.
Pada kelompok usia muda yang tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
alkohol, virus merupakan faktor penyebab yang berkaitan dengan terjadinya kanker.
HPV dapat ditularkan melalui hubungan seks antarpasangan dan ter libat dalam
terjadinya peningkatan risiko terjadinya kanker mulut pada kelompok usia muda yang
ticlak merokok.
HPV memiliki lebih dari 100 strain. Sebanyak 5 strain HPV terutama HPV16 dan
18 berisiko tinggi menyebabkan displasia atau kanker terutama kanker leher rahim dan
orofaring (meliputi bagian tengah faring-laring, palatum lunak, ventral lidah, dan tonsil).
Sekitar 30 strain virus HPV berisiko renclah dan dapat menyebabkan papiloma. Umumnya
penderita memiliki lebih dari satu strain virus ini. HPV merusak p53 dalam sel.
Penderita yang terinfeksi virus ini Bering tidak menyaclarinya karena virus mempunyai
masa inkubasi yang panjang dan infeksi ini dapat menyebar luas (terutama melalui
hubungan seksual) dan dapat menyebabkan perkembangan ke arah praganas dan gangs.
Virus herpes dianggap memberikan kontribusi dalam terjadinya kanker mulut.
DNA dari FIPV dan virus herpes tertentu termasuk virus Epstein Barr, virus
sitomegalo, dan virus herpes simpleks terdeteksi pada jaringan biopsi kanker mulut.
Gen yang terkode virus-virus ini terlibat dalam stadium inisiasi dari stadium multi pada
tahapan karsinogenesis.
Virus baru yang dinamakan virus human herpes 8 ditemukan berkaitan
dengan sarkoma Kaposi pada penderita AIDS. Diduga virus ini terlibat dalam perkembangan
sarkoma Kaposi, karena dijumpai pada semua bentuk sarkoma Kaposi. Sekitar 50%
sarkoma Kaposi pada penderita AIDS bermanifestasi dalam mulut dengan tempat
predileksi pada palatum keras dan gingiva)
3. Karsinogen Fisis
Karsinogen fisis yang sangat penting adalah sinar radioaktif yang clihasilkan
oleh sinar-X, radium, dan born atom. Karsinogen ini dapat menimbulkan kanker kulit,
leukemia, sarkoma tulang, adenokarsinoma mammae dan timid.
Sinar menyebabkan perubahan nukleoprotein kromosom sel sehingga terjadi
kanker. Penyinaran mengenai atom molekul asam nukleat, menyebabkan terlepasnya
elektron sehingga terjadi perubahan fisik atom tersebut dan perubahan kimia dalam
molekul.
Sinar matahari dan ultraviolet juga dapat menyebabkan kanker bibir dan bagian lain
dari kulit tubuh. Populasi berkulit putih yang bekerja di lapangan terbuka sering mendapat
kanker kulit muka (basalioma). Kanker ini jarang dijumpai pada ras kulit hitam karena
kulitnya dilinclungi pigmen melanin. Insidensi kanker bibir akhir-akhir ini menurun,
mungkin karena adanya kesadaran akan bahaya terpajan sinar matahari dalam waktu lama dan
penggunaan krim pelindung sinar matahari.
Faktor fisis lain adalah sinar-X. Pemeriksaan radiografi rutin dan sinar-X di praktik dokter
gigi adalah aman, namun pajanan radiasi akan berkumulasi selama hidup. Sinar-X ini
berperan dalam beberapa kanker leher dan kepala.
4. Hormon
Karsinogen hormon bekerja dengan mernengaruhi fisiologi jaringan sedemikian rupa
sehingga mudah dipengaruhi oleh karsinogen yang sebenarnya. Contohnya, estrogen dapat
menimbulkan adenokarsinoma mammae dan serviks uteri. Androgen yang berasal dari testis
atau kelenjar adrenal dapat menimbulkan karsinoma prostat.
Hormon menyebabkan terjadinya kanker pada alai tubuh yang dipengaruhinya setelah
adanya karsinogen lain yang bekerja sebagai promotor.
5. Ko-Karsinogen
Termasuk ko-karsinogen adalah diet, umur, keturunan, rangsang menahun, dan trauma.
Diet
Butter yellow, dengan defisiensi vitamin B 2 dapat menyebabkan kanker hati. Defisiensi
choline yang lama dapat menimbulkan karsinoma hati dan paru.
Efek perlinclungan yang signifikan dari diet terhadap terjadinya kanker inulut terlihat pada
populasi yang mengkonsumsi sayuran yang kaya akan beta karotin dan buah-buahan yang
mengandung asam sitrat. Populasi ini mempunyai insidensi kanker mulut yang rendah.
Umur
Kebanyakan kanker terjadi pada usia lanjut, karena pada usia lanjut sering timbul
ketidakseimbangan hormon dan waktu yang lama memberi kesempatan bagi karsinogen
untuk bekerja menimbulkan kanker.
Keturunan
Tumor yang menunjukkan adanya pengaruh faktor genetik/keturunan antara lain adalah
neuroblastoma, polip multipel pada usus besar, dan xeroderma pigmentosum.
Rangsang Menahun
Penderita batu piala ginjal sering mengalami karsinoma piala ginjal. Penderita
schistosomiasis sering menderita karsinoma kandung kemih. Rangsang menimbulkan
radang yang menyebabkan kerusakan jaringan yang kemudian akan dipulihkan.
Kerusakan dan pemulihan jaringan yang berulang akan mengganggu keseimbangan set
sehingga set berkembang menjadi kanker. Keadaan ini sering terdapat pada mulut, lidah,
dan lambung. Iritasi kronis seperti gigi yang tajam, gigi tiruan atau tambalan yang
mengiritasi dapat menyebabkan terjadi ulkus dan leukoplakia. Banyak kanker mulut
berasal dari ulkus dan leukoplakia ini.
Trauma
Trauma tidak mungkin menimbulkan kanker dalam waktu singkat. Trauma merupakan
promotor pada tempat yang telah lama dipengaruhi oleh initiator yang telah menimbulkan
kanker laten.
2.5 Penyebaran Tumor Ganas
2.5.1 Penyebaran tumor ganas :
1. Lokal : penjalaran sel –sel tumor dari tumor induk ke jaringan sehat sekitarnya secara
infiltratif, massa sel tumor berhubungan dengan sel induk tumor.
2. Metastasis / penyebaran jauh : pelepasan sel tumor dari tumor induk, diangkut oleh aliran
darah atau getah bening ke tempat jauh, mebentuk pertumbuhan baru atau anak sebar atau
metastase. Massa tumor anak sebar tak berhubungan dengan massa tumor induk.
2.5.2 Syarat terjadinya penyebaran tumor ganas :
1. Adanya pelepasan sel-sel tumor yang dapat hidup otonom
Tumor ganas, proliferasi sel tumor menyebabkan bertambahnya isi dan tekanan
mekanik. Terjadinya penurunan kadar kalsium dinding sel menyebabkan turunnya kohesi sel
tumor ganas menyebabkan pelepasan sel tumor dari induknya.
Sel-sel tumor mengeluarkan enzim litik seperti kolagenase, hyaluronidase, mucinase
yang mempengaruhi jaringan atau sel sekitarnya sehingga sel-sel tumor dapat bebas bergerak
masuk ke ruang antar sel atau menembus sitoplasma sel otot. Kemudaian membentuk
pertumbuhan infiltratif.
Pada tumor ganas, sel yang terpisah sanggup hidup otonom karena sel tumor ganas
tidak mengandiung faktor anitgen sehingga tubuh tidak membentuk zat anti untuk menahan
invasi sel tumor ganas tersebut.
2. Adanya jalan penyebaran
a. Secara Hematogen
Jenjang metastatic dapat dibagi menjadi dua fase yaitu fase invasi matriks
ekstrasel serta penyebaran dan pergerakan sel tumor menuju sasaran melalui pembuluh darah.
Invasi Matriks Ekstrasel
Jaringan manusia tersusun menjadi serangkaian kompartmen yang dipisahkan satu
sama lain oleh dua jenis matriks ekstrasel : membran basal dan jaringan ikat intersisium.
Tiap-tiap komponen ECM ini terdiri dari kolagen, glikoprorein dan proteoglikan. Sel tumor
harus berinteraksi dengan ECM di beberapa tahapan jenjang metastatic.
