C08yhe

77
SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of C08yhe

Page 1: C08yhe

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

Oleh:

Yuri Hertanto C64101046

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 2: C08yhe

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Agustus 2008 Yuri Hertanto C64101046

Page 3: C08yhe

RINGKASAN YURI HERTANTO. C64101046. Sebaran dan Asosiasi Perifiton pada Ekosistem Padang Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE.

Ekosistem padang lamun berasosiasi dengan berbagai kelompok organisme, diantaranya adalah perifiton, organisme bersel tunggal yang menempel pada daun lamun. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji sebaran dan asosiasi perifiton pada ekosistem padang lamun (Enhalus acoroides) pada bagian utara dan selatan di perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. Penelitian ini pada bulan Desember 2005. Menggunakan metode transek garis dan transek kuadrat. Terdiri dari 3 stasiun di selatan dan 3 stasiun utara. Substasiun terdiri dari 2 bingkai kuadrat berukuran 1 x 1 m2. Contoh lamun yang diambil dikerik perifitonnya, dimasukkan ke plastik dan diberi label untuk diidentifikasi.

Jenis lamun yang paling banyak ditemui di bagian selatan dan utara adalah Enhalus acoroides. Bagian selatan dan utara memiliki kerapatan 31-46 ind/m2

dan 37-49 ind/m2. Persen penutupan bagian selatan dan utara yaitu 31,34-57,01 % dan 43,26-85,34 %. Substratnya adalah substrat pasir, dengan suhu berkisar antara 29 – 32 0C dan salinitas 30 ‰. pH stabil yaitu 7. Kedalaman bagian selatan dan utara berkisar antara 52-96 cm dan 65-75 cm. Nitrat bagian selatan dan utara berkisar antara 0,024-0,033 mg/l dan 0,012-0,021 mg/l. Ortoposfat bagian selatan dan utara berkisar antara 0,003-0,005 mg/l dan 0,003-0,008 mg/l. DO bagian selatan dan utara berkisar antara 7 - 9 mg/l dan 8,5-10 mg/l.

Perifiton yang ditemukan pada daun Enhalus acoroides bagian selatan sebanyak 28 genera, 5 kelas dan 21 family. Jenis perifiton yang paling banyak ditemukan adalah Nitzschia sp, Rhizosolenia sp dan Tintinnopsis sp. Bagian utara sebanyak 33 genera, 5 kelas dan 21 family. Jenis perifiton yang paling banyak ditemukan adalah Nitzschia sp, Rhizosolenia sp, Skeletonema sp dan Tintinnopsis sp. Kepadatan tertinggi pada daun Enhalus acoroides bagian selatan di stasiun 1, 2 dan 3 yaitu Rhizosolenia sp masing-masing sebesar 133.472 ind/cm2, 116.601 ind/cm2 dan 111.970 ind/cm2 sedangkan bagian utara pada stasiun 4 adalah Rhizosolenia sp sebesar 153.152 ind/cm2, stasiun 5 adalah Nitzschia sp sebesar 139.755 ind/cm2 dan stasiun 6 yaitu Rhizosolenia sp sebesar 143.394 ind/cm2.

Kerapatan dan persentase lamun pada bagian utara lebih besar dibandingkan pada bagian selatan sehingga jumlah kepadatan dan jumlah individu perifiton pada bagian utara lebih besar dibandingkan pada bagian selatan. Kepadatan perifiton pada daun Enhalus acoroides di enam stasiun dan disetiap posisi perifiton pada daun, menunjukkan hasil bahwa faktor stasiun berbeda nyata terhadap kepadatan perifiton, hal ini menunjukkan terdapat perbedaan kepadatan perifiton yang nyata pada masing-masing stasiun, serta pada bagian selatan dan utara spesies yang dominan ditemukan adalah Rhizosolenia sp dan Nitzschia sp. Sementara faktor posisi perifiton pada daun (ujung, tengah dan pangkal) menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, yang menunjukkan bahwa di semua posisi daun terdapat jumlah perifiton yang relatif sama. Kondisi lingkungan perairan yang hampir sama menunjukan jumlah jenis perifiton yang hampir sama.

Page 4: C08yhe

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Yuri Hertanto C64101046

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

Page 5: C08yhe

Judul : SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

Nama : Yuri Hertanto NRP : C64101046

Disetujui,

Pembimbing Utama

Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si NIP 132 090 871

Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M Sc NIP 131 578 799

Tanggal Lulus: 29 Agustus 2008

Page 6: C08yhe

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana

perikanan pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengambil judul skripsi “Sebaran

dan Asosiasi Perifiton Pada Ekosistem Padang Lamun (Enhalus acoroides) di

Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.”

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya

kepada :

1. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si selaku komisi pembimbing atas segala

petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis dengan penuh

kesabaran dan perhatian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ir. R. Widodo atas kesediannya selaku penguji tamu.

3. Ayah dan Ibu beserta keluarga yang telah memberikan dukungan,

kasih sayang serta doanya selama ini

4. Seluruh rekan ITK 38, 39, 40 dan 41.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga

masukkan dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

Yuri Hertanto

Page 7: C08yhe

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................. iv

DAFTAR ISI ............................................................................................ v

DAFTAR TABEL ............................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... ix

1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1 1.1. Latar belakang .......................................................................... 1 1.2. Tujuan penelitian ..................................................................... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3 2.1. Perifiton .................................................................................... 3 2.1.1. Terminologi ..................................................................... 3 2.1.2. Struktur komunitas perifiton ........................................... 3 2.1.3. Eksistensi komunitas perifiton ......................................... 4 2.2. Peranan faktor-faktor lingkungan terhadap komunitas perifiton .................................................................................... 6 2.2.1. Suhu ............................................................................... 6 2.2.2. Salinitas .......................................................................... 7 2.2.3. Derajat keasaman (pH) .................................................. 7 2.2.4. Oksigen terlarut .............................................................. 7 2.2.5. Nitrat .............................................................................. 8 2.2.6. Fosfat .............................................................................. 9 2.2.7. Tipe substrat ................................................................... 9 2.2.8. Kekeruhan ...................................................................... 9 2.2.9. Kedalaman ..................................................................... 10 2.2.10. Kecepatan arus .............................................................. 11 2.3. Struktur komunitas lamun ........................................................ 11 2.3.1. Klasifikasi dan morfologi lamun ..................................... 11 2.3.2. Pola distribusi dan sebaran geografis lamun ................... 13 2.4. Fungsi dan peranan padang lamun ........................................... 15 2.4.1. Peranan lamun sebagai produsen primer ........................ 15 2.4.2. Peranan lamun sebagai habitat biota perairan ................. 15 2.4.3. Peranan lamun sebagai penstabil substrat ....................... 16 2.4.4. Peranan lamun sebagai pendaur nutrien .......................... 17 2.5. Organisme yang berasosiasi dengan padang lamun ................. 17

3. BAHAN DAN METODE ................................................................ 19 3.1. Waktu dan lokasi penelitian ..................................................... 19

Page 8: C08yhe

3.2. Alat dan bahan ......................................................................... 19 3.3. Teknik pengambilan contoh ..................................................... 20 3.3.1. Lamun ............................................................................. 20 3.3.2. Perifiton ........................................................................... 20 3.3.3. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan ............ 21 3.4. Analisa perifiton ....................................................................... 21 3.4.1. Kepadatan jenis perifiton ................................................ 21 3.4.2. Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi perifiton ........................................................................... 22 3.5. Perhitungan lamun .................................................................. 23 3.5.1. Kerapatan lamun ............................................................. 23 3.5.2. Persentasi penutupan lamun ............................................ 24 3.6. Pengelompokkan habitat .......................................................... 24 3.7. Analisis statistik ....................................................................... 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 27

4.1. Deskripsi lokasi ............................................................................ 27 4.2. Komunitas perifiton ..................................................................... 28 4.2.1. Keragaman jenis dan kepadatan perifiton ........................... 28 4.2.2. Keragaman kepadatan antar stasiun dan antar bagian inang .............................................................................................. 35 4.3. Klasifikasi numerik ...................................................................... 47 4.3.1. Klasifikasi stasiun ............................................................... 47 4.3.1.1. Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia perairan ......................................................... 47 4.3.1.2. Pengelompokkan stasiun berdasarkan jumlah perifiton pada daun lamun Enhalus acoroides bagian selatan dan utara .................................................................................. 48 4.4. Analisis statistika ......................................................................... 49

5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 51 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 51 5.2. Saran ........................................................................................... 52

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 53

LAMPIRAN ............................................................................................. 56

RIWAYAT HIDUP ................................................................................. 65

Page 9: C08yhe

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ................................ 19

2. Nilai dominansi pembobotan lamun ............................................... 20

3. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur .............................. 21

4. Karakteristik parameter fisika kimia perairan di Pulau Tidung Besar, Jakarta Utara .................................................................................................... 29

5. Pengelompokan kelas dan family pada Enhalus acoroides pada bagian selatan

dan utara .............................................................................................. 31 6. Penyebaran jumlah perifiton pada daun Enhalus acoroides per sub stasiun

.............................................................................................................. 32 7. Penggolongan keanekaragaman, keseragaman dan dominansi perifiton pada

daun Enhalus acoroides di bagian selatan dan utara .......................... 35 8. Sidik ragam faktor stasiun, dan posisi pada daun terhadap kepadatan perifiton ............................................................................................... 50 9. Sidik ragam faktor bagian terhadap kepadatan perifiton .................... 50

Page 10: C08yhe

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Perairan Pulau Tidung Besar, Jakarta Utara ....................................... 27

2. Jumlah kepadatan perifiton (ind/cm2) per kelas bagian selatan .......... 34 3. Jumlah kepadatan perifiton (ind/cm2) per kelas bagian utara ............. 34 4. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B)

dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 1 ....... 38 5. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B)

dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 2 ....... 39 6. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B)

dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 3 ....... 41 7. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B)

dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 4 ....... 42 8. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B)

dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 5 ....... 44 9. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B)

dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 6 ...... 46

Page 11: C08yhe

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Pengelompokan kepadatan (ind/cm2) perifiton daun lamun Enhalus acoroides

berdasarkan kelas pada bagian selatan ................................................ 56 2. Pengelompokan kepadatan (ind/cm2) perifiton daun lamun Enhalus acoroides

berdasarkan kelas pada bagian utara .................................................... 58 3. Kerapatan (ind/m2) dan persentase penutupan (%) lamun Enhalus acoroides

pada masing-masing stasiun pengamatan ............................................ 60 4. Hasil analisis ragam faktor stasiun, dan posisi pada daun terhadap kepadatan perifiton ............................................................................................... 61

5. Hasil analisis ragam faktor bagian terhadap kepadatan perifiton ....... 62

6. Gambar padang lamun (Enhalus acoroides) ........................................ 63

7. Gambar perifiton ................................................................................. 64

Page 12: C08yhe

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Perairan pulau Tidung Besar terletak di Kepulauan Seribu yang secara

administratif termasuk wilayah kotamadya Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terdiri

dari beberapa pulau, diantaranya adalah Perairan pulau Tidung yang juga

memiliki 2 (dua) pulau yaitu pulau Tidung Besar dan pulau Tidung Kecil.

Pada pulau Tidung Besar terdapat tiga ekosistem yaitu: (1) ekosistem

mangrove; (2) ekosistem padang lamun dan; (3) ekosistem terumbu karang.

Ketiga ekosistem ini memiliki peranannya masing-masing dalam kaitannya

dengan eksistensi keberadaan ekosistem tersebut maupun kaitannya dengan

kehidupan disekitarnya.

Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem yang memiliki

keanekaragaman hayati dan memiliki produktivitas primer yang tinggi pada

daerah laut dangkal. Ekosistem ini juga memiliki asosiasi dengan berbagai

kelompok organisme, salah satu diantaranya adalah perifiton yaitu organisme

bersel tunggal yang menempel pada daun lamun.

Perifiton adalah bagian dari trofic level yang memiliki peranan baik secara

langsung ataupun tidak langsung. Biomassa yang terbentuk merupakan sumber

makanan alami bagi biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang,

moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 in Zulkifli, 2000). Sehingga sangat

menarik apabila dilakukan kajian mengenai organisme perifiton ini yang memiliki

peranan penting dalam ekosistem perairan laut dangkal.

1

Page 13: C08yhe

Berbagai upaya harus dilakukan demi menjaga kelestarian perifiton yaitu

dengan membudidayakan substratnya yang salah satunya adalah lamun, karena

perkembangan perifiton juga tergantung pada kemantapan substratnya.

1.2. Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji sebaran dan asosiasi

perifiton pada ekosistem padang lamun (Enhalus acoroides) pada bagian utara

dan selatan di perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara.

