BAB III PERKEBUNAN TEBU DI PABRIK GULA TASIKMADU TAHUN ... · tanam dan tebang dari lahan sawah...
Transcript of BAB III PERKEBUNAN TEBU DI PABRIK GULA TASIKMADU TAHUN ... · tanam dan tebang dari lahan sawah...
46
BAB III
PERKEBUNAN TEBU DI PABRIK GULA TASIKMADU TAHUN
1975-1997
A. Wilayah Perkebunan Pabrik Gula Tasikmadu
Pabrik Gula Tasikmadu bertempat di Desa Ngijo Kecamatan Tasikmadu,
Kabupaten Karanganyar memiliki wilayah perkebunan yang tersebar diberbagai
daerah. Menurut catatan dari bagian tanaman PG Tasikmadu, wilayah
perkebunan tebu ada yang berada di wilayah Karanganyar, ada pula yang berada
di luar wilayah tersebut. Wilayah perkebunan tebu pada masa sistem TRI
meliputi kebun di Karanganyar, Sukoharjo, Wonogiri dan Sragen sebagai kebun
pokok.1 Wilayah perkebunan lain yaitu berada di wilayah Grobogan yang pada
waktu itu digunakan sebagai daerah perkebunan binaan dari Pabrik. Daerah
perkebunan binaan di sekitar Grobogan terbagi kedalam wilayah beberapa Pabrik
Gula. Salah satunya adalah Pabrik Gula Mojo Sragen memiliki kebun binaan di
daerah Grobogan. Terbaginya kebun kebun di daerah Grobogan sebagai daerah
binaan merupakan kebijakan dari PT Perkebunan Nusantara IX.
Pabrik Gula Tasikmadu mempunyai wilayah perkebunan yang letaknya
dekat dengan pabrik sekitar 3 km yang berada di perkebunan Ngijo, sedangkan
jarak terjauh adalah 51 km yang terletak di daerah Gemolong yang pada waktu
itu sebagai daerah perluasan.
Pabrik Gula Tasikmadu setiap waktu mengadakan perluasan areal
perkebunan yang gunanya untuk memperluas areal penanaman tebu. Perluasan
1 Wawancara dengan Tugiman Tanggal 26 Juli 2015 di Dinas Pertanian
Karanganyar
47
areal perkebunan ini dimulai sejak tahun 1978 yang pada waktu itu tefokus ke
tanah-tanah tegalan yang sebagian letaknya berada di daerah Kabupaten
Sukoharjo. Pada tahun 1980-1981 luas perkebunan tebu di Pabrik Gula
Tasikmadu sebesar 3911,67 hektar2. Berikut adalah daerah yang merupakan
wilayah kebun pada masa TRI di Pabrik Gula Tasikmadu.
1. Karanganyar
Kabupaten Karanganyar termasuk kedalam wilayah kerja Pabrik Gula
Tasikadu. Karanganyar memiliki luas wilayah sekitar 806, 183 Km2 yang
sebagian wilayahnya berupa dataran rendah, sebagian agak miring dan semakin
ke timur merupakan kaki gunung lawu yang curam dan bertebing-tebing.3 Pada
masa TRI, wilayah Kabupaten karanganyar digunakan sebagai kebun untuk
penanaman tebu. Wilayah pembagian untuk kebun TRI di Karanganyar terbagi
kedalam 10 kecamatan dan 72 Desa pada tahun 1988/1989.4 Kecamatan tersebut
terdiri dari Karanganyar, Tasikmadu, kebakkramat, Jaten, Mojogedang,
Karangpandan, Matesih, Jumapolo, Jumantono, dan Jatipuro. Namun seiring
berjalanya tahun, untuk wilayah-wilayah perkebunan yang digunakan untuk
penanaman tebu mengalami pertambahan bahkan mengalami penyempitan
perkebunan. Berikut adalah luas wilayah perkebunan karanganyar tahun 1989-
1997.
2 Sri Hery Susilowati., Pengusahaan Tanaman Tebu dan Pelaksanaan
Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di PG Tasikmadu, PT Perkebunan xv-
xvi (Persero), Jawa Tengah., ( Bogor :Departemen Agronomi), hlm. 9. 3 Upp TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu, Evaluasi Pelaksanaan Program
TRI MTT Giling 1987/1988 dan Rencana TRI MTT 1989/1990 Wilayah kerja PG
Tasikmadu. (Karanganyar,1990), hlm . 1. 4 Ibid., hlm. 2.
48
Tabel 7. Luas wilayah Perkebunan tebu di Karanganyar tahun 1989-1997
No Tahun Jenis TRI Luas Wilayah (ha)
1 1989/1990 TRIS dan TRIT 4.028
2 1990/1991 TRIS dan TRIT 3.870
3 1991/1992 TRIS dan TRIT 4.427
4 1993/1994 TRIS dan TRIT 2.895
5 1994/1995 TRIS dan TRIT 2.927
6 1995/1996 TRIS dan TRIT 2.603
7 1996/1997 TRIS dan TRIT 1.825
Sumber :UPP TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu
Berdasarkan data tabel dapat diketahui bahwa setiap tahun wilayah
perkebunan di kabupaten Karanganyar adakalanya bertambah luas dan
adakalanya mengalami penyempitan. TRIS (Tebu Rakyat Intensifikasi Sawah)
mendapat kesempatan tebang (rembang) hanya 2 kali, sedangkan TRIT (Tebu
Rakyat Inrensifikasi Tegalan) mendapatkan kesempatan rembang 3 kali. Umur
padi yang hanya setahun dan diharuskanya diselingi menanam padi di tanah
sawah menjadikan tanaman tebu 2 kali masa tebang. Adapun hal ini juga
berkaitan dengan surat Keputusan dari Bupati mengenai masa rencana masa
tanam dan tebang dari lahan sawah ataupun lahan tegalan.5
Masa tanam tebu di tegalan lebih banyak dan menghasilan tebu dengan
kapasitas yang lebih dibandingkkan dengan tebu di sawah. Pada masa tanam
tahun 1991/1992 wilayah perkebunan tebu menjadi wilayah yang paling luas.
Seperti yang tercantum dalam tabel diatas, pada tahun tanam 1990/1991 wilayah
perkebunan hanya 3.870 hektar. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya,
musim tanam 1991/1992 wilayahnya mencapai 4.427 hektar yang terbaggi
kedalam beberapa kecamatan. Hal ini disebabkan oleh kinerja petani tebu dan
5 Wawancara dengan Samiyun Tanggal 26 September 2015 di Dinas
Pertanian Karanganyar
49
hasil produksi giling pada masa sebelumnya dalam kondisi yang bisa dibilang
bagus dalam keuntungan. Antusiasme dan keuntungan menjadikan wilayah
kebun bisa berubah-ubah. Pada tahun 1990 wilayah kecamatan Kerjo yang
sebelumya tidak ikut andil dalam wilayah perkebunan pada masa TRI, akhirnya
mengikuti program ini. Wilayah desa di kecamatan Kerjo yang dijadikan dalam
kebun adalah Kuto, Sumberejo, Tamansari, Botok, Tawangsari, dan Karangrejo.6
Namun pada tahun 1996/1997 wilayah TRI semakin menjadi sempit. Pada
tidaahun tersebut wilayahnya hanya mencakup 1.825 hektar. Antusiasme petani
pada tahun-tahun sebelumnya menjadi berkurang semenjak kerugian melanda.
2. Sukoharjo
Kabupaten sukoharjo termasuk kedalam wilayah kerja Pabrik Gula
Tasikmadu Karanganyar. Kabupaten Sukoharjo memiliki luas wilayah 465,07
Km2 yang wilayahnya sebagin terdiri dari dataran rendah, sebagian tanahnya
agak miring kea rah timur yang merupakan kaki gunung lawu.7 Wilayah
sukoharjo merupakan wilayah perkebunan yang digunakan oleh Pabrik Gula
karena kebanyakan wilayahnya adalah tanah tegalan. Namun ada juga yang
menggunakan wilayah persawahan yang digunakan untuk areal TRI. Berikut
adalah luas perkebunan di Sukoharjo tahun 1989-1997.
6 Upp TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu.,op.cit. hlm. 3.
7 http://adiatmojo1.blogspot.com/2012/10/sukoharjo dalam angkt html
(diakses pada tanggal 9 september 2015)
50
Tabel 8. Luas wilayah Perkebunan tebu di Sukoharjo tahun 1989-1997
No Tahun Jenis TRI Luas Wilayah (ha)
1 1989/1990 TRIS dan TRIT 625
2 1990/1991 TRIS dan TRIT 1.442
3 1991/1992 TRIS dan TRIT 1.864
4 1993/1994 TRIS dan TRIT 937,464
5 1994/1995 TRIS dan TRIT 689,043
6 1995/1996 TRIS dan TRIT 640,684
7 1996/1997 TRIS dan TRIT 476,056
Sumber : UPP TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu
Berdasarkan keterangan dari data tabel dapat diketahui bahwa
perkembangan luas wilayah perkebunan tebu di daerah Kabupaten Sukoharjo
juga mengalami pasang surut. Pasang surut yang dimaksud adalah mengenai
bertambah dan berkurangnya areal penanaman tebu. Selain berdasarkan
rendemen yang menpengaruhi pasang surut, faktor keuntungan yang diterima
petani juga mempengaruhi areal tanah yang diguakan untuk tanaman tebu. Pada
masa tanam 1991/1992 di Kabupaten Sukoharjo tanah areal yang digunakan
untuk penanaman tebu mengalami prosentasi yang paling tinggi. Pada masa
tanam 1991/1992 wilayah TRI di Sukoharjo mencapai 1.864 hektar. Pada tahun
ini mengalami kenaikan wilayah sekitar 400 hektar dari tahun 1990/1991 luas
arealnya mencapai 1.442 hektar. Pada tahun 1990/1991 daerah yang digunakan
untuk areal TRI meliputi Mojolaban, Polokarto, Bendosari dan Nguter yang
melibatkan 51 desa. 8 Tahun 1996/1997 areal yang digunakan untuk menanam
tebu menyusut menjadi sekitar 476 hektar karena berbagai faktor yang
menyebabkan sistem TRI ini tidak diminati oleh petani. Namun pada masa tanam
8 Upp Intensifikasi Karanganyar I. Laporan Tahunan Tahun Anggaran
1990/1991 (1991). hlm. 7.
