core.ac.uk · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PENERAPAN PEMBELAJARAN...
Transcript of core.ac.uk · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii PENERAPAN PEMBELAJARAN...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA
(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
Skripsi
Skripsi
Oleh :
Triyono
K 2306041
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI
BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA
(:PENELITIAN TINDAKAN KELAS)
Oleh :
Triyono
K 2306041
Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna
Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan
Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Univesitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada hari :
Tanggal :
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Rini Budiharti, M.Pd NIP. 19582708 198403 2 003
Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd NIP. 197510032005012001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi :
Ketua : Drs. Supurwoko, M.Si ........................
Sekretaris : Drs. Yohanes Radiyono ........................
Anggota I : Dra. Rini Budiharti, M.Pd ........................
Anggota II : Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd ........................
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Triyono. PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MELALUI FILM PENDEK UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN KEMAMPUAN KOGNITIF FISIKA SISWA (:PENELITIAN TINDAKAN KELAS). Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, November 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah penerapan
pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar
fisika siswa dengan (2) apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film
pendek dapat meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa.
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus diawali tahap persiapan dan
tahap pelaksanaan siklus yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan
tindakan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. Subyek penelitian adalah siswa
kelas X.3 SMA Negeri I Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 yang dikhususkan
pada materi pokok Suhu dan Kalor sebanyak 33 siswa. Data diperoleh melalui
pengamatan, wawancara dengan guru, tes, angket dan dokumentasi. Teknik analisis
data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa (1) penerapan
pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar
fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran 2009/2010 pada
materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaan siklus I dan
siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase indikator aspek motivasi belajar fisika
siswa sebesar 66,97% dan pada siklus II meningkat menjadi 68,95% dan telah
melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian persentase indikator sebesar
60%. Untuk pencapaian aspek aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar
70,50% yang kemudian meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah
melampaui target yang ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%, (2)
penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat dalam
pelaksanaan tes siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I ketuntasan belajar siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67% pada siklus II. Untuk
target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan belajar siswa sebesar 60%
dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRACT
Triyono. THE APPLICATION OF CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING THROUGH SHORT FILMS TO IMPROVE LEARNING MOTIVATION AND PHYSICS COGNITIVE STUDENT’S ABILITIES (:CLASSROOM ACTION RESEARCH). Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, November 2010
The aims of the research are to know : (1) whether the application of
contextual teaching and learning through short films can improve the students'
physics learning motivation (2) whether the application of contextual teaching and
learning through short films can improve the physics cognitive student’s abilities.
This research is a Classroom Action Research that is held in two cycles. The
cycles are started by preparation phase and execution phase that consist of action
planning, action, observation, evaluation, and reflection. The research subject is X.3
Wonogiri 1 Senior High School students in the school year of 2009/2010, which is
consist of 33 students in the subject matter Heat and Temperature. Techniques of
collecting data are observation, interview with teacher, test, questionnaire and
documentation. Descriptive qualitative technique was used to analyze the data.
Based on research results, it can be concluded that (1) the application of
contextual teaching and learning through short films can improve students' learning
motivation in the subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior
High School student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution
of cycle I and cycle II. At first cycle, the percentage attainment of student’s
learning motivation indicator aspect was 66.97% and increased became 68,95% at
second cycle. It has exceeded the target 60% which has been decided. The
attainment of student’s classical learning activities was 70,50% at first cycle and
then increased became 78,50% at second cycle. It has exceeded the target 60%
which has been decided. (2) the application of contextual teaching and learning
through short films can improve the physics cognitive student’s abilities in the
subject matter Heat and Temperature of X.3 Wonogiri 1 Senior High School
student in the school year of 2009/2010. It can be seen from execution of cycle I
and cycle II. At first cycle, the student’s learning completeness was 30,30% and
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
then increased became 66,67% at second cycle. It has exceeded the student’s
learning completeness target was 60% with minimum completeness limit value was
67.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
MOTTO
� ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
( QS. Ar Ra’d : 11 )
� ”Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
(QS. Al Insyirah : 5)
� ”Bekerja, berdoa kemudian tawakal, apapun hasilnya yakinlah itu adalah
yang terbaik dari-Nya ”. ( Penulis)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih atas doa,
pengorbanan dan perjuangannya untukku.
2. Mbak Nanik, Mas Muji, dan Mbak Tatik tersayang
3. Sahabat-sahabatku yang selalu menyemangatiku
4. Teman-teman Prodi P.Fisika angkatan 2006
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi
sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat
teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin penelitian.
2. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini.
3. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. Selaku Ketua Program Fisika dan Dosen
Pembimbing I Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Daru Wahyuningsih, S.Si, M.Pd, Selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dalam penyusunan Skripsi ini.
5. Bapak Drs. H. Mulyadi, M.T selaku Kepala SMA Negeri I Wonogiri yang telah
memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
6. Bapak Suparjo, M.Pd, selaku guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri I
Wonogiri yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis
melakukan penelitian.
7. Siswa-siswi kelas X.3. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
8. Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
9. Kakak-kakakku (Mbak Nanik dan Mbak Tatik) tercinta yang senantiasa menjadi
motivator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
10. Sahabat-sahabatku di fisika 2006 untuk segala dukungan, persahabatan, dan
bantuannya.
11. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya skripsi yang telah dikerjakan ini masih
jauh dari kesempurnaan maka penulis menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Akhirnya penulis berharap semoga karya ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, November 2010
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL………………………………………………………......
HALAMAN PENGAJUAN ……………………………………………......
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………...
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..
HALAMAN ABSTRAK………………………………………………………
HALAMAN ABSTRAC ..................................................................................
HALAMAN MOTTO…………………………………………………………
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………….………………...
KATA PENGANTAR………………………………………….……………..
DAFTAR ISI……………………………………………………….……….....
DAFTAR TABEL ............................................................................................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………….….
A. Latar Belakang Masalah………………………………………...
B. Identifikasi Masalah ...………………………………………….
C. Pembatasan Masalah ...…………………………………………
D. Perumusan Masalah ...……………………………………….….
E. Tujuan Penelitian…………..………...…………………………
F. Manfaat Penelitian…….. …………... …………………………
BAB II. LANDASAN TEORI …................................................................
A. Kajian Teori………………………………………....................
1. Pembelajaran Fisika…………………………………………
2. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika………………
a. Pendekatan Kontekstual…………………………………..
b. Metode Diskusi……………………………………………
3. Media Pembelajaran ………………………………………..
a. Film Pendek ……………………………………………….
b. Microsoft Powerpoint………………………………………
I
ii
iii
iv
v
vii
ix
x
xi
xiii
xvii
xix
xxii
1
1
4
4
5
5
5
7
7
7
8
8
13
14
15
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
4. Tinjauan Tentang Motivasi………………………………….
a. Pengertian Motivasi ………………………………………
b. Interaksi Antara Motivasi dan Aktivitas Belajar …………
c. Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar …………..
5. Kemampuan Kognitif Fisika ………………………………
a. Pengetahuan/Ingatan ……………………………………
b. Pemahaman ………………………………………………
c. Penerapan/Aplikasi ………………………………………
d. Analisis……………………………………………………
e. Sintesis ……………………………………………………
f. Evaluasi …………………………………………………...
6. Konsep Suhu dan Kalor ……………………………………
a. Suhu dan Termometer ……………………………………
b. Pemuaian …………………………………………………
c. Kalor ……………………………………………………..
B. Penelitian yang Relevan…………………………………........
C. Kerangka Berpikir ...…………………………………………..
D. Hipotesis Tindakan ...………………………………………....
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…………………………………
A. Setting Penelitian …………………………………………….
1. Tempat Penelitian………………………………………….
2. Waktu Penelitian …………………………………………..
B. Subjek Penelitian ...……………………………………………
C. Data dan Sumber Data ...……………………………………..
D. Variabel Penelitian ……………………………………………
1. Variabel Bebas …………………………………………….
2. Variabel Terikat ……………………………………………
E. Teknik dan Instrumen Penelitian ……………………………..
1. Teknik Pengumpulan Data …………………………………
a. Nilai Tes ………………………………………………
b. Observasi ……………………………………………..
17
17
18
19
20
20
21
21
21
21
21
22
22
23
27
33
34
36
37
37
37
37
37
37
38
38
39
39
39
39
39
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
c. Wawancara ……………………………………………
d. Kajian Dokumentasi …………………………………..
e. Angket …………………………………………………
2. Instrumen Penelitian ………………………………………
a. Instrumen Pembelajaran ………………………………
b. Instrumen Penilaian ……………………………………
1). Instrumen Kemampuan Kognitif …………………..
2). Instrumen Angket Motivasi ………………………..
3). Instrumen Observasi Aktivitas Siswa ………………
F. Teknik Pemeriksaan Validitas Data ………………………….
G. Teknik Analisis Data …………………………………………
H. Indikator Kinerja ……………………………………………..
I. Prosedur Penelitian ……………………………………………
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………
A. Deskripsi Kondisi Awal ……………………………………...
B. Deskripsi Hasil Siklus I ………………………………………
1. Perencanaan Tindakan I ……………………………………
2. Pelaksanaan Tindakan I ……………………………………
3. Observasi Tindakan I ………………………………………
4. Refleksi Tindakan I ………………………………………..
C. Deskripsi Hasil Siklus II ...……………………………………
1. Perencanaan Tindakan II …………………………………..
2. Pelaksanaan Tindakan II …………………………………..
3. Observasi Tindakan II ……………………………………..
4. Refleksi Tindakan II ……………………………………….
D. Pembahasan …………………………………………………..
BAB V. Simpulan, Implikasi, dan Saran …………………………………..
A. Simpulan……………………………………………………..
B. Implikasi ...……………………………………………………..
C. Saran ...…………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
40
40
40
40
40
40
41
45
47
48
49
50
51
55
55
59
59
60
63
68
73
73
74
77
81
87
90
90
90
91
92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
LAMPIRAN.....................................................................................................
PERIZINAN ...................................................................................................
95
310
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 2.1
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5
Tabel 4.6
Tabel 4.7
Tabel 4.8
Tabel 4.9
Tabel 4.10
Tabel 4.11
Tabel 4.12
Tabel 4.13
Tabel 4.14
Perbandingan Antar Skala Pada Termometer
Indikator Keberhasilan Siklus
Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika
Pada Kondisi Pra Siklus
Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa
Pada Observasi Pra Siklus
Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar
Fisika Siswa Siklus I
Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa
Pada Observasi Siklus I
Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa dalam
Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I
Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I
Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi
Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan
Observasi Siklus I
Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan
Observasi Siklus I
Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus I
Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi
Belajar Fisika Siswa Siklus II
Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa
Pada Observasi Siklus II
Persentase Ketercapain Indikator Aktivitas Siswa Dalam
Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus II
Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II
Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi
Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan
23
50
56
57
64
65
66
68
69
70
72
77
78
79
80
81
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Tabel 4.15
Tabel 4.16
Tabel 4.17
Tabel 4.18
Siklus II
Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivita
Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi
Siklus II
Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I
Dengan Observasi Siklus II
Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II
Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus
83
85
86
88
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
DAFTAR GAMBAR
Hal
Gambar 2.1
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6
Gambar 2.7
Gambar 2.8
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Gambar 4.3
Gambar 4.4
Gambar 4.5
Gambar 4.6
Gambar 4.7
Gambar 4.8
Gambar 4.9
Gambar 4.10
Gambar 4.11
Termometer Raksa
Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali
Diagram Perubahan Wujud Zat
Perubahan Wujud Yang Dialami Air Dalam Tiga Fase
Grafik Hubungan Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat
Rambatan Kalor Secara Konduksi
Arus Konveksi Pada Air yang Dipanaskan
Skema Kerangka Pemikiran
Skema Pemeriksaan Validitas Data
Skema Analisis Data
Skema Prosedur Penelitian
Tampilan Blog Bapak Sukarjo
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus
Termometer Yang Dimasukkan Dalam Gelas Beker
Tampilan Slide Tentang Rel Kereta Api
Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Pada Bola Besi
Tampilan Film Pendek Tentang Bimetal
Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Gas
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi
22
26
29
29
31
31
33
36
48
50
54
56
57
58
60
61
61
62
63
64
65
67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
Gambar 4.12
Gambar 4.13
Gambar 4.14
Gambar 4.15
Gambar 4.16
Gambar 4.17
Gambar 4.18
Gambar 4.19
Gambar 4.20
Gambar 4.21
Gambar 4.22
Gambar 4.23
Gambar 4.24
Siklus I
Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran Pada Siklus I
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian
Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada
Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian
Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra
Siklus Dengan Siklus I
Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Mencair
Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Konduksi
Tampilan Film Pendek Mengenai Proses Terjadinya Angin
Laut
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Aktivitas Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi
Siklus II
Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam
Pembelajaran Pada Siklus II
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian
Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada
Observasi Siklus I Dengan Siklus II
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian
Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I
Dengan Siklus II
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian
Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi
Siklus I Dengan Siklus II
68
69
71
75
76
76
78
79
80
81
82
84
85
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
Gambar 4.25
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan
Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Lampiran 9
Lampiran 10
Lampiran 11
Lampiran 12
Lampiran 13
Lampiran 14
Lampiran 15
Lampiran 16
Lampiran 17
Lampiran 18
Lampiran 19
Lampiran 20
Lampiran 21
Lampiran 22
Lampiran 23
Lampiran 24
Lampiran 25
Lampiran 26
Lampiran 27
Lampiran 28
Jadwal Penelitian
Satuan Pelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran I
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran II
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran III
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran IV
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran V
Lembar Kerja Siswa (LKS) I
Kunci LKS I
Lembar Kerja Siswa (LKS) II
Kunci LKS II
Lembar Kerja Siswa (LKS) III
Kunci LKS III
Lembar Kerja Siswa (LKS) IV
Kunci LKS IV
Lembar Kerja Siswa (LKS) V
Kunci LKS V
Kisi-Kisi Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika
Soal Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika
Kisi-Kisi Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika
Soal Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika
Lembar Jawab Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika
Kunci Try Out Tes Kemampuan Kognitif Fisika
Kisi-Kisi Angket Motivasi Belajar Fisika
Soal Angket Motivasi Belajar Fisika
Analisis Try Out Angket Motivasi Belajar Fisika
Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus I
Soal Tes Kemampuan Kognitif Siklus I
95
96
121
127
134
140
147
153
157
160
166
170
176
178
184
186
191
193
194
198
201
215
216
217
218
220
227
229
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxiii
Lampiran 29
Lampiran 30
Lampiran 31
Lampiran 32
Lampiran 33
Lampiran 34
Lampiran 35
Lampiran 36
Lampiran 37
Lampiran 38
Lampiran 39
Lampiran 40
Lampiran 41
Lampiran 42
Lampiran 43
Lampiran 44
Lampiran 45
Lampiran 46
Lampiran 47
Lampiran 48
Lampiran 49
Lampiran 50
Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus I
Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus I
Kisi-Kisi Tes Kemampuan Kognitif Siklus II
Soal Tes Kemampuan Kognitif Siklus II
Lembar Jawab Tes Kemampuan Kognitif Siklus II
Kunci Tes Kemampuan Kognitif Siklus II
Ringkasan Hasil Wawancara Awal
Nilai Optik Siswa Kelas X3 (Pra Siklus)
Hasil Observasi Awal (Pra Siklus)
Daftar Kelompok Diskusi Siswa Kelas X3
Lembar Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Pra Siklus,
Siklus I, dan Siklus II
Lembar Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I-II
Hasil Observasi Aktivitas Klasikal Siswa Siklus I & II
Hasil Observasi Aktivitas Diskusi Kelompok Siklus I & II
Analisis Angket Motivasi Belajar Pra Siklus
Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus I
Analisis Angket Motivasi Belajar Siklus II
Analisis Try Out Tes Kemampuan Kognitif
Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus I
Analisis Tes Kemampuan Kognitif Siklus II
Denah Tempat Duduk Siswa Kelas X3
Dokumentasi
239
240
241
243
252
253
254
256
257
258
260
263
265
271
277
282
287
292
298
303
308
309
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan sektor yang sangat menentukan kualitas hidup
suatu bangsa. Tinggi rendahnya kualitas suatu bangsa dapat diukur dari tingkat
pendidikan warga negaranya. Sehingga dapat dikatakan bahwa kegagalan
pendidikan berimplikasi pada gagalnya suatu bangsa, dan keberhasilan pendidikan
secara otomatis membawa keberhasilan suatu bangsa. Oleh sebab itu, untuk
memperbaiki kehidupan suatu bangsa, harus dimulai dari penataan dalam segala
aspek dalam pendidikan, mulai dari aspek tujuan, sarana, pembelajaran,
manajerial, dan aspek lain yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran.
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat
dominan untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Sebaliknya,
pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan
menjadi rendah, artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru
dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang
dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan kontribusi sangat dominan
bagi siswa, sebaliknya pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak
baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.
Dewasa ini proses pembelajaran dituntut selalu menyesuaikan dengan
dinamika masyarakat, karena pembelajaran yang statis dan konvensional
cenderung membuat siswa bosan dan tidak memiliki motivasi untuk belajar. Suatu
pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya,
bukan mengetahuinya. Demikian sehingga diperlukan terobosan baru dalam
pembelajaran yang memungkinkan guru untuk mengajarkan suatu materi kepada
siswa dengan menarik.
Salah satu pembelajaran yang berorientasi hal tersebut adalah
pembelajaran kontekstual. Wina Sanjaya (2008 : 255) berpendapat, “Contextual
Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
1
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menekankan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata
sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka”.
Selain itu setiap siswa mempunyai gaya yang berbeda dalam belajar.
Perbedaan yang dimiliki siswa tersebut oleh Bobbi Deporter dalam Wina Sanjaya
(2008:262) dinamakan sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga tipe
gaya belajar siswa yaitu tipe visual, auditorial, dan kinestetis. Tipe visual adalah
gaya belajar dengan cara melihat, artinya siswa akan lebih cepat belajar dengan
cara menggunakan indra penglihatan. Tipe auditorial adalah tipe belajar dengan
cara menggunakan alat pendengarannya. Sedangkan tipe kinestetis adalah tipe
belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh.
Sebagai fasilitator pembelajaran, guru hendaknya mampu berinovasi dan
berkreasi dalam rangka merancang suatu pembelajaran yang menarik dan
bermakna bagi siswa. Sesuai tuntutan perkembangan teknologi, guru hendaknya
mampu mengembangkan pembelajaran yang memanfaatkan media komputer
sebagai sarana untuk menampilkan konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi
terlihat konkret. Guru dapat memanfaatkan program Macromedia Flash 8 untuk
membuat animasi-animasi fisika. Guru juga dapat memanfaatkan program GOM
Player dan Windows Media Classic untuk menampilkan film pendek dalam
pembelajaran fisika. Sehingga dengan memanfaatkan dua program di atas
diharapkan siswa akan lebih tertarik dan mudah memahami konsep-konsep fisika.
Media film pendek merupakan media yang mampu mengkombinasikan
dua gaya belajar yaitu tipe visual dan auditorial. Dengan film pendek, siswa
mampu melihat dan mendengar suatu kejadian fisika yang tidak dapat ditampilkan
media lainnya. Melalui film pendek dapat ditampilkan ilustrasi yang konkret
tentang sebuah konsep dan aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya
kelihatan abstrak sehingga dari situ kemampuan siswa dalam memahami sebuah
fenomena fisika dapat lebih baik
Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,
secara garis besar adalah faktor intern (dalam diri) dan faktor ekstern ( luar diri/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
lingkungan). Faktor intern berasal dari dalam diri individu masing-masing, hal itu
berupa kemauan ataupun kemampuan yang lain dari individu tersebut yang dapat
mengendalikannya. Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar, hal
tersebut dapat berasal dari lingkungan sekitar, baik lingkungan keluarga,
masyarakat bahkan bisa berasal dari kegiatan belajar mengajar itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan faktor intern, contoh yang mudah dilihat adalah
adanya motivasi. Seperti yang dikemukakan Mc Donald dalam Sardiman
(2010:74) bahwa motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi
yang ada pada diri manusia untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu.
Sehingga untuk belajar secara rutin, siswa memerlukan motivasi dari dalam
dirinya. Sedangkan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, guru harus
pintar-pintar untuk memberikan rangsangan. Dan salah satu rangsangan yang
dapat diberikan adalah dengan melaksanakan pembelajaran yang menarik, yang
menggugah rasa ingin tahu siswa dan menghadirkan suasana yang menyenangkan
dalam kegiatan belajar mengajar.
SMAN 1 Wonogiri adalah salah satu sekolah favorit di wilayah Kabupaten
Wonogiri sehingga sebagian besar siswanya merupakan siswa-siswa yang
memiliki nilai ujian nasional di atas rata-rata. Kendati demikian, dari hasil
wawancara dengan guru kelas X di SMAN 1 Wonogiri dan observasi di kelas X3
yang dilakukan peneliti, diperoleh suatu fakta tentang permasalahan yang terjadi
di kelas tersebut. Adapun permasalahan adalah sebagai berikut:
1. Kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran fisika. Ini disebabkan
paradigma mereka bahwa fisika adalah pelajaran yang membosankan karena
identik dengan menghitung dan menghafal rumus.
2. Kurang optimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru fisika. Dalam
mengajar guru terbiasa menggunakan media powerpoint untuk menjelaskan
materi. Tetapi penggunaan media ini hanya bersifat informatif artinya hanya
berisi tulisan tentang materi tanpa disertai animasi yang menarik perhatian
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
3. Kondisi siswa yang kurang aktif dalam mengikuti pelajaran Fisika. Hal ini
ditunjukkan oleh sikap siswa yang enggan bertanya maupun menjawab
pertanyaan guru
4. Metode guru dalam mengajar yang sering berceramah pasif membuat
pembelajaran kurang menarik.
5. Rendahnya kemampuan kognitif fisika siswa. Hal ini diperkuat dengan tingkat
ketuntasan siswa kelas X3 hanya sebesar 12,12% untuk materi alat-alat optik
dengan batas ketuntasan minimal 67.
