Case Trauma
description
Transcript of Case Trauma
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF BEDAH
RUMAH SAKIT BAYUKARTA KARAWANG
Nama Mahasiswa : Nella Tanda Tangan :
NIM : 11-2014-282
Dokter Pembimbing : dr. Rio Andreas SpB
1. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Tn. U Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat / tanggal lahir : Karawang, 22 Nov 1998 Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : Belum menikah Pekerjaan : Karyawan Swasta
Umur : 16 tahun Agama : Islam
Alamat : Pasir panggang RT06/03 Karawang Pendidikan : SMA
Tanggal masuk rumah sakit : 23-05-2015
2. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis, Tanggal : 23-05-2015 , Jam : 23:50 WIB
Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien datang dengan telapak tangan tangan
berdarah akibat terkena kaca aquarium
3. Mechanism of Injury
Satu jam sebelum masuk rumah sakit pasien datang dengan telapak tangan tangan
berdarah akibat terkena kaca aquarium hingga memotong tendon. Saat kejadian pasien
sempat terjatuh, kepala tidak terbentur, tidak ada mulal muntah, tidak ada pingsan. Pasien
dalam keadaan sadar penuh.
1
4. Primary Survey
◦ Airway : Clear. Snoring -, stridor-, gargling -, tidak ada jejas di
cervical,
◦ Breathing : Adekuat/spontan. RR : 18x/menit, simetris kanan dan kiri
◦ Circulation : Nadi 84 kali/menit kuat ngkat, TD 120/90 mmHg. CRT <2 detik
◦ Disability : GCS 15 (E4 V5 M6), compos mentis/Alert. Reflek pupil langsung (+)
tidak langsung (+)
◦ Exposure : tidak terdapat jejas yang mengancam nyawa
5. AMPLE
◦ Allergic : pasien tidak memiliki riwayat alergi
◦ Medication : pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu
◦ Past illness : tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
◦ Last meal : pasien mengaku makan terakhir 4 jam yang lalu
◦ Events: -
6. Put Your Finger In Every Hole
Untuk mengetahui apakah terdapat perdarahan maupun sumber perdarahan.
7. Secondary Survey
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 18x/menit
Suhu : 36,1 C
Kepala : normocephal, tidak ada massa, tidak ada jejas, tidak ada lesi
Mata : konjuntiva tidak anemis, skelra tidak ikterik, kornea jernih, pupil
isokor, reflek cahaya +
Telinga : bentuk normal, tidak ada secret, tidak ada serumen
Hidung : tidak ada deviasi septum nasi, tidak ada secret, tidak ada krepitasi
Mulut : simetris, tidak sianosis
2
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran
tiroid, tidak ada jejas.
Thorax :
Paru-paru :
◦ Inspects : Bentuk normal, simetris dalam statis dan dinamis, retraksi sela iga (-)
◦ Palpasi : nyeri tekan -, vocal fremitus sama kuat di kedua lapang paru
◦ Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
◦ Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler (+/+), wheezing(-/-), Ronkhi (-/-)
Jantung :
◦ Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
◦ Palpasi : Ictus cordis teraba ics V midclavicula line sinistra, kuat angkat
◦ Perkusi
batas atas: ics II parasternal line sin.
batas kanan : midsternal line
batas kiri: ics V midclavicula line sin.
◦ Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, tidak terdapat luka post op, ataupun kelainan lainnya
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri tekan (-) di daerah perut
bawah, defense muskular(-)
Perkusi : Timpani, meteorismus (-), pekak (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Kanan Kiri
Tonus normotonus normotonus
Massa normotrofi normotrofi
Sendi : normal normal
Gerakan : normal normal
Kekuatan : 5 5
3
Edem : (-) (-)
Lain-lain :
8. STATUS LOKALIS
Look : terlihat tendon yang robek, terlihat darah mengucur
Feel : krepitasi -, pulsasi + nyeri +
Move : ROM menurun, tidak bisa menggerakkan jari tangan.