51
tebu Tahun 1995/1996 menurut data dari Dinas Pertanian adanya pertambahan
areal yaitu kecamatan sukoharjo dan grogol. 9
3. Sragen
Kabupaten Sragen juga masuk kedalam wilayah kerja dari Pabrik Gula
Tasikmadu Karanganyar. Kabupaten Sragen memiliki luas wilayah 941,554 Km2.
Meskipun di Kabupetan Sragen terdapat Pabrik Gula Mojo, namun ada sebagian
wilayahnya yang termasuk dalam kebun dari Pabrik Gula Tasikmadu. Pembagian
antara kebun di Sragen untuk PG Tasikmadu dan PG Mojo sudah ditentukan
sebelumnya. Berikut adalah luas areal wilayah kebun di Sragen.
Tabel 9. Luas wilayah Perkebunan tebu di Sragen tahun 1989-1997
No Tahun Jenis TRI Luas Wilayah (ha)
1 1989/1990 TRIS dan TRIT 1.113
2 1990/1991 TRIS dan TRIT 843,185
3 1991/1992 TRIS dan TRIT 1.252
4 1993/1994 TRIS dan TRIT 753,788
5 1994/1995 TRIS dan TRIT 632,422
6 1995/1996 TRIS dan TRIT 567,893
7 1996/1997 TRIS dan TRIT 524,612
Sumber : UPP TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu
Berdasarkan data tabel, Sragen pada tahun 1990/1991 mengikuti program
TRI dengan mengikut sertakan 6 kecamatan yang terdiri dari 52 desa. Kecamatan
tersebut meliputi Masaran, Plupuh, Gemolong, Sukoharjo, Kalijambe dan Miri.10
Perkembangan luas areal pada tahun 1989/1990 berdasarkan tabel
mencapai1.113 hektar yang meliputi keenam wilayah tersebut. Pada tahun
9 Upp TRI Kabupaten Karanganayar I., Evaluasi Pelaksanaan Program
TRI MTT Giling 1990/1991 Wilayah kerja PG Tasikmadu. (Karanganyar,1991),
hlm. 3. 10
Ibid., hlm. 5.
52
1991/1992 luas areal perkebunannya bertambah menajadi 1.252 hektar. Hal ini
faktornya sama berkaitan dengan rendemen ditiap kebun yang semakin tinggi,
otomatis keuntungan yang diterima petani semakin bertambah. Pada masa tanam
tebu 1996/1997 berdasarkan data dari Dinas Pertanian wilayah areal TRI di
Sragen hanya 3 kecamatan yang terdiri dari Miri, Kalijambe dan Gemolong.
Keadaan ini hamper sama dengan beberapa wilayah di PG Tasikmadu pada
musim tanam 1996/1997 wilayahnya menjadi semakin menyempit.
4. Wonogiri
Kabupaten wonogiri merupakan areal paling selatan yang termasuk
wilayah perkebunan tebu Pabrik Gula Tasikmadu. Wonogiri memiliki luas 1.827
Km2. Wilayah areal yang digunakan untuk Wonogiri adalah areal TRIT (Tebu
Rakyat Intensifikasi Tegalan). Hal ini berkaitan dengan kontur wilayah dari
daerah tersebut yang menyebabkan petani untuk menanam di areal tegalan.
Berikut adalah luas wilayah kebun di Wonogiri.
Tabel 10. Luas wilayah Perkebunan tebu di Wonogiri tahun 1989-1997
No Tahun
Jenis TRI Luas Wilayah
1 1989/1990 TRIT 1.010
2 1990/1991 TRIT 1.125
3 1991/1992 TRIT 920
4 1993/1994 TRIT 622,960
5 1994/1995 TRIT 560,451
6 1995/1996 TRIT 657,092
7 1996/1997 TRIT 614,656
Sumber UPP TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu
Berdasarkan data tabel dapat diketahui mengenai areal penanaman tebu
yang digunakan. Berbeda dengan wilayah Karanganyar, Sragen dan Sukoharjo di
wilayah Wonogiri lebih menggunakan tanah tegalan yang digunakan untuk areal
53
penanaman. Berbeda dengan wilayah lain, pada musim tanam tahun 1990/1991
wilayah perkebunannya tercatat paling luas dengan 1.125 hektar. Namun pada
tahun 1991/1992 wilayahnya menjadi 920 hektar. Keadaan ini sama dengan
sebelumnya berkaitan dengan rendemen dalam tebu yang ditebang. Kabupaten
Wonogiri pada tahun 1990/1991 daerah yang mengikuti TRI terdiri dari 12
kecamatan yang berisi 56 Desa. Wilayah kecamatan tersebut terdiri dari Selogiri,
Wonogiri, Ngadirojo, Girimarto, Sidoharjo, Jatisrono, Jatiroto, Nguntoronadi,
Tirtomoyo, Baturetno, Giriwoyo dan Giritontro.11
Perkembangan selanjutnya
pada masa tanam teb 1996/1997 wilayah kecamatan Manyangan juga masuk
dalam wilayah TRI. Rendahnya rendemen dan kerugian petani tidak menjadikan
masa tanam tebu menjadi menurun. Penyempitan areal TRI di daerah Wonogiri
dimulai pada masa tanam 1993/1994 dengan hanya memiliki luas areal 622,960
hektar. Akirnya pada musim tanam selanjutnya menjadi lebih sempit lagi.
Akhirnya pada tahun 1996/1997 yang wilayahnya menjadi lebih menyempit
beramaan antusiasme petani dalam mengikuti TRI berkurang. Pada tahun
tersebut wilayah untuk penanaman tebu hanya mencapai 614,656 hektar.
5. Grobogan
Grobogan merupakan wilayah kebun binaan dari Pabrik Gula Tasikmadu.
Wilayah dari grobogan terbagi dalam wilayah perkebunan dari PG Tasikmadu
dan PG Mojo. Menurut data dari Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar,
wilayah Grobogan yang digunakan untuk TRI baru tercatat pada masa tanam
tebu 1995/1996. Wilayah grobogan pada tahun 1996/1997 yang terdataf sebagai
11
Ibid., hlm.3.
54
kebun TRI meliputi kecamatan Gayer, Toroh dan Pakishaji.12
Adanya UU No 12
tahun 1992 tentang kebebasan petani untuk menanam tananam di arealnya,
menjadikan areal TRI menjadi semakin sempit.
Wilayah perkebunan tebu milik Pabrik Gula Tasikmadu yang berada di
berbagai daerah menyediakan pasokan tebu di setiap musim giling. Biasanya
dalam musim giling tebu-tebu dari berbagai perkebunan tersebut di setorkan ke
bagian pengolahan di Pabrik Gula Tasikmadu. Sebelum tahun 1975, sistem
pengangkutan tebu dari perkebunan ke Pabrik masih menggunakan lori. Lori
sendiri merupakan kereta kecil yang digunakan untuk mengangkut tebu hasil
tebang dari perkebunan. Semenjak diberlakukannya sistem Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI), lori yang biasanya digunakan untuk membawa/mengangkut
tebu digantikan dengan truk. Pengangkutan tebu menggunakan truk diharapkan
bisa lebih menjangkau wilayah perkebunan yang lebih jauh, karena memang
sebelumnya lori hanya sebatas melalui perkebunan tertentu. Oleh karenanya,
sistem pengangkutan menggunakan truk ini mampu membantu petani tebu untuk
menjangkau wilayah yang sangat terpencil pada waktu musim tebang.
Perkebunan Tebu di Wilayah Tasikmadu yang tersebar hampir di 5
Kabupaten terdapat kebun yang digunakan sebagai penangkaran. Kebun ini
digunakan untuk mengembangkan bibit-bibit tebu yang nantinya akan ditanam.
Pengembangan dan pengelolaan kebun ini dikelola oleh Pabrik Gula. Pabrik Gula
Tasikmadu mempunyai 4 kebun bibit, diantaranya Kebun bibit tersebut adalah
Kebun bibit datar (KBD), Kebun bibit Induk (KBI), Kebun bibit Nenek (KBN)
12
Upp Intensifikasi Karanganyar I. Laporan Tahunan Tahun Anggaran
1996/1997 (1996). hlm. 6.
