case tetanus isi.docx
-
Upload
elbert-wiradarma -
Category
Documents
-
view
277 -
download
0
Transcript of case tetanus isi.docx
BAB I
PENDAHULUAN
Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti
menegang. Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot spasme tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai
dampak eksotosin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang, neuro muscular junction, dan saraf otonom.1,2
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah
mendapatkan imunasi tetanus (DPT), dan pada umumnya terdapat pada anak dari keluarga
yang belum mengerti pentingnya imunasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti kebersihan
lingkungan dan perorangan. Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu
Clostridium tetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia,
tersebar luas di tanah, juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk
sate bekas. Basil ini bila kondisinya baik (di dalam tubuh manusia) akan mengeluarkan
toksin. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit, dan merupakan
tetanospasmi, yaitu neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot.1,3
Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung
(opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan. Spora Clostridium tetani
biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong, tertusuk
ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (tetanus neonatorum).2,4,5
BAB II
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS
Nama : An. N
Umur : 4 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : KP. Bulak Sari, Bekasi Utara
Agama : Islam
Suku : Sunda
Tanggal masuk RS : 12 September 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap ibu pasien pada hari Senin,
tanggal 14 September 2015 di bangsal Melati RSUD Kota Bekasi.
A. Keluhan Utama :
Kaku pada rahang dan sulit makan sejak 3 hari SMRS.
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSUD Kota Bekasi pada tanggal 12 September 2015
dengan keluhan kaku pada rahang dan sulit makan sejak 3 hari SMRS. Setiap
makan, selalu dimuntahkan kembali. Ibu pasien juga merasa wajah anaknya tidak
simetris, seperti orang stroke, dan hal itu disadarinya ± 3 hari yang lalu saat
anaknya baru bangun tidur. Ibunya juga mengatakan pasien sempat mengalami
kejang berupa kaku dan kedutan pada mulut ± 2 hari yang lalu saat malam hari.
Saat dirawat di bangsal Melati, pada tanggal 14 September 2015 pukul 01.00 dini
hari pasien sempat mengalami kejang lagi berupa spasme dan kedutan pada otot
rahang, mulut kaku dan sulit dibuka, berlangsung < 5 menit, disertai dengan sesak
napas.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
DBD - Kejang - Darah -
Thypoid - Gastritis - Radang paru -
Otitis - Varicela -
Saat
Tuberkulosis -
Parotis - Operasi - Morbili -
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit tertentu yang diderita oleh anggota keluarga pasien.
E. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran :
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan kelainan
Perawatan antenatal Melakukan pemeriksaan ke
bidan rutin tiap 1 bulan sekali.
KELAHIRAN
Tempat kelahiran Rumah bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi 9 bulan 10 hari
Keadaan bayi
Langsung mengangis.
Apgar score tidak diketahui.
Tidak ada kelainan bawaan
F. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :
Pertumbuhan gigi I : usia 6 bulan (normal 5-9 bulan)
Mengangkat kepala : usia 2 bulan (normal 2 bulan)
Tengkurap : usia 4 bulan (normal 3-4 bulan)
Duduk : usia 6 bulan (normal 6 bulan)
Berdiri tanpa pegangan : usia 1 tahun
Berlari & melompat : usia 2 tahun
Kesan : riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien baik
Berat badan : 14 kg
Tinggi badan : 100 cm
G. Riwayat Makanan :
ASI/PASI Buah/biscuit Bubur susu Nasi tim
0-2 +/-
2-4 +/-
4-6 -/+
6-7 -/+ - + -
8-10 -/+ + + -
10-12 -/+ + + +
Kesan : Pasien selalu minum ASI sampai umur 4 bulan ini, dan pasien mulai
mengkonsumsi susu formula sejak berumur 4 bulan lebih.
