DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN...
Transcript of DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP KESEJAHTERAAN...
20
DAMPAK FLU BURUNG TERHADAP KESEJAHTERAANPETERNAK SKALA KECIL DI INDONESIA
Oleh Nyak Ilham dan Yusmichad Yusdja
Pusat Analisis sosial Ekonomi dan Kebijakan PertanianJl. A. Yani, No 70 Bogor-16161
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dunia memberikan perhatian besar terhadap wabah AI di Indonesia yang
sampai saat ini belum berhasil dikendalikan. Korban manusia yang meninggal akibat
AI menduduki peringkat tertinggi di dunia. Karena itu, dunia mempertanyakan
kemampuan Indonesia dalam mencegah terjadinya penularan AI dari unggas
kepada manusia dan antara manusia dengan manusia yang pada akhirnya
berpotensi berjangkit ke seluruh dunia.
Selain itu, Indonesia harus mempertimbangkan banyak hal dalam
mempunyai kemampuan mengendalikan wabah AI secara integratif, efektif dan adil.
Karena tidak hanya memberi rasa takut pada masyarakat secara umum, tetapi pada
pihak yang lain wabah AI dan pengendaliannya dapat mengancam keberlanjutan
usaha peternak dan semua aktivitas yang terkait dengan industri perunggasan.
Dampak AI baik langsung dan tak langsung telah menyebabkan produksi
ayam turun sampai 60 persen. Karena itu, Indonesia mentargetkan bebas AI tahun
2009. Untuk mencapai harapan tersebut, Indonesia harus terlebih dahulu
mempunyai pemahaman tentang dampak sosial ekonomi pada industri peternakan,
sehingga perumusan program pengendalian AI dapat lebih efektif.
Berdasarkan pada klasifikasi FAO, wabah AI terutama terjadi pada sektor 3
dan 4. Sektor 3 berperan besar terhadap produksi telur dan daging yakni sekitar 60
persen dari total produksi. Selain itu sektor 3 juga menyediakan kesempatan kerja
yang berarti di pedesaan. Sedangkan peternakan sektor 4, merupakan lapangan
usaha yang umum terdapat di pedesaaan dan wilayah suburban. Mereka
memelihara ayam buras, itik, merpati, dan puyuh sebagai bagian dari pendapatan
rumah tangga. Pada umumnya usaha pada sektor 4 ini merupakan usaha sambilan,
namun memberikan sumbangan pendapatan yang tergolong penting bagi kelompok
masyarakat berpendapatan rendah.
21
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana dampak wabah AI terhadap
pendapatan, kesempatan kerja dan bagaimana keberlanjutan usaha unggas
peternak. Pertanyaan penting lainnya adalah bagaimana mereka mensikapi wabah
AI apakah mereka menghentikan usaha atau menggantikan dengan yang lain atau
melakukan recovery dan bagaimana mereka melakukan hal itu?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang diajukan di atas, maka
secara umum tujuan penelitian adalah mengkaji dan mengukur efek wabah AI dan
cara pengendaliannya terhadap tingkat kehidupan dan kesejahteraan. Secara
khusus tujuan penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi faktor-faktor pencetus dan
penghambat pengendalian wabah AI; (2) menganalisis dampak wabah AI terhadap
keberlanjutan usaha peternak; (2) menganalisis dampak wabah AI terhadap
kehidupan rumah tangga peternak ; (3) menganalisis pengaruh Wabah AI dan faktor
produksi terhadap produksi unggas; dan (4) merekomendasikan kebijakan
pengendalian AI dan intervensi lain untuk mengurangi kerugian ekonomi akibat
wabah dan pengendalian AI
DAMPAK WABAH AI TERHADAP INDUSTRI PETERNAKAN UNGGAS DI INDONESIA 2003-2008
Pada pertengahan Tahun 2003, penyakit AI menyerang peternakan unggas
di China. Kemudian wabah AI menyebar dengan sangat cepat ke negara tetangga
yakni Thailand, Vietnam, Malaysia, Philipina. Wabah AI di negara-negara tersebut
segera dapat ditanggulangi melalui program pemusnahan, vaksinasi dan depopulasi.
Pada bulan Agustus 2003, wabah AI menyerang peternakan ayam di Tangerang dan
berlanjut ke Pekalongan Jawa Tengah. Hanya dalam beberapa minggu kemudian,
wabah AI telah menyebar ke 11 Provinsi di Indonesia khususnya Jawa dan Bali.
Wabah AI di Indonesia diperkirakan terjadi relatif lama yakni enam bulan
menyerang suatu kawasan yang luas sebelum dapat dikendalikan, sehingga dampak
ekonomi wabah AI ini relatif besar. Namun wabah AI terus bermunculan pada
wilayah-wilayah tertentu dan belum ada tanda-tanda berhenti hingga akhir tahun
2008. Dari berbagai sumber diperoleh informasi produksi telur dan daging broiler
22
mengalami penurunan sebesar 30-40 persen. Beberapa perusahaan peternakan
khususnya peternakan rakyat bangkrut. Permintaan telur dan daging unggas turun
sangat cepat yang mendorong harga broiler turun jauh di bawah biaya pokok.
Dampaknya, peternakan kecil yang tidak tertular menderita secara tidak langsung.
Jumlah Kematian Unggas
Penyakit AI dilaporkan pertama muncul 29 Agustus 2003 pada peternakan
ayam di Kabupaten Tangerang, kemudian menyebar ke sejumlah kabupaten di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Berdasarkan hasil uji laboratorim diagnostik kesehatan
hewan kematian tersebut akibat virus ND, sehingga pihak otoritas menyangkal kalau
itu penyakit AI. Perdebatan tentang penyakit AI terus berjalan hinggga akhirnya
tanggal 25 Januari 2004 Pemerintah mengumumkan bahwa penyakit AI telah
menyerang peternakan di Indonesia. Lambannya penanganan wabah AI yang
sebenarnya sudah merebak sejak Agustus 2003 menyebabkan tingginya angka
kematian unggas pada berbagai daerah. Seharusnya langkah awal untuk memutus
mata rantai penyebaran suatu penyakit melalui koordinasi pemerintah sangat
diperlukan sebelum melangkah ke aspek teknis.
Padahal sebelum ada kasus AI pertama tahun 2003, pada tahun 1997 sudah
dilaporkan telah terjadi wabah AI di Hongkong yang mematikan banyak unggas dan
meyebabkan 10 orang terinfeksi dan 6 orang meninggal1. Seharusnya hal itu
dijadikan sebagai peringatan dini. Karena dalam menghadapi penyakit infeksi
menular yang bersifat zoonosis seperti AI seharusnya ada saling ketergantungan
antar daerah dalam lingkup nasional dan antar negara dalam lingkup internasional
dalam pengaturan produksi pertanian, perdagangan, dan kesehatan2. Ketidaksiapan
dini menghadapi wabah AI menyebabkan tingginya kematian unggas pada industri
ayam ras sektor 2 dan sektor 3 (Gambar 1). Kemudian angka kematian unggas
menurun pada tahun 2005-2006. Kematian yang terjadi pada saat ini umumnya
terjadi pada ayam buras dan itik pada sektor 4.
Penurunan kematian unggas pada sektor 2 dan sektor 3 dapat disebabkan
dua hal. Pertama, industri di sektor 2 dan sektor 3 sudah melaksanakan program
biosekuriti dengan baik, menjaga sanitasi kandang dengan baik, dan melakukan
1 WHO. 2004. Avian Influenza (“Bird Flu”) and The Significance of Its Transmission to Humans. WHO Fact
Sheet No. 277. 2 Lokuge, B. and Lokuge, K. 2005. Avian Influenza, World Trade and WTO Rules: The Economics of
Transboundary Disease Control. Australian National University, Canberra.
23
vaksinasi dengan teratur sesuai kebutuhan. Kedua, untuk menghindari kepanikan
konsumen yang menyebabkan penurunan permintaan, kemungkinan sebagian
kematian yang terjadi tidak dilaporkan. Kemungkinan kedua ini dikuatkan dengan
adanya informasi bahwa masih dijumpai pembuangan bangkai unggas pada tempat
yang tidak layak seperti sungai, kebun dan semak belukar. Untuk menguji kebenaran
kemungkinan kedua, sebaiknya petugas setempat melakukan pemantauan dan
pengujian penyakit secara berkala tidak hanya pada usaha unggas sektor 4, tetapi
juga pada sektor 3, sektor 2 dan sektor 1. Jika kemungkinan pertama yang terjadi
maka permasalahan selanjutnya adalah bagaimana mengatasi pencegahan dan
pengendalian perunggasan di sektor 4.
Gambar 1. Kematian Unggas yang Dilaporkan Akibat Wabah AI, 2003-2007
Dalam rencana strategis yang diterbitkan Bappenas3 ditargetkan pada akhir
tahun 2008 kasus AI pada usaha unggas sektor 3 dan sektor 4 dapat ditekan. Data
yang ada menunjukkan sektor 3 sudah ada perbaikan, namun sektor 4 masih
menghadapi masalah. Jika sektor 4 tidak dituntaskan akan terjadi efek yang dapat
menyerang balik terutama usaha di sektor 3 yang cenderung bersinggungan dengan
usaha unggas sektor 4. Kalaupun sektor 3 dapat melakukan proteksi, dampak
terhadap manusia masih berpeluang terus terjadi. Padahal menurut OIE, suatu
3
Bappenas (2005),
24
daerah dapat dikatakan bebas AI setelah tiga tahun tidak ditemukan lagi kasus AI
sejak kasus terakhir ditemukan4
Pada dua bulan pertama tahun 2007 wabah AI berjangkit kembali di
Indonesia. Kondisi tersebut menyebabkan kerugian pelaku agribisnis perunggasan.
Dampaknya, banyak usaha peternakan ayam ras rakyat mandiri di sektor 3 menjadi
bangkrut. Dengan alasan modal terbatas mereka tidak mampu bangkit kembali.
Apalagi dengan harga pakan yang terus meningkat tidak seimbang dengan
peningkatan harga produk yang dihasilkan. Untuk tetap dapat berusaha, dengan
modal kandang dan tenaga kerja yang ada mereka, terutama peternak broiler,
begabung dengan peternak skala besar dalam usaha kemitraan5. Namun tidak
semua dapat bergabung, karena ada persyaratan, seperti ketersediaan kandang
dengan kapasitas tertentu. Ini berarti ada peternak yang tidak berusaha kembali.