Invasi ECM merupakan suatu proses aktif yang diselesaikan dalam empat langkah :
1. Terlepasnya sel tumor satu sama lain.2. Melekatnya se tumor ke komponen matriks3. Penguraian ECM4. Migrasi sel tumor
Langkah pertama dalam jenjang etastaik adalah mereganggnya sel tumor. E-kaderin
bekerja sebagai lem antarsel, dan bagian E-kadern yang berada di sitoplasa berikatan dengan
β-katenin. Molekul E-kaderin yang berdekatan mempertahankan agar sel tetap menyatu,
sedangkan perlekatan homotipik yang diperantarai oleh E-kaderin menyalurkan sinyal
antipertumbuhan melalui β-katenin. β-katenin bebas dapat menngaktifjan transkripsi gen
yang mendorong pertumbuhan. Fungsi E-Kaderin sebagai suatu lem antrsel lenyap hampir di
semua kanker sel epitel.
Langkah kedua, melekatnya sel tumor ke berbagai protein ECM, seperti laminin dan
fibronektin. Sel epitel normal memiliki reseptor untuk laminin membran basal yang
terpolarisasi di permukaan basalnya. Sebaliknya, sel karsinoma memiliki lebih banyak
reseptor dan reseptor ini tersebar di seluruh membran sel.
Langkah ketiga adalah degradasi local membran basal dan jaringan ikat intersisium.
Sel tumor itu sendiri mengeluarkan enzim proteolitk atau menginduksi sel pejamu (misalnya
fibroblas) untuk mengeluarkan protease. Beberapa enzim penghancur matriks yang disebut
metalloproteinase, temasuk gelatinase, kolagenase dan stromelisin ikut berperan. Kolagenase
tipe IV adalah suatu gelatinase yang memecah kolagen tipe IV dan membran basal vascular.
Langkah keempat yaitu pergerakan. Pergerakan mendorong sel tumor berjalan
menembus membran basal yang telah rusak dan matriks telah mengalami lisis. Migrasi
tampaknya diperantarai oleh berbagai sitokin yang berasal dari sel tumor, misalnya faktor
motilitas autokrin.
Penyebaran Vaskular dan Sasaran Sel Tumor
Saat berada di dalam sirkulasi, sel tumor rentan terhadap destruksi oleh sel
imunpejamu. Di dalam aliran daah, sebagian sel tumor membentuk embikus dengan
membentuk gumpalan dan melekat ke leukosit, terutama trombist; sel tumor yang
menggumpal tersebut akan sedikit banyak memperoleh perlindungan dari serangan sel
efektor antitumor pejamu. Ekstravasasi sel tumor bebas atau embolus sel memerlukan
perlekatan endotel vascular yang dikuti olehpergerakan melalui membran basal dengan
mekanisme yang serupa dengan yang berperan dalam invasi.
b. Secara Limfogen
Penyebaran ini spesifik untuk karsinoma. Sel-sel yang telah menembus pembuluh limfe
diangkut oleh cairan getah bening sebagai embolous, kemudian tersangkut pada kelenjar
getah bening regional. Anak sebar yang mungkin menyebabkan terbendungnya aliran cairan
getah bening sehingga terjadi aliran retrograde(pertumbuhan menuju ke belakang /
menelusuri jalan yang telah dilalui sebelumnya) dan menimbulkan penyebaran retrograde.
c. Penyebaran dengan transplantasi langsung
Penyebaran ini terjadi pada tumor rongga serosa (rongga perut,pleura) yang disebut
transcoelomic spread. Anak tumor akan menyebar dari tempat yang lebih tinggi ke bawah
karena adanya gaya gravitasi bumi.
3. Adanya lingkungan yang memungkinkan untuk hidup sel tumor di tempat yang baru.
Lingkungan yang baru harus cocok untuk pertumbuhan sel tumor agar dapat membentuk
anak sebar.
2.6 Stage Kanker Mulut
Untuk menentukan stage kanker mulut menggunakan TNM sistem dari UICC ( Union
Internationale Contre le Cancer) atau dari AJCC ( American Joint Committee on Cancer).
TNM sistem menurut UICC, (1980) yaitu :
T : Tumor primer
TX : Tumor yang belum dapat dideteksi
T0 : Tidak adanya bukti tumor primer
TIS : Tumor permukaan ( Carsinoma in situ )
T2 : Ukuran tumor antara 2-4 cm
T3 : Ukuran Tumor lebih dari 4 cm.
T4 : Tumor telah melibatkan struktur di sekitarnya seperti tulang korrtikal atau
otot-otot lidah.
N : Kelenjar getah bening regional.
NX : Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperkirakan.
N0 : Tidak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional.
N1 : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran kurang dari 3
cm.
N2 : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3-6 cm
atau bilateral atau melibatkan kelenjar getah bening multipel dengan ukuran kurang dari 6 cm
atau melibatkan kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm.
N2a : Metastasis ke kelenjar getah bening unilateral tunggal dengan ukuran 3-6 cm.
N2b : Metastasis ke kelenjar getah bening multiple dengan ukuran kurang dari 6 cm.
N2c : Metastasis ke kelenjar getah bening kontra lateral dengan ukuran kurang dari 6 cm.
N3 : Metastasis ke kelenjar getah bening dengan ukuran lebih dari 6 cm.
M : Metastasis jauh tumor primer.
MX : Adanya metastasis jauh tidak dapat diperkirakan.
M0 : Tidak adanya metastasis jauh dari tumor primer.
M1 : Ada metastasis jauh dari tumor primer.
Dari TNM sistem di atas, maka derajat tumor dapat di kalsifikasikan sebagai berikut :
Stage 1: T1 N0 M0
Stage 2: T2 N0 M0
Stage 3: T3 N0 M0
T1 N1 M0
T2 N1 M0
T3 N1 M0
Stage 4: T4 N0 M0
T1, T2, atau T3 dengan N2 atau N3 dan M0
T1, T2, atau T3 N2 atau N3 dan M1
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Tumor ganas rongga mulut
3.1.1 Etiologi tumor ganas ( kanker) rongga muluta. Faktor internal ( herediter dan faktor pertumbuhan).
b. Faktor eksternal ( bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas,
dingin dan diet).
Kedua kategori di atas disebut bahan-bahan karsinogen. Faktor-faktor dapat berperan
secara individual atau kombinasi dengan faktor-faktor lain dimana sebenarnya faktor tersebut
bukan penyebab kanker, tetapi mereka membantu karsinogen untuk mutasi atau dengan
menekan fungsi sel ( ko-promotor).
3.1.2 Patogenesis Tumor Rongga Mulut
Tumor ganas terbentuk akibat terjadinya mutasi beberapa gen seperti pada gen tumor
supresor, gen onkogen sehingga pertumbuhan sel tidak terkontrol. Sel yang mengalami
mutusi à berproliferasi à merusak membran basalis à infiltrasi ke jaringan ikat
dibawahnya à infiltrasi ke pembuluh darah atau jaringan limfe à bermetastasis à keluar
dan proliferasi ke organ lain.
Sel normal yang terkena bahan Karsinogenik dapat mengalami mutasi gen dan akan
membentuk sel baru. Setelah terbentuk sel baru dengan adanya hal tersebut maka jaringan
akan rusak menembus basal-basal membran dan menjadi sel kanker. Selain bahan
karsinogenik yang memicu adanya sel kanker ialah Hormon, Virus, Penyinaran atau Radiasi
dan bahan kimia lain.
a. Pertumbuhan dan Penyebaran Tumor Ganas Rongga Mulut
Kanker mulut umumnya bermetastasis secara local ke kelenjar limfe regional,
terutama di bagian leher, selanjutnya membentuk anak sebar di paru, hati, atau tulang.
Sebanyak 30-80 % penderita kanker mulut mengalami metastasis ke kelenjar servikal. Tumor
primer sekunder merupakan karsinoma primer tambahan yang terjadi pada 10-15 % penderita
kanker mulut dan umumnya terlihat pada karsinoma gingival, dasar mulut, lidah dan bukal.
Tumor primer sekunder ini juga dapat terjadi di setiap tempat saluran pencernaan bagian atas.
