Case Hipertiroid
description
Transcript of Case Hipertiroid
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tiroid adalah suatu kelenjer endokrin murni berbentuk kupu-kupu yang terdiri dari
dua lobus yang masing-masing dihubungkan oleh ismus yang tipis ibawah kartilago
krikoidea di laher. Kelenjer tiroid berfungsi menghasilkan hormon tiroid ( T3 dan T4)
yang membantu mengatur temperatur tubuh, metabolisme energy dan protein, juga
membantu fungsi normal system kardiovaskular dan system saraf pusat. Fungsi tiroid ini
iatur dan dikontrol oleh glikoprotein hipofisis TSH yang diatur pula oleh hormon dar
hipotalamus yaitu TRH.
Hipertiroid merupakan tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjer tiroid yang hiperaktif.
Tirotoksikosis merupakan manifestasi klinik kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Apapun sebabnya manifestasi kiniknya sama, karena efek ini disebabkan ikatan T3
dengan resepto T3 inti yang makin penuh.
Rangsang oleh TSH atau TSH-like subtances (TSI, TSAb), autonomi instrinsik kelenjar
menyebabkan tiroid meningkat, terlihat dari radioactive neck uptake naik. Sebaliknya pada
destruksi kelenjar misalnya karena radang, inflamasi, radiasi, akan terjai kerusakan sel hingga
hrmon yang tersimpan dalam folikel keluar masuk dalam darah. Dapat pula karena pasien
mengkonsumsi hormon tiroid berlebihan. Dalam hal ini justru radioactive neck-uptake turun.
Membedakan ini perlu, sebab umumnya peristiwa kedua ini, toksikosis tanpa hipertiroidisme,
biasanya sef-limiting disease.
Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena struma
multinodular toksik dan adenoma toksik. Sedangkan penyebab lain yaitu, tiroiditis, ambilan
hormon tiroid secara berlebihan, kanker pituitary dan obat-obatan seperti amiodarone.
Dalam setiap diagnosis penyakit tiroid dibutuhkan deskripsi mengenai kelainan faalnya
(status tiroid), gambaran anatominya (difus, uni/multinoduldan sebagainya) dan etiologinya
(autoimun, tumor, radang). Saat ini belum ada tersedia data tentang prevalensi hipertiroid
di Indonesia. Hipetiroid lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan pria, terdapat
predisposisi familial terhadap penyakit ini.
1.2. TUJUAN
Case ini berujuan untuk menambah pengetahuan dan pembahasan tentang
hipertiroidisme.
1.3. BATASAN MASALAH
Case ini dibatasi pada pembahasan tentang defenisi, etiologi, pathogenesis,
manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosis hipertiroidisme.
1.4. METODE PENULISAN
Metode penulisan case ini adalah berdasarkan tinjauan kapusatakaan yang merujuk
pada berbagai literature.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PENGATURAN SEKRESI HORMON TIROID
Untuk menjaga agar tingkat aktivitas metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap
saat harus disekresikan hormone tiroid dengan jumlah yang tepat, dan agar hal ini dapat terjadi,
ada mekanisme umpan balik spesifik yang bekerja melalui hipotalamus dan kelenjar hipofisisi
anterior untuk mengatur kecepatan sekresi tiroid. Mekanisme ini dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. EFEK HORMON PERANGSANG TIROID (TSH) PADA SEKRESI TIROD
Hormon perangsang tiroid (TSH), yang juga dikenal sebagai tirotropin, merupakan
salah satu hormone kelenjar hipofisis anterior, yaitu suatu glikoprotein dengan berat
molekul kira-kira 28.000; hormon ini meningkatkan sekresi tiroksin dan triiodotironin
oleh kelenjar tiroid. Efeknya yang spesifik terhadap kelenjar tiroid adalah sebagai berikut
:
a. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil
akhirnya adalah terlepasnya hormone-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan
berkurangnya substansi folikel itu sendiri.
b. Meningkatkan aktivitas pompa natrium, yang meningkatkan kecepatan “penjeratan
iodida (iodide trapping)” di dalam sel-sel kelenjar, kadangkala meningkatkan rasio
konsentrasi iodide intraselular terhadap konsentrasi iodide ekstraseluler sebanyak
delapan kali normal.
c. Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan proses penggandengan (coupling)
untuk membentuk hormone tiroid.
d. Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel-sel tiroid
e. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan perubahan sel kuboid menjadi sel
koluminar dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel.