Oleh karena itu, dari uraian permasalahan tersebut, peneliti mencoba untuk
mengatasinya dengan mengajukan judul penelitian ”Penerapan Pembelajaran
Kontekstual Melalui Film Pendek Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar
Dan Kemampuan Kognitif Fisika Siswa (:Penelitian Tindakan Kelas)”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat diidentifikasi masalah-masalah yang timbul sebagai berikut:
1. Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pendidikan
warga negaranya.
2. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan baik dapat memberikan hasil belajar
yang baik bagi siswa.
3. Inovasi dan kreativitas guru dalam memanfaatkan media komputer diperlukan
agar pembelajaran menjadi lebih menarik.
4. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern.
5. Salah satu faktor intern tersebut adalah motivasi
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat mencapai sasaran, maka penulis
membatasi permasalahan penelitian ini pada :
1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMAN 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
2. Pembelajaran fisika yang diterapkan adalah pendekatan kontekstual dengan
metode diskusi.
3. Media pembelajaran yang dipakai adalah microsoft powerpoint dan film
pendek.
4. Faktor intern yang diteliti adalah motivasi siswa.
5. Indikator keberhasilan proses pembelajaran fisika diukur dengan peningkatan
motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.
6. Materi pelajaran dibatasi pada pokok bahasan suhu dan kalor.
D. Rumusan Masalah
Sesuai dengan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat
meningkatkan motivasi belajar fisika siswa ?
2. Apakah penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat
meningkatkan kemampuan kognitif fisika siswa ?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan dan pembatasan masalah yang telah
dikemukakan di depan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Meningkatan motivasi belajar fisika siswa melalui pembelajaran kontekstual
melalui film pendek.
2. Meningkatan kemampuan kognitif fisika siswa melalui pembelajaran
kontekstual melalui film pendek.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti :
Untuk memecahkan masalah yang diteliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Bagi Guru
Memberikan pengalaman dan wawasan baru dalam proses pembelajaran
konstektual melalui film pendek dan penelitian tindakan kelas.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi
belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa yang terlibat dalam kegiatan
penelitian.
4. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan yang positif bagi
pengembangan sekolah, utamanya untuk peningkatan kualitas proses
pembelajaran di sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pembelajaran Fisika
Fisika adalah bagian dari sains, di mana sains merupakan hasil
serangkaian proses ilmiah yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep dari
interaksi manusia dengan lingkungannya. Proses yang dimaksud meliputi
penyelidikan, penyusunan, dan pengajuan gagasan-gagasan. Pelajaran sains
(termasuk fisika) berkaitan dengan kegiatan mengumpulkan data, mengamati,
mengukur, menghitung, menganalisis, mencari hubungan antara dua kejadian, dan
menghubungkan konsep-konsep. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang
konseptual untuk mempelajarinya, sebab sains berkaitan langsung dengan fakta-
fakta, konsep-konsep, teori, prinsip, dan hukum alam. Sehingga kemampuan
menalar sangat diperlukan untuk mempelajari sains (termasuk fisika).
Menurut Piaget, pengetahuan datang dari tindakan (Suparno, 2001).
Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa aktif anak
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Perkembangan kognitif bukan
merupakan akumulasi dari kepingan informasi terpisah, namun lebih merupakan
pengkonstruksian oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka. Sehingga
dalam pembelajaran fisika, guru seharusnya hadir sebagai fasilitator bagi siswa
dalam mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya. Karena belajar fisika
akan menarik jika penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari segi
mental maupun fisik dan bersifat nyata (kontekstual).
Pembelajaran fisika memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan kemampuan penyelidikan secara sistematis, memahami konsep
dan hubungan antar konsep berdasarkan fakta dalam kehidupan sehari-hari, serta
mampu berkomunikasi dengan menggunakan terminologi dan penyajian ilmiah.
Dengan demikian, pembelajaran fisika memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada siswa untuk mencari, mempertanyakan, dan mengeksplorasi pengetahuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Untuk membangkitkan ketakjuban, antusiasme, dan keingintahuan siswa
dalam belajar fisika, berbagai model pembelajaran dapat diterapkan. Adapun yang
dimaksud dengan model pembelajaran adalah sebuah rencana/pola yang
mengorganisasi pembelajaran dalam kelas dan menunjukkan cara penggunaan
materi pembelajaran (buku, video, komputer, bahan dan alat praktikum). Model
pembelajaran yang diterapkan dimaksudkan untuk membantu siswa menggali
informasi, ide-ide, keterampilan, nilai-nilai, serta cara berpikir dan
mengekspresikan diri mereka sendiri. Dengan demikian, hasil akhir yang
terpenting dari pembelajaran adalah peningkatan kemampuan siswa untuk belajar
lebih mudah dan efektif di masa depan, baik karena pengetahuan dan
keterampilan yang telah mereka miliki maupun karena mereka telah menuntaskan
proses-proses belajar.
2. Pendekatan dan Metode Pembelajaran Fisika
a. Pendekatan Kontekstual
1) Latar Belakang Penggunaan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching
and Learning atau CTL)
Suatu pembelajaran akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Salah satu pembelajaran yang berorientasi
hal tersebut adalah pembelajaran kontekstual. Di mana pengertian dari
pembelajaran kontekstual tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Elaine Johnson (2002: 58) menyatakan CTL adalah sebuah sistem yang
merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL
adalah suatu sistem pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan
makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari
kehidupan sehari-hari siwa.
Wina Sanjaya (2008: 255) berpendapat, “Contextual Teaching and
Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada
proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menekankan materi yang
dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Ada tiga konsep dasar dalam pembelajaran kontekstual yaitu :
Pertama, CTL menekankan kepada proses peningkatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorentasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks CTL tidak
mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses
mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, CTL mendorong
agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan
situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,
artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun strategi-strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan
kontekstual adalah CBSA, Pendekatan Proses, Life Skill Education, Authentic
Instruction, Inquary Based Learning, Problem Based Learning, Cooperative
Learning dan Service Learning". Dalam hal ini pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual akan dijabarkan dengan metode diskusi dan tanya
jawab. Diskusi merupakan penerapan pada komponen masyarakat belajar dan
tanya jawab merupakan penjabaran dari komponen bertanya (question) pada
pendekatan kontekstual.
Konsep kontekstual ditempatkan dari pemikiran abstrak ke konkret di
dalam pembelajaran untuk membantu guru-guru menghubungkan isi mata
pelajaran dengan situasi sebenarnya dan memotivasi siswa untuk membuat
hubungan-hubungan antara pengetahuan serta penerapannya dalam kehidupan
mereka. Pembelajaran kontekstual diartikan pembelajaran penemuan,
pembelajaran berdasarkan pengalaman, pendidikan dunia nyata, pembelajaran
aktif, dan pembelajaran yang berdasarlkan instruksi untuk memepertunjukkan
ide-ide yang sama. Pembelajaran kontekstual adalah salah satu pendekatan
pembelajaran yang menekankan pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan
dalam proses belajar agar kelas lebih hidup dan lebih bermakna karena siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
mengalami sendiri apa yang dipelajarinya. Di sini diartikan bahwa proses
pembelajaran kontekstual diharapkan berjalan secara ilmiah dalam bentuk
kegiatan siswa dan mengalami sendiri, sedangkan guru hanya mengarahkan
dan layak mendengarkan apa yang disampaikan siswa-siswanya. Hasil
pembelajaran kontekstual diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk
memecahkan persoalan, berpikir kritis, sehingga dengan konteks itu siswa
diharapkan mampu menggali makna sendiri atas suatu konsep dalam materi,
sehingga apa yang terpikirkan lebih tahan lama di benak siswa dibandingkan
dengan siswa yang hanya sekedar menghafal.
2) Komponen-Komponen Dalam Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu :
a) Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pendekatan
kontekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan
tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
"mengkonstruksi" bukan "menerima" pengetahuan. Dalam proses
pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa menjadi pusat
kegiatan, bukan guru.
b) Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual. Langkah – langkah kegiatan menemukan (inquiry),
yaitu (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau observasi, (3)
menganalisis dan menyajikan hasil dalam bentuk tulisan, gambar, laporan,
bagan, table, dan karya lain, (4) merumuskan masalah, (5) mengamati atau
observasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
c) Bertanya (Questining)
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis
kontekstual. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu dimulai dari
bertanya. Manfaat kegiatan bertanya bermanfaat dalam pembelajaran
adalah: (1) mengecek pemahaman siswa, (2) membangkitkan respon pada
siswa, (3) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa, (4) mengetahui
hal–hal yang sudah diketahui siswa, (5) menfokuskan perhatian siswa pada
sesuatu yang dikehendaki guru. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika
siswa berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,
ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan
menumbuhkan dorongan untuk "bertanya".
d) Masyarakat belajar (Learning Community)
Konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pemelajaran
diperoleh dari kerjasam dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari
‘sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang
belum tahu, sehingga dalam pembelajaran kontekstual guru disarankan
untuk melaksanakan dalam bentuk kelompok belajar. Masyarakat belajar
biasa terjadi apabila ada proses komunikasi pembelajaran saling belajar.
Seseorang yang terlibat dalam masyarakat belajar, informasi yang
diperoleh dari teman berbicaranya dan sekaligus juga meminta informasi
yang diperlukan dari teman belajarnya.
e) Permodelan (Modelling )
Pada saat pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu
berlangsung, sebaiknya ada model yang dapat ditiru. Model itu biasa
berupa cara mengoperasikan sesuatu, atau guru memberi contoh cara
mengerjakan sesuatu, dengan demikian guru memberi “model” tentang
bagaimana cara belajar
Dalam pembelajaran kontekstual atau CTL, guru bukan satu-satunya
model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa
ditunjuk untuk memberikan contoh mendemonstrasikan keahliannya.
Siswa "contoh" tersebut dikatakan sebagai model. Siswa lain dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
menggunakan model tersebut sebagai standar kompetensi yang harus
dicapainya, model juga dapat didatangkan dari luar.
f) Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajarinya atau
berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan
yang baru diterimanya, dengan demikian siswa merasa memperoleh
sesuatu yang berguna bagi dirinya. Realisasi dalam pembelajaran berupa:
(1) rangkuman tentang apa yang dipelajarinya; (2) catatan atau jurnal di
buku siswa; (3) kesan dan saran tentang pembelajaran hari itu; (4) diskusi;
(5) hasil karya.
g) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang biasa
memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Kemajuan belajar
siswa dalam penilaian yang sebenarnya adalah diambil dari proses, dan
bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanya salah satunya.
Adapun karakteristik authentic assessment adalah: (1) dilaksanakan
selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; (2) bisa digunakan
untuk formatif dan sumatif; (3) mengukur keterampilan dan performansi
yang dimiliki siswa, dan bukan hanya mengingat faktanya saja; (4)
berkesinambungan; (5) terintegrasi; (6) dapat digunakan sebagai umpan
balik (feed back).
3) Penerapan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan pembelajaran
kontekstual jika menerapkan ke-tujuh komponen pembelajaran kontekstual.
Pendekatan pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum
apa saja. Bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya.
Penerapan pendekatan pembelajaran kontekstual dalam kelas cukup
mudah. Secara garis besar langkahnya adalah sebagai berikut: (1)
Mengembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna
dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkonstruksikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya; (2) Melaksanakan kegiatan
inkuiri sejauh mungkin untuk semua topik; (3) Mengembangkan sifat ingin
tahu siswa dengan bertanya; (4) Menciptakan "masyarakat belajar" (belajar
dalam kelompok); (5) Menghadirkan "model" sebagai contoh
pembelajaran; (6) Melakukan refleksi di akhir pembelajaran; (7)
Melakukan penilaian yang sebenarnya (Depdiknas, 2003: 10).
b. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah model pembelajaran dengan pembicaraan
kelompok yang bersifat edukatif, reflektif, terstruktur dengan dan bersama siswa
lain (Kindvatter, Wilen, Ishler, 1990: 278). Intinya adalah pembicaraan, di mana
siswa dengan siswa mengadakan pembicaraan, saling tukar gagasan dan ide
dengan yang lain; bahkan dapat juga saling bertukar perasaan.
Diskusi adalah pembicaraan yang bersifat edukatif, artinya demi tujuan
tertentu sesuai dengan arah yang ingin dicapai. Dalam diskusi bukan hanya
pembicaraan santai biasa tanpa tujuan, tapi ada persoalan yang akan dibicarakan
bersama atau ingin dipecahkan bersama. Diskusi bersifat reflektif, artinya
pembicaraan mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif tentang persoalan
yang ada, sehingga akan keluar gagasan yang lebih mendalam dan rasional.
Diskusi juga bersifat terstruktur, artinya jalannya diskusi itu diatur,
diarahkan oleh seorang pemimpin yang dapat berasal dari guru atau siswa itu
sendiri. Sehingga diharapkan hasil diskusi akan mengarah pada topik atau tujuan
yang hendak dicapai.
Diskusi dengan siswa-siswa lain adalah cara yang baik untuk
mengungkapkan pengetahuan siswa (Farmer, 1985). Diskusi dengan teman lain
tentang konsep yang baru saja dipelajari akan membuat mereka tertantang
mengerti lebih dalam. Mereka saling mengungkapkan konsep dan gagasan mereka
masing-masing, mendengarkan gagasan teman lain, memperdebatkannya secara
argumentatif rasional gagsan mereka yang berbeda. Dari perdebatan itu mereka
yang mempunyai gagsan tidak benar, dapat memperbaiki gagasannya dengan
mengambil gagasan teman lain yang benar. Sedangkan kalau gagasan mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
sudah benar, mereka menjadi lebih yakin akan kebenaran gagsan itu. Dan yang
diutamakan dalam diskusi adalah bahwa mereka dipacu untuk terlibat aktif dalam
diskusi.
Menurut Gall (1990, dalam Kinsvatter dkk, hal 238) diskusi sangat
berguna dan efektif dalam pembelajaran karena membantu siswa menguasai
bahan, memecahkan persoalan, melatih siswa mengembangkan nilai moral seperti
menghargai pendapat orang lain, mengembangkan keterampilan berkomunikasi
3. Media Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam suatu proses
komunikasi selalu melibatkan tiga komponen pokok, yaitu komponen pengirim
pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen pesan itu sendiri
yang biasanya berupa materi pelajaran. Kadang-kadang dalam proses
pembelajaran terjadi kegagalan komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan
yang disampaikan guru tidak diterima secara optimal oleh siswa, atau siswa
sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan yang disampaikan. Untuk
menghindari semua itu, maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran dengan
memanfaatkan media dan sumber belajar baik berupa film, televisi, gambar, atau
slide yang disajikan dalam komputer.
Gerlach dan Ely (1971) dalam Azhar Arsyad (2007: 3) mengatakan bahwa
media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian
yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan
sekolah adalah media. Secara khusus, media dalam proses belajar mengajar
cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau elektronis untuk
menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Heinich, dkk (1982) mengemukakan istilah medium sebagai perantara
yang mengantar informasi antara sumber dan penerima. Apabila media itu
membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau
mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu disebut media
pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Sementara itu, Gagne dan Briggs (1975) secara implisit mengatakan
bahwa media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk
menyampaikan isi materi pengajaran yang terdiri dari buku, tape recorder, kaset,
video kamera, video recorder, film, slide, foto, gambar, grafik, televisi, dan
komputer. Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana
fisik yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk belajar.
Dari uraian di atas, media sangat membantu dalam pembelajaran, terlebih
bagi guru yang ingin melaksanakan pembelajaran yang interaktif dan menarik.
Maka guru dapat memanfaatkan media film pendek dan powerpoint dalam
pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran fisika.
a. Film Pendek
Film atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame di mana
frame demi frame diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga
pada layar terlihat gambar itu hidup ( Azhar Arsyad, 2007). Melalui film, suatu
objek yang bergerak dapat ditampilkan bersamaan dengan suara alamiah atau
suara yang sesuai. Menurut Azhar Arsyad (2007: 49), melalui media film kita
dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep
yang rumit, mengajarkan keterampilan, dan mempengaruhi sikap.
Film Pendek di sini didefinisikan sebagai video yang menceritakan sebuah
fenomena atau gejala fisika yang berdurasi kurang dari 10 menit yang dapat
disajikan dalam GOM Player dan Windows Media Classic. Film pendek ini dapat
kita unduh dari berbagai situs diantaranya adalah www.youtube.com ,
www.metacafe.com, dengan memasukkan kata kunci yang relevan dengan tema
atau materi yang ingin kita cari. Untuk software untuk memutar video atau film
tersebut dapat juga diunduh di internet.
Keuntungan terbesar dari penggunaan media ini adalah kita dapat
menampilkan atau menyajikan berbagai macam gejala dan fenomena fisika yang
kerap terjadi di lingkungan sekitar kita yang sebenarnya erat hubungannya dengan
materi fisika. Contohnya adalah ketika kita ingin menyajikan aplikasi hukum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Archimedes dalam kehidupan sehari-hari maka kita dapat menyajikan film pendek
tentang kapal laut, kapal layar, dan mungkin juga kapal selam.
Keuntungan lain dari penggunaan media ini adalah melalui media film
pendek kita dapat menampilkan ilustrasi yang konkret tentang sebuah konsep dan
aplikasi dari sebuah materi fisika yang sebelumnya kelihatan abstrak sehingga
dari situ maka kemampuan anak didik dalam memahami sebuah fenomena fisika
dapat lebih baik karena mereka dapat mengamati langsung penerapan sebuah
konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan keterbatasan dari penggunaan media film pendek diantaranya
adalah ketersediaan jumlah film atau video yang dapat diunduh di internet tidak
selalu sesuai dengan kebutuhan dan tujuan belajar yang dinginkan. Misalkan ada
pun, film atau video tersebut merupakan produksi luar negeri sehingga timbul
kesulitan dalam memahami maksud film tersebut karena bahasa yang digunakan
bukan bahasa Indonesia.
b. Microsoft Powerpoint
Microsoft Powerpoint atau Microsoft Office Powerpoint adalah sebuah
program komputer untuk presentasi yang dikembangkan oleh Microsoft di dalam
paket aplikasi kantoran mereka, Microsoft Office, selain Microsoft Word, Excel,
Access dan beberapa program lainnya. Powerpoint berjalan di atas komputer PC
berbasis sistem operasi Microsoft Windows dan juga Apple Macintosh yang
menggunakan sistem operasi Apple Mac OS, meskipun pada awalnya aplikasi ini
berjalan di atas sistem operasi Xenix. Aplikasi ini sangat banyak digunakan,
apalagi oleh kalangan perkantoran dan pebisnis, para pendidik, siswa, dan trainer.
Dimulai pada versi Microsoft Office System 2003, Microsoft mengganti nama dari
sebelumnya Microsoft Powerpoint saja menjadi Microsoft Office Powerpoint.
Versi terbaru dari powerpoint adalah versi 12 (Microsoft Office Powerpoint
2007), yang tergabung ke dalam paket Microsoft Office System 2007.
Dalam powerpoint, seperti halnya perangkat lunak pengolah presentasi
lainnya, objek teks, grafik, video, suara, dan objek-objek lainnya diposisikan
dalam beberapa halaman individual yang disebut dengan "slide". Istilah slide
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
dalam powerpoint ini memiliki analogi yang sama dengan slide dalam proyektor
biasa, yang telah kuno, akibat munculnya perangkat lunak komputer yang mampu
mengolah presentasi semacam powerpoint dan Impress. Setiap slide dapat dicetak
atau ditampilkan dalam layar dan dapat dinavigasikan melalui perintah dari si
presenter. Slide juga dapat membentuk dasar webcast (sebuah siaran di World
Wide Web).
(www.wikipedia.com/wiki_microsoft_Powerpoint)
4. Tinjauan Tentang Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal
tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi
internal tersebut adalah motivasi. Motivasi adalah dorongan dasar yang
menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri
seseorang yang menggerakkan untuk melakukan sesuatu dengan dorongan dari
dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas
motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai
kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut
bertindak atau berbuat. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat
diinterpretasikan dalam tingkah lakunya, berupa rangsangan, dorongan, atau
pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. ( Isbandi R A, 1994)
Menurut Hamzah Uno (2008: 4) motif dibedakan menjadi dua macam,
yaitu motif inrinsik dan motif eksrinsik. Motif intrinsik timbulnya tidak
memerlukan rangsangan dari luar karena memang telah ada dalam diri individu
sendiri, yaitu sesuai atau sejalan dengan kebutuhannya. Sedangkan motif
ekstrinsik timbul karena adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam
bidang pendidikan terdapat minat positif terhadap kegiatan pendidikan yang
timbul karena melihat manfaatnya.
Menurut Wahosumidjo dalam Hamzah Uno (2008: 8), motivasi
merupakan dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
tertentu yang ingin dicapainya. Tujuan yang dimaksud adalah sesuatu yang
berada di luar diri manusia sehingga kegiatan manusia lebih terarah karena
seseorang akan berusaha lebih semangat dan giat dalam berbuat sesuatu.
Menurut Hamzah Uno (2008: 23) hakikat motivasi belajar adalah
dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk
mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator
atau unsur yang mendukung. Hal tersebut mempunyai peranan besar dalam
keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut : (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2)
adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita
masa depan; (4) adanya penghargaan dalam belajar; (4) adanya penghargaan
dalam belajar; (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar; (6) adanya
lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa
dapat belajar dengan baik.
Arden N. Frandsen dalam Sardiman (2010: 46) menyatakan beberapa
indikator motivasi belajar yaitu: (1) adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki
dunia yang lebih luas, (2) adanya sifat yang kreatif pada orang yang belajar dan
adanya keinginan untuk selalu maju, (3) adanya keinginan untuk mendapatkan
simpati dari orang tua, guru, dan teman-temannya, (4) adanya keinginan untuk
memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan
kooperasi dan kompetisi, (5) adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman
bila menguasai pelajaran, (6) adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari
belajar.
b. Interaksi Antara Motivasi Dan Aktivitas Belajar
Motivasi sangat diperlukan dalam kegiatan belajar, sebab seseorang yang
tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas
belajar. Sardiman (2010: 90) mengatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan
bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan
berdasarkan suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkait dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
aktivitas belajarnya. Contohnya adalah siswa yang melakukan aktivitas belajar
karena betul-betul ingin mendapat pengetahuan, nilai, dan keterampilan.
