Faktor Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Limbah ...
Transcript of Faktor Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Limbah ...
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pengelolaan Limbah Konstruksi Pada Bangunan Gedung Terhadap Peningkatan Kinerja Biaya
Lugas Trias Pamungkas
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Industri konstruksi merupakan salah satu industri yang memainkan peranan penting dalam hal pembangunan ekonomi nasional, namun industri konstruksi juga menjadi motor pembangunan sarana dan prasarana fisik ini seringkali menimbulkan permasalahan lingkungan dalam proses pelaksanaannya. Limbah konstruksi menjadi salah satu keluaran dari industri konstruksi yang berkontribusi dalam kerusakan lingkungan dan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan kinerja biaya kontraktor. Sedangkan, biaya menjadi salah satu daya saing perusahaan penyedia jasa konstruksi yang saat ini telah memasuki era persaingan global. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan limbah konstruksi yang dapat mengurangi dampak-dampak tersebut dan justru dapat meningkatkan manfaat bagi lingkungan maupun pihak-pihak yang terlibat dalam industri konstruksi, secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh pengelolaan limbah konstruksi pada pembangunan gedung terhadap peningkatan kinerja biaya. Enam faktor dari pengelolaan limbah konstruksi yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja biaya adalah menggunakan kembali limbah beton, perencanaan pengurangan limbah besi, menggunakan kembali limbah besi, memesan barang sesuai gambar atau desain, merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material pasaran, dan menggunakan kembali limbah kayu.
Factors in Buildings Construction Waste Management Affecting Cost Performance Improvement
Abstract
Construction industry is one of industries playing important role in national economic development, yet this physical facilities and infrastructures development motor generates environmental problems in the execution phase frequently. Construction waste is one of the outputs from construction industries that contributes to environmental damages and provides negative impacts to people and contractor cost performance whereas cost performance is one of the company strength making it survives in this competitive environmental and global competition era. Thus, it is necessary to manage construction waste because waste construction management is able to reduce the negative impacts of construction waste and to increase benefits either for environment or stakeholder involved in the construction industry, directly or indirectly. This research is conducted to see the influence of buildings construction waste management to cost performance improvement. Six construction waste management factors influencing cost performance improvement are reusing concrete waste, reinforcement steel waste reducing plan, reusing reinforcement steel, ordering material as per drawing or design, planning building dimension as standard material dimension, and reusing timber waste. Keywords : construction waste management, cost performance
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Pendahuluan Industri konstruksi merupakan salah satu produsen limbah yang jumlahnya cukup besar. Lu
(1999) menyatakan, di Cina, setiap 10.000 m2 dari area konstruksi akan memproduksi 500-600
ton limbah padat [1]. Motete et. al. (2003) memaparkan bahwa keberadaan limbah konstruksi
berpengaruh negatif terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi, seperti
berkurangnya keuntungan kontraktor dan mengganggu kesehatan [2]. Secara umum, industri
konstruksi di Indonesia masih bergelut dengan permasalahan ketidakefisienan dalam pelaksanaan
proses konstruksinya sehingga menimbulkan pemborosan (waste) yang berdasarkan data yang
diperoleh dari Lean Construction Institute pemborosan pada industri konstruksi mencapai 57 %
[3]. Metode pembuangan limbah konstruksi yang paling sering dilakukan di Indonesia adalah
pembuangan puing-puing bongkaran menggunakan truk [4]. Oleh karena itu, diperlukan
pengelolaan limbah konstruksi yang tepat untuk meminimalisasi pengaruh negatif dari limbah
konstruksi tersebut serta memperoleh manfaat yang maksimal.
Industri konstruksi memainkan peran penting dalam pemenuhan kebutuhan dan peningkatan taraf
hidup masyarakat [5]. Davy Sukamta (2009) menyatakan, bagi pengusaha konstruksi dimana
bisnisnya didasarkan pada adanya proyek, keuntungan menjadi hal utama dalam bisnisnya karena
keberlangsungan perusahaan tergantung dari keuntungan proyek [6]. Bagi sebuah perusahaan,
peningkatan efisiensi akan menjadi daya saing yang akan meningkatkan citra baik perusahaan.
Terlebih, saat ini industri jasa konstruksi telah memasuki era persaingan global.
Meskipun biaya pembuangan limbah konstruksi hanya menunjukkan angka 0,5 % dari nilai
keseluruhan proyek, namun menerapkan pengelolaan limbah konstruksi dapat meningkatkan
keuntungan hingga 5 % [7]. Guthrie (1999) menyatakan, keuntungan dari melaksanakan
pengelolaan limbah yang terdiri dari pengurangan limbah dan pelaksanaan kegiatan daur ulang
pada industri konstruksi sangatlah besar, baik dari sisi ekonomi maupun lingkungan [8].
Penelitian ini dilaksanakan untuk mencari tahu aktivitas atau faktor-faktor apa saja yang terdapat
dalam pengelolaan limbah dalam suatu proyek bangunan gedung yang akan meningkatkan
kinerja biaya.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Tinjauan Teoritis Pemanfaatan berbagai jenis material bangunan dalam proses konstruksi oleh kontraktor
menyisakan material dalam jumlah yang relatif besar. Berdasarkan Oladiran (2008), salah satu
penyebab timbulnya limbah konstruksi adalah penggunaan sumber daya yang melebihi apa yang
diperlukan untuk proses konstruksi. Menurut Craven et. al. (1994), aktivitas konstruksi
menimbulkan berbagai jenis limbah sebesar ± 20-30 % dari keseluruhan limbah di Australia.