Hingga tahun 2007, upaya utama untuk mencegah AI di Indonesia masih
mengandalkan teknik vaksinasi. Namun dana untuk vaksinasi terbatas sehingga
tidak semua unggas dapat divaksin, hanya diprioritaskan pada wilayah penularan AI
pada manusia kasusnya tinggi6. Ini berarti upaya vaksinasi AI pada unggas menjadi
tidak efektif. Upaya yang efektif adalah pemusnahan masal (stampingout), seperti
yang dilakukan Thailand dan Vietnam7 sehingga kedua negara tersebut saat ini
sudah dikatakan bebas AI. Bahkan, untuk mengefektifkan upaya pemberantasan AI,
pemerintah Bangladesh melibatkan militer dalam melakukan pemusnahan unggas.
Namun jajaran FMPI dan Menkes telah sepakat bahwa untuk memutus mata
rantai penularan virus flu burung secara regional, yakni pada kawasan yang tertular
virus flu burung, namun bukan memusnahkan seluruh unggas di Indonesia8. Upaya
ini sulit dilakukan jika tidak ada koordinasi dan pengawasan yang ketat, karena
pengaturan lalu-lintas unggas sangat sulit dikendalikan. Apalagi dengan alasan
keterbatasan dana, intensitas pengendalian hanya difokuskan pada wilayah tertentu
dengan indikator jumlah penduduk yang terinfeksi AI. Daerah tersebut umumnya
pusat konsumen, sehingga jika tidak ada pengawasan lalu-lintas yang ketat upaya
tersebut juga menjadi kurang efektif.
4 Infeksi.com. 2005. Flu Burung di Indonesia. Flu Burung di Indonesia. http://infeksi.com/5 LKBN Antara. 2007a. Peternak Ayam Terpaksa Beralih Jadi Buruh. http://www.antara.co.id.6 ___________. 2007b. Indonesia Kekurangan Vaksin Flu Burung 500 Juta Dosis
http://www.antara.co.id7 Feb 2009 dilaporkan ada kasus AI di Vietnam8LKBN Antara. 2007c. Masyarakat Kehilangan Rp1 Triliun Akibat Pemusnahan Unggas. http://www.antara.co.id
25
Merujuk pada berbagai artikel Harian Kompas9 selama bulan Januari-April
2008 menggambarkan bahwa implementasi kebijakan pengendalian dan
pemberantasan wabah AI yang telah dilakukan masih belum efektif. Indikasinya
adalah: (1) masih rendahnya kesadaran peternak dan pedagang ternak untuk
mengendalikan dan memberantas wabah; (2) masih tingginya angka kematian
unggas dan masih adanya kematian manusia akibat AI; (3) terjadi mutasi virus AI;
dan (4) lembaga internasional menilai Indonesia gagal mengatasi AI dan dianggap
dapat membahayakan dunia.
Daerah Penyebaran
Di Indonesia sejak pertama kali ditemukan, penyebarannya demikian cepat di
Jawa kemudian ke Bali dan daerah lainnya. Hingga saat ini perkembangan daerah
terinfeksi sudah mencapai 31 provinsi dari 33 provinsi yang ada di Indonesia
(Gambar 2). Dua provinsi yang masih bebas AI adalah Gorontalo dan Maluku Utara.
Padahal, salah satu target dalam melakukan pencegahan dan pengendalian AI
adalah mempertahankan daerah bebas AI dan membebaskan wilayah tertular serta
mencegah penularan ke ternak lain (Bappenas, 2005).
Gambar 2. Perkembangan Provinsi yang Terinfeksi dan Terserang AI di Indonesia, Tahun 2003-2008
Fakta ini mengindikasikan, upaya pencegahan dan pengendalian yang
dilakukan selama ini belum menunjukkan adanya penyempitan daerah terserang.
9 36 artikel yang bersumber dari http://www.kompas.com/index.php/read/xml/
26
Jika dibandingkan kasus di Sumut, sejak terserang tahun 2005, penyebarannya
semakin menyempit hingga tahun 2007. Kasus AI pertama di Sumatera Utara adalah
tahun 2005 yang menyerang 14 kabupaten/kota, 26 kecamatan dan 30 desa. Pada
tahun 2006 menurun menjadi 11 kabupaten/kota, 17 kecamatan, dan 26 desa. Pada
Tahun 2007 hanya pada 2 kabupaten, 2 kecamatan dan 3 desa. Penyempitan
sebaran tersebut disebabkan oleh gencarnya media masa memberitakan AI dan
intensifnya upaya sosialisasi penanggulangan AI pada masyarakat.
Hubungan Kematian Unggas dan Manusia
Wabah AI mendapat lebih banyak perhatian dibandingkan penyakit lain yang
menyerang ternak. Hal itu disebabkan oleh10: (1) sifatnya yang zoonosis dan dapat
menyebabkan kematian pada manusia, (2) menyebabkan kehilangan produksi
unggas dan kesejahteraan masyarakat miskin, (3) membutuhkan biaya yang besar
untuk mengendalikannya, dan (4) penyebarannya sangat cepat melalui pergerakan
burung-burung liar yang bermigrasi.
Walaupun unggas sebagai sumber AI, apakah benar tingginya kematian
unggas di suatu daerah merupakan penyebab utama infeksi AI pada manusia?
Banyak peternak masih berusaha dan setiap hari mereka kontak dengan unggas
namun tidak terinfeksi. Infeksi pada manusia sifatnya masih acak. Data
menunjukkan bahwa jumlah unggas yang mati tidak berbanding lurus dengan jumlah
penduduk yang terinfeksi AI (Gambar 3).
Berdasarkan fakta yang ada, sejak kasus pada manusia tahun 2005 sampai
dengan Mei 2008, jumlah infeksi pada manusia tertinggi terjadi di Tangerang (24
orang), Bekasi (10 orang), Jakarta Barat (9 orang), Jakarta Selatan (9 orang), dan
Jakarta Timur (8 orang). Profil daerah tersebut menunjukkan pusat konsumsi di
daerah urban dengan kepadatan penduduk tinggi. Di daerah ini, kepadatan ternak
yang diusahakan relatif kecil. Ini mengindikasikan bahwa infeksi pada manusia tidak
hanya disebabkan oleh kontak dengan ternak yang mati. Tetapi mungkin dapat juga
disebabkan oleh kontak dengan material lain, seperti kotoran unggas, sarana
10
McLeod A., N. Morgan, A. Parakash, and J. Hinrichs . 2007. Economic and Social Impacts of Avian Influenza.
FAO, Emergency Centre for Transboundary Animal Diseases Operations (ECTAD). http://www.newsweb.org/downloads/avian-flu/..
27
transportasi unggas dan produknya, fasilitas pengepakan, kebersihan fasilitas pasar
unggas, kebersihan lingkungan pemukiman dan faktor lainnya.
Gambar 3. Hubungan Kematian Unggas dan Infeksi AI pada Manusia di Indonesia, Tahun 2007
METODA PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan biosecurity, pemerintah membagi industri peternakan ayam atas
4 sektor. Wabah AI terutama menyerang sektor 3 dan 4. Secara praktis tidak mudah
menentukan status sektor peternak unggas hanya berdasarkan kriteria biosecurity.
Artinya peternak skala kecil (small holder) dan backyard tidaklah identik dengan
sektor 3 dan 4. Untuk menghindarkan kesulitan itu, maka ditetapkan kriteria
tambahan apa yang dimaksud dengan small holder dan backyard, sebagai berikut:
a. Peternak Kecil atau Small Holder adalah jika usaha itu merupakan usaha
utama, yakni setidak-tidaknya mempunyai porsi 60 persen dari total pendapatan
RT, mempunyai bentuk usaha bersifat dependen (bermitra) atau independen
(mandiri), mempunyai investasi setidak-tidaknya membuat bangunan kandang.
Pengeluaran investasi merupakan indikator bahwa usaha tersebut merupakan
28
usaha yang berorientasi pada pasar dan merupakan sektor 3 dalam klasifikasi
FAO berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Biosecurity.
b. Peternakan Halaman Rumah Atau Backyard adalah jika usaha tersebut
merupakan usaha sambilan yakni paling banyak mempunyai porsi 20 persen
dari total pendapatan RT. Bentuk usaha dapat bersifat mandiri, pada umumnya
tidak mengeluarkan biaya investasi apapun dan merupakan sektor 4 versi FAO
berdasarkan Tingkat Pelaksanaan Biosecurity (Tabel 1).
Sekitar 60 persen produksi daging ayam dan telur dihasilkan oleh peternak
sektor 3 dan 4 atau Sektor D dan karena itu sektor ini mempunyai peran besar
dalam penyediaan kesempatan kerja di pedesaan. Dengan demikian, wabah AI jelas
memberikan dampak sosial ekonomi pada peternakan sektor 3 dan 4.
Peternak sektor 3 mempunyai 2 sistem produksi yakni Peternak Mandiri (PM)
dan Peternak Bermitra. Peternak bermitra terdiri atas dua bentuk, yakni bermitra
dengan perusahaan komersil (MK) dan bermitra dengan pemilik modal (MP).
Peternak PM mempunyai kebebasan dalam membuat keputusan pembiayaan dan
pemasaran hasil. Peternak MK dan MP mempunyai ketergantungan pada pelayanan
input dan produksi pada perusahaan komersil dan pemilik modal, karena itu harus
memenuhi semua peraturan yang dikembangkan dalam kemitraan tersebut.
Wabah AI yang terjadi pada sektor D memberikan dampak yang luas karena
mencakup para pelaku yang berhubungan dengan sektor ini, antara lain peternak,
pedagang dalam berbagai level, termasuk perusahaan pemotongan ayam. Dalam
bentuk kemitraan, peternak dalam pengadaan input sangat tergantung pada
pelayanan yang tersedia di sekitar lokasi. Pelayanan input ini dilakukan para
pengusaha penjualan input seperti Poultry Shop.
Dari berbagai dapak yang ada, tulisan ini difokuskan pada dampak ekonomi.
Jika dirinci lebih jauh dampak ekonomi yang dimaksud mencakup karakteristik
peternak dan aset peternak, jumlah unggas yang diusahakan, lokasi usaha,
keberlanjutan usaha, peran usaha unggas terhadap kesejahteraan peternak, faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan
diharapkan mampu mengurangi dampak ekonomi dengan indikator menyelamatkan
usaha peterkan kecil sekaligus menyelamatkan lingkungan usaha sehingga tidak
merugikan masyarakat umum.