Di dalam kegiatan belajar mengajar peranan motivasi baik intrinsik maupun
ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, pelajar dapat mengembangkan
aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam
melakukan kegiatan belajar.
Seperti dikemukakan oleh Sardiman A.M (2010: 75) ”Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Dikatakan keseluruhan karena pada umumnya ada beberapa motif yang bersama-sama menggerakkan siswa untuk belajar. Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”.
Selain itu Sardiman (2010: 95) mengungkapkan bahwa pada prinsipnya belajar
adalah berbuat yaitu berbuat untuk mengubah tingkah laku. Sehingga tanpa ada
aktivitas, proses belajar tidak akan terjadi.
c. Teknik Untuk Menimbulkan Motivasi Belajar
Agar seorang pendidik dapat memotivasi anak didiknya dengan baik,
diperlukan teknik atau cara untuk memperkuat motif-motif yang ada pada siswa.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Hamzah Uno (2008: 34) menyebutkan
beberapa teknik motivasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran yang
diantaranya adalah sebagai berikut :
(1) Pernyataan penghargaan secara verbal. Pernyataan verbal terhadap perilaku
yang baik atau hasil kerja atau hasil belajar siswa yang baik seperti
pernyataan “ Bagus sekali”, “Hebat”, ”Menakjubkan” merupakan cara yang
paling mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar siswa.
(2) Menggunakan nilai ulangan sebagai pemacu keberhasilan.
(3) Menimbulkan rasa ingin tahu. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh sesuatu
yang dapat mengejutkan, keragu-raguan, ketidaktentuan, adanya kontradiksi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
menghadapi masalah yang sulit, menemukan suatu hal yang baru, dan
menghadapi teka-teki.
(4) Menggunakan materi yang dikenal siswa sebagai contoh dalam belajar.
(5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk memperlihatkan kemahirannya di
depan umum.
(6) Memperjelas tujuan belajar yang hendak dicapai.
(7) Membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa. Suasana ini
memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengukur kemampuan
dirinya melalui kemampuan orang lain.
5. Kemampuan Kognitif Fisika
Berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar dapat dilihat dari hasil
belajarnya. Hasil belajar secara umum dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sedangkan menurut Bloom, hasil
belajar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu “...ranah kognitif, afektif, dan ranah
psikomotorik” (Nana Sudjana, 1991: 22).
Ranah kognitif berhubungan erat dengan hasil belajar intelektual.
Komponen ranah kognitif meliputi beberapa aspek diantaranya pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Ranah afektif berhubungan dengan sikap. Ranah ini meliputi aspek
penemuan jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
Ranah psikomotorik berhubungan erat dengan hasil keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ranah ini meliputi gerakan refleks, aspek keterampilan
gerakan dasar, aspek kemampuan perseptual, aspek keharmonisan atau ketepatan,
serta aspek gerakan ekspresif dan interpretatif.
Menurut Benjamin Bloom yang dikutip oleh M. G. Dwi Hastuti (2006:
52), komponen kognitif meliputi:
a. Pengetahuan/Ingatan (C1)
Merupakan aspek terendah ranah kognitif. Aspek ini mengacu pada
kemampuan mengenal/mengingat materi yang sudah dipelajari dari yang
sederhana sampai hal-hal yang sukar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b. Pemahaman (C2)
Merupakan aspek berikutnya dari ranah kognitif berupa kemampuan
memahami makna materi yang dipelajari. Pada umumnya unsur pemahaman ini
menyangkut kemampuan menangkap makna suatu konsep, yang ditandai dengan
kemampuan menjelaskan arti suatu konsep dengan kata-kata sendiri.
c. Penerapan/Aplikasi (C3)
Merupakan kemampuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya
yang sesuai dalam situasi yang konkret. Aspek ini mengacu pada kemampuan
menggunakan atau menerapkan pengetahuan yang sudah dimiliki pada situasi
yang baru, yang menyangkut penggunaan aturan dan prinsip dalam memecahkan
persoalan.
d. Analisis (C4)
Merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagian-bagian yang
menjadi unsur pokok. Kemampuan ini merupakan akumulasi atau kumpulan
pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi, sehingga keaktifan belajar siswa lebih
tinggi daripada keaktifan belajar yang dituntut untuk aspek aplikasi.
e. Sintesis (C5)
Merupakan kemampuan menggabungkan berbagai konsep dan komponen,
sehingga membentuk pola struktur yang baru. Kemampuan sistesis relatif lebih
tinggi dari kemampuan analisis, sehingga untuk menguasainya diperlukan
kegiatan belajar yang lebih kompleks.
f. Evaluasi (C6)
Merupakan kemampuan menilai isi pelajaran untuk tujuan tertentu. Hasil
belajar dalam tingkatan ini, merupakan hasil belajar yang tertinggi dalam
komponen kognitif, sehingga memerlukan semua tipe hasil belajar tingkatan
sebelumnya. Dengan demikian, kegiatan belajar yang dituntut untuk mencapai
tujuan dalam tingkatan ini jelas lebih tinggi lagi.
Dalam proses belajar bidang studi Fisika baik pada jenjang SMP maupun
jenjang SMA ranah yang sering dijadikan obyek sebagai hasil belajar adalah
ranah kognitif karena ranah ini berkaitan erat dengan kemampuan siswa dalam
menguasai materi pelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Untuk mengetahui hasil belajar siswa perlu diadakan kegiatan penilaian
suatu bidang pelajaran tertentu dengan menggunakan evaluasi atau tes. Nilai itu
dapat berupa angka-angka yang menggambarkan kedudukan siswa di dalam
kelompoknya, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai siswa pada mata pelajaran
Fisika merupakan hasil belajarnya.
6. Konsep Suhu Dan Kalor
a. Suhu Dan Termometer
Dalam kehidupan sehari-hari, suhu didefinisikan sebagai ukuran derajat
panas atau dinginnya suatu zat atau benda. Oven yang panas dikatakan bersuhu
tinggi, sedangkan es yang membeku dikatakan memiliki suhu rendah.
Alat untuk mengukur suhu adalah termometer. Cara kerja termometer
memanfaatkan sifat termometrik zat yaitu perubahan sifat fisis zat karena
perubahan suhu, misalnya volume zat cair, panjang logam, tekanan gas pada
volume tetap. Termometer berupa tabung kaca yang di dalamnya berisi zat cair,
yaitu raksa atau alkohol (lihat Gambar 2.1). Pada suhu yang lebih tinggi, raksa
dalam tabung memuai sehingga menunjuk angka yang lebih tinggi pada skala.
Sebaliknya, pada suhu yang lebih rendah raksa dalam tabung menyusut sehingga
menunjuk angka yang lebih rendah pada skala. Terdapat empat skala yang
digunakan dalam pengukuran suhu, yaitu skala Celcius, Fahrenheit, Reamur, dan
Kelvin.
Gambar 2.1 Termometer Raksa
Kalibrasi termometer adalah kegiatan menetapkan skala sebuah
termometer yang belum memiliki skala. Suhu termasuk besaran pokok dalam
fisika sehingga suhu mempunyai standar. Standar untuk suhu disebut titik tetap, di
mana ada dua titik tetap yaitu titik tetap bawah dan titik tetap atas. Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
pengukuran dengan termometer celcius, titik tetap bawah didefinisikan sebagai
titik lebur es murni dan ditandai dengan angka 0 0C. Alasan menyebut es murni
adalah karena ketidakmurnian es (misalnya bercampur dengan garam) akan
menyebabkan titik lebur es akan menjadi lebih rendah (di bawah nol). Titik lebur
zat didefinisikan sebagai suhu di mana fase padat dan cair ada bersama dalam
kesetimbangan, yaitu tanpa adanya zat cair total yang berubah menjadi padat atau
sebaliknya Titik tetap atas merupakan suhu uap di atas air yang sedang mendidih
pada tekanan 1 atm dan ditandai dengan angka 100 0C. Titik didih didefinisikan
sebagai suhu di mana zat cair dan gas ada bersama dalam kesetimbangan.
Tabel 2.1 Perbandingan Antar Skala Pada Termometer
Skala Titik lebur es (pada P = 1 atm) Titik didih air (pada P = 1 atm)
Celcius 0 100
Reamur 0 80
Fahrenheit 32 212
Kelvin 273 373
Dari Tabel 2.1 di atas dapat dibuat perbandingan antar skala
TC : (TF – 32) : TR = 5 : 9 : 4
Konversi antara skala Celsius dan skala Fahrenheit dapat dituliskan
Konversi antara skala Celsius dan skala Reamur dapat dituliskan
Konversi antara skala Fahreinheit dan skala Reamur dapat dituliskan
Konversi antara skala Celcius dan skala Kelvin dapat dituliskan
TC = TK – 273 atau TK = TC + 273
b. Pemuaian
Pemuaian adalah peristiwa bertambahnya ukuran suatu benda akibat kenaikan
suhu pada benda tersebut.
1) Pemuaian zat padat
a). Pemuaian panjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Jika suatu benda padat dipanaskan, benda tersebut akan memuai ke
segala arah. Untuk benda padat yang memiliki panjang tetapi luas
penampangnya kecil, misalnya jarum rajut, kita dapat saja hanya
memperhatikan pemuaian zat padat ke arah memanjangnya. Misal, ketika
tiga batang logam yang berbeda jenis tetapi memiliki panjang mula-mula
yang sama dipanaskan, ketika ketiga batang tersebut mengalami kenaikan
suhu yang sama, tetapi pertambahan panjang ketiganya berbeda.
Perbedaan panjang ini disebabkan oleh perbedaan koefisien muai panjang
dari masing-masing logam tersebut.
Koefisien muai panjang )(α suatu bahan adalah perbandingan antara
pertambahan panjang (L∆ ) terhadap panjang awal benda (L0) per satuan
kenaikan suhu )( T∆ . Secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
T
LL
∆
∆= 0α
pemuaian panjang TLL ∆=∆ 0α
panjang akhir benda
)1(0
00
0
TLL
TLLL
LL
∆+=∆+=
∆+=
ααl
dengan 0TTT −=∆
di mana L : panjang akhir benda ( m )
T : suhu akhir benda (0C atau K)
T0 : suhu awal benda (0C atau K)
b) Pemuaian luas
Bila benda padat berbentuk persegi panjang dipanaskan, terjadi
pemuaian dalam arah memanjang dan melebar. Pemuaian luas suatu zat
juga bergantung pada koefisien muai luas benda tersebut. Koefisien muai
luas )(β suatu bahan adalah perbandingan antara pertambahan luas )( A∆
terhadap luas awal benda )( 0A per satuan kenaikan suhu )( T∆ . Secara
matematis dinyatakan sebagai berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
T
AA
∆
∆= 0β
TAA ∆=∆ 0β
αβββ
2),1(0
00
0
=∆+=∆+=
∆+=
TAA
TAAA
AAA
A = luas akhir benda (m2)
c). Pemuaian volum
Bila benda padat berdimensi tiga yang memiliki panjang, lebar, dan
tinggi dipanaskan maka benda tersebut akan mengalami pemuaian volum.
Pemuaian volum berbagai zat juga bergantung pada koefisien muai volum
zat tersebut. Koefisien muai volum )(γ suatu bahan adalah perbandingan
antara pertambahan volum )( V∆ terhadap volum awal benda )( 0V per
satuan kenaikan suhu )( T∆ . Secara matematis dinyatakan sebagai berikut
T
VV
∆
∆= 0γ
TVV ∆=∆ 0γ
αγγγ
3),1(0
00
0
=∆+=∆+=
∆+=
TVV
TVVV
VVV
2) Pemuaian zat cair
Sifat zat cair adalah selalu mengikuti bentuk wadah yang ditempatinya.
Jika air dituangkan ke dalam botol maka air akan memenuhi botol dan
bentuk air mengikuti bentuk botol. Sehingga dapat dikatakan bahwa volum
botol sama dengan volum air. Jika zat cair dipanaskan maka akan
mengalami pemuaian volum. Pemuaian volum pada zat cair juga
dipengaruhi oleh koefisien muai volume zatnya yang dirumuskan
T
VV
∆
∆= 0γ sehingga persamaan yang berlaku sama dengan pemuaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
volum pada zat padat yaitu γγ ),1(0 TVV ∆+= : koefisien muai
volum zat cair.
Jika sebagian besar zat akan memuai secara beraturan terhadap
penambahan suhu. Akan tetapi, air tidak mengikuti pola yang biasa. Bila
air pada suhu 0 0C dipanaskan, volumenya menurun sampai bersuhu 40C.
Kemudian, suhu di atas 4 0C air berperilaku normal dan volumenya
memuai terhadap bertambahnya suhu. Hal ini dapat dilihat pada Gambar
2.2. Sifat pemuaian air yang tidak teratur ini disebut anomali air. Dengan
demikian, air memiliki massa jenis yang paling tinggi pada suhu 4 0C.
Perilaku air yang menyimpang ini sangat penting untuk bertahannya
kehidupan air selama musim dingin. Ketika suhu air di danau atau sungai
di atas 4 0C dan mulai mendingin karena kontak dengan udara yang
dingin, air di permukaan terbenam karena massa jenisnya yang lebih besar
dan digantikan oleh air yang lebih hangat dari bawah. Campuran ini
berlanjut sampai suhu mencapai 4 0C. Sementara permukaan air menjadi
lebih dingin lagi, air tersebut tetap di permukaan karena massa jenisnya
lebih kecil dari 4 0C air di sebelah bawahnya. Air di permukaan kemudian
membeku, dan es tetap di permukaan karena massa jenisnya lebih kecil
dari air.
Gambar 2.2. Grafik Penyusutan Volume Air saat Peristiwa Anomali
3) Pemuaian zat gas
Gas juga mengalami pemuaian volum, tetapi pemuaian gas lebih besar
daripada pemuaian volum zat cair untuk kenaikan suhu yang sama.
Pemuaian volum pada gas sangat dipengaruhi oleh tekanan dan suhu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Berikut ini beberapa hukum yang menyatakan hubungan antara volum,
suhu, dan tekanan.
a). Hukum Boyle
Pada batas-batas volume tertentu dan suhu rendah yang konstan berlaku
bahwa hasil perkalian antara volum gas dan tekanannya selalu konstan.
P.V = konstan 2211 VPVP =
b). Hukum Gay Lussac
Pada volum konstan, tekanan gas berbanding lurus dengan suhu mutlak.
=≈T
PTP , konstan
2
2
1
1
T
P
T
P=
c). Hukum Charles
Pada tekanan konstan, volume gas dengan jumlah tertentu berbanding
lurus dengan suhu mutlaknya.
=≈T
VTV , konstan
2
2
1
1
T
V
T
V=
d). Hukum Boyle-Gay Lussac
Hukum ini berlaku jika tekanan, suhu, dan volum semuanya berubah.
2
22
1
11
T
VP
T
VP=
Pemuaian volum gas memenuhi persamaan )1(0 TVV ∆+= γ dan besarnya
koefisien muai volum )(γ untuk semua gas adalah sebesar 10
273
1 −C .
c. Kalor
1). Pengertian Kalor
Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat berpindah dari benda
yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua
benda bersentuhan. Kalor timbul akibat perbedaan suhu. Suhu adalah derajat
panas atau dinginnya suatu benda. Kalor yang diperlukan suatu zat untuk
menaikkan suhunya sebanding dengan massa benda dan perubahan suhu.
Banyaknya kalor dapat dirumuskan : TcmQ ∆=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
di mana :
Q = jumlah kalor yang diserap/dilepas (kalori atau joule)
m = massa benda (gram atau kilogram)
c = kalor jenis (kal g-1 0C-1 atau joule kg-1K-1)
∆T = perubahan suhu (0C atau K)
1 kalori = 4,2 joule
Satu kalori berarti banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
10C pada massa 1 gram air.
2). Kalor jenis
Kalor jenis didefinisikan sebagai kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu
1 kg suatu zat sebesar 1 K atau 1 0C. Kalor jenis suatu benda diberi lambang c.
Karena nilai kalor jenis dari berbagai zat berbeda, hal ini berarti tiap zat
memerlukan kalor yang berbeda-beda meskipun untuk menaikkan suhu yang
sama dan massa yang sama.
3). Kapasitas kalor
Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu suatu benda sebesar 1 0C. Kapasitas kalor diberi lambang C dan ditulis
dalam bentuk persamaan : cmT
QC =
∆= , satuan kapasitas kalor adalah J/K
atau kal / 0C. Sehingga persamaan kalor dapat dituliskan menjadi TCQ ∆= .
4). Perubahan Wujud Zat
Sebuah benda dapat berubah wujud ketika diberi kalor. Apabila suatu zat
padat, misalnya es dipanaskan, es tersebut akan menyerap kalor dan beberapa
lama kemudian berubah wujud menjadi zat cair. Perubahan wujud zat dari
padat menjadi cair ini disebut proses melebur. Temperatur pada saat zat
mengalami peleburan disebut titik lebur zat. Adapun proses perubahan wujud
zat dari cair menjadi padat disebut sebagai proses pembekuan dan temperatur
ketika zat mengalami proses pembekuan disebut titik beku zat. Jika zat cair
dipanaskan akan menguap dan berubah wujud menjadi gas. Perubahan wujud
dari zat cair menjadi uap (gas) disebut menguap. Pada peristiwa penguapan
dibutuhkan kalor, misalnya adalah pada air yang mendidih. Penguapan hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
terjadi pada permukaan zat cair dan dapat terjadi pada sembarang temperatur,
sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya terjadi
pada temperatur tertentu yang disebut dengan titik didih. Proses kebalikan dari
menguap adalah mengembun, yakni perubahan wujud dari uap menjadi cair.
Perubahan wujud zat dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Diagram Perubahan Wujud Zat
Perubahan wujud zat yang menyerap kalor adalah : menyublim, melebur,
menguap sedangkan perubahan wujud zat yang melepas/membebaskan kalor
adalah : deposisi, membeku, mengembun. Proses perubahan wujud es menjadi
air kemudian menjadi uap dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Perubahan Wujud Yang Dialami Air Dalam Tiga Fase (P = 1 atm)
Keterangan :
a : air berada pada fase padat dan disebut es, suhu air/es dibawah 0 0C
b: es mulai mengalami perubahan wujud menjadi cair (mencair), suhu air 0 0C
c : es seluruhnya sudah berubah wujud menjadi cair, suhu air 0 0C
Cair m
enyu
blim
membeku
melebur
menguap
mengembun
Padat
Uap
dep
osisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
d:air tepat mendidih dan mulai mengalami perubahan wujud menjadi
uap(menguap) , suhu air 100 0C
e : air seluruhnya telah berubah wujud menjadi uap, suhu air 100 0C
Pada grafik di atas terlihat bahwa air mengalami dua kali perubahan wujud
dari es menjadi cair (yang ditunjukkan pada titik antara b dan c) dan dari cair
menjadi uap (yang ditunjukkan pada titik antara d dan e) . Terlihat bahwa
antara titik b dan c dihubungkan garis lurus yang menandakan bahwa pada
saat berubah wujud suhunya tetap. Ini berarti kalor yang diberikan pemanas
hanya digunakan untuk mengubah wujud es menjadi air. Kalor ini disebut
sebagai kalor laten. Sehingga kalor laten dapat didefinisikan sebagai kalor
yang dibutuhkan untuk mengubah wujud 1 kg zat tanpa merubah suhu zat
tersebut. Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat
menjadi cair (melebur) disebut kalor laten lebur atau kalor lebur. Kalor yang
diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi padat (membeku)
disebut kalor laten beku atau kalor beku. Kalor lebur dan kalor beku ini
dilambangkan dengan L, dan besarnya dapat dihitung menggunakan
persamaan : m
QL = dengan satuan J/kg
Untuk proses d-e terjadi perubahan wujud zat dari cair menjadi gas . Kalor
yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi gas (menguap)
disebut kalor laten uap atau kalor uap. Kalor yang diperlukan untuk mengubah
wujud 1 kg zat gas menjadi cair (mengembun) disebut kalor laten embun atau
kalor embun. Kalor uap dan kalor embun ini dilambangkan dengan U, dan
besarnya dapat dihitung menggunakan persamaan : m
QU = dengan satuan
J/kg.
Besarnya kalor yang diperlukan untuk tiap-tiap fase yang tersebut di atas
dapat dilihat pada Gambar 2.5.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Gambar 2.5 Grafik Hubungan Kalor Terhadap Perubahan Wujud Zat
Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk masing-masing proses adalah sbb :
UmUmQ
cmTcmQ
LmLmQ
cmTcmQ
air
airair
eses
eses
==−=∆=
==−−=∆=
44
003333
22
001111
)0100(
))10(0(
5). Perpindahan Kalor
a). Konduksi
Jika salah satu ujung batang logam dimasukkan ke dalam api atau
dipanaskan, ujung batang yang lainnya akan ikut menjadi panas, walaupun
tidak ikut dimasukkan ke dalam api. Hal ini dikarenakan atom-atom di dalam
zat padat yang dipanaskan akan bergetar dengan sangat kuat. Lalu, atom-atom
tersebut akan memindahkan sebagian energi yang dimilikinya ke atom-atom
tetangga terdekat yang ditumbuknya. Atom tetangga ini menumbuk atom
tetangga lainnya dan seterusnya sehingga terjadi hantaran energi di dalam zat
padat tersebut. Untuk bahan logam, terdapat elektron-elektron yang dapat
bergerak bebas yang juga ikut berperan dalam merambatkan energi tersebut.
