Hasil Dan Pembahasan Alizarin
description
Transcript of Hasil Dan Pembahasan Alizarin
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Foto hasil pengamatan praktikum pewarnaan Alizarin Red
Foto A.1. Fetus ikan di dalam larutan NaCl fisiologis
Foto A.2. Fetus ikan setelah dimasukkan dalam larutan
alkohol 96%
Foto A.3. Fetus ikan setelah dimasukkan dalam akuades
Foto A.4. Fetus ikan setelah dimasukkan dalam larutan
KOH 1%
Foto A.5. Fetus ikan setelah dimasukkan dalam larutan
alizarin red
Foto A.6. Fetus ikan setelah dimasukkan dalam larutan
penjernih A
Tabel 1. Data Pengamatan Perbandingan Tulang yang Terkalsifikasi
(Rombongan V)
No Kelompok Tulang yang terwarnai
1 1
Dentary, para sphenoid, ceratobranchial, frontal bone, sirip caudal, rib, sirip pectoral (pectoral fin), otolith, proximal radial,
dorsal fin (terlepas), dan operculum
2 2Ikan terwarnai hanya pada dorsal fin pada saat diberi larutan
penjernih A. bagian selain tulang menjadi transparan
Foto A.7. Fetus ikan setelah dimasukkan dalam larutan
penjernih B
Foto A.8. Fetus ikan setelah dimasukkan dalam larutan
penjernih C
Gambar skematis tulang ikan nilem (Osteochilus hasselti)
3 3 Tidak ada tulang yang terwarnai
4 4
Rib, frontal bone, neural spine, dentary, parietal bone, caudal fin, caudal vertebrae, paras phenoid, sceiles, platoquadrate,
ceratobranchial, ceratohyal, otolith,dan opercle
5 5
Tulang sirip anal, tulang parasphenoid, ceratobranchial, tulang dentary
Tulang yang terlihat : caudal vertebrae, rib, neural spine, pectoral fin, dentary, paras phenoid, ceretobranchial, frontal
bone, parietal bone, scales,dorsal fin
6 6Tulang terwarnai : Frontal bone, scales, dorsal fin, anal fin, rib,
pectoral fin dan neural spin.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, bagian-bagian tulang yang sudah
mengalami kalsifikasi adalah Rib, frontal bone, neural spine, dentary, parietal
bone, caudal fin, caudal vertebrae, paras phenoid, sceiles, platoquadrate,
ceratobranchial, ceratohyal, otolith dan opercle. Hasil tulang ikan yang terwarnai
berbeda pada setiap kelompok, hal itu dikarenakan ukuran ikan yang tidak sama
dan umur ikan yang tidak sama. Pertumbuhan tulang ikan pada setiap individu
juga mempengaruhi terjadinya perbedaan hasil pada setiap kelompok. Menurut
karyadi, (2003) Perkembangan tulang terdiri dari bertambahnya ukuran (tumbuh),
kedewasaan dan umur. Perubahan dari perkembangan membranous dan
kartilaginous tulang keras disebut pendewasaan tulang. Terdapat 5 periode
pembentukan tulang yaitu: (1) periode embrionik: mandibula, maksila, humerus,
radius, ulna, femur, dan fibia (2) periode fetal: scapula, illium, fibula (3) tulang
muda: epiphisis pada anggota badan, karpal, tarsal, dan sesamoids (4) tulang
remaja: scapula, tulang rusuk, tulang pinggul/pinggang (5) tulang dewasa (Jessop,
1988).
Berdasarkan hasil tersebut di atas, dapat diketahui bahwa belum semua
tulang dapat terwarnai oleh larutan Alizarin Red, hal ini dikarenakan proses
kalsifikasi tulang terjadi pada waktunya masing-masing sehingga tidak
terkalsifikasi secara bersamaan. Begitu pula dengan tulang dasar cranial dan
seluruh tulang cranial menunjukan perubahan warna jika dilakukan pewarnaan
Alizarin Red. Perubahan kenampakan warnanya berbeda–beda dari merah sampai
merah tua tergantung pada pertumbuhannya (Anat, 1969). Perbedaan-perbedaan
dalam perkembangan terjadi karena beberapa dari tulang-tulang embrio
diendapkan dalam mesenkim yang belum terdiferensiasi. Sedangkan, pada bagian-
bagian lain dari tubuh terjadi pembentukan tulang yang didahului oleh sistem
tulang rawan penumpu yang sementara. Proses osifikasi kedua hal ini pada
dasarnya sama (Djuhanda, 1983).