Ringkasnya, TSH meningkatkan semua aktivitas sekresi sel kelenjar tiroid yang
diketahui.
Efek awal yang paling penting setelah pemberian TSH adalah timbulnya proteolisis
tiroglobulin, yang dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pelepasan tiroksin dan
triiodotironin ke dalam darah. Efek lain memerlukan waktu berjam-jam bahkan berhari-
hari untuk berkembang penuh.
2. PERAN SIKLIK ADENOSINE MONOFOSFAT DALAM EFEK PERANGSANGAN
DARI TSH
Kebanyakan efek-efek di atas disebabkan oleh pengaktifan “second messenger” dari
sistem siklik adenosine monofosfat (cAMP) dalam sel. Peristiwa pertama dari pengaktifan
ini adalah timbulnya pengikatan TSH dengan reseptor spesifik TSH yang terdapat di
bagian basal permukaan membrane sel. Ikatan ini lalu mengaktifkan adenilsiklase yang
ada di dalam membrane, yang meningkatkan pembentukan cAMP di dalam sel.
Akhirnya, cAMP bekerja sebagai second messenger untuk mengaktifkan protein kinase,
yang menyebabkan banyak fosforilasi di seluruh sel. Akibatnya segera timbul
peningkatan sekresi hormone tiroid dan perpanjangan waktu pertumbuhan jaringan
kelenjar tiroidnya sendiri. Metode untuk pengaturan aktivitas sel-sel tiroid ini mirip
dengan fungsi cAMP pada sebagian besar jaringan target lain dalam tubuh.
SEKRESI TSH DIATUR OLEH HORMON PELEPAS-TIROTROPIN DARI
HIPOTALAMUS
Sekresi TSH oleh hipofisis anterior diatur oleh satu hormone hipotalamus, hormone
pelepas-tirotropin (TRH), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminensia mediana
hipotalamus dan kemudian diangkut dari eminensia medianan ke hipofisis anterior dalam darah
porta-hipotalamus-hipofisis. TRH secara langsung mempengaruhi sel-sel kelenjar hipofisis
anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH. Bila sistem porta yang dimulai dari hipotalamus
ke kelenjar hipofisis anterior seluruhnya dihambat, maka kecepatan sekresi TSH oleh kelenjar
hipofisis anterior sangat menurun namun tidak sampai nol.
Mekanisme molecular TRH yang menyebabkan sel-sel yang mensekresi-TSH dari
hipofisis anterior menghasilkan TSH, pertama-tama terjadi melalui pengikatan dengan TRH di
dalam membrane sel hipofisis. Ikatan ini selanjutnya mengaktifkan sistem second messenger
fosfolipase untuk menghasilkan sejumlah besar fosfolipase C, yang diikuti dengan banyak hasil
second messenger yang lain, termasuk ion kalsium dan diasil-gliserol, yang akhirnya
menyebabkan pelepasan TRH.
