Beberapa Faktor Yang Berpengaruh
-
Upload
reny-sukmawani -
Category
Documents
-
view
78 -
download
3
Transcript of Beberapa Faktor Yang Berpengaruh
BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP HARGA JUAL CABE DI TINGKAT PETANI
Oleh:Reny Sukmawani
Yana Chefiana
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi harga jual cabe pada tingkat petani. Teknik yang digunakan dalam penelitian adalah survei dengan objek penelitian menggunakan variable-variabel yang berhubungan dengan penelitian yaitu factor-faktor yang mempengaruhi harga jual cabe pada tingkat petani. Unit analisis yang digunakan adalah petani cabe di Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi pada kegiatan usahatani cabe musim tanam 2005. Pengambilan sample dilakukan secar sensus, teknik penentuan sample adalah simple random sampling.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi harga jual cabe di tingkat petani dilakukan secara deskriptif, diuji dengan menggunakan alat Bantu uji statistik melalui analisis regresi liner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga jual cabe di pengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya biaya usahatani, harga pasar menurut petani, jumlah produksi, sistem langganan dengan pedagang pengumpul, modal panjar dan pengalaman usahatani cabe. Berdasarkan hasil analisis pada masing-masing faktor yang berpengaruh terhadap harga jual cabe pada tingkat petani menunjukkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi harga jual cabe pada tingkat petani adalah informasi harga pasar cabe menurut petani dan sistem penjualan cabe berlangganan dengan pedagang pengumpul.
Kata kunci: Cabe, biaya usahatani, harga, produksi
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Cabe merupakan salah satu jenis sayuran yang paling banyak diusahakan diantara
jenis tanaman sayuran lainnya karena banyak disukai. . Cabe dapat ditanam pada dataran
rendah maupun dataran tinggi. Sebagian besar petani telah melakukan usahatani cabe
dengan menggunakan teknologi anjuran tepat guna. Salah satu indikatornta adalah
1
penggunaan mulsa plastik untuk menekan pertumbuhan gulma dan mempertahankan
kelembaban tanah.
Pemasaran merupakan syarat mutlak dalam pembangunan pertanian.
Keberhasilan atau strategi pemsaran tergantun kepada besar atau posisi masing-masing
perusahaan. Perusahaan besar mampu menerapkan strategi tertentu yang tidak mampu
dilakukan oleh perusahaan kecil. Tetapi dengan skala besar saja tidak menjamin
keberhasilan tanpa didukung dengan strategi yang mantap yang mampu meningkatkan
hasil yang tinggi dari perusahaan besar (Kotler, 1999).
Namun sayang kondisi ini tidak bisa diterapkan di tingkat petani. Apalagi petani
sayuran yang kepemilikan lahannya sempit, kepemilikan modal terbatas serta tingkat
pengetahuan yang rendah. Permintaan sayuran yang tinggi di beberapa daerah tidak
sejalan dengan peningkatan pendapatan petani. Karena seperti kita ketahui bersama
harga penjualan produk pertanian tidak ditentukan oleh petani sebagai produsen, namun
ditentukan oleh para pedagang pengumpul yang berpedoman pada harga jual di pasar
induk. Demikian pula halnya dengan cabe. Usahatani cabe jika tidak dilaksanakan sesuai
jadual tanam yang tepat jika diitung melalui analisa usahatani yang dihitung berdasarkan
harga pada tingkat konsumen akan mendatangkan keuntungan yang luar biasa. Harga
jual cabe pada saat-saat tertentu, misalnya menjelang hari raya akan mencapai Rp 15.000
– 30.000. Peningkatan harga yang cukup tinggi belum tentu dinikmati oleh para petani
karena harga jual tidak ditentukan oleh petani, melainkan ditentukan oleh para pelaku
pasar khususnya para pedagang baik pedagang pengumpul, pedagang besar maupun
pedagang eceran.
2
Harga jual cabe pada tingkat petani dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
biaya pokok, harga pasar, jumlah produk yang dipasarkan, biaya transportasi, biaya
tataniaga serta beberapa faktor lainnya. Selain itu harga cabe ditentukan pula oleh
panjang pendeknya rantai tataniaga dari mulai tingkat produsen hingga konsumen.
Semakin pendek rantai tataniaga berarti semakin efisien tataniaga cabe dan semakin
rendah biaya tataniaga sehingga petani dapat menikmati harga yang lebih layak.
