Case Referat Hipertensi
-
Upload
just-mahasiswa -
Category
Documents
-
view
73 -
download
2
description
Transcript of Case Referat Hipertensi
CASE DAN REFERAT
HIPERTENSI
Pembimbing:
Dr. Syahrir Nurdin , Sp. JP
Disusun oleh :
Nurdiana Dwikarwati 030.06.186
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 18 APRIL 2011 - 25 JUNI 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan case dan referat dengan judul “Hipertensi” sesuai dengan waktunya. Case dan referat ini dibuat untuk melengkapi tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Bekasi, Jakarta periode 18 April 2011 - 25 Juni 2011.
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan case dan referat ini, terutama kepada dr. Syahrir Nurdin, Sp. JP. selaku pembimbing dalam penyusunan.
Kami menyadari bahwa case dan referat ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangannya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Sebelumnya kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh pembaca bila ada kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja dalam pembuatan case dan referat ini.
Akhir kata kami berharap semoga referat yang telah disusun ini dapat berguna dan memberikan manfaat.
Jakarta, Mei 2011
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar iDaftar Isi iiPembahasan Kasus 1Tinjauan Pustaka 9BAB I. Pendahuluan 9
I.A. Epidemiologi 1I.B Tekanan darah 10I.C Tekanan darah sistolik dan diastolik 10I.D Faktor yang mmpertahankan tekanan darah 11
BAB II. Hipertensi 12II. A. Definisi dan klasifikasi 12II. B. Faktor resiko hipertensi 20II. C. Patogenesis 23II. D. Gejala klinis 26II. E. Komplikasi 26II. F. Penatalaksanaan 27II. G. Pencegahan 32
BAB III. Hypertensive Heart Disease 33III. A. Definisi 33III. B. Patofisiologi 33
BAB IV. Kesimpulan 38DAFTAR PUSTAKA 40
STATUS MEDIK
BAGIAN PENYAKIT DALAM RSUD KOTA BEKASI
Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan lapangan Bola RT /RW 1 No.24
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal masuk RS : 11 Mei 2011
Anamnesa
Anamnesa dilakukan pada tanggal 13Mei 2011 secara autoanamnesa
Keluhan Utama
Nyeri dada sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan
Pasien mengeluhkan sesak napas dan sakit kepala
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan nyeri dada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada timbul
tiba-tiba saat pasien sedang duduk dan hilang timbul. Nyeri dirasakan seperti ditindih dan
dari dada sebelah kiri sampai menjalar ke punggung. Nyeri dirasakan bertambah berat bila
pasien beraktivitas berat. Keluhan tersebut dapat menghilang dengan sendirinya sekitar 20
menit kemudian. Nyeri dada disertai dengan sesak napas sehingga dirasakan dadanya berat
dan sulit bernafas. Sesak juga dirasakan hilang timbul, sering timbul saat pasien jalan
meskipun dengan jarak dekat namun sesak tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. Pasien
tidak merasa lebih sesak saat berbaring dan tidak berkurang sesaknya saat duduk. Pasien
dapat tidur dengan satu bantal dan tidak pernah terbangun tiba-tiba di malam hari
dikarenakan sesak. Namun pasien merasa nyeri dada dan sesaknya bertambah hebat sehingga
pasien dating ke IGD RSUD Bekasi. Pasien juga sering merasakan sakit kepala beberapa
bulan belakangan ini. Sakit kepala tidak dirasakan berputar, namun dirasakan seperti
berdenyut di seluruh bagian kepala terutama di belakang kepala dan lebih sering timbul saat
stress. Pasien biasanya meminum obat warung dan sakit kepala dapat dengan sendirinya.
Pasien BAK 6-7 kali perhari dengan warna jernih kekuningan, tidak disertai nyeri saat BAK.
Pasien BAB 1 kali perhari warna kuning kecoklatan dengan konsistensi padat, tidak berlendir
maupun berdarah.
Pasien menyangkal adanya demam, batuk pilek, mual, muntah, rasa berdebar-debar,
kaki bengkak. Pasien menyangkal ada keluhan sering terbangun untuk BAK, merasa terus
haus, sering merasa lapar, baal maupun kesemutan dan penurunan berat badan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya
Pasien menderita darah tinggi 2 tahun terakhir, namun jarang control dan tidak
mengetahui nama obat yang pernah di minum sebelumnya. Tensi biasanya berkisar
antara 150/90 mmHg.
Pasien menyangkal ada sakit kencing manis, kolesterol tinggi, jantung, dan asma serta
riwayat operasi jantung sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah ada menderita pernah sakit yang sama.
Riwayat kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal.
Riwayat Kebiasaan Sehari-hari
Pasien menyangkal sering mengkonsumsi makanan-makanan yang berlemak
Pasien jarang berolahraga
Pasien tidak merokok maupun minum alkohol
Pasien tidak rutin memeriksa kesehatannya
Pasien menyangkal sering meminum obat-obatan maupun jamu-jamuan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik dilakukan tanggal 13 Mei 2011
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Status gizi : Berat badan 65 kg
Tinggi badan 162 cm
BMI = 24,8 (cukup)
Tanda Vital
Tekanan Darah : 180/100 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36oC
Pernapasan : 24x/menit
Kepala
Normocephali
Wajah
Bentuk simetris, tidak ada hemiparesis, tidak ada fasies tertentu
Mata
Conjunctiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Pupil bulat isokor 3mm, tepi rata
Reflex cahaya langsung +/+
Reflex cahaya tidak langsung +/+
Oedem palpebra (-/-)
Telinga
Bentuk normotia
Nyeri tekan tragus -/-
Nyeri tekan mastoid -/-
Hidung
Deviasi septum -/-
Sekret -/-
Mukosa hiperemis -/-
Sinus paranasal : tidak ada nyeri tekan di sinus paranasal
Mulut
Bibir: bentuk normal, simetris, warna merah muda, tidak kering, tidak pecah-pecah,
tidak sariawan, tidak pucat, tidak sianosis
Gigi dan gusi : gigi geligi lengkap
Lidah: bentuk normal, simetris, tidak ada deviasi, permukaan bersih, tidak kotor, tepi
tidak hiperemis
Uvula : letak di tengah, tidak tremor, tidak hiperemis, tidak membesar
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T1-T1 tenang
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, benjolan
(-), tidak ada deviasi trakea
Palpasi : benjolan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), trakea letak di
tengah simetris, JVP 5+2 cmH2O, kaku kuduk (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Bentuk dada normal, simetris, gerak toraks pada pernafasan simetris, sama tinggi,
tidak ada bagian yang tertinggal, tidak ada retraksi. Tipe pernapasan torako-
abdominal.
Palpasi
Gerak nafas simetris, sama tinggi, tidak ada bagian ynag tertinggal, vokal fremitus
simetris pada kedua hemithorax
Perkusi
Sonor pada kedua hemithorax, tidak ada nyeri ketuk,
Auskultasi
Suara napas vesikuler simetris
Ronchi -/-
Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi
Ictus cordis terlihat di ICS V 1 cm lateral midclavicularis kiri
Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS V 1 cm lateral midclavicularis kiri
Perkusi
Batas jantung kanan pada garis sternalis kanan setinggi ics III-IV-V, batas bawah
jantung setinggi ics V 1 cm lateral garis midklavikularis kiri, batas atas jantung ICS III linea
sternalis kiri
Auskultasi
Bunyi jantung 1 dan 2 reguler
Murmur (–), Gallop (–)
Abdomen
Inspeksi
Bentuk simetris, datar
Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak tampak efloresensi, roseola spot (-),
caput medusae (-).
