BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1. Profil Sekolah€¦ · BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1. Profil Sekolah€¦ · BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...
-
65
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
4.1. Profil Sekolah
SMP Kristen 1 berada di belakang kampus
UKSW, tepatnya di Jalan Kemiri Raya No. 1. Dengan
lokasi yang berdekatan dengan kampus, maka
sekolah ini sebenarnya memiliki lokasi yang mudah
dijangkau. Pada tahun ajaran 2017/2018, SMP
Kristen 1 memiliki siswa sebanyak 52 anak.
Sekolah ini memiliki sejarah yang cukup baik,
dimana SMP Kristen 1 pernah menjadi sekolah
favorit bagi masyarakat kota Salatiga. Namun, seiring
berjalannya waktu, sekolah ini mengalami
penurunan dalam jumlah siswa. Hal tersebut
dikarenakan pandangan masyarakat yang lebih
memilih anaknya bersekolah di sekolah negeri.
Saat ini, SMP Kristen 1 sedang berusaha
menaikkan eksistensinya kembali. Terbukti dengan
meningkatnya akreditasi sekolah yang didapatkan
pada tahun 2017, dari C menjadi B. Kenaikkan nilai
akreditasi tersebut menjadi semangat tersendiri bagi
warga SMP Kristen 1 Salatiga. Pada Ujian Nasional
tahun ajaran 2016/2017, sekolah ini berada di
peringkat 17 dari 23 sekolah negeri dan swasta yang
-
66
ada di Salatiga. Usaha lainnya dalam meningkatkan
eksistensi sekolah adalah dengan mengikutkan
beberapa murid menjadi peserta dalam lomba-lomba
yang diadakan oleh Dinas Pendidikan maupun
sekolah lainnya. Pada tahun ini pula, beberapa
penghargaan dan juara diraih oleh murid SMP
Kristen 1 Salatiga.
Para siswa di SMP Kristen 1 tidak hanya
mendapat pendidikan secara akademik. Namun,
sekolah ini menyediakan muatan lokal Ketrampilan
Fotografi, serta beragam ekstrakurikuler seperti,
Pramuka, Seni Tari, Olah Vokal, Ketrampilan
Menjahit, Olahraga, Ketrampilan Komputer, dan
Karya Ilmiah Remaja. Sehingga, selain belajar mata
pelajaran inti, mereka juga dapat meningkatkan
ketrampilan yang dapat digunakan untuk
kehidupan. Disamping itu, SMP Kristen 1 juga
menyediakan beberapa fasilitas dan sarana
pendidikan termasuk multimedia yang dapat
mendukung proses belajar mengajar di kelas.
Terdapat 2 LCD proyektor, serta 3 buah laptop yang
dapat digunakan untuk mendukung PBM di kelas.
Selain itu, perpustakaan dan lab IPA, terdapat juga
lab komputer yang dilengkapi dengan 25 unit
komputer dan jaringan internet. Sehingga, dengan
-
67
adanya fasilitas tersebut, pada tahun ajaran
2017/2018 SMP Kristen 1 Salatiga akan
melaksanakan Ujian Nasional Berbasi Komputer
secara mandiri.
SMP Kristen 1 Salatiga memiliki guru sebanyak
15 orang, dan beberapa diantaranya mendapat tugas
tambahan sebagai Kepala Sekolah, Wakil Kepala
Sekolah, kepala Laboratorium, dan Kepala
Perpustakaan. Terdapat seorang staff administrasi
sekolah dan seorang pekarya di sekolah ini.
SMP Kristen 1 Salatiga memiliki visi yaitu
“OPTIMIS mencapai cita-cita, KREATIF dalam
berkarya, dan CINTA lingkungan berlandaskan
firman Tuhan”. Berdasarkan pada visi tersebut,
maka dirumuskanlah beberapa misi untuk dijadikan
arah dalam pencapaian visi, yaitu sebagai berikut:
1) Menumbuhkan penghayatan dan penerapan
ajaran agama dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
2) Mendorong dan membantu siswa mengenal
dan mengembangkan potensi diri, dengan
semangat keunggulan lokal dan global
bernuansa tanah air;
3) Menyelenggarakan KBM dan bimbingan secara
kreatif dan efektif serta menyenangkan untuk
-
68
mengembangkan potensi akademik dan non
akademik;
4) Menumbuhkan kepedulian terhadap
lingkungan;
5) Menyediakan sarana prasarana yang sesuai
dengan tuntutan kurikulum secara bertahap.
4.2. Kondisi Awal Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
kompetensi dan penggunaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi di kalangan guru SMP Kristen 1 masih
tergolong rendah. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan minimnya penggunaan multimedia sebagai
media pembelajaran di kelas. Jika dilihat pada
proses pembelajaran di kelas, maka masih banyak
guru yang menerapkan metode konvensional dalam
kegiatan pembelajaran. Materi pelajaran kebanyak
disampaikan dengan ceramah. Peserta didik hanya
belajar melalui teori yang disampaikan guru tanpa
mendapat gambaran yang membuat peserta didik
lebih paham. Sehingga, pengajaran yang dilakukan
dirasa belum optimal. Lebih lagi, sebagian guru
hanya terpaku pada buku yang disediakan oleh
pemerintah sebagai bahan ajar di kelas. Penggunaan
multimedia yang disediakan oleh sekolah dirasa
-
69
belum maksimal. Hal tersebut disebabkan karena
sebagian besar guru masih merasa kesulitan dalam
menggunakannya. Berdasarkan pada hasil kuisioner,
multimedia dianggap sulit untuk dipelajari karena
dirasa sudah sangat maju. Langkah-langkah yang
digunakan dalam mengoperasikan multimedia
dianggap terlalu rumit.