H. Riwayat Imunisasi :
Vaksin Dasar Ulangan
BCG 1 bln
DPT 2 bln 4 bln 6 bln
POLIO Lahir 2 bln 4 bln 6 bln
CAMPAK 9 bln
HEPATITIS B Lahir 1 bln 6 bln
Kesan : Riwayat imunisasi pasien menurut PPI lengkap
I. Riwayat Keluarga :
Ayah Ibu Pasien
Nama Tn. H Ny. T An. N
Perkawinan ke 1 1 -
Umur 29 tahun 27 tahun 4 tahun
Keadaan
Kesehatan
Sehat Sehat Sakit
J. Riwayat Perumahan dan Sanitasi :
Pasien tinggal di rumah kontrakan. Keadaan kebersihan lingkungan, ventilasi, dan
pencahayaan di dalam rumah cukup baik. Sumber air bersih berasal dari PAM.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada An. N pada hari Senin tanggal 14 September 2015
di bangsal Melati RSUD Kota Bekasi.
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
o Suhu : 37.1 C
o Nadi : 102 x/ menit
o RR : 23 x/ menit
o TD : 120/80 mmHg
Data Antropometri :
o Berat badan : 14 kg
o Tinggi badan : 100 cm
o Umur : 4 tahun
o Status gizi :
BB/U : 14/15 x 100% = 93%
TB/U : 100/100 x 100% = 100%
BB/TB : 14/15 x 100% = 93% (gizi normal)
Kepala :
o Bentuk : normocephali
o Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
o Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
o Mulut : caries (+), bau tidak sedap (+) oral higene buruk
Trismus (+)
Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar
Kaku kuduk (+)
Thorax :
o Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
o Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus simetris
o Perkusi : sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi :
Pulmo : suara napas vesikuler +/+, ronki +/+, wheezing -/-
Cor : bunyi jantung I dan II reguler, murmur -, gallop -
Abdomen :
o Inspeksi : perut datar, distensi (-)
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : supel, hepar tidak teraba membesar, lien tidak teraba
membesar, nyeri tekan (-), perut papan (-)
o Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Punggung : opistotonus (+)
Ekstremitas : akral hangat +/+, edema -/-
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium darah tgl 12/09/2015
Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 8.7 Ribu/uL 5-10
Hemoglobin 12.4 g/dL 12-16
Hematokrit 34.5 % 37-47
Trombosit 451 Ribu/uL 150-400
GDS 96 Mg/dL 60-110
Na 135 Mmol/L 135-145
K 4.3 Mmol/L 3.5-5.0
Cl 97 Mmol/L 94-111
Laboratorium tgl 14/09/2015
Hasil Satuan Nilai normal
LED 15 mm 0-10
Leukosit 6.7 Ribu/uL 5-10
Eritrosit 3.67 Juta/uL 4-5
Hemoglobin 10.3 g/dL 12-16
Hematokrit 29.9 % 37-47
MCV 81.5 fL 75-87
MCH 28.1 Pg 24-30
MCHC 34.5 % 31-37
Trombosit 346 Ribu/uL 150-400
S.typhi O 1/320 Negatif
S.typhi AO 1/160 Negatif
S.typhi BO 1/320 Negatif
Laboratorium tgl 21/09/2015
Hasil Satuan Nilai normal
Leukosit 5 Ribu/uL 5-10
Hemoglobin 12.3 g/dL 12-16
Hematokrit 35.3 % 37-47
Trombosit 526 Ribu/uL 150-400
Anti Streptolisin O Non-reaktif Non-reaktif
Ureum 12 Mg/dL 20-40
Kreatinin 0.5 Mg/dL 0.5-1.3
V. RESUME
Pasien datang ke UGD RSUD Kota Bekasi pada tanggal 12 September 2015 dengan
keluhan kaku pada rahang dan sulit makan sejak 3 hari SMRS. Setiap makan, selalu
dimuntahkan kembali. Ibu pasien juga merasa wajah anaknya tidak simetris, seperti
orang stroke, dan hal itu disadarinya ± 3 hari yang lalu saat anaknya baru bangun
tidur. Ibunya juga mengatakan pasien sempat mengalami kejang berupa kaku dan
kedutan pada mulut ± 2 hari yang lalu saat malam hari. Saat dirawat di bangsal
Melati, pada tanggal 14 September 2015 pukul 01.00 dini hari pasien sempat
mengalami kejang lagi berupa spasme dan kedutan pada otot rahang, mulut kaku dan
sulit dibuka, berlangsung < 5 menit, disertai dengan sesak napas.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal, trismus (+),
caries dentis (+) / oral higene buruk, kaku kuduk (+). Pada auskultasi thoraks
didapatkan ronki +/+ pada kedua paru, opistotonus (+). Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan titer S. Typhi yang meningkat, sedangkan pemeriksaan lain masih dalam
batas normal.