Umbilikus normal, tidak menonjol
Palpasi
Teraba supel, defense muscular (-), tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan dan
nyeri lepas, tidak ada pembesaran hepar dan lien, ballotemem ginjal kanan dan kiri
(-), undulasi (-)
Perkusi
Timpani di seluruh lapangan abdomen, nyeri ketuk (-), shifting dullness (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Ekstremitas
Inspeksi
Bentuk normal, ukuran proporsional terhadap tubuh, tidak ada deformitas, simetris
kanan dan kiri. Tidak sianosis, tidak ikterik, tidak ada efloresensi yang bermakna, tidak ada
edema, palmar eritem (-), pembengkakan sendi (-)
Palpasi
Suhu hangat, normal, tidak ada edema, kelembaban cukup
Refleks biseps : (+/+), refleks triseps (+/+)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
11 Mei 2011
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Jumlah leukosit 7.200/ uL 5.000 – 10.000/uL
Hemoglobin 14,5 g/dL 13 – 16 g/dL
Jumlah hematokrit 42,9 % 40 – 48 %
Jumlah trombosit 248.000/uL 150.000 – 400.000 /uL
SGOT 32 u/L < 37 u/L
SGPT 20 u/L < 41 u/L
Ureum 43 mg/dl 20-40 mg/dl
Kreatinin 1,05 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl
Natrium (Na) 139 mmol/L 135-145 mmol/L
Kalium (K) 3,9 mmol/L 3,5-4,5 mmol/L
Chlorida (Cl) 109 mmol/L 94-111 mmol/L
GDS 98 mg/dl 60-110 mg/dl
Jantung
CK
CK MB
Troponin T
34
8
0,01
0-190
0-25
Resiko rendah: <0,03
Resiko sedang: 0,03-0,1
Resiko tinggi: >0,1
Rontgen Thorax PA 11 Mei 2011
Kardiomegali: CTR 55%
Sinus kostofrenikus dan diafragma normal
Corakan bronkovaskular normal
EKG 11 Mei 2011
Rhytm: sinus
P wave: normal
PR interval: 0,08 second
QRS wave: 0,04 second
Ventricular rate: 1500/23 = 65 kali/menit
QRS axis: normal
QRS complex: normal
ST segment: isoelectric
Q wave pathology: tidak ada
T inverted: V3, V4, V5, V6
LVH: R V5 22 mm, R V6 20 mm
S V1 + R V6 = 20 mm + 20 mm = 40mm
Resume
Perempuan 49 tahun datang dengan keluhan nyeri dada 1 hari SMRS. Nyeri dada timbul tiba-
tiba saat pasien sedang duduk, dirasakan seperti ditindih dan dari dada sebelah kiri sampai
menjalar ke punggung. Nyeri dirasakan bertambah berat bila pasien beraktivitas berat dan
dapat menghilang dengan sendirinya sekitar 20 menit kemudian. Sesak napas juga dirasakan
hilang timbul, sering timbul saat pasien jalan meskipun dengan jarak dekat namun sesak tidak
dipengaruhi oleh perubahan posisi. Sakit kepala beberapa bulan belakangan ini sering
dirasakan seperti berdenyut di seluruh bagian kepala, lebih sering timbul saat stress. Riwayat
hipertensi tidak terkontrol sejak 2 tahun yang lalu. Dari pemeriksaan fisik ditemukan tekanan
darah 180/100 mmHg. Inspeksi toraks tampak ictus cordis di ICS V 1 cm lateral
midclavicularis kiri, pada palpasi teraba ictus cordis di ICS V 1 cm lateral midclavicularis
kiri, batas bawah jantung setinggi ics V 1 cm lateral garis midklavikularis kiri. Pada rontgen
thorax PA terdapat kardiomegali dengan CTR 55% dan pada EKG didapatkan T inverted:
V3, V4, V5, V6 dengan LVH.
Diagnosa Kerja
Coronary Arterial Disease
Hypertensive Heart Disease
Pemeriksaan penunjang anjuran
Profil lipid
Penatalaksanaan
O2 nasal 3L menit, IVFD RL/24 jam
ISDN 3x5mg
Aspilet 1x1
Captopril 2x12,5mg
Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
TINJAUAN PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I. A. Epidemiologi
Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah
menyebabkan 4,5% dari seluruh penyakit secara global, dan prevalensinya hampir sama besar
di negara berkembang maupun di negara maju. Insidens hipertensi menurut survei yang
dilakukan oleh The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES III) di
Amerika menunjukkan bahwa insidens hipertensi cukup tinggi yaitu sekitar 29%-31%
(sekitar58-65 juta orang Amerika) dan banyak pasien hipertensi tidak menyadari kondisi
mereka, serta hanya setengahnya yang diobati mencapai target tekanan darah yang diinginkan
di bawah 140/90 mmHg. Di Indonesia, dengan tingkat kesadaran akan kesehatan yang lebih
rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang
tidak mematuhi minum obat kemungkinan lebih besar. Berdasarkan American Heart
Association (AHA, 2001), terjadi peningkatan rata-rata kematian akibat hipertensi sebesar
21% dari tahun 1989 sampai tahun 1999. Secara keseluruhan kematian akibat hipertensi
mengalami peningkatan sebesar 46%.(1, 2, 3, 4)
Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat. Hipertensi yang tidak terkontrol
dapat memicu timbulnya penyakit degeneratif, seperti gagal jantung kongestif, gagal ginjal,
dan penyakit vaskuler. Hipertensi disebut silent killer karena sifatnya asimptomatik yaitu
tidak ada gejala atau tanda khas untuk peringatan dini bagi penderita hipertensi.dan setelah
beberapa tahun menimbulkan stroke yang fatal atau penyakit jantung. Gejala-gejala akibat
hipertensi seperti pusing, gangguan penglihatan, dan sakit kepala seringkali terjadi saat
hipertensi sudah lanjut di saat tekanan darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna.
Meskipun tidak dapat diobati, pencegahan dan penatalaksanaan dapat menurunkan kejadian
hipertensi dan penyakit yang menyertainya. (3)
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, menyebutkan hipertensi
sebagai penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai
6,8% dari proporsi penyebab kematian pada semua umur di Indonesia. Diketahui hampir
seperempat (24,5%) penduduk Indonesia usia di atas 10 tahun mengkonsumsi makanan asin
setiap hari, satu kali atau lebih. Sementara prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 31,7%
dari populasi pada usia 18 tahun ke atas. Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir
pada stroke. Sedangkan sisanya pada gagal jantung, gagal ginjal, dan kebutaan. Pada orang
dewasa, peningkatan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg menyebabkan peningkatan
60% risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler. (4, 5)
Prevalensi penderita hipertensi dipengaruhi oleh bermacam – macam faktor seperti
ras, jenis kelamin, usia, genetik dan penyakit penyebab hipertensi itu sendiri. Menurut Studi
Framingham terhadap ras Kaukasoid hampir 1/5 populasi mempunyai tekanan darah diatas
160/95 mmHg, dan hampir setengah populasi memiliki tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg. Prevalensi ini lebih tinggi lagi pada populasi berkulit gelap. Prevalensi penderita
hipertensi lebih tinggi pada kaum pria daripada wanita. Hipertensi muncul lebih dari separuh
populasi yang berusia lebih dari 65 tahun. Selain faktor diatas ada beberapa kelainan yang
dapat menyebabkan hipertensi, seperti: penyakit ginjal, kelainan hormonal, kelainan saraf,
dan lain-lain. (1, 2, 6)
I. B. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jantung yang berkontraksi
seperti pompa, sehingga darah terus mengalir dalam pembuluh darah. Kekuatan itu
mendorong dinding pembuluh arteri atau nadi. Tekanan darah diperlukan agar darah tetap
mengalir dan mampu melawan gravitasi serta hambatan dalam dinding arteri. Tanpa adanya
kekuatan secara terus-menerus dalam sistem peredaran, darah segar tidak dapat terbawa ke
otak dan jaringan seluruh tubuh. (4)
Tekanan darah yang paling rendah terjadi saat tubuh dalam keadaan istirahat atau
tidur dan akan naik sewaktu latihan atau berolahraga. Hal ini disebabkan dalam latihan atau
olahraga diperlukan aliran darah dan oksigen yang lebih banyak untuk otot-otot. Jika terdapat
hambatan misalnya karena penyempitan pembuluh arteri, tekanan darah akan meningkat dan
tetap pada tingkat yang tinggi semakin besar hambatan tekanan darah akan semakin tinggi. (2,
3)
I. C. Tekanan Darah Sistolik dan Tekanan Darah Diastolik
Di dalam tubuh manusia, tekanan darah terbagi menjadi dua bagian, yaitu tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan yang terjadi bila
otot jantung berdenyut memompa darah keluar melalui arteri. Angka ini menunjukkan
seberapa kuat jantung memompa untuk mendorong darah melalui pembuluh darah. Tekanan
diastolik adalah saat otot jantung berelaksasi, darah kembali masuk ke jantung. Angka ini
menunjukkan berapa besar hambatan dari pembuluh darah terhadap aliran darah balik ke
jantung.(6,7)
Tekanan darah sangat bervariasi tergantung pada keadaan, akan meningkat saat
aktivitas fisik, emosi dan stress dan menurun selama tidur. Tekanan darah merupakan hasil
dari curah jantung dan resistensi vaskuler. Sehingga terjadi peningkatan tekanan darah ketika
curah jantung meningkat, resistensi vaskuler perifer bertambah atau karena keduanya. (7)
I. D. Faktor yang mempertahankan Tekanan Darah
Menurut Pearce, faktor – faktor yang mempertahankan tekanan darah antara lain :
1. Cardiac output: kekuatan kontraksi ventrikel kiri sehingga darah dapat beredar ke
seluruh tubuh dan kembali ke jantung.
2. Banyaknya darah yang beredar (volume). Dinding pembuluh darah membutuhkan darah
yang cukup untuk membuat suatu tekanan.
3. Viskositas darah, disebabkan oleh protein plasma dan jumlah sel darah yang beredar
dalam aliran darah.
