budiaya tebu
-
Upload
marcella-santoso -
Category
Documents
-
view
885 -
download
21
Transcript of budiaya tebu
BUDIDAYA TANAMAN TEBU
DIREKTORAT DITJEN PERKEBUNANDIREKTORAT DITJEN PERKEBUNANDIREKTORAT DITJEN PERKEBUNANDIREKTORAT DITJEN PERKEBUNAN DEPARTEMEN PERTANIANDEPARTEMEN PERTANIANDEPARTEMEN PERTANIANDEPARTEMEN PERTANIAN
KARAKTERISTIK TANAMAN TEBU
1. PENDAHULUAN
- Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) merupkan tanaman asli tropika basah.
- Penanaman tebu di Indonesia dimulai pada saat sistim Tanam Paksa (Tahun 1870)
yang memberikan keuntungan besar untuk kas negara pemerintahan kolonial
Belanda. Setelah sistim Tanam Paksa dihentikan, usaha perkebunan tebu dilakukan
oleh pengusaha-pengusaha swasta.
- Perluasan perkebunan tebu tidak pernah melampaui Pulau Jawa karena memang
jenis tanaman dan pola pertanian di Pulau Jawa lebih sesuai untuk penanaman
tebu. Daerah jantung perkebunan tebu yang tumbuh sejak tahun 1940-an dan
berkembang sampai sekarang adalah daerah pesisir utara dari Cirebon hingga
Semarang di sebelah selatan Gunung Muria hingga Madiun, Kediri, Besuki,
disepanjang Probolinggo hingga ke Malang melalui Pasuruan.
- Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI) Pasuran telah berperan
melakukan penelitian-penelitian untuk menghasilkan varietas unggul dan berbagai
produk turunannya seperti fermentasi pembuatan etanol dari tetes, pembuatan
ragi roti, pakan ternak, gula cair, pulp, karton dan particle board dari ampas tebu,
pembuatan kompos dari blotong, pemanfaatan pucuk tebu dari empulur ampas
tebu untuk pakan ternak.
II. POTENSI DAN KINERJA INDUSTRI GULA
- Indonesia sebagai negara produsen gula memiliki 58 pabrik gula putih berbahan baku
tebu dengan kapasitas 195.810 TTH serta 5 pabrik gula rafinasi berbahan baku gula
mentah impor (raw sugar)dengan kapasitas 2 juta ton per tahun. Dewasa ini Indonesia
belum dapat memenuhi kebutuhan gula dalam negeri.
- Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula dalam negeri, di rencanakan
akan dilakukan perluasan areal pengembangan tebu dibeberapa lokasi yang menurut
survey tanah telah teridentifikasi mempunyai kesesuaian lahan dan agroklimat yang
cocok untuk pengembangan tebu. Dengan pertimbangan aspek-aspek seperti tersebut
diatas, pemerintah mencanangkan program Swasembada Gula pada tahun 2009 ini.
Selama kurun waktu 10 (sepuluh) tahun terakhir (1998 s/d 2008) luas areal tanaman tebu
mengalami pasang surut. Dibawah ini adalah tabel luas areal dan produksi tanaman tebu
dari tahun 1998 s/d 2008.
Tabel 1 : Perkembangan Luas Areal, Produksi Tebu Indonesia, Tahun 1998 – 2008
No Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
1. 1998 377.089 1.488.269
2. 1999 342.211 1.493.933
3. 2000 340.660 1.690.004
4. 2001 344.441 1.725.467
5. 2002 350.722 1.755.354
6. 2003 335.725 1.631.918
7. 2004 344.793 2.051.644
8. 2005 381.786 2.241.742
9. 2006 396.441 2.307.027
10. 2007 427.799 2.623.786
11. 2008 442.151 2.700.946
Tabel 2: Luas Areal dan Produksi Tebu di Indonesia Tahun 2007
No. Provinsi Luas areal Produksi
1. Jawa Timur 206.234 1.340.919
2. Lampung 103.459 714.641
3. Jawa Tengah 51.425 249.526
4. Jawa Barat 23.661 127.297
5. Sumatera Utara 13.416 48.689
6. Sumatera Selatan 12.499 56.318
7. Sulawesi Selatan 10.894 19.149
8. Gorontalo 10.022 51.462
9. DI Yogyakarta 6.430 15.785
III. BUDIDAYA TANAMAN TEBU
1. Persyaratan Tumbuh dan lokasi
a. Tanah
1. Fisik Tanah
Yang termasuk fisik tanah adalah struktur, tekstur dan kedalaman tanah.
Struktur tanah yang ideal adalah tanah yang gembur sehingga aerasi udara dan
perakaran berkembang sempurna. Pengolahan tanah dilaksanakan untuk
memecahkan bongkahan tanah atau agregat tanah menjadi partikel-partikel
kecil sehingga akar mudah menerobosnya. Tekstur tanah adalah perbandingan
partikel-partikel kecil sehingga akar mudah menerobosnya. Tekstur tanah adalah
perbandingan partikel-partikel tanah berupa lempung, debu dan liat. Tekstur
tanah ringan sampai agak berat dengan berkemampuan menahan air cukup dan
porositas 30 % merupakan tekstur tanah yang ideal bagi pertumbumbuhan
tanaman tebu.
Kedalaman (solum) tanah untuk pertumbuhan tanaman tebu minimal 50 cm
dengan tidak ada lapisan kedap air dan permukaan air 40 cm.
