Case KUSTA Dr Prima

download Case KUSTA Dr Prima

of 13

description

kasus kusta

Transcript of Case KUSTA Dr Prima

LAPORAN KASUS

Morbus Hansen / Kustadr. Sri Primawati Indraswari, Sp. KK, MMOleh: Fardhian Zaenal (030.10.101)

I. PENDAHULUANPenyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Kusta memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB). Istilah kusta sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, karena nama yang menemukan kuman mycobacterium leprae adalah Dr. Gerhard Armauwer Hansen pada tahun 1874 sehingga penyakit ini disebut Morbus Hansen.[footnoteRef:2],[footnoteRef:3],[footnoteRef:4] [2: Djuanda. A.,Djuanda. S., Hamzah.M., dan Aisah.A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta: Balai Penrbit FKUI] [3: WHO. (2009). Enhanced Global Strategy for Further Reducing the Disease Burden due to Leprosy. retrieved January 2015 from http://www.searo.who.int/entity/global_leprosy_programme/documents/enhanced_global strategy_2011_2015_operational_guidelines.pdf. Last update: January 10, 2009] [4: CDC. (2013). Hansens's Disease (Leprosy), retrieved January 2015 http://www.cdc.gov/leprosy/health-care-workers/index.html. Last update: April 29, 2013]

Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang buruk, dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun. Pria memiliki tingkat terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita. 1,2,3Kusta menyebar luas ke seluruh dunia, dengan sebagian besar kasus terdapat di daerah tropis dan subtropis, tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa menyerang di mana saja. Penyakit ini diduga berasal dari Afrika atau Asia Tengah yang kemudian menyebar keseluruh dunia lewat perpindahan penduduk ini disebabkan karena perang, penjajahan, perdagangan antar benua dan pulau-pulau. Berdasarkan pemeriksaan kerangka-kerangka manusia di Skandinavia diketahui bahwa penderita kusta ini dirawat di Leprosariasecara isolasi ketat. Penyakit ini masuk ke Indonesia diperkirakan pada abad ke IV-V yang diduga dibawa oleh orang-orang India yang datang ke Indonesia untuk menyebarkan agamanya dan berdagang. 1,2,3Pada tahun 1991, negara-negara anggota WHO melalui resolusi World Health Assembly, menyatakan niat mereka untuk mengeliminasi kusta sebagai masalah kesehatan masyarakat di tahun 2000.Setelah deklarasi resolusi WHA, Indonesia berkomitmen untuk mengeliminasi kusta pada tahun 2000.[footnoteRef:5],[footnoteRef:6] [5: Ditjen PPM & PL. (2012). Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta : Sub Direktorat Kusta & Frambusia.] [6: Daili, dkk. 1998.Kusta. UI PRES. Jakarta.]

Indonesia kemudian membangun tujuan Program Pengendalian Kusta Nasional (NLCP) sejalan dengan target global yaitu angka prevalensi menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk pada tahun 2000. Strategi Nasional dirumuskan berdasarkan rekomendasi hasil pertemuan konsultasi manajer program pengendalian kusta di India pada thuan 1993 yang dapat diterima untuk situasi Indonesia. Dalam pelaksanaan semua strategi dan kegiatan, isu yang paling penting adalah memastikan bahwa MDT cukup tersedia di semua fasilitas kesehatan, dan bahwa semua kasus yang ditemukan diobati dengan MDT. Peran semua sektor dan LSM di Indonesia perlu didentifikasi jenis dukungan, daerah yang didukung, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk dimobilisasi secara tepat waktu. 4,5Eliminasi kusta tingkat nasional tercapai pada Juli tahun 2000. Pada tahun 2003, lebih kurang 60 % provinsi dan kabupaten telah mencapai eliminasi (17 provinsi dengan 315 kabupaten).Sejalan dengan strategi global yang dicanangkan WHO untuk menurunkan lebih jauh beban karena kusta (2011-2014), pemerintah mengadopsi tujuan untuk menurunkan angka cacat tingkat 2 per 100.000 penduduk di tahun 2015 sebesar 35% dibandingkan dengan data tahun 2010. 4,5Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa kanak-kanak. Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit. 1,2,3II. KASUSSeorang ibu berusia 55 tahun, pekerjaan berdagang, menikah, beragama Islam, pendidikan SMP di rawat di ruang edelweis RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 19 September 2015, keluhan utama pasien kedua jari tangan dan kaki kaku, disertai benjolan kemerahan dan demam tinggi.IDENTITAS PASIENNama: Ny. SUsia: 55 tahunJenis kelamin: WanitaAlamat: Jl. Perintis Kemerdekaan 99. 17., kelurahan Panggung, kecamatan Tegal Timur, Kota TegalAgama: IslamSuku Bangsa: JawaStatus Pernikahan: MenikahPekerjaan: Penjaga toko batikPendidikan: tamat SMPAsuransi: BPJS non PBI