4. Elastisitas dinding pembuluh darah. Di dalam arteri tekanan lebih besar daripada vena,
sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis daripada vena.
5. Tekanan tepi (tahanan perifer), yaitu tekanan yang dikeluarkan oleh geseran darah yang
mengalir dalam pembuluh. (8)
BAB II
HIPERTESI
II. A. Definisi dan Klasifikasi
1. Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)
Gambar 1. Klasifikasi tekanan darah dari JNC VII (2003) berpengaruh terhadap terapi dan
prognosis dari penderita hipertensi (1, 9)
JNC VII dari Amerika Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of
Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah seseorang tekanan
sistoliknya 140 mmHg atau lebih atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau sedang
memakai obat anti hipertensi. Klasifikasi tersebut di atas diperuntukkan pada dewasa 18 tahun
ke atas. Klasifikasi berdasar pada rata-rata tekanan darah yang diukur 2 kali atau lebih, dalam
keadaan duduk dan beberapa kali kunjungan. Suatu kategori baru dimunculkan yaitu
prehipertensi ditambahkan pada klasifikasi. Penderita dengan pre hipertensi berisiko
mengalami progresi untuk menjadi hipertensi. (10, 11)
Pada anak-anak, definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95 persentil
dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang diukur sekurang-kurangnya tiga kali
pada pengukuran yang terpisah. (12)
Isolated systolic high blood pressure
Suatu keadaan di mana tekanan sistolik di atas 140 mm Hg dengan tekanan diastolik
yang masih di bawah 90 mmHg. Gangguan ini terutama mempengaruhi orang-orang tua dan
ditandai oleh peningkatan tekanan nadi. Tekanan nadi adalah selisih antara tekanan darah
sistolik dan diastolik. Peningkatan tekanan sistolik tanpa suatu peningkatan tekanan diastolik,
seperti pada hipertensi sistolik terisolasi, menyebabkan meningkatnya tekanan nadi.
Kekakuan dari arteri berkontribusi terhadap peningkatan tekanan nadi.
Setelah dianggap berbahaya, tekanan nadi tinggi kini dianggap sebagai indikator masalah
kesehatan dan potensi kerusakan akhir organ. Hipertensi sistolik terisolasi dikaitkan dengan
dua sampai empat kali peningkatan risiko masa depan dilatasi jantung, serangan jantung
(myocardial infarction), suatu stroke (kerusakan otak), dan kematian akibat penyakit jantung
atau stroke. Studi klinis pada pasien dengan hipertensi sistolik terisolasi telah menunjukkan
bahwa penurunan tekanan darah sistolik oleh paling sedikit 20 mm ke tingkat di bawah 160
mm Hg mengurangi risiko ini meningkat. (1, 12)
2. Berdasarkan kegawatdaruratan (12, 13)
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistol
≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120 mmHg), pada penderita hipertensi, yang membutuhkan
penanggulangan segera).
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi :
Hipertensi emergensi (darurat) merupakan peningkatan tekanan darah yang mendadak
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang progresif dan disebabkan oleh satu atau
lebih penyakit/kondisi akut. Pada keadaan ini diperlukan tindakan penurunan tekanan
darah yang segera dalam kurun waktu menit sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat
di ruangan intensive care unit atau (ICU). Keterlambatan pengobatan akan menyebabkan
timbulnya sequele atau kematian.
Gangguan kerusakan organ:
Serebrovaskuler: mulai dari sakit kepala, hilang/kabur penglihatan, kejang, deficit
neurologis fokal, gangguan kesadaran.
a. Infark serebral (24,5%)
b. Ensefalopati (16,3%)
c. Perdarahan intraserebral atau subaraknoid (4,5%)
Kardiovaskular:
a. Gagal jantung akut dengan edema paru (36,8%)
b. Miokard infark akut atau angina tidak stabil (12%)
c. Diseksi aorta akut 2%
Renovaskular: azotemia, proteinuria, oliguria.
a. Gagal ginjal 1%
Retinopati: funduskopi berupa perdarahan retina, eksudat retina, edema papil.
Pada kehamilan: preklampsia dengan gejala berupa gangguan penglihatan, sakit
kepala hebat, nyeri abdomen kuadran kanan atas, gagal jantung kongestif dan
oliguri serta gangguan kesadaran. Eklampsia bila terjadi kejang.
Tatalaksana:
a. Penanggulangan harus dilakukan di Rumah Sakit dengan fasilitas pemantauan yang
memadai
b. Pengobatan parenteral diberikan secara bolus atau infus sesegera mungkin
Obat Dosis Keterangan
Clonidin (Catapres)
iv (150 mcg/ampul)
900 mcg dimasukkan dalam
cairan infuse D5% 500cc,
diberikan dengan mikrodrip 12
tetes/menit
Bila tekanan target darah tercapai,
observasi selama 4jam, kemudian
diganti dengan tablet
Tidak boleh dihentikan mendadak,
tetapi diturunkan perlahan karena
bahaya rebound phenomen
Diltiazem iv (10mg
dan 50mg/ampul)
10mg iv diberikan dalam 1-3
menit kmudian diteruskan
dengan infuse 50mg/jam selama
20 menit
Dosis maintenance 5-10mg/jam
dengan observasi selama 4jam,
kemudian diganti dengan tablet
Nicardipin iv (2mg
dan 10mg/ampul)
10-30 mcg/kgBB bolus Bila tekanan darah tetap stabil
diteruskan dengan 0,5-6
mcg/kgBB/menit sampai target
tercapai
Tabel 1. Obat-obatan yang digunakan pada hipertensi emergensi (13)
c. Tekanan darah harus diturunkan dalam hitungan menit sampai jam dengan langkah
5 menit sampai dengan 120 menit pertama tekanan darah rata-rata (Mean
Arterial Blood Pressure) diturunkan 20-25%.
2-6 jam kemudian tekanan darah diturunkan sampai 160/100 mmHg
6-24 jam beriktunya diturunkan sampai <140/90 mmHg bila tidak ada gejala
iskemi organ
Hipertensi urgensi (mendesak), merupakan peningkatan tekanan darah yang mendadak
tanpa disertai kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. Penurunan tekanan
darah pada keadaan ini harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24 jam – 48 jam.
Biasanya tidak perlu perawatan Rumah Sakit tetapi harus segera mendapat obat anti
hipertensi kombinasi, dapat diberikan oral.
3. Berdasarkan etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: hipertensi esensial
atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau hipertensi renal.
a) Hipertensi esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin,
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer
biasanya timbul pada usia 30 – 50 tahun. (1, 2, 9)
Pengurangan eksresi natrium oleh ginjal pada tekanan darah yang normal. Hal ini
menyebabkan peningkatan volume plasma, peningkatan curah jantung, vasokonstriksi
pembuluh darah perifer dan pada akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah.(9)
Pengaruh dari vasokonstriksi (faktor yang mengakibatkan vasokonstriksi fungsional atau
faktor yang memicu perubahan struktural pembuluh darah yang mengakibatkan peningkatan
tahanan perifer). Vasokonstriksi ini dapat meningkatkan tahanan perifer yang pada akhirnya
akan meningkatkan tekanan darah. (9)
Faktor lingkungan yang dapat mencetuskan hipertensi, seperti: stres, kegemukan, merokok,
kurang olahraga, dan asupan garam berlebih. (9)
Sekitar 15% dari penderita hipertensi esensial mempunyai aktivitas renin diatas normal.
Peningkatan aktivitas renin tersebut dapat menyebabkan peningkatan kadar angiotensin II
dalam darah yang pada akhirnya dapat menyebabkan vasokonstriksi perifer dan peningkatan
aktivitas aldosteron (meningkatkan volume plasma). Rangkaian peristiwa di atas dapat
meningkatkan tekanan darah. (2)
Hipotesis lain adalah mengenai kerusakan membran sel, terutama pada sel otot polos
pembuluh darah. Kerusakan membran sel menyebabkan gangguan pada transpor natrium. Hal
ini dapat menyebabkan akumulasi natrium pada sel otot polos pembuluh darah yang
menyebabkan peningkatan respon terhadap agen vasokonstriktor. (2)
Hiperinsulinemia dan atau peningkatan resistensi insulin diduga mempunyai peranan dalam
hipertensi. Hiperinsulinemia dapat menyebabkan retensi natrium dan meningkatkan aktivitas
simpatis. Insulin mempunyai aktivitas mitogenik yang dapat menyebabkan hipertrofi otot
polos pembuluh darah. Insulin juga dapat meningkatkan kadar kalsium intrasel. (2)
b) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifik
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal,
hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing, feokromositoma, koarktasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain – lain. (14)
a. Hipertensi pada penyakit ginjal
Ginjal mempunyai peran penting dalam pengaturan tekanan darah, yaitu: melalui pengaturan
sistem renin-angiotensin, ginjal juga dapat memproduksi substansi antihipertensii
(prostaglandin dan NO), pengaturan laju filtrasi glomerulus dan pengaturan kadar natrium
dan cairan. Hipertensi yang diakibatkan oleh kelainan ginjal merupakan hasil dari:
(1)perubahan sekresi ginjal akan bahan-bahan vasoaktif yang dapat mempengaruhi tonus
pembuluh darah, (2)kerusakan pengaturan ginjal terhadap natrium dan cairan yang dapat
menyebabkan pertambahan volume plasma. (2, 9)
Penyakit ginjal dapat meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya hipertensi dalam jangka
waktu yang lama dapat mengganggu ginjal. Secara klinis sulit untuk membedakan dua
keadaan tersebut, terutama pada penyakit ginjal menahun. Beratnya pengaruh hipertensi
terhadap ginjal tergantung dari tingginya tekanan darah dan lamanya menderita hipertensi.