Rogoff dan Williams (1994) menyatakan bahwa ± 29 % limbah padat di Amerika Serikat berasal
dari limbah konstruksi [9].
Limbah secara umum didefinisikan oleh Waste Management Licensing Regulation sebagai
substansi ataupun suatu objek dimana pemiliknya memiliki keinginan untuk membuangnya atau
perlu untuk dibuang [10]. Limbah didefinisikan oleh Serpell dan Alarcon (1998) sebagai segala
material hasil sampingan manusia dan kegiatan industri yang tidak memiliki nilai sisa [11].
Menurut Franklin Associates dalam jurnal EPA, limbah konstruksi merupakan material yang
sudah tidak digunakan yang merupakan hasil dari suatu proses konstruksi, perbaikan atau
perubuhan dari suatu struktur, dan menurut Tchobanoglous, Thiesen, dan Eliassen, limbah
konstruksi adalah limbah yang berasal dari konstruks, pembuatan model kembali, dan perbaikan
dari suatu tempat tinggal individu, bangunan komersial dan struktur lainnya [12].
Oktaviani (2005) menggolongkan limbah ke dalam 4 jenis yaitu [13]:
a. Limbah alami (natural waste)
Limbah yang muncul pada kondisi dimana apabila dilakukan upaya reduksi limbah justru
meningkatkan biaya.
b. Limbah langsung (direct waste)
Limbah yang biasanya terbentuk saat penyimpanan material, pemindahan material,
maupun pada saat pengerjaan.
c. Limbah tidak langsung
Limbah yang biasanya terjadi dalam hal pembelian bahan atau material. Kerugian bukan
secara fisik namun dalam hal pembayaran bahan atau material tersebut.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
d. Limbah konsekuensi
Limbah yang merupakan konsekuensi dari adanya kerusakan-kerusakan yang
memerlukan perbaikan sehingga kontraktor harus mengeluarkan biaya ekstra.
Gavilian dan Bernold (1994) menyatakan bahwa aktivitas dalam proses konstruksi yang
berpotensi menimbulkan limbah dapat diklasifikasikan menjadi enam, yaitu perencanaan,
pengadaan, pemindahan material, operasi, residu, dan aktivitas lain [14].
Material konstruksi dalam sebuah proyek dapat dibedakan menjadi dua yaitu material permanen
dan material sementara. Material permanen merupakan material yang dibutuhkan oleh kontraktor
untuk membentuk bangunan dan sifatnya melekat tetap sebagai elemen bangunan. Sedangkan
material sementara adalah material yang dibutuhkan oleh kontraktor dalam membangun proyek,
tetapi tidak akan menjadi bagian dari bangunan setelah digunakan [15]. Beberapa material yang
sering digunakan dalam konstruksi bangunan gedung dan menghasilkan limbah adalah:
a. Baja tulangan
Baja tulangan sifatnya sangat dominan dalam pembangunan proyek konstruksi. Hal ini
dikarenakan baja tulangan berperan dalam membentuk struktur beton bertulang sebagai
struktur utama dalam sebuah bangunan [16]. Selain itu, besi memiliki nilai ekonomi yang
sangat tinggi. Besi tulangan yang sudah tidak digunakan lagi dapat didaur ulang atau
digunakan kembali oleh karenanya besi tulangan masih memiliki nilai sisa.
b. Beton
Beton merupakan salah satu material bangunan yang paling banyak dijumpai dalam
konstruksi bangunan. Salah satu alasan banyaknya penggunaan beton adalah
kemudahannya untuk membentuk dan melakukan finishing. Apabila beton memiliki sisa,
maka beton dapat digunakan untuk pekerjaan lain seperti pembuatan kanstin, pembuatan
tahu beton untuk kepentingan pengecoran, maupun pembuatan ornamen arsitektural [17].
c. Mortar
Mortar merupakan campuran antara semen, air, dan pasir. Dalam proses konstruksi,
mortar digunakan untuk pekerjaan pasangan bata merah, pasangan pondasi batu kali, dan
plesteran penutup dinding. Mortar berpotensi besar untuk menghasilkan limbah
konstruksi mengingat karakter pembuatannya, yaitu dengan mencampur material semen,
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
pasir, dan kapur di suatu tempat dan kemudian didistribusikan menggunakan ember ke
lokasi pekerjaan untuk digunakan pada berbagai jenis pekerjaan. Aktivitas pencampuran,
transportasi dan pelaksanaan pekerjaan inilah yang berpotensi menimbulkan limbah [18].
d. Tiang Pancang
Penggunaan tiang pancang yang dicetak di pabrik dalam sebuah bangunan sangat
bergantung pada kedalaman tanah keras di lapangan. Namun dalam pelaksanaannya,
kedalaman tanah keras sangat dimungkinkan bervariasi. Variasi inilah yang menyebabkan
terjadinya pemotongan tiang pancang prafabrikasi yang menimbulkan limbah konstruksi
dengan jumlah yang relatif besar [19].
e. Tanah
Sebuah bangunan seringkali tidak dibangun pada lahan yang siap dikerjakan. Artinya,
sebelum memulai proses pelaksanaan konstruksi, diperlukan pembersihan lahan untuk
menghilangkan segala sesuatu yang dapat memengaruhi kekuatan bangunan seperti
membuang lapisan humus pada tanah. Selain itu, proses pengerjaan struktur bawah
memerlukan penggalian tanah sehingga tanah menjadi salah satu material limbah yang
perlu dikeluarkan dari areal proyek.