Proses yang pertama kali dilakukan adalah melumpuhkan ikan nilem
dengan didinginkan pada air es. Kemudian ikan direndam dalam larutan NaCl
fisiologis, lalu alkohol 96% selama 12 jam, tubuhnya menjadi pucat, dan ikan
masih tenggelam. Selanjutnya ikan di rendam akuades selama 10 menit, ikan
terapung dan ikan masih pucat dan tidak terjadi perubahan warna ataupun
stukturnya. Selanjutnya ikan direndam dengan KOH 1% selama 1,5 jam, ikan
terapung, bagian dalam jaringan otot abdomen ikan menjadi transparan, isi
abdomen terlihat jelas, larutan KOH 1% berubah menjadi sangat keruh dan berbau
amis. Setelah itu ikan direndam dengan pewarna alizarin red selama 4 jam, ikan
terapung, rongga insang dan rongga mata mulai tampak terwarnai namun ikan
seperti merapuh,bagian dalam ikan menghilang hanya terlihat bagian tulang ikan
saja dan warna cairan menjadi coklat keruh. Selanjutnya ditambahkan penjernih
A, B, dan C, selama 1 jam, tulang ikan terlihat namun bagian ikan menjadi
semakin sedikit, bagian daging dan ekor mulai menghilang serta air menjadi lebih
jernih. Langkah terakhir merendam ikan dengan gliserin murni sebagai pengawet
dan langsung diamati hasilnya.
Praktikum ini menggunakan beberapa larutan yang masing-masing larutan
memiliki fungsinya masing-masing. Larutan alkohol 96% ini berfungsi sebagai
fiksatif. Akuades digunakan untuk membersihkan alkohol 96% dari hewan uji.
Larutan KOH 1% berfungsi menyebabkan otot menjadi transparan dan
skeletonnya terlihat jelas. Larutan pewarna alizarin sebagai pewarna skeleton
hingga terwarna merah tua atau ungu. Pada penanganan embrio muda dapat
ditinggalkan karena dapat mengakibatkan embrio menjadi terlalu lunak dan
mudah hancur. Larutan penjernih A, B dan C berfungsi untuk mengurangi
kelebihan pewarna yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi
lebih transparan. Larutan glisern murni yang berfungsi sebagai pengawet
spesimen (Bevalender, 1988).
Hasil yang didapat pada praktikum pewarnaan alizarin red digunakan
untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada tulang embrio, tulang yang terwarnai
seharusnya adalah tulang tengkorak (tulang kepala), tulang tengkorak merupakan
tulang yang dibentuk dengan cara osifikasi intra membran. Proses ini berasal dari
saat kolagen dimasuki zat ossin (protein tulang), kemudian fibroblast pembentuk
mengalami transformasi menjadi osteoblast dan osteoclast. Osteoblast pembentuk
tulang, osteoclast peresapzat yang akandirombak menjadi tulang (Kalthoff, 1996).
Menurut Puchtler (1969), Larutan pewarna alizarin red, menimbulkan
proses pewarnaan skeleton menjadi merah tua atau ungu yang menandakan bahwa
tulang yang telah terwarnai dengan warna tersebut telah terjadi adanya proses
kalsifikasi pada hewan uji yang digunakan tersebut. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pewarnaan alizarin red, yaitu :
1. Makanan berpengaruh dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya berlaku
terhadap cukupnya persediaan dan tersedianya mineral-mineral seperti
kalsium dan fosfor, yang merupakankomponen-komponenan organic utama
dari tulang
2. Hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D yang bertanggungjawab
terhadap tingkat kadar kalsium darah yang normal, yang akan mempengaruhi
proses kalsifikasi. Kalsitonin adalahh ormon yang berasal dari sel-sel
parafolikul rikelen jartiroid. Hormon tersebut mempunyai aksi dalam
menurunkan kadar kalsium darah dan menghambat presorpsi tulang sehingga
mempengaruhi proses kalsifikasi.
Makanan juga berpengaruh dalam proses kalsifikasi. Hal ini khususnya
berlaku terhadap cukupnya persediaan dan tersedianya mineral-mineral seperti
kalsium dan fosfor, yang merupakan komponen-komponen anorganik utama dari
tulang. Kekurangan kalsium atau fosfor dalam makanan mengakibatkan
pelanggaran dan kerapuhan tulang. Situasi dimana kalsium cukup tetapi vitamin D
kurang, terjadilah gangguan dalam penyerapan mineral dan mineralisasi pada
tulang yang sedang tumbuh (diantaranya tahap kalsifikasi) menjadi terhambat
(Yatim, 1983).