Makin tinggi tekanan darah dalam waktu lama makin berat komplikasi yang mungkin
ditimbulkan. (15)
Kelainan pada pada parenkim ginjal dapat menyebabkan hipertensi melalui beberapa fakor
yaitu:
Produksi vasopresor selain renin
Kegagalan memproduksi vasodilator (prostaglandin, NO dan bradikinin)
Kegagalan menonaktifkan vasokonstrikor yang beredar dalam sirkulasi
Inefektif dalam membuang natrium (2)
Hipertensi pada penyakit ginjal dapat terjadi pada penyakit ginjal akut maupun penyakit
ginjal kronik, baik pada kelainan glumerolus maupun pada kelainan vaskular. Hipertensi pada
penyakit ginjal dapat dikelompokkan dalam (15) :
1) Penyakit glumerulus akut
Hipertensi terjadi karena adanya retensi natrium yang menyebabkan hipervolemik.
Retensi natrium terjadi karena adanya peningkatan reabsorbsi natrium di duktus
koligen. Peningkatan ini dimungkinkan akibat adanya retensi relatif terhadap Hormon
Natriuretik Peptida dan peningkatan aktivitas pompa Na – K – ATPase di duktus
koligentes.
2) Penyakit vaskuler
Pada keadaan ini terjadi iskemi yang kemudian merangsang sistem renin angiotensin
aldosteron.
3) Gagal ginjal kronik
Hipertensi yang terjadi karena adanya retensi natrium, peningkatan sistem Renin
Angiotensinogen Aldosteron akibat iskemi relatif karena kerusakan regional, aktifitas
saraf simpatik yang meningkat akibat kerusakan ginjal, hiperparatiroidis sekunder,
dan pemberian eritropoetin.
4) Penyakit glumerolus kronik
SistemRenin-Angiotensinogen-Aldoteron (RAA) merupakan satu sistem hormonal
enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalm naiknya tekanan darah,
pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit.
Hipertensi pada penyakit renovaskular (1, 2, 9)
Hipertensi renovaskular merupakan penyebab tersering dari hipertensi sekunder. Diagnosa
hipertensi renovaskular penting karena kelainan ini potensial untuk disembuhkan dengan
menghilangkan penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis adalah suatu
keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara anatomik pada arteri renalis. Sedangkan hipertensi
renovaskular adalah hipertensi yang terjadi akibat fisiologis adanya stenosis arteri renalis.
Istilah nefropati iskemik menggambarkan suatu keadaan terjadinya penurunan fungsi ginjal
karena pengurangan perfusi ke ginjal akibat adanya stenosis arteri renalis. Hal ini dapat
menyebabkan peningkatan sistem renin-angiotensin yang berakibat pada peningkatan
vasokonstriksi dan cairan plasma. Hipertensi juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi akibat
proses tegangan pada glomerulus, seperti meningkatkan ekspresi intercellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1), monocyte chemattractant protein-1 (MCP-1), meningkatkan infiltrasi
makrofag atau proses arteriosklerosis pada pembuluh darah besar ginjal akibat kerusakan
pada endotel darah.
Jika terjadi gangguan fungsi ginjal, kelainan ini akan menetap walaupun tekanan darahnya
dapat dikendalikan dengan pengobatan yang meliputi medikamentosa antihipertensi,
revaskularisasi dengan tindakan bedah ataupun angioplasti.
b. Hipertensi akibat penyakit endokrin (1, 2, 9)
Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Conn)
Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom yang disebabkan oleh hipersekresi aldesteron
yang tidak terkendali yang umumnya berasal dari kelenjar korteks adrenal.
Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan trias terdiri dari hipertensi,
hipokalemi, dan alkalosis metabolik. Sindrom ini disebabkan oleh hiperplasi kelenjar korteks
adrenal, adenoma atau karsinoma adrenal.
Sindrom Cushing
Sindrom cushing disebabkan oleh hiperplasi adrenal bilateral yang disebabkan oleh adenoma
hipofisis yang menghasilkan Adenocortico tropin Hormone (ACTH ).
Feokromositoma
Feokromositoma adalah salah satu hipertensi endokrin yang patut dicurigai apabila terdapat
riwayat dalam keluarga. Tanda-tanda yang mencurigai adanya feokromositoma yaitu
hipertensi, sakit kepala, palpitasi, hipermetabolisme, hiperhidrosis, dan hiperglikemia.
Feokromositomia disebabkan oleh tumor sel kromatin asal neural yang mensekresikan
katekolamin. Sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal, dan hanya 10 % terjadi di tempat
lain dalam rantai simpatis. 10 % dari tumor ini ganas dan 10 % adenoma adrenal adalah
bilateral. Feokromositomia dicurigai jika tekanan darah berfluktuasi tinggi, disertai takikardi,
berkeringat atau edema paru karena gagal jantung.
c. Lain-lain (2, 9, 14)
Koarktasio aorta
Gangguan herediter langka yang merupakan salah satu penyebab paling umum dari hipertensi
pada anak-anak. Kondisi ini ditandai oleh penyempitan segmen dari aorta, arteri besar utama
yang berasal dari hati. Aorta memberikan darah ke arteri yang mensuplai ke semua organ
tubuh, termasuk ginjal.
Segmen menyempit (coarctation) dari aorta umumnya terjadi di atas arteri ginjal, yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke ginjal. Kurangnya darah ke ginjal mengaktivasi
sistem hormon renin-angiotensin-aldosteron untuk meningkatkan tekanan darah. Pengobatan
coarctation biasanya koreksi bedah dari segmen menyempit dari aorta. Kadang-kadang, balon
angioplasty (seperti dijelaskan di atas untuk stenosis arteri ginjal) dapat digunakan untuk
melebarkan (dilatasi) yang coarctation dari aorta.
Koarktasio aorta paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri subklavia kiri dan
menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan pada kaki, dengan denyut nadi
arteri femoralis lemah atau tidak ada. Hipertensi ini dapat menetap bahkan setelah reseksi
bedah yang berhasil, terutama jika hipertensi terjadi lama sebelum operasi.
Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan merupakan penyebab utama peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal, janin dan neonatus. Kedaruratan hipertensi dapat menjadi komplikasi
dari preeklampsia sebagaimana yang terjadi pada hipertensi kronik. Perempuan hamil dengan
hipertensi mempunyai risiko yang tinggi untuk terjadinya komplikasi yang berat seperti
abruptio plasenta, penyakit serebrovaskuler, gagal organ, koagulasi intravaskular. Penelitian
observasi pasien hipertensi kronik yang ringan didapatkan risiko kehamilan preaklampsia 10
– 25 %, abruptio 0,7 – 1,5 %, kehamilan prematur kurang dari 37 minggu 12 – 34 %, dan
hambatan pertumbuhan janin 8 – 16 %. Risiko bertambah pada hipertensi kronik yang berat
pada trimester pertama dengan didapatnya preaklampsia sampai 50 %. Terhadap janin,
mengakibatkan risiko retardasi perkembangan intrauterin, prematuritas dan kematian
intrauterin. Selain itu risiko hipertensi seperti gagal jantung, ensepalopati, retinopati,
perdarahan serebral, dan gagal ginjal akut dapat terjadi.15 Sampai sekarang yang belum jelas
apakah tekanan darah yang terkontrol secara agresif dapat menurunkan terjadinya eklampsia.
Sindrom metabolik dan obesitas
Faktor genetik berperan dalam sindrom metabolik. Individu dengan sindrom metabolik
memiliki resistensi insulin dan kecenderungan untuk memiliki diabetes mellitus tipe 2
(diabetes non-insulin-dependent). Obesitas, khususnya yang terkait dengan peningkatan
ditandai dalam ketebalan perut, menyebabkan hiperglikemia, lipid darah tinggi, disfungsi
endotel (reaktivitas abnormal dari pembuluh darah), dan hipertensi semua mengarah ke
vaskular aterosklerotik dini. Asosiasi Obesitas Amerika menyatakan risiko hipertensi
berkembang adalah lima sampai enam kali lebih besar di Amerika obesitas, usia 20 sampai
45, dibandingkan dengan individu non-obesitas pada usia yang sama. American Journal of
Clinical Nutrition pada tahun 2005 melaporkan bahwa ukuran pinggang adalah prediktor
yang lebih baik tekanan darah seseorang dari body mass index (BMI). Pria harus berusaha
untuk ukuran pinggang atau di bawah 35 inci dan 33 inci atau perempuan di bawah. Epidemi
obesitas di Amerika Serikat memberikan kontribusi untuk hipertensi pada anak-anak, remaja,
dan orang dewasa.