Hanya sebagian kecil guru yang pernah
mengikuti pelatihan multimedia pembelajaran.
Kesempatan untuk mengikuti pelatihan, hanya
datang dari agenda Dinas Pendidikan Kota Salatiga.
Lebih lagi, kesempatan tersebut hanya terbatas pada
guru mata pelajaran tertentu. Sehingga, tidak semua
guru mendapat kesempatan untuk mengikuti
pelatihan dan belajar tentang penggunaan TIK dalam
pembelajaran. Terlebih, belum pernah ada pelatihan
multimedia atau pembuatan media pembelajaran
berbasis TIK yang dilaksanakan secara mandiri oleh
sekolah. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala
Sekolah melalui penjelasan berikut
“Sekolah belum pernah mengadakan kegiatan pelatihan atau IHT, karena susah untuk mencari waktu yang semua bisa mengikuti. Masing-masing memiliki kegiatan sendiri. Sebenarnya ada keinginan untuk mengadakan IHT pada bidang-bidang tertentu. Tapi kelihatannya hal-hal yang seperti itu masih dianggap bukan kebutuhan
-
70
untuk meningkatkan ketrampilan.” (Wawancara, 15 Oktober 2017)
Anggapan bahwa pelatihan pembuatan media
pembelajaran berbasis TIK diperlukan bagi guru-
guru di SMP Kristen 1 Salatiga juga disampaikan
oleh salah seorang guru melalui pernyataan berikut
“Kalau melihat keadaan yang sekarang memang dibutuhkan. Apalagi pelatihan multimedia atau yang berhubungan dengan TIK. Itu kan diperlukan apalagi nanti kalau kita sudah pakai kurikulum 2013. Pasti akan banyak menggunakan multimedia dan pasti butuh sekali pelatihan.” (SL, wawancara 25 Oktober 2017)
Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan,
pemenuhan akan kebutuhan pelatihan menjadi satu
hal yang penting. Kebutuhan tersebut berkaitan
dengan penguasaan kompetensi TIK yang masuk
dalam ranah pedagogik yang seharusnya dikuasai
oleh setiap guru. Oleh karena itu, pelatihan
pembuatan media pembelajaran berbasi TIK menjadi
salah satu strategi yang dapat dilaksanakan untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
membuat media pembelajaran berbasis TIK, yang
pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Dalam hal ini, In-House Training menjadi pilihan
sebagai strategi untuk meningkatkan kemampuan
-
71
guru dalam membuat media pembelajaran berbasis
TIK di SMP Kristen 1. Pendekatan yang digunakan
dalam pelatihan ini adalah pendekatan andragogi
karena peserta pelatihan merupakan pembelajar
dewasa. Sehingga, dengan pendekatan andragogi,
kebutuhan belajar peserta dapat terpenuhi dengan
cara yang sesuai.
Terdapat beberapa manfaat yang didapatkan
dari pelatihan ini, antara lain dapat membuat guru
lebih terampil dalam menggunakan media TIK dalam
pembelajaran. Selain itu, kemampuan guru dalam
membuat media pembelajaran akan meningkat.
Secara umum, pelatihan ini berguna untuk
pengembangan kompetensi TIK bagi guru-guru.
Sehingga, pemenuhan kebutuhan sumber daya
manusia di SMP Kristen 1 dapat dilakukan.
4.3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan
(action research) yang bertujuan untuk mengetahui
upaya peningkatan kemampuan guru dalam
membuat media pembelajaran berbasis TIK melalui
in-house training dengan pendekatan andragogi di
SMP Kristen 1 Salatiga. In-house training
diselenggarakan di sekolah, sebab dirasa lebih efektif
-
72
dan efisien. Strategi ini dilakukan berdasarkan
pemikiran bahwa untuk meningkatkan kompetensi
TIK tidak harus dilakukan di luar lingkungan
sekolah, sehingga banyak menghemat waktu dan
biaya seperti yang diungkapkan oleh Danim (2010).
SMP Kristen 1 Salatiga sudah memiliki perangkat
komputer yang cukup baik dan berjumlah 20 set,
yang mana jumlah tersebut mencukupi untuk
kebutuhan pelatihan. Subyek penelitian ini adalah
12 guru mata pelajaran di SMP Kristen 1 Salatiga.
Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1) Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan
Oktober 2017 sampai dengan Januari 2018,
dengan rincian sebagai berikut: Need
assessment pada bulan Oktober 2017,
2) Merumuskan tujuan dan sasaran, bulan
November 2017 minggu ke-1,
3) Mengembangkan program, bulan November
2017 minggu ke-2 sampai minggu ke-3,
4) Menyusun Action Plan, bulan Desember 2017,
5) Melaksanakan program, bulan Januari 2018,
6) Monitoring, bulan Januari 2018,
7) Evaluasi, bulan Januari 2018.
-
73
4.4. Deskripsi Hasil Penelitian
4.4.1. Kondisi Pra Siklus
Tabel 4.1 Hasil Pengisian Lembar Angket
Kondisi awal kemampuan guru dalam
membuat media pembelajaran berbasis TIK dapat
dilihat dari angket yang dibagikan kepada setiap
guru serta nilai pre-test yang dilaksanakan sebelum
pelatihan. Soal-soal pada pre-test yang diberikan
tentang pengenalan dasar PowerPoint serta beberapa
bagaimana pengoperasian PowerPoint. Sebagian
besar guru masih belum memahami tentang
pembuatan media pembelajaran berbasis TIK, oleh
NoNama
Peserta
Memahami Aplikasi
Microsoft
PowerPoint
Mampu
menggunakan
Aplikasi PowerPoint
Mengikuti pelatihan media
pembelajaran berbasis TIK
Menggunakan PowerPoint
sebagai media pembelajaran
TP KP P SP TM KM M SMTidak
pernahJarang
Kadang
-kadangSering
Tidak
pernah
Kadang-
kadangSering Selalu
1 MR
2 AR
3 AY
4 WI
5 SL
6 SH
7 PT
8 TH
9 EK
10 CT
11 EN
12 WN
13 CH
14 WY
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
Total 3 7 4 0 4 6 4 0 11 2 1 0 10 3 1 0
-
74
sebab itu hanya sebagian kecil guru yang
menggunakan PowerPoint sebagai media
pembelajaran di kelas.