Perpindahan kalor dengan cara tersebut dikenal dengan istilah Konduksi yaitu
perpindahan kalor tanpa diikuti oleh mediumnya atau perpindahan energi
kalor yang tidak disertai perpindahan partikel-partikel zat. (Lihat Gambar 2.6)
Gambar 2.6 Rambatan Kalor Secara Konduksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Besarnya kalor yang dipindahkan secara konduksi tiap satu satuan waktu
(H) sebanding dengan luas penampang mediumnya (A), perbedaan suhunya
( T∆ ) dan berbanding terbalik dengan panjang mediumnya (L) serta
tergantung pada jenis mediumnya. Dari penjelasan ini dapat diperoleh
perumusan sebagai berikut :
L
TTkA
L
TkA
t
QH
)( 21 −=∆==
di mana : H = laju kalor konduksi tiap sekon ( J/s atau watt)
k = koefisien konduksi termal ( J/msK)
A = luas penampang (m2)
L = panjang bahan (m)
∆T = perubahan suhu (K)
T1 = ujung batang benda bersuhu tinggi (K)
T2 = ujung batang benda bersuhu rendah (K)
b). Konveksi
Konveksi merupakan cara perpindahan kalor dengan diikuti oleh
mediumnya atau perpindahan energi kalor yang disertai perpindahan partikel-
partikel zat.. Misalnya pada pemanasan air, bagian air yang lebih dulu panas
adalah bagian bawah, massa jenis air pada bagian itu menjadi lebih kecil,
sehingga air bergerak naik ke atas. Tempatnya digantikan oleh air dingin yang
massa jenisnya lebih besar. Di dalam air terbentuk lintasan tertutup yang
ditunjukkan oleh anak panah, disebut arus konveksi seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 2.7.
Laju perpindahan kalor secara konveksi (H=Q/t) adalah sebanding dengan
luas permukaan benda (A) yang bersentuhan dengan fluida (air), koefisien
konveksi termal (h) dan perbedaan suhunya (∆T). Dan dirumuskan sebagai
berikut : ThAt
QH ∆==
Keterangan : H = laju kalor konduksi tiap sekon ( J/s atau watt)
k = koefisien konduksi termal ( J/msK)
A = luas penampang (m2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
∆T = perubahan suhu (K)
Gambar 2.7 Arus Konveksi Pada Air yang Dipanaskan
Konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Contoh peristiwa konveksi dalam
kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan dalam peristiwa angin darat, angin
laut, keluarnya udara dari cerobong asap, dsb.
c). Radiasi
Radiasi atau pancaran adalah perpindahan kalor dalam bentuk gelombang
elektromagnetik di mana kalor berpindah tanpa memerlukan medium
perantara. Contohnya adalah radiasi yang dipancarkan matahari sampai ke
bumi. Radiasi kalor memenuhi hukum Stefan Boltzman, yaitu energi yang
dipancarkan oleh suatu permukaan benda hitam dalam bentuk radiasi kalor
tiap satuan waktu (W=Q/t) sebanding dengan luas permukaan (A) dan pangkat
empat suhu mutlak permukaan tersebut (T4) dan dirumuskan sebagai berikut :
4ATet
QW σ==
Keterangan W = laju kalor radiasi ( Watt)
e = emsivitas bahan (0 < e < 1 )
σ = konstanta Stefan Boltzman ( 5,67.10-8 W/mK4)
T = suhu mutlaknya (K)
e adalah emisivitas suatu bahan yang didefinisikan sebagai ukuran pancaran
radiasi kalor suatu benda dibandingkan dengan benda hitam sempurna yang
nilainya berkisar antara 0 sampai 1 di mana untuk benda hitam sempurna e=1.
B. Penelitian yang Relevan
1. Daru Wahyuningsih dalam jurnal Akademika (2008) yang berjudul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
“Mempertajam Kemampuan Analisis Mahasiswa Terhadap Suatu Kejadian
Fisika Melalui Tayangan Film Pendek” menyebutkan bahwa penggunaan
media film pendek dalam pembelajaran dapat meningkatkan ketajaman
analisis mahasiswa terhadap suatu permasalahan fisika.
2. Cher Hendricks (2009: 2) dalam jurnalnya yang berjudul ”Using Action
Research to Improve Educational Practices” yang menyatakan bahwa action
research adalah kesempatan paling baik untuk menjadikan sekolah sebagai
tempat yang lebih baik untuk siswa dan pendidik. Action research akan
memberikan dampak positif pada proses pembelajaran bila siswa dan
pendidik terlibat aktif di dalamnya.
3. Penelitian yang dilakukan Ika Nurul Jannah (2006) yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Materi Pokok Kalor Dengan Pendekatan
CTL (Contextual Teaching and Learning) Pada Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 1 Tulis Tahun Pelajaran 2005/2006”. Salah satu hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pembelajaran fisika dengan pendekatan CTL dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
4. Kokom Kumalasari (2009) dalam jurnalnya yang berjudul “The Effect of
Contextual Learning in Civic Educaion on Student’s Civic Competence”
menyebutkan bahwa penggunaan pembelajaran kontekstual berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan kompetensi siswa.
C. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran yang berlangsung di kelas X3 SMAN 1 Wonogiri
Tahun Pelajaran 2009/2010 berdasarkan wawancara dan observasi yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa dalam pembelajaran fisika
masih rendah. Tidak semua siswa memperhatikan materi yang disampaikan oleh
guru terutama siswa yang berada di barisan belakang. Hal ini disebabkan karena
metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru cenderung konvensional yang
didominasi ceramah sehingga terkesan kurang menarik dan inovatif sehingga
siswa cepat merasa bosan dan tidak bersemangat dalam mengikuti KBM.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Penggunaan metode dan media pembelajaran yang tepat dan efektif
merupakan faktor paling penting yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan
motivasi belajar siswa. Dalam belajar fisika tidak hanya sekedar menghafal rumus
dengan mentransfer pengetahuan secara informatif saja tetapi melibatkan unsur
proses dan aktivitas siswa dalam mengolah informasi yang diterimanya menjadi
suatu konsep yang dapat dikuasai, dipahami, dan diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk itu dalam meningkatkan prestasi belajar perlu diterapkan
strategi belajar baru yaitu penggunaan pembelajaran konstektual melalui film
pendek.
Pembelajaran konstektual merupakan suatu pembelajaran yang membantu
guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan mendorong
siswa untuk hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Sedangkan media yang digunakan adalah
film pendek dan powerpoint. Digunakannya media film pendek adalah untuk
menampilkan aplikasi konsep-konsep fisika yang abstrak menjadi terlihat
kongkret sehingga diharapkan proses pembelajaran yang berlangsung menjadi
menarik dan menggugah motivasi belajar siswa dan meningkatkan kemampuan
kognitif fisika siswa. Untuk lebih jelasnya, kerangka pemikiran dapat dilihat pada
bagan berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Gambar 2.8 Skema Kerangka Pemikiran
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan dasar teori dan kerangka pemikiran di atas, maka dapat
disusun hipotesis sebagai berikut :
1. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
motivasi belajar fisika siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010.
2. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
kemampuan kognitif fisika siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010.
KONDISI AWAL
Guru: Belum menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek
Siswa: Motivasi belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa rendah
TINDAKAN Menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek
Siklus I Menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek.
Siklus II Menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek yang menekankan memperbanyak latihan soal.
KONDISI AKHIR
Diduga melalui penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri pada materi pokok Suhu dan Kalor.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wonogiri
yang beralamat di Jalan Perwakilan 24 Sanggrahan, Wonogiri.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran
2009/2010 dimulai pada bulan Desember 2009 sampai dengan April 2010.
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara bertahap. Adapun tahap-tahap
pelaksanaannya sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Meliputi pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan
proposal, perijinan penelitian, survei dan observasi sekolah yang
bersangkutan, dan konsultasi instrumen penelitian.
b. Tahap Penelitian
Yaitu semua kegiatan yang dilaksanakan di tempat penelitian yang meliputi
observasi, uji instrumen penelitian, pengambilan data (pelaksanaan siklus-
siklus) yang disesuaikan dengan alokasi waktu penyampaian materi.
c. Tahap Penyelesaian
Meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan.
B. Subjek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri.
C. Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data informasi
tentang keadaan siswa dilihat dari aspek kualitatif dan kuantitatif. Aspek kualitatif
berupa data hasil observasi atau pengamatan dengan berpedoman pada lembar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
pengamatan dan pemberian angket kepada siswa yang telah mendapat materi
suhu dan kalor. Wawancara yang menggambarkan proses pembelajaran di kelas,
kesulitan yang dihadapi guru dalam menghadapi siswa. Aspek kuantitatif yang
dimaksud adalah hasil penilaian kemampuan kognitif fisika siswa melalui nilai
ulangan umum fisika materi alat-alat optik (pra siklus), tes siklus I, dan tes siklus
II serta nilai angket motivasi belajar fisika siswa.
D. Variabel Penelitian
Untuk keperluan pengambilan data, dalam penelitian ini ada dua buah
variabel bebas dan satu variabel terikat.
1. Variabel Bebas
Variabel bebas: pendekatan kontekstual melalui film pendek dan
motivasi belajar fisika siswa.
a. Pendekatan Kontekstual
1) Definisi operasional: pendekatan kontekstual adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari.
2) Indikator
Tercapainya proses belajar mengajar menggunakan metode diskusi
3) Skala pengukuran: nominal dengan 1 kategori
a) Pendekatan kontekstual melalui film pendek
b. Motivasi belajar fisika
1) Definisi operasional:
Motivasi merupakan keinginan untuk meningkatkan pengetahuan,
keinginan untuk mencapai hasil yang optimal, dan rasa percaya diri serta
kepuasan atau yang merupakan hasil kombinasi dari unsur-unsur yang
telah ada sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
2) Indikator
Skala sikap yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi belajar
fisika siswa.
3) Skala Pengukuran
Skala pengukuran variabel ini adalah melalui perbandingan nilai angket
motivasi belajar fisika pra siklus, siklus I, dan siklus II.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat : kemampuan kognitif fisika siswa
Definisi Operasional : hasil yang dicapai siswa setelah mengikuti proses
pembelajaran fisika
a) Skala Pengukuran : interval
b) Indikator : hasil tes
E. Teknik dan Instrumen Penelitian
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
a. Nilai Tes
Nilai tes yang terdiri dari nilai ulangan materi fisika pra siklus (materi alat-alat
optik), tes siklus I dan tes siklus II untuk mengetahui kemampuan kognitif
fisika siswa.
b. Observasi Atau Pengamatan Lapangan.
Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang
berupa aktivitas siswa yang menunjukkan motivasi belajar saat kegiatan
belajar mengajar di kelas. Observasi atau pengamatan yang peneliti lakukan
adalah pengamatan berperan secara pasif. Observasi awal (pra siklus) berupa
pengamatan terhadap siswa ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Pengamatan dilakukan peneliti dengan mengambil posisi tempat duduk paling
belakang. Pengamatan terhadap siswa diarahkan pada perhatian, kesungguhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
dalam mengikuti PBM, keaktifan siswa, dan tingkat partisipasi siswa dalam
mengajukan pertanyaan maupun menjawab pertanyaan dari guru.
c. Wawancara.
Wawancara dilakukan antara peneliti dengan guru fisika. Wawancara
dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang proses belajar mengajar
fisika yang telah berlangsung meliputi keadaan siswa, pendekatan dan metode
mengajar yang selama ini dilakukan, media pembelajaran yang digunakan,
hasil belajar siswa, dan permasalahan yang dialami guru selama mengajar.
d. Kajian Dokumentasi.
Kajian dilakukan terhadap berbagai dokumen atau arsip yang ada, seperti
kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat guru, buku atau
materi pelajaran, hasil nilai ulangan fisika, hasil nilai fisika siswa pada
semester gasal.
e. Angket
Angket diberikan kepada siswa untuk mengetahui motivasi belajar fisika
siswa. Angket yang diberikan berupa angket tertulis bersifat tertutup yang
diberikan sebanyak tiga kali yaitu sebelum pemberian tindakan (pra siklus),
pada akhir siklus I, pada akhir siklus II.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini digolongkan menjadi dua yaitu instrumen
pembelajaran dan instrumen penilaian.
a. Instrumen Pembelajaran
1) Satuan Pembelajaran
2) Rencana pembelajaran
3) Petunjuk pelaksanaan metode pembelajaran
Langkah-langkah pembelajaran dan petunjuk pelaksanaan metode
pembelajaran disusun oleh peneliti dengan tujuan agar dalam pelaksanaan
PBM akan terstruktur dengan baik.
b. Instrumen Penilaian
1). Instrumen kemampuan kognitif fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Untuk penilaian kemampuan kognitif fisika, menggunakan bentuk tes
objektif.
Adapun langkah pembuatan tes terdiri dari :
a) Membuat kisi-kisi soal tes
b) Menyusun soal tes
c) Mengadakan uji coba tes (try Out)
Tes objektif tersebut terdiri dari 60 butir soal. Sebelum tes digunakan untuk
mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk
mengetahui apakah instrumen tes kognitif tersebut telah memenuhi
persyaratan tes yang baik yaitu dalam hal validitas, reliabilitas, taraf
kesukaran, dan daya pembeda. Uji coba instrumen tes kognitif dilakukan
pada siswa yang telah memperoleh pelajaran fisika materi suhu dan kalor
yaitu siswa kelas X4 SMAN 2 Wonogiri.
(1) Taraf kesukaran
Soal yang baik untuk alat ukur prestasi adalah soal yang mempunyai taraf
kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu
mudah. Untuk menentukan taraf kesukaran dari tiap-tiap item soal
digunakan rumus
Js
BP =
(Suharsimi Arikunto, 2009: 208)
Keterangan :
P : indeks kesukaran
B : banyaknya siswa yang menjawab soal betul
Js : jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut ketentuan indeks kesukaran sering terjadi klasifikasi sebagai
berikut :
(a) Soal sukar jika : 0,00 < P ≤ 0,30
(b) Soal sedang jika : 0,30 < P ≤ 0,70
(c) Soal mudah jika : 0,70 < P ≤ 1,00
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat kesukaran dari masing-
masing soal diperoleh hasil sebagai berikut: 6 soal dikategorikan mudah,
yaitu nomor 5, 7, 12, 14, 15, dan 43; 33 soal dikategorikan mempunyai
tingkat kesukaran sedang, yaitu nomor 1, 4, 8, 9, 11, 16, 17, 19, 20, 21, 23,
24, 25, 29, 32, 33, 34, 36, 37, 38, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 53, 55, 56,
59, dan 60; 21 soal dikategorikan sukar, yaitu nomor 2, 3, 6, 10, 13, 18, 22,
26, 27, 28, 30, 31, 35, 39, 40, 41, 51, 52, 54, 57, dan 58. (Selengkapnya di
lampiran 46)
(2) Daya pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (kemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang
pandai (kemampuan rendah). Untuk menghitung daya pembeda setiap soal,
dapat digunakan rumus sebagai berikut :
BAB
B
A
A PPJ
B
J
BD −=−=
(Suharsimi Arikunto, 2009: 213)
Keterangan :
J : jumlah peserta tes
JA : banyaknya siswa kelompok atas
JB : banyaknya siswa kelompok bawah
BA : banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
BB : banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
PA : proporsi siswa kelompok atas yang menjawab benar
PB : proporsi siswa kelompok bawah yang menjawab benar
Daya pembeda (nilai D) diklsifikasikan sebagi berikut :
(a) soal dengan 0,00 < D ≤ 0,20 = jelek
(b) soal dengan 0,20 < D ≤ 0,40 = cukup
(c) soal dengan 0,40 < D ≤ 0,70 = baik
(d) soal dengan 0,70 < D ≤ 1,00 = baik sekali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui daya pembeda dari masing-
masing item diperoleh hasil sebagai berikut: 8 soal mempunyai daya
pembeda jelek yaitu nomor 2, 6, 8, 17, 31, 53, 54, dan 58; 26 soal
mempunyai daya pembeda cukup yaitu nomor 3, 5, 9, 10, 11, 13, 14, 19, 20,
21, 22, 24, 25, 26, 27, 34, 38, 39, 40, 41, 47, 49, 50, 52, 57 dan 59; 26 soal
mempunyai daya pembeda baik, yaitu nomor 1, 4, 7, 12, 15, 16, 18, 23, 28,
29, 32, 33, 35, 36, 37, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 51, 55, 56, dan 60.
(Selengkapnya di lampiran 46)
(3) Validitas
Sebuah tes valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.
Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas item tes obyektif pilihan
ganda adalah dengan menggunakan teknik korelasi point Biserial dengan
rumus :
q
p
St
MtMppbi
−=γ
(Suharsimi Arikunto, 2009: 79)
Keterangan :
γ pbi : koefisien korelasi biserial
Mp : rerata skor dari subyek yang menjawab benar
Mt : rerata skor total
St : standar deviasi dari skor total
p : proporsi siswa yang menjawab benar
q : proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p)
Kriteria
tabelpbi γγ ≥ : soal valid
tabelpbi γγ < : soal tidak valid (invalid)
Hasil tes uji coba kemampuan kognitif, dari 60 soal yang diujicobakan,
setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari masing-masing
soal diperoleh hasil sebagai berikut: 50 soal tergolong valid, yaitu nomor 1,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 29, 30,
31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 49, 50, 51,
52, 55, 56, 57, 58, 59 dan 60; 10 soal tergolong invalid, yaitu nomor 2, 5, 8,
14, 20, 25, 26, 47, 53, dan 54. (Selengkapnya di lampiran 46)
(4) Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan
kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek
yang tidak sama pada waktu yang sama.
Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh
Kuder dan Richardson yang dihitung dengan menggunakan rumus K-R 20,
sebagai berikut :
r11 =
Σ−
− 2
2
1 S
pqS
n
n
(Suharsimi Arikunto, 2009 : 101)
Keterangan :
r11 : reliabilitas tes secara keseluruhan
p : proporsi subyek yang menjawab item dengan benar
q : proporsi subyek yang menjawab item dengan salah (q = 1-p)
Σpq : jumlah hasil perkalian antara p dan q
n : banyaknya item
S : standar deviasi dari tes
Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan
dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel , maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa instrumen reliabel.
Kriteria nilai reliabilitas :
0,8 ≤< 11r 1 : sangat tinggi
0,6 ≤< 11r 0,8 : tinggi
0,4 ≤< 11r 0,6 : cukup
0,2 ≤< 11r 0,4 : rendah
0,0 ≤< 11r 0,2 : sangat rendah (Suharsimi Arikunto, 2002:75)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui reliabilitas dari keseluruhan
soal uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk soal uji coba kemampuan
kognitif r11 (reliabilitas instrumen) lebih besar dari r tabel (0,967 > 0,361),
sehingga soal dikatakan reliabel dengan tingkat realibilitas sangat tinggi.
(Selengkapnya di lampiran 46)
2). Instrumen angket motivasi belajar fisika
Langkah langkah pembuatan angket motivasi belajar fisika:
a) Membuat kisi-kisi angket motivasi belajar fisika, yaitu dengan:
(1) menentukan kemampuan yang akan diukur
(2) menentukan indikator dari kemampuan yang akan diukur
(3) menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk
masing-masing sub variabel.
b) Menyusun item pertanyaan angket sesuai dengan indikator.
c) Mengujicobakan angket motivasi belajar untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas dari angket yang akan dibuat.