Kondisi tersebut di atas merupakan fenomena umum bagi petani di seluruh
Indonesia bahwa harga jual pada tingkat petani ditentukan oleh berbagai faktor. Hasil
analisa faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual cabe pada tingkat petani merupakan
salah satu materi yang menarik untuk dianalisa lebih jauh, sehingga akan menjadi bahan
kebijakan pemerintah untuk turut membantu para etani agar dapat meningkatkan
kesejahteraan keluarganya melalui kebijakan pemasaran..
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari biaya pokok,
harga pasar, jumlah produksi, sistem berlangganan, modal panjar dan pengalaman usaha
tani terhadap harga cabe di tingkat petani di kecamatan Sukaraja kabupaten Sukabumi.
2. Pendekatan masalah
Hubungan yang erat antara produksi, tataniaga dan pendapatan petani akan
mempengaruhi perkembangan usahatani. Produksi yang melimpah jika tidak diikuti
dengan kondisi pemasaran yang baik akan merugikan berbagai pihak terutama produsen
atau petani. Upaya peningkatan di bidang produksi harus diimbangi dengan upaya
3
perbaikan dibidang tataniaga, karena selai bertujuan meningkatkan pendapatan petani
juga terutama untuk kesejahteraan petani.
Dilihat dari segi ekonomi hal tersebut dapat dipahami karena untuk meningkatkan
produksi , petani harus mengeluarkan biaya tambahan. Pengeluaran tambahan biaya ini
jika tidak disertai dengan harga yang baik akan berakibat timbulnya masalah finansial
dalam usahatani.
Harga jual cabe pada tingkat petani dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya: biaya pokok, harga pasar, jumlah produk yang dipasarkan, biaya
transportasi, biaya tataniaga serta beberapa factor lainnya. Menurut Marius P. Agippora
(2002) dalam teori ekonomi ada beberapa konsep yang saling berkaitan yaitu harga
(price), nilai (value) dan manfaat (utility). Sistem ekonomi di Negara kita tidak
dirancang berdasarkan sistem tukar menukar, maka pengertian nilai dan manfaat dari
sebuah produk dapat sebanding dengan produk lain yang tidak dapat digunakan, tetapi
kita lebih mendayagunakan uang sebagai dominator nilai.
Harga merupakan elemen penting dalam kegiatan pemasaran dan harus
senantiasa dilihat dalam hubungannya dengan pemasaran. Dari sudut pandang
pemasaran, harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan
jasa) yang ditukarkan untuk memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang
dan jasa. Pengertian ini sejalan dengan konsep pertukaran dalam pemasaran.
Menurut Wasrob (2002), kekuatan yang mempengaruhi harga-harga hasil
pertanian hasil pertanian dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori:
1. Keadaan penawaran yang mempengaruhi harga output yang meliputi keputusan
produksi usahatani, cuaca, hama dan penyakit, luas areal dan impor pangan
4
2. Kondisi permintaan yang meliputi pendapatan, harga, selera, pilihan-pilihan,
jumlah penduduk dan ekspor
3. Sektor tataniaga hasil pertanian
4. Pengaruh kebijakan pemerintah, misalnya melalui subsidi harga, pengendalian
penawaran, kebijakan perdagangan.
Khusus harga-harga komoditi pertanian tidak dapat ditentukan oleh petani sebagai
produsen. Harga komoditi pertanian ditentukan secara bersama oleh permintaan
konsumen, penawaran usahatani dan system tataniaga. Perubahan pada salah satu sisi
membawa dampak penyesuaian pada factor lainnya, karenanya tidak begitu jelas untuk
menyatakan alasan tentang dimana tepatnya harga-harga usahatani ditentukan.
Kelemahan dalam sistem pertanian di negara berkembang termasuk di Indonesia
adalah kurangnya perhatian dalam bidang pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran sering
tidak berjalan seperti yang diharapkan sehngga efisiensi pemasaran menjadi lemah.
Keterampilan untuk melaksanakan efisiensi pemasaran memang terbatas, sementara
keterampilan dalam mempraktekkan unsur-unsur manajemen juga demikian. Belum lagi
kalau dari segi kurangnya penguasan informasi pasar sehingga kesempatan-kesempatan
ekonomi menjadi sulit dicapai.