Pada lahan kering yang akan ditanami tebu, apabila lapisan tanah atasnya tipis,
maka pengolahan tanah harus dalam. Demikian pula apabila ditemukan lapisan
kedap air, lapisan ini harus dipecah agar sistim aerasi, air tanah dan perakaran
tanaman berkembang dengan baik.
2. Drainase
Tanaman tebu akan tumbuh baik pada tanah dengan kedalaman yang cukup
dengan drainase yang baik dan dalam, lebih kurang 1 meter dalamnya,
memungkinkan akar tanaman menyerap air dan unsure hara, pada lapisan yang
lebih dalam. Sistim perakaran yang mencapai lapisan tanah yang dalam akan
memberi peluang bagi tanaman tebu untuk bertahan hidup selama musim
kemarau tanpa mengganggu pertumbuhan. Tanah dengan sistim drainase yang
baik dapat menyalurkan pembuangan air selama musim penghujan. Kelebihan
air pada daerah perakaran juga dapat dikurangi. Kelebihan air ditanah juga dapat
menghambat pertumbuhan tanaman karena tanah akan kekurangan oksigen (zat
asam) yang bagi tanaman sangan penting untuk aktivitas hidupnya. Pengolahan
tanah dan sistim drainase yang dalam, mendorong sistim perakaran berkembang
secara vertical sehingga dapat menyerap unsur hara lebih banyak dan tahan
kekeringan.
3. Kimia Tanah
Kimia tanah meliputi kandungan unsure hara, pH tanah dan bahan racun dalam
tanah. Kemampuan tanah menyediaakan unsur hara untuk pertumbuhan
tanaman dapat dilihat dari kemampuan pada kapasitas penukar kation dan
kejenuhan basah.
Tanah dengan kapasitas penukaran kation yang tinggi dapat memberikan hara
yang baik. Untuk memberikan dosis pupuk yang tepat perlu dilakukan analisa
tanah dan analisa daun.
Dari hasil analisa, dapat diketahui kandungan unsure hara dalam tanah yang
terbawah didaun, sehingga tambahan unsur hara yang diperlukan tanaman
sesuai kebutuhan. PH tanah untuk pertumbuhan tanaman tebu yang paling
optimal berkisar antara 6,0 – 7,5, namun masih toleran pada pH 4,5 – 8,5. Pada
pH netral efisiensi pemupukan NPK lebih tinggi, sedangkan pada pH kurang dari
5,0 dapat menyebabkan tersedianya unsure P untuk Al dan Fe. Oleh karena itu
pada tanah dengan pH dibawah 5 (tanah basah) perlu diberikan pemberian
kapur (CaCo3). Dengan bantuan kapur fixasi dan keracunan oleh unsure Fe dan
Al dapat dikurangi. Bahan racun dalam tanah utamanya adalah unsure Clor (Cl),
Fe dan Al. Kadar Cl 0,06 – 0,1 % telah bersifat racun bagi akar tanaman. Tanah
yang airnya buiruk dapat menimbulkan keracunan Fe, Al dan sulfat (SO4),
sedangkan tanah ditepi pantai karena rembesan air laut, kadar Cl nya cukup
tinggi sehingga bersifat racun.
4. Jenis Tanah
Tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah sepeti tanah
alluvial, grumosol, latosol dan regusol. Tanah yang baik untuk ditanamai tebu
adalah tanah endapan abu kepulan seperti yang terdapat di Yogyakarta,
Surakarta, Kediri, Jombang dan Jember. Tanah alluvial banyak ditanami tebu.
Tanah grumosol tersebar dibagian selatan pantai utara Jawa di selatan dataran
Yogyakarta, Surakarta, madiun Jombang dan Mojokerto. Jenis tanah yang
ditanami tebu diluar Jawa pada umumnya pada tanah latosol dan posolik merah
kuning dengan solum dalam, mempunyai struktur dan tekstur yang baik.
b. Lahan
1. Tinggi Tempat
Tanaman tebu dapat tumbuh baik dipantai sampai dataran tinggi antara 0 – 1400
m diatas permukaan laut, tetapi mulai ketinggian 1200 m diatas permukaan laut
partumbuhan tanaman relative lambat.
2. Kemiringan Lahan
Bentuk lahan sebaiknya bergelombang antara 0 – 15 %. Lahan terbaik bagi
tanaman tebu dilahan kering/tegalan adalah lahan dengan kemiringan kurang
dari 8 %, kemiringan sampai 10 % dapat juga digunakan untuk areal yang
dilokalisir. Syarat lahan tebu adalah berlereng panjang, rata dan melandai
sampai 2 % apabila tanahnya ringan dan sampai 5 % apabila tanahnya lebih
berat.
c. Iklim
1. Curah Hujan
Tanaman tebu memerlukan curah hujan yang berkisar antara 1.000 – 1.300 mm
pertahun dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Curah hujan yang ideal
adalah selama 5 – 6 bulan dengan rata-rata curah hujan 200 mm, curah hujan
yang tinggi diperlukan untuk pertumbuhan vegetatife yang meliputi
perkembangan anakan, tinggi dan besar batang. Periode selanjutnya selama 2
bulan dengan curah hujan 125 mm dan 4 – 5 bulan berkaitan dengan curah
hujan kurang dari 75 mm/bulan yang merupakan periode kering. Pada periode
ini merupakan pertumbuhan generative dan pemasakan tebu. Sehubungan
dengan curah hujan tersebut, maka wilayah yang dapat diusahakan untuk tebu
lahan kering/tegalan adalah sebagai berikut:
Tabel 5: Wilayah yang dapat diusahakan untuk tanaman tebu tegalan
Zona
Iklim
Jumlah Bulan
Basah
Jumlah Bulan
Kering
Keterangan
B1 7 – 9 2 Daerah basah
B2 7 – 9 2 – 4
C2 5 – 6 2 – 4 Daerah sedang
C3 5 – 6 5 – 6
D2 5 – 6 2 – 4 Daerah kering
D3 3 – 4 5 – 6 Keterangan:
- Zone iklim atas dasar klasifikasi menurut Odelman
- Bulan basah yaitu bulan yang mempunyai curah hujan lebih dari 200 mm/bulan, bulan lembab antara 100 –
200 mm/bulan dan bulan kering kurang dari 100 mm/bulan.