9. DIAGNOSIS
Rupture tendon fleksor digitorum longus digiti 1 ( manus dextra )
10. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
-
11. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
4
DARAH RUTIN
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
LED/BSE
Trombosit
Eritrosit
15,6
12,6
46
5
212
5,27
11,5-18
4,6-10,2
37-54
0-20
150-400
3,8-6,5
g/dl
K/uL
%
mm/1jam
K/uL
M/uL
Hitung Jenis Leukosit
Basofil
Eosinofil
Batang/stat
Limfosit
Monosit
Segmen
0
0
0
43
6
69
0-1
0-3
0-5
25-50
2-10
50-80
%
%
%
%
%
%
Nilai eritrosit rata-rata
VER (MCV)
HER (MCH)
KHER (MCHC)
86,9
29,6
34,1
80-100
26-32
31-36
fL
pg
g/dl
Faktor Pembekuan
Masa Perdarahan
Masa Pembekuan
Gula Darah Sewaktu
Fungsi Ginjal
Ureum
Creatinine
Uric Acid
3
10
90`
16
0,7
6,2
1-6
4-15
20-40
0,5 – 0,15
2,5 – 7
Menit
Menit
5
Rontgen
12. RINGKASAN
1 jam SMRS Os terkena kaca aquarium dan mengenai telapak tangan sebelah
kanan. Kaca tersebut mengenai telapak tangan kanan sehingga memotong tendon
tendon fleksor digitorum longus digiti 1 pada manus dextra. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan ada nyeri serta keterbasan gerakan.
13. PENATALAKSANAAN
- Infus RL 20 tpm
- ATS injeksi
- Ceftriakson 2 x 1 ampul
- Ketorolac 1 ampul
- Nonflamin 3 x 1
- Observasi TTV setiap setengah jam.
- Rencana Operasi
14. RENCANA TATALAKSANA
Dilakukan debridement, primer hecting dan repair tendon
15. RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
Observasi post operasi.
6
16. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
7
Tinjauan pustaka
1. Definisi tendon
Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang.
Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga
memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan bergerak dalam banyak
cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan menyebabkan terjadinya
gerakan.1
2. Anatomi Tendon
Tendon terdiri dari jaringan padat \dan jaringan ikat fibrosa yang tersusun
secara pararel. Endotendon mengelilingi jaringan tendon dan epitendon mengelilingi
unit tendon keseluruhan. Kedua jaringan ikat membawa suplai darah instrinsik ke
struktur internal tendon. Selubung tendon terdapat diatas tempat tendon melintasi
sendi. Selubung tendon terdiri dari dua lapisan, lapisan parietal di luar dan lapisan
visceral di dalam. Selubung ini mensekresikan cairan sinovial untuk membantu
tendon bergerak. Tendon, yang berselubung, mesotendonnya membawa suplai darah
ekstrinsik ke tendon. Tendon yang tidak berselubung ditutupi oleh paratendon, yang
memungkinkan tendon untuk bergerak dan memasok suplai darah ekstrinsik.2
Flexor Digitorum Superficialis (FDS) berasal dari berbagai tempat di bagian
volar dari distal humerus, ulna dan radius serta dihubungkan jaringan fibrous
aponeurosis yang menyelimuti saraf median dan selubung pembuluh darah ulna pada
lengan bawah. Pada bagian tengah lengan bawah, muscle belly superfisial dibagi
menjadi empat, bagian superfisial dan profunda. Bagian superfisial menjadi tendon
pada jari tengah dan jari manis, bagian profunda menjadi tendon pada jari telunjuk
dan jari kelingking. FDS pada jari kelingking tidak selalu ditemukan pada setiap
orang. Flexor Digitorum Profundus (FDP) berorigin pada anteromedial aspek dari
ulna dan jaringan interoseus membran dan lebih dorsal dari FDS. FDP dari jari
telunjuk, mempunyai muscle belly sendiri.
Kleinert dan Verdan membagi tendon fleksor menjadi lima zona anatomi.
Zona V : perbatasan tendon otot sampai dengan pintu masuk canalis Carpalia.
Zona IV : berada pada bagian bawah ligamen transversum carpalia.
