blok 23 pndarahan subconjungtivitis.doc
-
Upload
raydel-amalo -
Category
Documents
-
view
10 -
download
8
Transcript of blok 23 pndarahan subconjungtivitis.doc
Perdarahan Subkonjungtiva pada Pasien HipertensiRaydel BrianKwee Amalo
102013203
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata merupakan salah
satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata sebagai salah satu panca indera
menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian akan divisualisasikan oleh otak kita
sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar kita. Mata merupakan panca indera yang halus
yang memerlukan perlindungan terhadap faktor – faktor luar yang berbahaya.1
Begitu banyak kelainan pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata merah.
Mulai dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan tampilan klinis
mata merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis memberikan penampakan mata merah
terang hingga gelap pada mata. Secara umum bekuan darah akibat perdarahan subkonjungtiva
dapat hilang dengan sendirinya dikarenakan diabsorpsi oleh tubuh.
Namun begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa karena
teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan hipertensi diyakini sebagia faktor resiko
tersendiri terjadinya perdarahan pada subkonjungtiva. Pada keadaan tertentu seperti perdarahan
subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan visus, sering kambuh atau bahkan menetap maka
harus segera dikonsultasikan ke dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang
cukup untuk mengetahui bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta faktor resiko dan
penanganannya.2
Perdarahan Subkonjungtiva
1
Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah
konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak
terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien. 4
Gambar 1. Anatomi Konjungtiva 5
Gambar 2. Perdarahan subkonjungtiva 6
Anamnesis
Anamnesis yang baik harus mencakup rincian dari:
Gejala okular, onset, mata yang sakit, dan gejala nonukular terkait.
Riwayat okular sebelumnya (misal penglihatan buruk pada satu mata sejak lahir, rekurensi
penyakit sebelumnya, terutama peradangan).
Riwayat medis sebelumnya (misal hipertensi yang dapa terkait dengan beberapa penyakit
vaskular mata seperti oklusi vena retina sentral; diabetes yang dapat menyebabkan retinopati,
2
dan penyakit peradangan sistemik seperti sarkoid yang juga dapat menyebabkan peradangan
okular).
Riwayat pengobatan, karena obat seperti isoniazid dan korokuin dapat toksik terhadap mata.
Riwayat keluarga (misal penyakit okular yang diturunkan seperti retinitis pigmentosa, atau
penyakit dengan riwayat keluarga yang mungkin merupakan faktor resiko seperti glaukoma).
Alergi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang dilakukan pada mata berfungsi untuk menilai struktur dan fungsi organ
tersebut.
Tes fisiologis mata meliputi tajam penglihatan dimana pasien diperiksaan dengan
menggunakan snellen chart pada jarak 6 meter dalam ruangan, menghitung jari, pinhole,
lambaian tangan, serta proyeksi cahaya.
Selain itu kita bisa mengukur gerak bola mata pasien untuk menilai adanya kelainan pada
otot sekitar bola mata, pemeriksaan lapang pandang dengan tes konfrontasi lalu pemeriksaan
tekanan bola mata.
Untuk menilai struktur bola mata maka kita dapat melakukan pemeriksaan pada segmen
anterior dan posterior mata. Pada pemeriksaan ini kita dapat menilai dengan menggunakan slit
lamp dan juga funduskopi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penujang yang perlu untuk kasus perdrahan subkonjungtiva adalah:
Darah rutin untuk memastikan penyebab perdarahan, faktor pembekuan darah, tes fluoresin.
Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan
diagnosis dan terapi lebih lanjut. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk
pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal
anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri
terasa berat atau terdapat fotofobia. 4
3
Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan subkonjungtiva
traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya
dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 –
2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan
trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya
kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal
yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa
ada trauma organ mata lainnya. 5
Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu,
lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva
terjadi penuh pada 360°. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang,
pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin,
dan hitung darah lengkap dengan jumlah trombosit. 4
Diagnosis Banding
a. Keratokonjingtivitis Sicca (dry eyes)
Keratokonjungtivitis sicca adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea dan
konjungtiva yang diakibatkan oleh berkurangnya fungsi air mata. Kelainan-kelainan ini
terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :
1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya : Blefaritis menahun, Distikiasis dan akibat
pembedahan kelopak mata.
2. Defisiensi kelenjar air mata. Misalnya : Sindrom Syogren, Sindrom Riley Day, Alakrimia
kongenital, Aplasi kongenital saraf trigeminus, Sarkoidosis, Limfoma kelenjar air mata, obat-
obat diuretik, atropin dan usia tua.
3. Defisiensi komponen musin. Misalnya : Benign ocular pempigoid.
4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neuroparalitik, hidup di gurun pasir,
keratitis logoftalmus.