55
dan kebun bibit pokok (KBP). Luas areal untuk pembibitan biasanya sekitar 10
persen dari luas seluruh areal yang dimiliki oleh Pabrik Gula. Penyelenggaraan
masing-masing kebun bibit dibedakan sesuai dengan keperluan-keperluan
pembibitannya. Bibit yang biasanya langsung digunakan dan diberikan petani
adalah yang berasal dari kebun bibit datar. Hasil bibit yang berasal dari kebun ini
langsung bisa ditanam di Sawah maupun tegalan. Kebun bibit datar (KBD)
ditanam pada bulan September-Nobember, untuk Kebun bibit induk pada bulan
Juni-Juli sedangkan Kebun bibit pokok (KBP) ditanam pada bulan Desember-
Februari 13
. Berikut adalah Luas kebun bibit di PG Tasikmadu Karanganyar :
Tabel 11. Luas Kebun bibit di PG Tasikmadu
No Tahun KBD (ha) KBI (ha) KBN (ha) KBP (ha)
1 1974/1975 261.65 45.58 7.56 8.74
2 1975/1976 254.55 50.27 9.95 3.19
3 1976/1977 265.25 54.42 10.18 2.91
4 1977/1978 351.58 63.32 11.11 3.20
5 1978/1979 353.95 71.73 15.15 4.17
6 1979/1980 293.15 93.85 18.06 4.37
7 1980/1981 305.64 74.25 13.15 4.13
8 1981/1982 324.64 57.51 13.58 2.02
9 1982/1983 - 49.61 9.47 8.42
Sumber: Bagian Tanaman PG Tasikmadu
Berdasarkan data dari tabel, perkembangan jumlah areal kebun bibit
mengalami fluktuasi berkaitan dengan bibit yang dihasilkan. Ketidak stabilan
dari jumlah bibit yang dihasilkan akan berpengaruh kepada hasil tebu. Namun
Kebun Bibit Datar yang dikembangkan dari KBI pada tabel tersebut
perkembangannya cukup bagus daripada Kebun Bibit lainnya. KBI (Kebun bibit
induk) di PG Tasikmadu dikembangkan dengan diambil dari KBN (Kebun bibit
nenek). Biasanya setelah pegembangan disalah satu kebun bibit, kemudian
13
Sri Hery Susilowati., op.cit. hlm. 45.
56
diambil sampel untuk dikembangkan di kebun selanjutnya. Kebun Bibit Pokok
sebagai awal mula benih tanaman tebu mengalami penurunan pada tahun
1981/1982. Perbandingan antara KBP, KBN, KBI, dan KBD adalah : 14
a. KBP : KBN = 1: 6
b. KBN : KBI = 1:6
c. KBI : KBD = 1:6
d. KBD : KTG = 1:6
Setiap 100 hektar kebun bibit pokok yang akan digunakan biasanya dapat
dikembangkan menjadi 600 hektar kebun yang berisikan bibit tebu.15
Begitu
juga seterusnya sampai dengan kebun tebu giling. Hasil KBD merupakan bibit
yang langsung bisa ditanam. Kebun bibit diatas merata disetiap kebun milik
Pabrik Gula Tasikmadu. Penyelenggaraan tebu bibit sama dengan tebu giling.
Pembibitan merupakan hal pertama yang dilakukan sebelum mengembangkan
tanaman tebu. Oleh karenanya, masa pembibitan ini mencapai 6-7 bulan. Setelah
diadakan sistem pembibitan, kemudian barulah melakukan penanaman resmi.
Pada masa tanam tebu 1996/1997 Kebun Bibit Datar di Pabrik Gula Tasikmadu
terbagi ke dalam 18 wilayah perkebunan bibit 16
. Wilayah perkebunan bibit
tersebut terbagi dalam 2 masa yaitu masa Mareng dan masa Labuhan. Pada
kebun bibit mareng menjangkau areal seluas 78,625 hektar. Masa labuhan terdiri
dari kebun Jetis, Kronggen, Pagak, Kaloran, Sambirejo, Bangsri, Pereng,
14
http://Pembudidayaantebu/201510/bibit tebu (diakses pada tanggal 3
Novemer 2015) 15
www.Forumtebu.com (diakses pada tanggal 9 september 2015) 16
Upp Intensifikasi Karanganyar I ., op.cit., hlm 25.
57
Pandeyan, Jungke, Jantiharjom Jungke Rejosari, Parangjoro dan Manjung.17
Pada
kebun bibit datar masa labuhan menjangkau areal 32,827 hektar yang terdiri dari
kebun di Jungke, Doplang, Jati, Jantiharjo dan Gemawang. 18
B. Tebu Rakyat Intensifikasi
1. Latar Belakang Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)
Gula merupakan salah satu bahan pangan pokok yang sangat penting. Gula
sendiri termasuk kedalam 9 bahan makanan pokok yang pengadaan dan
pengaturan harganya ditangani pemerintah.19
Pengusahaan tebu di Jawa adalah
merupakan sebuah peninggalan dari sistem perkebunan zaman kolonial yang
mana tanah-tanah milik petani yang berada di desa kemudian disewakan kepada
pabrik gula. Pada masa sebelum tanam paksa, sistem penyediaan tanah untuk
tanaman tebu di Jawa ada dua macam yaitu pertama dengan tanah pertikelir dan
kedua dengan persewaan desa.20
Antara VOC dan pengusaha gula swasta (cina
dan Eropa) dilakukan sebuah transaksi jual beli tanah partikelir.
Pada masa Tanam Paksa (1830-1870) penduduk diharuskan menanam
tanaman yang hasilnya laku di pasar internasional.21
Perbedaan dengan zaman
VOC adalah bahwa pada masa sistem tanam paksa pemerintah ikut campur
dalam pengelolaan dan pengawasan pengusahaan tanaman. Terlebih lagi tanaman
17
Upp Intensifikasi Karanganyar I. Laporan Tahunan Tahun Anggaran
1996/1997 (1996). hlm. 26. 18
Upp TRI Kabupaten Karanganayar I., Evaluasi Pelaksanaan Program
TRI MTT Giling 1996/1997 Wilayah kerja PG Tasikmadu. (Karanganyar,1997).
hlm. 27. 19
Mubyarto. Masalah Industri Gula Indonesia. (Yogyakarta :BPFE, 1982),
hlm. 91. 20
Dibyo Prabowo, Penguasaan Tanah dalam Program Tebu Rakyat
Intensifikasi. ( Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1994), hlm 10.
21
Ibid., hlm. 11.
58
tebu yang ketika itu sudah mulai berkembang. Sistem tanam paksa yang
diberlakukan dianggap mampu memberikan jawaban kepada tuntutan yang
mendesak keuangan penjajah pada waktu itu. Oleh karenanya, sistem ini
memberikan dampak kepada petani dengan diharuskannya memberikan
tanahnya untuk tanaman ekspor. Kalau pada era tanam paksa semua merupakan
paksaan atau keharusan mulai dari jenis tanaman yang harus ditanam, wajib serta
tanah dan wajib kerja (tanpa upah) maka lahirnya Undang-Undang Agraria tahun
1870 mengijinkan perkebunan menyewa tanah.22
Melalui adanya UU Agraria
1870 industri gula tumbuh dengan cepat dan memaksimalkan hasil produksinya. .
Pada zaman kemerdekaan memberikan dampak baru bahkan suasana
kebebasan baru bagi para petani dalam persewaan tanah dengan pabrik gula.
Sebagai pelaksanaan UUPA dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No 38/1960 yang menetapkan bahwa Perusahaan gula
mendapat perlindungan dalam penyediaan areal yaitu diijinkan menggunakan
tanah rakyat. Desa harus menyediaakan tanah untuk tebu
Undang-undang tersebut menganjurkan pemilik tanah agar menyerahkan
tanahnya untuk ditanami tebu, selain itu pada saat yang sama masih
menghasilkan bahan pangan untuk konsumsi. Ternyata dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 38/1960 kesulitan pabrik gula dalam
memperoleh areal lahan belum dapat teratasi karena besarnya sewa yang
menjadikan masalah utama. Pemerintah kemudian mencari upaya lain dengan
sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil yang diterapkan pemerintah ini juga tidak
mendapatkan nilai positif. Terlebih lagi dalam perkembangan dari tahun ketahun,
22 Ibid., hlm. 12.
59
pertumbuhan penduduk yang sangat pesat memberikan dampak kepada
keperluan penggunaan tanah untuk hunian mereka. Melalui inilah keperluan
tanah-tanah untuk tanaman tebu mulai terdesak.
Nilai sewa yang relatif rendah apabila dibandingkan dengan hasil tanaman
padi mengakibatkan sistem sewa tidak menarik lagi. Faktor ini juga ditambah
semakin banyaknya penyewa lahan yang mengeluhkan sewa tidak mengalami
peningkatan berbanding dengan penjualan tebu yang semakin meningkat
menyebabkan petani enggan menyewakan lahannya.
Sistem sewa yang diberlakukan di desa selama 15-16 bulan secara
bergiliran dalam wilayah kerja pabrik gula tersebut juga tidak mengalami
perbaikan. Pada tanggal 22 April tahun 1975 dikeluarkanlah Intruksi Presiden No
9 Tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI).23
Perubahan yang
mendasar adalah bahwa pabrik gula yang semula menjadi penguasa tunggal
dalam penanaman dan penggilingan tebu berubah fungsinya sebagai penggiling
saja. Adanya Inpres ini pengusahaan tanaman tebu seluruhnya diserahkan kepada
petani dengan memelihara sendiri tanamannya, petani diharapkan bersungguh-
sungguh dalam mengelola tanamannya sehingga produksi gula meningkat.
Peningkatan produksi berarti juga peningkatan pendapatan petani. 24
Melalui Intruksi Presiden No 9 yang mengalihkan pengusahaan tanaman
tebu oleh Pabrik Gula kepada rakyat dan sistem sewa dengan resmi dilarang.