29
Tabel 1. Pembagian Sektor Menurut Bentuk Usaha dan Sistem Produksi Industri Unggas Versi PSEKP
USAHA PEMBIBITAN USAHA PEMELIHARAAN
Sektor A Sektor B Sektor C Sektor D Sektor EKOMERSIAL SKALA KECIL
U R A I A N
PEMBIBITAN KOMERSIAL KOMERSIL
MENENGAH MANDIRI BERMITRA
BACKYARD (NON PROFIT)
POSISI VERSI FAOSektor I Sektor I dan II
Sektor II dan III
Sektor III dan IV Sektor III Sektor IV
SKALA USAHA Industri, komersil, Inti >100 000 ekor >30 000 <30 000 <30 000 1-100 ekor
Komponen Agribisnis Terintegrasi PenuhTerintegrasi Sebagian
Tidak Tidak Tidak Tidak
a. Modal Sendiri Sendiri sendiri Sendiri Kerjasama tidak ada b. Pakan Sendiri Sendiri beli Beli Kerjasama tidak ada c. DOC Sendiri Sendiri/Beli Beli Beli Kerjasama sendiri/beli
d. Pemasaran Hasil Sendiri Sendiri Pedagang Sendiri Kerjasama Sendiri
SISTEM PEMELIHARAN a. Intensif Ya Ya Ya ya ya -
b. Semi Intensif - - - - - ya c. Ekstensif - - - - - ya
PRODUKSI a. DOC PS dan FS Ya Tidak tidak Tidak tidak b. DOC Komersil Ya tidak/ya tidak Tidak Tidak c. Grower Layer Ya Ya ya Tidak Tidak Ya c. Ternak Hidup Tidak Tidak ya Ya Ya Ya d. Karkas Ya Ya ya Tidak Tidak Tidak
e. Telur Konsumsi Ya Ya ya Ya Ya Ya
f. Telur Tetas Ya Tidak tidak tidak/ya Tidak Tidak
30
Pemilihan Lokasi dan Responden
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria tingkat serangan wabah
AI, yaitu ringan, sedang dan berat. Tingkat serangan wabah ditentukan oleh:
a. Jumlah kematian unggas pada saat wabah terjadi yakni tahun 2004 dan 2005.
b. Jenis unggas yang terserang dalam wilayah wabah harus memiliki populasi ayam
broiler, petelur, itik dan buras.
c. Lokasi tersebut merupakan pusat sentra produksi ayam ras sektor 3 atau sektor D .
Berdasarkan data wabah kasus AI sejak tahun 2004 sampai 2005 di Indonesia
ditetapkan tiga provinsi penelitian yakni provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Lampung
masing-masing mewakili kriteria tingkat serangan wabah berat, sedang dan ringan. Setiap
provinsi dipilih dua kaabupaten, masing-masing untuk Jawa Barat : Kabupaten Bandung
Selatan (Desa/Kecamaan Cangkuang dan Desa/Kecamatan Haur); dan Kabupaten
Bandung Barat (Desa/Kecamatan Sarinagen dan Desa/Keamatan Baranangsiang. Lokasi
Jawa Timur: Kabupaten Blitar (Desa/Kecamatan Suruhwadang dan Desa/Kecamatan
Tumpang); Kabupaten Magetan (Desa/Kecamatan Manjung dan Desa/Kecamatan Kiringan).
Lokasi Lampung: Kabupaten Lampung Selatan (Desa/Kecamatan Natar dan
Desa/Kecamatan Tegineneng); Kabupaten Lampung Timur (Desa/Kecamatan Purbolinggo
dan Desa/Kecamatan Pekalongan). Sebaran dan jumlah responden per kecamatan/desa
penelitian secara lebih rinci disampaikan pada Tabel 2.
Table 2. Jumlah Responden Menurut Provinsi dan Jenis Responden
ProvinssiAI
Incidence Kab. DesaContoh
RespondenPer Desa
Key Informant Interview/Desa
Jabar Tinggi 2 4 Desa 60 3Jatim Medium 2 4 Desa 60 3Lampung Rendah 2 4 Desa 60 3Total 6 12 Desa 720 Peternak 36 Key Informant Interviews
Pengumpulan Data dan Informasi
Dua jenis data yang dikumpulkan yakni data sekunder dan data primer.
Pengumpulan data sekunder dilakukan mulai dari instansi pusat di Jakarta hingga tingkat
lokasi penelitian. Pengumpulan data sekunder disesuaikan dengan kebutuhan analisis.
Pengumpulan data primer dilakukan kepada responden peternak dengan teknik wawancara
menggunakan kuesioner terstruktur dan kepada informen kunci dengan pedoman
wawancara yang berisi topik dan subtopik terkait permasalahan wabah AI dan
penanggulangannya. Informen kunci yang diwawancari mencakup berbagai pemangku
kepentingan dari tingkat kecamatan sampai provinsi di lkasi penelitian.
31
Kerangka Analisis
Analisis Deskriptif
Penelitian ini akan menggunakan analisis deskripsi kuantitatif dan kualittatif untuk
memperoleh bukti-bukti dan gambaran peternak kecil dan peternak backyard dalam
kerangka memahami bagaimana peternak dan masyarakat menghadapi dampak wabah AI
baik langsung atau tidak langsung. Pendekatan kualitatif terutama ditujukan untuk
mengekplorasi isue kunci dan mendapatkan pengertian yang mendalam atas isu tersebut
dan akses tingkah laku responden. Pendekatan kuantitatif terutama ditujukan untuk
mendapatkan bukti-bukti statistik dampak wabah AI terutama pada usaha skala kecil.
Analisis Regresi-Fungsi Produksi
Fungsi produksi terdiri atas fungsi produksi daging unggas dan telur unggas. Tujuan
penggunakan alat analisis fungsi produksi adalah untuk melihat:
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan berapa besaran koofisiennya
b. Melihat dampak tingkat serangan wabah AI terhadap produksi.
c. Dampak usaha unggas terserang AI dan kontrol (Non Infected) terhadap produksi
d. Dampak waktu serangan wabah AI: sebelum, saat dan setalah terhadap produksi
Fungsi Produksi untuk melihat dampak tingkat serangan wabah AI dan kondisi infeksi (berat,
sedang dan ringan; terinfeksi dan tidak terinfeksi)
Q = AX1α1X2
α2 X3α3 ...X5
α5eb1D1eb2D2
dimana:Q = Produksi broiler/eggs (Kg per tahun) X1 = Pakan (Rp/thn)X2 = Kematian unggas (ekor/thn)X3 = Obat dan vaksin (Rp/thn) X4 = Tenaga kerja (HOK/thn)X5 = Tingkat pendidikan peternak (Tahun)D1 = Dummy Tingkat Serangan AI, D = 1: Berat, D = 0 untuk sedang dan ringanD2 = Dummy Kondisi Serangan AI, D = 1: terserang, dan D = 0 untuk tidak terserang A = Intersep ; α and Ъ = Koefisien regresi
Fungsi Produksi untuk melihat dampak tingkat wabah AI (sebelum, saat dan setelah)
Q = AX1α1X2
α2 X3α3 ...X5
α5eb3D3eb4D4
dimana:Q = Produksi broiler/eggs (Kg per tahun) X1 = Pakan (Rp/thn)X2 = Kematian unggas (ekor/thn)X3 = Obat dan vaksin (Rp/thn)X4 = Tenaga kerja (HOK/thn)X5 = Tingkat pendidikan peternak (Tahun)D3 = Dummy Waktu Wabah: D3= 1 untuk Sebelum dan D3= 0, untuk Sedang/SesudahA = Intersep ; α and Ъ = Koefisien regresi
32
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI
Karateristik Peternak
Umur peternak berkisar 45-49 tahun. Kisaran itu merupakan usia produktif dan
matang dalam menjalankan usaha. Namun demikian, tingkat pendidikan mereka relatif
rendah, bahkan sebagian besar buta huruf. Peternak dengan tingkat pendidikan SMA dan
yang lebih tinggi sedikit. Demikian juga anggota keluarga, termasuk peternak, yang
merupakan kader desa jumlahnya sangat terbatas (3%-4%) (Tabel 3). Berlatar belakang
pendidikan rendah dan pengetahuan tentang teknik budidaya unggas umumnya hanya
mengandalkan pengalaman mereka melakukan usaha.
Tabel 3. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Serangan dan Status wabah AI di Indonesia, tahun 2008.
Tingkat Serangan Wabah AI
Ringan Sedang Berat TotalUraian
InfeksiNon
Infeksi InfeksiNon
Infeksi InfeksiNon
Infeksi InfeksiNon
Infeksi
Umur KK (tahun) 47.0 48.0 45.7 44.3 48.7 45.5 47.2 45.8
Pendidikan KK(%)
a. Buta huruf 31.7 12.9 26.7 14.6 45.8 13.3 34.7 13.6
b. SD 9.6 4.2 13.3 10.4 17.5 3.8 13.5 6.1
c. SMP 17.5 9.6 19.2 13.3 14.2 2.1 16.9 8.3
d. SMA 7.9 4.6 1.7 0.8 2.1 1.3 3.9 2.2
e. Lainnya 1.3 0.8 0 0 0 0 0.4 0.3
JART (jiwa) 4.2 4.3 4.3 4.3 4.6 4.7 4.4 4.4
Usia ART (%)a. Belum kerja
(0-14 thn) 24.2 24.6 24.0 26.4 29.3 28.5 26.2 26.3b. Usia kerja
(15-55 thn) 66.6 66.2 63.9 62.5 61.1 65.4 63.6 64.4 c. Usia Pensiun (> 55) 9.2 9.2 12.1 11.1 9.6 6.1 10.2 9.3
ART Kader Desa (%)
a. Kader 3.2 2.4 3.5 4.2 4.3 3.5 3.7 3.4
b. Bukan kader 96.8 97.6 96.5 95.8 95.7 96.5 96.3 96.6
Sebagian dari peternak pada awalnya adalah pekerja pada perusahaan unggas.