VI. DIAGNOSIS KERJA
Tetanus
Bronkopneumonia
VII. PENATALAKSANAAN
Infus Tridex Plain 60 cc/ jam Inj. Omeprazole 1x15 mg Inj. Cefriaxone 1x1 gr Diazepam 70 mg (7 amp = 14 cc) 0.6 cc/jam Metronidazole drip 3x100 mg Penicillin prokain 1x750.000 ATS 20.000 unit (2 hari) Pasang NGT Inhalasi ventolin 1 amp : NaCl 2.5 ml Dexamethason 3x2.5 mg (3 hari) Konsul THT dan Gigi-Mulut
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
14/09/2015 15/09/2015 16/09/2015
S :
-masuk dari UGD tgl
12/09 dengan keluhan
kaku pada mulut & sulit
makan 3 hari, tiap makan
muntah
-hari Senin tgl 14/09
pk.02:00 subuh OS kejang
fokal berupa spasme di
mulut & rahang kedutan
selama < 5 menit
-sesak napas (+)
O :
CM, TSS
S : 37.5 C
RR : 23
N : 102
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 1 cm
Opistotonus (+)
Kaku kuduk (+)
Rhonki +/+
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
S :
-sesak napas (+)
-kejang (-)
-OS menolak dipasang
NGT (dicabut sendiri)
O :
CM, TSS
S : 37.5 C
RR : 23
N : 102
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 1.5 cm
Opistotonus (+)
Kaku kuduk (+)
Rhonki +/+
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr (II)
-Diazepam 70 mg (7 amp
= 14cc) 0.6cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain
1x750.000
S :
-sesak (+) berkurang
-kejang (-)
O :
CM, TSS
S : 37.5 C
RR : 23
N : 102
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 1.5 cm
Opistotonus (+)
Kaku kuduk (+)
Rhonki +/+
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr (III)
-Diazepam 0.4cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain
1x750.000
-ATS sudah 40.000 unit
-Diet cair 100cc/4 jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr (I)
-Diazepam 70 mg (7 amp
= 14cc) 0.6cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain
1x750.000
-ATS 20.000 unit (2 hr)
(I)
-pasang NGT
-pasang kanul O2 2 L/m
-Inhalasi ventolin 1 amp :
NaCl 2.5 ml
-Konsul Gigi-mulut &
THT
-ATS 20.000 unit (2 hr)
(II)
-pasang kanul O2 2 L/m
-Inhalasi ventolin 1 amp :
NaCl 2.5 ml
-Konsul Gigi-mulut &
THT
-Ranitidine 2x1/4 amp
(iv)
-Dexamethasone 3x2.5
mg (3 hari) (I)
-Benutrion 150 cc
-pasang kanul O2 2 L/m
-Inhalasi ventolin 1 amp :
NaCl 2.5 ml
-Konsul Gigi-mulut &
THT
-Ranitidine 2x1/4 amp (iv)
-Dexamethasone 3x2.5
mg (II)
-Benutrion 150 cc
17/09/2015 19/09/2015 21/09/2015
S :
-sesak (-)
-kejang (-)
O :
CM, TSS
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 2-3 cm
Opistotonus (+)
Kaku kuduk (+)
Rhonki +/+
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr
-Diazepam 0.4cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain
1x750.000
-Diet cair 100cc/4 jam
-pasang kanul O2 2 L/m
-Inhalasi/ 8 jam
-Konsul Gigi-mulut &
THT
-Ranitidine 2x1/4 amp (iv)
-Dexamethasone 3x2.5
mg stop
S :
-sesak (-)
-kejang (-)
-sariawan (+)
O :
CM, TSS
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 3 cm
Opistotonus (+)
Kaku kuduk (+)
Rhonki +/+
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr
-Diazepam 0.4cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain
1x750.000
-Inhalasi/ 8 jam
-Benutrion 150 cc/ hr
-Kandistatin drop 3x1 cc
S :
-sesak (-)
-kejang (-)
O :
CM, TSS
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 3-5 cm
Opistotonus (+)
Kaku kuduk (+)