Selain bermetastasis, tumor stadium lanjut juga menginvasi struktur jaringan yang
letaknya lebih dalam, terutama pada kanker mulut karena mempunyai potensi membentuk
tumor primer sekunder.
b. Metastasis
Sel-sel ganas mempunyai kemampuan untuk mengadakan invasi baik secara local
maupun ke tempat yang jauh (metastasis). Ada dua sifat berbahaya dari tumor ganas yang
membedakannya dengan tumor jinak yaitu kemampuannya untuk menginvasi jaringan
normal dan kemampuannya untuk bermetastasis.
Metastasis merupakan kemempuan sel kanker dari tumor primer untuk menginfiltrasi
jaringan normal dan menyebar ke seluruh tubuh. Metastasis merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian penderita kanker. Hal ini disebabkan karena metastasis sudah terjadi
sebelum tumor primer itu sendiri terdeteksi.
Proses metastasis ini terutama melalui aliran lymphe dan pembuluh darah, namun
demikian dapat juga melalui rongga dalam tubuh misalnya rongga abdomeyn dan melalui
cairan tubuh misalnya liquor cerebrospinalis. Kemampuan metastasis ini disebabkan karena
kemampuan sel kanker untuk melakukan invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya
ke pembuluh darah atau pembuluh lymphe. Proses terjadinya metastasis terutama disebabkan
oleh perubahan sifat sel ganas. Sifat sel ganas itu antara lain perubahan biokimia permukaan
sel, pertambahan motilitas, kemampuan mengeluarkan zat litik, dapat membentuk pembuluh
darah baru (angiogenesis), berkurangnya adhesi sel tumor satu dengan lainnya dan hilangnya
daya pertumbuhan bersama antara sesama sel tumor dan sel normal diantaranya.
c. Patobiologi Metastasis
Konsep dasar dari langkah-langkah terjadinya metastasis yang dianut sekarang ini,
pertama adalah proses terlepasnya sel-sel tumor dari kelompoknya (detachment) dan
kemudian sel-sel ini akan melengket pada membrana basalis pembuluh darah, kemudian sel
ini akan mengeluarkan enzim yang menyebabkan lisisnya membrana basalis pembuluh darah.
Sel kanker tersebut kemudian masuk ke dalam pembuluh darah melalui defek yang terjadi
tadi. Walaupun sel tersebut telah masuk pembuluh darah, dan beredar dalam aliran darah, hal
ini belum menjamin terjadinya metastasis yang berhasil, karena tidak jarang banyak sel
kanker dalam sirkulasi, namun tidak terjadi metastasis.
Agar sel tumor dapat menembus extra cellular matrix (ECM) yang berada di sekitar
sel tumor, maka sel tumor harus melekat pada ECM. Hal ini dimungkinkan karena sel tumor
mempunyai reseptor terhadap laminin dan fibronektin yang merupakan komponen dari ECM.
Sel epithel normal mengexpresikan reseptor dengan affinitas tinggi terhadap laminin pada
membrana basalis, akan tetapi sel kanker mempunyai reseptor yang lebih banyak lagi yang
terdistribusi pada membran sel. Karena itu nampaknya derajat invasi tumor berkorelasi
dengan jumlah reseptor laminin pada membran sel. Selain reseptor laminin sel tumor juga
mengexpresikan integrin yang berfungsi sebagai reseptor untuk komponen lain pada ECM
yaitu fibronektin, kollagen dan vitronektin. Sebagaimana halnya dengan reseptor laminin,
tampak terdapat juga korelasi antara expressi integrin alpha4beta1 (VLA-4) dengan
kemampuan metastasis sel melanoma, namun demikian nampaknya hal ini tidak bersifat
umum, karena ada juga melanoma yang kurang mengandung melanin tetapi mampu
mengadakan metastasis, sehingga diduga mungkin terdapat jalur lain sel tumor untuk
melekatkan diri dengan ECM.
Setelah sel tumor melekat pada ECM, maka sel tumor harus menciptakan jalan untuk
migrasi. Sel-sel tumor harus menghancurkan ECM dengan mengeluarkan enzym proteolitik
dan merangsang sel fibroblast dan sel-sel macrophage untuk memproduksi enzym protease,
yang sampai saat ini dikenal tiga enzym protease yaitu serine, cysteine dan metalloprotease.
Salah satu metalloprotease adalah kollagenase tipe IV yang mampu memotong kollagen tipe
IV pada membran basalis pembuluh darah dan sel epithelial.
Beberapa Carcinoma yang sangat invasif ternyata mengandung kollagenase tipe IV
yang sangat tinggi, sedang adenoma atau carcinoma in situ mengandung kolagenase tipe IV
yang rendah. Walaupun sel-sel kanker mengeluarkan enzim untuk menghancurkan ECM, sel
stroma juga mengeluarkan antiprotease untuk menghancurkan enzim tersebut. berbagai
penelitian juga mengindikasikan bahwa sel kanker berusaha juga untuk menghambatdampak
dari anti protease yang dihasilkan sel stroma 1.11Dapat dibayangkan bahwa metastasis tidak
berlangsung dengan mudah, tetapi merupakan resultant dari perang yang dahsyat antara
antara sel kanker dan jaringan pertahanan tubuh, masing-masing mengeluarkan senjata
pamungkasnya, dan perangkat persentaan tersebut mengalami "evolusi" juga artinya masing-
masing pihak berusaha mempertahankan eksistensinya sehingga selalu saja terjadi modifikasi
dari arsenal dari pihak sel kanker, demikian pula halnya dengan pertahanan tubuh yang
senantiasanya memperbaiki sistem pertahanan tubuh untuk mengimbangi kecanggihan sel
kanker.
Pada binatang percobaan nampak bahwa adanya inhibitor terhadap kollagenasi tipe IV
akan sangat menurunkan kejadian metastasis. Saat ini telah diisolasi Tissue Inhibitor
Metallopreteinase (TIMP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyuntikkan TIMP dapat
menurunkan dengan mencolok kejadian metastasis. 9, 12-14Enzim dalam serum misalnya
Cathepsin-D dan plasminogen aktivator tipe urokinase juga berperan penting dalam degradasi
ECM, sehingga penderita dengan kadar tersebut yang tinggi dapat memberi probabilitas
kejadian metastasis yang lebih tinggi dari pada penderita dengan kadar rendah.
Setelah sel tumor menghancurkan ECM dan membran basal pembuluh darah, maka
tahap selanjutnya adalah bagaimana sel tumor masuk kedalam pembuluh darah, untuk
maksud ini diperlukan adanya proses gerakan (motilitas). Tampaknya sel tumor ini
mengeluarkan suatu zat yang disebut autocrine motility factor oleh karena memberi dampak
balik pada sel yang mengeluarkannya untuk mengadakan pergerakan. Setelah sel kanker
memasuki aliran darah, maka tidak serta merta sel-sel tersebut dapat mengadakan metastasis,
oleh karena begitu masuk aliran darah akan dihadapi sel sel pembunuh (Natural Killer Cell)
dan sistem kekebalan humoral dan selluler yang akan berusaha menghancurkan sel tersebut.
Untuk menghadapi serangan tersebut dalam sirkulasi, maka sel kanker berusaha untuk saling
berikatan, dengan mengadakan adhesi antara sesama sel kanker atau dengan platet. Agregasi
akan meningkatkan kemampuan hidup sel kanker, hal ini bisa dipahami karena sel kanker
berada di bagian sentral akan sulit dijangkau oleh sel immunokompetent. Platelet yang
melekat pada sel-sel kanker akan berfungsi sebagai pelindung dari serangan
immunokomptent sel. Di samping menghadapi serangan sel-sel immunokompetent sel, sel
kanker juga bisa juga hancur karena tekanan mekanik dari sel-sel darah merah yang mengalir
dalam sirkulasi. Sel kanker yang masih dapat bertahap hidup dalam sirkulasi akhirnya akan
memilih suatu tempat untuk pertumbuhannya. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi
antara molekul endothel pembuluh darah dari jaringan yang akan merupakan tempat
metastasis. Sel kanker akan mengeluarkan molekul adhesi, yang mempunyai reseptor pada
endothel pembuluh darah. Salah satu molekul adhesi yang banyak dikenal adalah molekul
CD44. Dalam keadaan normal molekul ini diekspresikan sel limfosit T yang berguna untuk
menghancurkan enzim tersebut dan untuk migrasi limfosit T menuju tempat selektif dalam
jaringan limfoid. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel kanker dengan kadar CD44
yang tinggi mempunyai kemampuan penyebaran yang tinggi. Setelah sel kanker melekat pada
sel endothel, maka terjadi lagi proses seperti pada waktu sel kanker memasuki aliran darah.