Data rekapitulasi perolehan skor dari hasil
observasi, angket, dan pre-test dari 12 guru dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Observasi, Angket, dan Nilai
Pre-Test
NO KATEGORI JUMLAH PRESENTASE (%)
1
Guru yang belum memahami dan kurang mahir dalam penggunaan (pengoperasian) PowerPoint.
10 72%
2
Guru yang sudah memahami dan bisa mengoperasikan PowerPoint
4 28%
3 Guru yang menggunakan PowerPoint sebagai media pembelajaran
3 25%
4
Guru yang belum menggunakan PowerPoint sebagai media pembelajaran
10 72%
5
Guru yang sudah pernah mengikuti pelatihan pembuatan media pembelajaran berbasis TIK
4 28%
-
75
NO KATEGORI JUMLAH PRESENTASE (%)
6
Guru yang belum pernah mengikuti atau mendapatkan pelatihan pembuatan media pembelajaran berbasis TIK
11 79%
7 Guru dengan nilai pre-test>76
1 8%
8 Guru dengan nilai pre-test< 76
11 92%
Sumber data: Hasil Pengolahan Hasil Observasi, Angket, dan Nilai Pre-test Sebelum Tindakan (terdapat pada lampiran)
Berdasarkan tabel 4.2, dapat diketahui bahwa
terdapat 7 guru yang belum memahami cara
penggunaan dan pengoperasian PowerPoint sebagai
media pembelajaran. Dari 5 orang guru yang sudah
memahami penggunaan PowerPoint, hanya 3 orang
guru yang menggunakannya sebagai media
pembelajaran. Jika dipresentase, hanya 25% guru
yang membuat media pembelajaran menggunakan
PowerPoint. Bahkan, dari 25% guru tersebut, tidak
semuanya sering menggunakan PowerPoint sebagai
media pembelajaran. Penggunaan PowerPoint sebagai
media pembelajaran memang cukup membantu,
hanya saja jarang sekali digunakan oleh guru-guru
di SMP Kristen 1.
-
76
Salah seorang guru di sekolah tersebut
menjelaskan mengenai penyebab guru jarang
menggunakan PowerPoint sebagai media
pembelajaran.
“Saat mengikuti pelatihan, saya bisa membuat PowerPoint. Tapi setelah pelatihan selesai saya mencoba sendiri tapi sulit. Apalagi saya sudah tua jadi sering lupa. Makanya saya jarang menggunakan PowerPoint untuk mengajar.” (SH, wawancara 28 Oktober 2017)
Guru yang lain memberikan pendapat yang
berbeda seperti berikut :
“Mungkin kalau rombelnya banyak, bikin powerpoint bisa dipakai untuk beberapa kelas. Tapi di sini kan rombelnya hanya 1 setiap angkatan. Jadi mau bikin powerpoint agak malas karena hanya untuk murid sedikit.” (SL, wawancara 25 Oktober 2017)
Berdasarkan informasi beberapa kali, sekolah
mendapat undangan supaya mengirimkan guru
untuk mengikuti pelatihan multimedia. Namun,
undangan tersebut hanya tertuju pada guru mata
pelajaran tertentu. Sehingga, hanya 3 orang guru
yang pernah mendapatkan kesempatan untuk
mengikuti pelatihan multimedia pembelajaran. Akan
tetapi, menurut pendapat salah seorang guru bahwa
setelah pelatihan tersebut, tidak semuanya
menindak lanjuti dengan baik serta mengembangkan
-
77
ketrampilan tersebut secara mandiri, seperti yang
terdapat pada penjelasan berikut
“Jika saya amati, teman-teman belum termotivasi untuk mengembangkan ketrampilan multimedia guna menunjang pembelajaran. Barangkali sudah merasa bisa sehingga tidak mau mengikuti pelatihan yang seperti itu atau mungkin malas untuk belajar.” (WN, wawancara 15 Oktober 2017)
Penjelasan di atas memberikan informasi
bahwa motivasi dirasa menjadi salah satu hal yang
menyebabkan guru tidak menindaklanjuti pelatihan
dengan baik. Belum ada keinginan yang besar dalam
mengembangkan ketrampilan secara mandiri.
Sebelum kegiatan IHT dilakukan, peserta
pelatihan diberikan pre-test yang berkaitan dengan
pengenalan serta penggunaan PowerPoint dalam
pembelajaran. Kisi-kisi soal pre-test terdiri atas
manfaat dari PowerPoint untuk pembelajaran, unsur-
unsur dalam presentasi dan PowerPoint, ikon dan
menu yang terdapat dalam Microsoft PowerPoint,
cara membuat presentesai dengan PowerPoint, serta
pengoperasian PowerPoint. Dari hasil yang didapat,
maka hanya terdapat 1 orang guru yang nilainya
lebih dari 76. Sedangkan, masih terdapat 11 orang
guru yang mendapat nilai kurang dari 76. Artinya,
masih terdapat 92% guru yang belum memahami
tentang penggunaan PowerPoint.