8
Zona III : bagian ujung transverse karpal ligamen sampai dengan
fibrooseus palmar crease
Zona II : origo dari fibrooseus fleksor sheath sampai dengan insersi FDS
Tendon
Zona I : bagian distal dari insersi FDS.1,2
3. Fungsi tendon
Setiap otot biasanya memiliki dua tendon untuk mengikat dua tulang yang
berbeda dengan otot yang melintasi sendi. Hal ini memungkinkan tendon untuk
bertindak sebagai katrol.
Tendon berfungsi sebagai kekuatan untuk tarikan otot ke tulang. Kontraksi
otot menarik tendon, kemudian tulang, sehingga terjadi gerakan. Tulang-tulang
berhubungan pada sendi oleh ligamen dan jaringan ikat lainnya, sehingga kontraksi
tendon menghasilkan gerakan-gerakan tertentu, tergantung pada otot dan sendi yang
terlibat.1
4. Teknik Jahitan Tendon
Terdapat bermacam-macam jenis penjahitan tendon fleksor yang telah diteliti.
Urbaniak membaginya menjadi 3 kelompok.
a. Kelompok pertama (interrupted suture) adalah jahitan yang sederhana, yang
gaya tariknya paralel terhadap gelendong kolagen (collagen bundles),
tegangan jahitan ditransmisikan langsung ke ujung tendon yang
berseberangan.
b. Kelompok kedua adalah penjahitan yang tegangannya ditransmisikan
langsung menyebrangi pertemuan kedua tendon melalui benang jahit,
kekuatan regangannya (tensile strength) bergantung pada kekuatan penjahitan
itu sendiri, sebagai contoh adalah teknik Bunnel.
c. Pada kelompok ketiga, penjahitan ditempatkan perpendicular terhadap
gelendong kolagen (collagen bundles), dan kemudian dikencangkan,
contohnya dalah jahitan Puuvertaft (fish-mouth weave). Urbaniak menyatakan
9
bahwa teknik jahitan kelompok pertama, menghasilkan kekuatan regang yang
paling lemah, sehingga tidak dianjurkan untuk perbaikan tendon. Teknik
jahitan kelompok ketiga, menghasilkan kekuatan regang yang paling kuat, tapi
mempunyai kekuranga yaitu jahitannya menumbung (bulky). sedangkan
kelompok kedua berada diantara keduanya.3
5. Grasping Suture
Bunnell’s criss-cross adalah contoh klasik dari jenis jahitan ini. Teknik ini
jarang dipakai lagi, karena dianggap jahitan criss-crossnya akan mengganggu sirkulasi
intratendinous.
Teknik Kleinert yang merupakan modifikasi dari Bunnell, dianggap lebih
aman terhadap sirkulasi karena jahitan ini hanya satu kali menyilang, dan secara
teknis lebih mudah melakukannya.
Teknik Kessler merupakan modifikasi dari teknik Mason Allen. Teknik ini
efektif untuk perbaikan tendon di jari dan tangan. Kekurangannya adalah simpulnya
berada di permukaan luar tendon sehingga menghalangi gliding tendon.
Modifikasi Kessler merupakan jahitan dengan dua buah core suture yang
ditambah dengan continous epitendinous suture pada tempat ruptur. Teknik ini
digunakan hanya mengunakan satu buah benang jahit dan simpulnya diletakan di
permukaan dalam tendon yang terpotong. Kekurangannya adalah benang jahitan sulit
untuk menggelincir melalui tendon untuk mendekatkan kedua ujung tendon yang
terpotong. Jarum melalui permukaan yang terpotong, keluar dari permukaan tendon,
kemudian jahitan masuk tendon kembali secara tranversal, keluar di sisi sebelahnya.
selanjutnya, jarum melalui permukaan tendon yang terpotong menyeberang ke
potongan tendon lawannya, keluar tendon, masuk ke tendon kembali secara
tranversal, masuk kembali ke tendon yang terpotong, tendon diaproksimasi dan
disimpulkan.