EFEK UMPAN BALIK DARI HORMON TIROID DALAM MENURUNKAN SEKRESI
TSH OLEH HIPOFISIS ANTERIOR
Meningkatnya hormone tiroid di dalam cairan tubuh akan menurunkan sekresi TSH oleh
hipofisis anterior. Bila kecepatan sekresi hormon tiroid meningkat sampai kira-kira 1,75 kali dari
normal, maka kecepatan sekresi TSH turun sampai nol. Hampir semua efek penurunan umpan
balik ini terjadi, walaupun seluruh hipofisis anterior telah dipisahkan dari hipotalamus. Oleh
karena itu, seperti yang terlihat dalam gambar, mungkin sekali bahwa peningkatan hormone
tiroid menghambat sekresi TSH oleh hipofisis anterior terutama melalui suatu efek langsung
terhadap hipofisis anterior itu sendiri, walaupun dapat juga secara sekunder karena banyak efek-
efek yang lebih lemah, yang bekerja melalui hipotalamus.
Mekanisme umpan balik juga dipakai untuk menjaga agar konsentrasi hormone tiroid
bebas dalam sirkulasi darah tetap berada pada konsentrasi yang hamper normal.
Bila ada efek umpan balik yang melewati hipotalamus yang membantu umpan balik langsung
pada kelenjar hipofisis sendiri, maka mungkin pengaruh keadaan ini menjadi sangat lambat dan
sedikitnya mungkin disebabkan oleh adanya perubahan pada kecepatan metabolism di pusat
pengatur suhu tubuh dalam hipotalamus, yang telah diketahui mempunyai efek yang bermakna
pada pengaturan sistem hormone tiroid.
2.1. DEFINISI HIPERTIROID
Hipertiroid merupakan overfungsional kelenjer tiroid. Dengan kata lain hipertiroid
terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan
dengan keadaan klinis tirotoksikosis. Sementara menurut Martin A Walter hipertiroid
adalah kondisi umum yang berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas,
khususnya yang disebabkan oleh komplikasi kardiovaskuler. Sebagian besar disebabkan
oleh penyakit graves, dengan nodul toksik soliter dan goiter multinoduler toksik menjadi
bagian pentingnya walaupun dengan frekuensi yang sedikit. Namun penyakit Graves dan
goiter noduler merupakan penyebabnya yang paling umum. Pada penderitanya biasanya
terlihat adanya pembesaran kelenjer gondok di daerah leher. Komplikasi hipertiroid pada
mereka yang berusia lanjut dapat mengancam jiwa sehingga apalagi gejalanya berat harus
segera dirawat di rumah sakit. Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroid
yang paling berat mengancam jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan
dasar penyakit Graves atau struma multinodular toksik, dan behubungan dengan faktor
pencetus ; infeksi, operasi, trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemi, partus, stress
emosi, penghentian obat anti tiroid dan sebagainya.
2.2. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui. Di Eropa berkisar antara 1-2 %
dari semua penduduk usia dewasa. Hipertiroidisme lebih sering ditemukan pada wanita
dibanding pada pria (5:1). Pada usia muda umumnya disebabkan oleh penyakit Graves,
sedangkan struma multinoduler toksik umumnya timbul pada usia tua. Di daerah pantai
dan kota, insidennya lebih tinggi dibandingkan dengan didaerah pegunungan atau di
pedesaan.
2.3. ETIOLOGI
Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid
toksik. Penyakit Graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang tidak
diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit Graves pada monozygotic
twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah dipastikan bahwa faktor
lingkunganlah yang berperan dalam hal ini. Bukti tak langsung menunjukkan bahwa
stress, merokok, infeksi serta pengaruh iodin ternyata berpengaruh terhadap sistem imun.
Sederhananya penyakit Graves merupakan multiple dari autoimun, yaitu
tirotoksikosis, eye disease, dan pretibial myxoedema yang berpengaruh terhadap bagian
optik ( opthalmopathy ), kulit ( deratopathy ), seta jari (acropathy). Keadaan ini biasanya
terjadi karena adanya imunoglobulin yang menstimulasi tiroid dalam serum.