Prosedur pemberian skor berdasarkan tingkat motivasi belajar fisika siswa,
antara lain:
a) Untuk angket motivasi belajar fisika siswa pada item positif
(1) jawaban sangat setuju dengan skor 4
(2) jawaban setuju dengan skor 3
(3) jawaban tidak setuju dengan skor 2
(4) jawaban sangat tidak setuju dengan skor 1
b) Untuk angket motivasi belajar fisika siswa pada item negatif
(1) jawaban sangat setuju dengan skor 1
(2) jawaban setuju dengan skor 2
(3) jawaban tidak setuju dengan skor 3
(4) jawaban sangat tidak setuju dengan skor 4
Reliabilitas dan validitas angket motivasi belajar dapat diketahui dengan
menggunakan rumus-rumus berikut:
a). Reliabilitas angket motivasi belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Oleh karena pada pengukuran ini merupakan rentangan, maka digunakan
rumus alpha. Suharsimi Arikunto, (2009:192) menyatakan rumus alpha
digunakan untuk mencari tingkat reliabilitas instrumen tes yang skornya
bukan 1 dan 0, misalnya angket untuk soal uraian”. Adapun rumus alpha
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
−
−= ∑
2
2
11 11
t
b
k
kr
σσ
di mana:
11r : reliabilitas instrumen
k : banyaknya pertanyaan atau butir soal
∑ 2bσ : jumlah varians skor tiap item
2tσ : varians total
( )
NN
XX b
b
b
22
2
∑∑
∑−
=σ
( )
NN
XX t
t
t
22
2
∑∑
∑−
=σ
Hasil perhitungan uji relaibilitas dengan rumus alpha ini dinterpretasikan
sebagai berikut:
0,8 ≤< 11r 1 : sangat tinggi
0,6 ≤< 11r 0,8 : tinggi
0,4 ≤< 11r 0,6 : cukup
0,2 ≤< 11r 0,4 : rendah
0,0 ≤< 11r 0,2 : sangat rendah
(Suharsimi Arikunto, 2009: 75)
Setelah dilakukan analisis untuk mengetahui realibilitas dari keseluruhan
angket uji coba, diperoleh hasil bahwa untuk angket uji coba r11 (reliabilitas
instrumen) lebih besar dari r tabel (0,953 > 0,349), sehingga angket dikatakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
reliabel dengan tingkat realibilitas sangat tinggi. (Selengkapnya di lampiran
21)
b). Validitas angket motivasi belajar
Untuk menghitung validitas item angket motivasi belajar fisika digunakan
product moment:
( )( )
( ){ } ( ){ }∑ ∑∑ ∑
∑ ∑∑−−
−=
2222 YYNXXN
YXXYNrXY
di mana :
Rxy : koefisien korelasi
N : jumlah sampel
X : skor item masing-masing responden
Y : skor total jumlah dari keseluruhan item masing-masing
responden
Butir dinyatakan valid jika rxy > rtabel
(Suharsimi Arikunto, 2009:160)
Hasil tes uji coba angket motivasi belajar, dari 50 butir angket yang
diujicobakan, setelah dilakukan analisis untuk mengetahui kevalidan dari
masing-masing butir diperoleh hasil sebagai berikut: 41 butir tergolong
valid, yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6,7, 8, 9, 10, 11, 12, 13,14, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22,23, 24, 25, 26, 27, 28, 32, 33,34,35, 37, 38,39, 40, 41,
44,46,47,49, dan 50; 9 butir pernyataan angket tergolong invalid, yaitu
nomor 15, 29, 30, 31, 36, 42,45, dan 48. (Selengkapnya di lampiran 26)
3). Instrumen lembar observasi aktivitas belajar siswa
Langkah langkah pembuatan lembar observasi aktivitas belajar siswa :
a). Membuat kisi-kisi lembar observasi aktivitas belajar siswa yaitu dengan :
(1) Menentukan aspek yang akan diukur
(2) Menentukan indikator dari aspek yang akan diukur
(3) Menentukan ruang lingkup dan banyaknya pernyataan untuk masing-
masing sub variabel
b). Menyusun item aktivitas belajar yang sesuai dengan indikator.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Untuk menentukan validitas lembar observasi aktivitas belajar siswa
dilakukan dengan cara :
(1) Validitas isi berdasarkan kajian literatur
(2) Validitas konten berdasarkan validasi ahli ( pembimbing)
(Selengkapnya di lampiran 39)
F. Teknik Pemeriksaan Validitas Data
Data yang telah berhasil diperoleh, dikumpulkan dan dicatat dalam
pelaksanaan tindakan harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya. Cara
pengumpulan data dengan beragam teknik harus benar-benar sesuai dan tepat
untuk menggali data yang diperlukan bagi penelitiannya. Teknik yang diperlukan
untuk memeriksa validitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
trianggulasi. Menurut Elliot trianggulasi dilakukan berdasarkan tiga sudut
pandang yaitu sudut pandang guru, sudut pandang siswa dan sudut pandang yang
melakukan pengawasan atau observan (Rochiati, 2005:169). Trianggulasi adalah
teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar
data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Teknik trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi metode. Teknik
triangulasi metode dilakukan dengan mengumpulkan data tetap, menggunakan
metode pengumpulan data yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode pengumpulan data melalui teknik observasi, wawancara,
angket, dan tes prestasi. Adapun skema dari pemeriksaan validitas data yang
digunakan dapat dilihat dalam gambar berikut ini:
Gambar 3.1 Skema Pemeriksaan Validitas Data
Data Observasi / Arsip
Tes / Angket
Wawancara
Sumber Data
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
G. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dimulai sejak awal
sampai berakhirnya pengumpulan data. Hal ini penting karena akan membantu
peneliti dalam mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi yang
berlangsung di dalam kelas yang diteliti. Data-data dari hasil penelitian di
lapangan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Teknik analisis kualitatif mengacu
pada model analisis Miles dan Huberman (1992: 16-19) yang dilakukan dalam
tiga komponen yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan dan
verifikasi.
Reduksi data meliputi penyeleksian data melalui ringkasan atau uraian
singkat dan penggolongan data ke dalam pola yang lebih luas. Penyajian data
dilakukan dalam rangka mengorganisasikan data yang merupakan penyusunan
informasi secara sistematik dari hasil reduksi data dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan tindakan observasi dan refleksi pada masing-masing siklus.
Penarikan kesimpulan merupakan upaya pencarian makna data, mencatat
keteraturan dan penggolongan data. Data terkumpul disajikan secara sistematik
dan perlu diberi makna. Selanjutnya untuk mempermudah verifikasi dan analisis
data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang ada, diidentifikasi
secara khusus pada tiap-tiap siklus pembelajaran.
Adapun model analisis data yang digunakan adalah interaktif model dapat dilihat
dalam skema di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Kesimpulan dan
Verifikasi
Gambar 3.2 Skema Analisis Data
H. Indikator Kinerja
Indikator keberhasilan tindakan terhadap peningkatan aktivitas siswa,
motivasi belajar fisika, dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X3 SMA
Negeri 1 Wonogiri dapat dilihat dari :
Tabel 3.1 Indikator Keberhasilan Siklus
Aspek yang
Dinilai Target Cara Penilaian
Aktivitas
Siswa
60% siswa
melaksanakan
aktivitas x100%
siswaseluruhaktivitas tiapkriteria
anmelaksanak yang siswa
∑
∑=
Motivasi
Belajar
Fisika Siswa
Pencapaian
persentase
indikator motivasi
belajar fisika
mencapai 60%
x100%indikator
indikator tiappersentase
∑∑=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Kemampuan
Kognitif
Fisika Siswa
60% siswa
mencapai KKM
x100%siswaseluruh
KKM nilai memperoleh siswa
∑∑ ≥
=
I. Prosedur Penelitian
Prosedur dan langkah-langkah yang digunakan dalam melaksanakan
penelitian ini mengikuti model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc Taggart
yaitu model spiral. Perencanaan Kemmis menggunakan sistem spiral refleksi diri
yang dimulai dengan rencana tindakan (planning), tindakan (acting), pengamatan
(observing) dan refleksi (reflecting). Kegiatan ini disebut dengan satu siklus
kegiatan pemecahan masalah (Suharsimi Arikunto dkk, 2006: 117).
Berikut pemaparan tentang hal-hal yang dilakukan dalam tiap-tiap langkah
tersebut :
1. Tahap persiapan
a. Permintaan izin kepada kepala sekolah dan guru fisika SMA Negeri 1
Wonogiri.
b. Observasi untuk mendapatkan gambaran awal keadaan kelas dan kegiatan
belajar mengajar khususnya mata pelajaran fisika di kelas X3 SMA Negeri
1 Wonogiri.
c. Mengidentifikasi permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar fisika
kelas X3 berdasar hasil observasi awal yang telah dilakukan.
2. Tahap perencanaan (Planning)
a. Menyusun serangkaian kegiatan pelaksanaan tindakan berupa penerapan
pembelajaran kontekstual melalui film pendek pada pokok bahasan suhu
dan kalor.
b. Menyusun instrumen penelitian meliputi rancangan pelaksanaan
pembelajaran, lembar observasi atau pengamatan aktivitas siswa, soal tes
kognitif, angket, pedoman wawancara, dan dokumentasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3. Tahap pelaksanaan atau tindakan (Acting)
Tindakan dilakukan peneliti untuk mengatasi masalah. Kegiatan yang
dilaksanakan dalam penelitian tindakan kelas ini antara lain :
a. Melaksanakan PBM sesuai langkah-langkah yang telah disusun dalam
Rencana Pembelajaran.
b. Melakukan kegiatan pemantauan proses pembelajaran melalui observasi
langsung oleh observer dan angket siswa.
c. Menyelenggarakan evaluasi untuk mengukur kemampuan kognitif fisika
siswa.
d. Melakukan modifikasi berupa perbaikan atau penyempurnaan alternatif
tindakan apabila proses dan prestasi belajar masih kurang memuaskan.
4. Tahap Observasi dan Evaluasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses observasi adalah :
a. Pengumpulan data.
b. Sumber data.
c. Critical friend dalam penelitian.
d. Analisis data.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam observasi adalah sebagai
berikut :
a. Pelaksanaan pengamatan oleh peneliti dan observer.
b. Mencatat semua hasil pengamatan ke dalam lembar observasi.
c. Mendiskusikan dengan guru maupun dosen (sebagai critical friend)
terhadap hasil pengamatan setelah proses pembelajaran selesai.
d. Membuat kesimpulan hasil pengamatan.
Sedangkan langkah-langkah evaluasi yang dilaksanakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan alat-alat evaluasi.
b. Melaksanakan evaluasi setelah proses pembelajaran selesai.
c. Melaksanakan analisis hasil evaluasi.
d. Kriteria keberhasilan tindakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
5. Tahap Refleksi (Reflecting)
Refleksi adalah kegiatan mengulas secara kritis tentang perubahan yang terjadi
pada siswa dan suasana kelas.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam kegiatan refleksi sebagai berikut :
a. Menganalisis jawaban siswa pada lembar angket untuk mengetahui
perubahan tingkat motivasi belajar fisika siswa.
b. Menganalisis hasil tes siklus I untuk mengetahui dampak penerapan
pembelajaran yang dilakukan terhadap kemampuan kognitif fisika siswa.
c. Mencocokkan pengamatan oleh observer pada lembar observasi aktivitas
klasikal siswa dan lembar observasi diskusi kelompok. Apabila hasil
pengamatan ternyata siswa mengikuti pelajaran dengan antusias yaitu
siswa aktif, perhatian siswa tertuju pada pelajaran, siswa merespon dan
terjadi komunikasi multi arah maka model kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan dinyatakan menarik dan dapat meningkatkan kemampuan
kogntif belajar fisika siswa yang ditandai dengan daya serap yang tinggi.
Berdasarkan hasil refleksi, peneliti mencoba untuk mengatasi kekurangan atau
kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang telah dilakukan. Dari data hasil
refleksi, baik keberhasilan maupun kegagalan dalam pelaksanaan tindakan
maka peneliti menentukan tindakan perbaikan berikutnya (siklus 2) dalam
proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Perencanaan Tindakan I
Pelaksanaan Tindakan II
Belum terselesaikan
Pelaksanaan Tindakan I
Refleksi I
Perencanaan Tindakan II
Observasi II
Refleksi II Selesai
SIKLUS I
SIKLUS II
Observasi I
Gambar 3.3 Skema Prosedur Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kondisi Awal
Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan peneliti melalui wawancara terhadap
guru pengampu mata pelajaran fisika kelas X SMA Negeri 1 Wonogiri diketahui bahwa hasil
belajar siswa kelas X secara keseluruhan jauh dari memuaskan. Kendati SMA Negeri 1 Wonogiri
merupakan salah satu sekolah favorit di Kabupaten Wonogiri yang mana input siswanya
merupakan siswa dengan kemampuan rata-rata ke atas, tetapi nilai kognitif mereka pada mata
pelajaran fisika kalah dibanding nilai mata pelajaran yang lain seperti biologi, kimia, dan
matematika. Menurut Bp Sukarjo, M.Pd selaku guru pengampu mata pelajaran fisika di kelas
X1-X6 hal ini disebabkan oleh kurang tertariknya siswa terhadap mata pelajaran fisika
dikarenakan mereka menganggap fisika sebagai mata pelajaran yang membosankan karena
identik dengan menghitung dan menghafal rumus.
Selanjutnya berdasarkan observasi langsung di lapangan pada mata pelajaran Fisika
diperoleh bahwa guru biasa menggunakan media powerpoint dalam mengajar dan menjelaskan
materi fisika melalui metode ceramah pasif. Penggunaan media powerpoint tersebut bersifat
informatif. Maksudnya bahwa slide yang ditampilkan oleh guru hanya berisi tulisan mengenai
materi ajar tanpa disertai animasi-animasi yang terkait materi ajar yang mengakibatkan proses
pembelajaran kurang menarik. Pada saat menjelaskan sesekali guru bertanya kepada siswa,
namun jika tidak ada yang menjawab maka guru sendiri yang akan menjawabnya. Sementara itu
saat pembelajaran berlangsung, sebagian besar siswa hanya diam dan mendengarkan ceramah
dari guru di kelas, beberapa siswa lainnya ada yang tidak memperhatikan dan cenderung
berbicara sendiri dengan teman sebangkunya serta bermain–main sendiri di dalam kelas
misalnya dengan beraktivitas dengan telepon seluler. Ada juga beberapa siswa yang bertempat
duduk di depan terlihat serius memperhatikan sambil mencatat hal-hal yang dirasa penting.
Dengan adanya beberapa gejala tersebut, peneliti menilai bahwa pembelajaran yang berlangsung
kurang komunikatif karena tidak ada interaksi aktif antara siswa dengan guru.
Selain memanfaatkan media powerpoint dalam pembelajaran, guru juga telah
memanfaatkan blog sebagai media pembelajaran. Akan tetapi pemanfaatannya masih terbatas
yaitu sebagai sarana guru memberi tugas kepada siswa. Blog yang dibuat Bp. Sukarjo, M.Pd
55
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
beralamat di [email protected]. Adapun tampilan blog tersebut dapat dilihat di bawah ini.
Gambar 4.1. Tampilan Blog Bapak Sukarjo
Kemudian dari hasil wawancara juga, Bp Sukarjo.M.Pd merekomendasikan kelas X3
sebagai kelas yang digunakan untuk penelitian. Beliau menjelaskan bahwa di antara kelas X1-
X6, kelas X3 merupakan kelas yang perlu perbaikan karena beliau menganggap siswa kelas ini
cenderung lebih heterogen karena selisih nilai siswa tertinggi dan terendah cukup besar.
Berdasarkan hasil ulangan harian 1 pada semester genap tentang materi alat-alat optik, siswa
yang sudah mencapai ketuntasan berjumlah 4 anak dari jumlah siswa 33 anak (tingkat ketuntasan
kelas sebesar 12,12%). Dari batas ketuntasan 67, nilai paling tinggi adalah 73 , nilai paling
rendah 39 dan rata-rata kelas 53,79.
Berdasarkan angket motivasi belajar fisika siswa yang diberikan di awal/pra siklus
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Pada Kondisi Pra Siklus
No Indikator Persentase Ketercapaian
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil 58.6%
2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 54.3%
3 Adanya harapan dan cita-cita masa depan 57.6%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4 Adanya penghargaan dalam belajar
5 Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
6 Adanya sifat ingin tahu
Kemudian jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram
dilihat sebagai berikut :
Gambar 4.2 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus
Berdasarkan observasi awal / pra siklus y
diperoleh data mengenai aktivitas siswa
Tabel 4.2 Persentase Ketercapaian
No Indikator
1. Siswa memperhatikan slide
depan kelas
2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru
3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan oleh
guru fisika
4 Siswa mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru fisika
5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt
semisal bermain HP atau
1 2
58.60%
54.30%
Pe
rse
nta
seK
ete
rca
pa
ian
Adanya penghargaan dalam belajar
Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
Adanya sifat ingin tahu
Kemudian jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus
Berdasarkan observasi awal / pra siklus yang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari
ata mengenai aktivitas siswa secara klasikal di kelas X3 sebagai berikut
ercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus
Persentase
Siswa memperhatikan slide powerpoint yang diputar di
Siswa memperhatikan penjelasan dari guru
pertanyaan secara lisan yang diajukan oleh
hal penting yang disampaikan guru fisika
Siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain
semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain
2 3 4 5 6
54.30%
57.60%
54.20%
52.70%
54.80%
Indikator
57
54.2%
52.7%
54.8%
batang maka hasilnya dapat
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus
ang dilaksanakan pada tanggal 10 Februari
sebagai berikut :
ada Observasi Pra Siklus
Persentase Ketercapaian
60,60%
66,67%
0%
30,30%
42.42%
6
54.80%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram
dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.3 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Dari data di atas diketahui bahwa ketika guru menjelaskan materi melalui
depan kelas, tidak semua siswa yang memperhatikan karena hanya 60,60% siswa yang
memperhatikannya. Sebanyak 42,42% siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain
semisal bermain HP, dan ada yang berbicara sendiri dengan siswa lain. Dan ketika guru bertanya
kepada siswa, tidak ada siswa yang menjawabnya dan akhirnya pertanyaan tersebut dijawab
sendiri oleh guru. Data di atas menunjukkan bahwa siswa tidak berkonsentras
untuk bersungguh-sungguh mengikuti KBM.
Melihat berbagai gejala yang terjadi dalam proses KBM yang dialami
seperti kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, rendahnya motivasi
belajar fisika siswa, dan masih
menerapkan pembelajaran kontekstual melalui film pendek
melalui film pendek yang mencoba mengaitkan konsep
1
60.60%
Pe
rse
nta
seK
ete
rca
pa
ian
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
Gambar 4.3 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus
Dari data di atas diketahui bahwa ketika guru menjelaskan materi melalui
depan kelas, tidak semua siswa yang memperhatikan karena hanya 60,60% siswa yang
memperhatikannya. Sebanyak 42,42% siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain
, dan ada yang berbicara sendiri dengan siswa lain. Dan ketika guru bertanya
kepada siswa, tidak ada siswa yang menjawabnya dan akhirnya pertanyaan tersebut dijawab
sendiri oleh guru. Data di atas menunjukkan bahwa siswa tidak berkonsentras
sungguh mengikuti KBM.
berbagai gejala yang terjadi dalam proses KBM yang dialami
seperti kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, rendahnya motivasi
belajar fisika siswa, dan masih rendahnya nilai kognitif fisika yang dimiliki,
ontekstual melalui film pendek. Dengan pembelaja
melalui film pendek yang mencoba mengaitkan konsep-konsep fisika dengan aplikasinya dalam
2 3 4 5
66.67%
0%
30.30%
42.42%
Indikator
58
maka hasilnya dapat
Gambar 4.3 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator ada Observasi Pra Siklus
Dari data di atas diketahui bahwa ketika guru menjelaskan materi melalui powerpoint di
depan kelas, tidak semua siswa yang memperhatikan karena hanya 60,60% siswa yang
memperhatikannya. Sebanyak 42,42% siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain
, dan ada yang berbicara sendiri dengan siswa lain. Dan ketika guru bertanya
kepada siswa, tidak ada siswa yang menjawabnya dan akhirnya pertanyaan tersebut dijawab
sendiri oleh guru. Data di atas menunjukkan bahwa siswa tidak berkonsentrasi atau termotivasi
berbagai gejala yang terjadi dalam proses KBM yang dialami siswa kelas X3
seperti kurang maksimalnya pemanfaatan media pembelajaran oleh guru, rendahnya motivasi
if fisika yang dimiliki, maka peneliti
pembelajaran kontekstual
konsep fisika dengan aplikasinya dalam
5
42.42%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
kehidupan sehari-hari yang disajikan melalui media film pendek, diharapkan dapat
meningkatkan motivasi belajar yang berdampak meningkatnya nilai kognitif fisika siswa.
B. Deskripsi Hasil Siklus I
1. Perencanaan Tindakan I
Pada tahap awal ini peneliti menyusun rencana pembelajaran untuk tiga pertemuan yaitu
RPP 1 untuk pertemuan pertama, RPP 2 untuk pertemuan kedua, dan RPP 3 untuk pertemuan
ketiga. Ketiga RPP ini selanjutnya dikonsultasikan kepada guru pembimbing yaitu guru fisika
kelas X3 untuk dimintai pertimbangan terkait kesesuaian materi, tujuan, metode, dan alokasi
waktu dengan silabus yang telah dibuat guru sebelumnya. Dalam Ketiga RPP tersebut disepakati
bahwa peneliti akan melaksanakan pembelajaran dalam siklus I sebanyak tiga kali pertemuan
dengan alokasi waktu untuk satu kali pertemuan adalah 90 menit dengan rinciannya RPP 1
membahas materi tentang suhu dan pemuaian, RPP 2 membahas materi tentang pemuaian zat
padat dan zat cair, dan RPP 3 membahas materi tentang pemuaian zat gas, kalor, kalor jenis, dan
kapasitas kalor. Di dalam ketiga RPP tersebut peneliti akan melaksanakan pembelajaran
menggunakan pendekatan kontekstual dan metode diskusi kelompok. Untuk kelompok diskusi
dibuat delapan kelompok dengan personel masing-masing kelompok berjumlah 4-6 orang yang
berdasarkan denah tempat duduk siswa. Pembelajaran tersebut juga memanfaatkan media berupa
film pendek dan powerpoint mengenai materi suhu dan kalor. Film pendek diperoleh dari
internet dengan cara mengunduhnya dari situs www.youtube.com dan www.keepvid.com dengan
cara memasukkan kata kunci dari film pendek yang diinginkan. Sedangkan powerpoint disusun
oleh peneliti untuk setiap pertemuan disesuaikan dengan materi yang tertulis dalam RPP .
Untuk mengamati aktivitas siswa dalam setiap pertemuan, peneliti menyusun lembar
aktivitas belajar siswa yang sudah disesuaikan dengan pengelompokan siswa dalam kelompok
diskusi. Lembar aktivitas siswa berupa lembar cek list yang akan diisi observer yang berada di
belakang kelas sebagai lembar monitoring/pengamatan aktivitas siswa yang tidak mungkin
diamati secara detail oleh peneliti. Sebagai alat evaluasi di akhir pembelajaran siklus I, peneliti
menyusun instrumen tes kognitif dan instrumen angket motivasi belajar siswa. Kedua instrumen
ini telah diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas dan realibilitasnya sebagai
alat evaluasi. Instrumen tes kognitif diujicobakan pada siswa kelas X4 SMAN 2 Wonogiri
sedangkan instrumen angket motivasi belajar siswa diujicobakan di kelas X2 SMAN 1 Wonogiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Dari hasil ujicoba instrumen tes kognitif siswa diperoleh instrumen tes kognitif siklus I yang
terdiri dari 30 butir soal pilihan ganda. Sedangkan berdasarkan hasil ujicoba instrumen angket
motivasi belajar siswa diperoleh instrumen angket motivasi belajar siswa yang terdiri dari 40
butir soal pilihan ganda.
2. Pelaksanaan Tindakan I
Pertemuan pertama untuk siklus I dilaksanakan pada tanggal 12 Februari 2010. Pada
pertemuan pertama ini menjelaskan materi mengenai suhu dan termometer. Di awal
pembelajaran, guru memutar film pendek mengenai sifat termometrik zat di mana diperlihatkan
cairan dalam thermometer bergerak naik ketika dimasukkan dalam gelas beker yang berisi zat
cair.