ANAMNESIS KHUSUS(Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan anak kandung pasien dilakukan pada tanggal 19 September 2015 pukul 08.00 WIB di ruang rawat inap RSUD Kardinah Tegal)Pasien rawat inap di ruang Edelweis RSUD Kardinah sejak hari Rabu, 16 September 2015. Keluhan pasien saat ini adalah jari jari kedua tangan dan kaki terasa kaku dan kebas sejak 16 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh terjadi perubahan bentuk jari jari tangan dan kaki yang timbul seiring berjalannya keluhan utama didahului timbulnya bercak kehitaman kering bersisik pada punggung kedua kaki, lengan, dan bagian depan kedua tungkai bawah pasien tanpa disertai rasa gatal atau nyeri. Pasien tidak mengeluh nyeri, gatal, dan demam.Awalnya pada tahun 1990an pasien hanya mengeluh terdapat bercak yang timbul pada kedua punggung kaki kemudian disusul tungkai bawah bagian depan, lengan, dan perut tanpa disertai keluhan nyeri ataupun gatal kira-kira sebesar uang logam sehingga pasien tidak memeriksakan ke dokter. Pada tahun 1999, pasien mulai mengeluh pada jari ke-4 kedua tangan terasa kaku dan sulit digerakkan sehingga terus dalam posisi menekuk. Keadaan tersebut tidak membaik seiring berjalannya waktu tanpa pengobatan sehingga berangsur-angsur jari jari kedua kaki dan tangan yang lain ikut kaku dan sulit digerakan sehingga seluruh jari pasien dalam keadaan menekuk disertai dengan rasa kebas pada seluruh jari kedua tangan dan kaki pasien. Keluhan pasien berlangsung terus menerus hingga terjadi perubahan bentuk menetap dari jari jari kedua tangan dan kaki pasien sehingga pada bulan desember 2014 pasien berobat ke dokter dan terdiagnosis menderita penyakit kusta. Lalu pasien memulai pengobatan kusta mulai bulan Januari 2015.Setelah mendapat pengobatan MDT dari puskesmas, pasien mengaku kehitaman pada kulitnya berangsur-angsur berkurang meskipun keluhan jari tangan dan kakinya tidak mengalami perubahan.Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa atau belum pernah terdiagnosis menderita penyakit kusta maupun penyakit kulit lainnya. Pasien juga belum pernah menglami keluhan kekakuan gerak pada anggota gerak tubuh atas maupun bawah. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat obatan tertentu.Keluarga pasien yang tinggal serumah dengan pasien tidak memiliki keluhan serupa atau tidak ada yang terdiagnosis menderita penyakit kusta. Pasien mengaku hanya pasien saja yang menderita keluhan tersebut dalam keluarganya. Pasien mengaku tidak ada tetangga disekitar rumah pasien yang memiliki keluhan serupa dengan pasien atau terdiagnosis menderita penyakit kusta, Pasien bekerja sebagai penjual baju batik yang sering melayani pelanggan, menurut keterangan pasien, di tempat pasien bekerja tidak ada yang memiliki keluhan serupa atau pun terdiagnosis penyakit kusta.