Teknik Tajima menggunakan dua benang jahit yang double arm (dua jarum).
dengan demikian benangnya dapat dipakai dengan tarikan tendon melalui selubung
tendon dan di bawah pulley di lokasi-lokasi sulit. Keuntungan lainnya adalah
simpulnya terletak di dalam permukaan tendon yang terpotong.
10
Teknik Strickland merupakan modifikasi gabungan dari teknik Kessler dan
Tajima. Pada teknik ini selain terdapat dua buah simpul di permukaan dalam tendon
yang terpotong juga terdapat empat simpul yang diketatkan di dalam tendon, pada
empat tempat saat jahitan akan melintang/tranversal.
Teknik Kubota menggunakan four strand core suture, dikombinasikan dengan
cross stitch circumferential suture. Pada dasarnya core suture-nya adalah core suture
Kessler yang diulang satu kali. Mula-mula jarum masuk secara tranversal ke tendon
membuat locking, kemudian ke luar dari permukaan tendon yang terpotong,
menyebrang, membuat locking, masuk tranversal, membuat locking, ke luar
permukaan tendon yang terpotong, menyebrang, dan selanjutnya prosesnya diulang,
pada daerah lebih luar dari core suture yang pertama, kemudian dibuat simpul. Setelah
core suturenya terbentuk, dilanjutkan dengan cross stitch pada ujung-ujung tendon
yang terpotong. Jahitan dimulai dari tepi tendon, arah miring, kedalaman sekitar 1
mm, kemudian jahitan tranversal ke arah tepi tendon, menyeberang ke ujung tendon
lawannya dengan arah miring, tranversal ke arah tepi tendon, menyeberang. Hal ini
dilakukan berulang-ulang sampai seluruh lingkar tendon terjahit. Silfverskiold
meneliti jahitan cross stitch ini dibandingkan dengan modifikasi Kessler dengan
circumferential suture dia mendapatkan jahitan cross stitch lebih kuat 117%
dibandingkan dengan modifikasi Kessler. Dasar ini dipakai oleh Kubota dalam
pemilihan jahitan epitendinous-nya.4
◦ Teknik modifikasi Kessler 2 Strand
Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar
dari tepi tendon sejauh 0,75-1cm
Membentuk locking
Jahitan tranversal ke arah tepi tendon sebelahnya
Membentuk locking
Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 - 1 cm
Membentuk locking
Jahitan tranversal ke arah tepi tendon sebelahnya
Membentuk locking
Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Dilakukan aproksimasi tendon, kemudian dibuat simpul
11
Dilakukan epitenon sutute dengan menggunakan polypropylene 6-0
Gambar1. Teknik modifikasi Kessler 2 Strand.
( sumber : emedicine.medscape.com )
◦ Teknik Modifikasi Kessler 4 Strand
Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar
dari tepi tendon sejauh 0,75 – 1 cm
Membentuk locking
Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke
arah tepi tendon seberangnya
Membentuk locking
Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 – 1 cm
Membentuk locking
Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke
arah tepi tendon seberangnya
Membentuk locking
Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Gambar 2. Teknik modifikasi Kessler 4 Strand
12
( sumber : emedicine.mdscape.com )
◦ Teknik Modifikasi Kessler 6 Strand
Pertama jarum masuk dari permukaan dalam tendon yang terpotong, keluar
dari tepi tendon sejauh 0,75 - 1 cm
Membentuk locking
Jahitan menyilang melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke
arah tepi tendon seberangnya
Membentuk locking
Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya sejauh 0,75 – 1 cm
Membentuk locking
Jahitan melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke arah tepi
tendon seberangnya
Membentuk locking
Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Menyeberang ke segmen tendon 'lawan'nya
Membentuk locking
Jahitan melintas di tengah permukaan tendon yang terpotong ke arah tepi
tendon seberangnya
Membentuk locking
Keluar dari permukaan tendon yang terpotong
Dilakukan epitenon suture dengan menggunakan polypropylene 6-0.3,4
Gambar3. Teknik modifikasi Kessler 6 Strand
13
( sumber : emedicine.medscape.com )
6. Double Right-Angled Suture
Untuk menjahit ujung tendon yang compang-camping tanpa menyebabkan
pemendekan, digunakan teknik doubled right-angled suture. Teknik ini berguna pada
daerah proksimal dari telapak tangan. Meskipun aposisi dari kedua ujung tendon tidak
sebaik teknik end to end yang sudah dijelaskan, tapi teknik ini lebih mudah untuk