-
78
4.4.2. Perencanaan Siklus
Perencanaan yang dilakukan oleh peneliti di
SMP Kristen 1 Salatiga adalah :
1) Mencari kebutuhan terutama dalam hal
multimedia pembelajaran,
2) Merumuskan tujuan dan sasaran,
3) Mengembangkan program, instrumen, serta
modul yang digunakan dalam IHT,
4) Menyusun action plan yang terdiri dari
penyusunan jadwal kegiatan IHT, penetapan
peserta, penyusunan daftar hadir dan
undangan, menyiapkan ruangan dan
perlengkapan yang dibutuhkan, menghubungi
narasumber atau pelatih yang mengisi kegiatan
IHT. Pelaksanaan IHT hanya dilakukan melalui
1 siklus.
4.4.3 Pelaksanaan Siklus
Kegiatan IHT dengan pendekatan andragogi
diselenggarakan pada hari Jumat, 5 Januari 2018
sampai dengan 6 Januari 2018. Kegiatan ini
berlangsung selama 4 jam 30 menit di setiap
pertemuannya. Pelatihan pembuatan media
pembelajaran ini dilaksanakan di ruang komputer
SMP Kristen 1 Salatiga, serta diikuti oleh 12 orang
-
79
guru mata pelajaran. Pada pelatihan ini, dilakukan
kegiatan penyampaian sebanyak 8 materi
pembelajaran.
Pada pertemuan pertama, dibahas tentang
pengenalan aplikasi PowerPoint, dasar-dasar
penggunaan PowerPoint, cara mengubah dan
menyunting teks, serta menyisipkan objek pada
presentasi.
Pada pertemuan kedua, materi yang
disampaikan meliputi pengelolaan objek tabel dan
yang lainnya, mengelola animasi dan menjalankan
presentasi, pemanfaatan internet, serta cara
mengoperasikan PowerPoint dan LCD proyektor, dan
yang terakhir membuat presentasi tentang materi
pelajaran untuk 1 pertemuan.
Pada akhir pertemuan di hari kedua, peserta
mempresentasikan hasil yang sudah dibuat. Setelah
itu, peserta mengerjakan post-test. Kemudian,
peserta bersama dengan pelatih mengevaluasi
kegiatan. Dalam setiap pembelajaran terdapat tugas
atau latihan yang harus dikerjakan oleh setiap
peserta.
Adapun langkah-langkah pelatihan yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Peserta mengerjakan pre-test;
-
80
2) Pelatih menyampaikan tujuan yang akan
dicapai;
3) Pelatih dan peneliti menyiapkan media dan alat
yang dibutuhkan termasuk modul yang
digunakan;
4) Pelatih menyampaikan teknik pelatihan;
5) Curah pendapat antar pelatih dan peserta;
6) Peserta memberikan respon sesuia
pengalamannya;
7) Pelatih mulai masuk dengan materi yang
sudah dipersiapkan;
8) Pelatih memberi tugas sesuai dengan materi
yang dipersiapkan;
9) Pelatih memeriksa hasil dari tugas yang sudah
dikerjakan oleh peserta;
10) Pelatih memberikan tugas evaluasi yang akan
dipresentasikan pada pelatihan;
11) Presentasi hasil pembuatan media yang berisi
tentang materi pelajaran untuk 1 kali
pertemuan;
12) Pelatih bersama peserta membuat kesimpulan
serta evaluasi kegiatan;
13) Pelatih dan peneliti memberikan post-test;
14) Pelatih dan peneliti mengoreksi hasil pre dan
post-test;
-
81
15) Peneliti mengadakan perekapan hasil pre dan
post-test.
Sebelum dan setelah kegiatan IHT diadakan
penilaian pre dan post-test yang dimaksudkan untuk
mengukur daya serap guru dalam menerima materi
pelatihan. Hasil tersebut ditambah dengan hasil
presentasi, berguna untuk mengukur sejauh mana
peningkatan kemampuan guru dalam membuat
media pembelajaran dengan PowerPoint. Terdapat 20
soal pilihan ganda pada pre dan post test.
Tabel 4.3 Hasil Pre dan Post Test IHT
No Nama Pre-test
Post-test
Nilai Praktik
Rata-rata Nilai Akhir
Presentase Kenaikan
1 MR 40 80 79 79,5 99%
2 AR 45 80 86 83 84%
3 AY 75 80 81 80,5 7%
4 WI 70 100 86 93 33%
5 SL 90 100 100 100 11%
6 SH 65 75 75 75 15%
7 PT 65 100 95 97,5 50%
8 TH 90 100 100 100 11%
9 EK 55 60 98 79 44%
10 CT 40 95 89 92 130%
11 EN 40 75 84 79,5 99%
12 WN 55 80 95 87,5 59%
Jumlah 730 1025 1068 1046,5
Rata-rata 60,83 85,42 89 87,21
Nilai tertinggi
90 100 100 100 130%
-
82
No Nama Pre-test
Post-test
Nilai Praktik
Rata-rata Nilai Akhir
Presentase Kenaikan
Nilai terendah
40 60 75 75 7%
Nilai > 76 2 9 11 11
Nilai < 76 10 3 1 1
Sumber: Pengolahan dari hasil Pre-test, Post-test, dan nilai praktik IHT.
Tabel 4.3 memberikan informasi tentang nilai
pre-test, post-test, nilai praktik, serta nilai akhir
peserta. Selain itu, juga ditunjukan presentase
kenaikan kemampuan peserta dalam memahami dan
menggunakan PowerPoint. Dapat dilihat bahwa nilai
terendah pada pre-test adala 40 sedangkan nilai
tertinggi adalah 90. Terlihat adanya kenaikan nilai
pada post-test dimana nilai terendah adalah 60 dan
tertinggi 100. Nilai post-test dan nilai praktik
digabungkan sehingga menjadi nilai akhir.