PEMERIKSAAN FISIK1. STATUS GENERALISKeadaan Umum : Baik, tampak sakit ringan.Kesadaran: Compos MentisTanda Vital:Tekanan Darah: 110/70 mmHgNadi: 85 x/menitSuhu: 36,5CPernafasan: 18 x/menitBerat Badan: 70 KgTinggi : 153 cmStatus Gizi: obes (BMI = 31,11)

Kepala: Bentuk: Normocephali, Alopecia (-), Fascies Leonia (-) Mata: CA (+/+), SI(-/-), Madarosis (-/-), Lagoftalmus (-/-) Hidung: Septum deviasi (-), sekret (-), Saddle nose (-) Mulut: Bibir kering (-), faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 tenang Telinga: Normotia, tanda radang (-), serumen (-) Leher: pembesaran KGB (-) Kulit kepala: kelainan kulit (-)

Thorax: Inspeksi: Bentuk normal, gerak nafas simetris, tidak ada efloresensibermakna Palpasi: Vokal fremitus +/+ simetris Perkusi: Sonor dikedua lapang paru Auskultasi Jantung: S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)Paru: SN vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen: Inspeksi: Datar, lesi kulit (-), tidak ada efloresensi bermakna Palpasi: supel, Hepar dan lien tidak teraba membesar Perkusi: Timpani Auskultasi: Bising usus (+) normal

Ekstremitas: superior: oedem (-) deformitas (+) digitalis manus dextra & sinistra kelainan sendi interphalang (+) kelainan kulit (+) lihat status dermatologikus kelainan kuku: pitting nail (-), onikolisis (-), diskolorisasi (-) inferior: oedem(-) deformitas (+) digitalis pedis dextra & sinistra kelainan sendi interphalang (+) kelainan kulit (+) lihat status dermatologikus. kelainan kuku : pitting nail (-), onikolisis (-), diskolorisasi (-)2. STATUS DERMATOLOGIKUSDistribusi: GeneralisataAd Regio: Kedua lengan bawah, kedua tungkai bawah dan punggung kakiLesi: Multipel, diskret, bentuk tidak teratur, ukuran 2 cm x 2 cm sampai 15 cm x 10 cm, batas tidak tegas, rata dengan permukaan kulit, keringEfloresensi : Makula hiperpigmentosis, skuama psoriasiformisFoto terlampirPEMERIKSAAN KHUSUS Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan sensoris : terdapat kesan hipestesi pada jari jari kedua tangan dan kaki pasien. Dari hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat gangguan saraf perifer diantaranya N. Medianus, N.Ulnaris, dan N. Tibialis posterior

