BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. -...
Transcript of BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. -...
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Parameter Fisik Kimiawi dan Biologi Perairan
Dari hasil penelitian didapatkan data parameter fisik (suhu) kimiawi (salinitas,
amonia, nitrat, orthofosfat, dan silikat) dan klorofil a di perairan Kepulauan Morotai.
Kisaran suhu dan salinitas dapat dilihat pada Lampiran 1.
A. Suhu
Suhu permukaan di perairan Kepualauan Morotai berkisar antara 27,8-
29,20C. Nilai suhu tersebut masih termasuk dalam kisaran suhu permukaan laut
di wilayah tropik yang berkisar 20-300C. Suhu perairan selama pelayaran menuju
Pulau Morotai dari Laut Maluku sampai Laut Halmahera relatif sama (Tabel 2),
hal ini disebabkan pada waktu pengukuran berlangsung, keadaan cuaca
cenderung sama yaitu cerah atau cerah berawan.
Tabel 2. Hasil pengukuran suhu pada permukaan laut Kepulauan Morotai
Suhu suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian
dari permukaan air laut, lama penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan
awan dan aliran juga kedalaman perairan. Sebaran suhu cenderung meningkat ke
arah pantai karena adanya pengaruh dari air sungai. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Setiawan (2004) menyebutkan bahwa kisaran suhu optimal bagi
Stasiun Rataan(0C) Kisaran (
0C)
1 27,78 27,75-27,84
2 27,91 27,87-27,95
3 29,08 29,08-29,09
4 29,48 29,42-29,51
5 29,33 29,31-29,35
6 29,22 29,22-29,23
kelangsungan hidup plankton yaitu 20-300C. Organisme umumnya memiliki
toleransi tetentu terhadap perubahan suhu, apabila suhu telah kurang atau lebih
dari batas kisaran suhu optimal maka akan menyebabkan gangguan bahkan
kematian terhadap organisme plankton.
B. Salinitas
Nilai salinitas dari keenam stasiun relatif sama berkisar 34,07-34,12‰
(Tabel 3). Secara umum nilai tersebut masih dalam kisaran normal dan optimum
bagi pertumbuhan plankton. Hal ini sesuai dengan pernyataan Odum (1998) yang
menyebutkan bahwa keanekaragaman dan jumlah jenis spesies mencapai nilai
maksimum pada perairan dengan kisaran salinitas 30-40‰. Diluar kisaran ini
keanekaragaman dan jumlah spesies akan menurun.
Tabel 3. Hasil pengukuran salinitas pada permukaan laut Perairan Kepulauan
Morotai
C. Nutrien
Nilai nutrien yang didapat baik amonia, nitrat, silikat, maupun orthofosfat
relatif kecil dan kurang bervariasi (Tabel 4). Bahkan ada beberapa nilai nutrien
yang berada di bawah nilai batas deteksi alat pengukur.
Tabel 4. Hasil pengukuran nutrien Perairan Kepulauan Morotai
Stasiun Nilai (mgL-1
)
Stasiun Rataan(‰) Kisaran(‰)
1 34,07 34,02-34,11
2 34,07 34,01-34,11
3 34,16 34,15-34,16
4 34,17 34,16-34,17
5 34,10 34,09-34,10
6 34,12 34,11-34,12
Amonia Nitrat Silikat Orthofosfat
1
2
3
4
5
6
0,010
<0,010
0,015
<0,010
<0,010
<0,010
0,063
0,099
0,099
0,028
0,028
0,028
0,285
<0,050
0,126
<0,050
<0,050
<0,050
<0,010
<0,010
<0,010
<0,010
<0,010
<0,010
Menurut Asmara (2005) amonia dapat berasal dari dekomposisi bahan
organik melalui proses amonifikasi maupun proses autolisis sel dan ekskresi
amonia oleh zooplankton juga dapat berperan sebagai sumber amonia di
perairan. Nilai amonia tertinggi didapat pada stasiun 3 sebesar 0,015 (Gambar 9).
Stasiun 3 berada di Selat Morotai yang merupakan tempat lalu lintas kapal dan
dekat dengan pesisir dengan jarak 5,50 km.
Gambar 9 Konsentrasi amonia di Perairan Kepulauan Morotai
Pada saat pengambilan dan pengukuran sampel nutrien, nilai konsentrasi
nitrat lebih tinggi daripada nila amonia karena dipengaruhi oleh proses
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
0.014
0.016
1 2 3 4 5 6
MgL
-1
Stasiun
nitrifikasi. Pada lapisan permukaan laut, oksigen yang tersedia cukup melimpah.