f. Bekisting
Beton digunakan pada pembangunan berbagai struktur dengan berbagai bentuk. Untuk
membentuk beton agar sesuai dengan rancangan, diperlukan cetakan atau yang sering
disebut dengan bekisting. Bekisting ini merupakan sebuah unsur yang sangat penting
dalam pengecoran beton. Bekisting haruslah terbuat dari material yang dapat digunakan
berulang kali, mudah dibongkar pasang dan dipindahkan, rapat air, dan berdaya lekat
rendah terhadap beton [20]. Salah satu material yang banyak digunakan dalam bekisting
adalah kayu dan triplek. Bekisting yang tidak digunakan kembali kemudian menjadi
limbah konstruksi.
g. Keramik
Keramik sudah umum digunakan di setiap bangunan sebagai penutup dinding atau
penutup lantai. Seringkali, dalam pemasangan keramik diperlukan ukuran yang tidak
tersedia di pasaran sehingga keramik yang ada di pasar harus dipotong sesuai dengan
kebutuhan. Pemotongan keramik ini akan menghasilkan limbah konstruksi.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Pengelolaan limbah konstruksi secara hierarkial dapat digambarkan melalui diagram berikut ini:
Gambar 1. Hierarki Pengelolaan Limbah Konstruksi Sumber: Yuan; Shen, 2010 [21]
Berdasarkan diagram piramida di atas, dapat dipaparkan dampaknya terhadap lingkungan.
Semakin ke atas, maka dampak terhadap lingkungannya akan semakin kecil.
Reduce atau mengurangi mengacu pada pengurangan sumber limbah dan optimalisasi sumber
daya. Cara ini merupakan cara pencegahan sebelum limbah menjadi masalah fisik [22]. Dengan
melakukan identifikasi aktivitas proses konstruksi yang menghasilkan limbah pada tahap
perencanaan akan menurunkan potensi timbulnya limbah pada tahap konstruksi. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara [23]:
a. Perencanaan yang didasarkan pada ukuran standar material yang ada di pasaran untuk
semua material bangunan yang akan digunkaan. Hal ini bertujuan untuk menghindari
terjadinya limbah yang dihasilkan dari sisa pemotongan material.
b. Perencanaan ruang didasarkan pada aspek fleksibilitas. Hal ini bertujuan untuk
menghindari timbulnya limbah bila terjadi perubahan perencanaan.
Reuse atau menggunakan kembali limbah merupakan pemindahan kegunaan suatu barang ke
kegunaan lain [24]. Reuse mengacu pada membalik bagian dari aliran limbah untuk digunakan
berulang pada tujuan yang sama [25]. Cara ini merupakan cara yang paling baik setelah
mengurangi limbah tetap menghasilkan limbah.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Recycle atau daur ulang limbah konstruksi merupakan pemisahan dan pendaurulangan material
limbah yang dapat ditingkatkan nilainya yang timbul saat proses konstruksi atau renovasi.
USEPA (1995) mendefinisikan mendaur ulang dengan memisahkan, mengumpulkan, memproses,
memasarkan, dan menggunakan material yang sebenarnya akan dibuang [26]. Proses daur ulang
masih langka untuk dilakukan di dalam sebuah proyek konstruksi. Oleh karenanya, pada
penelitian ini tidak mencantumkan variabel recycle atau daur ulang beserta sub variabelnya.
Limbah yang tetap muncul meskipun telah melalui proses-proses pengelolaan limbah konstruksi
seperti mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang, akan dikeluarkan dari lokasi
proyek. Biasanya, limbah-limbah ini dibuang ke Tempat Penampungan Akhir (TPA)
menggunakan kendaraan truk. Mengeluarkan limbah dari lokasi proyek berarti juga
mengeluarkan uang. Pilihan lain untuk mengeluarkan limbah dari lokasi proyek adalah
memberikan limbah tersebut secara cuma-cuma atau menjualnya kepada orang lain seperti
pemulung atau organisasi pengepul limbah untuk mereka dapat gunakan kembali atau daur ulang.
Kinerja biaya merupakan hasil dari suatu pengendalian biaya selama masa pelaksanaan proyek.
Dimana pengendalian biaya merupakan suatu proses monitoring status terkini terhadap anggaran
biaya pelaksanaan dan perubahan yang terjadi terhadap rencana anggaran pelaksanaan [27].
Salah satu perbedaan antara proyek yang menerapkan pengelolaan limbah konstruksi dengan
yang tidak menerapkan adalah pada kemungkinan terjadinya peningkatan kinerja biaya proyek.
Macozoma (2000) mengatakan, biaya limbah mempengaruhi daya saing kontraktor, membuatnya
sulit bertahan hidup dalam lingkungan yang kompetitif [28]. Timbulan limbah berarti
pengurangan pendapatan bagi kontrakor akibat biaya ekstra pada biaya overhead dan
keterlambatan pelaksanaan yang menimbulkan produktivitas yang lebih rendah [29]. Egan (1998)
mengatakan, satu langkah untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi di industri konstruksi adalah
dengan mengurangi limbah di seluruh tahapan proses konstruksi [30]. Metode Penelitian Strategi penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey. Kerlinger (1996)
mengatakan bahwa penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan baik pada populasi besar
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
maupun yang kecil, namun data yang dipelajari merupakan data dari sampel yang diambil dari
populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan antar
variabel sosiologis maupun psikologis [31]. Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian
menggunakan kuesioner pada pakar dan responden mengenai faktor apa saja dalam aspek
pengelolaan limbah yang akan mempengaruhi peningkatan kinerja biaya. Kuesioner atau angket
adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respons
(responden) sesuai dengan permintaan pengguna (Riduwan, 2006, 99) [32].