RESUMESeorang ibu berusia 55 tahun, pekerjaan berdagang, menikah, beragama Islam, pendidikan SMP di rawat di ruang edelweis RSUD Kardinah Tegal pada tanggal 19 September 2015, keluhan utama pasien kedua jari tangan dan kaki kaku, disertai benjolan kemerahan dan demam tinggi.Dari anamnesis didapatkan keluhan pasien saat ini adalah jari jari kedua tangan dan kaki terasa kaku dan kebas sejak 16 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh terjadi perubahan bentuk jari jari tangan dan kaki yang timbul seiring berjalannya keluhan utama yang diawali timbulnya bercak kehitaman kering bersisik pada punggung kedua tangan dan kaki, dan bagian depan kedua tungkai bawah pasien tanpa disertai rasa gatal atau nyeri. Awalnya pada tahun 1990an pasien hanya mengeluh terdapat bercak yang timbul pada kedua punggung kaki kemudian disusul tungkai bawah bagian depan, lengan, dan perut tanpa disertai keluhan nyeri ataupun gatal kira-kira sebesar uang logam sehingga pasien tidak memeriksakan ke dokter. Pada tahun 1999, pasien mulai mengeluh pada jari ke-4 kedua tangan terasa kaku dan sulit digerakkan sehingga terus dalam posisi fleksi. Keadaan tersebut tidak membaik seiring berjalannya waktu tanpa pengobatan sehingga berangsur-angsur jari jari kedua kaki dan tangan yang lain ikut kaku dan sulit digerakan sehingga seluruh jari pasien dalam keadaan fleksin disertai dengan rasa kebas pada seluruh jari kedua tangan dan kaki pasien. Keluhan pasien berlangsung terusmenerus hingga terjadi perubahan bentuk menetap dari jari jari kedua tangan dan kaki pasien sehingga padabulan desember 2014 pasien berobat ke dokter dan terdiagnosis menderita penyakit kusta. Lalu pasien memulai pengobatan kusta mulai bulan Januari 2015. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa atau belum pernah terdiagnosis menderita penyalit kusta maupun penyakit kulit lainnya. Pasien juga belum pernah menglami keluhan kekakuan gerak pada anggota gerak tubuh atas maupun bawah. Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan dan obat obatan tertentu.Keluarga pasien tidak yang tinggal serumah dengan pasien tidak memiliki keluhan serupa atau tidak ada yang terdiagnosis menderita penyakit kusta. Pasien mengaku baru pertama kali mengalami keluhan ini dan hanya pasien saja yang menderita keluhan tersebut dalam keluarganya. Pasien mengaku tidak ada tetangga disekitar rumah pasien maupun lingkungan tempat bekerja pasien yang memiliki keluhan serupa dengan pasien atau terdiagnosis menderita penyakit kusta.Dari pemeriksaan fisik : status generalis : Konjungtiva anemis (+/+), bibir sianosis (+). Status dermatologikus Distribusi : Generalisata, Ad Regio: Kedua lengan bawah, kedua tungkai bawah dan punggung kaki. Lesi : Multipel, diskret, bentuk tidak teratur, ukuran 2 cm x 2 cm sampai 15 cm x 10 cm, batas tegas, rata dengan permukaan kulit, kering. Efloresensi : makula hiperpigmentosis, skuama psoriasiformis.Dari pemeriksaan khusus didapatkan kesan hipestesi pada jari jari kedua tangan dan kaki pasien. Dari hasil pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa terdapat gangguan saraf perifer diantaranya N. Medianus, N.Ulnaris, dan N. Tibialis posterior.DIAGNOSIS BANDING1. Morbus Hansen2. Dermatofitosis3. Dermatitis seboroik

DIAGNOSIS KERJAMorbus Hansen tipe Multi Basiler disertai reaksi Eritematosa Nodulus Leprosum

USULAN PEMERIKSAAN Pemeriksaan Bakerioskopik Pemeriksaan BTA pada kerokan jaringan kulit Pemeriksaan Histopatologi Untuk menemukan sel Virchow atau sel Lepra

PENATALAKSANAAN1. UMUM Menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya dan pengobatannya. Menyarankan agar kulit tidak digaruk Memotivasi pasien untuk disiplin mengkonsumsi obat yang telah diberikan.

2. KHUSUSa. SistemikMulti Drug Therapy untuk tipe Multi BasilerHari ke-1 : Rifampicin 300mg x 2, Klofamizin 100mg x 3, DDS 100mg x 1Hari 2 28 : Klofamizin 50mg x 1, DDS 100mg x 1Metilprednisolon 2 x 8mgNeurobion 2 x 1b. Topikal : -

PROGNOSIS Quo ad vitam : ad bonam Quo ad fungtionam: dubia ad malam Quo ad sanationam : dubia Quo Ad cosmeticum: Ad malam