Dengan ada nya bantuan bakteri, oksigen tersebut akan mengoksidasi amonia
menjadi nitrit dan nitrat, sehingga konsentrasi amonia dipermukaan menjadi
kecil.
Konsentrasi nilai nitrat tertinggi terdapat di stasiun 2 dan 3 sebesar 0,099
mgL-1
(Gambar 10). Tinggi rendahnya konsentrasi nitrat di suatu perairan
disebabkan oleh adanya pengaruh dari daratan melalui aliran sungai. Nilai nitrat
juga dihasilkan dari metabolisme organik bakteri dan hasil pembusukkan serta
dipengaruhi oleh aktifitas fitoplankton dalam penggunaan nitrat (Hakim 2008).
Gambar 10 Konsentrasi nitrat di Perairan Kepulauan Morotai
Merujuk pada baku mutu yang telah ditetapkan KepMen LH No. 51
Tahun 2004 konsentrasi nitrat untuk biota laut adalah sebesar 0,008 mgL-1
.
Seluruh stasiun memiliki nilai konsentrasi nitrat yang lebih tinggi dari nilai baku
mutu terutama stasiun satu sampai tiga dengan konsentrasi hampir mencapai 1
mgL-1
. Konsentrasi nitrat yang tinggi menunjukkan ketersediaan sumber nitrogen
yang cukup melimpah bagi pertumbuhan fitoplankton. Nutrient anorganik utama
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
1 2 3 4 5 6
mgL
-1
Stasiun
yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah
nitrogen dalam bentuk nitrat.
Abida (2008) dalam penelitiannya mengenai produktivitas fitoplankton
menyebutkan bahwa pertumbuhan fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae
bergantung pada konsentrasi silikat karena silikat merupakan bagian terpenting
yang menyusun lebih dari 95% dari dinding sel Bacillariophyceae dan juga pada
Bacillariophyceae tidak ada mekanisme Luxury Consumption bila ketersediaan
silikat berlebih. Dari siklus silikat tidak terjadi proses recycling dari zooplankton
di kolom air karena zooplankton hanya memakan bagian protoplasma dari
fitoplankton namun dinding sel fitoplankton yang terbuat dari silikat tidak
dimanfaatkan oleh zooplankton.
Pemanfaatan dan deposisi silikat oleh Bacillariophyceae diimplikasikan
pada dua faktor lingkungan yaitu kinetik dari pemanfaatan silikat yang
berhubungan dengan pertumbuhan sel yang dideterminasi oleh kemampuan
berbeda pada spesies Bacillariophyceae untuk memperbutkan ketersediaan silikat
dan pemanfaatan silikat tersedia dan pemasukan terbesar dari deposisi silikat
yang tidak tersedia dari proses geokimia di perairan. Keberadaan populasi
Bacillariophyceae ini akan berpengaruh pada skala konversi dalam kemampuan
menyokong dari silikat tersedia menjadi tidak tersedia. Nilai silikat disemua
stasiun tidak menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton karena
menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Wulandari (2004) pertumbuhan
Bacillariophyceae akan optimum pada kisaran silikat sebesar 0,13-6,0 mgL-1
(Gambar 11).
Gambar 11 Kandungan silikat di Perairan Kepulauan Morotai
Stasiun 1 sampai 6 memiliki nilai kandungan orthofosfat yang seragam
yaitu kurang dari 0,01 mgL-1
(Gambar 12). Nilai tersebut merupakan nilai pada
batas deteksi alat pengukur. Dalam penelitian Hakim (2008) menyebutkan bahwa
fosfat akan menjadi faktor pembatas dalam pertumbuhan fitoplankton apabila
nilainya kurang dari 0,01 mgL-1
dan apabila kandunga fosfat cukup tinggi akan
meningkatkan perkembangan fitoplankton. KepMen LH No. 51 Tahun 2004
menetapkan baku mutu nilai fosfat untuk biota laut sebesar 0,015 mgL-1
Gambar 12 Konsentrasi orthofosfat di Perairan Kepulauan Morotai
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
1 2 3 4 5 6
mgL
-1
Stasiun
0
0.002
0.004
0.006
0.008
0.01
0.012
1 2 3 4 5 6
mgL
-1
Stasiun
Dalam penelitian ini konsentrasi fosfat dalam setiap stasiun tidak
optimum bagi petumbuhan fitoplankton. Adapun pernyataan dari penelitian
Riksawati (2008) mengenai rendahnya kandungan fosfat dalam perairan bisa jadi
diakibatkan oleh faktor fisika dan biologi perairan seperti arus, gelombang,
angin, dan kelimpahan fitoplankton. Dengan rendahnya nilai kandungan fosfat,
maka dapat dikatakan bahwa banyak fitoplankton yang menggunakan fosfat
sebagai sumber nutrien untuk konsumsi yang diperlukan hidupnya. Selain itu hal
ini diakibatkan oleh sifat partikel fosfat yang cenderung mengendap di dasar
perairan seiring dengan meningkatnya kedalaman karena berat partikel fosfat
yang lebih besar dari massa air.