Zone iklim digunakan untuk menentukan cara serta saat pengolahan tanah dan
masa tanam. Penanaman periode I (menjelang musim kemarau untuk zona iklim
B1 dan B2. Periode II ( menjelang musim hujan) untuk zona iklim D2 sedangkan
zona iklim C2 dan C3 dapat dilakukan periode I dan atau periode II pada setiap
zona memerlukan persyaratan tersendiri. Daerah dengan curah hujan tahun
terbesar 1500-3000 mm diikutidengan penyebaran sesuai dengan kebutuhan
tanaman tebu merupakan daerah yang baik untuk pengembangan tebu. Daerah
dengan jumlah curah hujan terbesar 1200-1300 mm dengan bulan kering 6-7
bulan masih dapat dikembangkan asalkan kelembaban tanah cukup tinggi dan
dapat diusahakan pengairan. Pada masa pertumbuhan vegetative, jumlah air
yang diperlukan untuk evapotranspirasi (penguapan air dari tanah dan tanaman)
sebesar 3-5 mm per hari,atau kebutuhan air hujan selama satu bulan ini minimal
dengan curah hujan 100 mm. Selama periode pemanasan tebu dibutuhkan bulan
kering, curah hujan diatas evapotranspirasi mengakibatkan kemasakan tebu
terlambat dan kadar gula rendah.
2. Temperatur
Suhu udara minimum yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman tebu adalah
240 C dan maksimum adalah 34
0 C sedangkan temperature optimum adalah 30
0
C. Pertumbuhan tanaman akan terhenti apabila suhu dibawah 150 C. Perbedaan
suhu udaramusiman tidak lebih dari 60 C dan perbedaan suhu udara antara siang
dan malam didataran rendah tidak lebih dari 100
C. Perbedaan suhu udara antara
siang dan malan juga berpengaruh pada pembentukan sukrosa. Pembentukan
sukrosa terjasi disiang hari dan berjalan secara optimal pada suhu 300 C. Sukrosa
yang terbentuk, pada malam hari akan ditimbun/disimpan pada batang dimulai
dari ruaspalinmg bawah. Penyimpanan sukrosa yang paling efektif dan
optimalpada suhu 150
C.
3. Sinar Matahari
Sinar matahari yang mempengaruhi pertumbyuhan tanaman ditentukan oleh
lamanya penyinaran dan intensitas penyinaran. Tanaman tebu merupakan
tanaman tropic yang membutuhkan penyinaran 12-14 jam tiap harinya. Pada
kondisi seperti itu tanaman akan tumbuh baik dan dapat menghasilkan bunga.
Intensitas penyinaran diukur berdasarkan prosentasi penyinaran penuh. Proses
asimilasi akan terjadi secara optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi
penyinaran matahari secara penuh. Cuaca yang berawan pada siang hari akan
mempengaruhi intensitas penyinaran dan fotosintesa akan menurun yang
mengakibatkan berkurangnya partumbuhan anakan. Cuaca berawan pada
malam hari akan menaikan suhu udara, karena panas yang dilepas oleh bumi
tertahan oleh awan. Suhu yang meningkat dimalam hari akan mengakibatkan
pernafasan dan menurunkan penimbunan sukrosa pada batang tebu.
4. Angin
Angin berperan untuk kelancaran pertukaran udara didalam kebun tebu,
keseimbangan kelembaban udara dan mengaturkadar zat asam arang (CO2)
disekitar tajuk untuk proses fotosintesa. Angin dengan kecepatan kurang dari 10
km/jam disiang hari berdapak positif bagi pertumbuhan tebu, angin keras atau
angin dengan kecepatan melebihi 10 km/jam disertai hujan lebat akan
mengganggu pertumbuhan tanaman tebu. Tanaman tebu yang tinggi dapat
patah dan roboh sehingga mengganggu fotosintesa dan penebangan.
5. Kelembaban Udara
Kelembaban udara relative tidak banyak mempengaruhi pertumbuhan
vegetative tanaman tebu asal tersedia air yang cukup. Kelembaban yang tinggi
akan mempercepat perkembnagn penyakit jamur dan proses pemasakan.
Kelembaban yang rendah (45-65 %) sangat baik untuk pemasakan karena tebu
sangat cepat kering. Kelembaban tinggi (berakibat) mempengaruhi fotosintesa
dengan akibat pembentukan gula juga terlambat.
2. Penggunaan Benih Unggul
a. Pemilihan varietas unggul
Pemilihan varietas unggul sebaiknya memperhatikan varietas unggul yang
dianjurkan dengan memperhatikan sifat-sifat tertentu yaitu:
- Potensi produksi gula yang tinggi melalui bobot tebu dan atau rendemen yang
tinggi.
- Produktivitas stabil dan mantap.
- Ketahanan tinggi untuk keprasan dan kekeringan.