Kemudian, dari hasil pre-test dan nilai akhir
ditariklah presentasi kenaikan dari setiap peserta.
Gambar 4.1 menunjukkan kenaikan nilai yang
diambil dari hasil pre-test dan nilai akhir. Terlihat
bahwa terjadi kenaikan nilai pada setiap guru.
Kenaikan tersebut bervariasi, ada yang mengalami
kenaikan nilai yang sangat signifikan, ada juga yang
hanya naik dengan presentase sedikit. Gambar 4.2
menunjukkan tingkat kenaikan dari masing-masing
-
83
peserta IHT. Dimana, terdapat peserta yang hanya
mengalami sedikit kenaikan. Namun, ada peserta
yang mengalami kenaikan nilai yang cukup tinggi.
Terdapat 5 orang guru yang tingkat kenaikan
nilainya lebih dari 50%.
Gambar 4.1 Hasil Pre-Test dan Rata-rata nilai akhir
Sumber: Pengolahan dari hasil Pre-test, Post-test, dan nilai praktik IHT.
Gambar 4.2 Tingkat Kenaikan Nilai Peserta
0
20
40
60
80
100
120
MR AR AY WI SL SH PT TH EK CT EN WN
Grafik Hasil Pre-Test dan Post-Test
Pre-test Rata-rata Nilai Akhir
-
84
Sumber: Pengolahan data dari kenaikan nilai pre-test dan nilai akhir
Nampak bahwa kegiatan pelatihan ini dapat
meningkatkan kemampuan peserta dalam
memahami dan menggunakan PowerPoint sebagai
media pembelajaran. Walaupun begitu, masih ada
guru yang belum mencapai nilai ketuntasan minimal.
Jika dilihat pada indikator keberhasilan, maka
penulis menentukkan nilai KKM adalah 76.
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
MR AR AY WI SL SH PT TH EK CT EN WN
Presentase Kenaikan
-
85
Penelitian ini dianggap berhasil jika sekurang-
kurangnya 10 dari 12 guru mencapai bahkan
melampaui nilai KKM. Hasil tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.3 yang berisi tentang rekapitulasi hasil
kegiatan IHT. Ditunjukkan bahwa terdapat 11
peserta yang tuntas nilainya dan hanya 1 peserta
yang belum mencapai ketuntasan dengan nilai 75.
Artinya, kegiatan IHT yang dilaksanakan di SMP
Kristen 1 terbukti dapat meningkatan kemampuan
guru dalam membuat media pembelajaran berbasis
TIK, sebab 11 peserta dapat mencapai ketuntasan.
Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Kegiatan IHT
No Kriteria Angka Persentase (%)
1 KKM 76
2 Tuntas 11 92%
3 Tidak Tuntas 1 8%
4 Rata-rata 88,25
5 Nilai tertinggi 100
6 Nilai Terendah 75
Sumber data: Pengolahan data nilai pre-test, post-test, nilai praktik, dan akhir menjadi hasil rekapitulasi.
4.4.4 Observasi
Kegiatan observasi dilakukan oleh Peneliti
bersama Kepala Sekolah SMP Kristen 1. Kegiatan ini
bertujuan untuk mengetahui keberhasilan
pelaksanaan kegiatan IHT yang merupakan kegiatan
untuk meningkatkan kemampuan guru dalam
-
86
membuat media pembelajaran berbasis TIK.
Observasi dilakukan mulai dari kegiatan awal hingga
akhir. Hasil observasi terhadap kegiatan IHT dapat
dilihat dari tabel 4.5 dan 4.6.
Tabel 4.5 Hasil Observasi Kegiatan IHT oleh Peneliti
No Langkah Kegiatan Hasil Observasi
1 2 3 4
A Kegiatan Awal
1 Penyusunan Jadwal pelatihan √
2 Sosialisasi kegiatan √
3 Penyusunan Program kegiatan √
4 Sarana kegiatan √
5 Modul Pelatihan √
6 Ketersediaan soal pre-test dan post-test
√
7 Kesiapan pelatih √
8 Pembentukan iklim belajar √
B Pelaksanaan IHT
1 Kesesuaian materi dengan tujuan √
2 Kesesuaian materi dengan kebutuhan
√
3 Kualitas materi yang diberikan √
4 Metode yang dipakai √
5 Pengelolaan waktu √
6 Keaktifan peserta √
7 Penguasaan materi oleh fasilitator √
8 Penyampaian materi √
9 Hubungan pelatih dengan peserta √
10 Kedisiplinan peserta dalam mengikuti pelatihan
√
C Kegiatan Akhir
1 Hasil post test peserta pelatihan √
2 Produk yang dihasilkan √
Jumlah skor 18 56
Sumber: Hasil Observasi yang dilakukan oleh peneliti
-
87
Pada tabel 4.5, ditunjukkan hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti. Tabel tersebut
menunjukkan nilai yang didapat pada kegiatan IHT
dari tahap perencanaan hingga akhir adalah 74 dari
total skor maksimal 80.
Hasil observasi yang dilakukan oleh Kepala
Sekolah ditunjukkan melalui tabel 4.6, dimana hasil
yang dicapai adalah 75 dari total skor maksimal 80.
Artinya, skor ketercapaian dari kegiatan IHT
mencapai 94%.