Gambar 4.4 Termometer Yang Dimasukkan Dalam Gelas Beker
Terlihat semua siswa dengan antusias memperhatikan film pendek yang diputar di depan
kelas. Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa cairan yang ada di dalam termometer
dapat naik ketika dimasukkan dalam gelas beker. Beberapa siswa menyampaikan pendapat
mereka. Kemudian guru membagi siswa ke dalam delapan kelompok diskusi untuk
menyelesaikan pertanyaan dalam LKS I. Diskusi kelompok dilaksanakan kurang lebih selama 30
menit. Ada kelompok yang semua anggotanya aktif berpendapat tetapi ada juga kelompok yang
hanya dua anggotanya (kelompok 1) yang secara aktif berdiskusi untuk menyelesaikan LKS I.
Pada saat diskusi berlangsung, guru bertindak sebagai fasilitator dengan berkeliling kelas untuk
memantau dan mengarahkan jalannya diskusi dari masing-masing kelompok. Setelah itu guru
menunjuk salah satu kelompok untuk maju ke depan kelas untuk menyampaikan hasil
diskusinya untuk kemudian ditanggapi oleh anggota kelompok diskusi lainnya. Pada sesi ini guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
memberikan penjelasan tambahan untuk setiap item pertanyaan. Setelah pembahasan mengenai
hasil diskusi selesai, guru meminta siswa yang bersedia untuk maju mengerjakan latihan soal di
depan kelas untuk kemudian dikoreksi bersama siswa yang lain. Di akhir pembelajaran guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar
yang telah dilaksanakan.
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 17 Februari 2010. Pada pertemuan ini,
materi yang dibahas mengenai pemuaian zat padat dan zat cair. Di awal pembelajaran, guru
memutar dua film pendek mengenai pemuaian zat padat dan zat cair. Film pendek pertama yang
diputar mengenai kereta api . Kemudian guru menayangkan slide tentang sambungan rel kereta
api.
Gambar 4.5 Tampilan Slide Tentang Rel Kereta Api
Dalam slide terlihat di antara sambungan rel terdapat celah yang memisahkan antar rel.
Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa pada sambungan rel kereta api selalu terdapat
celah. Beberapa siswa menyampaikan pendapat mereka lalu guru kembali memutar film pendek
kedua mengenai peristiwa pemuaian pada sebuah bola besi.
Gambar 4.6 Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Pada Bola Besi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Pada saat pemutaran film pendek 1 dan 2 terlihat antusias semua siswa yang dengan penuh
konsentrasi memperhatikan tayangan film tersebut. Kemudian seperti pada pertemuan
sebelumnya guru membagi siswa ke dalam delapan kelompok diskusi untuk menyelesaikan
pertanyaan dalam LKS II. Diskusi yang berlangsung pada pertemuan kedua ini berjalan lebih
lambat karena siswa agak kesulitan untuk memahami maksud dari pertanyaan dalam LKS II. Ini
berdampak terhadap alokasi waktu di mana diskusi baru selesai setelah 45 menit. Setelah itu
guru menunjuk salah satu kelompok untuk maju ke depan kelas untuk menyampaikan hasil
diskusinya untuk kemudian ditanggapi oleh anggota kelompok diskusi lainnya. Pada sesi ini guru
memberikan penjelasan tambahan untuk setiap item pertanyaan. Ketika pembahasan sampai pada
sub materi aplikasi pemuaian zat padat dan cair, guru memutar film pendek mengenai bimetal
dan anomali air sambil memberikan penjelasan seperlunya mengenai kedua hal tersebut.
Gambar 4.7 Tampilan Film Pendek Tentang Bimetal
Setelah diskusi selesai, guru meminta siswa yang bersedia untuk maju mengerjakan latihan soal
di depan kelas untuk kemudian dikoreksi bersama siswa yang lain. Akan tetapi dikarenakan
keterbatasan waktu hanya satu soal saja dalam LKS II yang berhasil dibahas untuk kemudian
langsung ditutup dengan kesimpulan yang disampaikan guru bersama siswa.
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 19 Februari 2010. Materi yang dibahas
adalah mengenai pemuaian zat gas, konsep kalor, kalor jenis, dan kapasitas kalor. Seperti pada
pertemuan kedua, di awal pembelajaran guru memutar dua film pendek yaitu film pendek
pertama mengenai pemuaian pada gas dan film pendek kedua mengenai kalor. Pada saat
pemutaran kedua film pendek, nampak antusias siswa untuk memperhatikan fenomena fisika
yang diperlihatkan dalam kedua film tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Gambar 4.8 Tampilan Film Pendek Tentang Pemuaian Gas
Selanjutnya dilaksanakan diskusi kelompok untuk menyelesaikan pertanyaan dalam LKS III.
Pelaksanaan diskusi ini juga mengalami perpanjangan waktu dikarenakan siswa kembali
mengalami kesulitan dalam memahami maksud dari pertanyaan-pertanyaan dalam LKS III
terutama mengenai materi kalor, kalor jenis, dan kapasitas kalor. Diskusi yang berlangsung juga
kelihatan tidak efektif karena beberapa kelompok anggotanya tidak aktif dan merasa jenuh untuk
menyelesaikan LKS III. Pada pertemuan ketiga ini, guru dan siswa tidak sempat untuk
membahas latihan soal karena keterbatasan waktu.
3. Observasi Tindakan I
Observasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran kontekstual
melalui media film pendek yang diterapkan oleh guru dan pengaruhnya terhadap peningkatan
motivasi belajar fisika siswa. Observasi terhadap peningkatan motivasi belajar fisika dapat
diketahui dari hasil penyebaran angket yang bersifat tertutup. Di samping itu, peningkatan
motivasi belajar fisika siswa juga dapat diketahui dari hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa
yang menunjukkan motivasi belajar. Observasi ini dilaksanakan oleh observer melalui
pengamatan secara langsung yang dilakukan pada setiap pertemuan di siklus I. Untuk
mengetahui nilai kognitif fisika siswa dilakukan dengan melaksanakan tes kognitif siklus I. Nilai
tes siklus I ini digunakan sebagai dasar untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa. Berdasarkan
hasil penelitian diperoleh data-data sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Angket Motivasi Belajar
Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Persentase Ketercapaian
No Indikator
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
3 Adanya harapan dan cita
4 Adanya penghargaan dalam belajar
5 Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
6 Adanya sifat ingin tahu
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.9 Diagram Batang Persentase Ketercapaian
Tabel 4.3 dan Gambar 4.9
belajar fisika pada akhir pembelajaran siklus I. Terlihat keenam indikator memiliki persentase di
atas 60% dan indikator 1 memiliki persentase tertinggi yaitu 72,10% . Jika dibandingkan dengan
hasil angket motivasi belajar fisika yang dilaksanakan di awal pembelajaran (tahap pra siklus)
terjadi kenaikan persentase untuk masing
1
72.10%
Pe
rse
nta
se
Ke
terc
ap
aia
n
Belajar Fisika Siswa
Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika
Persentase
Adanya hasrat dan keinginan berhasil
Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar
Adanya harapan dan cita-cita masa depan
Adanya penghargaan dalam belajar
Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
Adanya sifat ingin tahu
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I
menunjukkan persentase ketercapaian indikator angket motivasi
belajar fisika pada akhir pembelajaran siklus I. Terlihat keenam indikator memiliki persentase di
atas 60% dan indikator 1 memiliki persentase tertinggi yaitu 72,10% . Jika dibandingkan dengan
hasil angket motivasi belajar fisika yang dilaksanakan di awal pembelajaran (tahap pra siklus)
terjadi kenaikan persentase untuk masing-masing indikator rata-rata 10-15%. Ini menunjukkan
2 3 4 5 6
72.10%
62.60%
67.70%
69.50%
65.70%64.20%
Indikator
64
Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:
Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I
Persentase Ketercapaian
72.1%
62.6%
67.7%
69.5%
65.7%
64.2%
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
Indikator Belajar Fisika Siswa Siklus I
menunjukkan persentase ketercapaian indikator angket motivasi
belajar fisika pada akhir pembelajaran siklus I. Terlihat keenam indikator memiliki persentase di
atas 60% dan indikator 1 memiliki persentase tertinggi yaitu 72,10% . Jika dibandingkan dengan
hasil angket motivasi belajar fisika yang dilaksanakan di awal pembelajaran (tahap pra siklus)
15%. Ini menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembelajaran kontekstual melalui media film pendek berdampak positif
motivasi belajar fisika siswa kelas X3.
b. Aktivitas Siswa
1) Aktivitas Klasikal Siswa
Tabel 4.4 Persentase Ketercapai
No
1 Siswa memperhatikan slide
yang diputar di depan kelas
2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru
3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan
oleh guru fisika
4 Siswa mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru
fisika
5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt
semisal bermain HP atau
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam
dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.10 Aktivitas
1
100%
Pe
rse
nta
seR
ata
-ra
ta
pembelajaran kontekstual melalui media film pendek berdampak positif
motivasi belajar fisika siswa kelas X3.
Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus
Indikator
Persentase Ketercapaian (%)
I
Siswa memperhatikan slide powerpoint dan film pendek
yang diputar di depan kelas 100
Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 94
Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan 9
hal penting yang disampaikan guru 58
Siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain
semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain. 18
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
Gambar 4.10 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I
2 3 4 5
100%96%
14%
72%
18%
Indikator
65
pembelajaran kontekstual melalui media film pendek berdampak positif terhadap peningkatan
ada Observasi Siklus I
sentase Ketercapaian (%)
Pertemuan Rata-
rata II III
100 100 100 100
100 94 96
15 18 14
79 79 72
15 21 18
maka hasilnya dapat
Indikator ada Observasi Siklus I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Berdasarkan Tabel 4.4 dan Gambar 4.10 diperoleh bahwa tiga indikator yaitu nomor 1, 2, dan 4
mempunyai persentase ketercapaian yang baik karena di atas 70%. Sedangkan indikator nomor
3 yang menunjukkan aktivitas menjawab pertanyaan secara lisan oleh siswa hanya mencapai
14%. Akan tetapi hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan karena pada observasi yang
dilakukan di pra siklus diperoleh data bahwa tidak ada siswa yang melaksanakan aktivitas ini.
Untuk siswa yang mengikuti KBM tetapi tidak fokus karena mereka mengikuti KBM sambil
melakukan aktivitas lain semisal bermain HP atau berbicara dengan teman sebangkunya
mencapai persentase 18% dari 33 siswa.
2) Aktivitas Diskusi Kelompok
Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I
No Indikator
Persentase Ketercapaian (%)
Pertemuan Rata-
rata I II III
1 Siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok diskusi 85 79 79 81
2 Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS
dari buku/sumber yang lain 91 94 94 93
3 Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang
menyampaikan pendapat 79 79 73 77
4 Siswa aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan oleh
siswa lain 27 15 15 19
5 Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal
bermain HP 12 18 18 16
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.11 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Siswa
Tabel 4.5 dan Gambar 4.11 menunjukkan
diskusi kelompok. Pada sesi ini
beranggotakan 4-5 siswa. Dari
bahwa kegiatan diskusi sudah berlangsung secara efektif karena
aktivitas mengemukakan pendapat oleh masing
81%. Sedangkan indikator 3 dan 4 merupakan aktivi
kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan kemudian
menanggapinya. Diperoleh siswa yang aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan siswa lain
mencapai persentase 19% dari jumlah siswa. Ha
juru bicara masing-masing yang mengakibatkan tidak semua siswa berpendapat untuk
menanggapi pendapat siswa dari kelompok lain.
masih ada beberapa siswa di beberapa kel
melakukan aktivitas lain semisal bermain H
sekelompoknya yang mana persentase
c. Ketuntasan Belajar Siswa
Berdasarkan hasil tes siklus I ya
bahwa siswa yang berhasil mecapai
30,30%. Persentase ini belum melampaui target yang ditentukan sebelumnya yai
1
81%
Pe
rse
nta
se R
ata
-ra
ta
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I
menunjukkan persentase ketercapaian aktivitas siswa dalam kegiatan
. Pada sesi ini kelas dibagi menjadi 8 kelompok yang rata
5 siswa. Dari persentase ketercapaian indikator 1 dan 2 dapat disimpulkan
bahwa kegiatan diskusi sudah berlangsung secara efektif karena indikator
aktivitas mengemukakan pendapat oleh masing-masing anggota kelompok mencapai
3 dan 4 merupakan aktivitas yang dilakukan siswa saat salah satu
kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan kemudian
menanggapinya. Diperoleh siswa yang aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan siswa lain
19% dari jumlah siswa. Hal ini dikarenakan tiap kelompok mempunyai
masing yang mengakibatkan tidak semua siswa berpendapat untuk
menanggapi pendapat siswa dari kelompok lain. Dalam kegiatan diskusi kelompok ini pun juga
masih ada beberapa siswa di beberapa kelompok yang tidak aktif berdiskusi. Tetapi mereka
melakukan aktivitas lain semisal bermain HP atau berbicara sendiri dengan
ersentasenya mencapai 16%.
Siswa
Berdasarkan hasil tes siklus I yang dilaksanakan pada tanggal 3 Maret 2010
bahwa siswa yang berhasil mecapai ketuntasan belajar berjumlah 10 orang dengan
belum melampaui target yang ditentukan sebelumnya yai
2 3 4 5
93%
77%
19%16%
Indikator
67
Indikator Aktivitas ada Observasi Siklus I
ketercapaian aktivitas siswa dalam kegiatan
kelas dibagi menjadi 8 kelompok yang rata-rata tiap kelompok
1 dan 2 dapat disimpulkan
indikator 1 yang menunjukkan
masing anggota kelompok mencapai persentase
tas yang dilakukan siswa saat salah satu
kelompok menyampaikan hasil diskusinya dan kelompok lain mendengarkan kemudian
menanggapinya. Diperoleh siswa yang aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan siswa lain
l ini dikarenakan tiap kelompok mempunyai
masing yang mengakibatkan tidak semua siswa berpendapat untuk
Dalam kegiatan diskusi kelompok ini pun juga
ompok yang tidak aktif berdiskusi. Tetapi mereka
P atau berbicara sendiri dengan teman
ada tanggal 3 Maret 2010 diperoleh hasil
orang dengan persentase
belum melampaui target yang ditentukan sebelumnya yaitu 60%. Dalam
5
16%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
hal ini batas minimum ketuntasan di
Adapun data–data mengenai
berikut :
Tabel 4.6. Aspek Ketuntasan Belajar S
Aspek Yang
Dinilai
Siswa Yang Tuntas
Ketuntasan Belajar
Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :
Gambar 4.12
Pelaksanaan pembelajaran kon
dilaksanakan dalam tiga kali pertemu
kalor. Secara umum, pembelajaran telah
Untuk lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Angket Motivasi Belajar Fisika
Pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa dilaksanakan di akhir pertemuan pada
siklus I dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.
menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi belajar fisika pada saat pra siklus dengan
siklus I.
Tidak Tuntas
Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I
hal ini batas minimum ketuntasan di SMA Negeri I Wonogiri untuk pelajaran fisika adalah 6
data mengenai ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel
Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus I
Siswa Yang Tuntas Jumlah Siswa Persentase (%)
10 33 30.30
Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :
12 Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pada Siklus I
4. Refleksi Tindakan I
Pelaksanaan pembelajaran kontekstual melalui film pendek
dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan dan meliputi sub materi suhu, pemuaian, dan konsep
mum, pembelajaran telah terlaksana sesuai rencana dan hasilnya cukup optimal.
Untuk lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :
Fisika Siswa
Pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa dilaksanakan di akhir pertemuan pada
ilnya dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.9. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi belajar fisika pada saat pra siklus dengan
Tuntas
30.30%
Tidak Tuntas
69.70%
Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I
68
untuk pelajaran fisika adalah 67.
klus I dapat dilihat pada tabel
Persentase (%)
30.30%
Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :
iswa
tekstual melalui film pendek pada siklus I telah
, pemuaian, dan konsep
terlaksana sesuai rencana dan hasilnya cukup optimal.
Pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa dilaksanakan di akhir pertemuan pada
. Berikut adalah tabel yang
menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi belajar fisika pada saat pra siklus dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1 2
58.60%54.30%
72.10%62.60%
Pe
rse
nta
se
Ke
terc
ap
aia
nTabel 4.7 Perbandingan Persentase
Observasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus INo Indikator
1 Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar
3 Adanya harapan dan cita
4 Adanya penghargaan dalam belajar
5 Adanya kegiatan yang menarik dalam
belajar
6 Adanya sifat ingin tahu
Berdasarkan tabel 4.7 di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5
mengalami kenaikan persentase di atas 10% dibandingkan dengan hasil observasi pra siklus.
Sedangkan indikator nomor 2 dan 6 mengalami kenaikan persentase
masing 8,3% dan 9,4%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa target peningkatan indikator
sebesar 10% telah tercapai untuk empat indikator dan dua indikator belum tercapai. Gambaran
perubahan persentase ketercapaian masing
batang di bawah ini :
Gambar 4.13 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket
Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
3 4 5 6
57.60% 54.20% 52.70% 54.80%
62.60% 67.70% 69.50%65.70% 64.20%
Indikator
Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar FisikObservasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus I
Persentase Ketercapaian
Pra Siklus Siklus I
Adanya hasrat dan keinginan berhasil 58.6% 72.1%
Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 54.3% 62.6%
Adanya harapan dan cita-cita masa depan 57.6% 67.7%
Adanya penghargaan dalam belajar 54.2% 69.5%
Adanya kegiatan yang menarik dalam 52.7% 65.7%
Adanya sifat ingin tahu 54.8% 64.2%
di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5
mengalami kenaikan persentase di atas 10% dibandingkan dengan hasil observasi pra siklus.
Sedangkan indikator nomor 2 dan 6 mengalami kenaikan persentase di bawah 10% yaitu masing
masing 8,3% dan 9,4%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa target peningkatan indikator
sebesar 10% telah tercapai untuk empat indikator dan dua indikator belum tercapai. Gambaran
perubahan persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut dapat d
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
69
Pra Siklus
Siklus I
Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada
Persentase Ketercapaian Kesimpulan
Siklus I
Meningkat
13,5%
Meningkat 8,3%
Meningkat 10,1%
Meningkat 15,3%
Meningkat
13%
Meningkat
9,4%
di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 4, 5
mengalami kenaikan persentase di atas 10% dibandingkan dengan hasil observasi pra siklus.
di bawah 10% yaitu masing-
masing 8,3% dan 9,4%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa target peningkatan indikator
sebesar 10% telah tercapai untuk empat indikator dan dua indikator belum tercapai. Gambaran
masing indikator tersebut dapat dilihat dalam diagram
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
b. Aktivitas Siswa
Data yang tersaji dalam Tabel 4.4 dan 4.5 menunjukkan gambaran aktivitas yang terjadi selama
pembelajaran dalam siklus I. Tabel 4.4 menunjukkan persentase ketercapaian indikator aktivitas
siswa secara klasikal yang meliputi lima indikator. Jika dibandingkan dengan aktivitas siswa
pada saat observasi pra siklus, hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.8 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Observasi Siklus I
No Indikator Persentase Ketercapaian Kesimpulan
Pra Siklus Siklus I
1 Siswa memperhatikan slide powerpoint dan
film pendek yang diputar di depan kelas 60,60% 100%
Meningkat
39,40%
2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 66,67% 96%
Meningkat 29,33%
3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan
yang diajukan oleh guru fisika 0% 14%
Meningkat 14%
4 Siswa mencatat hal-hal penting yang
disampaikan guru fisika 30,30% 72%
Meningkat 41,70%
5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan
aktivitas lain semisal bermain HP atau
berbicara dengan siswa lain
42,42% 18% Menurun
24,42%
Dari tabel di atas diperoleh bahwa pembelajaran kontekstual melalui film pendek memberikan
dampak positif terhadap aktivitas siswa saat KBM berlangsung. Terbukti dengan meningkatmya
aktivitas positif siswa yang ditunjukkan oleh indikator nomor 1 sampai dengan 4. Sedangkan
indikator nomor 5 yang menunjukkan aktivitas negatif menunjukkan adanya penurunan
persentase sebesar 24,42%. Secara umum target peningkatan aktivitas siswa telah tercapai pada
siklus I ini akan tetapi hasilnya belum maksimal terutama untuk poin keaktifan siswa yang
ditunjukkan oleh indikator nomor 3 yang baru mencapai persentase 14%. Gambaran perubahan
persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di
bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.14 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
Selain aktivitas siswa secara klasikal
aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok berlangsung dan hasilnya dapat dilih
dan Gambar 4.11. Pada saat diskusi kelompok be
berlaku aktif untuk saling memberikan
tiga kali pertemuan hanya mencapai 81%. Selain itu pada saat salah satu kelompok
menyampaikan hasilnya, antusias si
beberapa siswa yang aktif menanggapi pendapat siswa lain dalam membahas permasalahan
dalam LKS. Dan kebanyakan yang menanggapi adalah
kelompok, sedangkan anggota kelompok lain tidak begitu meresponnya. Suasana diskusi juga
kurang terasa saat pertemuan ke
mengalami penurunan karena diskusi hanya be
kurang komunikatif.
c. Ketuntasan Belajar Siswa
Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan
tuntas sebanyak 10 orang dengan
ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60%.
soal, persentase ketercapaian masing
1
60.60%
100%
Pe
rse
nta
se R
ata
-ra
ta
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian IndikatorAktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Pra Siklus Dengan Siklus I
lain aktivitas siswa secara klasikal dalam mengikuti KBM, peneliti juga mengobservasi
aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok berlangsung dan hasilnya dapat dilih
. Pada saat diskusi kelompok berlangsung tidak semua anggota kelompok
aktif untuk saling memberikan pendapatnya karena dalam persentase
tiga kali pertemuan hanya mencapai 81%. Selain itu pada saat salah satu kelompok
menyampaikan hasilnya, antusias siswa dari kelompok lain belum terlihat secara total. Hanya
beberapa siswa yang aktif menanggapi pendapat siswa lain dalam membahas permasalahan
anyakan yang menanggapi adalah juru bicara dari masing
kelompok, sedangkan anggota kelompok lain tidak begitu meresponnya. Suasana diskusi juga
kurang terasa saat pertemuan ke-2 dan ke-3, terlihat dari persentase beberapa
mengalami penurunan karena diskusi hanya berdasar pada LKS yang dibuat guru sehingga
Siswa
Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan
tuntas sebanyak 10 orang dengan persentase 30,30%. Hal tersebut masih jauh
ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60%. Apabila hasil tes kognitif siklus I dirinci tiap butir
n masing-masing adalah sebagai berikut :
1 2 3 4 5
60.60%66.67%
0%
30.30%
42.42%
100%96%
14%
72%
18%
Indikator
71
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Siklus Dengan Siklus I
dalam mengikuti KBM, peneliti juga mengobservasi
aktivitas siswa pada saat diskusi kelompok berlangsung dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.5
rlangsung tidak semua anggota kelompok
ersentase rata-rata selama
tiga kali pertemuan hanya mencapai 81%. Selain itu pada saat salah satu kelompok diskusi
swa dari kelompok lain belum terlihat secara total. Hanya
beberapa siswa yang aktif menanggapi pendapat siswa lain dalam membahas permasalahan
juru bicara dari masing-masing
kelompok, sedangkan anggota kelompok lain tidak begitu meresponnya. Suasana diskusi juga
beberapa indikator yang
rdasar pada LKS yang dibuat guru sehingga
Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa yang dinyatakan
. Hal tersebut masih jauh dari target
gnitif siklus I dirinci tiap butir
Pra Siklus
Siklus I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Tabel 4.9 Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus I
Persentase Rata-rata Ketercapaian Tiap Ranah Kognitif
C1 C2 C3 C4
84,8% 69,7% 54,5% 23,5%
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar soal yang dijawab oleh lebih dari 60%
siswa atau memiliki persentase ketercapaian item soal di atas 60% adalah item soal dengan ranah
kognitif C1 dan C2 di mana sebagian besar pertanyaan mengenai ingatan dan pemahaman
konsep. Sedangkan untuk soal dengan ranah kognitif C3 dan C4 persentase ketercapaiannya rata-
rata dibawah 60% yaitu 54,5% untuk soal C3 dan 23,5% untuk soal C4. Dari 14 soal yang ada
dalam tes kognitif siklus I hanya 5 soal yang memiliki ketercapaian di atas 60% yaitu soal nomor
12, 17, 18, 28, dan 30. Jika hal tersebut dianalisis dapat diketahui penyebabnya adalah karena
pada saat pembelajaran siklus I siswa kurang mendapat latihan soal. Walaupun pada saat
pertemuan pertama semua latihan soal dapat dibahas bersama oleh guru dan siswa, tetapi pada
saat pertemuan ke-2 guru dan siswa hanya mampu membahas satu soal dan pada pertemuan
ketiga tidak ada soal yang terbahas dikarenakan keterbatasan waktu. Akibatnya siswa tidak
terbiasa untuk menyelesaikan soal-soal mengenai aplikasi dan penggunaan rumus yang berada
pada ranah C3 dan C4.
