colelithiasis

47
BAB I PENDAHULUAN Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di Negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus meningkat. (1) Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Di Negara barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat berbentuk primer di dalam saluran empedu intra- atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di Negara barat. (1) A. DEFINISI 1 | Page

description

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di Negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

Transcript of colelithiasis

Page 1: colelithiasis

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di

Negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara

publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu

empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami

gejala dan komplikasi relatif kecil. Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai

menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik maka risiko untuk mengalami

masalah dan penyulit akan terus meningkat.(1)

Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu

tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi

batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder. Di Negara

barat 10-15% pasien dengan batu kandung empedu juga disertai batu saluran

empedu. Pada beberapa keadaan, batu saluran empedu dapat berbentuk primer di

dalam saluran empedu intra- atau ekstra-hepatik tanpa melibatkan kandung empedu.

Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia

dibandingkan dengan pasien di Negara barat.(1)

A. DEFINISI

Batu empedu adalah zat berbentuk batu kerikil yang terbentuk di kandung

empedu. Batu empedu bisa menghalangi aliran normal dari cairan empedu jika

batu empedu tersebut pindah dari kandung empedu dan menetap di saluran

manapun yang membawa cairan empedu dari hati kesaluran usus halus.(2)

B. EPIDEMIOLOGI

Insidens batu empedu diakui bervariasi, paling banyak dipengaruhi oleh

asupan makanan khusunya lemak. Contohnya di Saudi Arabia, penyakit batu

empedu hampir tidak pernah didengar 50 tahun yang lalu, tetapi meningkatnya

1 | P a g e

Page 2: colelithiasis

tingkat kemakmuran dan diet ala barat, batu empedu sekarang sama

banyaknya dengan di Negara-negara barat. Faktor genetik juga berpengaruh.

Populasi suku Indian di Chile dan Peru sangat rentan terkena batu empedu

dengan tingkat resiko mendekati 100% pada populasi wanitanya. Beberapa

faktor resiko telah diidentifikasi, yang mana berhubungan dengan 2 tipe batu

yang utama, batu kolesterol dan batu pigment. (3)

C. ETIOLOGI

Normal cairan empedu terdiri dari 70% garam empedu (khususnya asam

cholic dan chenodeoxycholic), 22% phospholipids (lecithin), 4% cholesterol,

3% protein, dan 0,3% bilirubin.(4)

1. Batu Kolesterol

Batu kolesterol biasanya berisi >50% kolesterol monohidrat ditambah

campuran garam kalsium, pigment empedu, protein dan asam lemak.(5)

2. Batu Pigment Hitam

Batu pigment hitam terdiri dari salah satu, yaitu murni kalsium

bilirubinat atau polymer-like complexes dengan kalsium dan musin

glycoprotein.(5)

3. Batu Pigment Cokelat

Batu pigment cokelat tersusun dari garam kalsium dari bilirubin tidak

terkonjugasi dengan jumlah bervariasi dari kolesterol dan protein.(5)

D. FAKTOR RESIKO

2 | P a g e

Page 3: colelithiasis

(Tabel dikutip dari kepustakaan 5)

E. PATOGENESIS

Batu Kolesterol

Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita batu empedu

kolesterol menyekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol.

Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan

3 | P a g e

Page 4: colelithiasis

cara yang belum dimengerti sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi

progresif, perubahan komposisi kimia dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi

bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu.(6)

(Gambar dikutip dari kepustakaan 5)

Batu pigment hitam

Karena pigmen bilirubin merupakan komponen penyusun terbesar maka

penyakit-penyakit tertentu yang dapat meningkatkan kadar bilirubin akan

memudahkan terbentuknya batu pigmen hitam. Misalnya, anemia hemolitik

4 | P a g e

Page 5: colelithiasis

dan sirosis hepatis. Pada penyakit anemia hemolitik, sel darah merah mudah

pecah sehingga kadar bilirubin darah meningkat dan akan menjadi sumber

potensial terbentuknya batu pigmen hitam. Batu pigmen hitam hampir selalu

terbentuk di kandung empedu.(4)

Batu pigment cokelat

Batu pigment cokelat jarang di temukan di Inggris (sekitar <5% dari jenis

batu) dan terbentuk diantara saluran empedu intrahepatic dan extrahepatic

sama halnya kandung empedu. Batunya terbentuk sebagai hasil dari stasis dan

infeksi system bilier, biasanya karena adanya Escherichia coli dan Klebsiella

spp, dimana memproduksi glucuronidase yang mengubah bilirubin

terkonjugasi mudah larut kembali menjadi keadaan tidak terkonjugasi tidak

mudah larut menuju pembentukan batu cokelat, berbau tanah dan lunak.