Tumor ganas sebagai serangkaian penyakit dimana sel berhasil meloloskan diri dari
mekanisme control yang pada keadaan normal akan menghalangi pertumbuhannya.
Kerusakan genetic nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan
(atau mutasi) genetic semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat
kimia, radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetic pada
tumor ganas mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel
progenitor yang telah mengalami kerusakan genetic (yaitu tumor bersifat monoklonal).
Tiga kelas gen regulatorik normal antara lain:
1. Protoonkogen, yang mendorong pertumbuhan.
2. Suppressor gen (gen penekan tumor), yang menghambat pertumbuhan.
3. Gen yang mengatur kematian sel/ aspoptosis, gen ini merupakan sasaran utama pada
kerusakan genetic.
Selain ketiga kelas gen tersebut, kategori keempat yaitu gen yang mengatur perbaikan
DNA ynag rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki DNA
mempengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan
mempengaruhi kemampuan organisme memperbaiki kerusakan nonletal dig en lain, termasuk
protoonkogen, suppressor gen, dang en yang mengendalikan apoptosis.
Enam tanda utama tumor ganas, antara lain:
1. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan
2. Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
3. Menghindari apoptosis
4. Potensi replikasi tanpa batas
5. Angiogenesis berkelanjutan
6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar (metastasis)
Apabila gen yang secara normal mendeteksi dandan memperbaiki kerusakan DNA ini
terganggu atau lenyap, instabilitas genom yang terjadi akan cenderung memudahkan
terjadinya mutasi pada gen yang mengendalikan keenam kemampuan didapat sel tumor ganas
diatas.
1. Self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan
Gen yang meningkatkan pertumbuhan otonom pada sel kanker disebut onkogen. Gen ini
berasal dari mutasi di protoonkogen dan ditandai dengan kemampuan mendorong
pertumbuhan sel walaupun tidak terdapat sinyal pendorong pertumbuhan yang normal.
Produk gen ini, yang disebut onkoprotein, mirip dengan produk normal protoonkogen,
kecuali bahwa onkoprotein memiliki elemen regulatorik yang penting, dan produksi gen
tersebut dalam sel yang mengalami transformasi tidak bergantung pada factor pertumbuhan
atau sinyal eksternal lainnya. Untuk lebih memahami sifat dan fungsi onkoprotein, kita perlu
secara singkat membahas rangkaian kejadian yang menjadi cirri proliferasi sel normal. Pada
keadaan fisiologik, proliferasi sel dapat dengan mudah dibagi menjadi langkah-langkah
berikut:
- Terikatnya suatu factor pertumbuhan ke reseptor spesifiknya di membrane sel.
- Aktivasi reseptor factor pertumbuhan secara transient dan terbatas, yang kemudian
mengaktivkan beberapa protein transduksi sinyal di lembar dalam membrane plasma.
- Transmisi sinyal ditransduksi melintasi sitosol menuju inti sel melalui perantara kedua.
- Induksi dan aktivasi factor regulatorik inti sel yang memicu transkripsi DNA.
- Sel masuk ke dalam dan mengikuti siklus sel yang akhirnya menyebabkan sel
membelah.
Dengan latar belakang ini, kita dapat mengidentifikasi berbagai strategi yang digunakan
sel kanker untuk memperoleh self sufficiency dalam sinyal pertumbuhan.
2. Insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan
Walaupun onkogen memproduksi berbagai protein yang mendorong pertumbuhan sel,
terdapat produk gen penekan tumor yang menjadi rem bagi proliferasi sel. Gangguan
terhadap gen ini menyebabkan sel refrakter terhadap inhibisi pertumbuhan sel dan mirip
dengan efek mendorong pertumbuhan onkogen.
Gen RB merupakan gen penekan tumor yang pertama kali ditemukan. Produk gen RB
adalah suatu protein pengikat DNA yang diekspresikan pada semua sel yang diteliti; protein
tersebut berada dalam bentuk terhipofosforilasi aktif dan terhipofosforilasi tidak aktif.. pada
keadaan aktif, RB berfungsi sebagai rem untuk menghambat melajunya sel dari fase G1 ke S
pada siklus sel. Apabila sel dirangsang oleh factor pertumbuhan, protein RB diinaktifkan
melalui fosforilasi, rem dilepas, dan sel melewati tahap G1→S. saat masuk fase S, sel
bertekad untuk membelah tanpa memerlukan stimulasi faktor pertumbuhan tambahan.
Selama fase M berikutnya, gugus fosfat dikeluarkan dari RB oleh fosfat seluler sehingga
kembali dihasilkan bentuk RB terdefosforilasi.
3. Menghindari apoptosis
Akumulasi sel neoplastik dapat terjadi tidak saja karena aktivasi onkogen yang
mendorong pertumbuhan tumor atau inaktivasi gen penekan tumor yang menekan
pertumbuhan, tetapi juga karena mutasi di gen yang mengendalikan apoptosis. Seperti
pertumbuhan sel yang dikendalikan oleh gen yang mendorong dan menghambat apoptosis.
Pembebasan sitokrom c diperkirakan merupakan kejadian kunci dalam apoptosis, dan hal
ini dikendalikan oleh gen pada family BCL2. beberapa anggota family ini (missal, BCL2,
BCL-XL) menghambat apoptosis dengan mencegah pembebasan sitokrom c, sedang yang
lain, seperti BAD, BAX, dan BID mencetuskan apoptosis dengan mendorong poelepasan
sitokrom c. efek proapoptotik dari TP53 yang dipicu oleh kerusakan DNA tampaknya
diperantarai oleh peningkatan sisntesis BAX. Demikian juga, kaspase 8 mengaktifkan
protrein proapoptotik BID.
4. Potensi replikasi tanpa batas
Sebagian besar sel manusia normal memiliki kapasitas menggandakan diri 60 sampai 70
kali. Setelah itu sel kehilangan kemampuan membelah diri. Ini dianggap terjadi karena
pemendekan progresif telomere di ujung-ujung kromosom. Pada setiap kali pembelahan,
telomere memendek, dan setelah titik tertentu, hilanmgnya telomere menyebabkan kelainan
massif kromosom dan kematian. Menuanya fibroblast manusia dalam biakan dapat dihindari
secara parsial dengan melumpuhkan gen RB dan TP53. namun, sel ini akhirnya juga
mengalami suatu krisis, yang ditandai dengan kematian sel massif. Dapat diperkirakan bahwa
agar tumor tumbuh tanpa batas, seperti yang biasanya terjadi, hilangnya hal-hal yang
membatasi pertumbuhan belumlah memadai.
5. Angiogenesis berkelanjutan
Tumor akan membesar jika memiliki vaskularisasi. Diperkirakan zona 1 sampai 2 mm
merupakan jarak maximum dari pembuluh darah yang dapat ditempuh oleh okjsigen dan
nutrient melalui proses difusi. Diatas ukuran ini, tumor akan sulit membesar tanpa
vaskularisasi karena hipoksia memicu apoptosis dengan mengaktifkan TP53.
neovaskularisasi memiliki efek ganda pada pertumbuhan tumor : Perfusi menyalurtkan
nutrient dan oksigen, dan sel endotel yang baru merangsang pertumbuhan sel tumor
disekitarnya dengan mengeluarkan berbagai polipeptida, seperti insulin like-growth factor
(factor pertumbuhan mirip insulin), PDGF, granulocyte macrographage colony- stimulating
factor (GM-CSF, factor perangsang koloni granulosit-makrofag), dan interleukin-1.
angiogenesis dibutuhkan tidak saja untuk keberlanjutan pertumbuhan tumor, tetapi juga untuk
metastasis. Tanpa akses ke pembuluh darah, sel tumor tidak dapat bermetastasis.
Angiogenesis merupakan aspek biologic yang sangat penting pada keganasan.
6. Kemampuan menginvasi dan beranaksebar (metastasis)
Dilihat dari Gen TP53 sebagai pengawal genom
Gen penekan tumor TP53 adalah salah satu gen yang paling sering mengalami mutasi
pada kanker manusia. Gen ini memiliki banyak fungsi. TP53 dapat menimbulkan efek
antiproliferasi, tetapi yang tidak kalah penting, gen ini juga mengendalikan apoptosis. Secara
mendasar, TP53 dapat dipandang sebagai suatu monitor sentral untuk stres, mengarahkan sel
untuk memberikan tanggapan yang sesuai baik berupa penghentian siklus maupun apoptosis.