Pada penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) atau variabel yang menjadi sebab atas
adanya perubahan adalah aspek pengelolaan limbah konstruksi. Variabel ini kemudian diturunkan
menjadi 36 sub variabel yang menggambarkan kegiatan-kegiatan apa saja yang ada dalam
pengelolaan limbah konstruksi. Sedangkan variabel terikat (Y) atau variabel yang menjadi akibat
atas adanya variabel bebas dalam penelitian ini adalah kinerja biaya.
Tabel 1. Variabel Penelitian
No Variabel Sub - No Sub Variabel Ref.
X1 Reuce
X1 Merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material pasaran 2,5 X2 Menyimpan material dengan baik agar tidak mengalami kerusakan 2,5 X3 Melakukan estimasi penggunaan material dengan akurat 2 X4 Memilih metode konstruksi yang tepat 2 X5 Menggunakan bahan bekisting dari plasterboard 1,3 X6 Perencanaan pengurangan limbah beton 1,3,4 X7 Perencanaan pengurangan limbah besi 1,3,4 X8 Penggunaan container sebagai kantor proyek 1,3
X9 Memesan barang (dengan mempertimbangkan ukuran) yang dapat meminimalkan pemotongan/ pembuangan
5
X10 Meminta pemaketan/ pengemasan yang minimal 5
X2 Reuse
X11 Menggunakan kembali limbah kayu 5 X12 Menggunakan kembali limbah puing-puing bongkaran 5 X13 Menggunakan kembali limbah besi tulangan baja 5 X14 Menggunakan kembali limbah kertas atau plastik 5 X15 Menggunakan kembali limbah bata, keramik, genteng 5
X16 Menggunakan kembali limbah logam bukan besi termasuk kaleng dan kontainer
5
X17 Menggunakan kembali limbah sisa tanah galian 5 X18 Menggunakan kembali limbah kelebihan agregat 5 X19 Menggunakan kembali limbah beton menjadi cansteen 1 X20 Penggunaan air secara berulang 1,3,4
X3 Disposal
X21 Menjual limbah kayu 5 X22 Menjual limbah puing puing bongkaran 5 X23 Menjual limbah besi tulangan atau baja 5 X24 Menjual limbah kertas atau plastik 5 X25 Menjual limbah bata, keramik, genteng 5
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Tabel 1. (Sambungan)
Sumber: Olahan Sendiri Keterangan:
1. PP Guideline
2. Wulfram Ervianto (2012)
3. Bayu Adikusumo (2010)
4. Suratman (2010)
5. Oktaviani Fransisca (2003)
6. Asiyanto (2005)
7. Imam Suharto (1997)
8. PMBOK fouth edition (2008)
Dalam kuesioner penelitian ini akan digunakan skala pengukuran nominal dan ordinal. Skala
pengukuran nominal digunakan pada saat melakukan validasi pakar pada tahap 1. Sedangkan
skala ordinal digunakan pada penyebaran ke responden pada tahap 2. Skala nominal hanya dapat
dibedakan berdasarkan sifat fisiknya, yaitu ya atau tidak. Dengan skala ordinal, dapat
dimungkinkan variabel yang ada disusun menurut peringkatnya masing-masing, mulai dari yang
paling lemah hingga yang paling kuat pengaruhnya. Skala pengukuran ordinal yang digunakan
untuk variabel X pada penelitian ini bertingkat yang terdiri dari : 1 = Tidak ada pengaruh (0%); 2
= Kurang Berpengaruh (0% - <1%); 3 = Cukup Berpengaruh (1% - <2%); 4 = Berpengaruh (2%
- <3%); 5 = Sangat Berpengaruh (≥3%), sedangkan untuk variabel Y terdiri dari 1 = Buruk
(Adanya peningkatan biaya proyek); 2 = Tidak Berpengaruh (Tidak ada perubahan biaya proyek);
No Variabel Sub - No Sub Variabel Ref.
X3 Disposal
X26 Menjual limbah logam bukan besi termasuk kaleng dan kontainer 5 X27 Menjual limbah sisa tanah galian 5 X28 Menjual limbah kelebihan agregat 5 X29 Memberi dengan cuma-cuma limbah kayu 5 X30 Memberi dengan cuma-cuma puing-puing bongkaran 5 X31 Memberi dengan cuma-cuma limbah besi tulangan atau baja 5 X32 Memberi dengan cuma-cuma limbah kertas atau plastik 5 X33 Memberi dengan cuma-cuma limbah bata, keramik, genteng 5
X34 Memberi dengan cuma-cuma limbah logam bukan besi termasuk kaleng dan kontainer
5
X35 Memberi dengan cuma-cuma limbah sisa tanah galian 5 X36 Memberi dengan cuma-cuma limbah kelebihan agregat 5
Y Kinerja Biaya Y1 Peningkatan kinerja biaya 6,7,8
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
3 = Sedang (Ada pengurangan biaya proyek sebesar < 1 %); 4 = Baik (Ada pengurangan biaya
proyek sebesar 1-3 %); 5 = Sangat baik (Ada pengurangan biaya proyek sebesar > 3 %) [33].