Ascaris lumbricoides dan opisthorchis senensis telah diterapkan pada

pembentukan batu ini, yang umumnya di Asia Tenggara.(4)

F. MANIFESTASI KLINIS

5 | P a g e

Page 6: colelithiasis

(Gambar dikutip dari kepustakaan 7)

1. Kolik Bilier atau kronik cholecystitis

Gejala paling umum dari batu empedu adalah nyeri bilier. Nyeri timbul

secara mendadak pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan menjalar

ke punggung atau region suprascapula. Nyeri biasanya tidak hilang

timbul tetapi menetap selama 15 menit hingga 24 jam, reda secara tiba-

tiba ataupun dengan pemberian opioid analgesik. Mual atau muntah

biasanya bersamaan dengan nyeri, dimana bersumber dari dalam dan

terjadi karena distensi kandung empedu yang obstruksi atau batu

melewati dukstus sistikus.(4)

2. Akut Cholecystitis

6 | P a g e

Page 7: colelithiasis

Ketika obstruksi duktus sistikus menetap, respon inflamasi akut bisa

menimbulkan leukositosis dan demam ringan. Iritasi peritoneum

parietalis yang berdekatan menyebabkan ketengangan yang terlokalisir

pada kuadran kanan atas. Aktivitas enzim hati biasanya abnormal ringan.(4)

3. Ikterus

Ikterus terjadi pada pasien dengan batu empedu dimana batu berpindah

dari kandung empedu ke saluran empedu yang utama atau yang paling

jarang terjadi, fibrosis dan tubrukan batu empedu yang besar dalam

kandung Hartmann’s yang menekan duktus hepatikus (Mirrizi’s

syndrome).(4)

G. DIAGNOSIS

Seringkali, batu empedu ditemukan saat tes untuk pemeriksaan kesehatan yang

lain. Ketika batu empedu dicurigai sebagai penyebab gejala, dokter biasanya

melakukan pemeriksaan ultrasound, tes paling sensitive dan spesifik untuk

batu empedu. Pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah: (2)

1. Ultrasonography (USG)

USG sudah menggantikan cholecystography sebagai tes diagnosis untuk

batu empedu. Sekitar 95% batu kandung empedu akan dideteksi oleh

USG, yang terbilang murah, cepat dan tak berbahaya. Jika ada

kecurigaan klinis yang kuat tentang adanya batu empedu dan USG tidak

menunjukkan batu maka tes harus diulangi. Tes diagnosis yang lain

kurang sensitive dan jarang diusulkan.(3)

2. Oral cholecystography (OCG)

OCG adalah prosedur yang berguna untuk mendiagnosis batu empedu

tapi sebagian besar sudah digantikan oleh ultrasound. OCG bisa

digunakan untuk memeriksa fungsi pengosongan saluran sistikus dan

7 | P a g e

Page 8: colelithiasis

kandung empedu. Lebih lanjut, OCG juga bisa menggambarkan bentuk

dan ukuran batu empedu dan menentukan apakah sudah terklasifikasi.(5)

3. CT Scan

CT scan dalah x-ray non invasive yang menghasilkan gambar dengan

potongan menyilang dari tubuh. Pemeriksaan ini bias menunjukkan batu

empedu atau komplikasinya, seperti infeksi dan rupture dari kandung

empedu atau saluran empedu.(2)

4. Cholescintigraphy (HIDA scan)

Pasien diinjeksi dengan material radioaktif yang tidak berbahaya dalam

jumlah sedikit yang diserap oleh kandung empedu, dimana akan

merangsang kontraksi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis

kontraksi abnormal dari kandung empedu atau obstruksi dari saluran

empedu.(2)

5. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)

ERCP digunakan untuk mengetahui lokasi dan memindahkan batu pada

saluran empedu. Sebuah endoskop dilengkapi dengan pipa elastis,

panjang dan sebuah kamera yang dimasukkan lewat tenggorokan menuju

lambung dan usus halus. Endoskop dihubungkan dengan computer dan

monitor video. Dokter akan memasukkan endoskop dan cairan khusus

yang membantu agar saluran empedu terlihat lebih jelas di monitor.

Endoskop membantu dokter untuk mengetahui lokasi kerusakan saluran

empedu dan batu empedu.(2)

6. Tes darah

Tes darah dilakukan untuk melihat tanda-tanda infeksi, obstruksi,

pancreatitis atau icterus. Tes darah menunjukkan peningkatan enzim

empedu, biliribun terkonjugasi dan petanda inflamasi seperti C-reactive

protein.(2,7)

8 | P a g e

Page 9: colelithiasis

H. PENATALAKSANAAN

Penanganan batu empedu tergantung pada posisinya, di kandung empedu atau

di saluran empedu.(3)

a. Batu Kandung Empedu

Penanganan batu empedu saat ini relatif secara langsung. Batu empedu

asimptomatik tidak membutuhkan intervensi karena tindakan apapun

akan beresiko menurunkan tingkat kesembuhan. Pada tahun 1980an,

ketidakpuasan pada hasil cholecystectomy terbuka menuju pada terapi

alternatif seperti lithoripsy gelombang syok extracorporeal dan terapi

asam empedu oral. Terapi ini terbatas pada penerapannya dan hampir

sepenuhnya tergantikan dengan cholecystectomy laparoscopic.