Rhonki +/+
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr
-Diazepam 0.2cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain
1x750.000
-Inhalasi/ 8 jam
-Benutrion 150 cc/ hr
-Kandistatin drop 3x1 cc
-Benutrion 150 cc
22/09/2015 23/09/2015
S :
-sesak (-)
-kejang (-)
O :
CM, TSS
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 4-5 cm
Rhonki -/-
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr
-Diazepam 0.2cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain 1x750.000
-Inhalasi/ 8 jam
-Benutrion 150 cc/ hr
-Kandistatin drop 3x1 cc
-Betadine Gangle/3 jam
S :
-sesak (-)
-kejang (-)
O :
CA -/- SI -/-
Trismus (+) 5-6 cm
Rhonki -/-
Abd, ext : dbn
A : Tetanus
P :
-Tridex plain 600cc/jam
-OMZ 1x150 mg
-Ceftriaxone 1x1 gr
-Diazepam 0.2cc/jam
-Metronidazole drip 3x100
-Penicillin prokain 1x750.000
-Inhalasi/ 8 jam
-Benutrion 150 cc/ hr
-Kandistatin drop 3x1 cc
-Betadine Gangle/3 jam
-BLPL
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani, tanpa gangguan kesadaran. Tetanus ini biasanya akut dan
menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.1
Etiologi
Kuman yang menghasilkan toksin adalah Clostridridium tetani, kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um. Kuman merupakan basil Gram-
positif dengan spora pada pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat
penabuh drum atau raket tenis dan bersifat obligat anaerob (berbentuk vegetatif apabila
berada dalam lingkungan anaerob) dan dapat bergerak dengan menggunakan flagella.
Epidemiologi
Tetanus pada anak tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah risiko tinggi
dengan cakupan imunisasi DTP yang rendah angka kejadian pada anak laki-laki lebih tinggi,
akibat perbedaaan aktivitas fisiknya. Di negara berkembang seperti Indonesia, insiden dan
angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi, hal ini disebabkan karena tingkat
kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi, perawatan luka yang kurang
diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan dan kekebalan
terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih menjadi masalah kesehatan, terutama
penyebab kematian neonatal tersering oleh karena tetanus neonatorum. Akhir-akhir ini
dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di seluruh dunia, maka angka kesakitan
dan kematian menurun secara drastis.
Reservoir utama kuman ini adalah yang mengandung kotoran ternak, kuda dan
sebagainya, sehingga risiko penyakit ini di daerah peternakan sangat besar. Spora kuman
Clostridium tetani yang tahan terhadap kekeringan dapat bertebaran di mana-mana; misalnya
dalam debu jalanan, lampu operasi, bubuk antiseptik (dermatol), ataupun pada alat suntik dan
operasi.1
Patogenesis
Biasanya penyakit ini terjadi setelah luka yang dalam misalnya luka yang disebabkan
tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan
keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor, luka bakar dan patah tulang
juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan C. tetani ini.
Walaupun demikian luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga, atau tonsil
dan traktus digestivus serta gigitan serangga dapat pula merupakan port d’entré (tempat
masuk) dari C. tetani.