3. Metode Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan pada musim tanam 2005 di Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Sukabumi ini dilakukan dengan metode survei. Data yang dikumpulkan
berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari petani responden melalui
wawancara dan kuisioner sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas instansi terkait
5
dan studi pustaka. Pengambilan sample untuk petani produsen dilakukan secara sensus
yaitu terhadap petani yang melakukan usahatani cabe sebanyak 35 orang petani.
Data yang diperoleh berupa data kualitatif dan kuantitatif yang kemudian
ditabulasikan dan diuraikan secara deskriptif. Untuk menjawab identifikasi tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi harga jual cabe di tingkat petani dilakukan secara
deskriptif. Faktor-Faktor yang mempengaruhi harga jual cabe diuji dengan menggunakan
alat bantu uji statistik melalui analisis regresi linier.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Biaya Pokok
Biaya pokok adalah biaya produksi usahatani dibagi dengan jumlah produksi
dalam satu areal tertentu sehingga diperoleh harga biaya pokok per kilogram produk
usahatani. Biaya produksi adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dalam periode produksi. Menurut Fadholi Hernanto (1993),
biaya produksi usahatani adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses
produksi. Biaya dibagi dalam empat katagori yaitu biaya tetap, biaya variabel, biaya
tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis
dalam satu masa produksi, biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah dimana besar
dan kecilnya biaya dipengaruhi oleh besarnya skala produksi, biaya tunai adalah biaya
yang penggunaannya langsung dalam dalam proses produksi dan biaya tidak tunai adalah
biaya yang diperhitungkan seperti biaya tenaga kerja keluarga.
Biaya usahatani yang rendah serta jumlah produksi yang maksimal berdampak
pada rendahnya harga pokok dan kemungkinan besar akan meningkatkan pendapatan
6
petani. Atas dasar itu maka pemerintah mengharapkan petani agar mampu menerapkan
teknologi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas usahataninya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya usahatani cabe umumnya berkisar
antara Rp. 34.376.666,67 – Rp 41.062.000,00 per hektar dengan rata-rata Rp.
38.198.053,97 per hektar. Biaya usahatani cabe yang bervariasi ini dipengaruhi oleh
tingkat penerapan teknologi serta penggunaan sarana produksi yang berbeda pula.
Jumlah produksi per hektar pada usahatani cabe akan dipengaruhi oleh jumah biaya
usahatani yang digunakan. Dengan variasi biaya usahatani tersebut di atas jumlah
produksi yang dihasilkan pun bervariasi antara 22.000 kh – 26.000 kg per hektar dengan
nilai rata-rata produksi 24.368,44 kg per hektar. Dari biaya usahatani dan jumlah
produksi tersebut di atas diperoleh biaya pokok Rp 1.441,80 / kg – Rp. 1.747,35 / kg
dengan rata-rata biaya pokok Rp. 1.569,69 / kg. Biaya pokok berdasarkan literatur dapat
ditekan jika para petani mampu meningkatkan jumlah produksi dengan cara menerapkan
teknologi tepat guna yang dianjurkan dan menekan biaya sarana produksi dengan cara
menekan penggunaan pupuk seoptimal mungkin.
Berdasarkan teori dasar semakin tinggi biaya pokok maka harga jual cabe harus
makin tinggi agar petani memperoleh keuntungan yang optimal. Namun karena harga
ditentukan oleh pedagang atau posisi petani sebagai penerima harga maka harga jual cabe
tidak mampu dipengaruhi oleh besarnya biaya pokok.
Harga Pasar
Secara teori peningkatan harga jual eceran pada tingkat konsumen akan
berdampak pada harga jual pada tingkat petani atau produsen. Peningkatan harga jual
7
pada tingkat petani akan meningkat jika terjadi perambatan harga. Harga pasar
merupakan harga yang diketahui oelh para petani melalui media komunikasi.
Informasi pasar merupakan salah satu faktor penting yang turut menentukan
dalam harga jual cabe di tingkat petani. Informasi pasar dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam menjual hasil usahatani cabe. Penguasaan informasi pasar dapat
meningkatkan posisi tawar petani cabe, meskipun para petani cabe bukan penentu harga
melainkan penerima harga. Informasi pasar umumnya diperoleh dari siaran radio,
sebagai salah satu media yang memberitakan harga jual produk pertanian pada beberapa
pasar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga pasar cabe berdasarkan pengetahuan
petani cukup bervariasi yaitu Rp 9.000 / kg – Rp 14.000 / kg. Informasi ini diperoleh dari
pasar setempat dan dari para pedagang sembako eceran di desa-desa, sehingga
memunculkan harga yang bervariatif. Kondisi ini menggambarkan bahwa petani sangat
tergantung pada informasi harga jual dari pedagang pengumpul. Sebagian besar petani
hanya memanfaatkan radio sebagai media hiburan semata bukan merupakan media
informasi usahatani.