Prosedur ini menawarkan penyembuhan yang cepat dan dapat kembali

bekerja, sedikit bekas luka pada perut dan setidaknya gejala yang

ringan dalam jangka panjang. Pada penanganan para spesialis hampir

semua batu empedu yang sederhana dapat ditangani dengan metode

laparoscopy dengan resiko kerusakan minimal pada saluran empedu.

Pada beberapa pasien usia tua dengan gejala akut, cholecystostomy

dilakukan dibawah kontrol ultrasound untuk mengurangi infeksi dan

menghindarkan morbiditas dari operasi darurat. Selanjutnya, batu

dapat dikeluarkan secara perkutan meninggalkan kandung empedu atau

jika perlu cholecystectomy dilakukan.(3)

b. Batu di Saluran Empedu

Batu bisa saja berpindah dari kandung empedu ke saluran empedu.

Cholangiography dilakukan sebelum, sementara, dan langsung setelah

cholecystectomy untuk menunjukkan ada tidaknya batu saluran

empedu pada pasien dengan faktor resiko. Batu saluran empedu yang

sederhana harus dikeluarkan ketika telah terdeteksi, karena

komplikasinya beresiko tinggi seperti pankreatitis akut, ikterus

obstruktif atau cholangitis jika meninggalkan tempat.(3)

9 | P a g e

Page 10: colelithiasis

Penanganan batu empedu juga ada yang lewat jalur operasi dan non-operasi.

a. OPERATIF

Cholecystectomy adalah penanganan optimal untuk mengangkat batu

empedu dan kandung empedu, mencegah penyakit berulang kembali.

Satu-satunya konsekuensi yang umum dari pengangkatan kandung

empedu adalah peningkatan frekuensi feses, yang mana secara klinis

penting pada kurang dari 5% pasien dan merespon baik terhadap obat

antidiare standar ketika dibutuhkan. Cholecystectomy laparoskopi telah

diadaptasi dengan cepat sejak dikenalkan pada tahun 1987. Satu-

satunya kontraindikasi yang spesifik untuk cholecystectomy

laparoskopi adalah koagulopati dan kehamilan pada stadium lanjut.

Cholecystectomy laparoskopi mempunyai mortalitas paling rendah

dibandingkan dengan prosedur terbuka biasa. Ini utamanya disebabkan

insidens yang lebih rendah dari komplikasi jantung post operasi dan

pernapasan. Insisi yang kecil menyebabkan kurang rasa sakit, yang

menurunkan kebutuhan untuk analgesic opioid. Pasien biasanya tinggal

di rumah sakit hanya untuk satu malam dan prosedurnya bisa

diselesaikan satu hari untuk pasien-pasien tertentu. Hampir semua

pasien bisa kembali bekerja setelah 7-10 hari. Ini menurunkan

morbiditas secara keseluruhan dan pemulihan lebih cepat yang sudah

pasti meningkatkan 25% cholecystectomy di beberapa Negara.(4)

b. NON-OPERATIF

Penanganan non-operasi hanya dilakukan di saat tertentu seperti ketika

pasien dengan kondisi kesehatan yang serius menolak operasi dan

hanya untuk batu kolesterol. Batu umumnya muncul kembali pada

pasien yang ditangani tanpa operasi.(2)

a. Terapi disolusi oral (Oral Dissolution Therapy)

Obat dibuat dari asam empedu digunakan menghancurkan batu

empedu. Obat-obatan ursodiol (actigall) dan chenodiol (chenix)

bekerja baik untuk batu kolesterol kecil. Pengobatan selama

10 | P a g e

Page 11: colelithiasis

berbulan-bulan atau pun tahun mungkin diperlukan sebelum semua

batunya hancur. Kedua obat bisa menyebabkan diare ringan dan

chenodiol bisa meningkatkan untuk sementara kadar kolesterol

darah dan enzim hati transaminase.(2)

b. Terapi disolusi kontak (Contact Dissolution Therapy)

Prosedur percobaan ini meliputi injeksi obat langsung ke dalam

kandung empedu untuk menghancurkan batu kolesterol. Obat

methyl tert-butyl ether bisa memecahkan batu dalam 1 sampai 3

hari , tetapi itu dapat menyebabkan iritasi dan beberapa komplikasi

telah dilaporkan. Prosedur ini telah diujikan pada pasien

simptomatik dengan batu kecil.(2)