Spora yang masuk ke dalam tubuh dan berada dalam lingkungan anerobik, berubah
menjadi vegetatif dan berbiak cepat sambil menghasilkan toksin. Dalam jaringan yang
anaerobik ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan
oksigen jaringan akibat adanya benda asing, seperti bambu, pecahan kaca dan sebagainya.1,2
Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf pusat, yaitu
dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi seperti glisin, Gamma Amino
Butyric Acid (GABA), dopamine, dan noradrenalin.GABA adalah neuroinhibitor yang paling
utama pada susunan saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang
eksesif. Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun GABA,
namun secara spesifik menghambat pelepasan kedua neurotransmitter tersebut di daerah
sinaps dangan cara mempengaruhi sensitifitas terhadap kalsium dan proses eksositosis.4
Efek terhadap inhibisi presinap menimbulkan keadaan terjadinya letupan listrik yang
terus-menerus yang disebut sebagai Generator of pathological enhance excitation.Keadaan
ini menimbulkan aliran impuls dengan frekuensi tinggi dari SSP ke perifer, sehingga terjadi
kekakuan otot dan kejang.Semakin banyak saraf inhibisi yang terkena makin berat kejang
yang terjadi. Stimulus seperti suara, emosi, raba, dan cahaya dapat menjadi pencetus kejang
karena motorneuron di daerah medula spinalis berhubungan dengan jaringan saraf lain seperti
retikulospinalis. Kadang kala ditemukan saat bebas kejang (interval), hal ini mungkin karena
tidak semua saraf inhibisi dipengaruhi toksin, ada beberapa yang resisten terhadap toksin.4
Manifestasi Klinis
Variasi masa inkubasi sangat lebar, biasanya berkisar anatara 5-14 hari.Makin lama
masa inkubasi, gejala yang timbul makin ringan.Derajat berat penyakit selain berdasarkan
gejala klinis yang tampak juga dapat diramalkan dari lama masa inkubasi atau lama period of
onset.Kekakuan dimulai pada otot setempat atau trismus, kemudian menjalar ke seluruh
tubuh, tanpa disertai gangguan kesadaran.Kekakuan tetanus sangat khas, yaitu fleksi kedua
lengan dan ekstensi pada kedua kaki, fleksi pada kedua kaki, tubuh kaku melengkung bagai
busur. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering
merupakan gejala dini.1,2,4-7
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin
bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata
dengan:1
Trismus
Adalah kekakuan otot maseter sehingga sukar membuka mulut. Pada neonates
kekakuan ini menyebabkan mulut mencucu seperti mulut ikan sehingga bayi tidak
dapat menetek. Secara klinis untuk menilai kemajuan kesembuhan, lebar bukaan
mulut diukur setiap hari.
Risus sardonikus
Akibat spasme otot muka, sehingga tampak dahi mengkerut, alis tertarik ke atas, mata
agak tertutup, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.
Opistotonus
Adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti otot punggung, otot leher (kaku
kuduk), otot badan, dan trunk muscles.Kekakuan yang sangat berat dapat
menyebabkan tubuh melengkung seperti busur.
Spasme mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi.Kemudian tidak jelas lagi
dan serangan tersebut disertai rasa nyeri.Kadang-kadang terjadi perdarahan
intramusculus karena kontraksi yang kuat.
Ketegangan otot dinding perut sehingga dinding perut seperti papan.
Kejang umum
Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi
setelah dirangsang (karena toksin terdapat di kornu anterior), misalnya dicubit,
digerakkan dengan kasar, atau terkena sinar yang kuat. Lambat laun “masa istirahat”
kejang semakin pendek sehingga anak jatuh dalam status konvulsivus.
Asfiksia dan sianosis
Terjadi akibat kejang yang terus menerus atau serangan pada otot pernapasan dan
laring (spasme laring).Retensi urin dapat terjadi karena spasme otot sfingter
uretra.Fraktur tulang panjang dan kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena
kontraksi otot yang sangat kuat.