Page 14: C08yhe

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perifiton

2.1.1. Terminologi

Istilah perifiton meskipun digunakan secara bervariasi, namun lebih ditujukan

kepada flora yang tumbuh di atas substrat di perairan. Menurut Hill dan Webster

(1982), perifiton adalah mikroalgae menempel yang umumnya merupakan sumber

energi utama di perairan, sangat melimpah dan memiliki peranan yang lebih besar

dalam menentukan produktivitas primer dibanding fitoplankton. Round in Wood

(1967) menggunakan istilah perifiton untuk algae yang tumbuh di permukaan

substrat buatan (bewuch) atau substrat alami (aufwuch). Dalam penelitian ini

digunakan istilah perifiton menurut Sheppard et al. (1992), yaitu perifiton

merupakan algae mikroskopis yang hidup menempel pada daun lamun.

Berdasarkan tipe substrat tempat menempelnya perifiton, Wetzel (1982)

mengklasifikasikan sebagai berikut:

1) Epifitik, menempel pada permukaan tumbuhan,

2) Epipelik, menempel pada permukaan sedimen,

3) Epilitik, menempel pada permukaan batuan,

4) Epizooik, menempel pada permukaan hewan,

5) Epipsammik, hidup dan bergerak diantara butir-butir pasir.

2.1.2. Struktur komunitas perifiton

Struktur komunitas meliputi keanekaragaman jenis, keseragaman, kelimpahan,

struktur dan bentuk pertumbuhan, dominansi dan struktur trofik (Krebs, 1972).

3

Page 15: C08yhe

Keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu

komunitas di ekosistem. Semakin tinggi keanekaragaman spesies di suatu

komunitas menunjukkan adanya keseimbangan dalam ekosistem tersebut.

Keanekaragaman dipengaruhi oleh adanya predator dan kemampuan

mempertahankan diri dari perubahan kondisi lingkungan.

Keseragaman menunjukkan komposisi individu dari spesies yang terdapat

dalam suatu komunitas, dimana akan terjadi dominasi spesies dalam suatu

komunitas bila keseragaman mendekati minimum dan sebaliknya suatu komunitas

akan relatif mantap apabila keseragaman mendekati maksimum (Brower et al.,

1990).

Dominansi menunjukkan ada tidaknya suatu jenis individu yang mendominasi

dalam suatu komunitas, dimana jenis yang mendominasi cenderung

mengendalikan komunitas (Simpson, 1984 in Krebs, 1972).

Secara umum struktur komunitas perifiton terdiri dari algae mikroskopis yang

bersifat sessil, satu sel maupun algae filamen terutama jenis Diatomae, Algae

Conjugales, Cyanophyceae, Euglenophyceae, Xanthophyceae dan Crysophyceae

(Kitting, 1984 in Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000). Struktur

komunitas perifiton dari setiap perairan sangat beragam, namun perifiton yang

tumbuh pada berbagai jenis makrofita di suatu perairan dapat seragam (Prygiel

dan Coste, 1993).

2.1.3. Eksistensi komunitas perifiton

Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan

oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dari benda hidup sering bersifat

sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap saat pada

Page 16: C08yhe

substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari respirasi dan

asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Biomassa perifiton yang

terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu

zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al.,1992 in Zulkifli,

2000).

Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai proses akumulasi, yaitu

proses peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu. Akumulasi merupakan

hasil kolonialisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi

dengan faktor fisika-kimia perairan (Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli,

2000).

Menurut Osborn (1983), proses kolonialisasi merupakan pembentukan koloni

perifiton pada substrat yang berlangsung segera seketika pengkoloni menempel

pada substrat. Tipe substrat sangat menentukan proses kolonialisasi dan komposisi

perifiton, hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya.

Kemampuan perifiton menempel pada substrat menentukan eksistensinya

terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahkannya.

Untuk menempel pada substrat, perifiton mempunyai berbagai alat penempel,

yaitu:

1) Rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix,

2) Tangkai bergelatin panjang atau pendek, seperti pada Cymbella,

Gomphonema dan Achnanthes,

3) Bantalan gelatin berbentuk setengah bulatan (sphaerical) yang diperkuat

dengan kapur atau tidak, seperti pada Rivularia, Chaetophora dan

Ophyrydium.

Page 17: C08yhe

Komposisi perifiton pada daun lamun sangat dipengaruhi oleh morfologi,

umur dan letak atau tempat hidup lamunnya. Lamun dengan tipe daun yang besar

akan lebih disukai daripada lamun yang mempunyai daun lebih kecil, karena

lamun dengan morfologi yang lebih besar (kuat) akan mempunyai kondisi substrat

yang lebih stabil. Begitu pula dengan umur lamun, pada lamun yang lebih tua

komposisi dan kepadatan perifiton akan berbeda dengan lamun yang lebih muda

karena proses penempelan dan pembentukan koloni perifiton memerlukan waktu

yang cukup lama (Russel, 1990).

2.2. Peranan faktor-faktor lingkungan terhadap komunitas perifiton

Faktor-faktor lingkungan baik itu parameter fisika dan kimia memiliki

peranan yang akan mempengaruhi segala bentuk kehidupan organisme secara

langsung maupun tidak langsung. Karakteristik fisika-kimia perairan pada suatu

habitat akan mendukung suatu struktur komunitas biota yang hidup di dalamnya

dengan ciri khas pula. Begitu juga halnya dengan komunitas lamun dan perifiton.

1. Suhu

Suhu perairan sangat berpengaruh bagi lamun. Perubahan suhu air dapat

mempengaruhi proses-proses biokimia, fotosintesis dan pertumbuhan lamun,

menentukan ketersediaan unsur hara, penyerapan unsur hara, respirasi, panjang

daun dan faktor-faktor fisiologis serta ekologis lainnya. Lamun dapat mentolerir

suhu perairan antara 20-36 0C, tetapi suhu optimum untuk fotosintesis lamun

berkisar 28-30 0C (Phillips dan Menez, 1988; Nybakken, 1993).

Page 18: C08yhe

Wood (1967) menyatakan bahwa terdapat perifiton yang dapat mentolerir

kisaran suhu yang luas (eurythermal) dan tipe yang mentolerir suhu dengan

kisaran suhu yang terbatas (stenothermal).

2. Salinitas Penurunan salinitas menyebabkan laju fotosintesis dan pertumbuhan lamun

menurun dan berpengaruh terhadap perkecambahan dan pembentukan bunga

lamun (McRoy dan McMillan, 1977 in Zulkifli, 2000). Peningkatan salinitas

dapat menurunkan kelimpahan perifiton (Kendrick et al.,1987 in Borowitzka dan

Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000).

Phillips (1988) mengatakan bahwa lamun mentolerir suatu kisaran salinitas

yang luas yaitu 6 – 60 ‰ (bahkan dapat mentolerir air tawar dalam periode

pendek). Untuk pertumbuhan lamun yang optimum dibutuhkan salinitas lebih

kurang 35‰ (Zieman in Berwick, 1983).

3. Derajat keasaman (pH)

Nilai pH di lingkungan perairan laut relatif stabil dan berada pada kisaran

yang sempit, biasanya berkisar antara 7,5 – 8,4 (Nybakken, 1993). Batas toleransi

organisme perairan terhadap pH bervariasi, tergantung kepada suhu, DO, dan

tingkat stadium dari biota bersangkutan. Nilai pH dapat juga mengidentifikasi

tingkat kesuburan perairan (Banarjea in Widianingsih, 1991).

4. Oksigen terlarut (DO) Oksigen terlarut yang dihasilkan dari fotosintesis di daun dialirkan ke rimpang

dan akar melalui lakunanya. Sebagian oksigen terlarut ini dipakai untuk respirasi

akar dan rimpang dan sisanya dikeluarkan melalui dinding sel ke sedimen

Page 19: C08yhe

(Oremland dan Murray, 1977 in Kiswara, 1995). Oksigen yang masuk kedalam

sedimen tersebut dipakai oleh bakteri nitrifikasi dalam proses siklus nitrogen di

padang lamun (Iizumi dan Hattori, 1980 in Kiswara, 1995). Oksigen terlarut

dibutuhkan oleh organisme air untuk proses metabolisme jaringan tubuhnya.

Kandungan oksigen terlarut di perairan juga dapat dijadikan sebagai indikator

pencemaran. Konsentrasi oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan

kematian pada biota yang terdapat di air. Rendahnya kandungan oksigen

disebabkan oleh pesatnya aktivitas bakteri dalam menguraikan bahan organik di

perairan.

5. Nitrat

Ketersediaan zat hara (nutrien) di perairan padang lamun dapat berperan

sebagai faktor pembatas pertumbuhannya (Hillman et al., 1989 in Zulkifli, 2000).

Padang lamun yang tumbuh pada sedimen kapur, unsur hara fosfat dapat

bertindak sebagai faktor pembatas pertumbuhannya, karena terikat kuatnya oleh

partikel-partikel sedimennya. Selain itu ketersediaan nitrat di perairan diduga

sebagai pembatas pertumbuhannya (Moriarty dan Boon, 1989 in Zulkifli, 2000).

Dengan demikian, efisiensi daur nutrisi dalam sistemnya akan menjadi sangat

penting untuk memelihara produktivitas primer lamun dan perifiton sebagai

organisme autotrofnya (Hillman et al,. 1989 in Zulkifli, 2000). Perkembangan

perifiton sebagai komponen biota autotrof, dipengaruhi oleh ketersediaan unsur-

unsur hara di perairan. Peningkatan kandungan nitrogen bersama-sama dengan

fosfor akan meningkatkan pertumbuhan algae dan tumbuhan air (Horner dan

Welch, 1981).

Page 20: C08yhe

6. Fosfat Alaerts dan Santika (1984) mengelompokkan fosfat sebagai fosfat anorganik

(dalam tubuh organisme melayang atau seston dan senyawa organik). Senyawa

fosfat dalam perairan dapat berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, buangan

dari hewan dan pelapukan dari tumbuhan atau dari laut sendiri (Susana, 1996).

Menurut Saeni (1989), sumber-sumber fosfat di perairan juga berasal dari

limbah industri, hancuran dari pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik

dan mineral-mineral fosfat. Fosfat yang diserap oleh organisme nabati (mikro

ataupun makrofita) berbentuk orthofosfat yang terlarut dalam air atau asam lemak

(Alaerts dan Santika, 1984).

7. Tipe Substrat Penyebaran horizontal padang lamun sangat dipengaruhi oleh karakteristik

substrat dan kondisi gerakan air (Nybakken, 1993). Semakin tipis substrat

(sedimen) perairan akan menyebabkan kehidupan lamun tidak stabil, sebaliknya

semakin tebal substrat perairan lamun akan tumbuh subur, yaitu berdaun panjang

dan rimbun (padat), serta pengikatan dan penangkapan sedimen semakin tinggi

(Zieman, 1975).

Perkembangan komunitas perifiton ditentukan oleh kemantapan substratnya

yaitu lamun. Substrat berupa benda hidup seperti lamun sering bersifat sementara,

karena adanya proses pertumbuhan dan kematian.

8. Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang menyebabkan terjadinya

fenomena pembiasan cahaya dan menyebabkan terhalangnya penetrasi cahaya

Page 21: C08yhe

matahari ke dalam kolom air. Nilai kekeruhan berbanding terbalik dengan

kecerahan; semakin rendah nilai kekeruhan maka semakin tinggi nilai kecerahan

perairan yang berarti semakin besar tingkat penetrasi cahaya pada kolom air (Abal

dan Dennison, 1996).

Kekeruhan dapat disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi, zat-zat

koloid, bahan-bahan organik, jasad renik yang melayang dalam kolom air. Lamun

dapat menurunkan kekeruhan air karena mampu meredam atau mengurangi

kecepatan arus yang melalui padang lamun, akibatnya partikel tersuspensi di

kolom air akan jatuh ke dasar perairan (Hamid, 1996). Hutomo dan Azkab (1987)

menambahkan bahwa dalam keadaan surut, rimpang dan akar lamun dapat

menangkap dan menggabungkan sedimen, sehingga meningkatkan stabilitas

permukaan di bawahnya. Menurut mereka, daun lamun sendiri dapat menangkap

sedimen halus melalui kontak karena daun-daun tersebut biasanya diliputi oleh

mikroorganisme.

9. Kedalaman Penyebaran lamun berbeda untuk setiap spesies sesuai dengan kedalaman air.

Batas kedalaman sebagian besar spesiesnya adalah 10-12 m, tetapi pada perairan

yang sangat jernih dapat dijumpai pada tempat yang lebih dalam (Hutomo,1987).

Kiswara (1994) menyatakan untuk spesies lamun yang bersifat pioneer (seperti

Cymodoceae spp., Halodule spp., Syringodium spp.) cenderung tumbuh di bagian

perairan dangkal, sebaliknya spesies yang bersifat klimaks (seperti Pasidonia

spp.), cenderung tumbuh pada perairan dalam karena hal ini berkaitan dengan

rhizoma dan kebutuhan respirasi.