Hipertensi akibat dari penggunaan obat-obatan.
Penggunaan obat yang paling banyak berkaitan dengan hipertensi adalah pil kontrasepsi oral
(OCP). 5% perempuan mengalami hipertensi sejak mulai penggunaan. Perempuan usia lebih
tua (> 35 tahun)lebih mudah terkena, begitupula dengan perempuan yang pernah mengalami
hipertensi selama kehamilan. Pada 50 % tekanan darah akan kembali normal dalam 3 – 6
sesudah penghentian pil. Penggunaan estrogen pascamenopause bersifat kardioproteksi dan
tidak meningkatkan tekanan darah. Obat lain yang terkait dengan hipertensi termasuk
siklosporin, eritopoietin, dan kokain.
Apabila hipertensi tidak diketahui dan dirawat dapat mengakibatkan kematian karena
gagal jantung, infark miokardium, stroke atau gagal ginjal. Namun deteksi dini dan
parawatan hipertensi dapat menurunkan jumlah morbiditas dan mortalitas.
II. B. Faktor Risiko Hipertensi (3, 15)
Sampai saat ini penyebab hipertensi secara pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Secara
umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara lain :
a. Keturunan
Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai orang tua atau salah
satunya menderita hipertensi maka orang tersebut mempunyai risiko lebih besar untuk
terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita
hipertensi). Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara
signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada perempuan dibawah 65 tahun
dan laki – laki dibawah 55 tahun.
b. Usia
Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin tinggi usia seseorang
maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini disebabkan elastisitas dinding pembuluh
darah semakin menurun dengan bertambahnya usia. Sebagian besar hipertensi terjadi pada
usia lebih dari 65 tahun. Sebelum usia 55 tahun tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi
daripada perempuan. Setelah usia 65 tekanan darah pada perempuan lebih tinggi daripada
laki-laki. Dengan demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya usia.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah. Sejumlah fakta
menyatakan hormon seks mempengaruhi sistem renin angiotensin. Secara umum tekanan
darah pada laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi
akan meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.
d. Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan darah. Menurut
penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang
terdapat dalam rokok sangat membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan
penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada
dinding pembuluh darah sehingga merusak endotel dan tidak dapat menghasilkan NO sebagai
vasodilator. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf sehingga merangsang pengeluaran
adrenalin serta menyebabkan peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik,
denyut jantung bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah,
aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah perifer.
e. Obesitas
Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya dengan hipertensi.
Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung pada besarnya penambahan berat badan.
Peningkatan risiko semakin bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat
badan tingkat sedang. Tetapi tidak semua obesitas dapat terkena hipertensi. Tergantung pada
masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80
mmHg akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Penurunan berat badan efektif untuk menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5
kg dapat menurunkan tekanan darah secara signifikan.
f. Stress
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui saraf simpatis yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan
bahwa pajanan terhadap stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi.
g. Aktifitas Fisik
Orang dengan tekanan darah yang tinggi namun kurang aktifitas, besar kemungkinan tidak
efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas fisik membantu dengan mengontrol berat badan.
Aerobik yang cukup seperti 30 – 45 menit berjalan cepat konstan setiap hari membantu
menurunkan tekanan darah secara langsung akibat pengeluaran dari NO. Olahraga secara
teratur dapat menurunkan tekanan darah pada semua kelompok, baik hipertensi maupun
normotensi.
h. Asupan
Asupan Natrium
Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi serum normal adalah 136
sampai 145 mEq/L. Natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen
tersebut dan keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf dan
kontraksi otot.
Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan intraseluler ditentukan oleh kekuatan
osmotik. Osmosis adalah perpindahan air menembus membran semipermiabel ke arah yang
mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih tinggi. Natrium klorida pada cairan
ekstraseluler dan kalium dengan zat – zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat
terlarut yang tidak dapat menembus dan sangat berperan dalam menentukan konsentrasi air
pada kedua sisi membran.
Hampir seluruh natrium yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi terutama di usus
halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama – tama tergantung pada
perubahan volume sirkulasi efektif. Volume sirkulasi efektif adalah bagian dari volume
cairan ekstraseluler pada ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada
orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah – ubah sesuai dengan sirkulasi
efektifnya dan berbanding secara proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium
diabsorpsi secara aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium disaring
dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk mempertahankan taraf
natrium dalam darah. Kelebihan Na yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi
dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan
kelenjar adrenal bila kadar Na darah menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk
mengasorpsi Na kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan rendah bila
konsumsi rendah.
Garam dapat memperburuk hipertensi pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium,
misalnya seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau diabetes. Asosiasi
jantung Amerika menganjurkan setiap orang untuk membatasi asupan garam tidak lebih dari
6 gram per hari. Pada populasi dengan asupan natrium lebih dari 6 gram per hari, tekanan
darahnya meningkat lebih cepat dengan meningkatnya usia, serta kejadian hipertensi lebih
sering ditemukan.
Hubungan antara retriksi garam dan pencegahan hipertensi masih belum jelas. Namun
berdasarkan studi epidemiologi diketahui terjadi kenaikan tekanan darah ketika asupan garam
ditambah.
Asupan Kalium
Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja kalium adalah kebalikan
dari Na. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan
intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan
tekanan darah. Sekresi kalium pada nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan
sekresi aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi kalium. Sebaliknya
penurunan sekresi aldosteron menyebabkan ekskresi natrium dan air juga penyimpanan
kalium. Rangsangan utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi efektif
atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan
kecepatan aliran di tubulus distal. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupan
rendah kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal vascular remodeling
yang mengindikasikan terjadinya resistansi pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi
dengan asupan tinggi kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah dibanding
dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium.
II. C. Patogenesis (7, 12)
Tekanan darah terutama dikontrol oleh sistem saraf simpatik (kontrol jangka pendek) dan
ginjal (kontrol jangka panjang). Mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi
melibatkan perubahan-perubahan pada curah jantung dan resistensi vaskular perifer. Pada
tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer normal.
Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Saraf simpatik mengeluarkan
norepinefrin, sebuah vasokonstriktor yang mempengaruhi pembuluh arteri dan arteriol
sehingga resistensi perifer meningkat. Pada tahap selanjutnya curah jantung kembali ke
normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks autoregulasi.
Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mempertahankan
keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang meningkat terjadi
konstriksi sfingter pre-kapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan peninggian
tahanan perifer. Pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi menunjukkan curah
jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan perifer yang
mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap.
Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial
antara lain :
1) Curah jantung dan tahanan perifer
Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap kenormalan
tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung biasanya normal
tetapi tahanan perifernya meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus
yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh
pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini
semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin
dimediasi oleh angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang
irreversible.
2) Sistem Renin-Angiotensin
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi
renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparatus ginjal sebagai
respon glomerulus underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem
saraf simpatik. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II
dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan
fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang
diproduksi hati, yang oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi
angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif).
Gambar 2. Sistem RAA (1, 3, 5)
Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai
vasoconstriktor melalui dua jalur, yaitu:
a.Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan
volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar
tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan
dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan
darah.
b.Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon
steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume
dan tekanan darah.
3) Sistem Saraf Otonom
Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol.
Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam pempertahankan tekanan
darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-
angiotensin bersama – sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan
beberapa hormon.
4) Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam pengontrolan pembuluh
darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan
peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.
Secara klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi
dari oksida nitrit.
5) Substansi vasoaktif
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam mempertahankan
tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan vasodilator yang potensial,
begitu juga endothelin. Endothelin dapat meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah
serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan
hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini
dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan
retensi cairan dan hipertensi.
6) Hiperkoagulasi
Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding pembuluh darah
(disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium), ketidaknormalan faktor homeostasis,
platelet, dan fibrinolisis. Diduga hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan
hiperkoagulasi yang semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa
keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi.
7) Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat ketika terjadi tekanan
diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat
olahraga terjadi peningkatan tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan
ventrikel.
II. D. Gejala Klinis (14)
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah, gejala yang timbul
dapat berbeda-beda. Kadang-kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala, dan baru timbul
gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan
penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat gejala biasanya hanya
bersifat spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. Gejala lain yang sering ditemukan adalah
epistaksis, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tungkuk, sukar tidur, dan mata
berkunang-kunang.