Gangguan saraf autonom
Pengaruh toksin terhadap saraf autonom menyebabkan gangguan irama jantung atau
kelainan pembuluh darah, suhu tubuh yang tinggi (febris) atau keringat banyak.
Klasifikasi tetanus umum berdasarkan derajat panyakit menurut modifikasi dari
klasifikasi Ablett’s dapat dibagi menjadi 4 diantaranya, yaitu(8):
Derajat I (tetanus ringan)
- Trismus ringan sampai sedang (3cm)
- Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
- Tidak dijumpai disfagia atau ringan
- Tidak dijumpai kejang
- Tidak dijumpai gangguan respirasi
Derajat II (tetanus sedang)
- Trismus sedang (3cm atau lebih kecil)
- Kekakuan jelas
- Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
- Takipneu
- Disfagia ringan
Derajat III (tetanus berat)
- Trismus berat (1cm)
- Otot spastis, kejang spontan
- Takipne, takikardia
- Serangan apne (apneic spell)
- Disfagia berat
- Aktivitas sistem autonom meningkat
Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan :
- Gangguan autonom berat
- Hipertensi berat dan takikardi, atau
- Hipotensi dan bradikardi
- Hipertensi berat atau hipotensi berat
Diagnosis
Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas
terutama pada rahang sangat membantu.Anamnesis yang teliti dan terarah selain membantu
menjelaskan gejala klinis yang kita hadapi juga mempunyai arti diagnostik dan prognostik.
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Temuan laboratorium:1
- Leukosit normal atau leukositosis ringan
- Glukosa dan kalsium darah normal
- Cairan serebrospinal normal tetapi tekanan dapat meningkat
- Enzim otot serum, SGOT, serum aldolase mungkin meningkat
- EKG dan EEG biasanya normal
- Kultur anaerob dan pemeriksaan mikroskopis nanah yang diambil dari luka dapat
membantu, tetapi Clostridium tetani sulit tumbuh dan batang gram positif berbentuk
tongkat penabuh drum seringnya tidak ditemukan.
- Kreatinin fosfokinase dapat meningkat karena aktivitas kejang (> 3U/ml)
Diagnosis Banding4
PENYAKIT GAMBARAN DIFFERENTIAL
INFEKSI
Meningoencephalitis
Polio
Rabies
Lesi oropharyngeal
Peritonitis
Demam, trismus tidak ada, sensorium depresi, abnormal CSF
Trismus tidak ada, paralisa tipe flasid, abnormal CSF
Gigitan binatang, trismus tidak ada, hanya oropharingeal spasm
Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atau spasme tidak ada
Trismus atau spasme seluruh tubuh tidak ada
KELAINAN METABOLIK
Tetani
Keracunan strihnin
Relaksasi phenothiazine
Hanyacarpopedal dan laryngeal spasm, hipokalsemia
Relaksasi komplit diantara spasme
Distonia, respons dengan diphenhydramine
PENYAKIT CNS
Stastus epilepticus
Hemorrhage atau tumorSensorium depressi
Trismus tidak ada, sensorium depressi
KELAINAN PSIKIATRIK
Hysteria Trismus inkonstan, relaksasi komplet diantara spasme
KELAINAN
MUSKULOSKLETAL
Trauma Hanya local
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada:4,5
- Sistem saluran pernafasan
Oleh arena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya
kejang menyebabkan terjadinya asfiksia.Karena akumulasi sekresi saliva serta
sukar menelan air liur, makanan, dan minuman sehingga sering terjadi pneumonia
aspirasi dan atelektasis akibat obstruksi oleh sekret.Pneumotoraks dan emfisema
mediastinal biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.
- Sistem kardiovaskular
Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,
hipertensi, vasokonstriksi perifer, dan ransangan miokardium.
- Sistem muskuloskeletal
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam
otot.Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus
menerus terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan
dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.
- Komplikasi yang lain :
Laserasi lidah akibat kejang
Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja
Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat oengatur suhu.