Page 22: C08yhe

10. Kecepatan arus Arus merupakan gerakan air yang menyebabkan perpindahan horizontal dan

vertikal massa air. Wetzel (1975) menyebutkan bahwa beberapa jenis algae yang

menempel dapat mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan

arus akan meningkatkan keragaman jenis organisme yang melekat. Hicks (1986)

dan Armonies (1988) in Susetiono (1994) membuktikan bahwa laju penempelan

biota terhadap lamun dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya hidrodinamika di dalam

massa air seperti arus dan gelombang yang menyebabkan pengadukan sedimen.

Menurut Odum (1971) pengendapan partikel di dasar perairan tergantung pada

kecepatan arus. Apabila perairan memiliki arus yang kuat maka partikel yang

mengendap adalah partikel yang ukurannya lebih besar. Sebaliknya pada tempat

yang arusnya lemah, maka yang mengendap di dasar perairan adalah partikel yang

halus.

2.3. Struktur komunitas lamun

2.3.1. Klasifikasi dan morfologi lamun

Lamun termasuk dalam subkelas Monocotyledoneae dan merupakan

tumbuhan berbunga (kelas Angiospermae). Den Hartog (1977) mengatakan

bahwa lamun merupakan tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup dan

tumbuh subur di laut dangkal dan sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup

terbenam di laut, serta merupakan komponen yang seringkali terdapat di

lingkungan perairan pesisir.

Lamun di daerah teresterial tempat asal muasalnya, memiliki pucuk yang

berdaun tegak dan mempunyai batang atau rhizoma yang menjalar efektif untuk

berkembang biak. Berbeda dengan tanaman lainnya yang terendam air laut,

Page 23: C08yhe

seperti rumput laut (seaweed) atau algae, bunga lamun membentuk buah dan

menghasilkan biji (Fortes, 1990 in Zulkifli, 2000).

Secara lengkap klasifikasi beberapa jenis lamun yang terdapat di perairan

pantai Indonesia (Azkab, 1999) adalah sebagai berikut:

Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Helobiae

Famili : Hydrocharitaceae

Genus : Enhalus

Spesies : Enhalus acoroides

Genus : Halophila

Spesies : Halophila decipens Halophila ovalis Halophila minor Halophila spinulosa

Genus : Thalassia

Spesies : Thalassia hemprichii

Famili : Cymodoceaceae

Genus : Cymodocea

Spesies : Cymodocea rotundata Cymodocea serrulata

Genus : Halodule

Spesies : Halodule pinifolia Halodule uninervis

Genus : Syringodium

Spesies : Syringodium isoetifolium

Genus : Thalassodendron

Spesies : Thalassodendron ciliatum

Den Hartog (1977); Phillips dan Menez (1988) menyatakan bahwa tumbuhan

lamun mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya berhasil hidup di

lingkungan laut, yaitu:

Page 24: C08yhe

1) Mampu hidup di media air asin,

2) Mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam,

3) Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik,

4) Mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam,

5) Mampu bersaing atau berkompetisi dengan organisme lain di bawah

kondisi lingkungan laut yang kurang stabil.

Sebagian besar lamun mempunyai morfologi luar yang secara kasar hampir

sama. Lamun mempunyai daun-daun panjang, tipis dan seperti pita yang memiliki

saluran-saluran air, serta bentuk pertumbuhannya monopodial. Lamun tumbuh

dari rhizoma yang merambat. Bagian tubuh lamun dapat dibedakan ke dalam

morfologi yang tampak seperti daun, batang, akar, bunga dan buah (Phillips dan

Menez, 1988; Nybakken, 1993).

2.3.2. Pola distribusi dan sebaran geografis lamun

Zonasi sebaran lamun dari pantai ke arah tubir pada umumnya

berkesinambungan, perbedaan yang terdapat biasanya pada komposisi jenisnya

(vegetasi tunggal atau campuran) maupun luas penutupannya (Hutomo et al.,

1989 in Zulkifli 2000). Lamun membutuhkan substrat dasar yang lunak mulai dari

lumpur lunak sampai berpasir untuk mudah ditembus oleh akar-akar dan

rimpangnya guna menyokong tumbuhan ditempatnya (Nybakken, 1993).

Secara umum ada 3 (tiga) tipe vegetasi padang lamun (Tomascik et al., 1997)

yaitu:

1) Padang lamun vegetasi tunggal (monospesific seagrass beds), dimana

hanya terdapat 1 (satu) spesies saja,

Page 25: C08yhe

2) Padang lamun yang beraosiasi dengan 2 (dua) atau 3 (tiga) spesies, dimana

lebih sering dijumpai dibandingkan vegetasi tunggal,

3) Padang lamun vegetasi campuran (mixed seagrass beds), umumnya terdiri

dari spesies-spesies Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea

rotundata, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium, Halodule

uninervis dan Halophila ovalis.

Padang lamun pada perairan Indonesia umumnya termasuk padang lamun

vegetasi campuran (Nienhuis et al.,1989 in Zulkifli, 2000). Di Indonesia sampai

saat ini tercatat ada 12 spesies lamun yang tergolong pada 7 (tujuh) genus.

Ketujuh genus terdiri dari 3 (tiga) genus famili Hydrocharitacea yaitu Enhalus,

Thalassia dan Halophila serta 4 (empat) genus famili Potamogetonaceae yaitu

Syringodium, Cymodocea, Halodule dan Thalassodendron (Nontji, 1987).

Ekosistem yang dijumpai di Indonesia pada umumnya terdapat pada daerah

pasang surut bawah (inner intertidal) dan subtidal atas (upper subtidal) (Hutomo

et al., 1989 in Zulkifli, 2000). Dilihat dari pola zonasi lamun secara horizontal,

ekosistem lamun terletak diantara 2 (dua) ekosistem yang penting, yaitu ekosistem

mangrove dan terumbu karang. Ekosistem lamun memberikan hubungan yang erat

dan berinteraksi serta sebagai mata rantai (link) dan sebagai penyangga (buffer)

antara mangrove di pantai dan terumbu karang ke arah laut (Tomascik et al.,

1997).

Interaksi ketiga kelompok ini telah dikemukakan oleh Ogden dan Zieman

(1977) in Bengen (2001), dimana terdapat 5 (lima) bentuk interaksi utama, yaitu:

interaksi fisik, nutrien dan zat organik, zat organik melayang, ruaya hewan dan

dampak manusia.

Page 26: C08yhe

2.4. Fungsi dan peranan padang lamun Sebagai ekosistem di wilayah pesisir, keberadaan padang lamun di suatu

perairan mempunyai manfaat ganda baik secara ekonomis maupun ekologis.

Secara ekonomis, lamun telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan

ternak, bahan baku kertas, bahan kerajinan, pupuk dan obat (Hutomo dan Azkab,

1987). Secara ekologis, lamun memainkan peranan kunci di perairan laut dangkal,

yaitu sebagai habitat biota, produsen primer, penstabil substrat, penangkap

sedimen dan pendaur zat hara (Den Hartog, 1977; Hutomo dan Azkab, 1987;

Phillips dan Menez, 1988).

2.4.1. Peranan lamun sebagai produsen primer

Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila dibandingkan

dengan ekosistem lainnya di laut dangkal seperti ekosistem mangrove dan

ekosistem terumbu karang (Azkab, 1999). Lamun memfiksasi sejumlah karbon

organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan di laut, baik digunakan

langsung oleh herbivora maupun melalui proses dekomposisi sebagai serasah.

Proses dekomposisi menghasilkan materi yang langsung dapat dikonsumsi oleh

fauna bentik, sedangkan partikel-partikel serasah di dalam air merupakan

makanan invertebrata penyaring (filter feeder). Pada gilirannya nanti hewan

tersebut akan menjadi mangsa dari karnivora yang terdiri dari berbagi jenis ikan

dan invertebrata (Hutomo dan Azkab, 1987).

2.4.2. Peranan lamun sebagai habitat biota perairan Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai jenis

hewan dan tumbuh-tumbuhan (algae). Disamping itu, padang lamun dapat juga

Page 27: C08yhe

berfungsi sebagai daerah asuhan dan sebagai makanan dari berbagai jenis ikan

herbivora dan ikan-ikan karang (coral fishes) (Azkab, 1999).

Komunitas flora dan fauna di daerah lamun mempunyai komposisi yang khas.

Daunnya mendukung sejumlah besar organisme perifiton dengan suatu substrat

yang cocok untuk penempelan (Phillip dan Menez, 1988; Hutomo dan Azkab,

1987).

2.4.3. Peranan lamun sebagai penstabil substrat

Padang lamun memainkan suatu peranan penting dalam stabilisasi substrat

dan melindungi dasar perairan dari erosi. Daun lamun yang lebat dapat

memperlambat gerakan air (dapat meredam arus) yang disebabkan oleh arus dan

ombak, serta menyebabkan perairan di sekitarnya menjadi tenang. Disamping itu,

rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat

menguatkan dan menstabilkan dasar perairan. Dengan demikian ekosistem ini

bertindak sebagai pencegah erosi dan penangkap sedimen (Den Hartog, 1977;

Nybakken, 1993; Azkab, 1999).

Rimpang dan akar lamun menangkap dan menggabungkan sedimen, sehingga

meningkatkan stabilitas permukaan di bawahnya dan pada saat yang sama

menjadikan air lebih jernih (Thorhaug dan Austin, 1976 in Hutomo dan Azkab,

1987). Sedangkan Gingsburg dan Lowenstan (1958) in Hutomo dan Azkab (1987)

menjelaskan bagaimana lamun dapat memodifikasikan sedimen, yaitu dengan

cara: (1) lamun menstabilkan endapan/hamparan pasir, (2) hamparan lamun yang

lebat menyebabkan perairan menjadi tenang. Ketika sedimen halus tersebut ke

bawah dan berada di antara akar, ia tidak dapat tersuspensi lagi oleh kekuatan arus

Page 28: C08yhe

dan ombak. Daun lamun dapat menangkap sedimen halus melalui kontak, karena

daun-daun lamun tersebut biasanya diliputi oleh mikroorganisme.

2.4.4. Peranan lamun sebagai pendaur nutrien Lamun memegang peranan penting dalam pendauran berbagi zat hara dan

elemen-elemen yang langka di lingkungan laut, khususnya zat-zat hara yang

dibutuhkan oleh perifiton untuk pertumbuhannya (Tomascik et al., 1997; Azkab,

1999).

Lamun dapat menyerap karbon dari air melaui daun dan dari sedimen melalui

akar (Phillips dan Menez, 1988). Fosfat yang diserap oleh daun-daun lamun dapat

bergerak sepanjang helai daun. Fosfat diserap oleh akar lamun dari celah-celah

sedimen, kemudian dialirkan ke daun dan selanjutnya dipindahkan ke perairan

sekitarnya (McRoy dan McMillan, 1977 in Zulkifli, 2000). Zat hara tersebut

secara potensial dapat dipergunakan oleh perifiton apabila berada dalam medium

yang miskin fosfat (Borowitzka dan Lethbridge, 1989 in Zulkifli, 2000).

Beberapa jenis alga biru-hijau, yang bersifat epifit pada Thalassia, memfiksasi

nitrogen dan menyebabkan nitrat yang terlarut mendapatkan jalan masuk ke

hospesnya atau pengayaan (enrichment) terhadap air laut. Nitrogen yang diserap

oleh akar lamun di translokasikan melalui daun ke dalam perifiton (Goering dan

Parker, 1972 in Hutomo dan Azkab, 1987).

2.5. Organisme yang berasosiasi dengan padang lamun Kikuchi dan Peres (1977) in Zulkifli (2000) membagi komunitas hewan

padang lamun berdasarkan struktur mikrohabitatnya dan pola kehidupan

hewannya sendiri dalam 4 (empat) kategori, yaitu:

Page 29: C08yhe

1) Biota yang hidup di daun lamun, terdiri dari:

(1) Flora epifitik, mikro dan meiofauna yang hidup di dalamnya, seperti

protozoa, foraminifera, nematoda, polychaeta, rotifera, tardigrada,

copepoda dan arthropoda.

(2) Fauna sesil, seperti hydrozoa, actinia, bryozoa, polychaeta dan ascidia.

(3) Epifauna bergerak, merayap dan berjalan di daun, seperti gastropoda,

polychaeta, turbellaria, nemertinia, crustacea dan beberapa echinodermata.

(4) Hewan-hewan yang bergerak tetapi dapat beristirahat di daun lamun,

seperti mysidacea, hydromedusa, cephalopoda dan syngnathidae.

2) Biota yang menempel pada rimpang (rhizome), seperti polychaeta dan

amphipoda.

