BAB III KP
-
Upload
rinny-kynar-pratiwi -
Category
Documents
-
view
35 -
download
9
description
Transcript of BAB III KP
Bab III Orientasi Pabrik
BAB III
ORIENTASI PABRIK
3.1. Minyak Bumi
Minyak bumi atau Crude Oil adalah bahan bakar fosil yang berbentuk
cairan kental, berwarna coklat, atau kehijauan yang mudah terbakar. Minyak bumi
merupakan sumber energi utama dalam kehidupan manusia. Sebagian
besar penyusun minyak bumiadalah senyawa alkana. Minyak bumi terbentuk dan
bahan renik yang tertimbun jutaan tahun yang lalu dengan tekanan dan suhu yang
tinggi. Sisa-sisa tumbuhan dan hewan tertimbun dalam kerak bumi, tekanan yang
hebat dari timbunan itu dan suhu yang sangat ekstrem selama jutaan tahun
membuat semuanya mencair dan terbentuklah minyak bumi. Minyak bumi juga
dapat diartikan suatu campuran alam yang merupakan persenyawaan kimia yang
sangat kompleks dan sebagian besar terdiri atas hidrokarbon yang mengandung
oksigen, nitrogen dan sulfur serta zat-zat terkandung lainnya seperti air, zat
organik dan gas.
Minyak bumi berasal dari zat-zat organik makhluk hidup dan tanaman
yang selama ribuan tahun tersimpan di lapisan bumi dalam jumlah yang sangat
besar. Bahan organik yang berasal dari hewan dan tumbuhan tersebut
terdekomposisi secara parsial oleh bakteri menjadi gas dan komponen yang larut
di dalam air.
3.1.1. Komponen Minyak Bumi
Minyak bumi sebagian besar terdiri dari hidrokarbon yaitu senyawa yang
mengandung atom hidrogen (H) dan karbon (C). Komponen minyak bumi terdiri
atas lima unsur kimia, yaitu 83-87% karbon, 10-14% hidrogen, 0,05-6% belerang,
0,05-1,5% oksigen, 0,1-2% nitrogen, dan < 0,1% unsur-unsur logam. Komposisi
kimia dan sifat-sifat minyak bumi sangat bervariasi. Komposisi komponen
penyusun minyak bumi dapat dilihat pada tabel 3.1 dibawah ini :
Tabel 3.1 Komponen Penyusun Minyak Bumi
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
21
22
Bab III Orientasi Pabrik
Jenis atom % Berat
Karbon 83,90 – 86,80
Hidrogen 11,40 – 11,00
Sulfur 0,06 – 8,00
Nitrogen 0,11 – 1,70
Oksigen 0,50
Metal (Fe, V, Ni, Zn) 0,03
Apabila ditinjau dari tipe struktur hidrokarbon, maka dalam minyak bumi
terdapat struktur :
1) Alifatik, baik ikatan jenuh maupun tidak jenuh untuk rantai lurus atau
bercabang.
2) Siklik, baik ikatan jenuh maupun tidak jenuh
3) Kombinasi alifatik dan siklik.
Berdasarkan hidrokarbon yang dikandung, minyak bumi dapat dibagi
menjadi tiga golongan, yaitu :
1) Parafinik (Parafin, Isoparafin dan Naptanik)
2) Napthanik (Napta)
3) Intermediate (Antara parafin dan naptanik)
Minyak bumi tersusun dari zat-zat yang titik didihnya berlainan dari titik
didihnya rendah sampai titik didih tinggi. Dengan kata lain minyak bumi tersusun
oleh fraksi-fraksi yaitu zat yang mempunyai titik didih tertentu.
3.1.2. Klasifikasi Minyak Bumi
Minyak bumi dapat diklasifikasikan berdasarkan :
a) Spesifik Gravity
Spesifik Gravity (SpGr) dapat dinyatakan dengan menggunakan persamaan :
Sedangkan API (American Petroleum Institute) mempunyai persamaan :
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
23
Bab III Orientasi Pabrik
Berdasarkan SpGr dan API, minyak bumi dapat diklasifikasikan seperti
pada tabel 3.2 berikut :
Tabel 3.2. Klasifikasi Minyak Bumi
Klasifikasi SP Gravity API
Ringan < 0,830 > 39,0
Medium Ringan 0,830 – 0,850 39,0 – 35,0
Medium Berat
Klasifikasi
0,850 – 0,865
SP Gravity
35,0 – 32,1
API
Berat 0,865 – 0,905 32,1 – 24,8
Sangat Berat > 0,905 > 24,8
b) Komposisi Hidrokarbon
Klasifikasi minyak bumi berdasarkan komposisi hidrokarbon dapat
ditentukan dengan metode KUOP (Klasifikasi Universal Oil Product),
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3 KUOP
KUOP Jenis
12,5 – 13,0 Parafinik
11,0 – 12,0 Napthanik
9,8 – 11,0 Aromatik
3.1.3. Sifat-sifat Minyak Bumi
Minyak bumi memiliki berbagai sifat-sifat yang harus dipertahankan
untuk menentukan kualitas dan gambaran operasi yang akan dilakukan dalam
pengolahan minyak bumi menjadi produk-produknya. Sifat-sifat tersebut antara
lain:
1) Titik Tuang
Titik tuang atau pour point adalah temperatur terendah dimana suatu minyak
bumi dapat mengalir. Titik tuang merupakan indikasi jumlah lilin dalam
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
24
Bab III Orientasi Pabrik
minyak mentah. Titik tuang juga mengindikasikan kandungan parafinik dan
aromatik. Semakin rendah titik tuang, semakin rendah kandungan parafin dan
semakin tinggi kandungan aromatik. Titik tuang merupakan salah satu tolak
ukur mutu minyak diesel dan minyak pelumas.
2) Kandungan Belerang
Semakin rendah kandungan belerang, semakin baik minyak mentah tersebut.
Minyak dengan kandungan belerang yang tinggi memerlukan pengolahan yang
lebih ekstensif untuk menghasilkan produk yang memuaskan. Sulfur
menyebabkan korosi pada peralatan proses. Kandungan sulfur dalam minyak
bumi biasanya dinyatakan dalam persen berat.