D. Klorofil a
Konsentrasi klorofil a yang mewakili musim barat di perairan Morotai
berkisar antara 0,03 mg(m3)
-1 - 2,42 mg(m
3)
-1 pada tanggal 9 Septembet 2012
dengan rata-rata 0,17 mg(m3)
-1 (Gambar 13). Dan pada tangaal 17 September
2012 memiliki kisaran konsentrasi klorofil antara 0,05 mg(m3)
-1 - 2,00 mg(m
3)
-1
dengan rata-rata 0,18 mg(m3)
-1 (Gambar 14).
Gambar 13 Sebaran klorofil a pada tanggal 9 September 2012
Gambar 14 Sebaran klorofil a pada tanggal 17 September 2012
Konsentrasi rata-rata klorofil a di perairan Indonesia adalah 0,19 mg(m3)
-1
Di laut, sebaran klorofil lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan
pesisir serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran klorofil a di
perairan pantai dan pesisir disebabkan adanya suplai nutrien dari daratan,
sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil di perairan lepas pantai karena tidak
adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung (Rasyid 2009).
Pugesehan (2010) juga menyatakan bahwa konsentrasi klorofil a suatu
perairan sangat bergantung pada ketersediaan nutrien. Perairan oseanis di daerah
tropis umumnya memiliki konsentrasi klorofil a yang rendah karena keterbatasan
nutrien dan kuatnya stratifikasi kolom perairan yang terjadi hampir sepanjang
tahun. Berdasarkan pola persebaran klorofil a secara temporal maupun secara
spasial di beberapa bagian perairan dijumpai konsentrasi klorofil a yang cukup
tinggi. Tingginya konsentrasi klorofil a disebabkan terjadinya pengkayaan
nutrien pada lapisan permukaan perairan melalui berbagai proses dinamika
massa air, diantaranya upwelling, pencampuran massa air, serta pola pergerakkan
massa air yang membawa massa air kaya nutrien dari perairan sekitarnya.
Dalam penelitian ini hanya terdapat dua kelas fitoplankton yang
ditemukan yaitu Bacillariophyceae dan Dinophyceae yang ditemukan di setiap
stasiun selalu didominasi oleh kelas Bacillariophyceae sehingga nilai konsentrasi
yang terukur akan berbanding lurus dengan kelimpahan fitoplankton. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semakin melimpah fitoplankton maka nilai
konsentrasi klorofil juga akan semakin tinggi.
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Aryawati dan Thoha (2011)
mengenai hubungan klorofil a dan kelimpahan fitoplankton di Perairan Berau
menyatakan bahwa fitoplankton dikenal sebagai tumbuhan yang mengandung
pigmen klorofil sehingga mampu melaksanakan reaksi fotosintesis. Keberadaan
fitoplankton di suatu daerah biasanya berkaitan erat dengan besar kecilnya
kandungan klorofil yang berada di daerah tersebut.
4.2 Struktur Komunitas Plankton
A. Kelimpahan dan Komposisi Plankton
Fitoplankton dan zooplankton memiliki nilai kelimpahan yang cukup
beragam di setiap stasiun sebagaimana terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai kelimpahan fitoplankton dan zooplankton
Stasiun Kelimpahan
Fitoplankton Sel(m3)
-1 Zooplankton Ind(m
3)
-1
1 77.333 8.667
2 35.333 6.667
3 54.667 3.333
4 239.333 29.333
5 36.000 13.333
6 43.333 13.333
Kelimpahan fitoplankton yang telah diidentifikasi memiliki nilai yang
bervariasi setiap stasiun. Nilai kelimpahan tertinggi terdapat pada stasiun 4 yaitu
sebesar 239.333 sel(m3)
-1. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas pelabuhan di
Stasiun 4. Stasiun 4 juga merupakan stasiun yang paling dekat dengan pantai
dengan jarak 1,22 km. Nilai kelimpahan terkecil fitoplankton berada di stasiun 2
yang merupakan daerah lepas pantai yaitu Laut Maluku sebesar 35.333 sel(m3)
-1.