Untuk menganalisis data yang didapatkan dari responden, digunakan analisis statistik dengan
bantuan perangkat lunak SPSS versi 20. Analisis yang dilakukan adalah analisis deskriptif, uji
validitas, uji korelasi, analisis faktor, analisis regresi dan uji model. Analisis dilakukan untuk
melihat tingkat pengaruh dari setiap sub variabel yang ada dalam pengelolaan limbah konstruksi
terhadap peningkatan kinerja biaya serta mendapatkan faktor-faktornya yang dominan. Hasil Penelitian Pengumpulan data tahap 1 atau validasi pakar ini merupakan langkah pertama dalam proses
pengambilan data. Proses ini akan memastikan bahwa variabel dan subvariabel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sesuai untuk dilakukan penelitian. Pakar dalam penelitian ini
berjumlah 5 orang dan berasal dari berbagai instansi dengan pengalaman minimal 17 tahun
sehingga dapat dipastikan bahwa pakar-pakar ini telah memahami dengan sangat baik bagaimana
sebuah proyek berlangsung. Berdasarkan pakar atas seluruh variabel penelitian, tidak ada satu
variabel pun yang dihilangkan namun beberapa variabel mengalami perubahan tata bahasa agar
mudah dimengerti oleh responden yang lebih sering berada di proyek. Variabel dan sub variabel
penelitian yang telah dikonsultasikan kepada pakar pada proses sebelumnya, kemudian
disebarkan kepada para responden yang ada pada proyek-proyek konstruksi gedung bertingkat.
Sebanyak 48 kuesioner disebarkan di proyek-proyek yang ada di area Jabodetabek melalui
penyebaran langsung di lokasi proyek maupun via telepon. Dari sebanyak 48 kuesioner tersebut,
hingga batas akhir pengumpulan kuesioner yang telah penulis tentukan terkumpul 40 kuesioner
yang setara dengan pengembalian 83,33 % dari seluruh kuesioner yang disebarkan. Responden
memiliki pendidikan terakhir vokasi, sarjana, maupun pascasarjana dengan pengalaman bekerja
di atas 5 tahun, dan memegang jabatan project manager atau setara, construction manager atau
setara, site manager atau setara, dan site engineer atau quantity surveyor atau quality control atau
setara. Dari data-data yang didapatkan dari para responden, dilakukan analisis statistik yang mana
uji validitas dan uji korelasi bersifat mengeliminasi sehingga 5 sub variabel yaitu X3, X4, X5,
X15, dan X16 dinyatakan tidak valid dan 3 sub variabel yaitu X2, X8, dan X17 dinyatakan tidak
berkorelasi. 8 Sub variabel ini kemudian tidak diikutsertakan pada uji statistik berikutnya.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Selanjutnya dilakukan analisis faktor untuk melihat apakah seluruh variabel hasil analisa korelasi
saling berhubungan (inter-dependent antar variabel) sehingga akan menghasilkan
pengelompokkan dari banyak variabel menjadi hanya beberapa variabel baru atau faktor agar
mudah untuk dikelola.
Setelah analisis faktor, kemudian dilaksanakan analisis regresi. Analisis regresi dilakukan untuk
mempelajari bagaimana eratnya hubungan antara satu atau beberapa variabel independen (X)
dengan satu variabel dependen (Y). Variabel-variabel yang telah melalui analisa faktor menjadi
input analisis regresi. Analisis menggunakan bantuan program SPSS 20. Analisis dilakukan
berkali-kali (literasi) hingga muncul 6 variabel pada modelnya, sesuai dengan jumlah komponen
analisa faktor.
Gambar 2. Grafik Scatterplot untuk Semua Responden Sumber: Olahan SPSS 20 Maka berdasarkan metode di atas, persamaan regresi linear yang dihasilkan adalah:
Y = f(x)
Y = 1,078 + 0,086X19 + 0,216X7 + 0,315X13 + 0,202X9 + 0,117X1 - 0,108X11
Dimana:
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Y = Besaran peningkatan kinerja biaya
X19 = Menggunakan kembali limbah beton menjadi cansteen, car stop, dan paving block
X7 = Perencanaan pengurangan limbah besi dengan bar bending schedule
X13 = Menggunakan kembali limbah besi tulangan baja
X9 = Memesan barang dengan ukuran sesuai gambar atau desain (cutting list)
X1 = Merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material pasaran
X11 = Menggunakan kembali limbah kayu
Uji model yang dilakukan berupa uji koefisien determinasi atau R2 – Test, Uji F (F-Test), Uji t (t
– Test), dan Uji Autokorelasi (Durbin-Watson Test). Analisa regresi yang telah dilakukan
menghasilkan nilai Adjusted R2 sebesar 0,694. Nilai ini telah melebihi 0,50 sehingga dapat
dikatakan bahwa model di atas mampu menjelaskan variasi dari variabel dependen sebesar 69,4
%. Sedangkan 30,6 % sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak dapat dijelaskan
dalam model tersebut. Nilai F yang akan diuji F test sebesar 13,842. Nilai ini kemudian
dibandingkan dengan nilai F dari tabel dengan tingkat signifikansi 5 %. Dengan mengetahui nilai
untuk F dari tabel F untuk regression = 6 dan residual = 28, maka didapatkan Ftabel sebesar 2,45.