3) Kandungan Nitrogen
Kandungan nitrogen yang tinggi dalam suatu minyak mentah tidak dikehendaki
karena nitrogen dapat mengganggu dalam reforming katalis dan dapat
menyebabkan masalah kestabilan produk. Kandungan nitrogen di atas 0,25 %
dapat dikatakan tinggi.
4) Residu Karbon
Karbon residu merupakan ukuran potensi minyak bumi untuk membentuk
karbon pada pemrosesan, terutama pada proses perengkahan. Semakin kecil
residu karbon maka semakin tinggi nilai minyak tersebut. Minyak mentah
dengan residu karbon yang lebih rendah lebih berharga karena mengandung
stok yang lebih baik untuk pembuatan minyak pelumas. Residu karbon
ditentukan dengan cara destilasi residu kokas tanpa udara. Pada umumnya
residu karbon berkisar antara 0,1 sampai 5 % namun dapat juga sampai
mencapai 15 %.
5) Kandungan Garam
Kandungan garam dalam minyak mentah dapat mencapai 0,6 lb/barel minyak
mentah. Deposit garam dalam tungku pemanas dan penukar panas dapat
menurunkan kapasitasnya.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
25
Bab III Orientasi Pabrik
Senyawa klorida dapat membebaskan asam klorida yang bersifat korosif.
Minyak dengan kandungan garam yang tinggi memerlukan proses desalting
sebelum proses pengilangan.
6) Rentang Titik Didih Distilasi
Rentang titik didih destilasi menunjukkan jumlah variasi produk yang dapat
dihasilkan dari suatu minyak bumi. Jenis analisa yang biasa digunakan untuk
menentukan titik didih adalah true boiling point distillation.
7) Viskositas
Viskositas menyatakan kemudahan mengalir suatu fluida.
8) Kandungan Logam
Logam dalam minyak mentah berupa garam terlaut dalam air yang tersuspensi
dalam minyak atau dalam bentuk senyawa organometalik. Kandungan logam
dalam minyak bumi bervariasi dari beberapa ppm sampai 1000 ppm.
3.2. Pengolahan Minyak Bumi Secara Umum
Minyak mentah (cude oil) berbentuk cairan kental hitam dan berbau
kurang sedap. Minyak mentah belum dapat digunakan sebagai bahan bakar
maupun untuk keperluan lainnya, tetapi harus diolah terlebih dahulu. Minyak
mentah mengandung sekitar 500 jenis hidrokarbon dengan jumlah atom C-1
sampai 50.
Titik didih hidrokarbon meningkat seiring bertambahnya jumlah atom C
yang berada di dalam molekulnya. Oleh karena itu, pengolahan minyak bumi
dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah dipisahkan ke
dalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip.
Pengolahan berfungsi mengubah minyak mentah menjadi suatu produk
jadi dengan suatu proses. Pada prinsipnya tingkat pengolahan minyak bumi dibagi
menjadi empat golongan :
3.2.1 Pengolahan secara Fisis (Primary Process)
Primary Process merupakan awal yang terdapat didalam industri
perminyakan, ini merupakan proses utama di kilang. Tujuan dari proses ini adalah
memisahkan campuran hidrokarbon yang terdapat didalam crude oil menjadi
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
26
Bab III Orientasi Pabrik
fraksi-fraksi yang diinginkan. Pada proses ini tidak terjadi perubahan struktur
minyak bumi. Pengolahan secara fisis dapat dibagi menjadi :
1) Pemisahan berdasarkan titik didih atau distilasi, dapat dibedakan :
a) Atmosferik, yaitu distilasi pada tekanan udara
b) Vakum, yaitu distilasi dengan reduksi tekanan untuk mereduksi titik didih,
umumnya untuk komponen berat
c) Bertekanan, yaitu pemisahan gas-gas dengan jalan mencairkannya
2) Pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan (ekstraksi dan absorpsi)
3) Pemisahan berdasarkan titik leleh
4) Pemisahan berdasarkan ukuran molekul
3.2.2. Pengolahan Secara Konversi (Secondary Process)
Produk dari pengolahan Primary Process belum sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan, maka dapat dilakukan pengolahan secara konversi, yaitu suatu
proses yang mengolah produk menjadi produk lainnya dengan perubahan struktur
kimia dari komponen minyak.
Selain menambah kualitas dan kuantitas produk, dengan proses konversi
dapat dihasilkan produk lain yang lebih ekonomis. Pengolahan secara konversi
dapat dibagi menjadi :
1) Perengkahan (Cracking)
Tujuannya adalah untuk memecah ikatan kimia antara lain C – H dan C – C.
Proses ini yang sekarang masih dilaksanakan adalah Catalic Cracking di
Kilang Sungai Gerong.
2)Perubahan Struktur Molekul (Reforming)
Tujuannya adalah untuk merubah struktur molekul dari hidrokarbon menjadi
bentuk aromatik, sehingga diperoleh bilangan oktan yang lebih tinggi. Proses
ini yang masih beroperasi adalah Thermal Reforming di Kilang Plaju.
3) Penggabungan Molekul
Proses penggabungan molekul terdiri dari :
a) Polimerisasi
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
27
Bab III Orientasi Pabrik
Penggabungan dua molekul atau lebih menjadi senyawa yang sama atau
berbeda dengan bentuk suatu molekul dengan mempertahankan bentuk
susunan atom molekul.
b) Alkilasi
Proses dengan suatu gugus alkil ditambah kesuatu senyawa. Dalam
pengolahan minyak mentah, alkali adalah reaksi antara olefin dan
isoparafin menghasilkan suatu isoparafin yang lebih besar.
3.2.3. Pemurnian (Treating)
Treating adalah proses pemurnian produk hasil pengolahan yang
berfungsi:
1) Menghilangkan atau mengurangi senyawa-senyawa yang tidak diinginkan,
misalnya sulfur, merkaptan dan nitrogen.
2) Menyempurnakan warna
3) Menghilangkan guna, resin dan material asphaltic
4) Menyempurnakan campuran dengan aditif
Proses Treating ini dibagi dua yaitu :
1) Caustic Treating Unit
Bertujuan untuk memperbaiki kualitas dari fraksi napta, heavy reformate, dan
top reformate agar produk akhir memenuhi spesifikasi yang diinginkan.