Penyebab kematian pada tetanus ialah akibat komplikasi berupa bronkopneumonia,
cardiac arrest, septicemia, dan pneumotoraks.
Penatalaksanaan 2,10
Pengobatan pada tetanus terdiri dari penatalaksanaan umum yang terdiri dari
kebutuhan cairan dan nutrisi, menjaga kelancaran jalan nafas, oksigenasi, mengatasi kejang,
perawatan luka atau port’d entre lain. Sedangkan penatalaksanaan khusus terdiri dari
pemberian antibiotik dan serum anti tetanus.1
Penatalaksanaan umum
- Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang pada unit
perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal.
- Pada hari pertama perlu pemberian cairan secara intravena, sekaligus memberikan
obat-obatan dan bila sampai hari ke-3 infus belum dapat dilepas sebaiknya
dipertimbangkan pemberian secara parenteral. Setelah kejang mereda dapat dipasang
sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan dengan perhatian khusus pada
kemungkinan terjadinya aspirasi.
- Menjaga saluran nafas tetap bebas, kalau berat perlu trakeostomi
- Memberikan tambahan oksigen dengan sungkup
- Mengurangi spasme dan mengatasi kejang, obat pilihannya adalah diazepam
Penatalaksanaan khusus
1. Anti serum atau Human Tetanus Immunoglobuline (HTIG)
Dosis ATS yang dianjurkan adalah 100.000 IU dengan 50.000 IU im dan 50.000
IU iv. Pemberian ATS harus berhati-hati akan reaksi anafilaksis. Pada tetanus anak,
pemberian anti serum dapat disertai dengan imunisasi aktif DT setelah anak pulang
dari rumah sakit. Bila fasilitas tersedia, dapat diberikan HTIG (3.000-6.000 IU) secara
intramuskular (IM) dalam dosis tunggal. Untuk bayi, dosisnya adalah 500 IU IM dosis
tunggal. Sebagian dari dosis tersebut diberikan secara infiltrasi di tempat sekitar luka.
HTIG hanya dapat menghilangkan toksin tetanus yang belum berikatan dengan ujung
saraf. Intraveneous Immunoglobuline (IVIG) mengandung antitoksin tetanus dan
dapat digunakan jika HTIG tidak tersedia. Kontraindikasi HTIG adalah riwayat
hipersensitivitas terhadap imunoglobulin atau komponen human immunoglobuline
sebelumnya; trombositopenia berat atau keadaan koagulasi lain yang dapat
merupakan kontraindikasi pemberian secara IM.2 Pada keadaan tetanus berat
memerlukan perawatan di perawatan intensif. Selain penatalaksanaan diatas, berikan
tambahan penatalaksanaan berikut :
HTIG disuntikkan secara intratekal (meningkatkan perbaikan klinis dari 4-30%).
Trakeostomi dan ventilasi mekanik selama 3-4 minggu.
Magnesium diberikan secara infus (iv) untuk mencegah spasme otot.
Diazepam (dikenal sebagai valium) diberikan secara kontinu melalui infus iv.
Efek otonom tetanus dapat menyulitkan untuk diatasi (hiper dan hipotensi yang
berganti-ganti, hiperpireksia/hipotermia) dan mungkin memerlukan labetolol,
magnesium, klonidin atau nifedipin.5
2. Antibiotika
Pada penelitian yang dilakukan di Indonesia, metronidazol telah menjadi
terapi pilihan yang digunakan di beberapa pelayanan kesehatan. Metronidazol
diberikan secara iv dengan dosis inisial 15 mg/kgBB dilanjutkan dosis 30
mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari. Metronidazol efektif
untuk mengurangi jumlah kuman C. tetani bentuk vegetatif. Sebagai lini kedua dapat
diberikan penisilin prokain 50.000-100.000 U/kgBB/hari selama 7-10 hari, jika
terdapat hipersensitif terhadap penisilin dapat diberikan tetrasiklin 50 mg/kgBB/hari
(untuk anak berumur lebih dari 8 tahun).2,5
Pencegahan
Mengingat perawatan kasus tetanus sulit dan mahal maka untuk pencegahan, perlu
dilakukan:1,2,4
Perawatan luka
Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada luka tusuk, luka kotor atau luka
yang diduga tercemar dengan spora tetanus.Luka dibersihkan atau dilakukan
debridement.Terutama perawatan luka guna mencegah timbulnya jaringan anaerob.