Pabrik gula Tasikmadu Karanganyar juga memberlakukan sistem Tebu Rakyat
Intensifikasi tersebut. Wilayah kebun yang sangat luas dan merata diberbagai
23
Mubyarto., op.cit., hlm. 86.
60
daerah membuat sistem sewa mengalami banyak kendala Melalui sistem TRI ini
diharapkan bisa meminimalisir kendala di berbagai daerah tersebut.
2. Tujuan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI)
Tebu rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan kebijakan dari pemerintah
yang menfokuskan petani sebagai pelaku utama dalam proses penanaman tebu.
Kebijkan ini diberlakukan pemerintah untuk menggantikan program sewa yang
ketika itu petani tidak bisa leluasa untuk mengembangkan pola penanaman di
kebunnya sendiri. Melihat dari situasi seperti ini, pemerintah membuat sebuah
kebijakan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang tertuang dalam Intruksi Presiden
No. 9 tahun 1975.25
Program ini dilaksanakan dan diberlakukan ke berbagai daerah wilayah
perkebunan tebu agar bisa meningkatkan pendapatan petani yang pada masa
sistem sewa petani kurang diuntungkan. Selain hal tersebut melalui program TRI
ini bisa meningkatkan produktifitas usahatani yang terpadu dengan menjamin
kemantapan serta percepetan peningkatan industri gula nasional. Petani yang
pada masa sewa tanah hanya menyewakan tanahnya, pada instruksi ini petani
diharapkan menjadi sentral dalam proses penanaman dan penggarapan tebu
dengan Pabrik Gula sebagai mitra pembimbingnya. Di samping hal itu, dengan
dikeluarkannya Inpres ini pemerintah juga berharap memperluas kesempatan
kerja serta meningkatkan perataan pendapatan masyarakat petani di pedesaan.
25
Intruksi Presiden Republik Indonesia Tentang Tebu Rakyat Intensifikasi
61
C. Pelaksanaan TRI di Pabrik Gula Tasikmadu
1. Penentuan Letak dan Luas Areal
Areal perkebunan tebu dari suatu Pabrik Gula biasanya merupakan tanah
rakyat dengan perjanjian sewa yang sebelumnya telah diusahakan oleh Pabrik
Gula.26
Pada tahun-tahun sebelumnya, masalah persewaan tanah bagi Pabrik
Gula Tasikmadu merupakan suatu permasalahan. Kenaikan ringkat
perekonomian dalam masyarakat dan biaya hidup bagi petani pemilik tanah
menjadikan uang sewa yang diberikan Pabrik Gula Tasikmadu tak sebanding dan
bahkan kurang. Alhasil sistem sewa tersebut dianggap merugikan bagi petani dan
pihak Pabrik Gula sendiri. Melihat situasi demikian, pemerintah dengan cepat
memberlakukan suatu kebijakan yang tertuang dalam program TRI yaitu Inpres
No 9 tahun 1975. Melalui kebijakan tersebut diharapkan petani menjadi sentral
dari sistem pola penanaman tebu dengan Pabrik sebagai mitra pembimbingnya.
Sistem tebu rakyat intensifikasi (TRI) erat kaintannya dengan areal
penanaman tebu. Sistem TRI ini memfokuskan masalah areal menjadi hal yang
pokok. Untuk mencapai luas TRI yang telah direncanakan oleh Pabrik Gula,
maka sebelumnya Pabrik Gula membuat surat permohonan kepada Kepala
Daerah Tingkat II Karanganyar selaku Bapel Dati II. Bupati disini mempunyai
peran yaitu menetapkan luas areal dengan mengeluarkan SK yang isinya
menunjuk dan menetapkan wilayah tertentu yang digunakan sebagai wilayah
perkebunan pada masa TRI. Melalui SK tersebut, Pabrik Gula menghubungi
camat dan kepala desa bersangkutan untuk menetapkan wilayah lokasi kebun
TRI. Akhirnya setelah adanya persetujuan tersebut, kepala desa membuat daftar
26
Sri Hery Susilowati., op.cit., hlm. 65.
62
pemilik tanah dan luas arealnya kemudian diserahkan dan direkomendasikan ke
Pabrik Gula yang notabene sebagai pembimbing dari petani.
Pabrik Gula selain sebagai pembimbing petani juga sebagai mitra bagi
petani, Pabrik gula memberikan berbagai pengarahan mengenai pola
penananamn tebu pada masa TRI. Oleh karenanya Pabrik Gula Tasikmadu
mempunyai forum/lembaga yang mengatur kinerja dari pelaksanaan penentuan
areal tebu. Lembaga yang dikenal dengan Forum Musyawarah Produksi Gula
(F.M.P.G) memiliki peran dan tugas dalam penentuan areal tersebut. FMPG di
wilayah kerja Tasikmadu diadakan dua kali setiap bulan dan pelaksananya
dilakukan mulai awal perencanaan areal sampai akhir giling.27
Jadwal
pelaksanaannya adalah tahap 1 berkisar tanggal 12 dan 27 setiap bulannya untuk
Kabupaten Karanganyar dan Sragen, kemudian tanggal 13 dan 23 untuk wilayah
Kabupaten Sukoharjo dan Wonogiri.28
Kegiatan yang dilakukan oleh FMPG
terfokus kepada perencanaan, pelaksanaaan, masalah dan pemecahanya pada
sistem TRI yang meliputi areal TRI, Tanam/Kepras, Tebang angkut, Rendemen
dan penolahan beserta pemasaran tebu. Unsur-sunsur dalam FPMG sebagai
berikut : 29
a) Ketua : Administratur
b) Sekretaris : Kepala UPP Intensifikasi Karanganyar merangkap
sebagai anggota
c) Anggota : Wakil dari unsur Bapel Kabupaten yaitu Pemda
(Pemerintah daerah), Disbun (Dinas Perkebunan), Bimas
27
Upp Intensifikasi Karanganyar I., Evaluasi Pelaksanaan Program TRI
MTT Giling 1996/1997 Wilayah kerja PG Tasikmadu. (Karanganyar,1996), hlm.
8. 28
Ibid. 29
Upp Intensifikasi Karanganyar I., Laporan Tahunan Tahun Anggaran
Giling 1993/1994. (Karanganyar,1994), hlm. 8.
63
(Bimbingan Masal), Koperasi, Pengariran, Dispertan
(Dinas pertanian), BRI (Bank Rakyat Indonesia) maupun
Bukopin), KUD Pelaksana TRI dan wakil kelompok tani.
2. Pelaksanaan Penanaman Tebu
Penanaman tebu pada masa TRI berkisar antara bulan mei sampai dengan
bulan oktober. Pada bulan-bulan tersebut digunakan untuk menanam tebu pada
lahan sawah yang sebelumnya bergantian dengan tanaman padi. Berbeda halnya
dengan lahan tadah hujan/tegalan yang masa tanamnya sangat bergantung pada
keberadaan air. Oleh karenanya banyaknya debit air dan irigasi pada daerah
disekitar tegalan menjadi acuan penting dalam penanaman tebu di daerah ini.
Penanaman tebu dilakukan oleh kelompok tani yang telah mendapatkan
rekomendasi lahan untuk ditanam. Pelaksanaan penanaman tebu diambil dari
tebu bibit yang sudah ditanam sebelumnya, yang kemudian digunakan untuk
penanaman tebu ini.
Pabrik Gula Tasikmadu karanganyar menggunakan beberapa jenis tebu
yang ditanam di beberapa wilayahnya. Ada sekitar 5 jenis tebu yang digunakan
dan ditanam pada masa TRI. POY 3016, POY 2961, PS 30, BZ132, dan BZ 134.
Tebu jenis POY dan PS berumur sekitar 12-14 bulan masak, sedangkan jenis BZ
memiliki angka kemasakan pada bula ke 9.30
Namun untuk presentase
kematangan dan pelaksanaan penebangan tebu tergantung kebijakan dari
administratur dengan melihat produksi pada musim tanam sebelumnya dan
pertimbangan areal yang ada.
30
Muljana. Teori dan Praktek cocok tanam tebu dengan segala
masalahnya. (Yogyakarta : CV Aneka. 1982 ), hlm. 14.
64
Pada perkembangannya dalam penanaman tebu dikenal dengan istilah tebu
keprasan. Tebu Keprasan mulai dikembangkan di Pabrik Gula Tasikmadu pada
tahun 1976.31
Tebu keprasan merupakan tebu yang tumbuh dari dongkelan tebu
tunas I yang telah dikepras/ lebih dikenal dengan tunas II. Tebu keprasan ini
adalah perkembangan dari sistem penanaman tebu yang menggunakan bekas tebu
yang telah dipotong, namun potongan tebu yang sudah dipotong pada masa
penebangan pertama akan menjadi tunas kembali. Tebu keprasan ini biasanya
memiliki batang yang lebih kecil daripada tebu tunas 1, namun bedanya batang
yang dihasilkan lebih dari satu batang. Pengeprasan dilaksanakan 1 sampai 3
minggu setelah waktu tebang. Keterlambatan jangka waktu kepras akan
menyebabkan penurunan hasil tebu, rendemen, jumlah maupun tinggi batang.
Pemeliharaan pada tebu keprasan secara garis besar sama dengan penanaman
tebu tunas I, namun untuk merasang pertumbuhan akar pemupukan dilakukan
penambahan dosis.