- Tahan terhadap hama dan penyakit.
b. Komposisi varietas
Komposisi varietas unggul dilahan kering/tegalan yang dianjurkan dengan
perbandingan luas tanaman yang bersifat masak awal, masak tengah dan masak
akhir dengan perbandingan 30 : 40 : 30. Adapun jenis varietas yang dipilih adalah
varietas yang sesuai ekolokasi, tipe iklim dan jenis tanah.
c. Penggunaan bibit
Sebelum ditanam bibit perlu diperlakukan sebagai berikut:
- Bibit disortasi untuk memilih bibit yang sehat dan benar-benar akan tumbuh.
Pisahkan bagian bawah, tengah dan atas pada penggunaan bibit bagal.
- Pisahkan bibit dari kotoran yang tidak perlu.
- Disinfeksi; pemotongan bibit harus menggunakan pisau yang tajam, setiap 3 – 4
kali pemotongan dicelup dalam larutan lisol dengan kepekatan 20%.
- Untuk menjaga bibit bebas dari hama penyakit dapat dilakukan Hot Water
Treatment (HWT). Bibit direndam pada bak air panas (500 C) selama 7 jam,
kemudian direndam dalam bak air dingin selama 15 menit.
d. Bibit yang digunakan adalah:
- Bibit stek batang/Bagal:
bahan tanaman dari tebu bibit yang telah disertifikasi dimana mata tunasnya
belum tumbuh dan terdiri atasdua atau tiga mata.
- Bibit stek pucuk/top stek:
Bahan tanaman yang diambil dari pucuk batang tebu dengan jumlah mata dua
atau lebih.
3. Pengolahan Tanah
a. Persiapan lahan
- Pada tanaman pertama harus diperhatikan saat alih tanam yang tepat dan
perencanaan pola tanam terpadu.
- Perlu dipelajari sifat iklim 5 – 10 tahun terakhir agar dapat diperkirakan awal
musim kemarau dan awal musim hujan.
- Lahan harus dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya.
- Hindari pembukaan lahan dengan cara bakar.
b. Cara pengolahan tanah
- Tenaga manusia:
Dengan menggunakan lempak, cangkul, garpu, linggis dan lain-lain.
- Tenaga ternak:
Dengan peralatan bajak sederhana ditarik oleh hewan/ternak sapi atau kerbau.
- Tenaga mesin:
Menggunakan peralatan bajak, garu yang ditarik oleh traktor sebagai tenaga
penggerak.
c. Waktu pengolahan tanah dan penanaman
- Pengolahan dan penanaman tebu lahan kering/tegalan dapat dilaksanakan
menjelang musim kemarau (periode I) atau menjelang musim penghujan
(periode II).
- Periode I adalah untuk lahan yang memiliki kandungan air tinggi/ngompol, dapat
diairi, daerah beriklim basah (zone iklim B1, B2) dan daerah beriklim sedang
(zone iklim C2 dan atau C3) yang mempunyai ketersediaan air yang cukup.
- Periode II adalah untuk lahan yang terletak di zone D2, D3, C3 dan atau C2.
d. Pedoman umum pengolahan tanah
- Pengolahan tanah sebaiknya cukup dalam (25 cm), khusus untuk lahan yang
memiliki lapisan kedap air, pembuatan kairan harus lebih dalam dari kedalaman
lapisan kedap air.
- Pengolahan tanah untuk tekstur berat relative lebih intensif dari pada yang
bertekstur sedang maupun yang ringan.
- Pengolahan yang sesuai bagi pertanaman tebu lahan kering adalah:
1. Bajak singkal – bajak (garu 32”) – garu akhir (garu 28”) – kair.
Diperuntukan bagi areal yang memiliki tanah relative gembur, bersolum
dalam dan tanahnya memiliki/tanpa lapisan keras/hard pan.
2. Bajak I – bajak II – garu – subsoilling – kair.
Diterapkan pada tanah-tanah tegalan yang memiliki lapisan keras/padas atau
yang bersolum dangkal dan bertekstur liat.
3. Trash Raking – kepras – tining – pupuk.
Untuk pengolahan ratoon pada tebu lahan kering/tegalan.
- Pengolahan tanah dan penanaman mengikuti kaidah konservasi, yaitu:
1. Kemiringan lahan 0 – 5% menggunakan teras datar.
2. Kemiringan lahan 5 – 15% menggunakan teras kredit/teras gulud.
3. Kemiringan lahan 15 – 25% menggunakan teras bangku.
- Jarak kairan antara 0,95 – 1,25 m makin miring, subur dan basah, jarak semakin
sempit. Panjang kairan minimum 50 m, melihat kondisi topografi.
- Jarak tanam pusat kepusat (PKP) 1,10 m (dilahan yang miring) atau 1,30 m.
4. Penanaman
- Penanaman optimal dilahan kering/tegalan pada periode I adalah awal musim
kemarau atau sekitar bulan Mei – Agustus. Sedangkan periode II adalah awal musi m
hujan atau sekitar bulan September – Nopember, khusus untuk Sumatera Utara
dilaksanakan pada bulan Januari – Juni.
- Untuk penanaman periode I, penutupan bibit tebu dengan tanah sebaiknya tebal
(lebih dari 5 cm) dan tanah penutup bibit dipadatkan. Keperluan bibit untuk setiap
hektar sebanyak 56.000 – 64.000 mata tumbuh (7 – 9 mata per meter persegi).
Jumlah bibit yang digunakan dapat ditanam secara “double overlapping” jumlah mata
tumbuh sebanyak + 20 mata/meter kairan.