Oleh karena itu, model ini memiliki nilai Ftest > Ftabel sehingga Ho ditolak atau dengan kata lain
terdapat pengaruh yang signifikan dari pengelolaan limbah konstruksi terhadap peningkatan
kinerja biaya. Nilai t untuk subvariabel X7, X13, dan X9 berada di atas nilai ttabel atau thitung >
ttabel, serta nilai sig. < 0,05. Oleh karena itu disimpulkan bahwa variabel-variabel X di atas
memiliki kontribusi dan mempengaruhi terhadap nilai Y. Untuk subvariabel X19, X1, dan X11
memiliki thitung < ttabel, serta nilai sig. > 0,05 maka subvariabel tersebut tidak memiliki kontribusi
terhadap Y. Dari analisis regresi dihasilkan nilai DW sebesar 2,226. Sedangkan melalui tabel DW
dengan signifikansi 5 % dan jumlah data (n) serta jumlah variabel independen (k) diperoleh nilai
dL sebesar 1,222 dan dU sebesar 1,726. Karena 2,226 > dU maka disimpulkan bahwa tidak
terjadi autokorelasi positif dan (4 – d) = 1,774 > dU maka disimpulkan bahwa tidak terjadi
autokorelasi negatif.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Pembahasan Besi tulangan merupakan salah satu limbah yang masih memiliki nilai sisa yang tinggi. Besi
tulangan ini sangat baik untuk dapat digunakan kembali atau didaur ulang. Tingkat penggunaan
kembali besi tulangan sangatlah tinggi [34]. Persentase limbah tulangan rata-rata untuk seluruh
jenis bangunan berkisar sekitar 5,3% [35]. Di lapangan, penggunaan limbah tulangan ini terbagi
menjadi dua, yakni untuk produk dan untuk temporary facilities. Untuk penggunaan yang
berkaitan dengan produk, besi tulangan bekas ini digunakan menjadi pengaku panel precast dan
lefting hook. Sehingga tulangan bekas ini akan menjadi bagian dari bangunan yang dibangun.
Selain itu, tulangan bekas dapat digunakan kembali menjadi bagian-bagian dari temporary
facilities yang sangat dibutuhkan di proyek. Limbah jenis ini digunakan untuk dudukan lampu
proyek, tempat sampah, railing, dan sebagainya. Dengan penggunaan kembali limbah baja ini,
maka tidak diperlukan pembelian material khusus untuk pengaku panel precast maupun lefting
hook-nya serta temporary facilities yang dapat diperoleh dari limbah-limbah yang ada. Dengan
begitu, terdapat cost saving yang akan meningkatkan kinerja biaya kontraktor.
Dalam sebuah konstruksi beton bertulang yang sudah awam digunakan di industri konstruksi,
selain diperlukan beton juga diperlukan besi tulangan yang menjadi perkuatan beton itu sendiri.
Diperlukan besi tulangan dalam jumlah yang besar untuk konstruksi sebuah bangunan. Material
besi tulangan memakan biaya yang cukup besar mengingat harga yang cukup mahal dengan
kebutuhan yang cukup besar. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penjadwalan khusus yang
menghitung kebutuhan besi tulangan dalam sebuah konstruksi atau yang disebut dengan bar
bending schedule (BBS). Dengan dibuatnya BBS ini, dapat dilakukan penghematan penggunaan
besi tulangan. Dalam BBS ini, dapat diketahui bahwa besi digunakan untuk apa saja dan kapan
saja. Besi tulangan yang mengalami pemotongan akan memiliki sisa potongan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan lain dalam proyek yang tertulis dalam BBS itu sendiri. Dengan
begitu, limbah sisa potongan besi tulangan akan menjadi sangat minimal. Sebelum adanya BBS,
menurut wawancara terhadap pakar, sisa potongan-potongan besi tulangan biasanya akan diambil
oleh pekerja konstruksi untuk kemudian dijual sehingga pekerja tersebut mendapatkan
keuntungan. Hal ini sangatlah merugikan proyek. Oleh karena itu, dengan BBS hal ini dapat
diminimalisasi. Limbah besi tulangan menjadi minimal sehingga akan mengurangi biaya
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
pembelian besi tulangan dan pembuangannya. Dengan begitu, keuntungan dan kinerja biaya
kontraktor akan meningkat.
Beton merupakan salah satu material yang menjadi komponen struktural maupun non struktural.
Penggunaan beton yang mudah serta kekuatannya membuat beton menjadi salah satu komponen
bangunan yang selalu ada dalam setiap proyek. Tingkat penggunaan kembali limbah beton
mencapai 0,90 dari 1,00 dikarenakan salah satunya adalah pertimbangan limbah sehingga
memesan beton lebih 5 % hingga 10 % [36]. Berdasarkan wawancara dengan pakar, pada
dasarnya pada setiap proyek selalu berusaha untuk mengurangi limbah beton ini salah satunya
adalah meminimalisasi wastage dalam pemesanan beton hingga mencapai 0 % serta juga
mempertimbangkan bahwa di dalam struktur beton itu sendiri masih terdapat besi tulangan
sehingga akan mengurangi volume beton. Tetapi tak dapat dielakkan bahwa limbah beton ini
sering kali muncul. Dalam proyek, limbah beton ini digunakan kembali menjadi komponen-
komponen non-struktural misalnya car stop. cansteen, dan paving block. Dengan digunakannya
kembali limbah beton, maka meminimalisasi pembuangan ke TPA yang akan membuat biaya
pembuangan juga minimal. Dengan begitu, kinerja biaya proyek akan meningkat.