Berbekal pengetahuan dan keterampilan dari pengalaman kerja di perusahaan mereka
melakukan usaha unggas. Banyak juga di antara mereka berusaha unggas hanya ikut-
ikutan berawal dari melihat keberhasilan peternak pemula di lingkungan mereka. Berjalan
dengan waktu melalui bimbingan petugas peternakan pemerintah dan swasta para peternak
meningkatkan pengetahuannya. Peran petugas swasta yang terdiri dari technicall service
33
dari distributor obat hewan, teknisi perusahaan inti, dan pemilik poultryshop jauh lebih
intensif dibandingkan petugas pemerintah.
Jika dihubungkan tingkat pendidikan dengan status infeksi, usaha unggas terinfeksi
wabah AI jauh lebih banyak terjadi pada peternak yang buta huruf. Selanjutnya jika dipilah
berdasarkan tingkat serangan, pada daerah tingkat serangan berat yaitu Jawa Barat,
sebagian besar (59.1%) peternaknya buta huruf. Fakta ini menunjukan bahwa pada usaha
unggas tingkat pendidikan peternak menentukan mengelola usaha, diantaranya mencegah
dan mengendalikan penyakit ternak.
Selain pengetahuan dan keterampilan, usaha unggas juga membutuhkan tenaga
kerja untuk melakukan aktivitas pembelian saprodi, pemeliharaan unggas dan pemasaran
produk. Umumnya jumlah anggota rumah tangga peternak berjumlah 4-5 orang, yang terdiri
dari seorang suami sebagai kepala keluarga, isteri, dan 2-3 orang anak dan atau anggota
keluarga lain.
Distribusi anggota keluarga berdasarkan umur, sekitar tiga orang masih berusia
produktif dan 1-2 orang berusia non produktif. Dari tiga orang yang berusia produktif,
seotang merupakan anak peternak. Sebagian dari mereka masih dalam usia sekolah,
sehingga tidak mungkin membantu orangtuanya membantu mengelola usaha unggas.
Dengan demikian, sebagian besar peternak membutuhkan tenaga kerja luar keluarga dalam
mengelola usaha unggas. Pada umumnya tenaga kerja luar keluarga ini berasal penduduk
desa setempat. Itulah sebabnya, jika satu desa plotting usaha unggas terkena wabah AI
maka dapat diperkirakan bahwa dampaknya akan luas.
Karateristik Asset Peternak
Pemilikan asset dapat dijadikan indikasi kesejahteraan dan kemampuan peternak
melakukan pemulihan usaha jika usaha mengalami kebangkrutan, seperti akibat serangan
wabah AI. Ada empat kelompok asset penting milik peternak yang diidentifikasi yaitu rumah,
asset rumah tangga, asset pertanian, dan lahan (Tabel 4 dan Tabel 5).
Pada umumnya peternak memiliki satu unit rumah, namun ada juga peternak yang
memiliki dua unit rumah. Bahkan di Lampung dan Jatim ada peternak yang memiliki rumah
sampai tiga unit. Sebaliknya ada peternak yang tidak memiliki rumah. Mereka adalah
peternak muda yang masih tinggal serumah dengan orangtua mereka. Jumlah peternak
yang tidak memiliki rumah ada sembilan peternak di Jabar dan dua peternak di Jatim.
Jenis asset rumah tangga terdiri dari berbagai jenis, diantaranya adalah: TV dan
perlengkapannya, kamera, mesin cuci, kulkas, kompor gas, mobil, sepeda motor, dan
handphone. Demikian juga jenis asset pertanian terdiri dari berbagai jenis, diantaranya
adalah: mesin pengolah pakan, sprayer, mobar, sumur dan pompa air, ternak kerja, truck,
gerobak tenaga manusia, dan kuda. Peternak Jawa Timur dan Lampung memiliki nilai asset
34
jauh lebih tinggi dibandingkan peternak Jawa Barat. Peternak pada lokasi Jawa Barat,
ternyata adalah masyarakat relatif miskin, yang menggantungkan pendapatannya pada
usaha unggas. Usaha unggas merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi
masyarakat, karena pendidikan yang rendah dan kemiskinan mereka mempunyai peluang
yang sedikit untuk mendapatkan pekerjaan di luar desa kecuali berburuh.
Tabel 4. Pemilikan Rumah dan Nilai Asset Peternak, Tahun 2008
Lampung Jatim JabarJenis dan Nilai Asset
InfeksiNon
InfeksiInfeksi
Non Infeksi
InfeksiNon
Infeksi
1. Jumlah rumah (unit/peternak)
a. Satu unit 155 69 138 92 176 48
b. Dua unit 7 8 5 2 7 0
c. Tiga unit 1 0 1 0 0 0
d. Empat unit 0 0 0 0 0 0
2. Nilai Aseet (Rp000)
a. Nilai Aset Rumah 82995 85376 94815 108330 43223 33888
b. Nilai Asset Rumah Tangga 18584 15498 25274 31800 5818 5402
3. Nilai Asset Pertanian 5877 5795 1206 3277 646 317
4. Total Nilai Asset 107456 106669 121295 143407 49687 39607
Tabel 5. Pemilikan Rumah dan Nilai Asset Peternak, Tahun 2008
(Ha)Lampung Jawa Timur Jawa Barat
Penggunaan Lahan
Status AssetInfeksi
Tidak Infeksi
InfeksiTidak Infeksi
InfeksiTidak Infeksi
Milik sendiri 0,79 1,15 0,28 0,18 0,17 0,18Tan. Pangan
Diusahakan 0,81 1,15 0,26 0,15 0,22 0,18Milik sendiri 0,03 0,05 0,03 0 0,02 0,01
Tan. Horti.Diusahakan 0,03 0,05 0,03 0 0,02 0,01Milik sendiri 0 0 0,01 0 0 0
KolamDiusahakan 0 0 0,01 0 0 0Milik sendiri 0,19 0,07 0,01 0 0 0
Lahan Hutan Diusahakan 0,19 0,07 0,01 0 0,01 0Milik sendiri 0 0 0 0 0 0Padang
rumput Diusahakan 0 0 0 0 0,01 0Milik sendiri 1,01 1,27 0,33 0,18 0,19 0,19
Total LuasDiusahakan 1,03 1,27 0,31 0,15 0,26 0,19
Berdasarkan luas pemilikan lahan, peternak Lampung memiliki lahan terluas (1,01
Ha -2,07 Ha) dibandingkan dengan peternak Jawa Timur (0,18 ha – 0,33 Ha) dan Jawa
Barat (0,19 Ha). Sebagian besar lahan digunakan peternak untuk usaha budidaya tanaman
sebagai sumber pendapatan lain. Bahkan peternak di Lampung dan Jawa Barat, untuk
menambah penghasilan rumah tangga mereka mengusahakan lahan tanaman pangan
melebihi yang dimilikinya dengan cara menyewa atau bagi hasil. Sebaliknya peternak Jawa
35
Timur, dengan alasan perlu perhatian khusus pada usaha unggasnya, mereka menyewakan
atau bekerjasama dengan petani lain untuk mengusahkan lahan yang dimilikinya.
Berdasarkan kepemilikan asset, peternak Lampung dan Jawa Timur memiliki asset
relatif lebih tinggi dibandingkan peternak Jawa Barat. Karakteristik pemilikan asset ini akan
mempengaruhi kinerja usaha unggas yang dilakukan peternak. Hal tersebut terkait dengan
perhatian terhadap pengelolaan usaha unggas, sumber pendapatan, dan risiko guncangan
usaha utama yang mereka lakukan.
Dampak Wabah AI terhadap Jumlah Unggas yang Diusahakan
Sebagian besar responden memelihara broiler dan layer. Dampak wabah AI
terhadap jumlah unggas yang dipelihara menurut tingkat serangan, usaha yang terinfeksi
dan tidak terinfeksi serta periode sebelum dan setelah wabah AI cenderung turun (Tabel 6).
Kecuali responden yang mengusahakan ayam layer yang tidak terinfeksi wabah AI jumlah
unggas yang diusahakan justeru meningkat sebesar 6,5 persen.
Penurunan jumlah unggas yang diusahakan pada usaha yang terinfeksi merupakan
dampak langsung akibat serangan wabah AI. Sementara itu jika penurunan tersebut pada
usaha unggas yang tidak terinfeksi merupakan efek tidak langsung. Dalam hal ini ketakutan
konsumen tertular AI menyebabkan permintaan terhadap daging dan telur menurun.
Akibatnya harga turun dan usaha merugi dan sebagian mengalami kebangkrutan. Hal ini
mempengaruhi produksi dan usaha yang tidak terinfeksi.
Pada usaha layer yang tidak terinfeksi wabah AI, peningkatan jumlah unggas yang
dipelihara disebabkan tidak terkena pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh tidak
langsung tidak berpengaruh berarti permintaan telur pada usaha ini tidak terganggu. Hal ini
dapat disebabkan karena penanganan produk untuk konsumsi cukup baik. Selain itu banyak
produk telur yang diolah sebagai bahan untuk produk lain, seperti kue dan roti, sehingga
konsumen tidak bersentuhan langs ung dengan telur segar yang peluang terinfeksi virus
lebih besar. Keadaan itu juga merupakan dampak adanya kesigapan sosialisasi bahaya AI,
cara mencegah dan mengendalikan, penanganan produk untuk konsumsi.
Jika pilah menurut lokasi usaha pada tingkat serangan yaitu ringan, sedang dan
berat fenomenanya menunjukkan hal yang sama. Hanya besaran perubahan yang berbeda.
Makin berat tingkat serangan maka jumlah unggas yang dipelihara semakin banyak
berkurang. Temuan ini perlu kajian lebih lanjut, faktor penting apa yang menyebabkan
terjadinya tingkat serangan berat. Jika faktor ini diketahui maka untuk menghindari serangan
wabah AI pada usaha unggas dapat dilakukan dengan cara menghindari lokasi yang
berpotensi menyebabkan tingkat serangan tersebut tinggi. Faktor tersebut dapat terdiri dari,
kepadatan teknis dan kepadatan ekonomis, kemampuan peternak mengendalikan penyakit,
pembinaan dari petugas teknis, dll.
36
Pada lokasi tingkat serangan ringan dan sedang, jumlah unggas pada usaha layer
yang tidak terinfeksi mengalami peningkatan. Dari fakta ini dapat dijadikan pelajaran bahwa
usaha layer lebih resisten dibandingkan usaha broiler menghadapi serangan wabah AI. Jika
diurai lebih lanjut usaha ini umumnya dilakukan secara mandiri atau bekerja sama terbatas
dengan pihak poultryshop. Pemasaran juga dapat dilakukan langsung oleh peternak
dan/atau melalui poultryshop. Disamping itu telur yang dihasilkan dapat tahan disimpan
pada suhu kamar sebelum dikonsumsi selama 15 hari. Kondisi ini dapat dijadikan dasar
bahwa usaha layer dapat dikembangkan sebagai usaha mandiri. Berbeda dengan usaha
broiler yang banyak melibatkan pihak pengusaha besar sebagai inti dalam usaha kemitraan.