Berbagai stres dapat memicu jalur respon TP53 termasuk anoksia, ekspresi onkogen yang
tidak sesuai dan kerusakan pada integritas DNA. Dengan mengendalikan respon kerusakan
DNA, TP53 berperan penting dalammempertahankan integritas genom.
TP53 normal di dalam sel yang tidak mengalami stres memiliki waktu paruh yang
pendek (20 menit). Waktu paruh yang pendek ini disebabkan oleh ikatan dengan MDM2,
suatu protein yang mencari TP53 untuk menghancurkannya. TP53 mengalami modifikasi
pascatranskripsi yang membebaskannya dari MDM2 dan meningkatkan waktu paruhya.
Selama proses pembebasan dari MDM2, TP53 juga menjadi aktif sebagai suatu proses
transkripsi. Sudah ditemukan lusinan gen yang transkripsinya dipicu oleh TP53. Gen tersebut
dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori umum-gen yang menyebabkan penghentian siklus
sel dan gen yang menyebabkan apoptosis.
Penghentian siklus sel diperantarai oleh TP53 dapat dianggap sebagai respon
primordial terhadap kerusakan DNA. Hal ini terjadi pada akhir fase G1 dan disebabkan
terutama oleh transkripsi CDK1 dependen-TP53 CDKN1A (p21). Gen CDKN1A, seperti
telah dijelaskan, kompleks siklin/CDK dan mencegah fosforilasi RB yang penting agar sel
dapat masuk ke fase G1. Penghentian siklus sel ini disambut baik karena “memberi napas”
bagi sel untuk memperbaiki kerusakan DNA. TP53 juga membantu proses menginduksi
protein tertentu, seperti GADD45 (penghentian pertumbuhan dan kerusakan DNA), yang
membantu perbaikan DNA. Apabila kerusakan DNA berhasil diperbaiki, TP53 meningkatkan
(upregulate) transkripsi MDM2, yang kemudian menekan (down-regulate) TP53, sehingga
hambatan terhadap siklus sel dapat dihilangkan. Apabila selama jeda kerusakan DNA tidak
dapat diperbaiki, TP53 normal mengarahkan sel ke “liang kubur” dengan memicu apoptosis.
Protein ini melakukannya dengan memicu apoptosis. Protein ini melakukannya denagn
memicu gen pencetus apoptosis seperti BAX.Bagaimana TP53 mendeteksi kerusakan DNA
dan bagaimana gen tersebut menilai kelayakan perbaikan DNA masih belum dipahami
sepenuhnya.
Secara singkat, TP53 mendeteksi kerusakan DNA melalui mekanisme yang tidak
diketahui dan membantu perbaikan DNA yang menyebabkan penghentian G1 dan memicu
gen yang memperbaiki DNA. Sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat
diperbaiki diarahkan oleh TP53 untuk mengalami apoptosis. Berdasarkan aktivitas ini, TP53
layak disebut “pengawal genom”. Apabila terjadi kehilangan TP53 secara homozigot,
kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan mtasi akan terfiksasi di sel yang membelah
sehingga sel akan masuk jalan satu arah menuju transformasi keganasan.
Pentingnya TP53 dalam mengontrol karsinogenesis dibuktikan oleh kenyataan bahwa
lebih dari 70% kanker pada manusia memperlihatkan cacat pada gen ini, dan sisanya
memperlihatkan cacat pada gen yang terletak di sebelah hulu hilir dari TP53. Kehilangan gen
TP53 secara homozigot ditemukan pada hampir semua jenis kanker. Pada sebagian besar
kasus, sel somatik mengalami mutasi inaktivasi yang mengenai kedua alel TP53. Yang lebih
jarang ditemukan adalah pasien yang mewarisi satu alel mutan TP53. Seperti gen RB,
pewarisan satu alel mutan merupakan predisposisi terbentuknya tumor ganas karena hanya
diperlukan satu hit tambahan untuk menginaktifkan alel kedua yang normal. Orang seperti ini
dikatakan mengalami sindrom Li-Fraumeni, memperlihatkan peningkatan resiko 25 kali lipat
mengidap tumor ganas pada usia 50 tahun dibandingkan dengan populasi umum. Berbeda
dengan pasien yang mewarisi satu alel Rb mutan , spektrum tumor yang timbul pada pasien
sindrom Li-Fraumeni bervariasi.jenis tumor tersering adalah sarkoma.
Seperti protein Rb, TP53 normal juga dapat dibuat nonfungsional oleh beberapa virus
DNA tertentu. Protein yang dikode oleh HPV onkogenik, virus hepatitis B (HBV), dan
mungkin virus Epstein Barr (EBV) dapat mengikat protein TP53 normal dan menghilangkan
fungsi protektifnya. Oleh karena itu,virus DNA dapat menumbangkan dua dari gen penekan
tumor yang paling dikenal RB dan TP53.
3.2 Klasifikasi Tumor Ganas Rongga Mulut
Tumor ganas rongga mulut adalah tumor yang tumbuhnya cepat, infiltrasi ke jaringan
sekitar, dan dapat menyebar ke organ-organ lain (metastase). Metastase tumor ganas ke
organ lainnya dapat melalui darah (hematogen) atau melalui kelenjar getah being (limfogen).
Tumor-tumor ganas berasal dari sel-sel epitel mukosa, sel jaringan ikat mesenkim, sel-sel
pembentuk gigi, dan sel kelenjar ludah.
1. Tumor Ganas Rongga Mulut Berasal dari Epitel Mukosa
a. Karsinoma sel skuamousGambaran klinis :
Merupakan kanker yang sering terjadi pada rongga mulut.
Plak keratosis
Ulserasi
Tepi lesi indurasi dan kemerahan.
Dapat terjadi pada seluruh permukaan rongga mulut.
Pemeriksaan DNA menunjukkan mutasi oncogenes p53.
Etiologi
Etiologi belum diketahui dengan pasti. Beberapa kondisi yang diduga berperan adalah
infeksi kronis yang mengikuti karies gigi, permukaan gigi yang tajam, tambalan yang kasar,
dan gigi palsu yang tidak baik. Faktor-faktor lainnya yang diduga berhubungan dengan
terjadinya tumor adalah tembakau, alkohol, sifilis, sinar matahari jangka waktu lama, radiasi
sinar matahari yang lama, misal pada radioterapi, lesi intra-oral lainnya seperti leukoplakia,
herpes simpleks, liken planus, kandidiasis, serta melanosis oral. Metastasis biasanya ke
kelenjar getah bening regional.
Gambaran HPA:
Adanya proliferasi sel-sel epitel skuamous infiltrasi sel-sel karsinoma ke jaringan di
bawahnya membentuk anak tumor ( tumor nest).
Disertai infiltrasi sel-sel limfosit di tumor stromal
Terlihat sel-sel yang atipia yang disertai perubahan bentuk rete peg processus.
Pembentukan keratin yang abnomal.
Pertambahan proliferasi basaloid sel.
Susunan sel menjadi tidak teratur dan mebentuk tumor nest ( anak tumor) yang berinfiltrasi.
WHO mengkasifikasikan SSC secara histologis menjadi :
1. Well differentiated ( Grade I) : yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sel-sel basaloid tersebut
masih berdiferensiasi dengan baik membentuk keratin ( keratin pearl).
2. Moderate differentiated ( Grade II) : yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sebagian sel-sel
basaloid tersebut masih menunjukkan differensiasi, membentuk keratin.
3. Poorly differentiated ( Grade III) : Yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana seluruh sel-sel
basaloid tidak berdiferensiasi membentuk keratin, sehinga sel sulit dikenali lagi.
Gambaran klinis :
Umumnya terjadi pada kulit akibat terpapar sinar matahari yang berlebihan.
Terutama pada orang yang berkulit terang atau putih.
Lokasinya pada bibir dan berkembang dari sel-sel basal epidermis,terutama dari benih folikel
rambut atau mukosa.
Lesi terlihat menonjol dengan bagian tengah lesi mengalami ulserasi.