II. E. Komplikasi (7, 9)
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko
utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri
koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita
hipertensi memiliki faktor- faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi
Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk
penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung.
II. F. Penatalaksanaan hipertensi (5, 10, 15)
Gambar 3. Algoritma penanggulangan hipertensi menurut JNC VII (16)
a. Farmakologis
Diuretik
Yang termasuk dalam golongan diuretik adalah tiazid dan diuretik kuat.
Tiazid
Tiazid (misalnya hidroklorotiazid) menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan
eksresi dari air dan natrium. Hal ini menyebabkan penurunan volume ekstraselular yang
dapat menurunkan curah jantung dan aliran darah ginjal. Pada penggunaan jangka
panjang terjadi penurunan resistensi perifer. Tiazid dapat dikombinasikan dengan obat
antihipertensi lain seperti B blocker dan ACE inhibitor (ACE-I). Tiazid baik digunakan
pada pasien kulit hitam, lansia dan pasien dengan gangguan ginjal kronik. Tiazid kurang
baik pada pasien dengan bersihan kreatinin kurang dari 50 ml./mnt.
Tiazid dapat mengganggu keseimbangan elektrolit, yaitu menurunkan kadar K dan Mg,
serta meningkatkan kadar Ca. Tiazid dapat menyebabkan hipokalemia dan hiperurisemia
(70% pasien) dan hiperglikemia (10% pasien). Pemakaian Tiazid juga harus dihindari
pada pasien dengan DM dan hiperlipidemia.
Diuretik kuat
Obat ini dapat digunakan pada pasien dengan fungsi ginjal yang buruk atau pasien yang
mempunyai respon kurang baik dengan Tiazid. Diuretik kuat menyebabkan penurunan
resistensi ginjal dan meningkatkan aliran darah ke ginjal.
B blocker
Obat ini mengurangi tekanan darah dengan cara mengurangi curah jantung, menurunkan
respon simpatis dari susunan saraf pusat dan menghambat pelepasan renin dari ginjal. B
blocker lebih efektif untuk mengurangi hipertensi pada ras kulit putih dibanding kulit hitam,
dan pada orang muda dibanding orang tua. Obat ini baik digunakan pada pasien hipertensi
dengan supraventrikular takiaritmia, infark miokardium, angina pectoris, glukoma dan
migren. Penggunaan B blocker sebaiknya dihindari pada pasien dengan penyakit paru
obstruktif dan gagal jantung kongestif.
Efek samping tersering dari obat ini adalah lemas, insomnia, halusinasi, hipotensi,
mengurangi libido dan dapat menyebabkan impotensi. B blocker dapat menyebabkan
gangguan metabolisme lipid dengan mengurangi HDL dan meningkatkan trigliserid.
ACE inhibitor (ACE I)
ACE I mengurangi tekananan darah dengan cara mengurangi tahanan perifer tanpa
meningkatkan curah, frekuensi dan kantraktilitas jantung, Obat ini menghambat angiotensin
converting enzyme dalam mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang dapat
menyebabkan vasokonstriksi. ACE I juga dapat menghambat inaktivasi dari bradikinin yang
berpotensi sebagai vasodilator. Dengan mengurangi angiotensin II, ACE I secara tidak
langsung menghambat sekresi dari aldosteron yang menyebabkan pengurangan retensi air dan
natrium.
ACE I efektif baik pada kulit putih maupun kulit hitam dan baik pada orang muda dan lansia.
Obat ini juga baik pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan infark miokardium.
Efek samping tersering dari ACE I adalah batuk, ruam, demam, hipotensi dan hiperkalemia.3,8
ACE I dapat menyebabkan hiperkalemia pada penyakit GGK (Gangguan Ginjal Kronik)
dengan cara mengurangi influks kalium ke dalam sel dan mengurangi sekresi kalium pada
ginjal.3 Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meihat manfaat ACE I pada pasien GGK
seperti Benazepril Trial, Ramipiril Efficacy in Nefropathy (REIN), dan African America
Study Kidney (AASK). Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa ACE I mempunyai
sifat renoproteksi dan antiproteinuria dibandingkan antihipertensi golongan lain pada pasien
GGK.
Antagonis angiotensin II (AA II)
Efeknya sama dengan ACE I dalam hal menyebabkan vasodilatasi dan mengurangi sekresi
aldosteron. Efek sampingnya serupa dengan ACE I namun lebih ringan dan jarang terjadi.
Antagonis kalsium
Dibagi menjadi 3 kelas yaitu:
Difenilalkilamin (verapamil), mempunyai efek pada otot polos jantung dan pembuluh
darah. Digunakan pada pasien dengan angina, supraventrikular takiaritmia dan migrain.
Benzotiazepin (diltiazem), juga mempunyai efek pada otot polos jantung dan pembuluh
darah, namun mempunyai efek inotropik negative yang kurang poten jika dibandingkan
dengan verapamil. Golongan difenilalkilamin dan benzotiazepin termasuk dalam
nondihidropiridin.
Dihidropiridin (nifedipin, amlodipin, felodipin, isradipin, nikardipin dan nisoldipin)
mempunyai efek yang jauh lebih besar pada otot polos pembuluh darah dibandingkan
dengan jantung.
Obat ini mengurangi tekanan darah dengan cara mengurangi masukan kalsium ke dalam sel
otot polos sehingga mengurangi tonus otot polos (menyebabkan vasodilatasi) dan kontraksi
miokardium. Antagonis kalsium baik digunakan pada pasien dengan asma, DM, angina dan
penyakit vaskular perifer. Golongan obat ini adalah satu-satunya antihipertensi yang dapat
mempengaruhi autoregulasi ginjal. Penurunan tekanan darah dengan antagonis kalsium
mempunyai efek renoprotektif. Mekanisme perlindungan antagonis kalsium pada ginjal
adalah:
Penurunan tekanan darah sistemik
Mengurangi proteinuria
Penurunan hipertrofi ginjal
Modulasi alur mesangial makromolekul
Penurunan aktivitas metabolisme pada sisa nefron
Perbaikan nefrokalsinosis uremia
Pengurangan efek mitogenik pada faktor pertumbuhan
Hambatan tekanan yang menginduksi pemasukan kalsium
Pengurangan pembentukan radikal bebas
Proteinuria merupakan salah satu faktor utama yang dapat memperburuk progresifitas GGK
(proteinuria padat menyebabkan kerusakan tubulointerstisial). Penurunan proteinuria pada
umumnya disertai dengan perbaikan fungsi ginjal. Terjebaknya makromolekul (protein) pada
mesangial dapat menyebabkan kerusakan mesangial dengan cara menstimulasi inflamasi
lokal dan dapat mempercepat progresifitas sklerosis. Antagonis kalsium dapat menghambat
efek mitogenik sel mesangial dan produksi Platelet Activating Factor (PAF) yang dapat
mempercepat proses glomerulosklerosis. Menurut beberapa penelitian, antagonis kalsium
(golongan nondihidropiridin) ternyata menurunkan proteinuria pada pasien dengan GGK dan
efek penurunan proteinuria ini akan lebih baik pada pemberian antagonis kalsium yang
dikombinasikan dengan ACE I. Namun, menurut hasil penelitian African American Study of
Kidney Disease and Hypertension (AASK) menunjukkan bahwa pemberian antagonis
kalsium golongan dihidropiridin pada pasien dengan GGK ternyata dapat memperburuk
fungsi ginjal. Antagonis kalsium merupakan obat antihipertensi yang sangat efektif
untukmenurunkan tekanan darah pada pasien GGK yang resisten dengan obat antihipertensi
lain. Keuntungan antagonis kalsium adalah meningkatkan eksresi natrium dan air (berguna
bagi pasien GGK dengan edema), tidak menyebabkan hiperkalemia (lebih baik dari golongan
ACE I dan AA II), bahkan ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh United States Renal
Data System Dialysis Morbidity and Mortality Study Wave II (USRDS DMMS II) yang
menunjukkan bahwa penggunaan antagonis kalsium menurunkan mortalitas yang bermakna
dibandingkan dengan obat antihipertensi lain pada pasien GGK. Efek samping obat ini jarang
ditemukan dan berupa pusing, sakit kepala dan lemas.
α-blocker
Obat ini mengurangi tekanan darah dengan cara memblok α1 adrenoreseptor. Hal ini
menyebabkan penurunan tahanan perifer dan mengurangi tekanan darah arteri dengan
menyebabkan relaksasi pada otot polos arteri dan vena. Obat ini hanya sedikit
mempengaruhi curah jantung, aliran darah ginjal dan LFG (sehingga peningkatan pelepasan
renin tidak terjadi). Efek samping yang sering dialami adalah takikardia dan sinkop.
Adrenergik sentral
Yang termasuk dalam adrenergik sentral adalah klonidin dan metildopa.