Tabel 6. Jumlah Unggas yang Dipelihara Peternak Sebelum dan Sesudah Wabah AI berdasarkan Tingkat Serangan
(ekor)
Broiler Layer ItikTingkat Serangan
Periode Wabah AI
InfeksiNon
Infeksi Total InfeksiNon
Infeksi Total InfeksiNon
Infeksi Total
Sebelum 27332 24996 52328 1761 1931 3692 60 86 146
Sesudah 15247 23767 39014 1270 2152 3422 41 84 125Ringan
% Perubahan -44,2 -4,9 -25,4 -27,9 11,4 -7,3 -31,7 -2,3 -14,4
Sebelum 17500 0 17500 3423 2220 5643 0 0 0
Sesudah 3500 0 3500 1929 2337 4266 200 0 200Sedang
% Perubahan -80,0 - -80,0 -43,6 5,3 -24,4 - - -
Sebelum 2775 15998 18773 2502 - 2502 284 262 546
Sesudah 657 11333 11990 162 - 162 51 245 296Berat
% Perubahan -76,3 -29,2 -36,1 -93,5 - -93,5 -82,0 -6,5 -45,8
Sebelum 6292 19624 25916 2590 2122 4712 257 191 448
Sesudah 2982 16343 19325 1286 2260 3546 53 181 234Total
% Perubahan -52,6 -16,7 -25,4 -50,3 6,5 -24,7 -79,4 -5,2 -47,8
Pengaruh Lokasi Kandang terhadap Wabah Wabah AI
Lokasi kandang ayam ras dipengaruhi oleh pemilikan aset lahan, pola usaha, aturan
pemerintah desa setempat. Peternak yang memiliki lahan alternatif selain di halaman rumah
(backyard) usaha ini biasanya dilakukan pada lahan terpisah dari rumah. Bagi yang tidak
memiliki lahan terpisah dengan rumah, mereka melakukan di halaman rumah. Lokasi di
halaman rumah ada yang bergandengan langsung dengan rumah ada juga yang dipisahkan
dengan pagar. Untuk menghindari lalat, dikendalikan dengan menjaga kebersihan kandang,
melakukan penyemprotan, dan memberikan suplemen anti bau pada makanan ayam.
Usaha ayam ras dapat dilakukan secara mandiri (layer) maupun bekerjasama
dengan sistem kemitraan (broiler). Pada usaha kemitraan umumnya unggas yang
diusahakan adalah broiler. Skala usaha minimal ditentukan oleh inti yaitu 3000-5000 ekor
37
dengan produksi setahun sekitar 20 sampai 50 ribu ekor. Pada usaha ini umumnya
kandang terpisah dengan rumah. Tidak demikian pada usaha layer yang umumnya
merupakan usaha mandiri banyak dilakukan di sekitar rumah peternak.
Selain itu, aturan pemerintah desa setempat juga menentukan lokasi kandang. Di
Lampung, usaha unggas yang dibuka setelah ada wabah AI, keberadaan lokasi kandang
harus mendapat ijin tetangga yang ditetapkan pemerintah desa. Kandang yang sudah ada
sebelum wabah tidak dipersoalkan masyarakat. Namun kandang baru harus memenuhi
jarak tertentu dari rumah. Distribusi lokasi kandang usaha ayam ras pada daerah penelitian
dapat dilihat pada Tabel 7 dan tabel 8
Tabel 7 menunjukkan bahwa secara relatif pada lokasi tingkat serangan ringan
kandang broiler banyak berlokasi di luar halaman rumah (desa+Tersendiri+lain) (75,7%)
dibandingkan lokasi tingkat serangan berat (67,0%). Demikian juga usaha layer di daerah
tingkat serangan ringan lebih banyak dilakukan di luar halaman rumah (67,4) dibandingkan
di lokasi sedang dan berat (57,3%). Dari temuan ini dapat dikatakan bahwa lokasi kandang
ada pengaruh dengan tingkat serangan. Di daerah tingkat serangan ringan, dalam hal ini
Lampung, pemilikan lahan peternak relatif masih luas. Rumah mereka merupakan kapling-
kapling yang luas. Harga tanah relatif masih murah. Dengan demikian lokasi kandang
banyak dilakukan di luar halaman rumah. Kalaupun di halaman rumah, luas halaman relatif
luas. Pada kenyataannya, peternak Jawa Barat menderita paling besar akibat wabah AI.
Karena itu perlu diperhitungkan kembali kepadatan usaha dan poplasi dalam satu desa,
untuk emncegah kerugian yang lebih besar.
Tabel 7. Sebaran Peternak berdasarkan Lokasi Kandang pada Usaha Broiler menurut Status dan Tingkat Serangan AI
(%)
Lokasi KandangTingkat
SeranganStatus AI
Di RumahDi lahan Kas
DesaDi Lahan Tersendiri Di Desa lain
Infeksi 10.8 0.0 18.9 0.0
Non infeksi 13.5 2.7 54.1 0.0RinganTotal 24.3 2.7 73.0 0.0
Infeksi 100.0 0.0 0.0 0.0
Non infeksi 0 0.0 0.0 0.0Sedang 1
Total 100.0 0.0 0.0 0.0
Infeksi 14.7 5.5 42.2 0.9
Non infeksi 18.3 0.0 17.4 0.9BeratTotal 33.0 5.5 59.6 1.8
Infeksi 14.3 4.1 36.1 0.7
Non infeksi 17.0 0.7 26.5 0.7TotalTotal 31.3 4.8 62.6 1.4
Keterangan: 1 Hanya seorang responden yang mengusahakan broiler
38
Tabel 8. Sebaran Peternak berdasarkan Lokasi Kandang pada Usaha Layer menurut Status dan Tingkat Serangan AI
(%)
Lokasi KandangTingkat
SeranganStatus
AI Di RumahDi lahan Kas
DesaDi Lahan Tersendiri
Di Desa Lain
Infeksi 24.3 0.0 50.2 0.6
Non infeksi 8.3 0.0 16.0 0.6RinganTotal 32.6 0.0 66.2 1.2
Infeksi 35.3 0.4 23.1 1.7
Non infeksi 23.1 0.4 16.0 0.0SedangTotal 58.4 0.8 39.1 1.7
Infeksi 41.5 0.0 56.1 1.2
Non infeksi 1.2 0.0 0.0 0.0BeratTotal 42.7 0.0 56.1 1.2
Infeksi 32.3 0.2 38.3 1.2
Non infeksi 14.2 0.2 13.4 0.2TotalTotal 46.5 0.4 51.7 1.4
Kelanjutan Usaha Unggas
Keberlanjutan usaha diindikasikan dari jumlah responden yang berusaha setelah
wabah AI dibandingkan dengan sebelum wabah. Tingkat serangan wabah AI berpengaruh
terhadap keberlanjutan usaha (Gambar 4). Makin berat tingkat serangan keberlanjutan
usaha semakin rendah. Perlu telaah lebih lanjut apa saja yang mempengaruhi keberlanjutan
usaha selain tingkat serangan wabah. Beberpa faktor yang perlu dilihat antara lain adalah
kepadatan lokasi usaha, jenis unggas yang dipelihara, respon peternak terhadap program
pencegahan dan pengendalian wabah AI, intensitas petugas membina peternak.
Gambar 4. Keberlanjutan Usaha Unggas pada Tiga Lokasi dengan Tingkat Serangan Wabah AI yang berbeda
39
Dari sisi lokasi usaha tidak ada data khusus, namun berdasarkan pengamatan
langsung, secara umum dapat dikatakan bahwa usaha unggas di Lampung dilakukan pada
lokasi yang relatif tidak padat dibandingkan Jawa Timur dan Jawa Barat. Dua faktor terakhir
akan dibahas pada topik lain. Dalam subbab ini akan dilihat apakah faktor jenis unggas
mempengaruhi keberlanjutan usaha.
Tabel 9 menunjukkan bahwa secara umum keberlanjutan usaha menurun sebesar 30
persen. Usaha layer relatif lebih resisten terhadap usaha broiler dan unggas lainnya. Jika
hasil agregat ini dikomparasi dengan Tabel 10 yang dirinci berdasarkan jenis unggas dan
tingkat serangan, dapat diperoleh informasi bahwa:
a. Secara total, keberlanjutan usaha unggas di Lampung lebih baik dibandingkan di Jawa
Timur dan Jawa Barat;
b. Secara total, usaha layer lebih resisten terhadap wabah AI dibandingkan usaha broiler;
c. Di Lampung, usaha unggas lain lebih bertahan dibandingkan usaha layer.
Jika dilihat kasus Lampung, keberlanjutan usaha broiler cukup baik, bahkan setelah
wabah jumlahnya bertambah. Tingkat keberlanjutan usaha yang baik disebabkan pola
usaha broiler di Lampung merupakan pola kemitraan. Dengan demikian kerugian usaha
akibat wabah, dengan cepat dapat pulih karena ada dukungan dana, dan bimbingan dari
mitra usaha. Bahkan ada peternak layer yang bangkrut beralih ke usaha broiler.
Tabel 9. Keberlanjutan Usaha Akibat Wabah AI Berdasarkan Jenis Unggas di Indonesia (unit)
Jenis Unggas Before During AfterPerubahan
before/after (%)Layer 502 484 384 -23,5Broiler 147 143 81 -44,9Lainnya 71 59 39 -45,1Total 720 686 504 -30,0
Tabel 10. Keberlanjutan Usaha Akibat Wabah AI Berdasarkan Jenis Unggas pada Berbagai Tingkat Srangan (unit)
Lokasi (Tingkat Serangan)
Jenis Unggas Before During AfterPerubahan (%) (before-after)
Layer 182 182 161 -11,5Broiler 37 37 38 2,7Lainnya 21 20 20 -4,8
Lampung
Total 240 239 219 -8,8Layer 238 232 208 -12,6Broiler 1 1 2 100,0Lainnya 1 1 1 0,0
Jatim
Total 240 234 211 -12,1Layer 82 70 15 -81,7Broiler 109 105 41 -62,4Lainnya 49 38 18 -63,3
Jabar
Total 240 213 74 -69,2
40
Akibat usaha yang merugi atau bahkan ada yang bangkrut, mereka menambah
pendapatan dari atau beralih ke usaha lain. Berdasarkan pengelompokkan usaha, maka
jumlah peternak yang bekerja di usaha selain unggas akibat wabah AI dapat dilihat pada
Tabel 11. Peternak Jawa Barat yang sebagian besar bangkrut dan beralih usaha bekerja
pada usaha orang lain dan usaha non pertanian. Di Lampung dan Jawa Timur, para
peternak yang bangkrut justru pada umumnya memilih pindah ke usaha tanaman. Peralihan
usaha ini terkait dengan dinamika sumber pendapatan pada bahasan berikut.