Gambaran HPA :
Tumor berkembang dari proliferasi sel-sel basal epitel atau dermis membentuk basophilic
atypical basaloid sel yangmelekat ke epidermis atau protrusi ke permukaan.
Tumor nest membentuk lobulus-lobulus dimana basaloid layer tersusun dari sel-sel
berbentuk palisade dan di tengah lobulus terlihat kistik space yang berisi material seperti
material mukus.
Di bagian tengah membentuk rongga kistik yang berisi material seperti mukus, inti sel
terlihat jelas, dan berwarna bashopilic
Tanpa adanya diferensiasi menuju keratinisasi.
Terlihat proliferasi basaloid sel karsinoma protusi ke permukaan, tumor nest membentuk
lobul-lobul yang mempunyai basaloid layer tersusun rehuler oleh sel-sel yang berbentuk
palisade (1) dan dibagian tengah membentuk rongga kistik (2) yang berisi material seperti
mucus, inti sel terlihat jelas dan berwarna bashopilic (3) tanpa adanya diferensiasi menuju
keratinisasi.
2. Tumor Ganas Rongga Mulut Berasal dari Epitel Kelenjar Ludah
a. Karsinoma mukoepidermoid ( Mucoepidermoid carsinoma)
Gambaran klinis :
Pada umumnya melibatkan kelenjar ludah mayor, yaitu kelenjar ludah parotis.
Sebagian kecil dapat timbul dari kelenjar ludah minor, dan yang paling sering
melibatkan kelenjar ludah minor di palatum.
Sering terjadi pada orang dewasa.
Penderita wanita mempunyai resiko lebih tinggi daripada laki-laki.
Tumor ini tumbuh lambat.
Berasal dari sel epithelium duktus.
Berpotensi metastasis.
5-10% melibatkan kelenjar ludah mayor dan paling sering adalah kelenjar ludah
parotis.
Gambaran HPA:
Dibedakan atas low grade, intermediate grade, dan high grade. Gambaran HPA
menunjukkan campuran sel skuamous, sel kelnjar penghasil mucus, dan sel epitel tipe
intermediate. Ketiga sel ini berasal dari sel duktus yang berpotensi mengalami metaplasia.
Tipe low grade merupakan massa yang kenyal dan yang mengandung solid proliferasi sel
tumor, pembentukan struktur seperti duktus, dan adanya cystic space yang terdiridari
epidermoid sel ( sel skuamous) dan sel intermediate, sel-sel sekresi kelenjar mucus. Tipe
intermediate ditandai dengan massa tumor yang lebih solid sebagian besar sel epidermoid dan
sel intermediate dengan sedikit emproduksi kelenjar mucus. Tipe poorly differentiated
ditandai dengan populasi sel-sel pleomorfik dan tidak terlihat sel-sel berdiferensiasi.
Karsinoma Mukoepidermoid tipe well differentiated, terlihat cystic space yang berisi sekresi
mucus (1) yang dilapisi sel-sel intermediate (sel duktus ) (2) bercampur dengan proliferasi
sel skuamous (3) dengan ditandai adanya keratin dan bentukan seperti duktus (4)
c. Karsinoma adenoid kistik ( Adenod cystic carsinoma)
Gambaran klinis:
Tumbuhnya lambat.
Cenderung local invasive.
Kambuh setelah operasi.
Sepertiga angka kejadian terjadi pada kelenjar ludah mayor.
Dapat pula timbul pada kelenjar lakrimalis, bagian bawah salura pernafasan, nasopharinx,
rongga hidung, dan sinus paranasalis.
Umumnya terjadi pada penderita usia 40-60 tahun.
Gambaran HPA :
Gambarannya bervariasi.
Sel-sel tumor berukuran kecil.
Sitoplasma jelas.
Tumbuh dalam suatu massa padat, kelompok sel yang beruntai membentuk kolumnar.
Sel-sel tumor saling berhubungan membentuk suatu rongga kistik menghasilkan suatu
kelompok tumor yang solid, tubulus, atau cribriform.
Sel-sel tumor menghasilkan membrane basalis ynag homogen sehingga menunjukkan suatu
gambaran yang sangat spesifik menyerupai bentuk silindris.
Tumor kemungkinan berasal dari sel-sel yang berdiferensiasi ke sel-sel duktus intercalated
dan ke sel mioepithelium.
Menunjukkan pertumbuhan cribiform diantara celah mirip cystic yang berisi bahan
basofilik.Cystic space merupakan pseudocyst yang dikelilingi oleh sel-sel mioepitelium
d. Karsinoma Sel Asinar ( Acinic cell carsinoma)
Gambaran klinis :
Tumor ganas kelenjar ludah parotis yang jarang terjadi.
Umumnya pada laki-laki muda usia 20-30 tahun.
Tumor ini tidak berkapsul, merupakan suatu proliferasi sel-sel yang membentuk massa bulat,
dengan diameter kurang dari 3 cm.
Tumor ini bisa bermetastasis ke limfonodi regional.
Gambaran HPA :
Tumor berisi sel-sel asinar yang seragam dengan nucleus kecil berada dis entral
dengan sitoplasma yang basofilik dan padat mirip sel-sel sekretorius( asinar) dari kelenjar
ludah normal.
A) Menunjukkan proliferasi sel-sel asinar berinfiltrasi hingga kebawah mukosa karena tumor
ini tidak berkapsul.
B) Sel-sel tumor berkelompok atau soliter dalam suatu stroma jaringan hialin,struktur seperti
lobus kelenjar ludah (1) dengan inti sel asinar yang bulat, uniform, tersusun tidak teratur (2)
dengan sitoplasma yang basopilik dan bergranul (3)
Tumor ganas rongga mulut dari jaringan ikat mesenkim
1. Fibrosarcoma
Gambaran klinis
Merupakan tumor ganas jaringan ikat fibrosa.Sarkoma adalah tumor ganas jaringan
mesenkim, missal limfosarkoma, osteosarkoma, kondrosarkoma.
Predileksi tempat : dapat terjadi dimana saja dalam rongga mulut. Lebih sering pada jaringan
ikat fibrosa rahang bawah disbanding di maksila. Tumor pada rahang biasanya berasal dari
jaringan periosteum atau endosteum. Laki-laki lebih sering dibanding wanita.
Predileksi umur : pada semua umur
Gejala klinis : pembengkakan yang sakit, gigi goyang.
Gambaran HPA
Gambaran fibrosarkoma biasanya sangat seluler, sehingga kadang-kadang stroma tumor tidak
dapat dibedakan lagi. Sel tumor menyebar secara merata. Sel tumor terdiri dari sel fibroblast
yang sudah berubah menjadi sel dengan inti pleomorfik, hiperkromatik. Mitosis sering
ditemukan.
Fibrosarkoma Sel-sel ganas mesoblastik yang menyebar
Sel tumor berbentuk mesoblastik, menyebar atau tidak membentuk sarang-sarang sel,
dengan inti hiperkromatik dan pleomorfik.
Stroma terdiri dari jaringan ikat.
Sel-sel atypik umumnya membesar ( Sel Bizare).
Susunan sel menjadi tidak teratur, pada beberapa tempat masih dapat di pisahkan oleh
bentukan berkas-berkas.
2. Neurosarcoma
Gambaran klinis
Juga disebut malignant schwannoma atau fibrosarkoma dari selubung saraf.
Tumor yang berkembang dari sel schwann atau dari saraf perifer
Biasanya lesi primer terjadi sepanjang proksimal batang saraf utama
Tumor biasanya asimtomatis sampai terjadi adanya neuropraksia
Pemeriksaan menunjukan massa fusiform yang besar
Gambaran HPA :
Pola fibrillar yang renggang.
Menunjukkan multiple mitotic dan menunjukkan pola eosinofilik dari jaringan neural
dengan inti yang berbentuk koma
Ada lesi yang undifferentiated diperlukan pemeriksaan mikroskop elektron untuk
membedakannya dengan fibrosarcoma.
neurosarcoma
3. Liposarcoma
Gejala klinis :
Terjadi di daerah leher, pipi, bibir dan palatum lunak.
Dapat berkembang pada setiap usia, tetapi kebanyakan kasus terjadi pada kelompok umur
setengah baya, dengan usia rata-rata 45 tahun.
Memperbesar perlahan, tanpa rasa sakit, permukaan massa lembut tanpa ulserasi atau
perdarahan.