Jumlah Produksi
Jumlah produksi hasil usahatani yang cukup banyak merupakan salah satu faktor
pendukung agar petani mempunyai posisi tawar yang lebih baik. Jumlah produksi yang
cukup tinggi akan meningkatkan harga jual cabe, terutama pada sat-sat pasokan cabe
sedang langka di pasaran.
8
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah produksi sesuai dengan penguasaan
lahan petani bervariasi antara 5.000 kg – 37.000 kg. Petani yang memiliki jimlah
produksi yang lebih tinggi memperoleh harga jual yang lebih layak, yakni 8.500 / kg
dibandingkan dengan petani yang memiliki tingkat produksi yang lebih rendah.
Jumlah produksi akan dipengaruhi oleh teknologi usahatani yang diterapkan.
Teknologi usahatani akan membutuhkan sarana produksi yang memadai. Sarana
produksi yang sesuai dengan teknologi tepat guna membutuhkan biaya usahatani yang
cukup tnggi. Sebaliknya sarana produksi yang cukup belum tentu akan menghasilkan
produktivitas yang tinggi tergantung pada sistem teknologi usahatani yang diaplikasikan
di lapangan. Jumlah produksi usahatani cabe per hektar berkisar antara 22.000 kg –
26.000 kg.
Jumlah produksi cabe yang cukup banyak seharusnya menjadi bahan
pertimbangan bagi petani untuk memilih rantai tataniaga, yaitu dengan menjual hasil
produksinya langsung pada pedagang pengumpul besar atau pedagang besar. Hasil
penelitian menunjukkan petani cabe yang memiliki jumlah produksi cukup banyak tetap
menjual pada pedagang pengum[ul. Kondisi ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
yang masih kurang, pembinaan aparat pemerintah yang masih terbatas serta hubungan
kekerabatan dan faktor lainnya dengan pedagang pengfumul yang menyebabkan
rendahnya harga jual cabe.
Langganan dengan Pedagang Pengumpul
Petani yang telah lama berlangganan baik dengan pedagang pengumpul maupun
pedagang besar akan lebih akrab sehingga saat menjual produk usahataninya akan terjadi
9
tawar menawar dan para pelaku tataniaga akan bertindak lebih bijaksana dalam
menetapkan harga dengan alasan langganan.
Petani yang telah menjalin hubungan baik dengan pedagang pengumpul diduga
akan memberikan pengaruh pada harga jual cabe di tingkat petani. Harga jul cabe pada
petani yang sudah berlangganan akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani yang
tidak berlangganan. Kondisi tersebut bisa berubah sebaliknya, karena sistem penjualan
yang berlangganan menjadi salah satu belenggu sehingga petani tidak dapat berhubungan
dengan pedagang lainnya meskipun menawarkan harga jual yangn lebih tinggi.
Hubungan antara petani yang berlangganan denan pedagang pengumpul dan
petani yang tidak berlangganan dengan harga jual digambarkan pada Tabel berikut:
Tabel 1. Hubungan Penjualan Sistem Berlangganan dan Tidak berlangganan dengan Harga Jual Cabe
N0 Petani Jumlah Harga JualRp. 8.000 Rp. 8.500
1 Langganan 15 4 112 Tidak Berlangganan 20 0 20
Jumlah 35 3 31
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 15 orang petani yang berlangganan dengan
pedagang pengumpul 11 orang diantaranya memperoleh harga jual yang lebih tinggi,
yakni Rp. 8.500 dan 4 orang memperoleh harga jual cabe Rp 8.000 / kg. Sedangkan
petani responden yang tidak berlangganan sebanyak 20 orang memperoleh harga jual
cabe Rp. 8.000 / kg.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa dengan berlangganan menjadikan salah
sati penyebab kedekatan batin antara petani dengan pedagang, sehingga pedagang ada
10
perasaan tidak tega untuk menekan harga cabe pada petani. Para petani yang
berlangganan dengan pedagang pengumpul disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya
karena pertalian kekerabatan, tetangga serta hubungan lainnya seperti pinjaman uang
dengan pedagang pengumpul.