Proses pembentukan tulang tidak terlepas dari pembentukan matriks. Bone
Morphogenetic Proteins (BMP) diproduksi oleh sel osteogen dan sangat penting
digunakan dalam pembuatan tulang. Ion organik merupakan dasar dari
pembentukan dari hidroxypatite dan itu ditranspor oleh sel osteogenik yang
fungsinya sangat penting dalam kalsifikasi matriks tulang (Suzuki, 2006). Tubuh
vertebrata mengandung banyak Ca yang tidak termobilisasi pada skeleton. Peran
yang dijalankannya selain menyimpan Ca, tulang juga penting untuk menopang
tubuh vertebrata, memungkinkan adanya pergerakan melalui pergerakan otot dan
tendon (Venovelen et al., 2011).
Alizarin red adalah metode yang digunakan untuk mendeteksi proses
klasifikasi pada tulang ikan. Pewarna alizarin red dipilih karena merupakan salah
satu zat warna organik yang bersifat biodegradable. Alizarin red sering disebut
natrium alizarin sulfonat. Tulang yang diwarnai dengan alizarin red akan
berwarna merah tua apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini
muncul karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang.
Pembentukan sistem rangka pada ikan dapat diikuti perkembangannya
menggunakan suatu metode pewarnaan tertentu diantaranya pewarnaan alizarin
red (Soeminto, 2002).
Tulang yang diwarnai dengan alizarin red akan berwarna merah tua
apabila tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna ini muncul karena zat
warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada matriks tulang (Sweetman, 2005).
Tulang maupun tulang rawan adalah bentuk jaringan penyambungan padat yang
terspesialisasi yang matriksnya lentur dan luwes. Kedua jaringan itu melakukan
fungsi kerangka yang bersifat struktural dan menanggung beban didalam tubuh.
Tulang secara arsitektur direncanakan sebagai jaringan yang ringantapi luar biasa
kuat untuk menanggung beban yang garis kekuatannya mengikuti garis tekanan
yang diakibatkan oleh dukungan beban. Tulang rawan sel sel batangnya
proliferasi dan membentuk kondrosit kondrosit yang cepat mengelilingi mereka
dengan matriks (Fernandes, 2012).
IV. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan dan pembahasan di atas, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pewarna Alizarin Red digunakan untuk mendeteksi proses kalsifikasi pada
tulang.
2. Proses pembentukan tulang melalui dua cara yaitu osifikasi intra membran dan
osifikasi endokondral.
3. Bagian-bagian tulang yang terkalsifikasi adalah tengkorak, rongga insang,
tulang punggung, sirip-punggung, sirip ekor, rongga mata, tulang rusuk, dan sirip
perut.
B. Saran
Saran bagi praktikum pewarnaan alizarin red ini materi praktikum agar
dijelaskan lebih detail.
DAFTAR REFERENSI
Anat, J.1969. The in Vivo Staining of Bone with Alizarin Red. Hal 533-545.
Bevalender, Geneser. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Djuhanda, T. 1983.EmbriologiPerbandingan. Armico. Bandung.
Fernandes, F. A. Costoula-sauza, C. Sarmeto, C.A.P, Goncalves, L. Favaron, P.O, Miglino, M.A. 2012. Placental Tissues as Sources of Stem Cells. Open Journal of Animal Sciences. 2(3): 166-173.
Geneser, Finn. 1993. Textbook of Histology. Munksgaard, Copenhagen.
Kalthoff, K. 1996. Analysis of Biological Development. McGraw-Hill Inc, NewYork.
Karyadi, Bhakti., dkk. 2003. Pemberian Rasio Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh. Jurnal Penelitian UNIB. Vol. IX, No 2, Hal. 76-80. Bengkulu.
Puchtler, Holde., Susan N. Meloan and Mary S. Terry. 1969. On The History And Mechanism Of Alizarin And Alizarin Red S Stains For Calcium. Journal of Histochemistry & Cytochemistry. Vol. 17(2).
Pattern, B.M. 1971. Early Embriology of The Chick. Mc. Graw-Hill Publishing.
Soeminto. 2002. Embriologi Vertabrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Suzuki, A. 2006. Enhanced Expression of the Inorganic Phosphate Transporter Pit-1 Is Involved in BMP-2–Induced Matrix Mineralization in Osteoblast-Like Cells.
Sweetman, Chantry, A D., Farrell, E.R., Munsterberg, A. and Smith, T. (2005). The conserved glutamine-rich region of chick csal1 and csal3 mediates
protein interactions with other spalt family members. Implications for townes-brocks syndrome. J Biol Chem 278: 6560-6.
Venovelen, J. Janssens, A. Huitema, L.F.A. Hammond, C.L. Metz, J.R. Flik, G. Voets, T. Merker, S.S. 2011. Trpv5/6 is vital for epithelial calcium uptake andbone formation. The FASEB Journal.Research Communication.Vol. 25 September 2011.
Yatim, W. 1983. Embryologi. Tarsito, Bandung.