Reaksi yang terjadi :
R – SH + NaOH RSNa + H2O
R – OH + NaOH RONa + H2O
2) Doctor Treating Unit
Bertujuan untuk mengubah senyawa merkaptan yang ada dalam mogas
komponen menjadi sulfide dengan memakai larutan doctor (Na2PbO2).
3.2.4. Pencampuran (Blending)
Blending adalah proses pencampuran yang bertujuan untuk mendapatkan
kualitas produk yang lebih baik dan memenuhi spesifikasi.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
28
Bab III Orientasi Pabrik
3.3. Bahan Baku Minyak Bumi
Bahan baku mentah yaitu minyak bumi mentah yang digunakan oleh
PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju berasal dari daerah Sumatera Bagian
Selatan. Sebagai pasokan utama, minyak mentah disalurkan melalui pipa dari
lapangan disekitar wilayah Sumatera Selatan dan melalui kapal. Adapun
perbandingannya adalah 70% minyak mentah melalui pipa dari lapangan dan
30% minyak mentah melalui kapal tanker.
Proses petrokimia umumnya melalui tiga tahapan, yaitu:
1. Mengubah minyak dan gas bumi menjadi bahan dasar petrokimia
2. Mengubah bahan dasar petrokimia menjadi produk antara, dan
3. Mengubah produk antara menjadi produk akhir yang dapat dimanfaatkan
Proses transportasi bahan mentah dari sumber ke kilang yang berada di
Plaju dan Sungai Gerong dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan
menggunakan pipa (sistem perpipaan) dan dengan kapal. Daerah-daerah sumber
minyak mentah yang digunakan RU III Plaju dan Sungai Gerong dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1) Sumber minyak mentah yang ditransportasikan melalui pipa adalah minyak
mentah dari :
a) Palembang Selatan (South Palembang District)
b) Talang Akar Pendopo (TAP)
c) Jambi Asphaltic Oil/ Jambi Parrafinic Oil (JAO/JPO)
d) Asamera (Ramba)
2) Sumber minyak mentah yang ditransportasikan melalui kapal adalah minyak
mentah dari :
a) Minas (Sumatera Light Crude/SLC)
b) Duri
c) Bula
d) Klamono
e) Katopo
Setiap minyak mentah dari sumber yang berbeda tersebut akan
ditampung dahulu di dalam tangki penampungan. Minyak mentah tersebut
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
29
Bab III Orientasi Pabrik
seringkali masih mengandung kadar air yang cukup tinggi, baik dalam bentuk
emulsi maupun air bebas. Adanya kandungan air dapat menyebabkan
gangguan dalam unit-unit pengolahan sehingga sebelum dimasukkan ke dalam
unit CD (Crude Distiller), minyak mentah harus dipisahkan dari air terlebih
dahulu. Spesifikasi minyak mentah yang boleh diumpankan ke dalam unit CD adalah
di bawah 0,5%-vol air.
Setelah memiliki kandungan air yang sesuai spesifikasi, minyak mentah
tersebut diumpankan ke Unit Crude Distiller dan Redistiller yang berbeda sesuai
dengan komposisi dan sifat minyak tersebut. Minyak tersebut akan dijadikan
umpan pada Primary Process Unit dan Secondary Process Unit .
Tabel 3.4. Umpan Primary Process Unit
Unit Kapasitas Pengolahan Sumber minyak bumi
CD-II 16,2 MBSD Kaji, Jene, SPD, TAP
CD-III 30,0 MBSD Ramba, Kaji, Jene
CD-IV 30,0 MBSD Ramba, Kaji, Jene
CD-V 35,0 MBSD SPD, TAP
CD-VI 15,0 MBSD Geragai, Bula, Klamono
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Tabel 3.5. Umpan Secondary Process Unit
Unit Sumber minyak bumi
HVU Long residue
RFCCUMVGO (Medium Vacuum Gas Oil), HVGO(High Vacuum Gas Oil), dan long residue
BB (Butane-Butylene)Distiller
Unstab crack, comprimate, condensate gas, danresidual gas
Stabilizer C/A/B SR-Tops (Straight Run-Tops)
Unit Polimerisasi Fresh BB (Butane-Butylene)
Unit Alkilasi Fresh BB dari BB Distiller
Kilang PolypropyleneRaw PP (Propaneee-Propylene) dari RFCCU(Riser Fluid Catalytic Cracking Unit)
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
30
Bab III Orientasi Pabrik
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Jumlah dan jenis minyak mentah yang harus diolah disesuaikan dengan
kapasitas dan spesifikasi masing–masing bahan-bahan pada crude distiller (CD)
karena setiap crude distiller (CD) yang telah didesain untuk mengolah minyak
mentah dengan jumlah dan spesifikasi tertentu. Jenis minyak mentah yang diolah
di masing-masing CD dapat dilihat pada Tabel 3.6 dibawah ini.
Tabel 3.6 Jenis-Jenis Minyak Mentah Tiap Unit Pengolahan
PT. Pertamina RU III
Unit Sumber Minyak Mentah
CD II SPD, Ramba, Jene, TAP, SLC, Duri, Jene & SLC (5:2)
CD III SPD, Ramba, Jene, TAP, SLC, Duri, Jene & SLC (82:18)
CD IV SPD, Ramba, Jene, TAP, SLC, Duri, Jene & SLC (82:18)
CD V SPD, Ramba, Jene, TAP, Duri
CD VI Ramba, SLC
3.3.1. Bahan Penunjang
Selain bahan baku utama, proses pengolahan juga membutuhkan bahan-
bahan penunjang lain (Tabel 3.7 dan 3.8), seperti katalis, solvent, dan bahan
aditif yang mendukung proses pengolahan bahan baku menjadi produk.