Klonidin
α2 agonis menghilangkan rangsang adrenergic sentral. Klonidin tidak mengurangi aliran
darah ginjal atau LFG sehingga berguna pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal.
Klonidin menyebabkan retensi natrium dan air, sehingga biasanya dikombinasikan
dengan diuretik. Efek samping yang sering terjadi adalah sedasi dan pengeringan
mukosa hidung.
Metildopa
Obat ini dapat menghilangkan rangsang adrenergik sentral yang menyebabkan
berkurangnya tahanan perifer dan tekanan darah. Curah jantung dan aliran darah ke
organ (termasuk ke ginjal) tidak berkurang. Obat ini dapat digunakan pada penderita
hipertensi dengan insufisiensi ginjal. Efek samping yang tersering adalah sedasi dan
mengantuk.
Vasodilator
Obat ini menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos pembuluh darah sehingga
menurunkan tahanan perifer. Selain itu juga menyebabkan peningkatan stimulasi jantung
yang menyebabkan peningkatan kontraktilitas, denyut jantung dan konsumsi oksigen. Hal ini
dapat menyebabkan angina pektoris, infark miokardium dan gagal jantung. Vasodilator juga
dapat meningkatkan konsentrasi renin plasma sehingga meningkatkan retensi air dan
natrium. Efek samping yang tidak diinginkan ini dapat dikurangi dengan pemberian diuretik
dan B blocker. Yang termasuk dalam golongan vasodilator adalah hidralazin dan minoxidil.
Indikasi khusus Diuretik β Blocker ACEI ARB CCB Antialdosteron
Gagal jantung + + + + +
Pasca infark
miokard + + +
Risiko tinggi
PJK+ + + +
Diabetes
mellitus+ + + + +
Penyakit ginjal
kronik + +
Cegah stroke
berulang+ +
Tabel 2. Pilihan Obat pada Indikasi Khusus (16)
b. Non farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis (diet) sering sebagai pelengkap penatalaksanaan
farmakologis, selain pemberian obat-obatan antihipertensi perlu terapi dietetik dan
merubah gaya hidup.
Tujuan dari penatalaksanaan diet :
• Membantu menurunkan tekanan darah secara bertahap dan mempertahankan tekanan darah
menuju normal.
• Mampu menurunkan tekanan darah secara multifaktoral
• Menurunkan faktor resiko lain seperti BB berlebih, tingginya kadar asam lemak, kolesterol
dalam darah.
• Mendukung pengobatan penyakit penyerta seperti penyakit ginjal, dan DM.
Prinsip diet penatalaksanaan hipertensi:
• Makanan beraneka ragam dan gizi seimbang
• Jenis dan komposisi makanan disesuaikan dengan kondisi penderita
• Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar
diet. Konsumsi garam dapur tidak lebih dari ¼ - ½ sendok teh/hari atau dapat menggunakan
garam lain diluar natrium.
II. G. Pencegahan hipertensi (8, 10, 14)
Resiko seseorang untuk mendapatkan hipertensi dapat dikurangi dengan cara :
Memeriksa tekanan darah secara teratur
Menjaga berat badan dalam rentang normal
Mengatur pola makan, antara lain dengan mengkonsumsi makanan berserat, rendah lemak
dan mengurangi garam.
Hentikan kebiasaan merokok dan minuman beralkohol
Berolahraga secara teratur
Mengurangi stress dan emosi
BAB III
HYPERTENSIVE HEART DISEASE
III. A. Definisi (17, 18)
Hypertensive Heart Disease atau Penyakit Jantung Hipertensi adalah suatu penyakit
yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama
dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-
10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak
diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau
Idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi
sekunder). Hampir semua hipertensi sekunder didasarkan pada dua mekanisme yaitu
gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal
dini karena komplikasi jantung (yang disebut sebagai penyakit jantung hipertensi). Juga dapat
menyebabkan strok, gagal ginjal, atau gangguan retina mata.
II.3. Patofisiologi (11, 17, 18)
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan
banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin,
seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam
perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu
sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan darah menyebabkan
perubahan yang merugikan pada struktur dan fungsi jantung melalui 2 cara: secara langsung
melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui neurohormonal terkait dan
perubahan vaskular. Peningkatan perubahan tekanan darah dan tekanan darah malam hari
dalam 24 jam telah dibuktikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan berbagai jenis
patologi jantung, terutama bagi masyarakat Afrika-Amerika.
Hipertrofi ventrikel kiri (Left Ventricle Hypertrophy/LVH)
Gambar 4. LVH (19)
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan reaksi/respon terhadap kenaikan afterload
(systemic vascular resistance yg tinggi). Mula-mula merupakan hal yg bersifat protektif,
tetapi kemudian dapat menunjukkan disfungsi ventrikel kiri. LVH sering didapati pada
hipertensi.
LVH dapat diidentifikasi dari :
1. Pemeriksaan fisik dengan menentukan ictus cordis yang melebar dan bergeser ke
lateral dan kaudal
2. EKG hanya 5-10%
Gambar 5. LVH dalam EKG (20)
3. Foto toraks kardiomegali dengan apeks kordis ke lateral dan kaudal.
4. Eko lebih peka dibandingkan EKG 30%
Remodelling adalah hasil proses kompensasi/adaptasi yaitu proses reparasi, hipertrofi
dan dilatasi. Dimulai dari adanya kerusakan LV. Proses remodeling ventricular berlangsung
mulai beberapa bulan sampai tahun tanpa keluhan meskipun proses dilatasi LV berlanjut.
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan
berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung
memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat,
ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac
output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat. Tekanan darah
tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung
sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai
oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.
LVH didefinisikan sebagai suatu penambahan massa pada ventrikel kiri, sebagai
respon miosit terhadap berbagai rangsangan yang menyertai peningkatan tekanan darah.
Hipertrofi miosit dapat terjadi sebagai kompensasi terhadap peningkatan afterload.
Rangsangan mekanik dan neurohormonal yang menyertai hipertensi dapat menyebabkan
aktivasi pertumbuhan sel-sel otot jantung, ekspresi gen (beberapa gen diberi ekspresi secara
primer dalam perkembangan miosit janin), dan LVH. Sebagai tambahan, aktivasi sistem
renin-angiotensin melalui aksi angiotensin II pada reseptor angiotensin I mendorong
pertumbuhan sel-sel interstisial dan komponen matrik sel sehingga mempercepat proses
remodelling. Jadi, perkembangan LVH dipengaruhi oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan antara miosit dan struktur interstisium skeleton cordis.
Apabila jantung menghadapi beban hemodinamik yang berlebihan, kompensasi utama
adalah bertambahnya massa dari miokard. Respons neurohumolar yaitu system simpatis dan
system R-A-A yang dimaksudkan untuk memperkuat kontraktilitas tetapi berpartisipasi
terhadap respon hipertrofi, aldosteron menambah jaringan kolagen yang mendasari proses
remodeling. Pattern daripada LVH tergantung daripada tipe beban hemodinamik. Volume
overload menyebabkan eccentric hypertrophy dari LV, LV mengalami dilatasi, fungsi sistolik
(ejection fraction = EF menurun) dan akhirnya gagal jantung (gagal jantung sistolik).
Kelebihan beban tekanan berakibat hipertrofi miokard tidak disertai bertambahnya kapasitas
volume LV dinamakan concentric hypertrophy, penyebab disfungsi diastolik dimana fungsi
relaksasi LV menurun dan dapat terjadi gagal jantung (gagal jantung diastolic). Terdapat
peningkatan pada ketebalan dan massa ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan dan volume
diastolik ventrikel kiri Manifestasi klinis gagal jantung diastolic tidak dapat dibedakan
dengan gagal jantung sistolik secara bedside, dapat dibedakan dengan ekogram
Abnormalitas Atrium Kiri
Peningkatan afterload membebani atrium kiri lewat peningkatan tekanan end diastolik
ventrikel kiri sebagai tambahan untuk meningkatkan tekanan darah yang menyebabkan
gangguan pada fungsi atrium kiri ditambah peningkatan ukuran dan penebalan atrium kiri.
Peningkatan ukuran atrium kiri pada kasus hipertensi yang tidak disertai penyakit katup
jantung atau disfungsi sistolik menunjukkan kronisitas hipertensi dan mungkin berhubungan
dengan beratnya disfungsi diastolik ventrikel kiri.
Penyakit Katup
Hipertensi yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang
menyebabkan terjadinya insufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan
secara signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi
yang tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat
insufisiensi aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik.
Sebagai tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat
mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.
Gagal Jantung
Gagal jantung adalah komplikasi umum dari peningkatan tekanan darah yang kronik.