I. KOMPLIKASI

Batu kandung empedu bisa komplikasi dengan cholecystitis, mucocele atau

empyema. Ini sangat sulit dibedakan secara klinis, seorang pasien dengan akut

cholelistitis yang gagal sembuh dan saat operasi ditemukan empyema atau

mucocele. Tambahan untuk gejala kolik bilier, seperti pasien dengan nyeri

konstan dan lebih dari 12 jam; biasanya disertai ketegangan pada kandung

empedu, dimana dapat teraba dan mungkin demam dan leukositosis.(3)

Komplikasi batu saluran empedu termasuk ikterus obstruktif dan akut

pankreatitis. Pasien dengan curiga komplikasi batu kandung empedu atau pun

batu saluran empedu harus dirujuk untuk pemeriksaan khusus dan penanganan

segera di rumah sakit.(3)

J. PROGNOSIS

Sekitar 2% pasien dengan gejala batu empedu asimptomatik dapat menjadi

simptomatik tiap tahunnya. Gejala yang paling sering berkembang adalah

kolik bilier dibandingkan dengan komplikasinya. Setelah gejala bilier muncul,

itu akan terus berulang, sekitar 20-40% pasien akan mengalami nyeri berulang

11 | P a g e

Page 12: colelithiasis

sementara sekitar 1-2% pasien akan mengalami komplikasi seperti

cholecyctitis, choledocholithiasis, cholangitis, batu empedu pancreas.(8)

12 | P a g e

Page 13: colelithiasis

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No. RM : 465923

Alamat : Kolaka, Sulawesi Tenggara

Ruangan : LIBB Km.Isolasi RSWS

Tanggal Masuk RS : 4 Mei 2011

II. ANAMNESIS

Anamnesis: Autoanamnesis

Keluhan Utama: Mata Kuning

Anamnesis Terpimpin:

Disadari sejak 1 bulan yang lalu. Disertai dengan rasa gatal dan

warna kekuningan di seluruh badan.

Nyeri perut kanan atas dirasakan sejak 4 hari yang lalu terutama

saat ditekan. Nyeri biasanya berlangsung >30 menit dan hilang

dengan istirahat. Nyeri tidak menjalar.

Mual (-), muntah (-), NUH (-)

Batuk (+) sejak 4 hari yang lalu, lendir (+) warna putih.

13 | P a g e

Page 14: colelithiasis

Sesak (-), nyeri dada (-).

Demam (-). Riw. demam (-).

Sakit kepala (-). Riw. kadang merasa tegang pada leher bagian

belakang (+).

Pusing (+). Terutama saat perubahan posisi.

Lemah (+). Riw. pingsan 3x dalam 1 minggu terakhir. Pasien tidak

sadar.

Riw. berat badan turun (+), tapi tidak terlalu banyak, dalam jangka

waktu yang lama.

BAB = (-)/ sejak 3 hari yang lalu.

BAK = lancar, warna kuning.

Riwayat Penyakit Sebelumnya:

- Riwayat Hipertensi (+). Sejak 1 tahun terakhir, berobat tidak

teratur.

- Riwayat diabetes mellitus (-).

- Riwayat penyakit jantung (-).

- Riwayat penyakit ginjal (-).

- Riwayat konsumsi obat-obatan (-).

- Riwayat alcohol (-).

- Riwayat penyakit kuning (-).

- Riwayat minum air ubi (+).

- Riwayat merokok (+) 1 bungkus/hari, sejak muda.

- Riwayat dalam keluarga dengan penyakit yang sama (-).

STATUS PRESENT

Sakit sedang

Gizi Cukup

Berat badan : 76 kg

14 | P a g e

Page 15: colelithiasis

Tinggi badan : 165 cm.

IMT : 28 kg/m2

Kesadaran Composmentis

STATUS VITAL

TD : 180/100 mmHg

N : 120x/menit

P : 24x/menit

S : 36,5 0C

PEMERIKSAAN FISIS

Kepala:

Ekspressi : Normal

Simetris Muka : Simetris

Deformitas : (-)

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut.

Mata:

Eksoptalmus/ Enoptalmus : (-)

Kelopak mata : Normal, tidak ditemukan kelainan.

Konjungtiva : anemis (+)

Sklera : ikterus (+), warna kuning tua.

Kornea : reflex cahaya (+)/(+).

Pupil : isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.

Telinga:

Tophi : (-)

15 | P a g e

Page 16: colelithiasis

Pendengaran : normal

Nyeri tekan di proc. Mastoideus : (-)

Hidung:

Perdarahan : (-)

Mulut:

Oral ulcer : (-)

Gigi geligi : caries (-)

Gusi : Perdarahan (-)

Hipertrofi (-)

Tonsil : T1/T1, dalam batas normal.

Pharynx : Hiperemis (-)

Leher:

Kelenjar getah bening : tanpa pembesaran

Kelenjar gondok : tanpa pembesaran

DVS : R +2 cmH2O

Pembuluh darah : pulsasi (+), dilatasi (-)

Kaku kuduk : tidak ada

Tumor : tidak ditemukan

Dada:

Inspeksi : simetris kiri dan kanan.