Tabel 3.7. Bahan-Bahan Penunjang
Bahan Unit Fungsi
H2SO4 Alkilasi Katalis
NaOH
BB Treating &
Caustic Treating
Untuk proses treating
untuk
Silika alumina RFCCU Katalis cracking
Titanium Catalyst Polypropylene Katalis utama
Tri Ethyl Alumunium (AT cat) Polypropylene Ko-katalis
CMMS Polypropylene Catalyst adjuvant
Hexane Polypropylene Pelarut katalis
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
31
Bab III Orientasi Pabrik
DEA Polypropylene
Ekstraktor pada
purifikasi raw
propaneee propylene
Bahan
AE-Stab, AH-Stab, AI- Stab,HA-Stab, HD-Stab, SA-Stab, SB-Stab, SC-Stab
Unit
Polypropylene
Fungsi
Stabilizer additive
Gas N2 Polypropylene Off gas, carrier gas
Fuel oil, fuel gas Semua unitBahan bakar untuk pembakaran dalam furnace unit
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Tabel 3.8. Kegunaan Bahan-Bahan Penunjang
Bahan Kegunaan
Gas
1. Amoniak (NH3)
2. Gas Panas
3. N2
4. H2
Sebagai zat anti korosi pada system overhead kolom
distilasi.
Sebagai regenerator dryer pada unit Polypropylene.
Sebagai pendingin (cooler).
Sebagai pemutus dan penyambung rantai
Polypropylene.
Aditif
1. MTBE dan TEL
2. Aditif
3. Topanol A
Untuk menaikan bilangan oktan dari bensin.
Untuk memperbaiki sifat Polypropylene sehingga
sesuai dengan sifat yang diinginkan.
Anti oksidan aditif untuk polimer mogas unit
polimerisasi, aditif untuk produk Treating Plant
bagian crude distiller.
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Tabel 3.9. Kegunaan Bahan-Bahan Penunjang (Lanjutan)
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
32
Bab III Orientasi Pabrik
Bahan KegunaanBahan Kimia
1. H2SO4
2. Zeolite
3. NaOH
4. P2O5
Bahan
5. Al2(SO4)3, klorin air,
coagulant acid, karbon aktif,
resin penukar ion
6. DEA
7. Heavy alkylate
8. LCGO
9. Propana
10. Katalis berbahan dasar Ti
11. Katalis TK,AT,OF
12. Silika Gel
13. Corrosion Inhibitor
14. Scale Inhibitor
Sebagai katalis unit alkilasi.
Sebagai katalis pada RFCCU.
Sebagai caustic treater pada CD&L unit
alkilasi dan LPG treater.
Sebagai katalis unit polimerisasi.
Kegunaan
Sebagai penjernih air pada unit utilitas.
Sebagai DEA ekstraktor pada unit
Polypropylene.
Sebagai lean oil (absorben) pada unit BB
distilasi.
Sebagai lean oil (absorben) pada unit light
end FCCU
Sebagai regenerator dan cooler pada DEA
dan caustic extractor system, serta sebagai
chilling system pada unit alkilasi.
Sebagai katalis utama pada unit
Polypropylene
Sebagai ko-katalis pada unit polypropylene
Sebagai molecular sieve pada unit
Polypropylene.
Sebagai zat pencegah atau penghambat
korosi.
Sebagai zat pencegah atau penghambat
pembentukan kerak.
Sebagai zat pencegah atau penghambat
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
33
Bab III Orientasi Pabrik
tumbuhnya lumut, ganggang, dll.
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
3.3.2. Bahan Baku Produk Non BBM
Selain mengolah minyak mentah, kilang musi juga mengolah produk
antara/intermediate, berupa :
1) Bahan baku Naften ( Bitumen Feed Stock ) dari Cilacap.
2) Komponen mogas beroktan tinggi (HOMC) untuk blending motor gasoline
dari Cilacap dan Dumai.
3) Raw-Propane-Propylene dari unit RFCCU untuk bahan baku produksi
Polypropylene.
3.4. Proses Produksi
3.4.1. Unit Crude Distiller and Gas Plant (CD-GP)
PT. Pertamina RU III memiliki 6 Crude Distiller yaitu Crude Distiller
(CD) II, III, IV, V, dan Redistiller I/II. Keenam unit tersebut terletak di kilang
Plaju. Pada unit ini juga terdapat unit Stabilizer C/A/B dan Straight Run Motor
Gas Compressor (SRMGC), sedangkan pada Gas Plant terdapat unit Butane-
Butylene Motor Gas Compressor (BBMGC), Butane-Butylene (BB) Distiller, Unit
Polimerisasi dan Unit Alkilasi. Selain itu terdapat unit-unit treater seperti BB
Treater, Caustic Treater, dan Sulfuric Acid Unit (SAU).
Kilang CD&GP merupakan kilang yang termasuk ke dalam unit produksi I
yang menangani produk BBM. Pada kilang ini dilangsungkan pengolahan awal
dari minyak mentah. Proses pengolahan ini berlangsung dalam beberapa tahap
yaitu proses primer, proses sekunder, dan treating. Proses primer merupakan
proses fraksionasi minyak bumi yang dilakukan dengan distilasi atmosferik.
Minyak mentah yang masuk ke dalam proses ini akan dipisahkan menjadi fraksi-
fraksinya pada tekanan atmosfer. Umumnya fraksi yang dapat dipisahkan pada
proses ini adalah fraksi-fraksi ringan. Proses sekunder adalah proses pengolahan
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
34
Bab III Orientasi Pabrik
lanjut dari minyak bumi yang telah diolah dalam proses primer. Pada proses ini,
dilakukan berbagai usaha untuk menghasilkan produk-produk yang lebih bernilai
tinggi daripada residu pengolahan primer Diantaranya yaitu dilakukan usaha
peningkatan tekanan gas, polimerisasi, dan alkilasi. Treating adalah proses yang
dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan senyawa pengotor yang masih
terdapat dalam produk akhir sehingga produk tersebut memenuhi spesifikasi yang
diinginkan
Proses yang dilakukan pada CD II, III, IV, V, dan Redistiller I/II disebut
proses primer yang bertujuan untuk memisahkan komponen-komponen minyak
mentah secara fisik dengan cara distilasi. Pada awalnya Redistiller I/II berfungsi
untuk mendistilasi kembali slop oil (minyak tumpahan dan produk yang off spec)
serta minyak mentah dengan spesifikasi khusus, tetapi kemudian diubah fungsinya
sehingga menjadi sama seperti CD.