Dengan memesan barang dengan ukuran sesuai gambar atau desain atau cutting list berarti
mengurangi pemotongan di lokasi proyek. Mengurangi pemotongan material di lokasi proyek
akan membawa proyek meminimalisasi limbah konstruksinya. Di lapangan, penggunaan cara ini
dilakukan biasanya dalam bentuk kerjasama ke pabrik-pabrik atau manufaktur dari material yang
akan digunakan dalam proyek. Salah satu contohnya adalah pemesanan wiremesh atau jaringan
baja tulangan. Wiremesh dipesan sesuai dengan kebutuhan di dalam proyek misalkan untuk
pengecoran plat lantai. Selain itu masih terdapat banyak hal lain yang dapat dilakukan dalam
metode ini, seperti pemesanan baja untuk struktur yang sudah dipotong sesuai kebutuhan di
proyek sehingga tinggal dilakukan proses perakitan atau assembling di lapangan. Begitu juga
untuk keperluan kabel. Kabel dipesan sesuai dengan panjang yang dibutuhkan di proyek sehingga
tidak perlu dilakukan pemotongan-pemotongan lagi yang akan menimbulkan limbah. Dengan
mengurangi limbah, maka semakin berkurang biaya untuk membuang limbah yang mencakup
biaya transportasi dan biaya pembuangan ke TPA sehingga kinerja biaya proyek atau pendapatan
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
kontraktor akan meningkat dan kontraktor akan memiliki daya saing yang lebih tinggi serta
memiliki citra yang baik dalam aspek kelestarian lingkungan.
Salah satu penyebab munculnya limbah konstruksi yang berkaitan dengan desain adalah
kurangnya pengetahuan mengenai dimensi material di pasaran [37]. Dengan merencanakan
dimensi bangunan sesuai dimensi di pasaran maka tidak diperlukan potongan-potongan yang
akan mengakibatkan timbulnya limbah. Meskipun berdasarkan tanggapan pakar, pada dasarnya
desain yang sesuai dengan keinginan owner sulit dikalahkan oleh pertimbangan lainnya seperti
aspek ekologi, salah satunya pengelolaan limbah konstruksi. Dengan begitu, desain bangunan
tidak serta merta menyesuaikan dengan program pengurangan limbah konstruksi. Namun bukan
berarti cara ini tidak dapat dilakukan untuk pengurangan jumlah limbah. Di lapangan,
penggunaan cara ini lebih ditekankan pada penggunaan besi tulangan dengan cara overlap.
Dengan cara ini, besi tidak perlu dipotong-potong melainkan hanya disambung secara overlap.
Selain itu, merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material di pasaran juga digunakan
untuk pemasangan cladding. Desain arsitektural disesuaikan dengan dimensi material yang ada.
Hal ini berlaku juga untuk penggunaan marmer dan keramik penutup lantai. Dengan begitu,
limbah konstruksi dapat diminimalisasi sehingga tidak perlu melakukan pembuangan secara
berkala ke TPA yang mengeluarkan biaya transportasi dan pembuangannya.
Kayu di dalam proyek digunakan untuk berbagai keperluan, salah satunya keperluan formwork
atau bekisting. Tingkat penggunaan kembali limbah kayu ini cukup tinggi hingga mencapai 0,80
dari 1,00 [38]. Limbah kayu merupakan salah satu limbah yang mudah untuk digunakan kembali
untuk berbagai keperluan, salah satunya adalah temporary facilities. Sama halnya dengan
pendapat pakar, bahwa limbah kayu di dalam proyek sering digunakan untuk pekerjaan fasilitas
sementara seperti perbaikan-perbaikan yang membutuhkan kayu, bedeng pekerja, tempat duduk,
dan tempat sampah. Biasanya, untuk mengurangi jumlah limbah kayu digunakanlah material
bekisting yang lebih tahan lama dan kuat, seperti baja atau alumunium sehingga juga menjadi
ramah lingkungan. Dengan berkurangnya jumlah limbah kayu, yang di dalam proyek biasanya
sangat besar jumlahnya, maka berkurang pula biaya pembuangan ke TPA sehingga meningkatkan
keuntungan kontraktor dan kinerja biayanya.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
Tabel 2. Kegiatan Reduce dan Reuse Material
Reduce (mengurangi) Reuse (menggunakan kembali)
Besi Tulangan
Melaksanakan bar bending schedule, pemesanan wiremesh, penggunaan besi tulangan dengan cara overlap,
Produk: pengaku panel precast dan lefting hook; Temporary facilities: dudukan lampu proyek, tempat sampah, dan railing
Beton Mempertimbangkan waste hingga 0% dan volume besi tulangan yang mengurangi volume beton
Digunakan kembali menjadi komponen-komponen non-struktural misalnya car stop, cansteen, dan paving block
Kayu -
Digunakan untuk temporary facilities dan perbaikan-perbaikan yang membutuhkan kayu, bedeng pekerja, tempat duduk, dan tempat sampah
Lain-lain
Merencanakan dimensi bangunan sesuai dimensi material di pasaran untuk pemasangan cladding, penggunaan marmer dan keramik penutup lantai, pemesanan kabel sesuai dengan panjang yang diperlukan dalam proyek
-
Sumber: Olahan Sendiri Kesimpulan Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui tahapan-tahapan penelitian sebelumnya, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat enam faktor dominan dari pengelolaan limbah konstruksi
yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja biaya proyek yaitu menggunakan kembali limbah
beton menjadi cansteen, car stop, dan paving block, perencanaan pengurangan limbah besi
dengan bar bending schedule, menggunakan kembali limbah besi tulangan baja, memesan barang
dengan ukuran sesuai gambar atau desain (cutting list), merencanakan dimensi bangunan sesuai
dimensi material pasaran, dan menggunakan kembali limbah kayu. Saran Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah:
a. Memperbanyak jumlah responden dan proyek agar didapatkan hasil penelitian yang lebih
akurat.