Tabel 4.6 Hasil Observasi Kegiatan IHT oleh Kepala
Sekolah
No Langkah Kegiatan Hasil
Observasi
1 2 3 4
A Kegiatan Awal
1 Penyusunan Jadwal pelatihan √
2 Sosialisasi kegiatan √
3 Penyusunan Program kegiatan √
4 Sarana kegiatan √
5 Modul Pelatihan √
6 Ketersediaan soal pre test dan post test
√
7 Kesiapan pelatih √
B Pelaksanaan IHT
1 Kesesuaian materi dengan tujuan √
2 Kesesuaian materi dengan kebutuhan
√
3 Kualitas materi yang diberikan √
4 Metode yang dipakai √
5 Pengelolaan waktu √
6 Keaktifan peserta √
-
88
No Langkah Kegiatan Hasil Observasi
1 2 3 4
7 Penguasaan materi fasilitator √
8 Penyampaian materi √
9 Hubungan pelatih dengan peserta √
10 Kedisiplinan peserta dalam mengerjakan pelatihan
√
C Kegiatan Akhir
1 Hasil post test peserta pelatihan √
2 Produk yang dihasilkan √
Jumlah skor 15 60
Sumber: Hasil Observasi yang dilakukan oleh peneliti
Berdasarkan pada tabel 4.5 dan 4.6, diketahui
bahwa terdapat perencanaan dan persiapan program
yang cukup baik, sedangkan pelaksanaannya pun
berjalan dengan baik dimana fasilitator dapat
menerapkan teknik andragogi dalam pelatihan.
Sementara itu, metode pelatihan pun sudah
dianggap efektif dan sesuai dengan peserta yang
adalah pembelajar dewasa.
Materi yang disediakan dalam pelatihan juga
cukup sesuai dengan kebutuhan peserta dimana
masih banyak peserta yeng membutuhkan
pengetahuan dasar tentang PowerPoint. Hanya saja,
diperlukan materi tambahan yang dapat memberikan
nilai tambah bagi peserta yang sudah memahami
materi dasar PowerPoint.
-
89
Peserta juga aktif mengikuti pelatihan yang
dibuktikan dengan kedisiplinan dalam mengerjakan
tugas, menghasilkan produk presentasi, serta
keinginan untuk menggali informasi dan bertanya
kepada pelatih tentang sesuatu hal yang belum
dimengerti mengenai PowerPoint.
Berdasarkan hasil observasi, nampak bahwa
pelatihan yang efektif akan memberikan pengaruh
terhadapat kenaikan hasil pre-test dan post-test serta
nilai produk presentasi yang dibuat oleh peserta
yaitu guru di SMP Kristen 1 Salatiga. Secara umum,
dapat disimpulkan bahwa kegiatan IHT dengan
perencanaan yang baik dianggap efektif dalam
meningkatkan kemampuan guru dalam membuat
media pembelajaran berbasis TIK. Namun, di
dalamnya masih diperlukan pengembangan materi
pelatihan yang lebih lagi.
4.4.5 Refleksi
Kegiatan refleksi ini bertujuan untuk
mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam
pelaksanaan kegiatan IHT.
Hasil analisis diketahui bahwa tindakan
pelatihan yang dilakukan pada awalnya belum
mendapatkan respon yang cukup baik dari peserta.
-
90
Namun, pendekatan yang dilakukan fasilitator atau
pelatih kepada peserta mampu meningkatkan minat
peserta untuk belajar dan meningkatkan ketrampilan
TIK. Pelatih cukup banyak memberikan motivasi
kepada peserta untuk membuat produk semaksimal
mungkin. Namun, masih ada 1 peserta yang belum
mencapai nilai tuntas.
Berdasarkan pada penjelasan dan curah
pendapat peserta, ketidak tuntasan tersebut tersebut
disebabkan karena usia seperti pada pernyataan
berikut
“Saya sudah berumur, jadi kurang pintar dalam menggunakan komputer dan memegang mouse. Tapi nanti di rumah saya mau mempelajari lagi supaya tidak gaptek karena ternyata ini menarik dan bisa digunakan untuk menerangkan materi yang sulit di kelas dan supaya muridnya nggakngantuk, terutama bila ada video dan gambarnya.” (SH, wawancara 6 Januari 2018)
Nampak bahwa usia juga mempengaruhi
kesiapan peserta dalam mengikuti pelatihan. Selain
itu, diketahui bahwa peserta masih kurang berani
dalam bertanya dan meminta bantuan fasilitator.
Namun, hal baiknya adalah peserta tersebut
memiliki motovasi untuk mengembangkan
ketrampilannya.
-
91
Kegiatan IHT ini dianggap memberikan
manfaat yang positif bagi peserta yang merupakan
guru mata pelajaran di SMP Kristen 1 Salatiga.
Pernyataan tersebut didapatkan dari hasil
wawancara yang dilakuakn setelah pelatihan kepada
beberapa guru, yang seperti berikut
“Menurut saya kegiatan ini bermanfaat karena dengan menggunakan power point dalam mengajar membuat anak lebih bersemangat dan paham akan materi yang diajarkan. Dan lebih ringkas mentransfer materi ke anak.” (AY, wawancara 6 Januari 2018) “Ya jelas ada. Tentunya berguna banget. Kita bisa tahu caranya menggunakan PowerPoint. Dengan begitu pembelajaran banyak hal yang bisa dibagikan pada siswa dalam waktu dan cara yang lebih efektif” (AR, wawancara 6 januari 2018)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, terlihat
bahwa kegiatan IHT yang dilaksanakan memberikan
manfaat bagi peserta dalam prose pembelajaran
selanjutnya. Tentunya Kepala Sekolah juga berharap
supaya kegiatan IHT ini dapat ditindaklanjuti oleh
setiap peserta. Sehingga, setelah pelatihan, peserta
juga masih memiliki motivasi untuk menggunakan
ketrampilannya serta terus meningkatkannya. Hal
tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh
Kepala Sekolah SMP Kristen 1 Salatiga berikut
“Pasti ada manfaatnya. Teman-teman jadi bisa membuat bahan pembelajaran dengan basis
-
92
PowerPoint dan cari bahan pendukung dengan internet. Harapannya bisa diterapkan di kelas pada waktu PBM.” (Wawancara, 6 Januari 2018)
Dari pendapat-pendapat diatas, maka kegiatan
IHT ini memberikan manfaat sehingga perlu terus
dikembangkan, serta ketrampilan yang sudah
dimiliki bisa tetap digunakan dalam memperlancar
proses belajar mengajar.