Bermetastasis
Kadang kasus tumbuh dengan kecepatan yang mengkhawatirkan
Gambaran radiografis : Transillumination menunjukkan area kepadatan berkurang.
Gambaran HPA
Lesi luas terdiri dari seprai dan berkas adipocytes admixed
Tampak sedikit lipoblasts
Dipisahkan oleh septa fibrosa yang mengandung sel-sel gelendong dengan init
hyperchromatic dan agak pleomorphic
Kadang tampak Signet-sel ring
Serat kolagen tampak longgar kadang cukup padat
liposarcoma
4. Osteosarcoma
Gambaran klinis
Merupakan tumor primer jaringan mesenkim pembentuk tulang yang paling ganas. Sering
bermetastasis secara hematogen ke paru-paru.
Predileksi umur : Biasanya ditemukan pada usia dekade ke 2-3, jarang di atas 50 tahun,
kecuali pada penderita penyakit paget.
Ada dua bentuk osteosarkoma :
1. Tipe osteoblastik / sklerosing : pada gambaran radiologist memberi gambaran “sun
ray”.
2. Tipe osteolitik : lebih banyak penghancuran tulang disbanding pembentukan.
Pembentukan tempat : metastasis tulang panjang, seperti distal femur, proksimal tibia,
humerus, fibula. Pada tulang rahang, lebih sering pada mandibula, terutama daerah simfisis,
ramus ascendesns.
Terlihat sebagai pembengkakan yang tumbuh cepat, sakit, kesemutan pada bibr da
dagu karena tertekannya saraf alveolaris inferior, terbatasnya pergerakan, gigi goyang dan
malposisi. Pada rahang atas dapat terjadi obstruksi nasal dan tertekannya mata. Ulserasi pada
kulit dan mukosa mulut terjadi pada fase lanjut.
Gambaran HPA
Gambarannya bervariasi. Sel osteoblast dengan bentuk bervariasi, berbentuk spindle atau
olihedral, inti hiperkromatik dan pleomorfik. Kadang-kadang mengandungtulang rawan. Pada
tipe osteolitik, biasanya osteosarkoma mengandung sel datia tumor dan banyak gambaran
mitosis.
Sel tumor berbentuk spindel / polihedral dengan inti pleomorfik, hiperkromati dengan
jaringan osteoid.
5. Chondrosarcoma
Gambaran klinis
Merupakan tumor ganas tulang rawan.
Predileksi tempat : tulang panjang, anggota badan, tulang rusuk, pelvis.
Dapat terjadi pada tulang rahang. Lebih sering pada daerah alveolar rahang atas. Jarang
ditemukan pada jari tangan dan kaki.
Predileksi umur : usia dekade 5-6. Laki-laki lebih sering dibanding wanita.
Gambaran HPA
Adanya sel tulang rawan primitive yang menimbulkan kerusakan jaringan tulang sekitarnya.
Tumor mengandung jaringan mesenkim yang malignan yang memproduksi sel tulang rawan
abnormal.
Chondrosarcoma, Terlihat sel tumor dengan inti besar, pleomorfik, dan hiperkromatik
Terlihat sel tumor dengan inti besar, pleomorfik, hiperkromatik, kadang-kadang
berinti dua dan ada kerusakan jaringan.
6. Angiosarcoma
Gambaran klinis :
Jarang terjadi di mulut, tumor telihat sebagai massa daging yang terulserasi, warna
merah atau keunguan.
Bentuk lesi tidak khas
Mudah terbentuk anak sebar yang luas dengan prognosa yang sangat buruk.
Gambaran HPA :
Tumor anaplastik dengan tipe sel yang tidak teratur tetapi dengan pembentukan
beberapa pembuluh darah.
7. Malignant melanoma
Makroskopis
Melanoma intraoral biasanya berwarna coklat tua atau hitam atau jika tidak berpigmen,
berwarna merah. Dapat berbentuk makula, papula, atau ulserasi. Melanoma superfisial jarang
ditemukan pada mukosa mulut, karena biasanya melanoma bersifat invansif, kecuali bila
ditemukan pada stadium dini, namun stadium dini sulit dideteksi. Stadium awal bersifat
asimptomatis. Tempat predileksi dalam mulut adalah palatum keras, diikuti oleh gingiva,
bibir dan mukosa bukal.
Biasanya melanoma kulit terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan melanoma
intraoral yang biasanya nampak pada usia diatas 50 tahun.
Patologi
Melanoma dapat timbul akibat transformasi neoplastik dari melanosit atau sel-sel nevus.
Melanoma intraoral diawali oleh melanosit. Pola pigmentasi yang mengarah pada melanoma
adalah campuran warna yang bervariasi seperti coklat, hitam, biru dan merah asimetri dengan
tepi yang tidak beraturan. Melanoma kulit dan melanoma intraoral dapat menunjukkan
pertumbuhan radial dan superfisial yang berlangsung lama dan terjadi pada perbatasan epitel
dengan jaringan ikat sebelum memasuki suatu pertumbuhan vertikal yang invansif.
Melanoma intraoral umumnya datar, eritematous atau pigmentasi, jarang berbentuk massa
yang menonjol. Melanoma intraoral berbeda dengan melanoma ekstraoral dalam faktor
pajanan sinar matahari, riwayat keluarga atau nevi atipik, dan faktor prognosis. Prognosis
sangat buruk dengan angka kesintasan 2-3 tahun. Melanoma dengan derajat keganasan
rendah tanpa invansi vaskular mempunyai angka kesintasan 8 tahun. Faktor yang
memperburuk prognosis adalah invansi vaskular, populasi sel polimorfik, dan nekrosis.
Mikroskopis
Berisi sel-sel ganas yang menginvansi ke jaringan yang lebih dalam. Sel mempunyai
gambaran khas berbintik-bintik atau mengandung pigmen malanin dalam jumlah banyak.
Pada nodular melanoma, sel ganas mempunyai pola pertumbuhan vertikal. Bentuk melanoma
yang paling sering dijumpai adalah melanoma dengan penyebaran superfisial.
8.a. Leukemia
Ada berbagai macam manifestasi mulut sesuai dengan tipe leukimia. Akut leukimia
akan menghasilkan gambar seperti bunga, dan akut monoblastik leukimia akan menghasilkan
tanda-tanda mulut yang paling buruk. Metode perawatan modern, terutama untuk leukimia
akut, telah banyak merubah tanda-tanda klinis yang ada dalam mulut. Untungnya, sekarang
tidak banyak penderita lesi mulut yang besar.
Kira-kira 80% dari penderita akut monositik anemia mempunyai tanda-tanda mulut
yang sama. Tanda yang paling sering terlihat adalah pembengkakan gusi, yang terisi penuh
dengan sel leukimia. Perdarahan dan infeksi gingiva sering terlihat pada keadaan ini. Daerah
jaringan yang luas akan mengalami nekrose, menghasilkan daerah-daerah ulser yang besar.
Pasien akan sulit mengunyah makanan dan mulutnya berbau tidak enak. Kematian akan
diterima dengan senang hati bila seluruh tanda keadaan ini telah manifestasi dalam mulut.
Hampir 50% penderita akut leukimia mempunyai manifestasi mulut. Bila terlihat pula
adanya limpadenopati, maka persentase tersebut akan menjadi lebih tinggi. Perdarahan
gingiva merupakan tanda mulut yang paling sering terlihat, yang terdapat pada seperempat
keadaan. Gejala lain yang lebih jarang terjadi adalah ulser yang tidak khas. Hampir 5% dari
penderita mengalami pembentukan petechiae perdarahan atau daerah ekimosis yang luas.
Daya tahan jaringan mulut berkurang sehingga memungkinkan terjadinya infeksi seperti
infeksi Vincent dan candida albikan. Infeksi Vincent sangat jarang terjadi pada anak-anak,
sehingga keadaan yang terlihat harus dirawat seperti leukimia, kecuali bila telah diketahui
diagnosanya. Infeksi-infeksi ini juga dapat terjadi pada akut monoblastik leukimia. Palsi
wajah jarang terjadi karena adanya deposit jaringan leukimia yang merusak saraf wajah.
Bila akut leukimia sering terjadi pada anak-anak, kronik leukimia biasanya terlihat
pada orang dewasa serta dapat berakhir sebagai akut leukemik. Kronik limpatik leukimia
merupakan penyakit jarang terlihat pada orang lanjut usia. Seringkali ditemukan lesi yang
sangat tersembunyi sehingga pasien meninggal karena penyakit-penyakit lain, tanpa disertai
dengan leukimia. Manifestasi mulut timbul hanya pada 12% pasien dengan kronik leukimia.