Proses-proses yang dilakukan pada unit Polimerisasi, Alkilasi, Stabilizer
C/A/B, SRMGC, BBMGC, dan BB Distiller disebut proses sekunder. Proses ini
bertujuan menghasilkan produk-produk yang bernilai tinggi hasil dari proses
primer.
Proses treating dilakukan pada unit BB Treater, Caustic Treater dan SAU.
BB Treater bertujuan mengurangi kandungan sulfur pada Butane-Butylene.
Caustic Treater bertujuan mengurangi kandungan sulfur dan merkaptan pada
produk Gasoline. SAU bertujuan meningkatkan konsentrasi asam sulfat ex katalis
unit alkilasi sehingga dapat digunakan lagi sebagai katalis pada proses alkilasi.
1) Crude Distiller II (CD-II)
CD-II memiliki kapasitas 2600 ton/hari. Fungsi CD-II ini adalah untuk
memisahkan fraksi-fraksi tertentu pada minyak mentah. Umpan unit berasal dari
Sumatera Light Crude (SLC) dan Jene Crude.
Unit ini berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak mentah dengan
memanfaatkan perbedaan titik didih pada tekanan atmosfer. Untuk memenuhi
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
35
Bab III Orientasi Pabrik
tugasnya tersebut, unit ini dilengkapi dengan lima buah kolom fraksionasi, satu
evaporator, dua buah furnace, dan alat-alat pendukung lainnya.
Umpan yang masuk ke unit ini adalah minyak mentah yang berasal dari
SLC dan Jene. Proses yang terjadi dalam unit ini dapat dilihat pada Lampiran C
dan akan dijelaskan sebagai berikut.
Umpan yang masuk ke unit ini terlebih dahulu dipanasi dalam preheater
dan kemudian dipanasi lebih lanjut dalam furnace 1. Umpan yang telah panas ini
kemudian dimasukkan ke dalam evaporator (3-1) dimana pada alat ini fraksi
ringan dan fraksi berat dari minyak mentah akan terpisahkan. Produk atas
evaporator, yang berfasa gas, dimasukkan ke kolom fraksionasi 1 sedangkan
produk bawahnya, yang berfasa cair, dinaikkan kembali temperaturnya dalam
furnace 2 untuk kemudian diumpankan ke kolom fraksionasi 4.
Pada kolom 1 terjadi kembali pemisahan produk ringan keluaran
evaporator. Produk atas kolom ini diumpankan ke kolom fraksionasi 5 sedangkan
produk bawahnya, bersama-sama dengan produk side stream kolom fraksionasi 4,
diumpankan ke light crude test (LCT) stripper (2-1). Produk side stream yang
dihasilkan kolom ini diumpankan ke kolom fraksionasi 2.
Produk side stream kolom 1 yang masuk ke kolom 2 mengalami
pemisahan dimana fraksi ringan, yang dikeluarkan sebagai produk atas,
didinginkan oleh air pendingin dan kemudian dimasukkan ke tangki penampung
(8-7). Dari tangki ini, sebagian kondensat yang terbentuk dikembalikan ke kolom
1 sedangkan sisanya dimasukkan kembali ke kolom 2 sebagai refluks. Produk
bawah kolom 2 didinginkan dalam cooler (4-9/10), dengan media pendingin air,
dan dipompakan ke tangki penampungan sebagai produk light kerosene distillate
(LKD).
Produk atas kolom 1 yang diumpankan ke kolom 5 mengalami proses
pemisahan lebih lanjut. Produk atas yang dikeluarkan dari kolom 5 didinginkan
dalam kondenser (5-3/8-2C) dan dibagi menjadi tiga aliran. Pada aliran pertama,
kondensat yang terbentuk ditampung dalam tangki akumulator (8-8). Pada aliran
kedua, sebagian gas yang tidak terkondensasi didinginkan lebih lanjut dalam
cooler (4-7/8) dan kemudian ditampung dalam tangki 8-9. Pada aliran ketiga,
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
36
Bab III Orientasi Pabrik
dikeluarkanlah gas-gas yang tidak terkondensasi selama pendinginan dilakukan.
Gas-gas yang masih terbawa dalam aliran yang masuk ke tangki 8-8 dan 8-9 dan
tidak terkondensasi kembali, dikeluarkan dari tangki dan digabung dengan aliran
ketiga untuk dijadikan umpan unit SRMGC. Kondensat yang terbentuk pada
tangki 8-8 sebagian dipompakan ke tangki penampungan sebagai produk SR tops
(straight run tops) dan sisanya dikembalikan ke kolom 5 sebagai refluks.
Kondensat yang terbentuk pada tangki 8-9 dipompakan ke tangki penampungan
sebagai crude butane. Produk bawah kolom 5 seluruhnya dikembalikan ke kolom
1 sebagai refluks sedangkan produk side stream yang dihasilkan kolom ini
dijadikan umpan untuk kolom fraksionasi 3 Pada kolom 3 dihasilkan produk atas
yang seluruhnya dikembalikan ke kolom 5 sedangkan produk bawahnya
didinginkan pada cooler (4-5/6) dan kemudian dipompakan ke tangki
penampungan sebagai produk nafta II.
Umpan hasil pemanasan furnace 2 yang masuk ke kolom fraksionasi 4
diolah lebih lanjut dan menghasilkan produk bawah berupa long residue yang
setelah didinginkan akan diumpankan ke unit HVU dan FCCU kilang CD&L.
Produk atas kolom ini dimanfaatkan untuk memanaskan umpan minyak mentah
dan kemudian ditampung dalam tangki akumulator (8-6). Dari tangki ini, produk
gas yang dihasilkan dibuang sedangkan kondensatnya sebagian dikembalikan ke
kolom 4 sebagai refluks sedangkan sisanya diumpankan ke kolom 1. Produk side
stream kolom ini dimasukkan ke stripper (2-1) dan fasa gas yang terbentuk
dikembalikan ke kolom 4 sebagai refluks sedangkan kondensatnya didinginkan
dan kemudian dipompa ke tangki penampungan sebagai produk LCT.
