BAYI HIPERBILIRUBINEMIA
-
Upload
kokorostu-mastemamma -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of BAYI HIPERBILIRUBINEMIA
ASUHAN KEPERAWATAN BAYI HIPERBILIRUBINEMIA
A. Definisi
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus atau warna kuning pada kulit atau dan organ – organ akibat akumulasi
bilirubin pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
a) Timbul pada hari kedua-ketiga
b) Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
d) Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
e) Ikterus hilang pada 10 hari pertama
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai
yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup
bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak
terutama pada Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus
merah , dan Nukleus pada dasar Ventrikulus IV.
B. Etiologi
1. Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta)
, diol (steroid).
f. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
C . Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang
dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum
Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Diagram Metabolisme Bilirubin
ERITROSIT
HEMOGLOBIN
HEM GLOBIN
BESI/FE BILIRUBIN INDIREK( tidak larut dalal air )
Terjadi pada Limpha, Makofag
BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN ALBUMIN
Terjadi dalam plasma darah
MELALUI HATI
BILIRUBIN BERIKATAN DENGAN GLUKORONAT/
GULA RESIDU BILIRUBIN DIREK
( larut dalam air )
Hati
BILIRUBIN DIREK DIEKSRESI KE KANDUNG
EMPEDUMelalui
Duktus BilliarisKANDUNG EMPEDU KE
DEUDENUM
BILIRUBIN DIREK DI EKSKRESI MELALUI URINE
& FECES
D. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan
Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan
peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar
atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran
empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah ,
Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991).
Pathway :
Destruksi Sel Darah Merah
Protein plasma Bilirubin Hemoglobin
Akumulasi Globin Heme
Kejaringan
Iron - Unkonyugasi bilirubin Joundice
- Glukoronic acid
Konyugasi dari hati enzim glucoronil transferase
Konyugasi bilirubin
Glukoronicle
Empedu
Ekskresi Penyuatuan bilirubin, urobilinogen & sterkobilin
Bilirubin Urobilinogen
Menurun menurun Ekresi (warna) pada feses
dalam feses dalam urine urine
E.Manifestasi Klinik
a) Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin
indirek).
b) Anemia
c) Perbesaran hepar
d) Perdarahan tertutup
e) Gangguan nafas
f) Gangguan sirkulasi
g) Gangguan saraf
F. Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari
Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan
intensitas yang tinggi ( a boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini
terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi
menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan
ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin
berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi
terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat
menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5
mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di
Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan
untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko
Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung
antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan
karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
G.Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan :
a. Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
b. Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
Bakteri)
c. Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
H.Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
a. Kadar Bilirubin Serum berkala.
b. Darah tepi lengkap.
c. Golongan darah ibu dan bayi.
d. Test Coombs.
e. Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau 9iopsy Hepar
bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
a. Biasanya Ikterus fisiologis.
b. Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
c. Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
d.Polisetimia.
e. Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan
Hepar, sub kapsula dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang
perlu dilakukan:
a. Pemeriksaan darah tepi.
b. Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
c. Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
d. Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
a. Sepsis.
b. Dehidrasi dan Asidosis.
c. Defisiensi Enzim G6PD.
d. Pengaruh obat-obat.
e. Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
a. Karena ikterus obstruktif.
b. Hipotiroidisme
c. Breast milk Jaundice.
d. Infeksi.
e. Hepatitis Neonatal.
f. Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
a. Pemeriksaan Bilirubin berkala.
b. Pemeriksaan darah tepi.
c. Skrining Enzim G6PD.
d. Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
1.Pengkajian
a. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
b. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks
menyusui yang lemah, Iritabilitas.
a. Observasi tanda-tanda joundice secara teraturb. Joundice dipastikan dengan observasi warna kulit bayi head to toe, warna sklera
dan membran mukosac. Tekanan langsung pada kulit terutama pada tulang yang menonjol seperti
pada tulang hidung/sternum,d. Untuk kulit bayi yang hitam warna sklera, konjungtiva dan mukosa oral.e. Observasi sebaiknya dilakukan pada siang hari warna natural.
c. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
2. Diagnosa Keperawatan
Dignosa : Perubahan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake cairan inadekuat, efek phototherapy ditandai dengan terjadinya diare.
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam cairan
tubuh neonatus adekuat :
- Tidak mengalami komplikasi dari phototherapy.
- Pada bayi tidak memperlihatkan tanda-tanda iritasi mata, dehidrasi, Ketidak
stabilan temperatur, atau kerusakan kulit.
Intervensi :
1. Chek mata bayi setiap shift untuk drainage ( kekeringan mata ) atau iritasi pada mata
2. Melindungi kedua mata bayi.3. Letakakn bayi ( telanjang ) dibawah lampu4. Lakukan perubahan posisi sesering mungkin ( 1 – 2 jam )5. Monitor temperatur tubuh ( axilla )6. Rencanakan lamanya therapi, type pencahayaan, jarak lampu dengan bayi,
pembuka / penutup tempat tidur & pelindung mata bayi7. Dengan bertambah seringnya bab, bersihkan daerah perianal.8. Catat jumlah dan kualitas feses.
9. Pantau turgor kulit dan pantau intake output.
10. Beri ASI atau pemasangan ogt.
Diagnosa : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek fototerapi
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x30 menit kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan:
- Suhu dalam batas normal 36,5-37 ºc.- Tidak ada tanda-tanda hipotermi : kaki dingin.- Tidak terjadi sianosis.
Intervensi : 1. Pantau tanda-tanda vital tiap 2 jam.
2. Beri suhu lingkungan yang netral.
3. Pertahankan suhu antara 35,5 - 37 C.
4. Gunakan penutup kepala, kaos kaki dan bedong.
5. Ajarkan keluarga teknik kanggoro mother care.
6. Masukkan dalam inkubator.
Diagnosa : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan dan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4x24 jam
keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan dengan:
- Tidak ada tanda-tanda gangguan integritas kulit: lecet, kemerahan.
- Turgor kulit baik.
Intervensi:
1. Kaji warna kulit tiap 8 jam.
2. Pantau bilirubin direk dan indirek.
3. Rubah posisi setiap 2 jam.
4. Masase daerah yang menonjol.
5. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam
orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment”.
- Orang tua dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
1. Bawa bayi ke ibu untuk disusui.
2. Buka tutup mata saat disusui.
3. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya.
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan.
5. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.
Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang
diberikan pada bayi.
Tujuan dan Kriteria Hasil: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
orang tua mengerti tentang perawatan.
- Orang tua dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk menyampaikan pada tim
kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
1. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi
Tujuandan Kriteria Hasil : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam
trauma dapat dikurangi atau dihindarkan.
- Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi
hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya
konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak bicara dan
beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby Company
Doengoes, (2001). Perencanaan Asuhan Keperawatan
Price, A., & Wilson,M. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- proses
Penyakit Edisi 6, Terjemahan. Jakarta : EGC
albadroe.multiply.com/journal/item/86/Hiperbilirubinemia – Filipina
www.scribd.com/doc/8114333/ Hiperbilirubinemia
Situs Departemen Kesehatan R I. Available at www.depkes.go.id. Accesed june 15, 2008.
www.who.int/reproductivehealth/ publications/newborn_resus_citation/index.html.
Accessed June 20, 2008.
ocw.usu.ac.id/course/download/128.../kmo_slide_asfiksia.pdf
www.docstoc.com › Education › Medical School › MCAT