Penggarapan tebu keprasan ini berbeda dengan penggarapan tebu yang
pertama. Kebun yang akan dikepra harus dibersihkan dulu dari kotoran-kotoran
bekas tebangan sebelumnya, baik yang masih berada di sekitar tanaman maupun
got-got pengairan. Biasanya untuk membersihkan kotoran-kotoran dari kebun
lebih mudah dengan sarana dibakar. Namun dengan dibakar menyebabkan tanah
mudah kering karena humus sisa-sisa pembakaran hilang. Menurut keterangan
dari Sunaryo selaku staff bagian perkebunan, ada beberapa kebun di sekitar
Pabrik Gula Tasikmadu yang apabila sebelum pengeprasan dibakar dulu kualitas
tebu yang dihasilkan malah semakin baik. Namun hal ini hanya terjadi di
31
Sri Hery Susilowati., op.cit. hlm. 40.
65
beberapa kebun saja tidak merata di seluruh kebun. Akhirnya setelah dibersihkan
dari kotoran-kotoran yang berada di sekitar tebu yang akan dikepras, barulah
mulai mengepras secara petak-petak berurutan. Hal ini mempunyai tujuan agar
tebu yang tumbuh selanjutnya perkembanganya menjadi rata dan tidak terpencar-
pencar.
Masalah penanaman tebu dalam situasi TRI bukan merupakam hal yang
baru bagi sebagian petani di wilayah PG Tasikmadu. Seiring berjalannya waktu,
tidak jarang terdapat petani sama sekali belum paham tentang pertanaman seperti
yang dilakukan oleh petani lain lain. Terdapat juga keengganan pemilik lahan
yang notebene bukan petani untuk mengelola dan menanam tebu di lahan
pribadinya. Untuk mengatasi masalah seperti ini dilakukan kerjasama antara PG
dengan petani/pemilik lahan. Kerjasama ini biasanya sering disebut dengan TRI
Jasa. TRI jasa dilaksanakan setelah adanya kuasa dari petani/pemilik lahan
kepada pabrik gula. Kredit yang diambil digunakan untuk biaya pengelolaan
penanaman tebu. Apabila dalam mengusahakan tebu tersebut biaya yang
digunakan melebihi peket kredit yang diterapkan, kekurangan tersebut menjadi
tanggung jawab sepenuhnya oleh pabrik gula.
3. Organisasi TRI dan Tatakerja
Pada masa TRI terdapat elemen yang penting dalam menjalan dan
mendukung program ini. Menurut SK Menteri Pertanian
022/SK/Mentan/Bimas/II/1981 terdapat beberapa unsur yang terlibat dalam
66
program ini.32
Unsur-unsur tersebut meliputi petani sebagai peserta TRI, Pabrik
Gula sebagai mitra pembimbing petani, KUD sebagai lembaga yang memberikan
sistem kredit kepada petani, BRI dan satuan Sapel baik ditingkat desa, kecamatan
maupun Kabupaten dan dari dinas Perkebunan setempat.Melalui berbagai
lembaga tersebut sistem TRI berjalan.
Dari berbagai unsur pelaksana TRI tersebut tugas dan fungsinya adalah
sebagai berikut :
1. Petani
Petani merupakann faktor penting dalam program TRI ini, karena petani
merupakan sentral dari sekian proses penanaman bahan baku gula yaitu tebu.
Tebu yang sudah ditanam akan ditebang pada masa panen. Petani disini sebagai
pemilik tanah yang mengusahakan tebu miliknya sendiri. Petani juga pemegang
bengkok atas sebidang tanah yang mengusakan tanaman tebu. Di samping hal
itu terdapat sebuah ketentuan dimana penggarap yang diberikan kuasa oleh
pemilik tanah yang diusahakanya, yaitu luas tanah garapanya termasuk tanah
miliknya sendiri tidak lebih dari dua hektar. 33
2. Pabrik Gula
Pabrik gula dalam program TRI adalah sebagai mitra petani. Mitra petani
yang dimaksud adalah dengan memberikan latihan-latihan praktek maupun
penyuluhan dalam hal budidaya tenaman tebu kepada petani, mengadakan
pengawasan intensif terhadap keadaan dan situsai kebun, secara aktif menilai
32
Jati Isnanto. “Pelaksanaan Program Tebu Rakyat Intensifikasi di Klaten
tahun 1975-1997”. Skrpsi Fakultas Ilmu Sosial. UNY. 2012. hlm 52. 33
Sri Hery Susilowati., op.cit., hlm. 67.
67
jalan keluar atas masalah yang terjadi di kebun maupun yang dialami petani TRI
dengan koordinasi Bapel dan Bimas, dan bertanggung jawab terhadap
penggilingan tebu menjadi gula. Peran dari petani TRI hanya sebatas
penanaman dan penebangan tebu, setelah dibawa ke Pabrik Gula menjadi
wewenang dan tugas dari Pabrik tersebut.
3. KUD
KUD merupakan lembaga yang menunjang program TRI. Pada awalnya
KUD tidak langsung terjun dalam lembaga yang menunjang progam TRI.
Seiring berjalanya waktu dan dengan berkembangnya sistem tebu rakyat ini,
pemerintah menunjuk KUD sebagai sumber penyalur kredit petani dan
mengurusi tanaman tebu. Oleh karenanya KUD memerankan fungsi yang
terbilang penting dalam program ini. Fungsi dan wewenang KUD adalah
memberikan jasa dibidang pengadaan sarana produksi (pestisida, pupuk dan
penyediaan bibit) bila telah mampu, Membantu menangani masalah penebangan
dan angkutan tebu, dan Menyaksikan penentuan rendemen dan penimbangan
tebu di Pabrik Gula. KUD memantau saat penimbangan bersama dengan Bimas.
4. Dinas Perkebunan
Dinas perkebuna mempunyai fungsi diantaranya mengadakan penyuluhan
kepada peserta TRI tentang maksud dan tujuan TRI, hak kewajiban, kerjasama
elompok serta membina petani untuk aktif. Dinas perkebunan juga
mempersiapkan petani yang akan ikut TRI, memberikan penerangan kepada
peserta TRI tentang jadwal pengolahan tanah serta kegiatan tanam sesuai
68
keadaan setempat, dan yang terakhir bekerja sama dengan Bapel setempat
menetapkan harga bibit.34
5. Badan Pelaksana (Bapel)
Badan pelaksana (Bapel) dalam program ini membantu pelaksanaan TRI
yang telah ditetapkan oleh Bapel I mengenai perencanaan, pembinaan,
pengawasan maupun koordinasi. Badan pelaksana juga membangkitkan
kesadaran dan mendorong pemilik tanah untuk melaksanakan program TRI dan
juga memantau perkembangan TRI melalui pantauan terhadap penimbangan
bersama KUD.
4. Sistem Perkreditan
Sistem perkreditan yang diberlakukan di PG Tasikmadu adalah melalui
bank BRI yang disalurkan kepada KUD. Melalui BRI inilah kemudian disalurkan
kepada KUD setempat. KUD sebagai tempat pencairan kredit yang berada di
setiap kecamatan. Biasanya disetiap kecamatan terdapat satu KUD yang
berfungsi sebagai sentral pencairan dana. KUD tersebut membawahi berbagai
kelompok tani TRI di setiap kecamatan. Kredit yang diterima kepada petai TRI
berupa kredit modal kerja. Kredit ini berupa bimbingan, bibit tanaman tebu
kemudian pupuk untuk pengembangan tanaman tebu. Kredit ini hanya diberikan
kepada pemilik tanah yang telah melaksanakan kontrak giling dengan Pabrik
Gula dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : 35
34
Wawancara dengan Tugiman Tanggal 26 Juli 2015 di Dinas Pertanian
Karanganyar 35
Wawancara dengan Sunardi tanggal 2 Oktober 2015
69
1) Tidak mempunyai pinjaman kepada bank lain
2) Tidak mempunyai tunggakan kredit kepada BRI, dan
3) Mempunyai jaminnan yang nilainya terbilang mencukupi. Jaminan
dalam kasus ini adalah tanah yang ditamani oleh tebu.
Salah satu unsur yang penting dalam pelaksanaan program TRI adalah
unsur kredit yang bersumber dari BRI. Kredit merupakan hal penting bagi petani
tanpa adanya kredit ini petani tidak akan sanggup melaksanakan program TRI.
Dapat dikatakan juga bahwa kredit merupakan faktor daya tarik bagi petani untuk
melibatkan dirinya dalam program TRI.. Sebelum tahun 1981 kredit dari BRI
kepada para petani disalurkan melalui pabrik gula dan petani petani TRI tidak
dihadapkan pada hal-hal yang terlalu rumit. Atas dasar dokumen-dokumen yang
diisi oleh para petani dengan bantuan ketua kelompok masing-masing, pabrik
gula memproses permintaan-permintaan yang masuk dan langsung berhubungan
dengan pihak BRI.