Nilai kelimpahan tertinggi terdapat di stasiun 4 yang memiliki kelimpahan lebih
dari 200.000 sel(m3)
-1.
Sama halnya dengan nilai kelimpahan fitoplankton, kelimpahan
zooplankton tertinggi berada di stasiun 4 yaitu sebesar 29.333 ind(m3)
-1 (Gambar
15). Besarnya kelimpahan zooplankton selalu mengikuti besar kelimpahan
fitoplankton. Semakin tinggi nilai fitoplankton maka kelimpahan zooplankton
akan semakin tinggi juga. Keadaan tersebut menunujukkan bahwa kelimpahan
zooplankton sangat ditentukan oleh adanya fitoplankton sebagai makanannya
sehingga populasi yang tinggi dari zooplankton hanya mungkin dicapai bila
jumlah fitoplankton mencukupi (Asriyana dan Yuliana 2012).
Gambar 15 Nilai kelimpahan fitoplankton dan zooplankton antar stasiun
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4 5 6
Kel
imp
ahan
(rib
u s
el (
m3)-1
& in
d(m
3)-1
)
Stasiun
Fitoplankton
Zooplankton
Perhitungan persentase komposisi plankton dapat digunakan untuk
melihat kelas fitoplankton dan zooplankton yang mendominasi perairan
Kepulauan Morotai bagian. Hasil identifikasi jenis plankton dapat dilihat pada
Lampiran 2. Terdapat dua kelas fitoplankton yang teridentifikasi dari hasil
penelitian yaitu kelas Bacillariophyceae dan Dinophyceae (Gambar 16).
Gambar 16 Komposisi fitolankton di Perairan Sekitar Kepulauan Morotai
Jenis fitoplankton yang ditemukan di sekitar perairan Morotai didominasi
oleh kelas Bacillariophyceae sebesar 93% yang terdiri dari genus Biddulphia,
Chaetoceros, Coscinodiscus, Guinardia, Leptocylindrus, Rhizosolenia,
Streptotheca, Hemialus, Thalassiora, Nitzschia, dan Pleurosigma. Sebanyak 7%
berasal dari kelas Dinophyceae yang terdiri dari genus Gonyaulax,
Gymnodinium, Ceratium, Podolompas, Protoperidinium, dan Pyrocystis.
Kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas,
dan nutrien. Suhu dan salinitas di keenam stasiun sudah optimum bagi
pertumbuhan fitoplankton. Fitoplankton cenderung melimpah pada stasiun 4
yang merupakan daerah teluk dan wilayah yang paling dekat dengan pesisir.
Kelimpahan fitoplankton juga berkaitan dengan nutrien. Semakin melimpah
fitoplankton semakin kecil konsentrasi nutrien yang terukur. Hal ini disebabkan
pemanfaatan nutrien oleh fitoplankton.
Terdapat empat kelas zooplankton yang teridentifikasi diperairan sekitar
Morotai yaitu Copepoda, Ciliata, Gastropoda, dan Cladocera (Gambar 17).
Copepoda mendominasi jenis zooplankton dengan persentase sebesar 65% dan
terdiri dari genus Calanus, Eucalanus, Euchaeta, dan Undinula. Genus
Tintinnopsis dari kelas Ciliata ditemukan 22% sedangkan kelas Gastropoda
dengan genus Limacina ditemukan 11%. Penilia dari kelas Cladocera ditemukan
paling sedikit yaitu hanya sebesar 2% saja.
Gambar 17 Komposisi zooplankton di Perairan Sekitar Kepulauan Morotai
Kelimpahan zooplankton dipengaruhi oleh faktor fisik kimiawi perairan
seperti suhu dan salinitas. Suhu yang berkisar antara 27-290C dan nilai salinitas
sebesar 34‰ sudah optimum bagi pertumbuhan zooplankton. Kelimpahan
zooplankton juga dipengaruhi oleh kelimpahan fitoplankton. Semakin besar
kelimpahan fitoplankton maka kelimpahan zooplankton akan semakin besar juga.
Hal ini disebabkan zooplankton tidak dapat memproduksi zat-zat organik seperti
fitoplankton. zooplankton yang bersifat herbivora akan memakan fitoplankton
secara langsung sedangkan zooplankton karnivora memakan zooplankton
herbivora atau karnivora lainnya.
C. Indeks Shannon Wiener
Untuk melihat nilai keanekaragaman dan keseragaman struktur spesies
dalam suatu komunitas dapat dihitung menggunakan indeks Shannon Wiener
(Tabel 6).