Hipertensi sebagai penyebab gagal jantung kongestif seringkali tidak diketahui, sebagian
karena saat gagal jantung terjadi, ventrikel kiri yang mengalami disfungsi tidak mampu
menghasilkan tekanan darah yang tinggi, hal ini menaburkan penyebab gagal jantung
tersebut. Prevalensi disfungsi diastolik yang asimtomatik pada pasien dengan hipertensi dan
tanpa LVH adalah sekitar 33%. Peningkatan afterload yang kronis dan terjadinya LVH dapat
memberi pengaruh buruk terhadap fase awal relaksasi dan fase komplaien lambat dari
diastolik ventrikel.
Disfungsi diastolik umumnya terjadi pada seseorang dengan hipertensi. Disfungsi
diastolik biasanya, namun tidak tanpa kecuali, disertai dengan LVH. Sebagai tambahan,
selain peningkatan afterload, faktor-faktor lain yang ikut berperan dalam proses terjadinya
disfungsi diastolik adalah penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik, dan
abnormalitas struktur seperti fibrosis dan LVH. Disfungsi sistolik yang asimtomatik biasanya
juga terjadi. Pada bagian akhir penyakit, LVH gagal mengkompensasi dengan meningkatkan
cardiac output dalam menghadapi peningkatan tekanan darah, kemudian ventrikel kiri mulai
berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Saat penyakit ini memasuki tahap akhir,
fungsi sistolik ventrikel kiri menurun. Hal ini menyebabkan peningkatan lebih jauh pada
aktivasi neurohormonal dan sistem renin-angiotensin, yang menyebabkan peningkatan retensi
garam dan cairan serta meningkatkan vasokontriksi perifer. Apoptosis, atau program
kematian sel, distimulasi oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan antara stimulan dan
penghambat, disadari sebagai pemegang peran pentingdalam transisi dari tahap kompensata
menjadi dekompensata.
Iskemik Miokard
Hal yang penting pada pasien dengan hipertensi, angina dapat terjadi pada
ketidakhadiran penyakit arteri koroner epikardium. Penigkatan aferload sekunder akibat
hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan dinding ventrikel kiri dan tekanan transmural,
menekan aliran darah koroner selama diastole. Sebagai tambahan, mikrovaskular, diluar
arteri koroner epikardium, telah terlihat mengalami disfungsi pada pasien dengan hipertensi
dan mungkin tidak mampu mengkompensasi peningkatan metabolik dan kebutuhan oksigen.
Perkembangan dan progresifitas aterosklerosis, merupakan tanda penyakit arteri
koroner, di eksaserbasikan pada arteri yang menjadisubjek peningkatan tekanan darah kronis
mengurangi tekanan yang terkait dengan hipertensi dan disfungsi endotelial menyebabkan
gangguan pada sintesis dan pelepasan nitrit oksida yang merupakan vasodilator poten.
Penurunan kadar nitrit oksida menyebabkan perkembangan dan makin cepatnya
pembentukan arteriosklerotis dan plak. Gambaran morfologi plak identik dengan plak yang
ditemukan pada pasien tanpa hipertensi.
BAB IV
KESIMPULAN
Tekanan darah tinggi (hipertensi) ditetapkan sebagai hipertensi (primer) atau
hipertensi sekunder penting dan didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi secara konsisten
melebihi 140/90 mm Hg. Pada hipertensi esensial (95% dari penderita hipertensi), tidak ada
penyebab tertentu yang ditemukan, sedangkan hipertensi sekunder (5% dari penderita
hipertensi) disebabkan oleh kelainan di suatu tempat dalam tubuh, seperti di ginjal, kelenjar
adrenal, atau arteri aorta. Hipertensi primer dapat berjalan di beberapa keluarga dan lebih
sering terjadi pada penduduk Amerika Afrika, meskipun gen untuk hipertensi esensial belum
teridentifikasi.
Asupan garam yang tinggi, obesitas, kurang olahraga teratur, alkohol yang berlebihan
atau asupan kopi, dan merokok bisa semua mempengaruhi prospek untuk kesehatan seorang
individu dengan hipertensi.
Tekanan darah tinggi disebut silent killer karena seringkali tidak menimbulkan gejala
selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, sampai akhirnya kerusakan organ-organ kritis
tertentu. Hipertensi yang tidak terkontrol akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah di mata, penebalan otot jantung dan serangan jantung, pengerasan arteri
(arteriosklerosis), gagal ginjal, dan stroke.
Semakin tingginya kesadaran publik dan penyaringan penduduk yang diperlukan
untuk mendeteksi hipertensi cukup dini sehingga dapat diobati sebelum organ-organ penting
yang rusak. Gaya hidup penyesuaian diet dan latihan dan kepatuhan dengan rezim obat
adalah faktor penting dalam menentukan hasil bagi orang-orang dengan hipertensi.
Beberapa kelas obat anti-hipertensi yang tersedia, termasuk inhibitor ACE, obat ARB,
beta-blocker, diuretik, calcium channel blockers,-alpha bloker, dan vasodilator perifer.
Kebanyakan obat antihipertensi dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi: beberapa
hanya digunakan dalam kombinasi, beberapa lebih disukai atas orang lain dalam situasi
tertentu medis tertentu, dan ada juga yang tidak akan digunakan (kontraindikasi) dalam
situasi lain.
Tujuan terapi untuk hipertensi adalah untuk membawa tekanan darah ke 140/85 di
populasi umum dan untuk tingkat bahkan lebih rendah pada penderita diabetes Amerika
Afrika,, dan orang dengan penyakit ginjal kronis tertentu. Screening, mendiagnosa,
mengobati, dan hipertensi mengendalikan awal saja secara signifikan dapat mengurangi
risiko stroke berkembang, serangan jantung, atau gagal ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yogiantoro M. Hipertensi esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I,
Simadibratra M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam I. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2006. Hlm. 610-4.
2. Fisher NDL, Williams GH. Hypertensive vascular disease. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrison’s principle of internal
medicine. 16th ed. Philadhelpia: McGraw-Hills. 2005. P. 1463-81.
3. "High blood pressure - NHS". National Health Service (NHS).
http://www.nhs.uk/Conditions/Blood-pressure-(high)/Pages/Introduction.aspx.
4. Pierdomenico SD, Di Nicola M, Esposito AL, et al. (June 2009). "Prognostic Value of
Different Indices of Blood Pressure Variability in Hypertensive Patients". American
Journal of Hypertension 22 (8): 842–7. doi:10.1038/ajh.2009.103. PMID 19498342.
5. Secondary hypertension, Mayo Foundation for Medical Education and Research (2008)
[1], Retrieved May 10, 2010.
6. Nelson, Mark. "Drug treatment of elevated blood pressure". Australian Prescriber (33):
108–112. http://www.australianprescriber.com/magazine/33/4/108/12. Retrieved August
11, 2010.
7. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. (December 2003). "Seventh report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure". Hypertension 42 (6): 1206–52.
doi:10.1161/01.HYP.0000107251.49515.c2. PMID 14656957.
8. Jetté M, Landry F, Blümchen G (April 1987). "Exercise hypertension in healthy
normotensive subjects. Implications, evaluation and interpretation". Herz 12 (2): 110–8.
PMID 3583204.
9. Schoen FJ, Cotran RS. The blood vessels. In: Kumar V, Cotran RS, Robbins S, editors.
Robbins basic pathology. 7th ed. Philadhelpia: Saunders. 2003. P. 338-41.
10. Pickering TG (April 1987). "Pathophysiology of exercise hypertension". Herz 12 (2):
119–24. PMID 2953661.
11. Palupi. Kumpulan Kuliah Kardiologi. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti; 2007. P. 103-105.
12. Carretero OA, Oparil S (January 2000). "Essential hypertension. Part I: definition and
etiology". Circulation 101 (3): 329–35. PMID 10645931.
http://circ.ahajournals.org/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=10645931.
13. Mayza A, Soenarta A.A., Lukito A.A dkk. Ringakasan Eksekutif Krisis Hipertensi.
Jakarta: Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InasSH); 2007. P. 1-7.
14. Rost R, Heck H (April 1987). "[Exercise hypertension--significance from the viewpoint
of sports]" (in German). Herz 12 (2): 125–33. PMID 3583205.
15. Klaus D (April 1987). "[Differential therapy of exercise hypertension]" (in German).
Herz 12 (2): 146–55. PMID 3583208.
16. Mayza A, Lydia A, Saputra A.J dkk. Ringakasan Eksekutif Penanggulangan Hipertensi.
Jakarta: Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InasSH); 2007. P. 3-9.
17. Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B,
Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006.p.1654-55.
18. Yogiantoro, mohammad. Hipertensi esensial, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I,
et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006.p.610-614.
19. Topic: Left Ventricle Hypertrophy. Available from :
http://3.bp.blogspot.com/_XcWpIZCxflw/TREw8TFh-HI/AAAAAAAAACc/5cwoopgHj
SM/s1600/hypertension-heart-disease.gif Accesed on May 14th 2011.
20. Topic: Left Ventricle Hypertrophy in ECG. Available from :
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/37/ECG_LVH.png Accesed on May
14th 2011.