Sejak tahun 1981/1982 penyaluran kredit dari BRI dialihkan dari pabrik
gula kepada KUD.36
Bahwa BRI secara administratif memberi kredit kepada
KUD dan petani menjadi tanggung jawab KUD yang bersangkutan. Melalui
sistem kredit yang demikian itu, KUD memperoleh beban pengurusan
administrasi kredit untuk anggotanya yang menjadi peserta program TRI. Selain
itu, sebelum KUD dapat menyerahkan dokumen-dokumen permintaan kredit
kepada BRI, KUD memerlukan sebuah tanda tangan persetujuan dari berbagai
instansi-instsansi pemerin tahan seperti pabrik gula, Kepala Desa, Kepala Kantor
Koperasi Kabupaten, dan Camat. Untuk mendapatkan tanda tangan sedemikian
36
http://Pembudidayaantebu/201510/sistem prekreditan (diakses pada
tanggal 2 oktober 2015)
70
banyaknya diperlukan waktu yang cukup lama. Prosedur seperti ini
mengakibatkan kredit BRI tidak dapat diterbitkan pada waktu yang tepat.37
Paket kredit BRI untuk produksi tebu dalam program TRI terdiri dari
komponen-komponen sebagai berikut: Cost of Living atau biaya beban hidup,
Biaya penggarapan tanah, Pupuk, Biaya tebang dan angkut, dan Biaya
insektisida. Dari komponen-komponen kredit itu yang diterima oleh petani
adalah Cost of Living dalam bentuk uang dan pupuk. Biaya pengarapan diterima
oleh ketua kelompok tani yang langsung digunakannya buat keperluan
penggarapan tanah, terutama upah dan tenaga kerja. Biaya tebang dan angkut
diterima oleh KUD dan langsung digunakan buat pembiayaan tebang tebu dan
biaya angkutnya dari lapangan ke pabrik gula. 38
Sistem kredit yang diberikan BRI tersebut kemudian diberikan kepada
ketua kelompok setempat melalui surat kuasa dari peserta TRI. Peserta TRI
merupakan komponen penting dalam mendapatkan kredit ini, karena jika tidak
mendapat surat kuasa dari petani peserta TRI, ketua kelompok tidak dapat
menerima kredit ini. Mekanisme memperoleh kredit dari BRI adalah sebagai
berikut : 39
1) Kepala desa mengajukan daftar dari jumlah peserta TRI ke Pabrik
Gula Tasikmadu. PG sebagai mitra petani kemudian menulis dan
menyimpan data tentang jumlah peserta TRI tersebut.
37
Selo Soemardjan, dkk, Petani Tebu, (Tanpa Kota: Kerja Sama Dewan
Gula dan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial, 1987), hlm.61. 38
Jati Isnanto., Skripsi., op.cit. hlm. 78. 39
Wawancara dengan wardi tanggal 5 September 2015
71
2) Ketua kelompok meminta rekomendasi kepada kepala desa tentang
rekomendasi teknik. Rekomendasi teknik disini yang dimaksud adalah
mengenai keberadaam tanah, pengairan dan sebagainya. Rekomendari
yang diberikan oleh Kepala Desa ini kemudian diteruskan ke Bapel
Kabupaten, Dinas Perkebunan, Dinas Pertanian, Kecamatan, Ketua
Kelompok dan BRI Unit Desa yang ditunjuk.
3) Kelompok membuat permohonan paket kredit ke BRI dengan mengisi
blangko 89-b. Setelah mengisi blangko tersebut, oleh ketua Kelompok
Tani diajukan kepada KUD setempat. Setelah surat diterima oleh KUD
kemudian KUD meminta surat rekomendasi kepada Pabrik Gula.
4) Apabila suatu kelompok memerlukan dana untuk penanaman, Ketua
kelompok yang ditunjuk mempunyai tanggung jawab untuk meminta
bon uang kerja yang sebelumnya dimintakan sinder, Bapel Desa, dan
Bapel Kecamatan
5) Pabrik Gula membuat rekomendasi kredit yang isinya ditandatangai
oleh administrator dan kemudian bon tersebut dapat diuangkan.
Tidak semua orang yang menanam tebu bisa menerima kredit dari BRI.40
Sistem pencairan dana dalam TRI ini memang sangat rumit dan membutuhkan
beberapa rekomendasi dari beberapa organisasi pendukung TRI. Hal ini
dirujukan kepada pihak bank dan pabrik yang akan memberikan rekomendasi
terlebih dahulu akan memeriksa dan menaksir hasil dari kebun tersebut. Bagi
kebun yang tidak memenuhi persyaratan dan bahkan sulit mendapatkan
pengairan akan sulit mendapatkan kredit dari pemerintah. Sistem ini
40
Muljana. op.cit. hlm. 51.
72
diberlakukan kalau sampai tidak memenuhi persyaratan serta kekurangan air
akan mengakibatkan hasil dari tebu tidak maksimal, oleh karenanya berdampak
pada kerugian petani yang akan sulit mengembalikan kredit yang diberikan oleh
bank. Pihak Pabrik gula sendiri memperketat rekomendasi dari petani tentang
pencairan dana, sebab Pabrik gula bertanggung jawab terhadap terhadap
perkembangan tebu. Berikut perkembangan besarnya paket kredit dari tahun
1975-1982 :
Tabel 12. Perkembangan besarnya paket kredit TRI
No Musim Tanam TRIS TRIS II TRIT TRIT II
Rp/hektar
1 1975-1976 262.000 225.000 - -
2 1976-1977 350.000 250.000 - -
3 1977-1978 477.460 341.120 - -
4 1978-1979 477.460 341.120 - -
5 1979-1980 458.000 342.000 - -
6 1980-1981 639.500 449.500 449.500 303.000
7 1981-1982 1.245.500 761.000 742.000 551.000
Sumber Arsip Bagian Tanaman PG Tasikmadu Karanganyar
Berdasarkan data dari tabel dapat diketahui bahwa perkembangan paket
kredit dari tahun 1975-1982 mengalami kenaikan di tanah sawah. Untuk tegalan
baru dikembangkan di PG Tasikmadu tahun 1980-1981. Kenaikan yang terus
signifikan menunjukan antusiasme petani untuk mengembangkan TRI semakin
berkembang. Pada tahun 1975-1976 dimulai dengan Rp. 262.000 per hektar
untuk paket kredit dan kemudian terus meningkat. Tebu Rakyat Intensifikasi
Sawah II (TRIS II) juga mengalami peningkatan namun tidak sebesar TRIS I,
hal ini dikarenakan pada TRIS II tebu yang dihasilkan lebih kecil dengan angka
rendemen yang lebih sekidit daripada masa tebangan yang pertama. Pada TRIS 1
paket kredit mencapai Rp. 1.245.500 pada tahun 1981-1982, sedangkan TRIS II
mencapai Rp. 761.000. Tebu Rakyat Intensifikasi Tegalan (TRIT) juga
73
mengalami kenaikan dari Rp. 449.500 menjadi 742.000. Melalui kenaikan
tersebut, kinerja dari KUD sebagai penyalur kredit bisa dikatakan dapat berjalan
dengan lancer dan sesuai dengan target.
Sebagai pencairan kredit dari BRI, KUD berperan sangat vital terhadap
sistem TRI. KUD ditunjuk oleh BRI selaku lembaga untuk mencairkan kredit
kepada petani tebu. Di PG Tasikmadu terdapat beberapa KUD yang mengurusi
pencairan dana. Namun dari tahun ketahun KUD yang ikut andil dalam pencairan
dana di PG Tasikmadu mengalami naik turun. Pada masa giling 1989/1990 KUD
yang ikut TRI terdapat 36 KUD yang tersebar di 4 Wilayah kerja PG Tasikmadu.
Namun pada masa giling 1995/1996 hanya ada 31 KUD.41
Hal ini dikarenakan
faktor pendapatan petani, luas areal, dan kebijakan di setiap daerah berbeda-beda.
Semakin berhasilnya petani menjalankan dan mengelola tebu dengan baik, maka
semakin lancarkan petani mengembalikan kredit yang diterapkan.
6. Sistem Penebangan dan Bagi Hasil
Masalah penebangan menjadi masalah yang pokok dalam Industri gula.
Penebangan erat kaitanya dengan musim giling. Pada saat memasuki awal musim
giling, para petani tebu di berbagai daerah sesegera mungkin melakukan
penebangan (rembang tebu). Hal ini dilakukan agar mencapai target maksimal
dalam pengiriman pasokan tebu ke Pabrik. Pada masa TRI, petani sebelumnya
melakukan perjanjian dengan Pabrik Gula. Pabrik Gula yang notabene sebagai
pembimbing dalam sistem TRI ini harus mengetahui kerja lapangan dari petani
tebu. Terdapat suatu ketentuan bahwa hasil dari penebangan di berbagai
41
Arsip Upp TRI Karanganyar, 1995, Evaluasi pelaksanaan Program TRI
MTT 1995/1996, Karanganyar : Dinas Perkebunan
74
perkebunan tebu harus digilingkan ke Pabrik Gula selaku mitra pembimbing
petani. Oleh karenanya, Pabrik Gula selaku pembimbing juga mempunyai
kewajiban untuk melakukan penggilingan tebu di wilayahnya. Sistem TRI
mengharuskan bahwa tebu hasil tebang dari wilayah Pabrik Gula diharuskan di
giling di Pabrik Gula tersebut. Melalui sistem ini sistem penebangan tebu sudah
terstruktur dan terorganisir.
Pelaksanaan penebangan dilakukan berdasarkan keputusan rapat tebang
yang diadakan oleh hari sebelumnya. Pihak petani TRI sebelumnya melakukan
koordinasi dengan bagian sinder pabrik mengenai kebun yang sudah siap untuk
ditebang. Bagian sinder melakukan survei lapangan dan mengecek apakah kebun
tebu yang dimaksud oleh petani TRI sudah siap ditebang ataukah belum siap.