Tabel 3.10. Kondisi Operasi Kolom CD II
Peralatan
Temperature, 0C Tekanan
(kg/cm2)Top Bottom
Kolom I 95 155 2
Kolom II 145 141 0,5
Kolom IV 230 350 0,2
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
37
Bab III Orientasi Pabrik
Kolom V 71 169 0,3
Outlet F-1 266 - -
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Tabel 3.11. Produk CD II
Produk %wt
Gas (ke unit SRMGC)Crude ButaneSR TopsNaptha IILKDLCTLong Residue
0.91.21.1410.407.3523.0250.91
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
2) Crude Distiller III (CD-III)
Umpan masuk CD III berupa campuran Jene Crude Oil, Ramba Crude Oil
dan SLC Crude Oil. CD-III memiliki kapasitas 4000 ton/hari.
Unit ini terdiri dari tiga kolom distilasi dan satu Stabilizer yang bekerja
pada kondisi masing-masing (Tabel 8). Sebelum diproses, dilakukan peningkatan
temperatur umpan (pre-heat) dengan empat buah Heat Exchanger. Umpan
pertama kali masuk ke Stabilizer 1-4. Produk atas Stabilizer 1-4 didinginkan
sehingga terbentuk dua fasa, yaitu cair dan gas. Aliran fasa cair dibagi dua,
sebagian masuk kembali ke Stabilizer 1-4 sebagai reflux dan sebagian sebagai
produk Crude Butane. Fasa gas sebagai produk, dialirkan ke unit SRMGC.
Produk bawah stabilizer 1-4 masuk sebagai umpan kolom I-1. Reboiling pada
Stabilizer 1-4 dilakukan menggunakan Furnace I yang sama-sama digunakan oleh
kolom I-1.
Produk atas kolom I-1 sebagian menjadi umpan kolom I-3 dan sebagian
dikembalikan sebagai reflux. Side stream kolom I-1 masuk ke Side Stripper 2-5.
Dari Side Stripper sebagian keluar sebagai produk berupa Naphta III dan sebagian
masuk kembali ke kolom I-1. Reboiling pada kolom I-1 dilakukan oleh Furnace I
yang juga merupakan Reboiler pada Stabilizer I-4. Produk bawah kolom ini
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
38
Bab III Orientasi Pabrik
sebelum masuk sebagai umpan kolom I-2 dipanaskan oleh Furnace II yang juga
merupakan Reboiler kolom I-2.
Produk atas kolom I-3 didinginkan dan dimasukkan ke tangki akumulator
8-3. Dari tangki ini sebagian dikeluarkan sebagai produk SR tops dan sebagian
sebagai gas. Produk atas kolom I-2 didinginkan dan kemudian ditampung pada
tangki akumulator 8-2. Dari tangki akumulator 8-2 aliran dibagi menjadi dua.
Aliran pertama dikembalikan sebagai reflux dan aliran lainnya sebagai produk
LKD. Pada kolom I-2 ini terdapat 3 aliran side stream yang masing-masing
mengalami 2 proses pendinginan dan masing-masing menghasilkan produk.
Aliran side stream kolom I-2 paling atas berupa Heavy Kerosene Distillate
(HKD), Light Cold Test Gas Oil (LCT) dan Heavy Cold Test Gas Oil (HCT).
Produk bawah kolom I-2 ini menghasilkan long residue yang dikirim ke High
Vacuum Unit (HVU). Reboiling kolom I-2 dilakukan menggunakan Furnace II
yang juga digunakan untuk memanaskan umpan kolom I-2.
3) Crude Distiller IV (CD IV)
Unit CD IV memiliki sistem pemrosesan produk serta perolehan (Tabel
10) produk yang sama dengan CD III. Namun penggunaan umpan di kedua crude
distiller ini berbeda. CD IV hanya menggunakan umpan Ramba Crude Oil dan
SLC Crude Oil saja.
Crude distiller IV sebenarnya mempunyai prinsip dan cara kerja yang sama
seperti CD III namun terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain:
1) Produk bawah stabilizer umpan kolom (1-1) dipanaskan terlebih
dahulu dalam furnace 2.
2) Produk atas kolom (1-1) didinginkan terlebih dahulu dan hanya
sebagian saja yang diumpankan ke kolom (1-3) sedangkan sisanya dimasukkan
ke kolom (1-1) sebagai refluks.
Tabel 3.12. Kondisi Operasi CD III dan CD IV
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
39
Bab III Orientasi Pabrik
PeralatanTemperatur 0C Tekanan
(Kg.cm-2)Top BottomKolom I
Kolom II
Kolom III
Stabilizer
143
234
93
97
273
336
-
185
1,5
0,3
1,8 – 2,2
2,8
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Tabel 3.13. Produk Dan Perolehan Cd III Dan IV
ProdukYield (%wt)
CD-III CD-IVGas
CR Butane
SR Tops
Naphta-II
Naphta-III
LKD
HKD
LCT
HCT
Residue
Loss
0.520
0.500
3.040
5.020
1.700
15.70
7.610
7.690
3.370
54.45
0.900
2.140
1.100
5.840
8.900
4.930
9.980
7.460
8.810
2.830
47.77
0.250
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
4) Crude Distiller V (CD V)
Umpan dari unit ini adalah minyak mentah yang berasal dari South
Palembang District (SPD) dan Talang Akar Pendopo (TAP). Unit ini mengolah
minyak mentah sehingga menghasilkan beberapa produk (Tabel 3.15). Crude
distiller V didirikan pada tahun 1938 dan dilakukan revamping pada tahun 1984
untuk meningkatkan efesiensinya. Crude Distiller V merupakan unit proses
primer yang berfungsi memisahkan minyak mentah (crude oil) menjadi fraksi-
fraksinya dengan jalan distilasi biasa (atmospheric distilation).