Tabel 11. Bidang Usaha Baru Peternak sebagai Cabang Usaha atau Peralihan Usaha Akibat Wabah AI (%)
LokasiTernak Tanaman Non Petanian Usaha
Orang lain
Lampung 9.7 53.626.8 9.7
Jawa Timur 12.7 40.431.7 21.9
Jawa Barat 0 7.236.1 56.7
Total 5.4 25.9 31.9 36.7
Peran Unggas Bagi Kehidupan Rumah Tangga Peternak
Paling tidak ada tiga peran usaha unggas pada rumah tangga peternak. Pertama
sebagai sumber pendapatan rumah tangga dari penjualan hasil utama yaitu ayam dan telur.
Selain itu juga penjualan ayam afkir pada usaha layer dan feces (kotoran ayam). Kedua,
sebagai bahan konsumsi rumah tanggga, dimana produk unggas berperan penting
menigkatkan gizi keluarga. Ketiga, sebagai tempat bekerja atau sebagai pencipta lapangan
kerja. Usaha peternak selain melibatkan tenaga kerja keluarga bahkan juga luar keluarga.
Sumber Pendapatan
Sebagian besar pendapatan peternak bersumber dari usaha unggas. Dinamika
struktur pendapatan peternak akibat wabah AI di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 12.
Sebelum ada wabah AI, selain dari usaha unggas, usaha lain yang memberikan kontribusi
relatif besar (5%-7%) adalah usaha tanaman dan non pertanian. Saat wabah AI, sebagian
usaha mengalami kerugian dan ada juga yang collaps, sehingga sebagian mereka berusaha
di bidang lain. Usaha yang banyak dilakukan adalah usaha tanaman, non pertanian, dan
bekerja pada orang lain, dimana usaha non pertanian memberikan kontribusi terbesar.
Jika dipilah berdasarkan responden yang usahanya terinfeksi dan tidak, informasi
yang dapat diperoleh adalah bahwa kontribusi usaha unggas noninfeksi lebih cepat pulih
dibandingkan usaha yang terinfeksi. Hal ini terlihat dari kontribusi pendapatan sebelum dan
setelah wabah menurun dari 83,5 persen menjadi 68,7 persen pada usaha yang terinfeksi
dan menurun dari 83,1 persen menjadi 75,0 persen pada usaha yang tidak terinfeksi.
41
Temuan ini menguatkan bahwa usaha yang tidak terinfeksi terkena dampak tak langsung
dari adanya wabah AI.
Tabel 12. Dinamika Sumber Pendapatan Rumah Tangga Peternak Akibat Wabah AI menurut Status di Indonesia
Status AI
Waktu Besaran Unggas Ternak TanamanNon
PertanianUpah
BekerjaLainnya Total
Rp ribu 38745 185 2501 3216 1460 308 46415Sebelum(%) 83,5 0,4 5,4 6,9 3,1 0,7 100,0
Rp ribu 21633 378 3164 4462 2009 647 32293Saat(%) 67,0 1,2 9,8 13,8 6,2 2,0 100,0
Rp ribu 44401 799 5333 8355 4575 1174 64637
Infeksi
Setelah(%) 68,7 1,2 8,3 12,9 7,1 1,8 100,0
Rp ribu 47331 261 2340 4060 2504 466 56962Sebelum(%) 83,1 0,5 4,1 7,1 4,4 0,8 100,0
Rp ribu 34221 409 2357 4443 2772 497 44699Saat(%) 76,6 0,9 5,3 9,9 6,2 1,1 100,0
Rp ribu 42751 550 3024 6578 3388 702 56993
Non Infeksi
Setelah(%) 75,0 1,0 5,3 11,5 5,9 1,2 100,0
Secara ekonomi, dinamika sumber pendapatan selain dipengaruhi keahlian peternak
juga peluang usaha yang ada di suatu lokasi. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebelum ada
wabah, pada umumnya sumber pendapatan peternak berasal dari usaha unggas.
Kisarannya antara 87-91 persen untuk peternak Jawa Timur, 76-81 persen untuk Lampung
dan 71-79 persen untuk peternak Jawa Barat.
Wabah AI yang terjadi berdampak terhadap usaha peternak sehingga pangsa
penerimaan dari usaha unggas menurun. Pangsa tersebut belum pulih kembali seperti
belum terjadi wabah. Jika dipilah berdasarkan status serangan, penurunan pangsa usaha
unggas tidak menunjukkan keunikan. Namun penurunan pangsa yang terjadi di Jawa Barat
lebih besar dibandingkan penurunan yang terjadi di Jawa Timur dan Lampung. Selain
dipengaruhi GPF, hal ini dapat juga disebabkan ketersediaan modal untuk pemulihan dan
kerjasama usaha.
Dari tiga lokasi, kemampuan pemulihan usaha peternak di Lampung relatif lebih baik.
Kemampuan ini kemungkinan disebabkan peran usaha lain yaitu usaha tanaman dan non
pertanian pada peternak di Lampung lebih besar masing-masing 4,7-9,3 persen dan 8,4-
10,8 persen dibandingkan di Jawa Timur masing-masing 2,5-3,2 persen dan 3,8-5,6 persen,
dan Jawa Barat 5,4-5,9 persen dan 7,5-7,9 persen. Temuan ini mengindikasikan bahwa
usaha unggas sebagai core bussiness masih memerlukan usaha lain sebagai cabang usaha
sehingga mampu mengurangi risiko dan mendukung dana untuk memulihkan usaha.
42
Informasi lain yang dapat diperoleh adalah bahwa saat terjadi wabah pangsa
penerimaan peternak di Jawa Barat yang bersumber dari usaha non pertanian dan upah
bekerja meningkat tajam. Hal ini dapat terjadi disebabkan lokasi usaha di daerah ini
berdekatan dengan kota besar Bandung. Dengan demikian peternak yang usaha unggas
mengalami kerugian ataupun kebangkrutan berpeluang lebih besar untuk mengalihkan ke
usaha non pertanian dan bekerja di daerah perkotaan.
Tabel 13. Dinamika Pangsa Pendapatan Rumah Tangga Peternak Akibat Wabah AI menurut Status dan Tingkat Serangan
(%)
Sumber PendapatanLokasi Periode
Unggas Ternak TanamanNon
PertanianUpah
BekerjaLainnya
Lampung
Sebelum 75,5 0,7 9,3 10,8 3,3 0,5
Saat 73,7 0,6 10,0 11,6 3,4 0,6InfeksiSetelah 67,2 0,8 12,2 14,9 4,2 0,7
Sebelum 81,4 0,5 4,7 8,4 4,3 0,8
Saat 77,5 0,6 5,6 10,1 5,3 0,9Non Infeksi Setelah 77,4 0,4 6,0 10,3 5,0 0,8
Jawa Timur
Sebelum 91,2 0,3 2,5 3,8 1,7 0,5
Saat 73,9 2,1 6,9 10,0 4,9 2,1InfeksiSetelah 81,9 1,7 4,2 6,9 3,8 1,5
Sebelum 87,0 0,5 3,2 5,6 3,1 0,6
Saat 78,9 1,4 4,1 9,5 5,3 0,8Non InfeksiSetelah 76,3 1,6 4,1 12,2 4,9 0,9
Jawa Barat
Sebelum 79,1 0,2 5,4 7,5 6,4 1,4
Saat 23,4 1,2 15,3 31,8 20,8 7,4InfeksiSetelah 38,5 1,1 9,9 23,8 21,7 5,1
Sebelum 70,7 0,2 5,9 7,9 12,5 2,8
Saat 55,8 0,6 9,3 11,2 18,6 4,5Non InfeksiSetelah 52,3 0,7 8,3 14,9 17,8 6,0
Kehilangan Pendapatan
Kehilangan hasil usaha unggas saat wabah AI dapat disebabkan oleh kematian
unggas (dampak langsung) maupun akibat harga produk yang turun karena permintaan
terhadap produk unggas akibat konsumen takut tertular AI (dampak tidak langsung). Tabel
14 menunjukkan bahwa secara total kehilangan hasil pada usaha layer lebih besar pada
peternak yang tidak infeksi, sebaliknya pada usaha broiler kehilangan saat wabah lebih
besar dialami kelompok usaha yang infeksi.
43
Pada usaha layer hal itu dapat terjadi karena dua hal, yaitu: (a) turunnya harga
menyebabkan penerimaan menurun dan (b) masa produksi yang relatif lama menyebabkan
biaya operasional meningkat untuk pencegahan dan pengendalian AI dan sebagian ternak
stress karena pemberian vaksin dan menyebabkan produksi turun sehingga kehilangan hasil
meningkat. Pada usaha yang terinfeksi, kerugian yang dialami relatif dalam waktu singkat
kemudian usaha dihentikan menunggu kondisi wabah reda. Sebaliknya terjadi pada usaha
broiler karena siklus produksi yang singkat (30-40 hari) kehilangan hasil pada ternak yang
tidak terinfeksi lebih disebabkan turunnya harga. Sementara itu pada usaha yang terinfeksi
kematian ternak menyebabkan kerugian yang lebih besar.
Tabel 14. Nilai Kehilangan Hasil Usaha Unggas Saat terjadi Wabah AI di Indonesia, Tahun 2003-2004
Nilai kehilangan pendapatan (Rp 000)Lokasi Jenis UnggasInfeksi Tidak infeksi
Broiler 36536 9038LampungLayer 15023 19800
Broiler 20250 0Jawa TimurLayer 39491 82428
Broiler 8170 10212Jawa BaratLayer 48957 36750
Broiler 11913 9932TotalLayer 32599 58009
Tenaga Kerja
Pengelolaan usaha unggas dilakukan menggunakan tenga kerja dalam keluarga dan
luar keluarga. Curahan jam dan hari kerja yang dilakukan peternak bersama anggota
keluarganya menurut jenis kegiatan dapat dilihat pada Tabel 15. Secara umum, curahan
kerja terbesar peternak sehari-hari dilakukan untuk pemberian pakan dan minum ternak.