- Dalam setiap juring ditanam “sumpingan” untuk sulaman sebanyak 10 % dari jumlah
bibit.
- Apabila terjadi kemarau panjang (lebih dari 6 bulan), maka pengolahan tanah harus
dalam serta tanaman perlu diberikan mulsa.
- Bagi tanah yang pH nya sangat asam perlu dinetralkan dengan member dolomite,
terutama diperlukan pada jenis tanah podzolik.
5. Pemupukan
a. Penggunaan Pupuk Berimbang
- Pemupukan mengarah kepada pemupukan lengkap berimbang dan penambahan
bahan organik.
- Pupuk organik yang dapat digunakan antara lain blotong, kompos abu ketel,
pupuk hijau, pupuk kandang atau pupuk organic lain yang sesuai dengan
keadaan setempat.
- Pemupukan dilakukan sesuai denganjenis, jumlah, waktu dan cara yang tepat.
- Pupuk yang digunakan memenuhi kebutuhan 3 unsur hara utama yaitu N, P, K,
dapat berupa pupuk tunggal ZA, Urea, SP-36/TSP, KCL/ZK atau pupuk majemuk
NPK dengan atau tanpa penambahan unsure hara mikro.
- Waktu pemupukan untuk setiap kategori tanaman sebagai berikut:
1. Tanaman pertama (PC)
• Penanaman periode I, pemupukan N pertama 1/3 dosis + P satu dosis
diberikan pada saat tanam. Pemupukan N kedua 2/3 dosis ditambah K
satu dosis diberikan 1 – 1,5 bulan setelah pemupukan pertama.
• Penanaman periode II, pemupukan N pertama 1/3 dosis ditambah P satu
dosis, K 1/3 dosis diberikan pada saat tanam. Pemupukan N kedua 2/3
dosis ditambah K 2/3 dosis pada saat musim hujan tiba.
• Penanaman periode I pada lahan yang memiliki kandungan air cukup dan
dapat diairi, pemupukan N pertama 1/3 dosis ditambah P satu dosis
ditambah K 1/3 dosis diberikan pada saat tanam. Pemupukan N kedua
2/3 dosis ditambah K 2/3 diberikan 1 – 1,5 bulan setelah pemupukan
pertama.
2. Tanaman keprasan (Ratoon)
• Keprasan pada periode pertama, pemupukan N pertama 1/3 dosis
ditambah P satu dosis ditambah K 1/3 dosis diberikan dua minggu setelah
kepras.
• Pemupukan N kedua 2/3 dosis ditambah K 2/3 dosis diberikan 6 minggu
setelah keprasan.
• Dalam kondisi tertentu (tanah sangat kering) pemupukan dapat diberikan
1 kali pada awal musim hujan.
Tabel 6: Pedoman umum dosis pemupukan pada tanaman tebu pada lahan tegalan di
beberapa jenis tanah dan kategori.
No. Jenis Pemupukan KU pupuk per hektar
ZA SP-36 KCL
1 2 3 4 5
1. Tanaman Pertama
- Aluvial 5-7 0-2 0-1
- Regusol/Litosol/Kambisol 5-8 1-2 1-2
- Latusol 6-8 1-3 1-2
- Grumosol 7-9 2-3 1-2
- Mediteran 7-9 1-3 1-2
- Podsolik merah kuning 5-7 4-6 2-4
2. Tanaman Keprasan
- Aluvial 6-7 0-1 0-1
- Regusol/Litosol/Kambisol 7-8 0-1 1-2
- Latusol 7-8 0-2 1-3
- Grumosol 8-9 1-2 1-3
- Mediteran 8-9 2-3 1-2
- Podsolik merah kuning 6-7 2-3 2-4
b. Cara Pemupukan
- Tanaman pertama (PC)
- Pada pemupukan pertama pupuk ditabur didasar kairan, atau dibenam antara
5-10 cm dari dasar kairan untuk merangsang pertumbuhan agar dan segera
diikuti penanaman bibit serta menutupnya dengan tanah pada hari yang
sama.
- Pada pemupukan kedua pupuk ditaburkan didalam kairan dekat dengan
tanaman tebu dan diikuti penutupan dengan tanah yang berfungsi pula
sebagai turun tanah/pembumbunan pertama. Turun tanah/pembubunan
pertama, tanah yang diberikan hanya sekedar untuk menutupi pupuk.
- Pemupukan pertama khusus untuk penanaman periode I disamping pekerjaan
pemberian pupuk pertama, penanaman dan penutupan bibit tebu dengan
tanah yang dilaksanakan pada hari yang sama, maka pembuatan kairanpun
sebaiknya dilaksanakan pada hari yang sama pula.
- Tanaman keprasan (Ratoon)
- Pada pemupukan pertama pupuk ditabur didalam alur yang dibuat dekat
dengan tanaman tebu dan diikuti penutupan dengan tanah sekedarnya.
- Pada pemupukan kedua, pupuk ditaburkan dalam alur yang dibuat dekat
dengan tanaman tebu dan diikuti penutupan dengan tanah.
Dinas Perkebunan Daerah bersama P3GI dan Pabrik Gula menyusun rekomendasi
pemupukan pada tiap-tiap wilayah lokasi sesuai dengan sifat tanah, zone iklim
dan kebutuhan tanaman bagi daerah yang bersangkutan.
Dalam menyusun rekomendasi pemupukan dapat didasarkan kepada hasil
analisa tanah dan daun atau pemanfaatan peta pemupukan tanaman yang ada.
6. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyulaman
- Bibit yang mati/tidak tumbuh harus disulam, sebagai kriteria apabila
dalam barisan tanaman tebu terdapat lebih dari 50 cm kosong (tidak ada
tanaman) maka perlu dilakukan penyulaman.
- Penyulaman I baik periode I maupun periode II dilakukan pada umur 4 – 5
minggu.
- Penyulaman II dilakukan menjelang musim hujan.
- Penyulaman dilakukan dengan bahan sulam yang seumur dan varietas
yang sama dengan tanamannya.
b. Pembumbunan
- Pembumbunan tebu lahan kering/tegalan sebaiknya dilakukan 2 kali serta
pemberian tanahnya maksimal setinggi tanah asli, agar tidak menghambat
proses pertunasan
- Pembumbunan I dilakukan bersamaan dengan saat pemberian pupuk kedua,
berfungsi sebagai penutup pupuk. Pembumbunan tidak perlu tebal hanya
sekedar menutupi pupuk tersebut.
- Pembumbunan II dilakukann pada tanaman berumur sekitar 3 – 3,5 bulan yaitu
pada saat pertunasan maksimal telah selesai.
c. Pengendalian Gulma
- Pada daerah-daerah yang tenaga kerjanya murah dan mudah di
dapatpengendalian gulma yang di anjurkan menggunakan tenaga manusia
(secara manual/mekanis ).
- Sedangkan pada daerah-daerah yang tenaga kerja mahal dan sulit didapat
dianjurkan dengan cara kimiawi dengan berpedoman bahwa sejak awal
penanaman sampai tanaman berumur 4 bulan harus bebas dari gulma.
- Secara manual/mekanis yaitu dengan cara disiang minimal 3-4 kali denagn
interval waktu tiap minggu.
- Secara kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida. Penyemprotan dilakukan 3
– 7 hari setelah penanaman, menggunakan campuran herbisida diuron 3 kg/ha
ditambah 2,4 D Garam Amina 1,5 lt/ha yang dilarutkan dalam air sebanyak 200
ltr/ha, menggunakan alat semprot bernozzle polijet biru. Apabila sampai
tanaman barumur 4 bulan masih ada gulma yang tumbuh maka dilakukan
penyiangan secara manual.
d. Klentek ( Pengelupasan pelepah daun )
- Klentek/pengelupasan pelepah daun dilakukan 3 kali, klentek I pada umur 4-5
bulan, klentek II pada umur 7-8 bulan dan klentek III pada umur 1-2 bulan
sebelum tebang. Klentek dimaksudkan unutk memudahkan dalam penebangan
dan memperoleh hasil tebangan yang bersih. Untuk mempermudah pekerjaan
klentek dianjurkan menggunakan sabuk klentek.
e. Pengairan
- Pertanaman tebu memerlukan penyiraman terutama sampai pada umur 2 ( dua )
bulan apabila tidak ada hujan. Pada masa 2 ( dua ) minggu pertama, pemberian
air dilakukan 3 ( tiga ) hari sekali. Pada umur 2 sampai 3 minggu, diberikan 2 ( dua
) kali dalam seminggu. Kemudian sekali dalam seminggu sampai umur 6 ( enam )
minggu. Selanjutnya dilakukan 1 ( satu ) bulan sekali sampai umur 3 ( tiga ) bulan.
Pengairan dilakukan dengan cara memompa air dari sumber air ( lebung, sungai,
sumur pantek ) dengan pompa air. Pemberian air diatur sedemikian rupa
sehingga tiap kali kegiatan penurunan tanah didahului dengan penyiraman.
7. Drainase
Untuk lokasi yang berzone iklim B1, B2, C2 dan atau lahan yang berdrainase
terhambat, perlu pembuatan saluran drainase untuk mengeluarkan air dari kebun-
kebun. Pendalaman saluran drainase perlu disesuaikan dengan keadaan tinggi
rendahnya permukaan air tanah.
IV. PANEN DAN PASCA PANEN
Tujuan kegiatan panen adalah memungut seluruh batang tebu secara efisien dan
dapat diolah menjadi gula dalam keadaan optimum (tebu layak giling).
a. Penentuan Saat Panen
Panen tebu dilakukan pada tingkat kemasakan optimum, yaitu pada saat tebu
dalam kondisi mengandung gula tertinggi. Prinsip panen tebu adalah MBS (manis,
bersih dan segar). Untuk mengetahui tingkat kemasakan tebu dilakukan analisis
kemasakan tebu secara periodik (15 hari sekali) sejak dua atau tiga bulan sebelum
mulai giling. Analisis yang dilakukan dengan cara menggiling contoh tebu digilingan
kecil di laboratorium.
Setelah dilakukan berbagai perhitungan akan menghasilkan data tentang tingkat
kemasakan, rendemen, kemampuan peningkatan rendemen, dan daya tahan tebu.
Dengan menganalisis data tersebut dan memperhatikan faktor lingkungan dan
kapasitas giling, dapat disusun jadwal panen berbagai kebun sesuai saat optimum
kemasakannya. Penyusunan jadwal panen tersebut dimusyawarahkan dalam Forum
Musyawarah Produksi Gula (FMPG) karena petani pemilik tebu mempunyai hak
untuk menetapkan saat panen tebu miliknya.
b. Tebang Angkut
Kegiatan tebang angkut merupakan kegiatan kritikal dalam proses produksi gula
karena ketidak tepatan penanganan dapat menimbulkan kerugian cukup besar.