Tabel 6 Nilai keanekaragaman dan keseragaman plankton
Stasiu
n
FItoplankton Zooplankton
Keanekaragaman
(H’)
Keseragama
n (E)
Keanekaragaman
(H’)
Keseragaman
(E)
1 2,41 0,21 1,52 0,17
2 2,05 0,20 0,67 0,08
3 2,48 0,23 0,67 0,08
4 1,98 0,16 1,62 0,16
5 2,37 0,23 1,64 0,17
6 1,85 0,17 1,29 0,14
Angka ini menunjukkan bahwa komunitas dan keanekaragaman jenis
biota memiliki stabilitas biota sedang, sedangkan untuk zooplankton nilai
keanekaragaman pada stasiun 1, 4, 5, 6 termasuk dalam kriteria stabilitas
komunitas biota sedang dan stasiun 3 dan 4 memiliki kriteria stabilitas komunitas
biota tidak stabil, komunitas mudah berubah apabila terjadi perubahan
lingkungan yang relatif kecil. Indeks keanekaragaman ini menunjukkan
kekayaan jenis dalam komunitas juga memeperlihatkan keseimbangan dalam
pembagian jumlah individu tiap jenis. Nilai keanekaragaman ini meningkat bila
jumlah jenisnya bertambah.
Nilai keseragaman fitoplankton berkisar antara 0,17 sampai 0,23
sedangkan nilai keseragaman zooplankton berkisar antara 0,008 sampai 0,17.
Semakin kecil nilai keseragaman maka semakin kecil juga keseragaman suatu
populasi, artinya penyebaran jumlah tiap genus tidak sama dan ada
kecenderungan bahwa suatu genera mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya
semakin nilai keseragaman mendekati angka 1, maka populasi menunjukkan
keseragaman yaitu jumlah individu setiap genus dapat dikatakan relatif sama atau
tidak jauh berbeda.
4.3 Korelasi Kelimpahan Plankton Dengan Faktor Fisik Kimiawi Perairan
Nilai korelasi dan regresi linear berganda didapat dengan menggunakan
perangkat lunak Microsoft excel (Lampiran 3). Kelimpahan plankton dengan suhu
dan salinitas memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0,60 dengan persamaan regresi
Y = -6.2x10-14
– 0,24X1 + 0,77X2. Dari persaamaan regresi tersebut dapat diketahui
bahwa pada setiap kenaikan suhu 10C pada rentang suhu yang optimal bagi hidup
plankton, maka plankton akan menurun sebesar 0,24 sel(m)-3
dan ind(m)-3
. Setiap
kenaikan salinitas 1‰ pada kisaran optimal, maka jumalah kelimpahan plankton akan
meningkat sebesar 0,77 sel(m)-3
dan ind(m)-3
.
Nilai koefisien korelasi antara kelimpahan fitoplankton dengan nutrien
(amonia, nitrat, silikat) adalah 0,38 dengan persamaan regresi Y = -5.5x10-17
+
0,08X1 - 0.44021X2 + 0.030857X3. Pada persamaan regresi tersebut dapat diketahui
bahwa nitrat merupakan parameter nutrien yang paling mempengaruhi kelimpahan
fitoplankton. Persamaan regresi menunjukkan bahwa pada setiap kenaikan mgL-1
amonia dan silikat, kelimpahan fitoplankton akan meningkat masing-masing sebesar
0,08 sel(m)-3
dan 0.03 sel(m)-3
. Apabila konsentrasi nitrat meningkat 1 mgL-1
akan
mengakibatkan penurunan kelimpahan fitoplankton sebesar 0.44 sel(m)-3
. Hal ini
didukung oleh Nybaken (1992) yang menyatakan bahwa nutrien anorganik utama
yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak ialah nitrogen
sebagai nitrat.
Klorofil a dengan kelimpahan fitoplankton memiliki nilai koefisien korelasi
sebesar 0,97 dengan persamaan regresi Y = -1.44x10-16
+ 0,94X. Konsentrasi klorofil
a pada umumnya selalu mengikuti nilai kelimpahan fitoplankton karena klorofil a
merupakan pigmen yang terkandung dalam fitoplankton. Semakin tinggi nilai
kelimpahan fitoplankton maka nilai konsentrasi klorofil a pada suatu perairan pun
akan semakin tuinggi. Hal ini sesuai dengan analisis persamaan regresi yang
menunjukkan bahwa pada setiap kenaikan kelimpahan 1 sel(m)-3
fitoplankton, maka
konsentrasi klorofil a akan meningkat sebesar 0,94 mg(m)-3
.