III. PEMBAHASANPenyakit kusta atau lepra disebut juga Morbus Hansen, adalah sebuah penyakit infeksi menular kronis yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Kusta memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB).Kusta merupakan penyakit menahun yang menyerang syaraf tepi, kulit dan organ tubuh manusia yang dalam jangka panjang mengakibatkan sebagian anggota tubuh penderita tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun infeksius, tetapi derajat infektivitasnya rendah. Waktu inkubasinya panjang, mungkin beberapa tahun, dan tampaknya kebanyakan pasien mendapatkan infeksi sewaktu masa kanak-kanak. Tanda-tanda seseorang menderita penyakit kusta antara lain, kulit mengalami bercak putih, merah, ada bagian tubuh tidak berkeringat, rasa kesemutan pada anggota badan atau bagian raut muka, dan mati rasa karena kerusakan syaraf tepi. Gejalanya memang tidak selalu tampak. Justru sebaiknya waspada jika ada anggota keluarga yang menderita luka tak kunjung sembuh dalam jangka waktu lama. Juga bila luka ditekan dengan jari tidak terasa sakit.Diagnosis Morbus Hansen ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan khusus. Pada anamnesis didapatkan keluhan jari jari kedua tangan dan kaki terasa kaku dan kebas sejak 16 tahun yang lalu. Pasien juga mengeluh terjadi perubahan bentuk jari jari tangan dan kaki yang timbul seiring berjalannya keluhan utama yang diawali timbulnya bercak kehitaman kering bersisik pada punggung kedua tangan dan kaki, dan bagian depan kedua tungkai bawah pasien tanpa disertai rasa gatal atau nyeri.Pada pemeriksaan fisik, status generalis : Konjungtiva anemis (+/+), bibir sianosis (+). Status dermatologikus Distribusi : Generalisata, Ad Regio: Kedua lengan bawah, kedua tungkai bawah dan punggung kaki. Lesi : Multipel, diskret, bentuk tidak teratur, ukuran 2 cm x 2 cm sampai 15 cm x 10 cm, batas tidak tegas, rata dengan permukaan kulit, kering. Efloresensi : makula hiperpigmentosis, skuama psoriasiformis. Berdasarkan pemeriksaan fisik tersebut sesuai dengan kepustakaan morbus hansen.Dalam menegakkan diagnosis Morbus Hansen atau kusta, dapat dibiaskan oleh beberapa penyakit kulit yang memiliki gambaran yang hamper serupa, yaitu dermatofitosis dan dermatitis seboroikPada dermatofitosis biasanya mengenai jaringan yang memiliki zat tanduk, misalnya tratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku. Biasanya penderita merasa gatal dan kelainannya berbatas tegas. Dermatofitosis tidak menyebabkan derformitas. Diagnosis banding ini dapat disingkirkan karena pada kasus ini terdapat derformitas dan tidak ada keluhan kulit gatal serta batas lesi yang tidak tegas. Pada dermatitis seboroik, kelainan kulit yang ditemukan umumnya terdiri atas eritema, skuama halus berminyak, dan batasnya yang kurang tegas. Predileksinya lebih sering terjadi pada tempat-tempat yang seboroik. Dermatitis seboroik tidak menyebabkan deformitas. Diagnosis banding ini dapat disingkirkan karena pada kasus ini terdapat derformitas dan skuama bersifat kering dan kasar seperti sisik.Kusta memiliki dua macam tipe gejala klinis yaitu pausibasilar (PB) dan multibasilar (MB). Berikut ini merupakan perbandingan antara gambaran tipe Pausibasiler dengan Multi Basiler.