Pemberian ATS dan Toksoid Tetanus pada luka
Profilaksis dengan pemberian ATS hanya efektif pada luka baru (kurang dari 6 jam)
dan harus segera dilanjutkan dengan imunisasi aktif.
Imunisasi aktif
Imunisasi aktif yang diberikan yaitu DPT, dT, atau Toksoid Tetanus.Jenis imunisasi
tergantung dari jumlah golongan umur dan jenis kelamin. Vaksin DPT diberikan
sebagai imunisasi dasar sebanyak 3 kali, DPT IV pada usia 18 bulan dan DPT V pada
usia 5 tahun, dan saat usia 12 tahun diberikan dT. Toksoid tetanus diberikan pada
wanita usia subur, perempuan usia 12 tahun, dan ibu hamil. DPT/dT diberikan setelah
pasien sembuh dilanjutkan imunisasi ulangan diberikan sesuai jadwal, oleh karena
tetanus tidak menimbulkan kekebalan yang berlangsung lama.
Prognosis1,2
Rata-rata angka kematian akibat tetanus berkisar antara 25-75%, tetapi angka
mortalitas dapat diturunkan hingga 10-30 persen dengan perawatan kesehatan yang modern.
Banyak faktor yang berperan penting dalam prognosis tetanus. Diantaranya adalah masa
inkubasi, masa awitan, jenis luka, dan keadaan status imunitas pasien. Semakin pendek masa
inkubasi, prognosisnya menjadi semakin buruk. Semakin pendek masa awitan, semakin
buruk prognosis. Letak, jenis luka dan luas kerusakan jaringan turut memegang peran dalam
menentukan prognosis. Jenis tetanus juga memengaruhi prognosis. Tetanus neonatorum dan
tetanus sefalik harus dianggap sebagai tetanus berat, karena mempunyai prognosis buruk.
Sebaliknya tetanus lokal yang memiliki prognosis baik. Pemberian antitoksin profilaksis dini
meningkatkan angka kelangsungan hidup, meskipun terjadi tetanus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarmo SSP, Garna H, Hardinegoro SRS, Satari HI. Tetanus. Buku Ajar Infeksi &
Pediatri Tropis. Edisi Ke-2.Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2010; hal.322-9.
2. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Tetanus. Nelson Textbook of Pediatrics.
17th ed. Jenson Publisher: Saunders. 2007; p. 951-3.
3. Todar K.Pathogenic Clostridia, including Botulism and Tetanus. [Cited 2013
February 23]. Available from: http://textbookofbacteriology.net/clostridia.html.
4. Hinfey PB. Tetanus. [Cited 2013 February 23]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview.
5. Alvarez N. Tetanus. [Cited 2013 February 23]. Available from:
http://www.emedicinehealth.com/tetanus/article_em.htm.
6. Tolan Jr. RW. Pediatric Tetanus. [Cited 2013 February 23]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/972901-overview.
7. Grunau BE, Olson J. An Interesting Presentation of Pediatric Tetanus. CJEM
2010;12(1):69-72.
8. Pai PN. Tetanus in children: Treatment and prognostic factors.British Homoeopathic
Journal. 2005. Vol.54, Issue 3:190-9.
9. Chalya PL, Mabula JB, Dass RM, Mblenge N, Mshana SE, Glyoma JM. Tetanus.
WJES. 2007. Vol. 34, No. 12: 1021-1025.
10. Tim IDAI. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-4. Jakarta: Badan Penerbit
IDAI. 2010; hal. 87-9.