dilakukan, terutama pada kasus ruptur tendon multipel.4
7. Reparasi ruptur Tendon Zona III, IV dan V.
Eksplorasi dan reparasi dari tendon fleksor proksimal dari pulley A1 dilakukan
dengan cara yang sama dengan cedera pada bagian distal. Perbedaan yang penting
adalah restriksi akibat adesi lebih jarang terjadi pada bagian proksimal setelah
dilakukan reparasi dari laserasi ataupun tendon ruptur. Sebagai tambahan laserasi
yang kecil dapat menyebabkan ruptur pada beberapa tendon dan cedera pada struktur
neurovaskular. Persiapan preoperasi untuk reparasi tendon pada segmen ini harus
memikirkan mengenai intrumentasi mikro contohnya mikroskop. Teknik
penyambungan dan rehabilitasi pos operasi sama dengan ruptur zona II.4
8. Proses Penyembuhan Tendon
Penyembuhan tendon terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan
intrinsik didukung oleh suplai intrinsik yang memasok kira-kira seperempat dari
volume tendon.
14
Penyembuhan ekstrinsik adalah hasil dari stimulasi jaringan peritendinous
untuk berproliferasi dan memasok kebutuhan sel dan kapiler yang dibutuhkan untuk
proses penyembuhan. Proses ini bertanggung jawab untuk pembentukan adhesi
tendon untuk semua struktur yang berdekatan dari luka menjadi satu dan terbentuk
scar. Telah terbukti secara eksperimental bahwa suplai darah intrinsik tidak cukup
untuk mendukung penyembuhan utama tendon dalam banyak kasus. Penyembuhan
tendon di dalam selubung lebih lama dibandingkan dengan penyembuhan bagian
tendon diluar selubung. Urutan penyembuhan tendon adalah sebagai berikut:3
Fase inflamasi (0-10 hari)
Urutan biologis ini sama dengan penyembuhan luka pada umumnya,
kecuali dalam kasus ini, penyembuhan berlangsung lebih lambat. Bahkan,
pada lima sampai tujuh hari setelah terluka, tendon menjadi lebih lemah.
Fase proliferasi (4-21 hari)
Sebuah kalus fibrovascular terbentuk di sekitar tendon dan menyatukan
semua struktur luka menjadi satu bagian.
Fase Maturasi/Pematangan (28-120 hari)
Orientasi longitudinal dari fibroblas dan fiber dimulai. Pada 45 hari,
kolagen lisis dan pembentukan kolagen mencapai kesetimbangan. Pada 90
hari, pembentukan awal bundel kolagen mulai terlihat dan pada 120 hari
bundel ini tampak seperti yang terlihat pada tendon normal.
Saat ini secara umum sudah diterima bahwa dengan memberikan latihan
gerakan pasif dini ( LGPD ) pada tendon pasca penyambungan akan mempercepat
penguatan tensile strength , adesi lebih minimal, perbaikan ekskursi, nutrisi yang lebih
baik dan perubahan pada lokasi penyambungan yang lebih minimal dibandingkan
dengan tendon yang diimobilisasi. Latihan gerak berdampak positif pada
penyembuhan tendon dengan meningkatkan difusi nutrien dari cairan sinovial,
meningkatkan produksi kolagen. Untuk itu diperlukan suatu tehnik penyambungan
yang kuat ( gap resistant suture technique ) diikuti dengan latihan yang terkontrol.
Faktor –faktor yang berperan dalam terbentuknya adesi yang menghambat
ekskursi pada penyambungan tendon diantaranya kerusakan jaringan saat trauma
15
awal dan saat pembedahan, iskemia tendon, imobilisasi jari, adanya jarak pada lokasi
yang disambung serta eksisi selubung tendon.