Adapun faktor lain yang mendorong respon imun pada penyakit Graves antara lain :
1. Kehamilan, khususnya pada masa nifas
2. Kelebihan iodida di daerah defisiensi iodida
3. Terapi litium
4. Infeksi bakterial atau viral
5. Pengentian glukokotrikoid
2.4. PATOGENESIS
Pada kebanyakan penderita hipertiroid, kelenjar tiroid membesar dua sampai tiga kali dari
ukuran normalnya di daerah leher, disertai dengan banyak hyperplasia dan lipatan-lipatan sel-sel
folikel ke dalam folikel, sehingga jumlah sel ini-sel ini lebih meningkat beberapa kali
dibandingkan dengan pembesaran kelenjar. Juga, setiap sel meningkatkan kecepatan sekresinya
beberapa kali lipat; dan penelitian ambilan iodium radioaktif menunjukkan bahwa kelenjar-
kelenjar hiperplastik ini mensekresi hormone tiroid dengan kecepatan 5-15 kali lebih besar
daripada normal.
Perubahan pada kelenjar tiroid ini mirip dengan perubahan akibat kelebihan TSH. Akan
tetapi, pada sebagian besar penderita, besarnya besarnya konsentrasi TSH dalam plasma adalah
lebih kecil dari normal, dan seringkali nol. Sebaliknya, pada sebagian besar penderita dijumpai
adanya beberapa bahan yang mempunyai kerja mirip dengan kerja TSH yang ada dalam darah.
Biasanya bahan-bahan ini adalah antibody immunoglobulin (immunoglobulin perangsang
tiroid/TSI) yang berikatan dengan reseptor membrane yang sama dengan reseptor membrane
yang mengikat TSH. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid,
yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung 1 jam. Tingginya
sekresi hormone tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH
oleh kelenjar hipofisis anterior.
Perjalanan penyakit hipertiroid biasanya perlahan-lahan dalam beberapa bulan
sampai beberapa tahun. Pada penyakit Graves, hipertiroid merupakan akibat dari antibodi
reseptor thyroid stimulating antibody ( TSI ) yang mengsang aktivitas tiroid, sedangkan
pada goiter multinodular toksik berhubungan dengan autonomi tiroid itu sendiri. Pada
penyakit graves, limfosit T menjadi peka terhadap antigen yang terdapat dalam kelenjar
tiroid dan merangsang limposit B untuk mensintesis antibody terhadap antigen-antigen ini.
Adanya antibodi dalam darah ini kemudian berkorelasi dengan penyakit aktif dan
kekambuhan penyakit yang diterapi obat-obat antitiroid.
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Melihat hormone tiroid yang berefek amat luas, maka dapat dibayangkan bahwa gangguan
yang ditimbulkan oleh abnormalitas kadar hormon ini akan tercermin dalam gangguan hamper
semua organ tubuh kita.
Keluhan umum yang paling mencolok ialah berat badan menurun, lemah badan, palpitasi,
‘dispnoe’, cepat lapar dan haus, hiperdefekasi, amat iritabel, keringat yang berlebihan, tidak
tahan udara panas atau lebih suka udara dingin serta tremor. Pada individu yang lebih muda,
manifestasi yang umumnya terlihat adalah palpitasi, gelisah, mudah lelah, hiperkinesia,
diare, keringat yang berlebihan, tidak tahan panas, suka dengan dingin, dan sering terjadi
penurunan berat badan tapi tanpa disertai dengan penurunan nafsu makan. Pembesaran
tiroid, tanda-tanda tirotoksikosis pada mata dan takikardi ringan juga sering terjadi. Pada
anak-anak terjadi pertumbuhan dengan pematangan tulang yang lebih cepat. Pada pasien-
pasien diatas 60 tahun manifestasi yang mendominasi adalah manifestasi kardiovaskuler
dan miopati dengan keluhan palpitasi, dyspnue saat latihan, tremor, gelisah, dan
penurunan berat badan. Pada dermopati terjadi penebalan kulit hingga tidak dapat dicubit,
kadang-kadang mengenai seluruh tungkai bawah dan dapat meluas sampai ke kaki.