Bentuk : normmochest

Buah dada : simetris

Sela Iga : tidak ada pelebaran sela iga

Paru:

Palpasi : Fremitus Raba: VF kiri = kanan

16 | P a g e

Page 17: colelithiasis

Nyeri tekan (-).

Perkusi : Paru kiri : sonor

Paru kanan : sonor

Batas Paru Hepar : sulit dinilai.

Batas Paru belakang kanan : vertebra thoracal IX

Batas Paru belakang kiri : vertebra thoracal XI

Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler. Bunyi tambahan (-)

Jantung:

Inspeksi : ictus cordis tidak nampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS VI linea medio clavikularis sinistra

Perkusi : pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung kanan terletak

pada linea sternalis kanan, batas jantung kiri sesuai dengan ictus cordis

terletak pada sela iga 5-6 linea medioclavikularis kiri)

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular

Bunyi tambahan : (-).

Abdomen:

Inspeksi : cembung, ikut gerak napas

Palpasi : MT (-), NT (+) di regio hipochondrium dextra. Hepar/lien

tidak teraba.

Perkusi : tympani, ascites (-), shifting dullness (-)

Auskultasi : peristaltik (+) kesan normal

Punggung:

Inspeksi : simetris kiri kanan

17 | P a g e

Page 18: colelithiasis

Palpasi : MT (-), NT (-)

Nyeri ketok : (-)

Ekstremitas:

Ikterus (+)/(+)

Edema (-)/(-)

Pemeriksaan Lab:

WBC 60.1x103/ul

HGB 9,7 g/dl

MCV 81,3

MCH 25,9

PLT 587x103/ul

GDS 100 mg/dl

Ureum 29 mg/dl

Creatinin 0,7 mg/dl

SGOT 106 u/l

SGPT 156 u/l

HBsAg (+)

Anti HCV (-)

DIAGNOSIS SEMENTARA:

Ikterus pro.evaluasi ec.susp.cholecystitis

Anemia normositik hipokrom pro.evaluasi

Peningkatan enzim transaminase

Hepatitis B akut

Hipertensi Stg. II

DIAGNOSIS BANDING: Cholelithiasis

PENATALAKSANAAN

18 | P a g e

Page 19: colelithiasis

Diet lunak, diet rendah lemak

IVFD asering : Dextrose 5% = 1:1 24 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV (ST) (I)

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

RENCANA PEMERIKSAAN

Bil. I/II, profil lipid, ALP, as.urat,GGT, alb/glob, PT, APTT, urinalisa

Foto Thorax PA

USG Abdomen

FOLLOW UP

Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter

05/05/2011

T: 180/80

N: 104x/i

P:28x/i

S: 36,3 0C

Perawatan Hari 2

S: nyeri perut kanan atas (+)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (+)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra

Ext: edema (-/-)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II

Diet lunak, diet rendah

lemak

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12

jam/ IV (ST) (I)

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

-Cek darah rutin control

-Cek ADT

06/05/2011 Perawatan Hari 3 Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

19 | P a g e

Page 20: colelithiasis

T: 190/90

N: 96x/i

P:24x/i

S: 36 0C

S: nyeri perut kanan atas (+)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (+)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra

Ext: edema (-/-)

Hasil Lab tgl 05/05/11 (terlampir)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12

jam/ IV (ST) (I)

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

07/05/2011

T: 160/80

N: 88x/i

P:24x/i

S: 36 0C

Perawatan Hari 4

S: nyeri perut kanan atas (+)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (+)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra

Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12

jam/ IV (ST) (I)

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

20 | P a g e

Page 21: colelithiasis

Ext: edema (-/-)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II,

kerusakan fungsi enzim hati

09/05/2011

T: 140/70

N: 88x/i

P:24x/i

S: 36 0C

Perawatan Hari 6

S: nyeri perut kanan atas (+)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (+)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra

Ext: edema (-/-)

Hasil Lab tgl 07/05/11 (terlampir)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II,

kerusakan fungsi enzim hati

RT: spincter mencekik,mukosa

licin, ampula feses, warna hitam,

MT(-), NT(-),

Jawaban konsul GEH: Gastropati

NSAID

Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12

jam/ IV (ST) (I)

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

Konsul GEH

Jawaban konsul GEH:

Cek ADT, bil.total,

bil.direk

Urdalfalk 3x1

Ozid 1 amp/12jam/iv

21 | P a g e

Page 22: colelithiasis

10/05/2011

T: 140/80

N: 84x/i

P:24x/i

S: 36,1 0C

Perawatan Hari 7

S: nyeri perut kanan atas (-)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (-)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra, H/L tidak

teraba

Ext: edema (-/-)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II,

kerusakan fungsi enzim hati,

gastropati NSAID

Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

Ceftriaxone 1 gr/12

jam/ IV (ST) (I)