3) Spesies bergerak yang hidup di perairan di bawah tajuk daun lamun, seperti

ikan, udang dan cumi-cumi. Hewan-hewan yang bergerak cepat ini dibagi lagi

dalam subkategori berdasarkan periode mereka tinggal di padang lamun, yaitu:

(1) Penghuni tetap; (2) Penghuni musiman; (3) Pengunjung temporal; (4)

Peruaya yang tidak menentu.

4) Hewan-hewan yang hidup pada dan di dalam sedimen, seperti epi maupun

infauna bentos.

Page 30: C08yhe

3. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian dan pengambilan sampel dilakukan pada bulan Desember

2005. Lokasi penelitian di perairan Pulau Tidung Besar Kepulauan Seribu, Jakarta

Utara.

3.2. Alat dan bahan Alat dan bahan dalam penelitian merupakan sarana pendukung yang

digunakan dalam pengambilan sampel. Alat dan bahan yang digunakan dalam

penelitian disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian

Alat Unit Bahan Unit Transek Kuadrat 1 x 1 m m2 Lugol -

Tongkat Berskala cm Sampel Perifiton - Refraktometer ‰ Tumbuhan Lamun -

Spektrofotometer mg/l Substrat Air - Titrasi mg/l

Termometer Hg oC Floating Drodge m/det

Botol Sampel - Alat Pengerik - Alat-alat Tulis - Kertas Label -

Buku Identifikasi - Snorkel -

19

Page 31: C08yhe

3.3. Teknik pengambilan contoh

3.3.1. Lamun

Pengambilan contoh lamun di setiap transek kuadrat kecil dihitung persentasi

penutupan dan jumlah tegakan lamun dengan dua kali pengulangan.

Menggunakan metode transek garis dan transek kuadrat. Pengamatan dilakukan

dengan cara berjalan kaki dan snorkeling untuk melihat keadaan umum vegetasi

lamun. Pada setiap substasiun terdiri dari 2 (dua) bingkai kuadrat berukuran 1 x 1

m2. Jarak antar transek besar 10 meter. Contoh lamun yang diambil untuk dikerik

perifitonnya dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label pada setiap

jenis lamun yang berbeda genusnya untuk diidentifikasi.

Tabel 2. Nilai dominansi pembobotan lamun

Kelas Besarnya Substrat yang tertutup lamun

% substrat yang tertutup

% nilai tengah (Mi)

5 1/2 - semua 50 - 100 75 4 1/4 - 1/2 25 - 50 37,5 3 1/8 - 1/4 12,5 - 25 18,75 2 1/16 - 1/8 6,25 - 12,5 9,38 1 < 1/16 < 6,25 3,13 0 Tidak ada 0 0

3.3.2. Perifiton

Pengambilan contoh perifiton dilakukan dengan memotong 2 (dua) lembar

daun lamun untuk tiap transek di setiap substasiun untuk semua stasiun. Contoh

perifiton diambil dengan cara mengerik permukaan daun dengan luasan 5 x 2 cm2

di ujung, di tengah, dan di pangkal daun lamun. Perifiton yang diperoleh

dimasukkan ke dalam botol sampel, diberi label kemudian diawetkan dengan

Page 32: C08yhe

lugol. Kemudian contoh perifiton diamati menggunakan mikroskop dengan 3

(tiga) kali ulangan dan diidentifikasi berpedoman pada buku identifikasi.

3.3.3. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan

Pengukuran beberapa parameter fisika dan kimia perairan dilakukan 3 (tiga)

kali ulangan di setiap stasiun. Alat dan unit pengukuran parameter fisika dan

kimia dapat dilihat pada Tabel 3. berikut ini:

Tabel 3. Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur

Paremeter Unit Alat Keterangan A. Fisika 1. Suhu oC Termometer Hg In Situ 2. Kecepatan Arus m/det Bola Pingpong Bertali In Situ 3. Kedalaman cm Tongkat Berskala In Situ 4. Kecerahan % Secchi Disc In Situ 5. Substrat % Visual In Situ B. Kimia 1. pH - pH-meter In Situ 2. Salinitas ‰ Refraktometer In Situ 3. DO mg/l Titrasi Laboratorium 4. Fosfat mg/l Spektrofotometer Laboratorium 5. Nitrat mg/l Spektrofotometer Laboratorium

3.4. Analisa perifiton

3.4.1. Kepadatan jenis perifiton

Kepadatan jenis perifiton dihitung berdasarkan perhitungan plankton, dengan

modifikasi Lackey Drop Microtransecting Methods (APHA, 1989)

Keterangan: N = Jumlah perifiton per satuan luas (ind/cm2)

pnx

Ax

VoVrx

OpOiN

313

=

Page 33: C08yhe

Oi = Luas gelas penutup (324 mm2)

Op= Luas satuan lapang pandang (1,306 mm2)

Vr = Volume konsentrat dalam botol sampel (30 ml)

Vo= Volume satuan tetes air contoh (0,05 ml)

A = Luas bidang kerikan (5 x 2 cm2)

n = Jumlah perifiton yang tercacah

p = Jumlah lapang pandang (5)

3.4.2. Indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi perifiton

Perhitungan indeks keanekaragaman digunakan untuk menganalisa populasi

dan komunitas perifiton, berdasarkan indeks Shannon-Wiener (Legendre dan

Legendre, 1983). Rumus sebagai berikut:

Keterangan: H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon

N = Total individu seluruh genera

ni = Jumlah total individu genera ke-1

Nilai indeks keanekaragaman Shannon dikategorikan atas nilai-nilai sebagai

berikut (Brower et al., 1990) yaitu apabila nilai H’ ≤ 1 maka tingkat

keanekaragaman rendah, tekanan ekologi tinggi, apabila nilai 1 < H' ≤ 3 maka

tingkat keanekaragaman sedang, tekanan ekologi sedang, dan apabila nilai H' > 3

maka tingkat keanekaragaman tinggi, tekanan ekologi rendah.

Untuk melihat seberapa besar nilai keseragaman penyebaran genera dalam

komunitas perifiton, digunakan indeks keseragaman, yaitu rasio keanekaragaman

dan nilai maksimumnya.

∑=

−=n

i

PiLogPiH1

'NnPi i

=

Page 34: C08yhe

Keterangan: E = Indeks keseragaman Evenness dengan kisaran 0-1

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon

H’ maks = Indeks keanekaragaman maksimum = Log S

dimana S adalah jumlah genera

Jika nilai E mendekati 1, maka sebaran individu antar generatif relatif sama.

Sebaliknya jika nilai E mendekati 0, terdapat kelompok genera yang jumlahnya

lebih daripada genera lainnya.

Indeks dominansi digunakan untuk menggambarkan sejauh mana suatu genera

mendominasi populasi tersebut. Genera yang paling dominan ini dapat

menentukan atau mengendalikan kehadiran jenis lain.

Dengan memakai indeks dominansi Simpson (Bengen, 1998).

Keterangan: D = Indeks dominansi Simpson

ni = Jumlah individu genera ke-1

N = Total individu seluruh genera

Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 -1. Semakin besar nilai indeks

semakin besar adanya kecenderungan salah satu spesies yang mendominasi

populasi.

3.5. Perhitungan lamun

3.5.1. Kerapatan lamun

maksHHE

''

=

2

1∑=

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=

n

i NnD i

Page 35: C08yhe

Kerapatan setiap jenis lamun adalah total individu dalam suatu luas area yang

diukur. Dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan: Ki = Kerapatan jenis ke-1 (ind/m2)

ni = Jumlah individu atau tegakan dalam kuadrat ke-1 (ind)

A = Luas area total pengambilan sampel (m2)

3.5.2. Persetasi penutupan lamun

Penutupan adalah luas area yang tertutupi oleh lamun:

P = x 100 %

Keterangan: P = % penutupan lamun

3.6. Pengelompokan habitat

Pengelompokan habitat dilakukan dengan cara menghitung tingkat kesamaan

(similaritas) menggunakan indeks Canberra, untuk melihat kesamaan antar stasiun

pengamatan berdasarkan parameter fisika dan kimia perairan (Krebs, 1989):

Keterangan: Lc = Nilai kesamaan indeks Canberra

Ai = Nilai data parameter ke-I Stasiun A

Bi = Nilai data parameter ke-I Stasiun B

A

n

K

n

i

i

i

∑== 1

∑ +

−−=

ii

ii

BABA

nLc 11

Luas total penutupan

Pengambilan contoh

Page 36: C08yhe

Nilai kesamaan indeks Canberra antara 0 – 1. nilai Lc = 0 menunjukkan

tingkat kesamaan antar stasiun paling rendah dan nilai Lc = 1 menunjukkan

tingkat kesamaan antar stasiun paling tinggi.

Indeks Bray Curtis, untuk melihat kesamaan antar stasiun berdasarkan

kepadatan perifiton di daun lamun (Krebs, 1989):

Keterangan: Lb = Nilai kesamaan indeks Bray Curtis

Ai = Nilai data parameter ke-I Stasiun A

Bi = Nilai data parameter ke-I Stasiun B

Dari kumpulan nilai kesamaan indeks Canberra dan indeks Bray Curtis di atas

dibuat matriks kesamaan yang digunakan untuk menganalisis kelompok (Cluster

Analysis). Pengolahan data menggunakan software Minitab versi 14.0.

Metode Clustering yang digunakan dalam mencari tingkat kesamaan antara

stasiun pengamatan adalah metode pengelompokan hierarki (Hierarchial

Clustering Methods), khususnya sub metode rantai tunggal (single linkage). 2

(dua) buah stasiun yang paling mirip dikelompokan menjadi satu (kelompok 1),

stasiun selanjutnya yang termirip dengan kelompok pertama digabung membentuk

kelompok dua dan seterusnya. Bila tingkat kesamaan berkurang maka seluruh

stasiun pengamatan akan bergabung menjadi satu kelompok (single cluster). Hasil

penggabungan antara stasiun secara berurutan akan ditampilkan dalam bentuk

dendogram (Johnson dan Wichern, 1992).

∑∑

+

−−=

ii

ii

BA

BALb 1

Page 37: C08yhe

3.7. Analisis statistik

Analisis data menggunakan uji analisis ragam Rancangan percobaan yang

diterapkan pada data adalah rancangan acak lengkap satu faktor (faktor

Bagian/Wilayah) dan rancangan percobaan yang diterapkan pada data adalah

rancangan acak lengkap faktorial. Faktor-faktor dalam penelitian tersebut yaitu

stasiun (S1, S2, S3,…, S6) dan posisi daun (Ujung, Tengah dan Pangkal).

Pengolahan data menggunakan software SPSS Versi 13.0. Uji ini

menunjukkan bahwa seberapa besar pengaruh perlakuan antar stasiun, perbedaan

genus antar bagian daun dan perbedaan pengaruh bagian utara dan selatan

terhadap kepadatan perifiton pada lamun Enhalus acoroides.

Page 38: C08yhe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi lokasi

Perairan Pulau Tidung Besar terletak di Kepulauan Seribu, Jakarta Utara,

Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan disepanjang pantai bagian utara dan

selatan di Pulau Tidung Besar. Lokasi pengamatan (Gambar 1) berada pada

05048’10.3” - 05048’11.6” LS dan 106030’36.0” - 106030’37.7” BT Bagian

Selatan dan 05048’04.7” - 05048’06.5” LS dan 106030’34.6” - 106030’35.9”

Bagian Utara.

Gambar 1. Perairan Pulau Tidung Besar, Jakarta Utara

Jenis lamun yang paling banyak ditemui di bagian selatan dan utara pada

perairan Pulau Tidung Besar adalah Enhalus acoroides. Pada bagian selatan

memiliki kerapatan 31-46 ind/m2 dan pada bagian utara memiliki kerapatan 37-49

27

Page 39: C08yhe

ind/m2. Persen penutupannya pada bagian selatan yaitu 31,34-57,01 % dan pada

bagian utara yaitu 43,26-85,34 %. Substrat di perairan Pulau Tidung Besar adalah

substrat pasir, dengan suhu berkisar antara 29 – 32 0C dan salinitas 30 ‰.

Sedangkan kisaran pH menunjukan angka yang stabil yaitu 7.

Kedalaman bervariasi dari pantai hingga ke tubir berkisar antara 52-96 cm

pada bagian selatan dan 65-75 cm pada bagian utara yang tidak terlalu

mengganggu aktivitas metabolisme perifiton maupun lamun yang hidup dan

tumbuh di perairan ini. Nutrien-nutrien yang dihitung adalah nitrat di bagian

selatan berkisar antara 0,024-0,033 mg/l, sedangkan di bagian utara nitrat berkisar

antara 0,012-0,021 mg/l. Ortoposfat pada bagian selatan berkisar antara 0,003-

0,005 mg/l dan ortopospat pada bagian utara berkisar antara 0,003-0,008 mg/l.