Perlu diingatkan kembali bahwa hanya kelainan tiroid, orbita, sistem limfatik, serta kelainan
kulit dan jaringan ikat (acropathy) dapat dianggap spesifik untuk penyakit graves, sedangkan
selebihnya dapat disebabkan karena tirotoksikosis atas sebab apapun
MATA
Berbagai gejala dan tanda mata disebut dalam literature yang menggambarkan bahwa
mata merupakan petunjuk penting dalam menduga dan mengevaluasi kasus Graves. Manifestasi
oftalmopati Graves dibagi 2 kelompok besar :
2.6. KOMPLIKASI
Komplikasi hipertiroid yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksikosis
(thyroid storm). Hal ini dapat berkembang secara spontan pada pasien hipertiroid yang
menjalani terapi, selama pembedahan kelenjer tiroid, atau pada pasien hipertiroid yang
tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan hormon tiroid dalam jumlah yang sangat
besar yang menyebabkan takikardi, agitasi, tremor, hipertermi dan apabila tidak diobati
dapat mengakibatkan kematian. Tekanan yang berat pada jantung bisa menyebabkan
aritmia dan syok.
2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis hipertiroid menggunakan indeks klinis Wayne dan New Castle yang
didasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik telitikemudian diteruskan dengan pemeriksaan
penunjang. Untuk fungsi tiroid diperiksa kadar hormon beredar TT4, TT3 dan TSH,
eksresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap 1-131, sintigrafi dan kadang
dibutuhkan pula FNA (Fine Needle Aspiration Biopsy), antibodi tiroid dan TSI.
2.8. PENATALAKSANAAN
1) Tirostatika (OAT- obat anti tiroid)
Obat terpenting adalah kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5 mg,
MTZ, metimazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU, propiltiourasil 50, 100
mg). Obat ini menghambat organifikasi iodine sehingga menurunkan kadar
hormon tiroid dan menghambat reaksi autoimun. PTU juga berefek menghambat
konversi T3 menjadi T4 di perifer. Dosis dimulai dengan 30mg CBZ, 30mg
MTZ, dan 400mg PTU perhari dalam dosis terbagi. Biasanya eutiroid tercapai
dalam 4-6 minggu, kemudian dosis dititrasi sesuai respon klinis, lama
pengobatan selama 1 - 1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk melihat apakah
terjadi remisi.
2) Beta-blocker
Kebanyakan gejala umum hipertiroid seperti palpitasi, tremor dan anxietas,
dimediasi oleh peningkatan reseptor beta adrenergik. Beta blocker bekerja
menghilangkan gejala ini. Obat ini tidak membantu menurunkan peningkatan
hormon tiroid tetapi membantu mengatasi gejala saat pengobatan dengan
tirostatika. Contoh obat yang sering dipakai adalah propanolol, indikasi :
a. Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada pasien
muda dengan struma ringan, sedang dan tirotoksikosis.
b. Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau
sesudah pengobatan yodium radioaktif.
c. Krisis tiroid
Penyekat adrenergik β pada awal terapi diberikan, sementara menunggu pasien
menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pemberian anti tiroid. Propanolol dosis 40-
200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-8
minggu. Penggunaan beta blocker ini tidak boleh diberikan kepada pasien yang
mengalami asma dan gagal jantung.
3) Pembedahan.
Terapi bedah (tiroidektomi subtotal), diperginakan bagi pasien-pasien dengan
kelenjar yang sangat besar atau goiter multinoduler. Terapi ini juga dapat
menjadi pilihan bagi mereka yang mengalami penyakit Graves jika tidak ada
toleransi pada obat-obat antitiroid. Untuk dilakukannya terapi bedah ini juga
harus diperhatikan dari segi usianya, ukuran kelenjer, sisa kelenjer yang tersisa
dan asupan iodin. Sebelum dilakukannya tiroidektomi ini pasien diberi obat
antitiroid sampai eutiroid (kira-kira 6 minggu), kemudian dua hari sebelum
operasi diberi larutan jenuh kalium iodida sebanyak 5 tetes 2 kali sehari.