Modal Panjar
Terbenturnya kebutuhan sehari-hari sengan biaya usahatani menghadapkan petani
pada kondisi yang sulit. Petani yang memiliki keterbatasan modal, maka petani akan
mencari sumber modal lain untuk kegiatan usahataninya. Pinjaman modal usahatani
dapat diperoleh melalui pedagang pengumpul yang memiliki modal cukup dengan cara
pembayaran dari hasil usahatani para petani peminjam. Pinjaman modal ini dapat
dikatakan sebagai modal panjar.
Modal panjar yang diberikan hanya pada waktu-waktu tertentu, terutama pada
saat petani cabe terdesak kebutuhan sehari-hari yang menyebabkan kebutuhan modal
untuk operasional usahatani cqbe tidak bisa terpenuhi. Selain itu modal panjar
diberikan kepada petani apabila permitaan cabe cukup tingi di pasaran, sehingga para
pedagang bersaing untuk mendapatkan pasokan cabe yaitu dengan cara mengikat petani
dengan memberikan modal panjar agar hasilnya dijual kepada pedangang yang memberi
panjar.
Para petani cabe terikat untuk selalu mempertahankan loyalitas kepada
langgananya, baik pada saat menerima panjar maupun tidak. Sekalipun kesepakatan ini
tidak dilakukan secara tertulis, tetapi bila petani tidak memenuhi kesepakatan tersebut,
maka penjualan hasil produksi berikutnya tidak akan diterima lagi oleh pedagang yang
11
bersangkutan. Hubungan antara petani yang menggunakan modal panjar dengan harga
jual disajikan pada Tabel berikut.
Tabel 2. Hubungan anatar Petani Pengguna Modal Panjar dan Petani yang tidak Menggunakan Modal Panjar dengan Harga Jual cabe
N0 Petani Jumlah Harga JualRp. 8.000 Rp. 8.500
1 Modal Panjar 10 9 12 Non Modal Panjar 25 15 10
Jumlah 35 24 11
Tabel di atas menunjukkan bahwa akibat kurangnya permodalan, sebagian besar
petani cabe menjual produknya melalui pedagang pengumpul dengan harga yang lebih
rendah.
Pengalaman Usaha Tani
Pengalaman berusahatani merupakan salah satu karakteristik petani cabe yang
penting dalam mengelola usaha pertanian. Pengalaman dalam menjalankan usahatani
cabe akan memberika corak penanaganan usaha baik mulai dari penyediaan faktor-faktor
produksi, cara atau teknis berproduksi, pengelolaan tataniaga bahkan sampai dengan
upaya pengembangan usahatani cabe.
Semakin banyak pengalaman usahatani yang dimiliki oleh seorang petani, maka
akan semakin efektif pengelolaann usahataninya, termasuk semakin selektif dalam
memilih lembaga tataniaga yang paling menguntungkan bagi kelangsungan hidup
usahataninya. Lama pengalaman usahatani sejalan dengan umur petani yang
bersangkutan, selama petani tersebut konsisten dengan jenis usahataninya. Ukuran dari
12
aspek pengalaman berusahatani ini dapat diukur dengan lamanya / umur petani
melaksanakan usahatani pada komoditas yang dimaksud.
Petani yang lebih lama pengalamannya dalam usahatani cabe seharusnya
memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi sehingga berdampak pada keberhasilan
usahataninya. Usahatani cabe membutuhkan pemeliharaan yang intensif sehingga
pengalaman menjadi salah satu guru terbaik pada kegiatan usahatani cabe. Hal tersebut
juga sangat berkaitan dengan pengalaman petani dalam berusahatani cabe. Petani yang
memiliki pengalaman lebih lama akan mengetahui kondisi usahataninya beserta kondisi
pemasaran yang ada. Sehingga terdapat kecenderungan di dalam memilih lembaga
tataniaga atau cara negosiasi harga yang sesuai dengan kondisi usahataninya, dimana
petani yang memiliki pengalaman usahatani yang lebih lama memiliki motivas yang kuat
dan percaya diri untuk menanggung resiko kerugian dan ketidakpastian dalam proses
penjualan produk. Pada kenyataanya jumlah petani cabe yang befpengalaman lebih dari
10 tahun jumlahnya cukup banyak, namunbelum mampu mendorong iklim usahatani dan
pemasaran cabe di wilayah penelitian ini menjadi lebih terarah.