Sedangkan DO berkisar antara 7 - 9 mg/l di bagian selatan dan 8,5-10 mg/l di

bagian utara. Karakteristik parameter fisika kimia perairan di Pulau Tidung

Besar, Jakarta Utara dapat dilihat pada Tabel 4.

4.2 Komunitas perifiton

4.2.1. Keragaman jenis dan kepadatan perifiton

Perifiton yang ditemukan pada daun Enhalus acoroides pada bagian selatan

sebanyak 28 genera yang terbagi ke dalam 5 kelas dan 21 family. Jenis perifiton

yang paling banyak ditemukan adalah Nitzschia sp, Rhizosolenia sp dan

Tintinnopsis sp sedangkan perifiton yang paling sedikit adalah Amphora sp,

Chaetocheros sp dan Diploneis sp. Keseluruhan jenis perifiton yang didapatkan

pada bagian selatan yaitu Amphora sp, Biddulphia sp, Chaetocheros sp,

Cocconeis sp, Coscinodiscus sp, Diploneis sp, Fragilaria sp, Isthmia sp,

Leptocylindrus sp, Melosira sp, Navicula sp, Nitzschia sp, Pleurosigma sp,

Page 40: C08yhe

Rhizosolenia sp, Skeletonema sp, Streptotheca sp, Thalassiosira sp, Thalassiothrix

sp, Triceratium sp, Pelagothrix sp, Trichodesmium sp, Ceratium sp, Dinophysis

sp, Peridinium sp, Pirocystis sp, Favella sp, Tintinnopsis sp, Globigerina sp.

Tabel 4. Karakteristik parameter fisika kimia perairan di Pulau Tidung Besar,

Jakarta Utara. Bagian Selatan Utara

Parameter St. 1 St. 2 St. 3 St. 4 St. 5 St. 6

Fisika

1. Kecepatan arus (m/dt) 0,07 0,08 0,06 0,02 0,03 0,05

2. Substrat Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir

3. Kedalaman (cm) 96 67 52 71 75 65

4. Suhu (oC) 29 30 30 32 32 32

5. Kecerahan (%) 100 100 100 100 100 100

Kimia

6. Salinitas (‰) 30 30 30 30 30 30

7. pH 7 7 7 7 7 7

8. DO (mg/l) 9 7,5 7 9,5 10 8,5

9. Nitrat (mg/l) 0,033 0,025 0,024 0,012 0,021 0,015

10. Ortopospat (mg/l) 0,005 0,003 0,003 0,008 0,003 0,007

Perifiton yang ditemukan pada daun Enhalus acoroides pada bagian utara

sebanyak 33 genera yang terbagi ke dalam 5 kelas dan 21 family. Jenis perifiton

yang paling banyak ditemukan adalah Nitzschia sp, Rhizosolenia sp, Skeletonema

sp dan Tintinnopsis sp sedangkan perifiton yang paling sedikit adalah Gyrosigma

sp dan Phalacroma sp. Keseluruhan jenis perifiton yang didapatkan pada bagian

utara yaitu Biddulphia sp, Bacillaria sp, Chaetocheros sp, Coscinodiscus sp,

Diploneis sp, Fragilaria sp, Gyrosigma sp, Isthmia sp, Leptocylindrus sp,

Licmophora sp, Melosira sp, Navicula sp, Nitzschia sp, Pleurosigma sp,

Page 41: C08yhe

Rhizosolenia sp, Skeletonema sp, Streptotheca sp, Thalassionema sp,

Thalassiosira sp, Thalassiothrix sp, Triceratium sp, Pelagothrix sp,

Trichodesmium sp, Amphisolenia sp, Ceratium sp, Dinophysis sp, Peridinium sp,

Phalacroma sp, Pirocystis sp, Favella sp, Leprotintinnus sp, Tintinnopsis sp,

Globigerina sp.

Jenis perifiton yang paling banyak ditemukan pada setiap bagian daun

Enhalus acoroides pada bagian selatan dan utara adalah kelas Bacillariophyceae,

jika dilihat dari karakteristik biologi Bacillariophyceae merupakan komponen

yang paling penting sebagai sumber makanan bagi zooplankton. Pengelompokan

kelas dan family pada Enhalus acoroides pada bagian selatan dan utara dapat

dilihat pada Tabel 5.

Jenis-jenis perifiton yang berbeda sebanyak 2 genera, yang terdapat di bagian

selatan tetapi tidak terdapat di bagian utara pada daun Enhalus acoroides , yaitu

Amphora sp dan Cocconeis sp, sedangkan yang terdapat di bagian utara tetapi

tidak terdapat di bagian selatan pada daun Enhalus acoroides sebanyak 7 genera

yaitu Bacillaria sp, Gyrosigma sp, Licmophora sp, Thalassionema sp,

Amphisolenia sp, Phalacroma sp dan Leprotintinnus sp. Penyebaran jumlah

perifiton pada daun Enhalus acoroides per sub stasiun dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 5. Pengelompokan kelas dan family pada Enhalus acoroides pada bagian selatan dan utara.

Selatan Utara

Page 42: C08yhe

Kelas Family Jumlah Genera Kelas Family

Jumlah Genera

Bacillariophyceae Cymbellaceae 1 Bacillariophyceae Nitzschiaceae 2 Biddulphiaceae 3 Biddulphiaceae 3 Coscinodiscaceae 2 Coscinodiscaceae 2 Chaetocerotaceae 1 Chaetocerotaceae 1 Cocconeidaceae 1 Naviculaceae 5 Naviculaceae 4 Fragilariaceae 4 Fragilariaceae 2 Leptocylindraceae 1 Leptocylindraceae 1 Melosiraceae 1 Melosiraceae 1 Soleniaceae 1 Nitzschiaceae 1 Thalassiosiraceae 1 Soleniaceae 1 Thalassiosiraceae 1 Cyanophyceae Phormidiaceae 1 Oscillatoriaceae 1 Cyanophyceae Phormidiaceae 1 Oscillatoriaceae 1 Dinophyceae Amphisoleniaceae 1 Ceratiaceae 1 Dinophyceae Ceratiaceae 1 Dinophysaceae 2 Dinophysaceae 1 Peridiniaceae 1 Peridiniaceae 1 Adinida 1 Adinida 1 Ciliata Xystonellidae 1 Ciliata Xystonellidae 1 Metcylididae 1 Tintinnididae 1 Tintinnididae 1 Sarcodina Globigerinidae 1 Sarcodina Globigerinidae 1

Tabel 6. Penyebaran jumlah perifiton pada daun Enhalus acoroides per sub stasiun.

Selatan Stasiun 1 Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3

Page 43: C08yhe

Takson U T P U T P U T P Kelas 5 5 5 4 4 4 5 5 5 Family 12 13 13 4 9 8 9 9 11 Genera 12 15 15 4 9 8 10 10 12 Stasiun 2 Sub Stasiun 4 Sub Stasiun 5 Sub Stasiun 6 Takson U T P U T P U T P Kelas 5 5 5 3 3 3 3 3 3 Family 9 11 8 2 6 3 7 6 4 Genera 10 12 9 2 6 3 7 6 5 Stasiun 3 Sub Stasiun 7 Sub Stasiun 8 Sub Stasiun 9 Takson U T P U T P U T P Kelas 2 2 2 4 4 4 3 3 3 Family 4 5 3 6 12 9 2 5 5 Genera 4 5 3 6 14 10 2 5 7

Utara Stasiun 4 Sub Stasiun 10 Sub Stasiun 11 Sub Stasiun 12 Takson U T P U T P U T P Kelas 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Family 8 11 11 6 15 10 7 13 11 Genera 11 12 11 7 20 10 8 15 13 Stasiun 5 Sub Stasiun 13 Sub Stasiun 14 Sub Stasiun 15 Takson U T P U T P U T P Kelas 3 3 3 5 5 5 4 4 4 Family 2 5 8 11 16 9 7 4 3 Genera 2 5 8 12 21 10 7 4 3 Stasiun 6 Sub Stasiun 16 Sub Stasiun 17 Sub Stasiun 18 Takson U T P U T P U T P Kelas 5 5 5 5 5 5 5 5 5 Family 10 12 10 4 12 15 4 17 14 Genera 11 13 12 4 15 18 4 21 16

Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun

Kepadatan tertinggi pada daun Enhalus acoroides bagian selatan di stasiun 1,

2 dan 3 yaitu Rhizosolenia sp masing-masing sebesar 133.471 ind/cm2, 116.601

ind/cm2 dan 111.970 ind/cm2 sedangkan pada daun Enhalus acoroides bagian

Page 44: C08yhe

utara kepadatan tertinggi pada stasiun 4 adalah Rhizosolenia sp sebesar 153.152

ind/cm2, pada stasiun 5 adalah Nitzschia sp sebesar 139.755 ind/cm2 dan pada

stasiun 6 kepadatan tertinggi dimiliki oleh Rhizosolenia sp yaitu sebesar 143.394

ind/cm2. Kepadatan tertinggi pada daun Enhalus acoroides bagian selatan dan

utara dapat dilihat pada Tabel 10. Jenis perifiton yang paling banyak ditemukan

adalah dari kelas Bacillariophyceae yang merupakan epifit utama yang ditemukan

pada lamun.

Page 45: C08yhe

Gambar 2. Jumlah kepadatan perifiton (ind/cm2) per kelas bagian selatan

Gambar 3. Jumlah kepadatan perifiton (ind/cm2) per kelas bagian utara Nilai-nilai indeks keanekaragaman jenis di setiap stasiun dan bagian daun

lamun (Enhalus acoroides) di sebelah selatan menunjukkan klasifikasi rendah

yang menggambarkan peyebaran individu tiap jenisnya rendah dan tekanan

ekologinya tinggi sedangkan pada bagian utara menunjukkan klasifikasi sedang,

hal ini menunjukkan penyebaran individu tiap jenis sedang dan tekanan ekologi

sedang. Namun demikian komunitas perifiton ini menunjukkan jenis perifiton

Page 46: C08yhe

yang menempel pada daun lamun cukup beragam tetapi terdapat beberapa spesies

yang paling banyak, karena kepadatan jenisnya berbeda. Kisaran indeks

keseragaman pada bagian selatan di stasiun 1 berkisar antara 0,64-0,78, stasiun 2

berkisar antara 0,56-0,70 dan stasiun 3 berkisar antara 0,67-.0,75, sedangkan

kisaran indeks keseragaman pada bagian utara di stasiun 4 berkisar antara 0,74-

0,84, stasiun 5 berkisar antara 0,77-0,82 dan stasiun 6 berkisar antara 0,76-0,86.

Nilai indeks dominansi pada bagian selatan menunjukkan kondisi lingkungan

yang rendah, bahwa tidak ada spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies

lainnya, kondisi ini disertai sebaran individu antara genera relatif sama. Demikian

pula halnya pada bagian utara yang menunjukkan nilai indeks dominansi yang

rendah. Kisaran nilai keanekaragaman, keseragaman dan dominansi perifiton

dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Penggolongan keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominansi (D) perifiton pada daun Enhalus acoroides di bagian selatan dan utara.

Stasiun H' E D U T P U T P U T P

Selatan 1 0,91 0,84 0,82 0,78 0,64 0,65 0,15 0,12 0,12 2 0,70 0,83 0,58 0,68 0,70 0,56 0,25 0,19 0,14 3 0,64 0,86 0,69 0,70 0,75 0,67 0,31 0,16 0,19

Utara 4 1,01 1,01 1,01 0,84 0,74 0,77 0,12 0,12 0,12 5 0,89 1,01 0,91 0,82 0,77 0,81 0,15 0,12 0,14 6 0,99 1,02 1,01 0,86 0,76 0,76 0,12 0,14 0,12

Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun

4.2.2. Keragaman kepadatan antar stasiun dan antar bagian inang

Kepadatan perifiton antar stasiun yang tertinggi pada daun Enhalus acoroides

di stasiun bagian selatan adalah stasiun 1 dengan nilai kepadatan 545.293 ind/cm2,

Page 47: C08yhe

stasiun 2 dan 3 masing-masing nilai kepadatannya adalah 358.236 ind/cm2 dan

297.207 ind/cm2. Jumlah kerapatan dan persen penutupan lamun pada stasiun 1

tergolong tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 dan 3.

Pada daun Enhalus acoroides bagian utara kepadatan perifiton antar stasiun

yang tertinggi yaitu stasiun 4 dengan nilai kepadatan 731.192 ind/cm2, stasiun 5

dan 6 dengan masing-masing nilai kepadatannya 589.783 ind/cm2 dan 648.000

ind/cm2. Hal ini disebabkan pada stasiun 4 kerapatan dan persen penutupan lamun

juga tergolong tinggi (Lampiran 3.) daripada stasiun lainnya, sehingga mampu

untuk meredam pergerakan air dan menjadikan sirkulasi air lebih tenang yang

membuat perifiton pada daun lamun terhindar dari pencucian oleh arus yang

keras, dengan kecepatan arus tergolong lambat yaitu 0,02 m/detik menyebabkan

keragaman jenis perifiton di stasiun 4 yang menempel di daun lamun cukup

tinggi.