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian
Didapatkan informasi dari deskripsi hasil
penelitian bahwa kegiatan in-house training yang
diadakan di SMP Kristen 1 terbukti dapat
meningkatkan kemampuan guru dalam membuat
media pembelajaran berbasis teknologi informasi.
Pelatihan dinilai baik dan efektif apabila
pelatihan tersebut berd asarkan dan sesuai pada
kebutuhan (Santoso, 2010:4). Sebab, manfaat yang
didapat akan kurang jika pelatihan tersebut tidak
merujuk kepada pemenuhan kebutuhan. Oleh
karena itu, wawancara dan lembaran angket
digunakan untuk menggali informasi langsung dari
sasaran. Penggalian informasi ini dilakukan terhadap
guru dan Kepala Sekolah.
Dari data yang ada maka diketahui bahwa
pelatihan pembuatan media pembelajaran
-
93
menggunakan PowerPoint memang dibutuhkan. Hal
tersebut dibuktikan dengan jumlah guru yang belum
bisa menggunakan PowerPoint sebanyak 58%.
Selain itu, dari total keseluruhan terdapat
75% guru yang belum pernah mendapatkan
pelatihan pembuatan media pembelajaran. Sehingga,
dengan adanya pelatihan ini, dapat terjadi
pengurangan gap atau selisih antara pengetahuan
dan ketrampilan yang diharapkan dengan dengan
ketrampilan dan pengetahuan yang sudah dimiliki
sebelumnya.
Pelaksanaan IHT pembuatan media
pembelajaran menggunakan PowerPoint
mendapatkan respon yang baik dari peserta. Hal
tersebut dibuktikan dengan jumlah peserta yang
mengikuti pelatihan sebanyak 12 orang guru dari
total keseluruhan 15 orang guru. Beberapa guru
tidak bisa mengikuti kegiatan dikarenakan ada
kegiatan yang lainnya. Keikutsertaan dalam kegiatan
ini tidak dipaksakan namun berdasarkan pada
kebutuhan.
Oleh karena itu, senada dengan pendapat yang
mengatakan bahwa pembelajar dewasa akan belajar
dan meningkatkan kemampuannya berdasarkan
pada kesadaran akan kebutuhannya, bukan karena
-
94
paksaan orang lain. Maka, pendekatan yang
digunakan dalam pelatihan ini adalah pendekatan
andragogi yang memang diperuntukan untuk
pembelajar dewasa.
Selama perencaanaan berlangsung,
dirumuskan tujuan dan sasaran. Sebab, kesesuaian
tujuan dan sasaran memberikan pengaruh terhadap
keberhasilan pelaksanaan IHT. Tujuan pelaksanaan
pelatihan didasarkan pada analisis kebutuhan
pelatihan.
Pada awalnya, yang menjadi sasaran dari
kegiatan ini adalah seluruh guru matapelajaran yang
mengajar di SMP Kristen 1 Salatiga. Namun, pada
saat sosisalisasi pelatihan, terdapat 2 guru yang
tidak dapat mengikuti pelatihan. Salah seorang guru
tidak mengikuti pelatihan karena ada kegiatan
penting yang bersamaan dengan waktu pelatihan.
Sedangkan, salah seorang guru yang lain tidak
bersedia mengikuti pelatihan tanpa memberikan
alasan. Seperti yang sebelumnya sudah disampaikan
oleh Kepala Sekolah SMP Kristen 1, bahwa motivasi
dan ketertarikan masih menjadi kendala dalam
pelaksanaan pelatihan. Dapat dikatakan bahwa
orang dewasa lebih memberi perhatian pada hal-hal
-
95
yang menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannya
(Santoso, 2010:31).
Mengacu pada hal-hal di atas, maka
pelaksanaan program pelatihan memerlukan
perencanaan yang baik. Salah satunya adalah
pemilihan fasiltator atau pelatih yang akan
mendampingi selama pelatihan berlangsung.
Karakteristik dan gaya belajar orang dewasa berbeda
dengan anak-anak. Oleh karena itu, pelatih yang
dipilih adalah pelatih yang sudah berpengalaman
dalam memberikan pembelajaran bagi orang dewasa.
Menurut hasil observasi yang dilakukan,
kegiatan IHT berlangsung dengan baik sebab pelatih
mampu menjalin komunikasi yang baik serta
memberikan motivasi kepada peserta pelatihan.
Sehingga, peserta pelatihan mendapatkan suasana
yang nyaman untuk belajar dan termotivasi untuk
mengikuti pelatihan. Penciptaan iklim pelatihan yang
nyaman merupakan salah satu langkah penting dari
pelaksanaan pelatihan dengan pendekatan
andragogi. Sebagaimana diungkapkan pada kajian
teori bahwa proses belajar orang dewasa dipengaruhi
pengalaman lalu dan daya pikir, maka dibutuhkan
rangsangan untuk mendorong peserta lebih aktif
dalam kegiatan pelatihan. Nyatanya, rangsangan
-
96
yang diberikan oleh pelatih mampu membuat peserta
untuk aktif dalam mengikuti pembelajaran serta
memiliki keinginan untuk menggali informasi dengan
bertanya kepada pelatih atau sesama peserta.