Hal ini disebabkan karena tidak disukung oleh daya adopsi teknologi dan
informasi pasar yang tinggi, mengingat sebagian besar patani cabe responden tingkat
pendidikannya masih rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingginya
pengalaman usahatani cabe belum mengindikasikan sistem usahatani dan pemasaran
yang dilakukan petani lebih efisien.
13
5. Kesimpulan
1. Besar kecilnya keuntungan yang diperoleh petani cabe sangat erat kaitannya
denga harga jual cabe yang diterima petani Harga jual cabe di tingkat petani
dipengaruhi oleh biaya usahatani, harga pasar menurut petani, jumlah produksi,
sistem berlangganan dengan pedagang pengumpul, modal panjar dan pengalaman
usaha tani.
2. Salah satu faktor penetu yang penting dalam menunjang keberhasilan usahatani
adalah informasi pasar. Produksi yang melimpah jika tidak diikuti dengan kondisi
pemasaran yang baik akan merugikan berbagai pihak terutama petani Petani akan
memperoleh keuntungan yang maksimal apabila memperoleh pemasaran yang
baik berdasarkan informasi pasar yang akurat.
6. Saran
1. Petani diharapkan lebih memanfaatkan media informasi dalam pemasaran cabe.
Karena petani yang menguasai informasi pasar akan dapat meningkatkan posisi
tawar dalam menjual cabe pada pedagang pengumpul.
2. Pemerintah diharapkan lebih meningkatkan pendampingan pada petani agar
usahataninya memperoleh keuntungan maksimal dan pembinaan dalam kegiatan
pasca panen, sortasi serta grading sehingga mampu meningkatkan harga jual
cabe para petani.
7. Daftar Pustaka
Fadholi Hernanto. 1993. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kotler P. 1999. Manajemen Pemasaran. Marketing manajemen Analisis. Perencanaan dan Pengendalian. Erlangga. Jakarta.
14
Marius P. Angiora. 2002. Dasar-dasar Pemasaran. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Wasrob Prakoso. 2000. Ilmu Usahatani. Universitas Terbuka. Yakarta.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2005. laboran tahunan 2005. Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi. Sukabumi.
Riwayat Hidup
Biodata
Nama : Reny Sukmawani, S.P., M.P.
Tempat Tgl lahir : Sukabumi, 12 Oktober 1974
Alamat : Perum Cigunung Indah Blok C no. 34-35 Cisaat, Sukabumi
Pekerjaan : Dosen UMMI
Jabatan : Ketua Program Studi Agribisnis UMMI
Jabatan Akademik : Lektor
Riwayat Pendidikan :
1. SD negeri Cipelang leutik II Sukabumi, lulus tahun 1987
2. SMP Negeri 1 Sukabumi, lulus tahun 1990
3. SPP-SPMA Tanjungsari - Sumedang , lulus tahun 1993
4. Sarjana Unpad Bandung, Jurusan Agronomi, lulus tahun 1999
5. Magister Pertanian UNWIM Bandung, lulus tahun 2009
Riwayat Pekerjaan :
1. 1999 – 2003 : Wiraswasta
2. 2003 - sekarang : Dosen UMMI
3. 2008 - sekarang : Wakil Direktur CV EXA Family
15
Biodata
Nama : Yana Chefiana, S.P., M.Si.
Tempat Tgl lahir : Ciamis, 16 April 1974
Alamat : Perum Cigunung Indah Blok C no. 34-35 Cisaat, Sukabumi
Pekerjaan : - PNS Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sukabumi
- Dosen Luar Biasa UMMI
Riwayat Pendidikan :
1. SD negeri Lugina Ciamis, lulus tahun 1987
2. SMP Negeri 1 Cisaga, lulus tahun 1990
3. SPP-SPMA Tanjungsari - Sumedang , lulus tahun 1993
4. Diploma III IPB jurusan Mekanisasi pertanian, lulus tahun 1996
5. Sarjana UNWIM, Jurusan Sosek, lulus tahun 2003
6. Magister sains STIAMI Jakarta, lulus tahun 2007
Riwayat Pekerjaan :
4. 1999 – 2002 : Wiraswasta
5. 2002 - sekarang : PNS di Badan Ketahanan Pangan kabupaten Sukabumi
6. 2008 - sekarang : Dosen Luar Biasa UMMI
16