Nilai kepadatan tertinggi antar bagian inang Enhalus acoroides terdapat di

bagian ujung daun dengan nilai kepadatan perifiton sebesar 1.105.967 ind/cm2,

sedangkan pada bagian tengah dan pangkal daun masing-masing sebesar

1.060.154 ind/cm2 dan 1.003.590 ind/cm2. Komposisi perifiton pada lamun sangat

dipengaruhi oleh umur, letak atau tempat hidup lamun, pada lamun yang lebih tua

yaitu bagian ujung daun lamun komposisi dan kepadatan perifiton akan berbeda

dengan lamun yang lebih muda yaitu bagian pangkal daun lamun, karena proses

penempelan dan pembentukan koloni perifiton memerlukan waktu yang cukup

lama.

Pada daun Enhalus acoroides lokasi kepadatan tertinggi di stasiun 1 secara

keseluruhan terdapat pada bagian ujung daun dengan nilai 201.942 ind/cm2,

Page 48: C08yhe

sedangkan pada bagian tengah daun dan pangkal daun memiliki nilai kepadatan

masing-masing sebesar 171.180 ind/cm2 dan 172.172 ind/cm2. Di bagian ini

kepadatan tertingginya pada sub stasiun 1 (Gambar 2A) yaitu Coscinodiscus sp

sebesar 19.847 ind/cm2. Coscinodiscus sp memiliki sifat kosmopolit yang dapat

hidup pada kisaran daerah yang luas. Pada bagian tengah (Gambar 2B) kepadatan

tertinggi yaitu dimiliki oleh Rhizosolenia sp dengan nilai 44.656 ind/cm2,

sedangkan pada bagian pangkal daun (Gambar 2C) kepadatan tertingginya yaitu

genera Nitzschia sp dengan nilai 39.860 ind/cm2.

Pada stasiun 2 ditemukan 20 genera perifiton di daun Enhalus acoroides.

Kepadatan tertinggi pada bagian ujung daun Enhalus acoroides (Gambar 3A) di

stasiun ini yaitu genera Rhizosolenia sp dengan nilai sebesar 44.656 ind/cm2,

sedangkan Favella sp dengan nilai 331 ind/cm2 merupakan kepadatan terendah

dimana pada bagian ujung daun ini ditemukan 11 genera perifiton.

Bagian tengah dan pangkal daun Enhalus acoroides (Gambar 3B) dan

(Gambar 3C) kepadatan tertingginya sama seperti pada bagian ujung daun yaitu

dimiliki oleh Rhizosolenia sp dengan nilai masing-masing sebesar 34.567 ind/cm2

dan 37.379 ind/cm2. Hal ini diduga karena stasiun 2 memiliki kerapatan lamun

yang tergolong rendah dibandingkan dengan stasiun lainnya sehingga

keanekaragaman perifiton yang menempel sedikit. Didukung pula oleh kecepatan

arus dari arah terumbu karang yang besar dimana hanya perifiton yang memiliki

kemampuan perekat yang kuatlah yang mampu menempel di daun lamun.

Page 49: C08yhe

Stasiun 1 A

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

Amph

ora s

p

Bidd

ulphia s

p

Cocc

oneis

sp

Diplo

neis

sp

Gyros

igma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melo

sira sp

Nitzs

chia

sp

Rhizo

solen

ia sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratiu

m sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis s

p

Leprotint

innus

sp

Globige

rina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3

B

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis s

p

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 C

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis s

p

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun Sumber: hasil pengolahan pada Lampiran 1

Gambar 4. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B) dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 1.

Page 50: C08yhe

Stasiun 2

A

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amph

ora s

p

Bidd

ulphia s

p

Cocc

oneis

sp

Diplo

neis

sp

Gyros

igma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melo

sira sp

Nitzs

chia

sp

Rhizo

solen

ia sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratiu

m sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis s

p

Leprotint

innus

sp

Globige

rina sp

Genera

Kepa

data

n Pe

rifit

on (i

nd/c

m2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3

B

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

50000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis s

p

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kepa

data

n Per

ifito

n (in

d/cm

2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 C

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis s

p

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun Sumber: hasil pengolahan pada Lampiran 1

Gambar 5. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B) dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 2.

Page 51: C08yhe

Pada stasiun 3 genera yang ditemukan pada daun Enhalus acoroides yaitu

sebanyak 18 genera perifiton dengan komposisi masing-masing bagian daun yaitu,

pada bagian ujung daun sebanyak 9 genera, bagian tengah daun sebanyak 14

genera dan pada bagian ujung daun sebanyak 11 genera. Dimana keseluruhannya

memiliki nilai kepadatan perifiton sebesar 296.049 ind/cm2.

Pada bagian ujung daun Enhalus acoroides (Gambar 4A) kepadatan tertinggi

secara keseluruhan ditemukan pada genera Rhizosolenia sp dengan nilai sebesar

48.791 ind/cm2 namun dari aspek individu kepadatan tertinggi dimiliki oleh

Nitzschia sp dengan nilai sebesar 333.428 ind/cm2 yang terdapat pada sub stasiun

7. Pada bagian tengah daun Enhalus acoroides (Gambar 4B) ditemukan nilai

kepadatan tertinggi sebesar 33.409 ind/cm2 yang dimiliki oleh Rhizosolenia sp

dan pada bagian ujung daun (Gambar 4C) kepadatan tertinggi dimiliki oleh

Nitzschia sp dengan nilai sebesar 31.590 ind/cm2.

Komposisi individu dimasing-masing bagian daun lamun Enhalus acoroides

pada stasiun 4 yaitu, 1.500 individu dengan jumlah genera sebanyak 16 pada

bagian ujung daun, 1.458 individu dengan jumlah genera sebanyak 23 pada

bagian tengah daun, sedangkan pada bagian pangkal daun ditemukan sebanyak

1.463 individu dengan jumlah genera sebanyak 21. Secara keseluruhan pada

stasiun 4 ditemukan jumlah genera perifiton sebanyak 32.

Kepadatan tertinggi pada bagian ujung daun Enhalus acoroides terdapat di

sub stasiun 11 (Gambar 5A) yaitu Rhizosolenia sp dengan nilai kepadatan di

bagian ini sebesar 56.564 ind/cm2. Pada bagian tengah daun (Gambar 5B) dan

bagian pangkal daun (Gambar 5C) dimiliki oleh Rhizosolenia sp dengan nilai

kepadatan masing-masing sebesar 47.468 ind/cm2 dan 49.121 ind/cm2.

Page 52: C08yhe

Stasiun 3 A

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amph

ora s

p

Bidd

ulphia s

p

Cocc

oneis

sp

Diplo

neis

sp

Gyros

igma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melo

sira sp

Nitzs

chia

sp

Rhizo

solen

ia sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratiu

m sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis s

p

Leprotint

innus

sp

Globige

rina sp

Genera

Kepa

data

n Per

ifito

n (in

d/cm

2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3

B

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis sp

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 C

0

5000

10000

15000

20000

25000

30000

35000

40000

45000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis s

p

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium

sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun Sumber: hasil pengolahan pada Lampiran 1

Gambar 6. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B) dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 3.

Page 53: C08yhe

Stasiun 4

A

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

Amph

ora s

p

Bidd

ulphia s

p

Cocc

oneis

sp

Diplo

neis

sp

Gyros

igma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melo

sira sp

Nitzs

chia

sp

Rhizo

solen

ia sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratiu

m sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis s

p

Leprotint

innus

sp

Globige

rina sp

Genera

Kepa

data

n Per

ifito

n (in

d/cm

2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 B

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia

sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis s

p

Gyros

igma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melosir

a sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium sp

Ceratiu

m sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globige

rina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 C

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis s

p

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun Sumber: hasil pengolahan pada Lampiran 2

Gambar 7. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B) dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 4.

Page 54: C08yhe

Pada stasiun 5 ditemukan jumlah genera perifiton sebanyak 26. Dengan

komposisisi individu terkecil terdapat pada bagian tengah daun Enhalus acoroides

yaitu sebanyak 13 individu, sedangkan pada bagian ujung dan pangkal daun

didapatkan sebanyak masing-masing 21 individu.

Kepadatan tertinggi pada bagian ujung daun Enhalus acoroides yaitu pada

genera Nitzschia sp dengan nilai sebesar 48.625 ind/cm2 dimana secara individu

kepadatan tertinggi terdapat di sub stasiun 14 (Gambar 6A). Pada bagian tengah

daun kepadatan tertinggi yaitu Nitzschia sp dengan nilai sebesar 48.460 ind/cm2

(Gambar 6B), sedangkan pada bagian pangkal daun kepadatan tertinggi yaitu

Rhizosolenia sp dengan nilai kepadatan sebesar 43.002 ind/cm2 dan secara

individu kepadatan tertinggi ditemukan pada sub stasiun 15 yaitu Tintinnopsis sp

dengan nilai sebesar 315.566 ind/cm2 (Gambar 6C).

Page 55: C08yhe

Stasiun 5 A

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amphor

a sp

Biddulp

hia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis sp

Gyrosig

ma sp

Lepto

cylin

drus s

p

Melosir

a sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Strepto

theca

sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratium

sp

Trich

odes

mium sp

Cerati

um sp

Peridin

ium sp

Pirocy

stis s

p

Lepro

tintin

nus s

p

Globige

rina s

p

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3

B

0

1000020000

30000

40000

5000060000

70000

Amphor

a sp

Biddulp

hia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis sp

Gyrosig

ma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melosir

a sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Strepto

theca

sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratium

sp

Trich

odes

mium sp

Ceratiu

m sp

Peridi

nium sp

Pirocy

stis s

p

Lepr

otinti

nnus

sp

Globige

rina s

p

Genera

Kepa

data

n Pe

rifito

n (in

d/cm

2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3

C

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amphor

a sp

Biddulp

hia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis sp

Gyrosig

ma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melosir

a sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Strepto

theca

sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratium

sp

Trich

odes

mium sp

Ceratiu

m sp

Peridi

nium sp

Pirocy

stis s

p

Lepr

otinti

nnus

sp

Globige

rina s

p

Genera

Kepa

data

n Pe

rifito

n (in

d/cm

2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3

Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun Sumber: hasil pengolahan pada Lampiran 2

Gambar 8. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B) dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 5.

Page 56: C08yhe

Jumlah genera perifiton yang ditemukan pada stasiun 6 adalah sebanyak 29.

dengan komposisi individu terbanyak pada bagian ujung daun Enhalus acoroides

sebanyak 711 individu, sedangkan pada bagian tengah dan pangkal daun

komposisi individu masing-masing sebanyak 1.340 individu dan 1.263 individu.

Nilai kepadatan tertinggi yang terdapat pada bagian ujung daun yaitu

Rhizosolenia sp 44.987 ind/cm2 (Gambar 7A), sedangkan pada bagian tengah dan

pangkal daun kepadatan tertinggi masing-masing terdapat pada 50.775 ind/cm2

(Gambar 7B) dan 47.633 ind/cm2 (Gambar 7C).

Pada stasiun 6 terdapat genera yang berada diseluruh bagian daun Enhalus

acoroides selain Rhizosolenia sp dan Nitzschia sp yaitu Pirocystis sp yang pada

stasiun 6 nilai kepadatannya mencapai 48.460 ind/cm2. Pirocystis sp merupakan

produsen primer yang penting di laut dan mampu melakukan fotosintesis.

Page 57: C08yhe

Stasiun 6 A

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

70000

80000

Amph

ora s

p

Bidd

ulphia s

p

Cocc

oneis

sp

Diplo

neis

sp

Gyros

igma sp

Lepto

cylin

drus

sp

Melo

sira sp

Nitzs

chia

sp

Rhizo

solen

ia sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratiu

m sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis s

p

Leprotint

innus

sp

Globige

rina sp

Genera

Kepa

data

n Per

ifito

n (in

d/cm

2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 B

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis sp

Gyros

igma sp

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Streptothe

ca sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globig

erina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 C

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

Amph

ora sp

Bidd

ulphia sp

Cocco

neis

sp

Diplon

eis sp

Gyros

igma s

p

Leptoc

ylind

rus s

p

Melo

sira sp

Nitzsc

hia sp

Rhizos

olenia

sp

Strepto

thec

a sp

Thala

ssios

ira sp

Trice

ratiu

m sp

Trich

odes

mium

sp

Ceratium sp

Perid

inium

sp

Pirocy

stis

sp

Leprotint

innus

sp

Globigerina sp

Genera

Kep

adat

an P

erifi

ton

(ind/

cm2)

Sub Stasiun 1 Sub Stasiun 2 Sub Stasiun 3 Keterangan: U= Ujung daun; T= Tengah daun; P= Pangkal daun Sumber: hasil pengolahan pada Lampiran 2

Gambar 9. Sebaran kepadatan genera perifiton bagian ujung daun (A), tengah daun (B) dan pangkal daun (C) pada daun Enhalus acoroides di Stasiun 6.