Kegiatan pelatihan dengan pendekatan
andragogi memang didasarkan pada prinsip bahwa
orang dewasa akan belajar dengan baik apabila
dapat ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan secara
penuh. Keterlibatan peserta dalam pengambilan
keputusan menciptakan komitmen untuk ikut
bertanggungjawab atas proses dan hasil pelatihan.
Peserta dilibatkan dalam menentukkan tujuan
pembelajaran pada setiap pertemuan, teknik
penugasan, serta pembuatan tata tertib demi
kedisiplinan bersama. Jadwal yang sudah disiapkan
ditawarkan kembali kepada peserta. Sehingga,
peserta dan pelatih membuat keputusan apakah ada
perubahan jadwal atau urutan proses pembelajaran.
Dengan begitu, peserta akan bertanggungjawab
terhadap keputusan yang turut mereka ambil.
Secara keseluruhan, kegiatan berjalan sesuai
dengan action plan. Dari hasil perencanaan hingga
proses pelatihan yang berlangsung dengan baik,
maka kegiatan IHT dapat membawa manfaat bagi
peserta dalam hal peningkatan kemampuan. Bukti
-
97
yang menunjukkan peningkatan kemampuan
tersebut dapat dilihat dari nilai post-test. Soal-soal
dalam post-test berisi tentang teori pengenalan dasar
dan penggunaan PowerPoint sebagai media
pembelajaran. Selain itu, ketrampilan peserta IHT
dapat dilihat dari nilai praktik yang menghasilkan
produk berupa slide presentasi pembelajaran yang
berisi tentang materi untuk satu pertemuan (2 jam
pelajaran).
Peningkatan pemahaman dan pengetahuan
guru dalam pengelolaan Microsoft PowerPoint sebagai
media pembelajaran terlihat dari hasil pre-test yang
semula hanya 61% kemudian diberi tindakan
pelatihan sehingga menjadi 85% pada nilai post-test.
Hal ini menunjukkan bahwa secara teori para guru
sudah memiliki sedikit pemahaman tentang
penggunaan media berbasis teknologi informasi.
Hanya saja tingkat pemahamannya belum
mendalam.
Penguasaan guru secara teori dalam
penggunaan PowerPoint belum mendalam.
Pemahaman tersebut hanya sebatas kegunaan
multimedia pembelajaran dan teori teknologi
informasi, yang juga terdapat pada Microsoft Word.
Dimana para guru sudah mengenal beberapa ikon
-
98
dan menu yang terdapat pada Microsoft Word dan
dapat juga ditemukan Microsoft PowerPoint.
Sehingga, pengalaman serta pemahaman atau
pengetahuan awal yang dimiliki para guru yang
mempengaruhi nilai pre-test. Namun, selanjutnya
para guru mendapat tindakan pelatihan dimana
mereka mendapat informasi baru maupun tambahan
mengenai PowerPoint, sehingga informasi tersebut
dapat meningkatkan nilai pada post-test.
Berdasarkan pada hasil refleksi maka dapat
diketahui bahwa kegiatan IHT ini memberikan
dampak positif bagi guru terutama dalam
meningkatkan kemampuan dalam membuat media
pembelajaran berbasis teknologi informasi. Dengan
demikian penelitian ini dapat memberikan kontribusi
positif dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
pelaksanaan kegiatan pelatihan lainnya.
Pendekatan andragogi yang digunakan dalam
kegiatan IHT ini memberikan dampak yang baik bagi
pelatihan. Sebagaimana dikemukakan oleh beberapa
guru bahwa pelatih dapat berkomunikasi baik
dengan peserta. Selain itu, dari awal pelatihan
hingga akhir pelatihan, peserta tidak merasa
canggung untuk bertanya karena gaya komunikasi
trainer yang dianggap cukup santai dan bersahabat.
-
99
Dengan demikian, guru-guru sebagai pelatihan
mendapatkan iklim yang nyaman untuk belajar
sehingga dapat mengikuti kegiatan pelatihan dengan
baik ditambah dengan peningkatan kompetensi
pedagagi dalam membuat media pembelajaran
berbasis teknologi informasi. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Knowles (dalam Basleman dan
Mappa, 2011: 126), yang menegaskan bahwa
pembelajaran orang dewasa akan berhasil dengan
baik jika melibatkan baik fisik maupun mental
emosionalnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sumarni (2014),
menunjukkan hasil yang sama bahwa dengan IHT
maka kemampuan guru dalam membuat media
pembelajaran dapat meningkat. Hasil penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Eriston (2011), yang menunjukkan bahwa kegiatan
IHT dapat secara signifikan meningkatkan
kemampuan guru dalam membuat PowerPoint untuk
media pembelajaran. Hal tersebut dibuktikan dengan
hasil 86% guru dapat melampaui batas ketuntasan.
Sama halnya, penelitian ini juga berawal dari
banyaknya jumlah guru yang belum menguasai,
kemudian setelah mendapat tindakan penelitian
-
100
hasilnya dapat menunjukkan hasil kenaikan skor
yang signifikan.
Kegiatan IHT dengan pendekatan andragogi ini
sangat tepat apabila dilaksanakan di sekolah-sekolah
yang masih terdapat ketimpangan atau gap dalam
hal kompetensi. Tentunya kegiatan IHT harus
memperhatikan kebutuhan peserta, materi yang
digunakan, strategi dan metode pelatihan, fasilitator
yang berkompeten, perencaan program yang baik,
dan tentunya fasilitas sekolah yang representatif.
Sehingga, dengan adanya kegiatan IHT di sekolah,
maka dapat diketahui tindak lanjut peserta setelah
program pelatihan.