Namun berdasarkan lokasi, curahan jam kerja per hari bervariasi. Di Lampung dan Jatim
pada usaha yang tidak terinfeksi curahan kerja lainnya (mengawasi) lebih besar dari
pemberian pakan dan minum ternak, peternak di Jawa Barat pada usaha yang terinfeksi,
kegiatan pengumpulan telur dan penjualan hasil lebih besar dari pemberian pakan.
Dari berbagai kegiatan, kegiatan pemberian pakan dan pengawasan merupakan
faktor penting untuk mencapai produksi optimal. Namun demikian kegiatan menjaga
kebersihan kandang, terutama terkait dengan pencegahan penyakit, juga tidak kalah
penting, sehingga tiga kegiatan ini wajar jika lebih lama dari yang lain. Jika kegiatan
menjual hasil relatif besar, kemungkinan peternak menjual hasilnya sendiri ke pasar, namun
44
kegiatan pengumpulan telur yang relatif lama di Jawa Barat mengindikasikan bahwa
produktivitas mereka lebih rendah dari peternak Lampung dan Jawa Timur.
Informasi yang menarik adalah bahwa baik secara umum maupun berdasarkan
lokasi bahwa semua peternak yang unggasnya tidak terinfeksi mencurahkan jam kerja yang
lebih banyak dibandingkan dengan peternak yang unggasnya terinfeksi. Ini mengindikasikan
bahwa kebersihan kandang termasuk kegiatan disinfektasi sebagai upaya peningkatan
biosecurity berbanding lurus dengan status serangan wabah AI.
Tabel 15. Curahan Jam dan Hari Kerja Anggota Keluarga Menurut Jenis Pekerjaan pada Usaha Ayam Ras
Lokasi Status Kebersihan PemberianPakan
PenjualanHasil
PengumpulanTelur
Lainnya JumlahJam/hari
JumlahHOK/tahun
Infeksi 1.14 1.59 1.09 1.08 1.01 5.91 270Lampung Tidak
Infeksi 1.45 1.57 1.10 1.00 1.58 6.70 306
Infeksi 1.21 1.28 0.95 1.04 1.31 5.79 264Jatim Tidak
Infeksi 1.22 1.15 0.86 0.95 1.20 5.38 245
Infeksi 1.10 1.78 1.83 2.83 0.76 8.30 379Jabar Tidak
Infeksi 1.18 1.65 0.42 0.33 0.74 4.32 197
Infeksi 1.16 1.54 1.27 1.38 1.11 6.46 295Total Tidak
Infeksi 1.29 1.37 0.83 0.96 1.21 5.66 258
Usaha unggas sebagai lapangan usaha membutuhkan waktu kerja anggota keluarga
peternak selama 5,66 – 6,46 jam per hari atau berdasarkan waktu kerja per hari selama
delapan jam maka curahan hari kerja anggota keluarga selama setahun antara 258 – 295
hari. Jika dirinci berdasarkan lokasi, di Jawa Barat pada kelompok usaha unggas yang
terinfeksi, curahan hari kerjanya mencapai 379 hari per tahun. Ini berarti melibatkan lebih
seorang tenaga kerja dalam keluarga Umumnya anggota keluarga yang terlibat adalah
suami sebagai kepala keluarga dan isteri membantu terutama dalam kegiatan pengumpulan
telur atau penjualan hasil.
Jika dibandingkan Tabel 15 dan Tabel 16, secara umum dapat dikatakan bahwa
penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih besar dari dalam keluarga. Demikian juga
untuk peternak di Lampung dan Jatim. Namun tidak demikian dengan peternak Jabar,
keterbatasan modal, yang diindikasikan pada karakteristik asset, menyebabkan sebagian
besar peternak banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Bahkan pada peternak
yang tidak terinfeksi tidak ada yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga.
Usaha unggas memerlukan tenaga kerja yang disiplin dan memahami perilaku
ternak. Jika tidak dapat mempengaruhi tingkat stress yang terjadi pada ternak. Tingkat
45
stress akan berpengaruh terhadap tingkat produksi dan keuntungan usaha. Karena itu,
biasanya peternak menggunakan tenaga kerja yang benar-benar terpilih. Untuk melihat
apakah wabah AI mempengaruhi peternak menggunakan tenaga kerja luar keluarga dapat
dilihat pada dinamika jumlah hari kerja luar keluarga yang digunakan peternak pada waktu
sebelum, saat, dan setelah wabah AI. Jelasnya dapat dilhat pada Tabel 16.
Tabel 16. Curahan Hari Kerja Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Usaha Unggas (HOK)
PeriodeLokasi Status
Sebelum Saat Setelah
Perubahan Sebelum/Sesudah
(%)
Infeksi :HOK/tahun 350 353 357 2,0
: Rp 000/tahun 9704 8663 3727 -61,6
Tidak Infeksi: HOK/tahun 359 363 359 0,0
Lampung
: Rp 000/tahun 10524 8409 11852 12,6
Infeksi :HOK/tahun 355 324 350 -1,4
: Rp 000/tahun 9030 7753 8556 -5,2
Tidak Infeksi: HOK/tahun 351 348 349 -0,6
Jatim
: Rp 000/tahun 6022 6435 6420 6,6
Infeksi :HOK/tahun 313 120 278 -11,2
: Rp 000/tahun 14741 4640 6159 -58,2
Tidak Infeksi: HOK/tahun - - - -
Jabar
: Rp 000/tahun - - - -
Infeksi :HOK/tahun 344 306 349 1,5
: Rp 000/tahun 10565 7674 6207 -41,2
Tidak Infeksi: HOK/tahun 353 350 350 -0,8
Total
: Rp 000/tahun 7426 7024 8170 10,0
Secara umum jika dibandingkan penggunakan tenaga kerja luar keluarga sebelum
dan sesudah wabah AI mengalami peningkatan 1,5 persen pada peternak yang unggasnya
terinfeksi, sebaliknya pada peternak yang unggasnya tidak terinfeksi justru turun 0,8 persen.
Perilaku ini sifatnya tidak sama, tetapi unik pada berbagai lokasi menurut tingkat serangan.
Peternak ada yang menggunakan lebih, mengurangi, atau bahkan ada yang tidak berubah.
Hal yang sama juga terjadi pada biaya yang dikeluarkan untuk membiaya tenaga kerja luar
keluarga.
Sumber Bahan Pangan
Penggunaan produksi untuk konsumsi rumah tangga berkisar 0,2 - 0,9 persen pada
produk broiler; 0,7- 2,7 persen pada produk layer afkir; dan 0,1 – 0,5 persen pada produk
telur (Tabel 17). Dari angka tersebut, yang menarik adalah kenapa penggunaan telur untuk
konsumsi relatif kecil dari yang lain. Padahal masa produksi telur lebih lama dibandingkan
produksi broiler dan layer afkir. Fakta ini mengindikasikan bahwa peternak tidak hanya
46
mengkonsumsi telur sebagai bahan pangan protein hewani. Sumber lain dapat berasal dari
ternak dan ikan.
Tabel 17. Pangsa Penggunaan Produksi Unggas untuk Konsumsi Rumah Tangga Responden menurut Status dan Tingkat Serangan AI Saat Sebelum dan Setelah Wabah AI
Broiler Layer TelurTingkat Serangan Periode
InfeksiNon
Infeksi Total InfeksiNon
Infeksi Total InfeksiNon
Infeksi Total
Sebelum 0,17 0,38 0,32 2,24 2,68 2,31 0,24 0,14 0,21
Sesudah 0,43 0,38 0,39 2,85 2,06 2,55 0,30 0,19 0,26Ringan
% Perubahan 153,0 0,0 21,9 27,2 -23,1 10,4 25,0 35,7 23,8
Sebelum xxx xxx Xxx 0,72 0,68 0,71 0,16 0,17 0,16
Sesudah xxx xxx Xxx 0,66 0,59 0,64 0,16 0,17 0,16Sedang
% Perubahan xxx xxx xxx -8,3 -13,2 -9,9 0,0 0,0 0,0
Sebelum 0,94 0,29 0,47 1,74 xxx 1,77 0,43 0,52 0,43
Sesudah 1,15 0,30 0,40 3,25 xxx 3,02 0,64 0,41 0,62Berat
% Perubahan 22,3 3,4 -14,9 86,8 70,6 48,8 -21,2
Sebelum 0,52 0,34 0,39 1,31 1,16 1,30 0,23 0,16 0,21
Sesudah 0,59 0,35 0,40 1,54 1,03 1,34 0,23 0,18 0,21Total
% Perubahan 0,0 0,0
Pengaruh Wabah AI terhadap Produksi
Wabah AI direpresentasikan dalam tiga variabel dummy, yaitu dummy wilayah pada
tingkat serangan ringan, sedang dan berat; dummy usaha yang terinfeksi dan tidak
terinfeksi; dan dummy sebelum, saat dan setelah wabah AI terjadi. Hasil analisis
disederhanakan pada tabel berikut.
Pengaruh Wabah AI terhadap Produksi Broiler
Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kriteria statistik yang cukup baik dan tanda
koefisien sesuai yang diharapkan (Tabel 18). Dummy tingkat serangan (ringan, sedang dan
berat) memperlihatkan nilai kofisien sebesar -0.0004 dengan selang kepercayaan kurang
signifikan. Artinya tingkat produksi tidak dipengaruhi oleh tingkat serangan wilayah apakah
ringan, sedang atau berat. Namun terdapat kecenderungan makin berat tingkat serangan
wabah AI produksi makin menurun.
Dummy kondisi infeksi dan bukan infeksi mempunyai koefisien sebesar-0.1395 pada
selang kepercayaan sangat nyata. Ini berarti, kelompok peternak yang terkena infeksi
langsung wabah AI mengalami penurunan produksi sebesar 13.95 persen lebih banyak
47
dibandingkan kelompok ternak yang tidak terinfeksi. Hasil ini konsisten dengan hasil-hasil
yang telah dibahas sebelumnya.