5. Kerena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.
Pasien akan mengeluh gatal, mata seperti berpasir, silau dan penglihatan kabur. Mata akan
memberikan gejala sekresi mukus yang berlebihan, sukar menggerakkan kelopak mata, mata
tampak kering dan terdapat erosi kornea. Konjungtiva bulbi edema, hiperemik menebal dan
4
kusam. Kadang-kadang terdapat benang mukus kekuning-kuningan pada forniks konjungtiva
bagian bawah.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain seperti pemeriksaan uji Scheimer dimana bila
resapan air mata pada kertas Scheimer kurang dari 5 menit dianggap abnormal.
Pengobatan tergantung pada penyebabnya dan air mata buatan yang diberikan selamanya.
Penyulit yang dapat terjadi adalah ulkus kornea, infeksi sekunder oleh bakteri, dan parut
kornea dan neovaskularisasi kornea.7
b. Konjungtivitis alergi
Konjungtivitis alergi umum terjadi pada orang yang memiliki gejala-gejala lain dari penyakit
alergi, seperti demam, asma dan eksim. Konjungtivitis ini sering disebabkan oleh antigen seperti
serbuk sari, tungau, debu atau kosmetik.
Konjungtivitis alergi biasanya berhubungan erat dengan munculnya rasa gatal pada mata.
Mata biasanya sebentar-sebentar merah. Kondisi ini dapat terjadi dalam waktu-waktu tertentu
dalam satu tahun, misalnya selama musim tertentu ketika banyak serbuk sari di udara.
Dapat diobati dengan menggunakan obat tetes antihistamin topikal. Obat tetes, seperti
natrium kromoglikat (misalnya tetes mata Opticrom), dapat digunakan untuk mencegah reaksi
alergi. Tetes kortikosteroid terkadang juga diperlukan untuk mencegah peradangan
Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal
ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di
Kongo rata – rata usia yang mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7
Perdarahan subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan
suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup
tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun
jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354 pasien
postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses persalinan
dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva. 8
Patofisiologi
5
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata
(sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari
bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang
halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata
mengalami peradangan. Pembuluh-pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya
mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.
Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba – tiba (spontan).
Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah
rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh
adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan. 3
Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan
tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan
diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 4
2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung
atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang –
kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan
subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan.
Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang
mengganjal dan penuh di mata.
Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua
(tebal).
Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.
6
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang
perlahan ukurannya karena diabsorpsi. 9
Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali mengenai
kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan terjadinya perrdarahan
subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII
Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel
Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva
terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan.10 Mutasi pada faktor XIII
Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode
perdarahan subkonjungtiva.8
2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah – muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola
mata)
4. Hipertensi.
5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat
trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan
defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah
mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan
warfarin.
7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva,
termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria,
dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang
panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi
oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula.
11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan peranan
penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.
7
Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini
pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan
hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati.3
Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat dilakukan
sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat
membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab
utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah
perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan
multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk
mencegah risiko perdarahan berulang.4
Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi
berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk
melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.
Komplikasi
Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1 – 2
minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan
subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti
yang telah disebutkan diatas. 3
Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus
dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D dan Mick A mengenai
perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami kekambuhan didapatkan kesimpulan
bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap merupakan gejala awal dari limfoma adneksa
okuler. 6
Prognosis
8
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya
yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering
mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk
dievaluasi lebih lanjut lagi. 3,6
Kesimpulan
Konjungtiva adalah membran tipis, lembab dan transparan yang melapisi bagian putih dari mata
(disebut sklera) dan bagian dalam dari kelopak mata. Konjungtiva adalah lapisan pelindung
terluar dari bola mata.
Kebanyakan perdarahan subkonjungtiva terjadi secara spontan tanpa ada penyebab yang pasti
karena perdarahan ini datang dari pembuluh darah konjungtiva.
Prognosisnya baik karena darah dapat diserap kembali oleh tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sidarta I. Masalah Kesehatan Mata Anda. Jakarta:FKUI;2008.h.116-145
2. Morosidi SA.Paliyama MF. Ilmu penyakit mata. Jakarta: FKUKRIDA;2011.h.37-47
9
3. Schlote T. Pocket Atlas of Ophthalmology. London:Thieme;2006.h.89-95
4. Vaughan DG. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widia Meka; 2000.h.422-4
5. Lang GK. Ophthalmology A Short Textbook. New York: Thieme; 2000.h.207-13
6. Graham RK. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Ed. Medscape’s Continually Updated Clinical
Reference.2009. Diakses tanggal 21 maret 2016 dari
http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview.
7. Kaimbo D.Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival
haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal 21 maret 2016 dari
http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and spontaneous subconjunctival
haemorrhages in Congo/943iure.
8. Riordan P. Whitcher JP. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. USA: Mc.GrawHill;
2008.h.103-6
9. Maza DL.Sainz M. Scleritis. 2010. Dimbil pada tanggal 20 Maret 2016 dikutip dari
http://emedicine.medscape.com/article/1228324-overview
10