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

Urdalfalk 3x1

Ozid 1 amp/12jam/iv

11/05/2011

T: 150/70

N: 76x/i

P:24x/i

S: 360C

Perawatan Hari 8

S: nyeri perut kanan atas (-)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (-)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

Urdalfalk 3x1

Ozid 1 amp/12jam/iv

Rencana transfusi PRC

22 | P a g e

Page 23: colelithiasis

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra, H/L tidak

teraba

Ext: edema (-/-)

Hasil Lab tgl 10/05/11 (terlampir)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II,

kerusakan fungsi enzim hati,

gastropati NSAID

2 bag tunda

12/05/2011

T: 140/80

N: 80x/i

P:24x/i

S: 36,50C

Perawatan Hari 9

S: nyeri perut kanan atas (-), pusing

(+)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (-)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra, H/L tidak

teraba

Ext: edema (-/-)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II,

kerusakan fungsi enzim hati,

Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

Urdalfalk 3x1

Ozid 1 amp/12jam/iv

Rencana transfuse

PRC 1 bag,

premedikasi

sebelumnya, DD 1:1,

Lasix 1amp/iv jika

TD>100

Konsul bedah digestif

23 | P a g e

Page 24: colelithiasis

gastropati NSAID

13/05/2011

T: 130/80

N: 76x/i

P:20x/i

S: 36,10C

Perawatan Hari 10

S: nyeri perut kanan atas (-), pusing

(+)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (-)

DVS: R-1cmH2O

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra, H/L tidak

teraba

Ext: edema (-/-)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II,

kerusakan fungsi enzim hati,

gastropati NSAID, vertigo

Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

Urdalfalk 3x1

Ozid 1 amp/12jam/iv

Mertigo tab 3x1

Rencana transfuse

PRC 1 bag,

premedikasi

sebelumnya, DD 1:1,

Lasix 1amp/iv jika

TD>100

14/05/2011

T: 130/80

N: 68x/i

P:20x/i

S: 36,40C

Perawatan Hari 11

S: nyeri perut kanan atas (-), pusing

(+)

O: SS/GK/CM

Anemis (+), ikterus (-)

DVS: R-1cmH2O

Diet lunak, diet rendah

lemak, diet rendah

garam

IVFD asering :

Dextrose 5% = 1:1

24 tpm

HP pro cap 3x1

Captopril 25 mg 2x1

Amlodipine 10mg 1x1

24 | P a g e

Page 25: colelithiasis

Thorax: BP Br.vesikuler (+), Rh (-),

Wh (-)

Cor: BJ I/II reguler

Abd: Peristaltik (+), NT (+)

hipokondrium dextra, H/L tidak

teraba

Ext: edema (-/-)

A: Ikterus ec.susp.colelithiasis,

Hepatitis virus B, HT Stg. II,

kerusakan fungsi enzim hati,

gastropati NSAID, vertigo

Urdalfalk 3x1

Ozid 1 amp/12jam/iv

Mertigo tab 3x1

HB post transfuse

16/05/2011 Pasien pindah ke bag. Bedah

Digestif

Rencana CT Scan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Jenis PemeriksaanTanggal pemeriksaan

04/05 07/05 10/05 12/05

DARAH

RUTIN

WBC  60.1x 103 11.5x 103 8.25 x 103

RBC  3.74 x 106 2.17 x 106 2.80 x 106

HBG 9.7 7.2 8.2

HCT 30.4 % 20.4% 25.9%

MCV  81.3 94 92.5

25 | P a g e

Page 26: colelithiasis

MCH  25.9 33.2 29.3

MCHC  31.9 35.4 31.7

PLT  587 x 103 512 x 103 576 x 103

Lym % 2.4 % 3.41% 30.3

Mono %  5.0 % 0.90% 7.2

Neut %  92.1 % 6.60% 57.5%

Eos%  0.4 % 17.8 4.5

Baso%  0.1% 0.54 0.5

KIMIA

DARAH

DAN ELT

SGOT 106

SGPT 156

Bil. Direk 1.66

Bil. Total 2.89

Ureum 29

Kreatinin 0.7

TKK

Asam Urat

Natrium

Kalium

Klorida

DM

GDS 100

GDP

Asam Urat  4.2

HbA1c

LIPID Kol. Tot

LDL

HDL

26 | P a g e

Page 27: colelithiasis

Trigliserida

PETANDA

HATI

PT

12.0

control

15.0

APTT

17.1

control

26.7

Fibrinogen

Prot. Total 5.7

Albumin 3.3

Globulin

Alfa Feto

Protein

Alkali

Fosfatase 264

HbsAg positif

anti Hbs

Anti HCV  negatif

Lain-lain

Fe Serum  24

TIBC  289

LED I/II

CT

BT

Radiologi

Foto thorax AP (4 Mei 2011):

- Corakan bronchovaskular dalam batas normal.