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
40
Bab III Orientasi Pabrik
Sama seperti CD yang lain, CD V digunakan untuk mengolah minyak
mentah menjadi fraksi–fraksinya. Umpan yang masuk ke unit ini adalah minyak
mentah yang berasal dari SPD, TAP, Ramba, dan Jene. Kapasitas pengolahan unit
ini adalah sebesar 32 MBCD
Tabel 3.14. Kondisi Operasi CD V
PeralatanTemperatur 0C Tekanan
(Kg.cm-2)Top Bottom
Kolom IKolom IIKolom IIIKolom V
15020010570
243340160100
1,50,20,80,8
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013Tabel 3.15. Produk dan Perolehan CD V
Produk Yield (%Wt)
Gas
SR Tops
Naphta-I
Naphta-II
Naphta-IV
LKD
HKD
LCT
HCT
Residue
Loss
1,33
1,74
8,19
7,50
2,96
5,27
6,82
6,77
8,19
50,91
0,32
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Minyak mentah dari tangki R dibagi menjadi dua aliran. Aliran pertama
dibagi kembali menjadi dua aliran dan mengalami sejumlah pemanasan kemudian
masuk ke dalam kolom flash dengan kondisi operasi (Tabel 3.14) yang telah di
desain. Fasa gas dari kolom flash masuk sebagai umpan kolom 1-1 pada tray 10
dan fasa cairnya dipanaskan dengan menggunakan Furnace F2C1 dan masuk juga
sebagai umpan pada tray 6. Aliran kedua dari tangki R dipanaskan pada preheater
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
41
Bab III Orientasi Pabrik
dan Furnace F2C1. Setelah mengalami pemanasan aliran digabungkan dengan
aliran fasa cair keluaran kolom flash sebagai umpan kolom 1-1.
Produk atas kolom 1-1 masuk ke kolom 1-3 sebagai umpan. Side stream
kolom 1-1 yang keluar dari tray 30 dipompa dan didinginkan untuk kemudian
dikembalikan sebagai inter volume reflux (pump around). Side stream dari tray 20
masuk ke side stripper 2-2. Fasa gas dikembalikan ke kolom 1-1 sebagai refluks,
sedangkan fasa cair didinginkan sebagai produk LKD. Produk bawah kolom 1-1
dipanaskan oleh Furnace F2C2 dan dialirkan sebagai umpan kolom 1-2.
Produk atas kolom 1-3 dikondensasikan dan masuk ke tangki akumulator
8-2. Gas yang tidak terkondensasikan dijadikan sebagai produk gas, sedangkan
sebagian kondensat direfluks dan sebagian dipompakan sebagai umpan kolom 1-
4. Side stream kolom ini masuk ke side stripper 2-4. Fasa gas dikembalikan ke
kolom dan fasa cair didinginkan kemudian dijadikan produk Naphta II. Produk
bawah kolom 1-3 didinginkan sebaagi produk Naphta IV.
Produk atas kolom 1-2 ditampung pada tangki akumulator kolom 8-3 dan
dijadikan produk HKD. Side stream yang keluar dari tray 3-2 didinginkan dan
sebagian dikembalikan sebagai inter vol. Reflux dan sebagian menjadi produk
BGO (Bandung Gas Oil) atau SGO (Special Gas Oil). Side stream yang keluar
dari tray 24 masuk ke side stripper 2-1. Fasa gas direfluks kembali dan fasa cair
didinginkan sebagai produk LCT. Side stream yang keluar dari tray 17 masuk ke
side stripper 2-3. Fasa gas direfluks kembali dan fasa cair didinginkan sebagai
produk HCT. Produk bawah didinginkan dengansejumlah HE dan dijadikan Long
Residue, sebagian masuk HVU, sebagian sebagai (Low Sulphuric Waxy Residue)
LSWR.
Produk atas kolom 1-4 dikondensasi. Produk yang tidak terkondensasi
dijadikan produk gas untuk kemudian masuk SRMGC, sedangkan kondensat
sebagian dikembalikan ke kolom 1-4 dan sebagi dijadikan produk SR TOP.
Produk bawah dijadikan produk Naptha I.
5) Stabillizer (STAB) C/A/B
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
42
Bab III Orientasi Pabrik
Stab C/A/B merupakan proses sekunder yang berfungsi untuk memisahkan
SR Tops dari unit CD II/III/IV/V menjadi komponennya yaitu isopentana dan
isoheksana dengan menggunakan distilasi bertekanan. Unit ini memiliki tiga buah
kolom distilasi (C, A, dan B) dimana Kolom B merupakan kelanjutan dari kolom
A dan C.
a) Stabilizzer C
Umpan (SR-Tops) dari tangki O di pompakan dengan booster pump ke Unit
Stabilizer, dengan pompa feed P-4/5 dipompakan melalui HE 6-1/ 6-4 dan
selanjutan masuk ke Kolom Stabilizer sebagai umpan. Produk atas dari
stabilizzer-C didinginkan dengan condenser 5-1/5-2 dan kemudian masuk ke
Accu tank (8-1) dengan pompa 6/7 dipompakan sebagai refluks dan sebagian
lagi sebagai feed stabilizzer –B. Gas yang tidak terkondensasi pada accu tank
8-1 dialirankan ke SRMGC. Produk bawah kolo stabilizer sebagaian
dikembalikan sebagai reboiling dan sebagaian lagi didinginkan melalui HE 6-
1/6-4 dan Cooler 4-5/4-8 yang selanjutnya dipompakan ke tanki penampung
sebagai produk Dip Top (LOMC)
b) Stabilizer A
Umpan (SR-Trops) dari tanki “O” dipompakan dengan booster pump ke Unit
Stabilizer, dengan pompa Feed P-9/10 dipompakan melalui HE 6-1/6-2 dan
selanjutnya masuk ke kolom stabilizer sebagai umpan
Produk atas dari Stabilizer-C didinginkan dengan condensor 5-4/5-6 dan
kemudian masuk ke ACCU Tank (8-2). Produk bawah dari accu tank 8-2
dengan pompa P-25/26 dipompakan sebagai refluks dan sebagaian lagi
sebagai feed stabilizer-B. Gas yang tidak terkondensasi pada accu tank 8-2
dialirkan ke SRMGC.