b. Melakukan studi kasus pada beberapa proyek dengan karakteristik yang sama agar
diperoleh besaran atau persentase peningkatan kinerja biaya akibat dilakukannya
pengelolaan limbah konstruksi.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
c. Melakukan penelitian lanjutan yang meneliti keuntungan dari pengelolaan limbah
konstruksi seperti peningkatan produktivitas dan kualitas. Daftar Referensi [1] W. Lu, H. Yuan, J. Li, J. Hao, X. Mi, Z. Ding. An Empirical Investigation of Construction
and Demolition Waste Generation Rates in Shenzhen City, South China. Elsevier. 2010 [2] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 132. [3] M. Abduh. Konstruksi Ramping Untuk Mencapai Konstruksi Yang Berkelanjutan. Seminar
Nasional “Sustainability dalam Bidang Material, Rekayasa, dan Konstruksi Beton”, ITB, 4 Desember 2007. hal. 213.
[4] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada
Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. hal. 63. [5] L. Y. Shen, V. Tam, C. M. Tam, S. Ho. Material Wastage in Construction Activities – a
Hong Kong Survey. Griffith University, 2002. [6] Suratman. 2010. Pengaruh Penerapan Green Construction Terhadap Kinerja Biaya Proyek
Di Lingkungan PT. PP (Persero) Tbk. Tesis. Universitas Indonesia. [7] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada
Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. [8] L. Y. Shen, V. Tam, C. M. Tam, S. Ho. Material Wastage in Construction Activities – a
Hong Kong Survey. Griffith University, 2002. [9] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 131. [10] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada
Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. [11] Tam, Vivian W.Y., Tam, C.M. A Review on the Viable Technology for Construction Waste
Recycling. Elsevier. 2006. [12] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada
Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. [13] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada
Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
[14] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta: Penerbit Andi. hal. 133.
[15] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 135. [16] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 136. [17] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 140. [18] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 141. [19] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 133. [20] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 106. [21] Yuan, Hongping., Shen, Liyin.. Trend of the Research on Construction and Demolition
Waste Management. Elsevier. (2010) [22] Yeheyis, Muluken; Hewage, Kasun; Alam, M. Shahria; Eskicioglu, Cigdem; Sadiq, Rehan.
An Overview of Construction and Demolition Waste Management in Canada: A Lifecycle Analysis Approach to Sustainability. Springer. 2012.
[23] Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau. Yogyakarta:
Penerbit Andi. hal. 144. [24] Fransisca, Oktaviani. 2003. Faktor-Faktor Penggunaan Kembali Limbah Konstruksi Pada
Proyek Konstruksi Gedung di Jakarta. Skripsi. Universitas Indonesia. [25] Yeheyis, Muluken; Hewage, Kasun; Alam, M. Shahria; Eskicioglu, Cigdem; Sadiq, Rehan.
An Overview of Construction and Demolition Waste Management in Canada: A Lifecycle Analysis Approach to Sustainability. Springer. 2012.
[26] Yeheyis, Muluken; Hewage, Kasun; Alam, M. Shahria; Eskicioglu, Cigdem; Sadiq, Rehan.
An Overview of Construction and Demolition Waste Management in Canada: A Lifecycle Analysis Approach to Sustainability. Springer. 2012.
[27] Project Management Institute, (2008). A Guide to the Project Management Body of
Knowledge, 4th Edition. [28] L. Muhwezi, L.M. Chamuriho, N.M. Lema. An investigation into Materials Wastes on
Building Construction Projects in Kampala-Uganda. Scholarly Journals, Tanzania. 2012
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013
[29] Skoyles, E.R. and Skoyles, J.R. (1987). Waste prevention on site. London: Mitchell [30] L. Muhwezi, L.M. Chamuriho, N.M. Lema. An investigation into Materials Wastes on
Building Construction Projects in Kampala-Uganda. Scholarly Journals, Tanzania. 2012 [31] Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. hal. 49. [32] Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung: Alfabeta. hal. 99. [33] Suratman. 2010. Pengaruh Penerapan Green Construction Terhadap Kinerja Biaya Proyek
Di Lingkungan PT. PP (Persero) Tbk. Tesis. Universitas Indonesia. [34] V. W. Y. Tam. Rate of Reusable and Recyclable Waste in Construction. Second International
Conference on Sustainable Construction Materials and Technologies. Universita Politecnica delle Marche, Ancona, Italy. 2010.
[35] L. Y. Shen, V. Tam, C. M. Tam, S. Ho. Material Wastage in Construction Activities – a
Hong Kong Survey. Griffith University, 2002. [36] V. W. Y. Tam. Rate of Reusable and Recyclable Waste in Construction. Second International
Conference on Sustainable Construction Materials and Technologies. Universita Politecnica delle Marche, Ancona, Italy. 2010.
[37] L. Muhwezi, L.M. Chamuriho, N.M. Lema. An investigation into Materials Wastes on
Building Construction Projects in Kampala-Uganda. Scholarly Journals, Tanzania. 2012 [38] V. W. Y. Tam. Rate of Reusable and Recyclable Waste in Construction. Second International
Conference on Sustainable Construction Materials and Technologies. Universita Politecnica delle Marche, Ancona, Italy. 2010.
Faktor-Faktor yang ..., Lugas Trias Pamungkas, FT UI, 2013