Panen tebu dilakukan dengan menebang batang-batang tebu yang sehat (tebu layak
giling), mengumpulkan dan mengangkut kepabrik gula untuk digiling. Penebangan
dapat dilakukan secara manual maupun secara mekanis/tenaga mesin seperti alat
tebang tebu PSAB 93 – 1. Penebangan tebu secara manual dilakukan dengan cara
membongkar guludan tebu dan mencabut batang-batang tebu secara utuh untuk
kemudian dibersihkan dari tanah, akar, pucuk, daun kering, dan kotoran lainnya.
Tebangan yang baik harus memenuhi standar kebersihan tertentu yaitu kotoran
tidak lebih dari 5 %. Untuk tanaman tebu yang akan dikepras, pangkal tebu
disisakan didalam tanah sebatas permukaan tanah asli agar dapat tumbuh tunas
yang akan dipelihara lagi.
Cara-cara tebang tebu sebagai berikut:
- Tebu yang ditebang sudah masak, dimana kandungan gula maksimal, sedangkan
kandungan asam-asam organis dan gula reduksi minimal.
- Bagian pucuk batang tebu dibuang, bagian ini kaya dengan kandungan asam-
asam amino dan miskin kandungan gula.
- Ditebang hingga bagian pangkal batang batang (bagian batang yang tertimbun
tanah), bagian yang tertinggi kandungan gulanya.
- Tebu tunas dibuang karena bagian ini kaya kandungan asam-asam organisnya,
gula reduksi dan asam amino dan miSkin kandungan gula.
- Tebu dibersihkan dari kotoran, daun tebu kering, tanah dan lain-lain. Daun tebu
kering mengandung silika berfungsi sebagai amplas sehingga mempercepat
keausan rol-rol gilingan.
Teknis pola tebang harus didasarkan pada kriteria teknis yaitu kemasakan, sebaran
lokasi dan pembatasan fron tebang yang memungkinkan kontrol kwalitas tebangan
berjalan dengan baik. Masalah yang umum timbul dalam tebang muat antara lain
adalah penentuan gilir tebang.
Karena saat tanam belum sepenuhnya dapat diatur sesuai dengan umur tebu dan
masa gilir, saat kemasan optimum tebu jatuh hampir pada masa yang bersamaan
sehingga penebangan harus diatur secara bergilir. Dengan demikian sebagian tebu
terpaksa digiling lebih awal atau lebih lambat.
Pada pabrik gula yang mengolah tebu petani, keharusan teknis ini sulit karena pola
tebang lebih banyak ditentukan oleh hasil kompromi untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya perebutan gilir tebang.
Dalam prakteknya tebang diselenggarakan berdasarkan jatah terhadap kelompok
tani. Faktor ini menjadi kendala utama untuk menghasilkan tebu giling bermutu
tinggi.
Faktor lain yang menjadi kendala teknis dalam kegiatan tebang angkut yang optimal
adalah lokasi kebun tebu yang semakin terpencar jauh dari Pabrik Gula dengan
kondisi jalan yang buruk, sehingga waktu tunggu antara tebang dan giling menjadi
lama, umumnya melebihi 24 jam. Hal ini menyebabkan tingkat kadar gula dalam
tebu sulit dipertahankan.
1. Pasca Panen (Pengolahan Tebu)
Hasil utama Perkebunan tebu adalah gula pasir yang harus diproduksi menurut
proses pengolahan tertentu untuk memperoleh mutu yang dikehendaki dan
memenuhi standar pasar, untuk itu perkebunan tebu membangun pabrik pengolahan
tebu menjadi gula (Pabrik Gula) yang merupakan kesatuan dalam perkebunan itu.
Pada saai ini di Indonesia terdapat Pabrim Gula dengan berbagai tingkat kapasitas
pengolahan (kapasitas giling), mulai dari kapasitasil < 2000 ton tebu perhari.
Pengolahan tebu menjadi gula dapat dilakukan dengan beberapa proses, antara lain
Defekasi, Sulfitasi, Karbonatasi, Sulfitasi Leburan Sijlman, Defekasi Klaarsel Sulfitasi
dan Defekasi Nira Kental Sulfitasi. Proses pabrikasi yang digunakan sekarang sebagian
besar (lebih dari 90 %) menggunakan proses sulfitasi selebihnya menggunakan proses
karbonatasi atau proses lainnya.
Dari proses tersebut diatas, dihasilkan produk utama berupa gula kristal putih yang
dikenal dipasar dengan sebutan SHS (Superieure Hoofd Suiker) atau Plantation White
Sugar. Kadang-kadang dihasilkan gula dengan mutu yang lebih rendah, misalnya HS
(Hoofd Suiker) yang dewasa ini umumnya tidak dipasarkan. Selain gula kristal,
pengolahan tebu menjadi gula menghasilkan pula tetes (molase) yang digunakan
sebagai bahan baku pabrik alkohol/spiritus dan MSG didalam negeri atau ekspor. Dari
pengolahan tebu menjadi gula juga diperoleh berbagai bentuk limbah yang sebagian
dapat dimanfaatkan. Blotong/filtercake dapat dimanfaatkan untuk pupuk, dan
sebagian lain perlu penanganan khusus agar tidak mencemarkan lingkungan.
Kegiatan pengolahan tebu menjadi gula dapat dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:
a. Penyediaan Tebu di Pabrik Gula
Tebu diangkut dari kebun ke Pabrik Gula, ditimbang dan dinyatakan dalam angka
bulat kwintal. Untuk tebu petani, penimbangan disaksikan oleh wakil petani pemilik
tebu dan atau KUD/KPTR. Penimbangan tebu dilakukan dengan cermat karena angka
timbangan merupakan angka masukan yang pertama dalam perhitungan angka-
angka hasil pengolahan.