Penyembuhan tendon setelah trauma akut sama seperti jaringan lunak yang
lain melalui proses inflamasi, proliferasi dan remodeling. Respon inflamasi timbul
akibat invasi sel dari luar yang meningkatkan terbentuknya jaringan granulasi dan
vaskularisasi pada beberapa hari setelah trauma. Akhir minggu ke-1 terjadi migrasi
fibroblas dari paratenon, terjadi proses reparasi dan sintesis kolagen. Orientasi sel dan
komponen kolagen masih bersifat random dan tegak lurus axis longitudinal, setelah
terjadinya fase remodeling komponen ini menjadi lebih teratur dan tersusun paralel
sesuai aksis tendon. Fase ini berakhir sampai dengan 6-12 bulan yang ditandai dengan
maturasi kolagen yang terbentuk. Jika tendon tidak mengalami stres, proses
remodeling ini tidak terjadi. Stres terarah ini akan meningkatkan sekresi kolagen dan
ikatan antar serat kolagen sehingga meningkatkan kekuatannya.
Pada tendon yang mempunyai selubung tendon (tendon sheath), sel-sel untuk
proses penyembuhan diduga berasal dari ujung tendon yang terpotong atau dari
selubung tendon dan akan membentuk parut.
Penyembuhan tendon eksogen dan endogen serta pengembalian fungsi tendon
yang baik memerlukan kemampuan teknik operasi yang baik sehingga ujung tendon
yang putus dapat tersambung rapat. Hal ini bergantung jenis benang yang digunakan
(suture material), kekuatan yang dihasilkan dengan teknik penjahitan yang tepat dan
teknik pengikatannya (knotting). Teknik operasi harus dapat menjaga kemungkinan
rusaknya vaskularisasi tendon. Pasca operatif diperhatikan program mobilisasi aktif
tendon untuk mengurangi terbentuknya adesi dan meningkatkan kekuatan tendon.1,4
9. Rehabilitasi
Berdasarkan laporan penelitian dari Gelberman dkk., mengkonfirmasikan
bahwa hasil yang memuaskan akan dapat dicapai dengan menggunakan dua buah cara
teknik mobilisasi. Pertama, metode Kleinert, aktif ekstensi dari jari dapat dicapai
dengan teknik pasif fleksi menggunakan karet yang dilekatkan pada kuku jari dan
pergelangan tangan. Teknik kedua metode Harmer, Young dan Harmon serta Duran
dan Houser. Mengontrol gerakan pasif dengan memblok bagian belakang dari jari.
Rentang keamanan lebih meningkat apabila teknik penjahitan dengan teknik.
Multistrand.4
Gambar 4. Teknik rehabilitasi menurut Kleinert.
16
( sumber : emedicine.medcape.com)
Setelah dilakukan reparasi tendon fleksor, pergelangan tangan dan tangan
dilakukan pemasangan bidai posterior. Sebagai tambahan, jari yang tendonnya putus
diposisikan fleksi dengan menggunakan karet yang berjangkar di pergelangan tangan.
Pada posisi ini jari dapat aktif ekstensi dan pasif fleksi. Pada jangka waktu 3 minggu
dilakukan aktif fleksi dan ekstensi terbatas pada posisi fleksi 40-60 derajat. Pada 3-8
minggu, karet elastik dilekatkan pada perban elastis di pergelangan tangan. Setelah
traksi karet dihilangkan dipasang bidai pada malam hari selama 6-8 minggu. 4
Daftar Pustaka
1. Strickland JW. Flexor tendon acute injuries In Green’s operative orthopedic hand surgery. 4th ed. Philadelpia: Churchill Livingstone; 2009 : 1851 – 60.
2. Thompson JC. Hand section. In: Netter’s Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 1st ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2002 : 121 – 45
3. De jong, Syamsuhidaja. Sistem musculoskeletal dalam buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.1051-8
4. Leddy JP. Flexor tendons – acute injuries. In: Operative hand surgery. New York: Churchill Livingstone; 2003: 1823 – 45.
17