Tabel 1. Gambaran tipe Morbus Hansen 1Pada kasus ini, masuk dalam diagnosis Morbus Hansen tipe Multi Basiler. Pada pasien tersebut dari hasi pemeriksaan status dermatologisnya didapatkan distribusi gambaran lesi yang bilateral pada kedua tangan dan kaki, permukaan bercak yang halus dan mengkilap pada bagian tengah lesi, batas bercak yang kurang tegas, tidak adanya keluhan mati rasa pada permukaan bercak, dan deformitas anggota tubuh pasien yang menurut pengakuan pasien berlangsung lama setelah lesi kulit timbul. Pada Morbus Hansen, terdapat terdapat dua jenis tipe reaksi yaitu reaksi tipe 1 dan tipe 2 atau Eritema Nodusum Leprosum. Berikut merupakan table perbedaan antara kedua tipe rekasi tersebut.

Tabel 2 Tipe reaksi Morbus HansenPada kasus ini, pasien termasuk dalam Norbus Hansen tipe Multi Basiler yang mana hanya memiliki satu reaksi yaitu reaksi tipe 2 atau eritema nodosum leprosum. Pasien sudah memulai pengobatan MDT MB sejak bulan Januari 2015 yang berarti bahwa pasien telah menjalani pengobatan tersebut selama lebih dari 6 bulan. Keadaan pasien saat pasien masuk rumah sakit adalah demam tinggi dan sakit sedang. Gangguan saraf juga terjadi pada kedua tangan dan kaki pasien yaitu hipestesi pada beberapa cabang saraf perifer. Dengan demikian pasien masuk dalam kategori reaksi tipe 2.Gangguan saraf perifer dan kelainan anatomis dapat terjadi pada Morbus Hansen lanjut. Kelainan anatomis yang terjadi adalah deformitas yang berupa deformitas pada tangan dan kaki termasuk ulserasi, absorbs, mutilasi, dan kontraktur. Berikut table pembagian derajat kecatatan pada kasus Morbus Hansen menurut WHO.Tingkat 0 tidak ada anestesi dan kelainan anatomis

Tingkai 1 ada anestesi, tanpa kelainan anatomis

Tingkat 2 ada anestesi disertai kelainan anatomis

Tabel 3 Klasifikasi CacatPada pasien ini telah terjadi deformitas berupa kontraktur pada jari jari kedua tangan dan kaki pasien. Pada beberapa tempat di telapak kaki pasien terdapat beberapa gambaran ulserasi. Keluhan pasien tersebut juga disertai rasa kebas pada bagian yang mengalami deformitas yang mana menunjukkan adanya gambaran anestesi pada bagian tersebut. Dengan demikian pasien masuk dalam kategori derajat kecacatan tingkat 2.Penatalaksanaan khusus untuk pasien ini yaitu berupa terapi sistemik yang termasuk dalam kategori pengobatan Morbus Hansen Multi Drug Therapy Multibasiler. Untuk terapi kombinasi ini, obat-obatan yang diberika adalah diberikan Rifampisin 600mg setiap bulan dalam pengawasan, DDS 100mg setiap hari, klofazimin 300mg setiap bulan dalam pengawasan dan diteruskan 50mg sehari atau 100mg selama sehari atau 3 kali 100mg setiap minggu. Pengobatan ini dilakukan rutin setiab bulan sampai satu tahun dengan syarat bakterioskopis harus negatif. Selama pengobatan dilakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan secara bakterioskopis setiap 3 bulan

DAFTAR PUSTAKA

CDC. (2013). Hansens's Disease (Leprosy), retrieved January 2015 http://www.cdc.gov/leprosy/health-care-workers/index.html. Last update: April 29, 2013

Daili, dkk. 1998.Kusta. UI PRES. Jakarta.

Ditjen PPM & PL. (2012). Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta : Sub Direktorat Kusta & Frambusia.

Djuanda. A.,Djuanda. S., Hamzah.M., dan Aisah.A. (2010). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta: Balai Penrbit FKUI

WHO. (2009). Enhanced Global Strategy for Further Reducing the Disease Burden due to Leprosy. retrieved January 2015 from http://www.searo.who.int/entity/global_leprosy_programme/documents/enhanced_global strategy_2011_2015_operational_guidelines.pdf. Last update: January 10, 2009

13