Apabila telah mendapat rekomendasi dari Sinder, petani boleh melakukan
penebangan tebu. Pada saat melakukan penebangan ini, sebelum dan setelah
selesai melakukan penebangan di suatu kebun, diberikan pemberitahuan kepada
kepala Desa yang bersangkutan. 42
Pelaksanan penebangan tebu dengan cara mendongkel, kecuali apabila akan
dikepras. Alat yang digunakan petani untuk menebang tebu pada masa TRI
menggunakan sabit, linggis, dan cangkul. Setelah ditebang kemudian tebu
tersebut diikat biasanya kurang lebih 20 batang per ikat. Pengangkutan tebu pada
masa TRI ditambah menggunakan truk yang lebih cepat dan dapat menjangkau
kebun lebih dalam.
Sistem pelaksanaan penebangan tebu berdasarkan urutan dari kemasakan
tebu dan juga pertimbangan lainya yaitu transportasi. Sehingga apabila sebuah
42
Sri Hery Susilowati., op.cit., hlm. 69.
75
tempat dilakukan penebangan, maka daerah sekitarnya yang merupakan kebun
tebu harus juga dilakukan penebangan sampai tebu tersebut benar-benar habis.
Cara ini dilakukan untuk memangkas biaya transportasi pada saat pengangkutan
tebu. Mengingat tidak memungkinkan harus kembali ketempat yang sama untuk
penebangan tebu kembali. Kualitas standar tebu biasanya didasarkan pada mutu
BSM (Bersih, segar dan, manis).43
Tebu yang mencapai mutu ketiga tersebut
biasanya rendemanya baik dan hasil Kristal gilingan menjadi baik.
Biaya penebangan pada musim tanam 1980/1981 berdasarkan keputusan
dari pihak pabrik dan petani adalah Rp.110 per kuintal tebu. Untuk pengangkutan
yaitu Rp.130 per kuintal tebu. Melalui mekanisme ini sistem penebangan da
pengangkutan itu berjalan. Namun biaya-biaya yang telah disebutkan merupakan
tanggung jawab sepenuhnya oleh petani. Tebu yang ditebang dan diangkut
menggunakan truk sebagai sarana transportasinya langsung dibawa ke jembatan
timbang. Jembatan timbang ini menimbang berat tebu yang ditebang dari kebun
penebangan. Pada waktu penimbangan ini disaksikan oleh pihak KUD, Bapel
dan wakil dari kelompok petani TRI. Melalui hal ini diharapkan hasil dari
penebangan tidak ada sebuah kekeliruan dan kecurangan. Berikut adalah
ketentuan bagi hasil di Pabrik Gula Tasikmadu :
1) Rendemen tebu sampai dengan 8, maka hasilnya 40% untuk PG dan
60% untuk Petani TRI.
2) Untuk rendemen tebu yang melebihi 8 sampai dengan 10, maka bagi
hasilnya sampai dengan 8 kg untuk setiap kuintal tebu yang digiling
sama dengan nomor 1 diatas. Untuk kelebihan hasil diatas 8 kg gula
43
Upp Intensifikasi Karanganyar I. Laporan Tahunan Tahun Anggaran
1989/1990 (1990). hlm. 5.
76
untuk setiap kuintal tebu yang digiling, pembagian hasilnya adalah
35% untuk Pabrik Gula dan 65% untuk petani. 44
3) Rendemen tebu yang lebih dari 10, maka hasilnya sampai dengan 10
kg gula untuk setiap kuintal tebu yang digiling bagi hasilnya sama
dengan nomor 2 diatas. Kelebihan hasil 10 kg gula untuk tiap kuintal
tebu, pembagianya adalah 30% untuk Pabrik Gula dan 70% untuk
petani
4) Selain hal diatas, petani tetap mendapatkan hasil dari 1,5 kg tetes gula
tiap kuintal tebu sesuai dengan harga jual pabrik Gula.
Sebagai penunjang TRI, pemerintah juga menerapkan TRI jasa bagi petani
yang belum bisa mengembangkan usaha tebunya dan juga bagi pemilik lahan
yang tidak ingin mengelola lahanya tersebut. Untuk bagi hasil dalam TRI jasa
antara petani dengan PG melalui ketentuan sebagai berikut :
1) Petani akan menerima hasil dalam bentuk uang senilai 25 persen dari
hasil gula seluruhnya yang didapat dari lahannya, ditambah dengan 1,5
kg tetes untuk setiap kuintal tebu.
2) PG akan menerima 75 persen dari hasil gula seluruhnya, ditambah
dengan sisa tetes dan hasil lainnya.
3) PG menjamin bahwa hasil yang diterima oleh petani untuk setiap
hektar tanah sawah sebesar 20 kuintal dan tanah tegalan 12,50 kuintal.
44
Wawancara dengan Sunaryo selaku staff Bagian Perkebunan PG
Tasikmadu tanggal 5 September 2015 di PG Tasikmadu.
77
D. Hasil Produksi Tebu Rakyat Intensifikasi di Pabrik Gula Tasikmadu
Tujuan dari program Tebu Rakyat Intensifikasi adalah untuk
meningkatkan pendapatan petani yang diberlakukan sebagai sentral penanaman
tebu juga bertujuan untuk menaikan produksi gula nasional.45
Melalui sistem TRI
ini, areal tebu yang semula dari tebu sewa menjadi tebu rakyat. Mulai dengan
musim tanam 1981/1982 tebu sewa sudah berganti dengan tebu rakyat.
TRI di wilayah Pabrik Gula Tasikmadu menggunakan 2 tempat, yaitu
wilayah sawah dan wilayah tegalan. Penggunaan wilayah sawah merupakan hal
pertama yang dilakukan dan diterapkan di Pabrik Gula selama masa TRI.
Pemerintah turut berperan dalam pemilihan lahan sawah ini digunakan sebagai
lahan tebu. Menurut Bapak Sunaryo penggunaan lahan sawah sebagai lahan tebu
digunakan secara bergantian. Adapun hal ini dilakukan karena lahan sawah yang
digunakan secara terus menerus untuk tanaman padi, hasilnya akan tidak
maksimal. Oleh karenanya, pemerintah menggunakan kebijakan bahwa selain
digunakan untuk tanaman padi, sawah juga digunakan untuk tanaman tebu.
Namun penggunaannya sesuai dengan masa panen dan dijadwal secara teratur.
Penggunaan lahan tegalan sebagai lahan tebu merupakan langkah baru setelah
penggunaan lahan sawah. Penggunaan lahan tegalan dimulai musim tanam 1977-
1978. Lahan tegalan merupakan luasan dari lahan sawah.
Berikut adalah hasil pelaksanaan penaman tebu di sawah dan di tegalan pada
masa TRI PG Tasikmadu Karanganyar.
45
http://PenguasaanTanahPadaTRI/201510/(diakses pada tanggal 2 oktober
2015)
78
1. Tebu Sawah
Tebu sawah merupakan langkah pertama yang dilakukan PG Tasikmadu
dalam melakukan penanaman. Pada masa TRI, penanaman tebu dilakukan di area
persawahan. Opsi ini merupakan langkah yang diberlakukan oleh pemerintah
kepada petani setempat, mengingat bahwasanya sawah yang terus ditanami padi
tidak akan baik kalau ditanami padi terus menerus, oleh karenanya PG Tasikmadu
menghimbau bahwa penggunaan lahan sawah bisa diselingi dengan menanam
tebu. Langkah yang dilakukan ini sebenarnya memberikan keuntungan kepada
petani, karena petani bisa mengembangkan dua sektor tanaman sekaligus.
Sebelum langkah tersebut dilaksanakan, penamanan tebu dan padi harus
dilakukan secara bergiliran. Dilihat dari produksi penanaman tebu disawah,
produksi tebu masih dibawah rata-rata produksi tebu sewa. Sementara dengan
diberlakukanya TRI, lambat laun akhirnya tebu sewa mengalami penurunan.
Berikut adalah produksi tebu sawah :
Tabel 13. Produksi Tebu Sawah di PG Tasikmadu tahun 1970-1981
No Tahun
Tebu Rendemen
TS (ha) TRIS (ha) TS (%) TRIS (%)
1 1970-1971 1041 - 12.43 -
2 1971-1972 1039 - 12.71 -
3 1972-1973 910 - 11.23 -
4 1973-1974 903 - 12.54 -
5 1974-1975 938 - 12.47 -
6 1975-1976 780 616 12.67 13.33
7 1976-1977 1072 818.8 11.21 11.74
8 1977-1978 934 791.9 10.44 10.29
9 1978-1979 899 739 11.49 11.24
10 1979-1980 850.8 771 10.06 10.73
11 1980-1981 833.3 800 10.59 10.16
12 Rata-rata 927.28 765.73 11.62 11.25
Sumber Arsip Bagian Tanaman PG Tasikmadu Karanganyar
79
Data tabel menunjukan bahwa produksi tebu sewa dari tahun 1970-1981
dapat dikatakan naik turun. Pada tahun 1970/1971 hasil produksi tebu mencapai
1041 kuintal per hektar. Pada perkembangan selanjutnya, hasil produksi tebu
mengalami penurunan. Pemilik lahan merasa keberatan dengan besaran sewa
yang tidak mengalami perubahan dan bahkan bisa dikatakan tetap. Hal ini
berbanding terbalik dengan hasil tebu yang dihasilkan. Oleh karenanya, melihat
faktor inilah lama kelamaan para pemilik lahan tidak bersedia menyewakan
lahanya kepada pabrik tebu. Pada tahun 1971-1976 angka penurunan hasil
mencapai 30%. Penyebab penurunan tebu sewa dikarenakan juga lahan-lahan
kesuburan mengalami penurunan, selain hal itu tebu sewa juga kurang
menguntungkan bagi kalangan petani. Akhirnya tebu sewa lambat laun tidak
mendapat respon dari pemilik lahan. Sistem sewa tidak diberlakukan lagi
semenjak TRI diberlakukan oleh pemerintah.