Page 58: C08yhe

4.3. Klasifikasi numerik

4.3.1. Klasifikasi stasiun

Untuk melihat secara jelas keterkaitan antar keberadaan perifiton pada lamun

dan kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan dan pertumbuhan lamun,

maka perlu dilakukan analisis pengelompokkan habitat dengan indeks Canberra

dan indeks Bray-Curtis. Analisis berdasarkan nilai parameter fisika dan kimia

permukaan perairan yang diukur di setiap stasiun serta jumlah perifiton yang

menempel pada daun lamun.

4.3.1.1. Pengelompokkan stasiun berdasarkan parameter fisika kimia perairan Pengelompokkan dilakukan untuk melihat kesamaan atau similaritas antar

stasiun dengan menggunakan data parameter fisika kimia seperti salinitas, pH,

DO, nitrat, fosfat, suhu, arus, kecerahan dan kedalaman.

Pengambilan parameter fisika kimia di bagian selatan pada stasiun 1

dilakukan pada pagi hari, dimana pada saat itu suhu masih rendah dibandingkan

stasiun yang lain. Kedalaman pada stasiun ini hampir mencapai 1m, intensitas

cahaya masih rendah namun penetrasi cahaya matahari masih terlihat sampai

kedasar perairan. Aktivitas hilir mudik transportasi kapal laut dari dan kearah

Pulau Tidung Besar terlihat padat sehingga mengakibatkan parameter kimia yang

didapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya pada bagian selatan

ini.

Pengambilan parameter fisika kimia pada stasiun 2 dan 3 dilakukan pada siang

hingga sore hari dimana suhu yang didapatkan lebih hangat dibandingkan stasiun

1. Kecepatan arus yang didapatkan juga tergolong tinggi dikarenakan pada waktu

Page 59: C08yhe

itu terjadi musim barat dimana angin bertiup kencang, pada bagian selatan Pulau

Tidung Besar berhadapan langsung dengan Laut Jawa sehingga tidak ada pulau

yang mampu meredam arah pergerakan air laut. Pada saat itu juga terjadi hujan

gerimis sehingga parameter kimia yang didapatkan lebih kecil dibandingkan

dengan stasiun 1.

Pengambilan parameter fisika kimia di bagian utara pada stasiun 6 dilakukan

pada siang hari, kedalaman dan suhu pada stasiun ini relatif sama, penetrasi

cahaya matahari terlihat sampai kedasar perairan. Aktivitas hilir mudik

transportasi kapal laut dari dan kearah Pulau Tidung Besar tidak terlihat padat

karena pada bagian utara bukan jalur transportasi yang biasa dilewati oleh kapal

laut, kapal nelayan yang melewati bagian ini hanya menggunakan dayung

sehingga parameter kimia yang didapatkan banyak dipengaruhi masukan dari

darat.

Kecepatan arus pada stasiun 6 tergolong tinggi dikarenakan pada siang hari

terjadi pasang dibandingkan pada pagi hari. Pengambilan parameter pada stasiun

4 dan 5 dilakukan pada pagi hari. Kecepatan arus yang didapatkan tergolong

rendah dikarenakan persen penutupan lamunnya tergolong tinggi, pada bagian

utara terdapat daerah penanaman pohon mangrove, sehingga pergerakan air laut

pada bagian ini mampu diredam.

4.3.1.2. Pengelompokkan stasiun berdasarkan jumlah perifiton pada daun lamun Enhalus acoroides bagian selatan dan utara

Pengelompokan ini bertujuan untuk mengelompokan stasiun berdasarkan

jumlah perifiton yang menempel pada daun lamun Enhalus acoroides bagian

selatan dan utara di setiap bagian daun selama pengamatan.

Page 60: C08yhe

Pengelompokan stasiun berdasarkan jumlah perifiton pada Enhalus acoroides

di bagian selatan menunjukkan jumlah perifiton yang relatif sama pada stasiun 2

dan 3 dibandingkan dengan stasiun 1. Hal ini mengindikasikan bahwa semua

genera perifiton yang ditemukan mempunyai toleransi terhadap perubahan

kualitas perairan dibagian selatan, dengan kata lain di bagian selatan jumlah

kepadatan perifiton di stasiun 2 dan 3 memiliki kesamaan dibandingkan dengan

stasiun 1, hal ini menunjukkan jumlah perifiton memiliki range yang sama

terhadap perubahan lingkungan perairan.

Pengelompokan stasiun berdasarkan jumlah perifiton pada Enhalus acoroides

di bagian utara juga menggambarkan pengelompokan stasiun yang

mengindikasikan bahwa semua genera perifiton yang ditemukan mempunyai

toleransi terhadap perubahan kualitas perairan dibagian utara, dimana jumlah

perifiton yang didapatkan pada stasiun 4 dan 5 relatif sama dibandingkan dengan

stasiun 6.

4.4. Analisis statistika

Dari hasil analisis data kepadatan perifiton pada daun Enhalus acoroides di

enam stasiun dan disetiap posisi perifiton pada daun dengan rancangan acak

lengkap faktorial, menunjukkan hasil bahwa faktor stasiun berbeda nyata terhadap

kepadatan perifiton, hal ini menunjukkan terdapat perbedaan kepadatan yang

nyata pada masing-masing stasiun.

Sementara faktor posisi perifiton pada daun menunjukan hasil yang tidak

berbeda nyata, yang menunjukkan bahwa di semua posisi daun terdapat jumlah

perifiton yang relatif sama. Hasil sidik ragam faktor stasiun, dan posisi pada daun

terhadap kepadatan perifiton dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 61: C08yhe

Tabel 8. Sidik ragam faktor stasiun, dan posisi pada daun terhadap kepadatan perifiton

Sumber Keragaman

Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat

Tengah F Hitung F Tabel

Stasiun 5 581048,593 116209,719 6,656 0,000 Daun 2 12151,370 6075,685 0,348 0,708 Stasiun * Daun 10 11011,519 1101,152 0,063 1,000 Galat 36 628572,667 17460,352 Total 54 8045236,000

Pada Faktor Bagian utara dan selatan, setelah dilakukan analisis ragam

rancangan lengkap satu faktor menunjukan bahwa terdapat perbedaan nyata antara

bagian utara dan selatan. Hal ini menggambarkan jumlah kepadatan perifiton di

bagian utara dan selatan relatif berbeda. Hasil sidik ragam faktor bagian terhadap

kepadatan perifiton dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Sidik ragam faktor bagian terhadap kepadatan perifiton

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat Derajat Bebas

Kuadrat Tengah F Hitung F Tabel

Bagian/Lokasi 406640,667 1 406640,667 25,595 0,000 Galat 826143,481 52 15887,375 Total 8045236,000 54 Corrected Total 1232784,148 53

Page 62: C08yhe

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Jenis perifiton yang paling banyak ditemukan pada setiap bagian daun

Enhalus acoroides pada bagian selatan dan utara adalah kelas Bacillariophyceae,

jika dilihat dari karakteristik biologi Bacillariophyceae merupakan komponen

yang paling penting sebagai sumber makanan bagi zooplankton.

Kerapatan dan persentase lamun pada bagian utara lebih besar dibandingkan

pada bagian selatan sehingga jumlah kepadatan dan jumlah individu perifiton

pada bagian utara lebih besar dibandingkan pada bagian selatan, hal ini

dikarenakan kecepatan arus di bagian utara lebih kecil dibandingkan pada bagian

selatan sehingga memudahkan perifiton untuk menempel pada substratnya yaitu

Enhalus acoroides. Semakin tinggi kerapatan dan persentase lamun dan

lingkungan perairan masih stabil atau subur, maka kepadatan perifiton akan

semakin tingi.

Kepadatan perifiton pada daun Enhalus acoroides di enam stasiun dan di

setiap posisi perifiton pada daun, menunjukkan hasil bahwa faktor stasiun berbeda

nyata terhadap kepadatan perifiton, hal ini menunjukkan terdapat perbedaan

kepadatan perifiton yang nyata pada masing-masing stasiun, serta pada bagian

selatan dan utara spesies yang dominan ditemukan adalah Rhizosolenia sp dan

Nitzschia sp.

Sementara faktor posisi perifiton pada daun (ujung, tengah dan pangkal)

menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata, yang menunjukkan bahwa di semua

posisi daun terdapat jumlah perifiton yang relatif sama.

Page 63: C08yhe

Kondisi lingkungan perairan yang hampir sama menunjukan jumlah jenis

perifiton yang hampir sama.

5.2 Saran

Sebaiknya dilakukan penelitian lebih dari satu spesies substrat perifiton, tidak

hanya daun lamun Enhalus acoroides sehingga diperoleh gambaran yang lebih

jelas mengenai sebaran dan asosiasi perifiton pada ekosistem padang lamun di

perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu.

Penelitian dilakukan pada selang waktu yang lebih panjang, misalkan

dilakukan pada waktu musim penghujan dan kemarau. Jadi, apabila terjadi

perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi struktur komunitas perifiton

dapat diketahui.

51

Page 64: C08yhe

DAFTAR PUSTAKA

Abal, E. G., and W. C. Dennison. 1996. Seagrass Depth ang Water Quality in Southern Moreton Bay, Quensland, Australia. Mar. Freshwater Res., 47: 763-771.

APHA. 1989. Standard Methods for the Eamination of Water and Wastewater.

American Public Health Asociation. American Water Work Association, Water Pollution Control Federation. Port City Press. Baltimore, Maryland. 3464 p.

Azkab, M. H. 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Oseana, 24(1): 1-16. Bengen, D. G. 1998. Teknik Pengambilan Contoh dan Analisis Data Biofisik

Sumberdaya Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. 100 hal.

Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat

Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB. 62 hal. Berwick, N. L. 1983. Guidline for the Analysis of Biophysical Impacts to Tropical

Coastal Marine Resources. The Bombay Natural History Society Centenary Seminar Conservation in Developing Countries Problems and Prospects. Bombay, India.

Brower, J. E., J. H. Zar and C. Von Ende. 1990. General Ecology. Field and

Laboratory Methods. Wm. C. Brown Company Publisher, Dubuque, Iowa. Den Hartog, C. 1977. Structure, Function and Classification in Seagrass

Communities, pp. 89-121. In: C. P. mcRoy and C. McMillan (Eds.), Seagrass Ecosystem: a Scientific Perspective. Vol. 4. Marine Science, Marcel Dekker, Inc., New York and Bassel.

Hamid, A. 1996. Peranan Faktor Linkungan Perairan Terhadap Pertumbuhan

Enhalus acoroides (L.f) Royle di Teluk Grenyang, Bojonegoro, Kabupaten Serang, Jawa Barat. Tesis Pascasarjana, IPB. Bogor.

Hutomo, M. dan M. H. Azkab. 1987. Peranan Lamun di Lingkungan Laut

Dangkal. Oseana, 12(1): 13-23. Hill, B. H. and J. R. Webster. 1982. Periphyton Production in a Appalachian

River. Hydrobiology, 97:275-280. Horner, R. R., and E. B. Welch. 1981. Stream Periphyton Development in

Relation to Current Velocity and Nutrients. Can. J. Fish. Aquat. Sci., 38 : 449-457.

Page 65: C08yhe

Kiswara, W. 1995. Kandungan Hara Dalam Air Antara dan Air Permukaan Padang Lamun Pulau Barang Lompo dan Gusung Talang, Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Kelautan Nasional: pemantapan Keterpaduan dan Pendayagunaan Potensi Sumberdaya, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Kelembagaan Kelautan Nasional Menuju Kemandirian. Jakarta, 15-16 November 1995. Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim. Jakarta.

Krebs, C. L. 1989. Ecological Methodology. Harper and Row Publisher, London.

694 p. Legendre, L., and P. Legendre, 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific

Publishing Company, Amsterdam-Oxford-New York. 428 p. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Nybakken, J. W. 1993. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Alih Bahasa: H.

Muhammad Eidman. Cetakan ketiga, PT. Gramedia. Jakarta. 480 hal. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. 3rd Eds. W. B. Sounders Company.

Philadelphia. Osborn, L. L. 1983. Colonization and Recovery of Lothic Epipilic Communities:

a Metabolic Approach. Hydrobiologia, 99: 29-36. Phillips, R. C., and E. G. Menez. 1988. Seagrasses. Smithsonian Contribution to

the Marine Science. No. 34. Smithsonian Institution Press, Washington, D. C. 104 p.