Dummy untuk waktu wabah (sebelum, sedang dan sesudah) memperlihatkan nilai
koefisien 0.2015 dengan selang kepercayaan sangat nyata. Ini berarti bahwa terdapat
perbedaan tingkat produksi sebesar 20 persen dibandingkan antara sebelum dan sesudah
wabah. Produksi tersebut lebih tinggi pada saat sebelum wabah.Dengan kata lain, wabah AI
telah memberikan dampak terhadap penurunan produksi broiler sebesar 20 persen lebih
banyak dibandingkan sebelum wabah.
Tabel 18. Pengaruh Wabah AI terhadap Produksi Broiler
Variabel Lambang Koefisien SEr
Intercept A 0.5544*** 0.1703
Biaya Pakan Broiler X1 0.4732*** 0.0391
Kematian Ayam Karena AI X2 -0.0374 0.0391
Biaya Obat+Vaksin X3 0.3230*** 0.0398
Jumlah HOK X4 0.3020*** 0.0566
Tingkat Pendidikan Peternak X5 0.1244* 0.0777
Dummy Tingkat Serangan D1 -0.0004 0.0477
Dummy Kondisi Infected D2 -0.1395*** 0.0428
Dummy Waktu Wabah D11 0.2015*** 0.0397F stat= 0.001 dan R2=0.77
Pengaruh Wabah AI terhadap Produksi Petelur
Hasil analisis regsessi memperlihatkan bahwa persamaan produksi telur
memperlihatkan kriteria statistik yang baik dengan tanda koefisien regresi sesuai dengan
yang diharapkan (Tabel 19). Dummy tingkat serangan berat mempunyai pengaruh nyata
terhadap produksi telur dengan nilai koefisien -0.0679 pada level tingkat kepercayaan 99
persen. Hal ini memperlihatkan bahwa dampak wabah AI pada daerah serangan berat telah
menyebabkan penurunan produksi telur sebesar 6.7 persen lebih banyak dibandingkan
daerah tingkat serangan rendah dan sedang.
Dampak wabah AI bagi ayam yang terserang (infected) dibandingkan dengan kontrol
(tidak terserang) mengalami penurunan produksi lebih tinggi sebesar 2.7 persen
dibandingkan ayam yang tidak terserang dengan tingkat kepercayaan sangat nyata.
Dampak waktu serangan (sebelum dan sesudah) wabah AI terhadap produksi telur
mempunyai nilai koefisien 0.0624, sangat nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen.
48
Dengan demikian, wabah AI telah menyebabkan penurunan produksi 6.2 persen lebih besar
dibandingkan saat sebelum wabah.
Tabel 19. Dampak Waktu, Tingkat Serangan Terhadap Produksi Telur
Variabel Lambang Koefisien SEIntercept A 0.4452*** 0.0703Biaya Pakan X1 0.7068*** 0.0176Kematian ayam karena AI X2 -0.0038 0.0109Biaya Obat danVaksin X3 0.1732*** 0.0175Pendidikan Peternak X5 0.0786*** 0.0300Tingkat Serangan D1 -0.0679*** 0.0156Kondisi Terserang D2 -0.0274*** 0.0160Waktu Serangan D11 0.0624*** 0.0175F= 0.001 dan R2= 0.84*** = Sangat Nyata, 99%
** = Nyata, 95%* = Nyata, 80%
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Kesimpulan
1. Disepakati bahwa pencegahan dan pengendalian wabah AI tidak merugikan kelompok
produsen dan konsumen, namun pada saat pelaksanaan kesepakatan tersebut sulit
dilakukan. Lemahnya koordinasi dan pengawasan yang ketat, sejak titik produksi,
pengolahan, lalu-lintas unggas dan pemasaran, yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan termasuk sosialisasi melalui media massa menyebabkan hasil dari upaya
yang dilakukan masih belum efektif.
2. Berlatar belakang mendirikan usaha hanya ikut-ikutan tetanga yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan dari pengalaman kerja di perusahaan unggas, tingkat
pendidikan peternak berpengruh terhadap terjadinya kasus infeksi pada usaha unggas
peternak dan tingkat serangan pada tingkat wilayah. Makin rendah tingkat pendidikan
peternak maka kasus infeksi AI makin meningkat dan tingkat serangan wilayah semakin
berat. Pengetahuan dan asset yang rendah menyebabkan lemahnya aplikasi biosecurity
pada usaha mereka.
3. Selain disebabkan dampak langsung akibat wabah yang mematikan dan menurunkan
produksi usaha unggas, kerugian ekonomi akibat wabah AI disebabkan juga oleh
dampak tidak langsung karena permintaan akan hasil ternak menurun yang
49
menyebabkan harga-harga turun akibat ketakutan konsumen akan bahaya
mengkonsumsi produk unggas saat terjadinya wabah AI.
4. Lokasi kandang unggas berpengaruh dengan tingkat serangan Wabah AI. Makin tinggi
kepadatan unggas dan makin dekat lokasi kandang unggas ke pemukiman makin tinggi
tingkat infeksi dan wilayah serangan. Dari sisi lokasi usaha tidak ada data khusus,
namun berdasarkan pengamatan langsung, secara umum dapat dikatakan bahwa
usaha unggas di Lampung dilakukan pada lokasi yang relatif tidak padat dibandingkan
Jawa Timur dan Jawa Barat.
5. Keberlanjutan usaha unggas dipengaruhi oleh tingkat serangan, jenis unggas yang
dipelihara dan pola usaha yang dikembangkan. Makin berat tingkat serangan
keberlanjutan usaha semakin menurun. Usaha layer lebih resisten dibandingkan
broiler. Usaha unggas dengan pola kemitraan keberlanjutannya lebih baik dibandingkan
non kemitraan.
6. Secara agregat dampak wabah AI menyebabkan penurunan pangsa pendapatan dari
usaha unggas yang terinfeksi dari 83,5 menjadi 68,7 persen dan usaha unggas yang
tidak terinfeksi dari 83,1 menjadi 75,0 persen, namun secara nominal tidak karena
peternak juga punya usaha lain sebagai sumber pendapatan.
7. Secara wilayah, pangsa pendapatan peternak dari usaha unggas, yaitu 87-91 persen
untuk Jawa Timur, 76-81 persen untuk Lampung dan 71-79 persen untuk peternak
Jawa Barat. Wabah AI menyebabkan pangsa penerimaan dari usaha unggas menurun
masing-masing 76,3 – 81,9 persen untuk Jawa Timur; 67,2 – 77,4 persen untuk
Lampung; dan 38,5 – 53,3 persen untuk Jawa Barat. Usaha peternak di Lampung
kemampuan pemulihananya relatif lebih baik dibandingkan Jatim dan Jabar karena
adanya dukungan usaha lain yang dimiliki peternak berupa usaha tanaman dan non
pertanian. Temuan ini mengindikasikan bahwa usaha unggas sebagai core bussiness
masih memerlukan usaha lain sebagai cabang usaha sehingga mampu mengurangi
risiko dan mendukung dana untuk memulihkan usaha.
8. Makin lama waktu yang dicurahkan tenaga kerja dalam keluarga pada usahanya,
terutama dalam kegiatan pengawasan, menyebabkan kasus infeksi menjadi berkurang.
Namun jika waktu tersebut lebih banyak digunakan untuk memasarkan hasil akan
menyebabkan pengawasan menjadi berkurang sehingga kasus infeksi menjadi
meningkat.
9. Selain sebagai sumber pendapatan, usaha unggas menciptakan lapangan kerja untuk
seorang tenaga kerja dalam keluarga dan seorang tenaga luar keluarga yang bekerja
penuh setiap hari serta sebagai sumber bahan pangan berkualitas berupa daging dan
telur ayam.
50
10. Hasil uji statistik mendukung bahwa tingkat serangan, kondisi infeksi dan waktu
serangan wabah AI berpengaruh terhadap produksi daging dan telur unggas.
Implikasi Kebijakan
1. Pencegahan dan pengendalian AI di daerah membutuhkan kerja sama antar instansi
sebaiknya di bawah koordinasi pemeritah daerah dari provinsi, hingga ke tingkat desa.
2. Untuk menghindari dampak negatif yang relatif besar, diperlukan prosedur standar
untuk mengendalikan berbagai wabah penyakit menular berbahaya yang mungkin
terjadi sesuai dengan dinamika faktor pencetus terjadinya wabah. Tahap awal yang
penting adalah segera memutus mata rantai penyebaran penyakit tersebut dapat
didahului perdebatan yang kurang berarti. Penguatan kelembagaan kesehatan hewan
diperlukan termasuk kewenangan melakukan pemantauan dan pengujian penyakit
secara berkala tidak hanya pada usaha unggas sektor 4, tetapi juga pada sektor 3,
sektor 2 dan sektor 1.
3. Selain berperan sebagai pemantau dan pengendali penyait menular berbahaya,
peternak, khususnya pada sektor D, masih memerlukan peran pemerintah dalam
peminaan teknis budidaya (GFP) dan pembinaan usaha.
4. Untuk menghindari kerugian ekonomi peternak akibat dampak tidak langsung
diperlukan perubahan produk yang dipasarkan dari ayam hidup menjadi karkas.
Diamping itu diperlukan tim perespon cepat melalui berbagai media tentang bagaimana
mencegah dan menghindari dampak negatif akibat mengkonsumsi produk unggas saat
terjadi wabah.
5. Untuk menghindari tingkat infeksi unggas yang diusahakan dan kemungkinan penularan
AI dari unggas ke manusia maka diperlukan pengaturan lokasi kandang. Salah satu
indikator yang dapat digunakan adalah kepadatan usaha dan populasi unggas dalam
satu desa.
6. Untuk menjaga keberlanjutan usaha unggas skala kecil disarankan dikembangkan
dalam pola kemitraan. Seandainyapun pola mandiri hanya dikhususkan bagi usaha
unggas petelur.
7. Walaupun usaha unggas sudah berkontribusi cukup besar terhadap pendapatan rumah
tangga, untuk menghindari gejolak usaha akibat guncangan ekonomi dan serangan
wabah, peternak masih perlu cabang usaha lain.
8. Jika tenaga kerja keluarga terbatas untuk menghindari lemahnya pengawasan akibat
tercurahnya waktu ntuk memasarkan produk maka perlu dibangun lembaga pemasaran
secara kolektif tanpa mengurangi marjin keuntungan yang signifikan.