Berdasarkan analisis dan refleksi dari hasil pembelajaran pada siklus I yang meliputi tiga
aspek yaitu aktivitas siswa, angket motivasi belajar fisika siswa, dan ketuntasan belajar siswa
terdapat beberapa aspek yang sudah memenuhi target dan ada yang belum. Sehingga masih
perlu dilakukan perbaikan pembelajaran yaitu dengan melanjutkan ke tindakan II supaya target
dari beberapa aspek dapat terpenuhi sehingga kompetensi pembelajaran dapat tercapai dengan
baik. Aspek yang perlu ditingkatkan adalah mengenai aktivitas siswa dalam kelompok diskusi
agar berjalan lebih efektif dan komunikatif. Selain itu aspek ketuntasan belajar perlu diupayakan
untuk meningkat karena aspek ini paling perlu mengalami perbaikan. Selanjutnya peneliti dan
guru memperoleh kesepakatan tentang tindak lanjut dalam siklus berikutnya. Tindak lanjut
tersebut adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
1. Perlu adanya perubahan jumlah anggota kelompok yang semula berjumlah 4-5 orang berubah
menjadi 2-3 orang. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan berlangsungnya diskusi yaitu agar
semua siswa dapat terlibat aktif selama kegiatan diskusi berlangsung.
2. Perlu adanya perubahan penggunaan film pendek pada saat pembelajaran di mana pada siklus
I film pendek diputar saat langkah motivasi dan saat menjelaskan aplikasi dalam konsep.
Sedangkan pada saat siklus II, film pendek diputar saat langkah motivasi dan juga digunakan
untuk memandu jalannya diskusi kemudian juga diputar untuk menjelaskan aplikasi konsep.
Hal ini bertujuan agar jalannya diskusi dapat berlangsung dua arah di mana siswa untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS harus mengamati tayangan dalam film pendek.
Dengan kata lain film pendek digunakan sebagai media tambahan untuk menyelesaikan LKS.
Dari situ diharapkan diskusi tidak berlangsung membosankan tetapi lebih menarik perhatian
siswa.
3. Perlu adanya alokasi waktu khusus untuk tiap pertemuan pada pembelajaran siklus II yang
digunakan untuk membahas latihan soal dalam LKS. Hal ini bertujuan mengkondisikan siswa
untuk terbiasa mengerjakan soal-soal terutama soal dalam ranah C3 dan C4. Dari sini
diharapkan dapat meningkatkan nilai kognitif fisika siswa.
C. Deskripsi Hasil Siklus II
1. Perencanaan Tindakan II
Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I maka dilakukan perencanaan untuk pelaksanaan
tindakan pada siklus II. Pada siklus II ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan dengan materi
yang diberikan adalah materi kelanjutan dari kalor yaitu perubahan wujud, asas Black, dan
perpindahan kalor. Pelaksanaan siklus II menitikberatkan pada pengoptimalan media film
pendek sebagai sarana untuk mengefektifkan pelaksanaan kegiatan diskusi kelompok dan
pelaksanaan pembahasan latihan soal terutama untuk soal ranah C3 dan C4 tiap sub materi.
Pelaksanaan siklus II masih menggunakan pendekatan dan metode yang sama dengan
pelaksanaan siklus I. Perbedaannya adalah pada pelaksanaan teknis di lapangan di mana pada
siklus II, film pendek digunakan selama KBM berlangsung dari awal, tengah, dan akhir
pembelajaran. Di awal KBM, film pendek diputar sebagai langkah untuk memotivasi siswa. Di
tengah KBM, film pendek diputar selama kegiatan diskusi berlangsung di mana film-film pendek
yang diputar tersebut berkaitan dengan permasalahan yang terdapat dalam LKS. Di akhir KBM,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
film pendek diputar untuk menayangkan aplikasi dari konsep yang telah dibahas sebelumnya
dalam kegiatan diskusi kelompok.
Pada pelaksanaan siklus II, jumlah kelompok diskusi juga dibuat lebih banyak dengan
cara mengurangi jumlah anggota tiap kelompok yang semula beranggotakan 4-5 siswa menjadi
2-3 siswa. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan pelaksanaan diskusi yaitu agar semua siswa
dapat aktif berdiskusi untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS. Kemudian untuk
mengatasi permasalahan rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal hitungan ysng
berada pada ranah C3 dan C4, maka untuk setiap pertemuan tepatnya di akhir KBM, guru
mengalokasikan waktu khusus untuk membahas soal-soal dalam LKS.
2. Pelaksanaan Tindakan II
Pertemuan pertama pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2010. Pada
pertemuan ini membahas materi perubahan wujud zat dan asas Black dengan alokasi waktu 90
menit. Di awal pembelajaran, guru menayangkan slide yang memperlihatkan gambar kapur barus
dan menyuruh siswa untuk memperhatikannya. Kemudian guru bertanya kepada siswa mengapa
kapur barus akan lenyap wujudnya jika ditaruh dalam lemari dalam selang waktu beberapa hari.
Beberapa siswa menyampaikan pendapatnya mengenai fenomena tersebut. Lalu guru membagi
siswa ke dalam 17 kelompok diskusi dan membagikan LKS IV ke masing-masing kelompok.
Kegiatan berikutnya, guru memutar film pendek mengenai perubahan wujud padat menjadi cair
(mencair) dan meminta siswa untuk memperhatikannya. Setelah itu guru menginstruksikan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan LKS IV nomor 1a berdasarkan fenomena yang dilihat
dalam tayangan film pendek. Setelah itu guru melanjutkan pemutaran film pendek mengenai
peristiwa menguap dan kembali menginstruksikan siswa untuk menjawab pertanyaan LKS
nomor 1b berdasarkan tayangan dalam film pendek. Demikian seterusnya guru mengulangi
kegiatan yang sama untuk film pendek yang berbeda yaitu berturut-turut mengenai peristiwa
mengembun, membeku, dan deposisi. Dari tayangan film pendek tersebut siswa diminta
menyelesaikan pertanyaan LKS nomor 1c-1f. Untuk memandu siswa dalam menjawab
pertanyaan LKS IV nomor 2-3, guru memutar slide powerpoint yang telah disiapkan
sebelumnya. Setelah semua kelompok selesai menjawab pertanyaan dalam LKS IV, guru
kemudian menyuruh salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasilnya untuk kemudian
dibahas bersama-sama jawabannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Gambar 4.15 Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Mencair
Setelah pembahasan selesai maka guru melanjutkan kegiatan untuk membahas latihan soal dalam
LKS IV yang berjumlah empat soal. Dan di akhir pembelajaran guru memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.
Pertemuan kedua untuk siklus II dilaksanakan pada tanggal 17 Maret 2010. Pada
pertemuan ini, materi yang dibahas mengenai perpindahan kalor. Di awal pembelajaran, guru
menayangkan slide yang memperlihatkan gambar pegunungan dan menyuruh siswa untuk
memperhatikannya. Guru bercerita mengenai deskripsi keadaan alam pegunungan seperti di
daerah Tawang Mangu dan kemudian bertanya kepada siswa apa yang akan terjadi jika saat
mereka berada di daerah pegunungan mereka tidak memakai jaket atau tidur tetapi tidak
berselimut kain yang tebal. Dan menanyakan hubungan antara pemakaian jaket dengan peristiwa
perpindahan kalor dalam tubuh kita. Beberapa siswa menyampaikan pendapatnya mengenai
fenomena tersebut. Lalu guru membagi siswa ke dalam 17 kelompok diskusi dan membagikan
LKS V ke masing-masing kelompok. Kegiatan berikutnya, guru memutar film pendek mengenai
konduksi dan meminta siswa untuk memperhatikannya. Setelah itu guru menginstruksikan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan LKS V nomor 1a berdasarkan fenomena yang dilihat
dalam tayangan film pendek. Guru mengulangi kegiatan yang sama untuk film pendek yang
berbeda yaitu berturut-turut mengenai peristiwa konveksi dan radiasi. Dari tayangan film pendek
tersebut siswa diminta menyelesaikan pertanyaan LKS nomor 1b-1c. Untuk memandu siswa
dalam menjawab pertanyaan LKS V nomor 2-3, guru memutar slide powerpoint yang telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
disiapkan sebelumnya yaitu mengenai laju kalor dan film pendek mengenai aplikasi konveksi
pada peristiwa angin darat serta angin laut.
Gambar 4.16 Tampilan Film Pendek Mengenai Peristiwa Konduksi
Gambar 4.17 Tampilan Film Pendek Mengenai Proses Terjadinya Angin Laut
Setelah semua kelompok selesai menjawab pertanyaan dalam LKS V, guru kemudian menyuruh
salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasilnya untuk kemudian dibahas bersama-sama
jawabannya. Setelah pembahasan selesai maka guru melanjutkan kegiatan untuk membahas
latihan soal dalam LKS V yang berjumlah tiga soal. Dan di akhir pembelajaran guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan dari kegiatan belajar mengajar yang telah
dilaksanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
3. Observasi Tindakan II
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada saat pelaksanaan pembelajaran siklus II
terlihat berbagai perubahan positif yang ditunjukkan oleh siswa kelas X3. Di antaranya adalah
dampak positif penggunaan film pendek dan powerpoint sebagai media untuk memandu jalannya
diskusi kelompok. Adanya film pendek mengakibatkan perhatian siswa terpusat pada layar di
depan yaitu saat film pendek diputar. Demikian pula ketika slipe powerpoint diputar, perhatian
siswa akan tertuju ke layar karena tanpa melihat slide dan mendengarkan arahan dari guru, siswa
akan kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan dalam LKS. Selain itu, pengurangan jumlah
anggota kelompok diskusi yang menjadi 2 orang tiap kelompok mengakibatkan seluruh siswa
terlibat aktif dalam diskusi dan mengurangi kesempatan mereka untuk melakukan akivitas lain di
luar KBM seperti bermain HP atau berbicara sendiri dengan teman sebangkunya. Adanya
pembahasan latihan soal yang dilaksanakan di akhir KBM mengakibatkan siswa terbiasa untuk
mengerjakan soal-soal hitungan. Harapannya menambah pemahaman mereka sehingga dapat
berdampak terhadap nilai kognitif fisika mereka. Adapun data-data yang diperoleh pada
observasi tindakan II ini dapat dilihat sebagai berikut:
a. Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa
Hasil angket motivasi belajar fisika siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus II
No Indikator Persentase Ketercapaian
1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil 77%
2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 62,6%
3 Adanya harapan dan cita-cita masa depan 69,1%
4 Adanya penghargaan dalam belajar 68,4%
5 Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar 68,6%
6 Adanya sifat ingin tahu 68%
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
77%
Pe
rse
nta
se K
ete
rca
pa
ian
Gambar 4.18 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Angket Motivasi
b. Aktivitas Siswa
1). Aktivitas Klasikal Siswa
Tabel 4.11 Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Observasi Siklus II
No
1 Siswa memperhatikan slide
yang diputar di depan kelas
2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru
3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan
oleh guru fisika
4 Siswa mencatat hal-
fisika
5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan akt
semisal bermain HP atau
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
2 3 4 5 6
77%
62.60%69.10% 68.40% 68.60% 68%
Indikator
Gambar 4.18 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator
Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Siklus I
itas Klasikal Siswa
Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa PObservasi Siklus II
Indikator
Persentase Ketercapaian (%)
Pertemuan
I
Siswa memperhatikan slide powerpoint dan film pendek
yang diputar di depan kelas 100
Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 100
Siswa menjawab pertanyaan secara lisan yang diajukan 24
-hal penting yang disampaikan guru 85
Siswa mengikuti KBM sambil melakukan aktivitas lain
semisal bermain HP atau berbicara dengan siswa lain 3
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
78
Indikator Belajar Fisika Siswa Siklus II
Klasikal Siswa Pada
Persentase Ketercapaian (%)
Pertemuan Rata-rata
II
100 100 100
100 100 100
24 30 27
85 88 87
3 3
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
100%P
rese
nta
seR
ata
-ra
ta
Gambar 4.19 Diagram Batang Persentase Ketercapaian
Aktivit
2). Aktivitas Diskusi Kelompok
Tabel 4.12 Persentase Keterca Pada Observasi Siklus II
No
1 Siswa mengemukakan pendapat dalam kelompok
diskusi
2 Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS
dari buku/sumber yang lain
3 Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang
menyampaikan pendapat
4 Siswa aktif menanggapi
oleh siswa lain
5 Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal
bermain HP
2 3 4 5
100%
27%
87%
3%
Indikator
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator Aktivit as Klasikal Siswa pada Observasi Siklus II
tas Diskusi Kelompok
Persentase Ketercapain Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Kelompok ada Observasi Siklus II
Indikator
Persentase Ketercapaian (%)
Pertemuan
I
mengemukakan pendapat dalam kelompok 100
Siswa mencari penyelesaian permasalahan dalam LKS
dari buku/sumber yang lain 100
Siswa memperhatikan siswa lain yang sedang
menyampaikan pendapat 94
Siswa aktif menanggapi gagasan yang dikemukakan 24
Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas lain semisal 3
79
Indikator Siklus II
Diskusi Kelompok
Persentase Ketercapaian (%)
Pertemuan Rata-rata
II
100 100 100
100 100 100
4 91 93
4 27 26
3 3 3
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
100%P
rese
nta
se R
ata
-ra
ta
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
dilihat sebagai berikut:
Gambar 4.20 Diagram Batang Persentase Ketercapaian Siswa
c. Ketuntasan Belajar Siswa
Berdasarkan hasil tes siklus II
belajar mengalami peningkatan menjadi berjumlah 22
data–data mengenai ketuntasan belajar siswa
Tabel 4.13 Aspek Ketuntasan B
Aspek Yang
Dinilai
Siswa Yang Tuntas
Ketuntasan Belajar
Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :
2 3 4 5
100% 100%
93%
26%
3%
Indikator
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
Diagram Batang Persentase Ketercapaian Indikator AktivitasSiswa Dalam Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I
iswa
asil tes siklus II diperoleh hasil bahwa siswa yang berhasil me
belajar mengalami peningkatan menjadi berjumlah 22 orang dengan persentase
ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel
Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Pada Siklus II
Siswa Yang Tuntas Jumlah Siswa Persentase (%)
22 33 66,67
Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :
80
3%
Selanjutnya, jika tabel di atas digambarkan dalam bentuk diagram batang maka hasilnya dapat
Indikator Aktivitas ada Observasi Siklus II
diperoleh hasil bahwa siswa yang berhasil mencapai ketuntasan
orang dengan persentase 66,67%. Adapun
dapat dilihat pada tabel berikut :
Persentase (%)
66,67%
Di bawah ini dapat dilihat diagram pie aspek ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II
Gambar 4.21
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan dalam dua
sub materi perubahan wujud zat, asas Black, dan perpindahan kalor.
umum, dapat diketahui adanya peningkatan persentase baik dari
belajar fisika maupun tingkat ketuntasan belajar
pelaksanaan pembelajaran siklus II berda
lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Angket Motivasi Belajar Fisika
Seperti halnya pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus I,
pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus II juga
dilaksanakan di akhir pertemuan pada siklus II dan hasilnya dapat dilihat pada Ta
Gambar 4.18. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi
belajar fisika pada saat siklus I dengan siklus II.
Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
No Indikator
1 Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2 Adanya dorongan dan kebutuhan dalam
belajar
Tuntas
66.67%
Tidak Tuntas
33.33%
Ketuntasan Belajar Siswa Siklus II
21 Diagram Pie Aspek Ketuntasan Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pada Siklus II
4. Refleksi Tindakan II
Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemu
sub materi perubahan wujud zat, asas Black, dan perpindahan kalor. Dari data observasi secara
dapat diketahui adanya peningkatan persentase baik dari aspek akitivas, angket motivasi
ingkat ketuntasan belajar siswa. Adanya beberapa perubahan teknis dalam
pelaksanaan pembelajaran siklus II berdampak positif terhadap ketiga aspek tersebut
lebih detailnya akan dijelaskan sebagai berikut :
Fisika Siswa
Seperti halnya pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus I,
angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus II juga
dilaksanakan di akhir pertemuan pada siklus II dan hasilnya dapat dilihat pada Ta
. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi
r fisika pada saat siklus I dengan siklus II.
Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
Persentase Ketercapaian
Siklus I Siklus II
Adanya hasrat dan keinginan berhasil 72,1% 77%
Adanya dorongan dan kebutuhan dalam 62,6% 62,6%
81
iswa
kali pertemuan dan meliputi
Dari data observasi secara
akitivas, angket motivasi
Adanya beberapa perubahan teknis dalam
terhadap ketiga aspek tersebut. Untuk
Seperti halnya pengambilan data angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus I,
angket motivasi belajar fisika siswa pada pembelajaran siklus II juga
dilaksanakan di akhir pertemuan pada siklus II dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.10 dan
. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbandingan hasil angket motivasi
Tabel 4.14 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada
Persentase Ketercapaian Kesimpulan
Siklus II
Meningkat
4,9%
62,6% Tetap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
72.10%
62.60%
77%
Pe
rse
nta
se K
ete
rca
pa
ian
3 Adanya harapan dan cita
4 Adanya penghargaan dalam belajar
5 Adanya kegiatan yang menarik dalam
belajar
6 Adanya sifat ingin tahu
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 5, 6
mengalami kenaikan persentase. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil observasi siklus I,
kenaikan persentasenya rata-rata di bawah 5%. Sedangkan indikator nomor 2 tidak mengalami
kenaikan persentase. Dan satu indikator mengalami penurunan persentase yaitu indikator nomor
4 sebesar 1,1%. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing
dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :
Gambar 4.22 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi
Secara umum perubahan persentase antara hasil observasi siklus I dengan siklus II dapat
dikatakan berada dalam kondisi normal karena perubahan persentase rata
2 3 4 5
62.60%
67.70%
69.50%
65.70%64.20%
62.60%
69.10%68.40% 68.60%
Indikator
Adanya harapan dan cita-cita masa depan 67,7% 69,1%
Adanya penghargaan dalam belajar 69,5% 68,4%
Adanya kegiatan yang menarik dalam 65,7% 68,6%
Adanya sifat ingin tahu 64,2% 68%
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 5, 6
persentase. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil observasi siklus I,
rata di bawah 5%. Sedangkan indikator nomor 2 tidak mengalami
kenaikan persentase. Dan satu indikator mengalami penurunan persentase yaitu indikator nomor
ebesar 1,1%. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing-masing indikator tersebut
dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :
Gambar 4.22 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Motivasi Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
Secara umum perubahan persentase antara hasil observasi siklus I dengan siklus II dapat
dikatakan berada dalam kondisi normal karena perubahan persentase rata-rata tiap indikator tidak
82
6
64.20%
68.00%
Siklus I
Siklus II
69,1% Meningkat 1,4%
68,4% Turun 1,1%
68,6% Meningkat
2,9%
Meningkat
3,8%
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh bahwa empat indikator yaitu indikator nomor 1, 3, 5, 6
persentase. Tetapi jika dibandingkan dengan hasil observasi siklus I,
rata di bawah 5%. Sedangkan indikator nomor 2 tidak mengalami
kenaikan persentase. Dan satu indikator mengalami penurunan persentase yaitu indikator nomor
masing indikator tersebut
Gambar 4.22 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Angket Belajar Fisika Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
Secara umum perubahan persentase antara hasil observasi siklus I dengan siklus II dapat
rata tiap indikator tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
lebih dari 5%. Selain itu, persentase akhir yang diperoleh dari observasi siklus II menunjukkan
hasil bahwa semua indikator persentasenya di atas 60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa target
pencapaian angket motivasi belajar fisika telah tercapai.
b. Aktivitas Siswa
1). Aktivitas Klasikal Siswa
Data yang tersaji dalam Tabel 4.11 dan 4.19 menunjukkan gambaran aktivitas yang terjadi
selama pembelajaran dalam siklus II. Tabel 4.11 menunjukkan persentase ketercapaian indikator
aktivitas siswa secara klasikal yang meliputi lima indikator. Jika dibandingkan dengan aktivitas
siswa pada saat observasi siklus I, hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.15 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II No Indikator Persentase Ketercapaian Kesimpulan
Siklus I Siklus II
1 Siswa memperhatikan slide powerpoint dan
film pendek yang diputar di depan kelas 100% 100% Tetap
2 Siswa memperhatikan penjelasan dari guru 96% 100% Meningkat 4%
3 Siswa menjawab pertanyaan secara lisan
yang diajukan oleh guru fisika 14% 27% Meningkat
13%
4 Siswa mencatat hal-hal penting yang
disampaikan guru fisika 72% 87% Meningkat
15%
5 Siswa mengikuti KBM sambil melakukan
aktivitas lain semisal bermain HP atau
berbicara dengan siswa lain
18% 3% Menurun
15%
Dari tabel di atas diperoleh bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II memberikan dampak
positif terhadap aktivitas siswa saat KBM berlangsung. Terbukti dengan meningkatnya
persentase tiga indikator yaitu indikator nomor 2-4. Sedangkan indikator nomor 5 yang
menunjukkan aktivitas negatif mengalami penurunan persentase sebesar 15% menjadi hanya 3%.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran siklus II berlangsung dalam situasi yang
kondusif karena indikator nomor 5 adalah indikator yang menunjukkan perilaku siswa yang tidak
aktif dan cenderung ramai sendiri. Tetapi presentase indikator nomor 5 sangat rendah bahkan
nilainya di bawah 5%. Secara umum target peningkatan aktivitas siswa secara klasikal telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
100% 100%
Pe
rse
nta
se R
ata
-ra
ta
tercapai pada siklus II. Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing
tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini
Gambar 4.23 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas
2). Aktivitas Diskusi Kelompok
Dari Tabel 4.12 dan Gambar 4.20
berlangsung cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari perse
cukup bagus di mana dua indikator yaitu indikator nomor 1 dan 2 mencapai presentase 100% dan
indikator nomor 3 mencapai 93%. Pengurangan anggota masing
positif yaitu aktifnya semua siswa dala
dalam LKS. Buktinya adalah pencapaian 100% untuk indikator nomor 1 dan 2. Selain itu,
aktifnya seluruh siswa memperkecil peluang siswa untuk melakukan aktivitas lain yang
cenderung negatif seperti bermain
dengan turunnya presentase rata
diskusi juga terlihat semakin hidup dengan bertambahnya siswa yang aktif berpendapat atau
menyampaikan gagasannya saat pembahasan hasil diskusi. Ini dapat dilihat dari presentase rata
rata indikator nomor 4 yang mencapai 26%.
dalam kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran siklus I dengan siklus II dapat dilihat
tabel di bawah ini :
2 3 4 5
96%
14%
72%
18%
100% 100%
27%
87%
3%
Indikator
Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing
tersebut dapat dilihat dalam diagram batang di bawah ini :
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian IndikatorAktivitas Klasikal Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
2). Aktivitas Diskusi Kelompok
Tabel 4.12 dan Gambar 4.20 dapat diketahui bahwa kegiatan diskusi kelompok
berlangsung cukup efektif. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata
cukup bagus di mana dua indikator yaitu indikator nomor 1 dan 2 mencapai presentase 100% dan
indikator nomor 3 mencapai 93%. Pengurangan anggota masing-masing kelompok berdampak
positif yaitu aktifnya semua siswa dalam kegiatan diskusi saat menyelesaikan permasalahan
dalam LKS. Buktinya adalah pencapaian 100% untuk indikator nomor 1 dan 2. Selain itu,
aktifnya seluruh siswa memperkecil peluang siswa untuk melakukan aktivitas lain yang
cenderung negatif seperti bermain HP atau bercanda dengan teman sebangku.
dengan turunnya presentase rata-rata indikator nomor 5 yang hanya mencapai 3%. Suasana
diskusi juga terlihat semakin hidup dengan bertambahnya siswa yang aktif berpendapat atau
saat pembahasan hasil diskusi. Ini dapat dilihat dari presentase rata
4 yang mencapai 26%. Perbandingan persentase rata
dalam kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran siklus I dengan siklus II dapat dilihat
84
Siklus I
Siklus II
Gambaran perubahan persentase ketercapaian masing-masing indikator
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
dapat diketahui bahwa kegiatan diskusi kelompok
rata kelima indikator yang
cukup bagus di mana dua indikator yaitu indikator nomor 1 dan 2 mencapai presentase 100% dan
masing kelompok berdampak
m kegiatan diskusi saat menyelesaikan permasalahan
dalam LKS. Buktinya adalah pencapaian 100% untuk indikator nomor 1 dan 2. Selain itu,
aktifnya seluruh siswa memperkecil peluang siswa untuk melakukan aktivitas lain yang
HP atau bercanda dengan teman sebangku. Ini dibuktikan
rata indikator nomor 5 yang hanya mencapai 3%. Suasana
diskusi juga terlihat semakin hidup dengan bertambahnya siswa yang aktif berpendapat atau
saat pembahasan hasil diskusi. Ini dapat dilihat dari presentase rata-
Perbandingan persentase rata-rata aktivitas siswa
dalam kegiatan diskusi kelompok pada pembelajaran siklus I dengan siklus II dapat dilihat dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
81%
100%
Pe
rse
nta
se R
ata
-
rata
Tabel 4.16 Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator AktivKelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II
No Indikator
1 Siswa mengemukakan pendapat dalam
kelompok diskusi
2 Siswa mencari penyelesaian permasalahan
dalam LKS dari buku/sumber yang lain
3 Siswa memperhatikan siswa lain yang
sedang menyampaikan pendapat
4 Siswa aktif menanggapi gagasan yang
dikemukakan oleh siswa lain
5 Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas
lain semisal bermain HP
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan persentase
yaitu indikator nomor 1-4. Peningkatan terbesar terjadi pada indikator nomor 1 sebesar 19% dan
terkecil pada indikator nomor 4 sebesar 7%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
siklus II telah berhasil dilaksanakan untuk men
yang timbul pada pembelajaran siklus I. Untuk memperjelas gambaran peningkatan presentase
rata-rata indikator aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dapat dilihat dalam diagram
batang sebagai berikut:
Gambar 4.24 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus
2 3 4 5
93%
77%
19% 16%
100% 100%93%
26%
3%
Indikator
Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Siswa Dalam Diskusi Observasi Siklus I Dengan Observasi Siklus II
Persentase Ketercapaian
Siklus I Siklus II
mengemukakan pendapat dalam 81% 100%
Siswa mencari penyelesaian permasalahan
dalam LKS dari buku/sumber yang lain 93% 100%
Siswa memperhatikan siswa lain yang
sedang menyampaikan pendapat 77% 93%
Siswa aktif menanggapi gagasan yang
dikemukakan oleh siswa lain 19% 26%
Siswa tidak aktif dan melakukan aktivitas
lain semisal bermain HP 16% 3%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan persentase dari keempat indikator
4. Peningkatan terbesar terjadi pada indikator nomor 1 sebesar 19% dan
terkecil pada indikator nomor 4 sebesar 7%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
siklus II telah berhasil dilaksanakan untuk mengatasi atau setidaknya meminimalisir masalah
yang timbul pada pembelajaran siklus I. Untuk memperjelas gambaran peningkatan presentase
rata indikator aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dapat dilihat dalam diagram
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator
Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus
85
3%
Siklus I
Siklus II
itas Siswa Dalam Diskusi
Persentase Ketercapaian Kesimpulan
Siklus II
100% Meningkat
19%
100% Meningkat 7%
93% Meningkat 16%
26% Meningkat 7%
3% Menurun
13%
dari keempat indikator
4. Peningkatan terbesar terjadi pada indikator nomor 1 sebesar 19% dan
terkecil pada indikator nomor 4 sebesar 7%. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
gatasi atau setidaknya meminimalisir masalah
yang timbul pada pembelajaran siklus I. Untuk memperjelas gambaran peningkatan presentase
rata indikator aktivitas siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dapat dilihat dalam diagram
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketercapaian Indikator Aktivitas Diskusi Kelompok Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30.30%
Pe
rse
nta
se
Ke
terc
ap
aia
n
Siklus
c. Ketuntasan Belajar Siswa
Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa
tuntas sebanyak 22 orang dengan persentase
ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60%
dirinci tiap butir soal, persentase keterc
Tabel 4.17 Persentase Rata-rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II
Persentase Rata
C1
84%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan
kegiatan pembahasan soal di akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif terhadap kemampuan
siswa dalam memecahkan soal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam rumus. Hal ini dapat
dilihat dari perolehan persentase k
disimpulkan terjadi kenaikan persentase sebesar
kognitif siklus I yang persentasenya hanya mencapai 54,5
berdampak terhadap peningkatan tingkat ketuntasan siswa yang mencapai 66,67%.
perbandingan antara hasil ketuntasan
diagram batang di bawah ini :
Gambar 4.25 Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar
Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
30.30%
66.67%69.70%
33.33% Tuntas
Tidak Tuntas
Siklus I Siklus II
Siswa
Berdasarkan hasil tes kognitif tes siklus I diperoleh data bahwa jumlah siswa ya
orang dengan persentase 66,67%. Hal tersebut menunjukkan bahwa
ketercapaian ketuntasan belajar sebesar 60% telah tercapai. Apabila hasil tes kognitif siklus I
dirinci tiap butir soal, persentase ketercapaian masing-masing adalah sebagai berikut :
rata Ketercapaian Tes Kognitif Siklus II
Rata-rata Ketercapaian Tiap Ranah Kognitif
C2 C3 C4
77% 73% 55%
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pelaksanaan pembelajaran siklus II yang menerapkan
kegiatan pembahasan soal di akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif terhadap kemampuan
siswa dalam memecahkan soal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam rumus. Hal ini dapat
dilihat dari perolehan persentase ketercapaian siswa menjawab benar yang mencapai 73
disimpulkan terjadi kenaikan persentase sebesar 18,5% jika dibandingkan dengan hasil tes
persentasenya hanya mencapai 54,5%. Kenaikan persentase tersebut
ngkatan tingkat ketuntasan siswa yang mencapai 66,67%.
perbandingan antara hasil ketuntasan belajar siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
86
Tuntas
Tidak Tuntas
jumlah siswa yang dinyatakan
. Hal tersebut menunjukkan bahwa target
Apabila hasil tes kognitif siklus I
masing adalah sebagai berikut :
pembelajaran siklus II yang menerapkan
kegiatan pembahasan soal di akhir KBM tiap pertemuan berdampak positif terhadap kemampuan
siswa dalam memecahkan soal berupa hitungan atau aplikasi konsep dalam rumus. Hal ini dapat
menjawab benar yang mencapai 73%. Dan
% jika dibandingkan dengan hasil tes
%. Kenaikan persentase tersebut
ngkatan tingkat ketuntasan siswa yang mencapai 66,67%. Adapun
siswa pada siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam
Diagram Batang Perbandingan Persentase Ketuntasan Belajar Siswa Pada Observasi Siklus I Dengan Siklus II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
D. Pembahasan Penelitian Tindakan Kelas di kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun Pelajaran
2009/2010 ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi awal diketahui bahwa tingkat
motivasi belajar fisika dan nilai kognitif fisika siswa di kelas tersebut masih rendah. Upaya yang
dilakukan peneliti untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menerapkan
pembelajaran kontekstual melalui film pendek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan penerapkan pembelajaran kontekstual
melalui film pendek dalam kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan motivasi belajar fisika
dan nilai kognitif fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dapat dilihat melalui
hasil penyebaran angket dan observasi terhadap aktivitas siswa selama kegiatan belajar
mengajar. Sedangkan peningkatan kemampuan kognitif fisika siswa dapat diketahui dari hasil tes
kemampuan kognitif di akhir siklus.
Pada akhir siklus I terdapat peningkatan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif
fisika siswa. Peningkatan motivasi belajar fisika siswa dilihat dari hasil angket dan observasi
aktivitas siswa. Rata-rata persentase angket motivasi belajar fisika siswa meningkat sebesar
11,6% dari pra siklus sebesar 55,37% menjadi 66,97% pada akhir siklus I. Sedangkan rata-rata
persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat sebesar 31,11% dari pra siklus sebesar
39,39% menjadi 70,5% pada akhir siklus I. Kemampuan kognitif fisika meningkat 18,18%
dilihat dari tingkat ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus I yang mencapai 30,3% dibandingkan
hasil ulangan bab optik sebesar 12,12%. Akan tetapi peningkatan kemampuan kognitif fisika
siswa belum maksimal dikarenakan masih di bawah target yang ditetapkan yaitu 60%. Namun
demikian, adanya peningkatan persentase dari masing-masing aspek yang dinilai tersebut (angket
motivasi, aktivitas siswa, dan tes kognitif) membuktikan bahwa penerapan pembelajaran
kontekstual melalui film pendek memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan motivasi
belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.
Hasil refeksi tindakan I digunakan peneliti sebagai bahan perbaikan penerapan
pembelajaran pada tindakan II. Perbaikan tersebut meliputi :
1. Perubahan jumlah anggota kelompok yang semula berjumlah 4-5 orang berubah menjadi 2-3
orang. Hal ini bertujuan untuk mengefektifkan berlangsungnya diskusi yaitu agar semua
siswa dapat terlibat aktif selama kegiatan diskusi berlangsung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
2. Pengoptimalan penggunaan film pendek pada saat pembelajaran di mana pada siklus I film
pendek hanya diputar saat langkah motivasi dan saat menjelaskan aplikasi dalam konsep.
Sedangkan pada saat siklus II, film pendek diputar saat langkah motivasi dan juga digunakan
untuk memandu jalannya diskusi kemudian juga diputar untuk menjelaskan aplikasi konsep.
Hal ini bertujuan agar jalannya diskusi dapat berlangsung dua arah di mana siswa untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam LKS harus mengamati tayangan dalam film pendek.
Dengan kata lain film pendek digunakan sebagai media tambahan untuk menyelesaikan LKS.
Dari situ diharapkan diskusi tidak berlangsung membosankan tetapi lebih menarik perhatian
siswa.
3. Pengefektifan waktu untuk tiap pertemuan pada pembelajaran siklus II yang digunakan untuk
membahas latihan soal dalam LKS. Hal ini bertujuan mengkondisikan siswa untuk terbiasa
mengerjakan soal-soal terutama soal dalam ranah C3 dan C4. Dari sini diharapkan dapat
meningkatkan nilai kognitif fisika siswa.
Berdasarkan hasil observasi terhadap pelaksanaan tindakan II dapat dikatakan bahwa
perbaikan yang dilakukan peneliti berpengaruh terhadap hasil akhir pembelajaran siklus II.
Buktinya diantaranya adalah hasil angket menunjukkan rata-rata persentase angket motivasi
belajar fisika siswa meningkat sebesar 1,98 % dari siklus I sebesar 66,97% menjadi 68,95% pada
akhir siklus II. Sedangkan rata-rata persentase observasi aktivitas klasikal siswa meningkat
sebesar 8% dari siklus I sebesar 70,5% menjadi 78,5% pada akhir siklus II. Rata-rata persentase
observasi aktivitas diskusi kelompok meningkat sebesar 9,8% dari siklus I sebesar 54% menjadi
63,8% pada akhir siklus II. Kemampuan kognitif fisika meningkat 36,37% dilihat dari tingkat
ketuntasan pada hasil tes kognitif siklus II yang mencapai 66,67% dibandingkan siklus I sebesar
30,3%. Selengkapnya hasil penelitian dari tahap para siklus sampai akhir siklus II dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.18 Persentase Ketercapaian Rata-rata Tiap Aspek Antar Siklus
No Aspek Yang Dinilai Persentase Ketercapaian Rata-rata
Kesimpulan Akhir Pra Siklus Siklus I Siklus II
1 Angket Motivasi Belajar 55.37% 66.97% 68.95% Meningkat 13.58%
2 Aktivitas Klasikal Siswa 39.39% 70.50% 78.50% Meningkat 39.11%
3 Aktivitas Diskusi Kelompok _ 54% 63.80% Meningkat 9.8%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
4 Ketuntasan Belajar Siswa 12.12% 30.30% 66.67% Meningkat 54.55%
Dari tabel di atas diketahui bahwa semua aspek yang dinilai mengalami kenaikan
persentase yang dapat diartikan terjadi peningkatan kualitas. Peningkatan ini dipengaruhi oleh
penggunaan pembelajaran kontekstual melalui film pendek. Penerapan pembelajaran ini
mengakibatkan kegiatan belajar mengajar menjadi menarik sehingga siswa tidak bosan dalam
mengikuti pelajaran fisika. Selain itu, ditampilkannya fenomena fisika melalui film pendek
menjadikan konsep yang semula abstrak menjadi konkret di benak siswa. Penggunaan metode
diskusi kelompok dalam memecahkan permasalahan LKS menjadikan siswa terlibat aktif untuk
berpendapat, menyampaikan ide/gagasan, kemudian bersama-sama menyimpulkan jawaban yang
sebenarnya. Dari sini tumbuhlah masyarakat belajar dalam kelas sehingga proses kegiatan belajar
mengajar terlihat hidup.
PTK sendiri menurut Sarwiji Sarwandi (2008: ) memiliki karakteristik untuk berupaya
memperbaiki praktik pembelajaran agar menjadi lebih efektif. PTK dilaksanakan dalam rangka
memecahkan sebuah permasalahan dalam sebuah kelas yang dialami guru dan siswa agar tercipta
pembelajaran yang lebih efektif. Dan pencapaian target keberhasilan Penelitian Tindakan Kelas
yang dilaksanakan terhadap siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Wonogiri selengkapnya dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.19 Pencapaian Keberhasilan Target Penelitian
No Aspek Yang Dinilai Persentase Ketercapaian
Kesimpulan Target Penelitian Hasil Penelitian
1 Motivasi Belajar Fisika 60% 68.95% Tercapai
2 Aktivitas Siswa 60% 78.50% Tercapai
3 Kemampuan Kognitif Fisika 60% siswa tuntas 66.67% siswa tuntas Tercapai
Berdasarkan hasil pembahasan di atas secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa
penerapan pembelajarn kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan motivasi belajar
fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri pada materi
pokok Suhu dan Kalor Tahun Pelajaran 2009/2010.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
90
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
motivasi belajar fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat
dalam pelaksanaan siklus I dan siklus II. Pada siklus I pencapaian persentase
indikator aspek motivasi belajar fisika siswa sebesar 66,97% dan pada siklus
II meningkat menjadi 68,95% dan telah melampaui target yang ditetapkan
yaitu pencapaian persentase indikator sebesar 60%. Untuk pencapaian aspek
aktivitas belajar klasikal siswa pada siklus I sebesar 70,50% yang kemudian
meningkat menjadi 78,50% pada siklus II dan telah melampaui target yang
ditetapkan yaitu pencapaian indikator sebesar 60%.
2. Penerapan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dapat meningkatkan
kemampuan kognitif fisika siswa Kelas X.3 SMA Negeri 1 Wonogiri Tahun
Pelajaran 2009/2010 pada materi pokok Suhu dan Kalor. Hal ini dapat dilihat
dalam pelaksanaan tes siklus I dan tes siklus II. Pada siklus I ketuntasan
belajar siswa sebesar 30,30% yang kemudian meningkat menjadi 66,67%
pada siklus II. Untuk target aspek kognitif yang ditetapkan adalah ketuntasan
belajar siswa sebesar 60% dengan nilai batas ketuntasan minimal 67.
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat dikemukakan
implikasi secara teoritis dan praktis.
1. Implikasi Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar
pengembangan penelitian selanjutnya dan dapat digunakan untuk mengusahakan
upaya bersama antara guru, orang tua dan siswa serta pihak sekolah lainnya agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
dapat membantu siswa dalam meningkatkan hasil dan proses belajar fisika secara
maksimal.
2. Implikasi Praktis
Secara praktis berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran kontekstual
melalui film pendek dapat diterapkan pada kegiatan belajar mengajar fisika untuk
meningkatkan motivasi belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa pada
materi pokok Suhu dan Kalor.
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa saran sebagai
berikut :
1. Guru
Hendaknya guru dapat menyajikan materi pokok Suhu dan Kalor
menggunakan pembelajaran kontekstual melalui film pendek dengan baik. Guru
lebih cermat lagi memilih metode yang paling sesuai untuk digunakan dalam jenis
materi tertentu dan karakteristik siswanya sehingga dapat meningkatkan motivasi
belajar fisika dan kemampuan kognitif fisika siswa.
2. Siswa
Hendaknya siswa dapat memberikan respon yang baik terhadap guru
dalam menyajikan materi Suhu dan Kalor menggunakan pembelajaran kontekstual
melalui film pendek sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar fisika dan
kemampuan kognitif fisika siswa.
3. Peneliti
a. Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis hendaknya sedapat
mungkin terlebih dahulu menganalisis kembali perangkat pembelajaran yang
telah dibuat untuk disesuaikan penggunaanya, terutama dalam hal alokasi
waktu, fasilitas pendukung dan karakteritik siswa yang ada pada sekolah
tempat penelitian tersebut.
b. Hendaknya penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penelitian selanjutnya
dengan mengaitkan aspek-aspek yang belum diungkapkan dan dikembangkan.