Disini sekali lagi kasus limpadenopati tidak diperhitungkan. Beberapa gejalanya mirip
dengan akut leukimia tetapi tidak terlalu parah.
Pencabutan gigi sebaiknya jangan dilakukan pada pasien dengan akut leukimia,
karena luka sering tidak mau menutup serta merupakan awal lesi mulut yang sangat
menjengkelkan. Pada leukimia kronis keadaan ini tampaknya tidak sering terjadi. Herpes
zoster merupakan keadaan yang sering menyertai kronik leukimia. Herpes simplek tipe
sekunder juga sering terjadi dan berlangsung cukup lama.
Lesi mulut jarang merupakan lesi primer pada kronik leukimia, tetapi pada akut
leukimia lesi mulut malah tidak terlihat. Pemeriksaan haematologi dianjurkan pada semua
penderita lesi mulut yang tidak dapat didiagnosa dengan mudah. Perdarahan yang terjadi
setelah pencabutan sangat jarang merupakan manifestasi primer.
Sebagian besar penderita leukimia umumnya juga mengalami anemia, tetapi kadang-
kadang terlihat keadaan kronik limpatik leukimia yang hanya disertai dengan anemia yang
sangat ringan. Sebagian besar leukimia dapat didiagnosa dari hasil pemeriksaan darah
periper, tetapi kadang-kadang harus dilakukan pemeriksaan sumsum, untuk membuktikan
diagnosa tersebut.
Gambaran HPA :
8.b. Myeloma
Myeloma terdiri dari :
a. Myeloma jaringan lunak
Gambaran klinis :
Merupakan bentuk hiperplasia gingivitis dimana potongan jaringan terisi penuh dengan sel
plasma, tetapi tidak menunjukkan pembentukan myeloma jaringan lunak karena
myelomatosis tidak terjadi pada keadaan tersebut.
b. Myeloma Soliter
Gambaran klinis :
Merupakan tumor yang timbul pada rahang. Membentuk pembengkakan yang terasa sakit dan
merusak tulang di sekitarnya.
c. Myeloma Myelomatosis
Gambaran klinis :
Disertai rasa sakit dan pembengkakan.
Merupakan penyakit orang lanjut usia.
Lebih sering pada wanita daripada pria.
Dapat di diagnosa dengan berdasar pada monoklonal hipergammaglobulinemia
( kecepatan sedimentasi darah sangat meningkat).
Myeloma
9. Lymphoma
Limfoma merupakan tumor ganas jaringan limfoid, berbentuk massa padat pada kelenjar.
Ada dua tipe limfoma, yaitu limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
1.Limfoma Hodgkin
Gambaran klinis :
Predileksi tempat : kelenjar getah bening leher dan kepala.
Predilesi umur : teradi pada usia dewasa muda ( sekitar 20 tahun) dan usia dekade ke-5.
Gambaran HPA :
Ciri khas limfoma Hodgkin adalah adanya sel datia Reed Sternberg, meskipun
kadang-kadang tidak dijumpai. Sel lain yang juga merupakan ciri khas adalah sel lakunar
( menyerupai sel datia Reed Stenberg, tetapi lebih kecil) dan sel mononuclear Hodgkin. Sel
datia Reed Stenberg mempunyai gambaran khas, tampak besar dengan dua inti yang saling
berhadapan atau disebut mirror image, karena letak kedua inti sel seperti bayangan objek
pada cermin. Kadang-kadang ditemukan sel tumor yang dikelilingi oleh zona halo dan
nucleolus yang jelas sehingga dinamakan owl eye.
Arsitektur kelenjar limfe sudah hilang.
Sel lakunar, sel mononuklear Hodgkin dan sel datia Stenberg.
2.Limfoma non-Hodgkin
Gambaran klinis :
Merupakan tumor ganas berbentuk padat dan berasal dari jaringan limforetikuler perifer.
Predileksi tempat : Jaringan limforetikuler perifer kelenjar limfe, kelenjar limfe palatum,
gusi, pipi, dasar mulut dan tonsil.
Gambaran HPA
Tampak jaringan kelenjar limfe dengan arsitekstur sudah tidak teratur, menghilang
dan sebagian besar sudah diganti oleh sel ganas yang bentuknya lebih besar dari sel limfosit.
Inti sel tampak hiperkromatik, pleomorfik dengan nucleoli nyata. Mitosis biasanya terlihat
jelas.
Arsitektur kelenjar limfe sudah hilang.
Sel dengan inti besar, hiperkromatik, dan pleomorfik.
BAB IV KESIMPULAN
1. Patogenesis Terjadinya Neoplasia
Pada tahap G1 siklus sel, adanya suatu rangsangan ekstraseluler yang menganai sel, maka
sel akan memacu keluarnya kinase, yang nantinya akan teraktivasi dan berikatan dengan
cyclin membentuk suatu komplek yang bernama cyclin dependentkinase ( CDK ), sehingga
terjadinya proliferasi sel ke tahap selanjutnya.
Bila pada tahap mitosis dihasilkan DNA yang mengalami kerusakan, akan mengaktifkan
suatu supresesor gen P-53 sehingga gen P-21 akan teraktivasi, yang berfungsi untuk
memberhentikan siklus sel tersebut yang bertujuan untuk melakukan repair atau perbaikan
DNA sel yang rusak tersebut.
Bila terjadi gangguan pada gen P-53 tersebut maka proses proliferasi sel tersebut tidak
akan terkontrol dengan pembelahan sel secara berlebihan dan tidak terkendali (neoplasi).
2. Etiologi Tumor Ganas Rongga Muluta. Faktor internal ( herediter dan faktor pertumbuhan).
b. Faktor eksternal ( bakteri, virus, jamur, bahan kimia, obat-obatan, radiasi, trauma, panas,
dingin dan diet).
3. Siklus Tumor Ganas
Tumor ganas terbentuk akibat terjadinya mutasi beberapa gen seperti pada gen tumor
supresor, gen onkogen sehingga pertumbuhan sel tidak terkontrol. Sel yang mengalami
mutasi à berproliferasi à merusak membran basalis à infiltrasi ke jaringan ikat
dibawahnya à infiltrasi ke pembuluh darah atau jaringan limfe à bermetastasis à keluar
dan proliferasi ke organ lain.
4. Klasifikasi Tumor Ganas Rongga Mulut
Tabel Klasifikasi Neoplasia Ganas yang Berasal dari Epitel
Sel Asal Tipe Kanker
Sel skuamous Squamous cell carcinoma
Sel kelenjar Adenocarcinoma
Sel pembentuk gigi Malignant ameloblastoma
Sumber. Ash 1992
Tabel Klasifikasi Neoplasia Ganas yang Berasal dari jaringan ikat Mesenkim
Sel Asal Ti pe Kanker
Fibroblast Fibrosarcoma
Sel saraf Neurosarcoma
Sel lemak Liposarcoma
Sel tulang Osteogenic sarcoma
Sel tulang rawan Chondro sarcoma
Sel endotel Angiosarcoma
Sel pigmen Malignant melanoma
Sel darah dan sumsum tulang Leukemia, Myeloma
Sel getah bening Lymphoma
Sumber: Ash, 1992.
DAFTAR PUSTAKA
Gayford,J.J. & Haskell. 1993. Penyakit Mulut ( Clinical Oral Medicine). Alih Bahasa : drg. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC
Langlais, Robet . P & Miller, Craig. S. 2000. Atlas Berwarna : Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta : Hiprokrates
Regezi, J.A. dan J.J Sciubba.1989. Oral Pathology. London : W.B. Saunders CompanyRobbins, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi edisi 7. Jakarta: EGCSudiono, Janti drg. 2001. Penuntun Praktikum Patologi Anatomi. Jakarta : EGC
Sudiono, Janti, dkk. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: EGCSudiono, Janti drg. 2008. Pemeriksaan Patologi untuk Diagnosis Neoplasma Mulut. Jakarta: EGC Syafriadi, Mei drg. 2008. Patologi Mulut, Tumor Neoplastik & Non Neoplastik Rongga Mulut.
Yogyakarta : Penerbit ANDI