- Tidak tampak proses spesifik pada kedua paru.

27 | P a g e

Page 28: colelithiasis

- Cor: membesar dengan CTI >0,5, aorta dilatasi dan elongasi

- Kedua sinus dan diafragma baik

- Tulang-tulang intak

Kesan: - Cardiomegaly disertai dilatatio et elongatio aortae

USG ABDOMEN (6 Mei 2011)

- Hepar : Bentuk, ukuran dan echoparenkim normal. Tidak tampak

dilatasi vaskuler maupun bile duct intra-ekstrahepatik. Tidak tampak

mass/cyst.

- GB : Dinding menebal, mukosa irregular, tampak echo batu

ukuran ±7mm

- Pankreas : Bentuk, ukuran dan echo normal

- Lien : Bentuk, ukuran dan echo dalam batas normal. Tidak

tampak mass.

- Kedua ginjal : Bentuk, ukuran dan echo parenchym dalam batas normal.

Tampak dilatasi pelvocalyceal system. Tidak tampak echo batu maupun

mass.

- Vesica urinaria: Dinding tidak menebal, mukosa licin, tidak tampak batu

maupun mass.

28 | P a g e

Page 29: colelithiasis

Kesan : -Cholelith disertai cholelithiasis

29 | P a g e

Page 30: colelithiasis

BAB III

PEMBAHASAN

RESUME

30 | P a g e

Page 31: colelithiasis

Seorang pasien laki-laki berusia 60 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan

sclera ikterus yang disadari sejak 1 bulan yang lalu. Gejala disertai rasa gatal dan

warna kekuningan di seluruh badan. Nyeri perut kanan (+) atas dirasakan sejak 4 hari

yang lalu terutama saat ditekan. Nyeri biasanya berlangsung >15 menit dan hilang

dengan istirahat. Batuk (+) dialami sejak 4 hari yang lalu, lender (+), warna putih.

Riwayat kadang merasa tegang pada leher bagian belakang (+). Vertigo (+), terutama

saat perubahan posisi. Lemah (+), riwayat pingsan 3x dalam 1 minggu terakhir, pasien

tidak sadarkan diri. Riwayat berat badan turun (+), tapi tidak terlalu banyak dalam

jangka waktu yang lama. BAB (-) sejak 3 hari yang lalu. BAK (+), lancar, warna

kuning. Riwayat HT (+) sejak 1 tahun terakhir tapi berobat tidak teratur. Riwayat DM

(+), riwayat minum air ubi (+), riwayat merokok (+) 1 bungkus/hari sejak muda.

Dari pemeriksaan fisis, pasien sakit sedang, gizi cukup, composmentis. Tanda

vital tensi: 110/80 mmHg, nadi: 120x/menit, pernapasan: 24x/menit, suhu: 36.5oC.

Konjungtiva anemis, sclera icterus warna kuning tua. DVS R+2cmH2O. Thorax

dalam batas normal. Jantung dalam batas normal. Pada abdomen didapatkan nyeri

tekan di region hipochondrium kanan, massa tumor tidak ada. Hepar dan lien tidak

teraba. Ekstremitas inferior tampak icterus di kedua kaki. Dari pemeriksaan hasil

laboratorium WBC 60.1x103, HGB 9.7 g/dl, MCV 81.3, MCH 25.9, PLT 587x103/ul,

GDS 100 mg/dl, ureum 29 mg/dl, kreatinin 0.7 mg/dl, SGOT 106 u/l, SGPT 156 u/l,

HBsAg (+), anti HCV (-), PT 12.0 control 15.0, APTT 17.1 control 26.7, bilirubin

direk 1.66, bilirubin total 2.89, protein total 5.7, albumin 3.3, asam urat 4.2, FE serum

24, T1BC 289, alkali fosfatase 264. Hasil foto thorax PA: Cardiomegaly disertai

dilatatio et elongatio aortae. Hasil USG abdomen: cholelith disertai cholelithiasis

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium serta

pemeriksaan penunjang lainnya, pasien didiagnosis dengan colelithiasis.

DISKUSI

Pasien tersebut didiagnosis dengan colelithiasis karena berdasarkan hasil

anamnesa diketahui bahwa pasien mengalami nyeri perut kanan atas sejak 4 hari yang

lalu yang biasanya berlangsung >30 menit dan hilang dengan istirahat. Nyeri

bertambah apabila ditekan. Gejala ini disertai warna kuning pada mata dan seluruh

31 | P a g e

Page 32: colelithiasis

tubuh sejak 1 bulan yang lalu. Gejala lain yang medukung adalah pasien juga merasa

lemah dan sempat pingsan 3x sebelum dilakukan perawatan. Ada pun didapatkan

penurunan berat badan walaupun tidak signifikan dalam jangka waktu yang lama.