Prygiel, J., and M. Coste. 1993. The Assessment of Water Quality in the Artois-

Picardie Water Basin (France) by the Use of Diatom Indices. Hydrobiologia, 270: 343-349.

Russel, D. J. 1990. Epiphytes: Biomass and Abundance, pp. 113-114. In: R. C.

Phillips and C. P. McRoy (Eds.), Seagrass Research Methods.UNECO, Paris, France.

Saeni, M. S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

-Ditjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor. Sheppard, C., A. Price and C. Robberts. 1992. Seagrasses and Other Dynamic

Substrates. Marine Ecology of the Arabian Region, pp.141-160. Susana, T. 1996. Kadar Fosfat di Beberapa Muara Sungai Teluk Jakarta.

Prosiding Seminar Ekologi Laut dan Pesisir I. P3O-LIPI. Jakarta. Susetiono. 1994. Struktur dan Kelimpahan Meiofauna diantara Enhalus acoroides

di Pantai Kuta Lombok Tengah. Dalam: W. Kasim, M. K. Moosa dan M.

Page 66: C08yhe

Hutomo. 1994 (eds.). Struktur Biologi Padang Lamun di Pantai Selatan Lombok dan Kondisi Lingkungannya. Proyek Pengembangan Kelautan/MREP dan P3O-LIPI. Jakarta. 125 hal.

Tomascik, T., A. J. Mah, A. Nontji and M. K. Moosa. 1997. The Ecology of the

Indonesian Seas. The Ecology of Indonesian Series. Vol VIII. Periplus Edition (Hk) Ltd., Singapore. 1388 p.

Widianingsih. 1991. Hubungan Antara Sifat Fisika Kimia Oseaografi Terhadap

Keberadaan Zooplankton di Perairan Muara Baru, Teluk Jakarta. Laporan PKL (tidak dipublikasikan). Program Studi Ilmu Kelautan. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Wetzel, R. R. 1975. Primary Production. In Whitton, B. a (eds.) River Ecology.

Blackwell Scientific Publication. Oxford. 725 p. Wetzel, R. R. 1982. Limnology (2nd edition). Saunders College Publication

Oxford. Philadelphia. 734 p. Wood, E. J. F. 1967. Microbiology of Oceans and Estuaries. Elsevier Publishing

Company. New York. 319p. Zieman, J. C. 1975. Tropical Seagrass Beds and Mangrove Ecosystem: Their

Interaction in the Coastal Zones of the Carribean. UNESCO Rep. Mar. Sci., 23: 6-16.

Zulkifli. 1988. Pelimbahan Bahan Organik dan Hubungan dengan Komunitas

Bivalvia di Muara Perairan Angke Jakarta. Karya Ilmiah (tidak dipublikasikan). Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.

Zulkifli. 2000. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya Dengan

Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan. Tesis Pascasarjana, IPB. Bogor.

Page 67: C08yhe

L A M P I R A N

Page 68: C08yhe

Lampiran 1. Pengelompokan kepadatan (ind/cm2) perifiton daun lamun Enhalus acoroides berdasarkan kelas pada bagian selatan Selatan

Genera Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 U T P U T P U T P

Bacillariophyceae Biddulphia sp 3803.98 1819.3 6781.01 2480.86 2480.86 2811.64 0 1323.12 3142.42 Cocconeis sp 1653.91 0 0 0 0 0 0 0 0 Coscinodiscus sp 19846.9 0 0 0 0 0 0 0 0 Fragilaria sp 0 4961.72 0 2811.64 0 0 3307.81 5292.5 1653.91 Isthmia sp 0 0 4796.32 0 1984.69 2811.64 0 3142.42 2315.47 Leptocylindrus sp 5788.67 5457.89 0 0 5623.28 0 0 2646.25 0 Melosira sp 0 4300.15 5954.06 7442.57 0 0 4300.15 0 0 Nitzschia sp 46309.3 41182.2 39859.1 40189.9 31755 28281.8 29935.7 18854.5 31589.6 Pleurosigma sp 0 1488.51 0 0 0 0 0 0 0 Rhizosolenia sp 49121 44655.4 39693.7 44655.4 34566.6 37378.3 48790.2 33408.9 29770.3 Skeletonema sp 10254.2 21500.8 24477.8 0 0 0 0 5623.28 661.562 Thalassiosira sp 15050.5 7938.74 5292.5 0 14389 0 6615.62 0 0 Triceratium sp 1157.73 3803.98 3638.59 2150.08 1323.12 5127.11 0 2977.03 5623.28 Streptotheca sp 0 0 0 0 0 0 0 1323.12 0 Thalassiothrix sp 0 330.781 496.172 0 0 0 0 0 0 Navicula sp 0 330.781 330.781 0 0 165.391 0 0 0 Amphora sp 0 0 0 0 0 0 0 0 330.781 Diploneis sp 0 0 0 0 0 330.781 0 0 0 Chaetocheros sp 0 0 0 0 330.781 0 0 0 0 Cyanophyceae Pelagothrix sp 0 1157.73 0 0 0 0 0 0 0 Trichodesmium sp 3307.81 2646.25 1488.51 0 496.172 165.391 0 2646.25 0

Page 69: C08yhe

Lampiran 1. Lanjutan Dinophyceae Ceratium sp 0 1488.51 165.391 0 496.172 0 0 0 1323.12 Dinophysis sp 0 661.562 661.562 992.343 661.562 661.562 0 661.562 0 Peridinium sp 1323.12 826.953 2150.08 0 2150.08 2480.86 0 0 0 Pirocystis sp 23320.1 826.953 2480.86 4630.93 7111.79 0 5788.67 8104.13 3307.81 Ciliata Favella sp 330.781 165.391 330.781 330.781 0 0 165.391 165.391 0 Tintinnopsis sp 20177.6 25139.4 33243.5 26462.5 28116.4 13562 6284.84 13562 12569.7 Sarcodina Globigerina sp 496.172 496.172 330.781 330.781 496.172 0 0 0 0

Page 70: C08yhe

Lampiran 2. Pengelompokan kepadatan (ind/cm2) perifiton daun lamun Enhalus acoroides berdasarkan kelas pada bagian utara Utara

Genera Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 U T P U T P U T P

Bacillariophyceae Biddulphia sp 11246.6 9427.26 5954.06 0 5127.11 9096.48 0 0 4961.72 Fragilaria sp 14885.1 0 6615.62 8765.7 0 4961.72 9758.04 0 13231.2 Isthmia sp 0 5623.28 4465.54 0 6615.62 0 8434.92 9096.48 1323.12 Leptocylindrus sp 0 0 9096.48 16539.1 0 10585 17862.2 0 6781.01 Licmophora sp 0 5788.67 0 0 2480.86 0 0 2150.08 0 Melosira sp 15050.5 0 12900.5 0 8600.31 0 0 10915.8 11577.3 Navicula sp 0 496.172 330.781 0 165.391 0 0 330.781 661.562 Nitzschia sp 34566.6 46309.3 48955.6 48955.6 49286.4 42670.8 44490 31755 42009.2 Pleurosigma sp 10088.8 6946.4 6119.45 0 8434.92 2150.08 6450.23 4465.54 6450.23 Rhizosolenia sp 56563.6 47467.1 49121 45482.4 42340 43001.5 44986.2 50774.9 47632.5 Skeletonema sp 0 32416.5 28116.4 15877.5 7938.74 19846.9 16373.7 20012.3 25800.9 Streptotheca sp 0 5788.67 0 0 2977.03 0 0 5623.28 0 Thalassionema sp 12900.5 0 0 26297.1 0 0 0 0 0 Thalassiosira sp 28116.4 0 11908.1 0 0 10585 16208.3 0 10254.2 Thalassiothrix sp 0 1488.51 165.391 0 1488.51 2150.08 0 826.953 0 Triceratium sp 5457.89 4796.32 2646.25 15050.5 5788.67 0 8434.92 7277.18 3638.59 Coscinodiscus sp 11742.7 0 0 0 0 0 0 0 0 Diploneis sp 5623.28 0 0 0 0 0 0 0 0 Bacillaria sp 165.391 330.781 0 0 0 0 0 330.781 0 Chaetocheros sp 0 330.781 0 0 0 0 0 330.781 0 Gyrosigma sp 165.391 0 0 0 0 0 0 0 0

Page 71: C08yhe

Lampiran 2. Lanjutan Dinophyceae Amphisolenia sp 330.781 0 0 165.391 0 0 0 496.172 165.391 Ceratium sp 0 3473.2 5788.67 0 2646.25 0 0 0 5788.67 Dinophysis sp 0 661.562 826.953 826.953 992.343 1488.51 496.172 0 661.562 Peridinium sp 0 4300.15 3473.2 0 2646.25 4300.15 0 496.172 1157.73 Phalacroma sp 0 0 0 0 0 0 0 0 165.391 Pirocystis sp 0 11908.1 4300.15 0 9096.48 0 14223.6 25139.4 9096.48 Cyanophyceae Pelagothrix sp 0 5623.28 0 0 661.562 0 0 661.562 0 Trichodesmium sp 5954.06 2977.03 5457.89 4300.15 6781.01 9096.48 7111.79 8931.09 1488.51 Ciliata Favella sp 0 496.172 165.391 0 0 0 0 992.343 0 Leprotintinnus sp 0 3638.59 0 0 8104.13 0 0 3307.81 0 Tintinnopsis sp 35228.2 40355.3 35228.2 18193 21831.5 34401.2 22493.1 37047.5 15546.7 Sarcodina Globigerina sp 0 496.172 330.781 496.172 496.172 0 0 661.562 661.562

Page 72: C08yhe

Lampiran 3. Kerapatan (ind/m2) dan persentase penutupan (%) lamun Enhalus acoroides pada masing-masing stasiun pengamatan

Kerapatan (ind/m2) lamun

No Bagian Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Selatan 46 32 31

2 Utara 49 37 49 Persentase penutupan (%) lamun

No Bagian Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

1 Selatan 57.01 32.51 31.34

2 Utara 85.34 43.26 72.17

Page 73: C08yhe

Lampiran 4. Hasil analisis ragam Faktor Stasiun, dan Posisi pada Daun terhadap kepadatan Perifiton Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 604211.481(a) 17 35541.852 2.036 .036Intercept 6812451.852 1 6812451.852 390.167 .000Stasiun 581048.593 5 116209.719 6.656 .000Daun 12151.370 2 6075.685 .348 .708Stasiun * Daun 11011.519 10 1101.152 .063 1.000Error 628572.667 36 17460.352 Total 8045236.000 54 Corrected Total 1232784.148 53

a R Squared = .490 (Adjusted R Squared = .249)

Page 74: C08yhe

Lampiran 5. Hasil analisis ragam Faktor Bagian terhadap kepadatan Perifiton Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Jumlah

Source Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig. Corrected Model 406640.667(a) 1 406640.667 25.595 .000Intercept 6812451.852 1 6812451.852 428.797 .000Wilayah 406640.667 1 406640.667 25.595 .000Error 826143.481 52 15887.375 Total 8045236.000 54 Corrected Total 1232784.148 53

a R Squared = .330 (Adjusted R Squared = .317)

Page 75: C08yhe

Lampiran 6. Gambar Padang Lamun (Enhalus acoroides)

Padang Lamun (Enhalus acoroides) Bagian Selatan

Padang Lamun (Enhalus acoroides) Bagian Utara

Page 76: C08yhe

Lampiran 7. Gambar Perifiton

Fragilaria sp Melosira sp Gyrosigma sp

Amphora sp Cocconeis sp Diploneis sp

Navicula sp Nitzschia sp

Ceratium hirundinella Dinophysis spp Peridinium sp

Favella sp Tintinnopsis sp Rhizosolenia sp

http://www.ncbi.nlm.nih.gov, www.chbr.noaa.gov

Page 77: C08yhe

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 8 Desember 1983 dari

Ayah Paikun dan Ibu Sukarni. Penulis adalah anak keempat

dari empat bersaudara.

Tahun 1998-2001 menyelesaikan pendidikan Sekolah

Menengah Umum (SMU) 71 Jakarta. Pada tahun 2001

penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,

Program Studi Ilmu Kelautan melalui jalur USMI.

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi Asisten mata

kuliah Ikhtiologi tahun 2004, dan Asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam

tahun 2004-2006. Selain itu penulis aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan

Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun 2002-2003, dan menjadi

pengurus Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan tahun

2003-2004 sebagai Kepala Departemen SDM. Penulis juga pernah melakukan

survei pulau-pulau kecil terluar di Nanggroe Aceh Darussalam dibawah naungan

PT. Puspa Karya pada tahun 2006.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Sebaran dan Asosiasi Perifiton

pada Ekosistem Padang Lamun (Enhalus acoroides) di Perairan Pulau Tidung

Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara”.