Tebu Rakyat Intensifikasi Sawah (TRIS) yang pada tahun 1975
diberlakukan oleh pemerintah mulai mendapat respon positif dari petani. Pada
musim tanam 1980-1981, antara tebu sewa dengan TRIS mempunyai selisih
produksi sebesar 33.33 kuintal tebu/hektar.. Pada awal masa diberlakukannya
TRI hasil produksi tebu mencapai 616 kuintal/hektar. Perbedaan antara sistem
sewa dengan TRI terlihat dengan hasil produksi tebu yang dihasilkan. Pada
sistem sewa, hasil tebu yang sangat banyak namun dari tahun ke tahun
mengalami penurunan. Pada TRI hasil dari tebu bisa dikatakan lebih sedikit,
namun prosentase pertambahannya sangat baik. Pada musim tanam 1976-1977
Nampak tebu rakyat areal sawah menjadi paling banyak dan berhasil. Hal
tersebut didasari pada keadaan iklim pada waktu itu untuk menunjang
80
pertumbuhan tebu sehingga menghasilkan tebu dengan kualitas rendemen yang
baik. Kualitas angka rendemen antara sistem sewa dengan TRI menurut data
tabel bisa dikatakan hamper sama dengan angka lebih dari 10 %. Namun angka
rendemen tertinggi pada masa TRI terlihat pada awal-awal sistem tersebut
dilaksanakan dengan kualitas rendemen 13%.
2. Tebu Tegalan
Tebu dengan penaman tegalan merupakan area perluasan dari sistem
lahan sawah yang telah diberlakukan sebelumnya. Terbatasnya areal sawah yang
ada, mengakibatkan terfokus ke area tegalan untuk mencoba terobosan terbaru.
Mengingat sebelumnya pada penanaman areal sawah, tanah mengalami
penurunan kesuburan. Oleh karenanya tegalan menjadi sebuah solusi dan sebagai
areal perluasan pabrik. Berikut adalah luas areal dan prosuksi tebu tegalan di PG
Tasikmadu dibandingkan dengan tebu sawah :
Tabel 14. Luas areal dan produksi tebu tegalan dibanding dengan
tebu sawah
No Tahun Luas (ha) Tebu (ku)
Sawah Tegalan Sawah Tegalan
1 1977-1978 1350.02 33.59 934 593
2 1978-1979 1283.66 230.12 899 706
3 1979-1980 1181.01 191.02 850.8 638.3
4 1980-1981 232.22 523.22 833.3 698.4
Sumber Arsip Bagian Tanaman PG Tasikmadu Karanganyar
Berdasarkan keterangan dari tabel produksi tebu sawah dari tahun 1977-
1981 mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan tebu tegalan. Tebu
tegalan sebagai areal luasan mengalami kenaikan baik dari hasil produksi gula
maupun luas wilayahnya meskipun produksinya tidak melebihi dari tebu sawah.
Areal sawah dengan pengairan yang baik bisa menghasilkan tebu yang baik
81
juga. Pada tahun 1977/1978 luas areal sawah mencapai 1.350 hektar dengan
hasil tebu 930 kuintal. Areal tegalan lebih sedikit dengan luas areal 33 hektar
dengan hasil tebu mencapai 539 kuintal. Pada tahun 1980/1981 luas wilayah
persawahan menjadi 232 hektar dengan hasil tebu 833 kuintal, berbanding
dengan areal tegalan yang luasnya mencapai 523 hektar.
Produksi tebu tegalan lebih rendah daripada tebu sawah, tetapi produksi
tebu tegalan tunas II dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
produksi tebu pada lahan sawah pada tunas II. Naiknya produksi tebu tunas II
dibandingkan dengan produksi tebu tunas I pada tanah tegalan ini disebabkan
umur tebu tegalan II lebih lama daripada tunas I, yaitu 12 bulan untuk tunas II
dan 10 bula untuk tunas I. Hal ini disebabkan masa tanam tebu tegalan tunas I
dimulai pada awal musim hujan antara oktober-november agar tebu mendapat
cukup air pada waktu pertunasan dan dapat ditebang menyesuaikan masa giling
pabrik yang biasanya pada bulan September tahun berikutnya. Tebu Kepradan
kedua/Tunas II pengeprasan dilakukan pada bulan September berikutnya.
Berikut luas areal dan produksi tebu tunas I dan II di PG Tasikmadu :
Tabel 15. Luas Areal dan Produksi Tebu Tunas I dan II di PG
Tasikmadu
No Tahun
Luas (ha) Ku Tebu/ha
Sawah Tegalan Sawah Tegalan
I II I II I II I II
1 1978-1979 1283 - 219.23 10.89 899 - 701 808
2 1979-1980 1026 154.83 147.12 43.10 863 770 638 835
3 1980-1981 176.74 55.48 510.43 13.10 845 796 696 829
Sumber Arsip bagian UPP Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar
Pada tabel menunjukan bahwa luas tebu tegalan areal II yang diusahakan
lebih kecil dari tunas II. Berkurangnya jumlah areal penanaman pada tunas II ini
dikarenakan sebagian areal tunas II berubah menjadi tebu bebas, selain hal itu
82
juga dikarenakan juga karena setelah dibongkarnya tunas I ditanami oleh
tanaman lain selain tebu. Berkurangnya minat petani pada akhir-akhir TRI
menyebabkan naik turunya jumlah produksi tebu dan luas areal yang digunakan.
Oleh karena itulah tebu bebas menjadi sebuah langkah yang dilakukan oleh
petani pada waku itu.
Produktivitas tebu di berbagai wilayah Sragen, Wonogiri, Karanganyar,
Sukoharjo dan Grobogan juga berbeda di setiap tahunya. Berdasarkan ke 5
wilayah perkebunan tersebut menghasilkan tebu yang berasal baik dari tebu
sawah maupun dari tebu tegalan. Untuk tebu tegalan sendiri memiliki
keuntungan yang cukup baik, karena dengan masa tanam yang panjang hingga 4
kali. Sedangkan tebu sawah hanya 2 kali.Berikut adalah produktifitas tebu dari
beberapa perkebunan dari wilayah kerja PG Tasikmadu Karanganyar :
Tabel 16. Hasil produksi tebu di Perkebunan PG Tasikmadu Karanganyar
No Tahun Karanganyar Sukoharjo Wonogiri Sragen Grobogan
Produksi tebu/kuintal
1 1987/1988 826.444 183.162 12.435 80.129 -
2 1990/1991 2.680.157 955.319 543.185 513.432 -
3 1994/1995 1.991.304 415.544 305.512 319.669 -
4 1995/1996 1.710.247 371.564 268.174 285.958 -
5 1996/1997 1.593.093 261.803 326.241 299.097 56.846
Sumber Arsip bagian UPP Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar
Berdasarkan data dari tabel dapat diketahui hasil produksi tebu dari 5
wilayah perkebunan PG Tasikmadu yang meliputi Karanganyar, Sukoharjo,
Wonogiri, Sragen dan Grobogan. Wilayah Karanganyar hasil tebu yang didapat
pada tahun 1987/1988 mencapai 826.444 kuintal. Pada tahun 1990/1991
produksinya mencapai 2.680.157 kuintal. Pada tahun tersebut TRI mengalami
masa antusias petani untuk mengembangkan dan mengelola tanaman tebu sangat
baik, sehingga hasil tebu yang juga sesuai dengan target dari kelompok tani.
83
Keadaan ini sama dengan beberapa wilayah lain perkebunan di PG Tasikmadu.
Produksi tebu menjadi turun pada tahun berikutnya menjadi 1.991.304 kuintal.
Akhirnya pada tahun 1996/1997 produksi tebu berkurang menjadi 1.593.093
kuintal.
Wilayah Sukoharjo pada tahun 1987/1988 hasil tebu mencapai 183.162
kuintal. Pada perkembangan selanjutnya pada tahun 1990/1991 hasil tebu
mencapai 955.319 kuintal. Keadaan semakin melonjaknya hasil produksi hamper
sama berkaitan dengan keuntungan yang didapat oleh petani menjadi banyak.
Akhirnya pada tahun 1996/1997 TRI kurang mendapatkan respon dari petani dan
hasil produksi tebu di Sukoharjo turun menjadi 261.803 hektar.
Wilayah Wonogiri sendiri hasil tebu pada tahun 1996/1997 mengalami
kenaikan. Wilayah Wonogiri kebanyakan mengggunan tebu tegalan karena
berkaitan dengan struktur tanah di Wonogiri juga berkaitan dengan panjangnya
musim tanam tebu untuk daerah tegalan. Otomatis dengan panjangnya masa
untuk tegalan produktifitas tebu berbeda dengan tebu sawah. Pada tahun
1996/1997 di wilayah Wonogiri menghasilkan tebu 326.241 kuintal meningkat
dari tahun sebelumnya sekitar 268.174 hektar. Wilayah Sragen pada tahun
1990/1991 menghasilkan tebu 513.432 kuintal. Pada tahun tersebut hasil tebu di
Sragen paling banyak di antara tahun 1989-1997. Wilayah Grobogan sendiri
memang hanya sebagai daerah binaan dari PG Tasikmadu. Grobogan
menghasilkan 56.846 kuintal tebu pada tahun 1996/1997. Wilayahnya juga
terbagi ke dalam pabrik Mojo Sragen yang memungkinkan pembagian wilayah
untuk penanaman tebu.