Langkah ini untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi.
4) Terapi iodin radioaktif. Terapi ini aman dan cocok untuk segala jenis hipertiroid
khususnya pada mereka yang berusia lanjut. Selain itu juga dapat diberikan
kepada pasien dengan komplikasi penyakit Graves dan opthalmopathy. Beberapa
studi menyatakan bahwa pengobatan dengan radioiodine ini dapat memperburuk
kondisi opthalmophaty pada sebagian kecil pasien yang perokok.
2.9. PRONOGSIS
Prognosis untuk pasien dengan hipertiroid umumnya baik dengan penatalaksanaan
yang tepat. Pasien harus segera dimonitor setelah mendapatkan pengobatan hipertiroid
jenis apapun dalam tiga bulan pertama. Setelah satu tahun pertama pasien dimonitor
setiap tahun walaupun asimtomatis.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
1. Hipertiroid merupakan overfungsional kelenjar tiroid dimana terjadi peningkatan
hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis
tirotoksikosis.
2. Kira-kira 70% tirotoksikosis karena penyakit Graves, sisanya karena struma
multinodular toksik dan adenoma toksik, dan beberapa penyakit lain seperti
tiroiditis, ambilan hormon tiroid secara berlebihan, pemakaian yodium secara
berlebihan, kanker pituitary dan obat-obatan seperti amiodarone.
3. Manifestasi klinis hipertiroid beragam yang umumnya terlihat adalah palpitasi,
gelisah, mudah lelah, hiperkinesia, diare, keringat yang berlebihan, tidak tahan
panas, suka dengan dingin, dan sering terjadi penurunan berat badan tapi tanpa
disertai dengan penurunan nafsu makan.
4. Diagnosis hipertiroid didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti
menggunakan indeks klinis Wayne dan New Castle yang kemudian diteruskan
dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan fungsi tiroid.
5. Penatalaksanaan hipertiroid ditujukan untuk menghambat efek merugikan dari
hormone tiroid yang berlebihan dan menghentikan hipersekresinya baik
menggunakan pengobatan (OAT), pembedahan radioaktif, beta bloker dapat
diberikan untuk mengurangi aktivasi simpatis.
DAFTAR PUSTAKA
Chew, Shern L., and Leslie, David. 2006. Clinical Endrocrinology and Diabetes.
Churchill Livingstone Elseiver : USA (hal ; 8)
Cooper, David S. 2005 Antithiroid Drugs, http;//content.nejm.org/cgi/content/full/352/9/905
vol.352 hal.905-917
Djokomoeljanto, R. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme, dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI: Jakarta.
Gardner, David G. 2004. Greenspan’s Basic and Clinical Endrocrinology. McGraw Hill
Companies : USA (hal: 248)
Jameson, Larry J. et al. 2006. Harrison’s Endocrinology. McGraw Hill : USA (hal :86)
Lee, L Stephanie. 2006. Hyperthyroidism http;//www.emedicine.com/med/topic 1109.htm,
last updated: Juli 18, 2006
Price, Sylvia. 2006. Patofisiology. Vol 2. EGC: Jakarta
Reid, Jeri. 2005. Hyperthyroidism : Diagnosis and Theraphy. American Family Physician,
vol 72. http;//www.aafp.org/afp : 5 juli 2008.
Walter, A Martin. 2007. Effect of antithyroid drug on radioiodine treatment : systematic
review and meta-analysis of randomized controlled trials. Bmj. 39114.670150. BE. Hal
334-514.
Presentasi kasus
HIPERTIROIDISME
Oleh :
FIVTA DELANI
Pembimbing :
Dr. DJUNIANTO, Sp. PD
BAGIAN PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT DAERAH LUBUK BASUNG
2009