Setelah ditimbang , tebu dikirim ke peralatan tebu untuk persiapan pengilingan dan
umumnya tebu diatur menurut urutan pemasukan ke pabrik sistem first in first out (
‘’FIFO”).Pada sistem angkutan lori, pengaturan tebu dilakukan dengan cara melangsir
barisan lori tebu secara berurutan. Pada sistem angkutan dengan truk atau container
, truk atau traktor penarik setelah ditimbang dapat segera ke stasiun gilingan untuk
menunggu giliran dibongkar . Di beberapa pabrik gula (Di Jawa ), tebu yang diangkut
dengan truk harus dipindahkan ke atas lori lebih dulu sebelum diatur giliran
pengilingannya
Tebu yang siap didepan statsiun gilingan diangkat keatas “meja tebu” dengan
menggunakan alat pengangkut (crane) atau dengan menggunakan alat penuang tebu
(“tippler”) untuk tebu yang diangkut dengan truk atau container. Sada juga pabrik
gula yang menimbun tebu didepan statsiun gilingan untuk kemudian diangkat dengan
alat (“grabber”) untuk diletakan diatas dijadikan satu disebut meja tebu.
b. Penggilingan Tebu
Tebu diperah dalam tandem gilingan yang terdiri dari tiga rol gilingan. Dalam
statsiun gilingan biasanya digunakan 4 atau 5 tandem gilingan yang disusun secara
seri. Sebelum masuk tandem gilingan pertama, tebu dicacah oleh alat pengerjaan
pendahuluan (mesin pencacah) sampai tingkat pemecahan tertentu.
Pada tandem gilingan pertama tebu diperah menghasilkan nira perah pertama
(NPP). Ampas digiling oleh gilingan kedua dan nira yang terperah ditampung
kemudian ampasnya digiling kegilingan ketiga demikian seterusnya. Untuk
mengefektifkan ekstrasi gula, pada ampas yang menuju gilingan akhir diberikan air
(air imbibisi). Semua nira yang keluar dari setiap tandem gilingan nira mentah,
sedangkan ampas yang keluar dari gilingan akhir disebut ampas akhir digunakan
sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga/uap.
c. Pemurnian Nira
Nira mentah yang dihasilkan dari statsiun gilingan yang dimurnikan disetatsiun
pemurnian nira dengan tujuan menghilangkan bukan gula (non sugar) baik yang
larut maupun yang tidak larut .
Bahan yang tidak larut seperti bagasilo, partikel kolid maupun yang larut seperti
polysakarida, protein zat warna semaksimal mungkin mungkin sehingga nira menjadi
jernih dan murni .
Pada awalnya proses pemurnian yang dominan di indonesia adalah proses
karbonatasi dan sulfitasi, namun dalam perkembangannya karena biaya bahan
pembantu sangat mahal dan jumlah tenaga yang diperlukan lebih banyak, proses
karbonatasi mulai ditinggalkan. Dalam proses pemurnian nira kondisi suhu dan pH
harus dipenuhi agar pemurnian berjalan optimal. Pertama pemanasan nira sampai
suhu mencapai 750 C kemuadian penambahan susu kapur Ca (OH)2 sampai
mencapai pH 8,5 selanjutnya dinetralkan dengan SO2. Nira kemudian dipanaskan
sampai 1050 C dan ditambahkan flokulan kemudian dialirkan ke clarifier untuk
proses pengendapan.
Pada proses pengendapan nira jernih yang berada dibagian atas bejana pengendap
(clarifier) mengalir ketangki nira jernih. Sedangkan endapan yang berada dibagian
bawah dipompa menuju tangki nira kotor untuk kemudian ditapis dalam rotary
vacuum filter. Hasil penapisan adalah nira tapis yang kemudian dikembalikan ketangki
nira mentah tertimbang dan blotong sebagai endapan pengotor. Blotong masih
mengandung gula (pol) biasanya dibuang dikebun untuk pupuk tanaman.
V. PENUTUP
Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok dan sebagai sumber kalori yang relatif
murah bagi masyarakat sehingga dikategorikan sebagai komoditas strategis.
Komoditas ini selain merupakan sumber pendapat bagi sekitar 832.649 petani, juga
mampu menyerap tenaga kerja sekitar 270.429 orang. Pada tahun 2008 luas areal
perkebunan tebu adalah seluas 442.151 ha dengan produktivitas 2.800.946 ton.
Indonesia sebagai negara produsen gula memiliki 58 pabrik gula putih berbahan baku
tebu dengan kapasitas 195.810 TTH serta 5 pabrik gula rafinasi berbahan baku gula
mentah (raw sugar) impor dengan kapasitas 2 juta ton per tahun.
Pada tahun 2008, Indonesia sudah mencapai swasembada gula untuk kebutuhan
konsumsi langsung (untuk rumah tangga) yaitu dengan produksi 2,71 juta ton,
sedangkan kebutuhan untuk rumah tangga sebesar 2,7 juta ton.
Total kebutuhan gula nasional (rumah tangga dan industri) tahun 2009 sebesar +
3,60 juta ton, maka untuk kebutuhan industri masih diimpor sekitar 1 juta ton.
Melalui Program Akselerasi Peningkatan Produksi Gula sejak tahun 2002, yang terus
berlangsung sampai sekarang, maka diperkirakan Indonesia akan mencapai
swasembada gula secara penuh (nasional) pada tahun 2014.