Pasien ini juga belum BAB sejak 3 hari yang lalu dan BAK normal dengan warna

kuning.

Dari pemeriksaan fisis ditemukan konjuctiva anemis, sclera warna kuning tua,

dan pada abdomen didapatkan nyeri tekan di hipochondrium kanan tanpa massa

tumor. Ekstremitas bawah tampak berwarna kuning kiri dan kanan. Setelah anamnesis

dan pemeriksaan fisis kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium, foto thorax PA

dan USG abdomen untuk menegakkan diagnosis sementara dan didapatkan hasil

sebagai berikut :

- Laboratorium : trombositosis, leukositosis, anemia micrositik hipokrom,

peningkatan bilirubin total, penurunan FE serum, peningkatan

fungsi enzim hati.

- Radiologi :

Hasil foto thorax PA : Cardiomegaly disertai dilatatio et elongatio

aortae.

Hasil USG abdomen: cholelith disertai cholelithiasis

Berdasarkan hasil laboratorium dapat disimpulkan bahwa ada kemungkinan

batu dalam kandung empedu tersebut terlepas dan menetap di common bile duct yang

mengakibatkan obstruksi sehingga terjadi peningkatan bilirubin II di hepar sehingga

terjadi nekrosis hepatosit yang menyebabkan peningkatan SGOT/SGPT. Bilirubin

yang meningkat di hati masuk di aliran darah dan menyebabkan sclera icterus dan

warna kuning pada kulit. Adapun kemungkinan batu yang masih menetap di kandung

empedu menyebabkan radang pada dinding kandung sehingga terjadi peningkatan

leukosit. Radang yang terus-menerus dapat menjadi kronik sehingga bisa

mengakibatkan anemia pada penyakit kronik yang berujung penurunan FE serum dan

trombositosis. Hasil yang paling mendukung untuk diagnosa colelithiasis adalah hasil

pemeriksaan USG yang menunjukkan adanya batu kandung empedu.

Pengobatan pada pasien dilakukan dengan terapi diet rendah lemak untuk

mencegah nyeri perut bertambah parah karena adanya kolesterol yang tinggi.

Pemberian infus asering : Dextrose 5% = 1:1 24 tpm sebagai penyeimbang

elektrolit. Pada pemberian antibiotik diberikan cephalosforin gen.III yaitu, ceftriaxone

32 | P a g e

Page 33: colelithiasis

1 gr/12 jam/ IV sebagai antibiotik spektrum luas untuk kuman gram negatif dan untuk

coccus gram positif. Ada pun captopril 25 mg 2x1 sebagai ACE-I dan amlodipine 10

mg 1x1 sebagai CCB dikombinasikan untuk obat hipertensi stg.II. HP pro 3x1 untuk

proteksi hepar karena didapatkan peningkatan fungsi enzim hati. Urdalfalk 3x1

berfungsi melindungi sel-sel epitel kandung empedu. Ozid 1amp/12jam/iv karena

dicurigai gastropati NSAID karena ada riwayat minum air ubi.

DAFTAR PUSTAKA

1.Lesma LA. Penyakit batu empedu. In: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Sudoyo AW,

Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. 4th ed. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006; vol.1: p 479-482.

33 | P a g e

Page 34: colelithiasis

2.Anonymous. Gallstone. [online] 2007 July. Available from: URL:

http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/gallstones/. Acessed May 20th

2011.

3.C. D Johnson. Upper abdominal pain: gall bladder. In: ABC of the upper

gastrointestinal tract. Logan R, Harris A, Misiewicz JJ, Baron JH, editors.

London: BMJ Books, 2002: p 37-39.

4.I. J Beckingham. Gallstone disease. In: ABC of liver, pancreas and gallbladder. I.J

Benckingham, editors. London: BMJ Books, 2001: p 5-8.

5.Greenberger NJ, Paumgartner G. Disease of the gallbladder and bile ducts. In:

Harrison’s principles of internal medicine. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS,

Hauser SL etc, editors. 16th- ed. USA: McGraw Hill, 2005: p 1880-1885.

6.Linseth GN. Kolelitiasis dan kolesistitis. In: Patofisiologi konsep klinis proses-

proses penyakit. Price SA, Wilson LM, editors. 6 th ed. Jakarta: EGC, 2003;

vol.1: p 502-503.

7.Keshav S. Gallstone and pancreatitis. In: The gastrointestinal system at glance.

Keshav S, editors. London: Blackwell, 2004: p 90-91.

8.Shaffer EA. Colelithiasis [online] 2007 December. Available from: URL:

http://www.merckmanuals.com/professional/sec03/ch030/ch030b.html. Acessed

May 22th 2011.

34 | P a g e

Page 35: colelithiasis

LAMPIRAN

35 | P a g e