Bottom produk stabilizer kolom sebagaian dikembalikan sebagai reboiling dan
sebagaian lagi didinginkan melalui HE 6-1/6-2 dan Cooler 4-6/4-7 yang
selanjutnya dengan pompa P-25/26 dipompakan ke tanki penampung.
c) Stabilizer B
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
43
Bab III Orientasi Pabrik
Umpan stabilizer-B adalah Top produk (bottom ACCU Tank 8-1 dan 8-2) dari
stabilizer-C dan A yang sebelumnya telah dipanaskan melalui HE 6-1/6-2.
Produk atas dari stabilizer-B didinginkan dengan kondensor 5-4/5-5 dan
kemudian masuk ke accu tank (8-2). Produk bawah dari accu tank 8-2 dengan
pompa P-25/26 dipompakan sebagaian sebagai refluks dan sebagaian lagi
sebagai produk Raw Buthane Gas yang tidak terkondensasi pada accu tank 8-2
dialirkan ke SRMGC.
Produk bawah stabilizer sebagaian dikembalikan sebagai reboiling dan
sebagaian lagi didinginkan melalui HE 6-1/6-2 dan Cooler 4-6/4-7 yang
selanjutnya dengan pompa P-25/26 dipompakan ke tank penampung sebagai
produk SBPX-40B
Tabel 3.16 Peralatan Unit Stabilizer C/A/B
No. Peralatan Tag Number Fungsi
1. Kolom COL.A
COL.C
a) Produk atas berupa gas,yang akan
digunakan sebagai refinery gas
sedangkan kondensatnya sebagian
direfluks dan sisanya diumpankan
ke kolom B.
b) Produk bawah yang dihasilkan
kolom C dan A didinginkan dan
dikeluarkan sebagai produk DIP
Top (light octane mogas
component, LOMC).
No. Peralatan
COL.B
Tag Number
a) Menghasilkan top berupa gas
yang akan diumpankan ke unit
SRMGC.
b) Menghasilkan produk bawah
Fungsi
sebagian direboiling. Sebagian
lain ke kolom A sebagai refluks
dan sebagian sebagai produk
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
44
Bab III Orientasi Pabrik
SBPX 40.
2. Condenser 5-1/2
5-4/5
Untuk mengondensasi produk atas
dari kolom A dan C,sehingga hasil
kondesatnya dapat digunakan untuk
proses selanjutnya.
3. Heat
Exchanger
6-1/4
6-1/2
Mempertahankan panas fluida yang
akan diumpankan ke dalam kolom A,
kolom B, kolomC.
4. Reiboiler 7-1
7-2
Menguapkan bagian produk bawah
dari kolom A, B, C untuk diuapkan
kembali sebelum diumpankan ke
dalam kolom.
5. Akumulator 8-1
8-6
Menampung hasil kondensasi dari
produk atas kolom A, kolom B, dan
Kolom C.
Tabel 3.17 Kondisi Operasi Stabillezer C/A/B
Kolom
Kondisi Operasi
T emp. Top T emp. Bottom Tekanan
(oC) (oC) (kg/cm2)
Kolom A 90 126 4.0
Kolom B 72 116 4.5
Kolom C 95 140 4.2
Tabel 3.18 Produk Stabillizer C/A/B
Produk % Berat
Gas 1.45
Crude Buthane 17.27
SBPX 40 40.27
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
45
Bab III Orientasi Pabrik
Dip Top 40.36
Loss 1.25
6) Gas Plant
a) Butane-Butylene Motor Gas Compressor (BBMGC)
Unit BBMGC berfungsi untuk menaikkan tekanan fraksi gas. Gas yang
dikompresi pada unit ini adalah gas yang berasal dari unit SRMGC. Kompresi ini
dilakukan oleh tiga buah kompresor (MGC-1/2/3) yang dipasang paralel.
Kapasitas desain unit ini adalah sebesar 200 ton/hari. Proses yang terjadi dalam
unit ini dapat digambarkan oleh Lampiran C dan dapat dijelaskan sebagai berikut.
Umpan gas dari SRMGC dimasukkan ke kolom distilasi (1201) dimana
pada kolom ini terjadi pemisahan fasa dimana C1-C4 berupa fasa gas dan C5+
berupa kondensat. Gas yang terbentuk pada kolom tersebut sebagian dikeluarkan
sebagai fuel gas sedangkan sisanya dipanaskan lebih lanjut dalam evaporator (3-1)
untuk menguapkan kondensat yang mungkin masih terbawa.
Kondensat yang terbentuk pada kolom 1201 dinaikkan tekanannya dengan
menggunakan pompa P-9/10/14 untuk kemudian diumpankan ke kolom absorber
1-1 unit BB distiller. Gas keluaran evaporator bertekanan 4 K kemudian
dikompresi oleh kompresor sampai tekanannya mencapai 22 K. Gas bertekanan
tinggi ini kemudian didinginkan dalam serangkaian cooler (4-7/8/9/10) dan
kemudian dimasukkan ke tangki – tangki akumulator (8-1/2/3/4).
Gas yang tidak terkondensasi pada tangki – tangki ini dikeluarkan sebagai
residual gas untuk kemudian diumpankan ke unit BB distiller sedangkan
kondensat yang terbentuk diumpankan ke tangki akumulator 8-5. Gas yang
terbentuk pada tangki ini dikeluarkan sebagai comprimate untuk umpan unit BB
distiller sedangkan kondensatnya dibuang ke sewer.
b) BB (Butane-Butylene) Distiller
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
46
Bab III Orientasi Pabrik
Unit ini berfungsi untuk memisahkan gas hidrokarbon ringan ex CD. Unit
ini terdiri dari kolom Absorber 1-1, Depropanizer 1-2, Debuthanizer 1-3, Dan
Stripper 1-4. Umpan yang berasal dari residual gas (BBMGC), comprimate,
condenstate, dan unstab. Crack masuk dalam Kolom Absorber 1-1. Tekanan
operasi kolom ini adalah 20 kg/cm2, sedangkan temperatur bawah kolom 110°C
dan temperatur atas 40°C. Sebagai Absorber digunakan lean oil yang merupakan
produk bawah kolom Stripper 1-4. Tekanan operasi kolom ini tinggi agar proses
absorbsi C3 dan fraksi berat lain dapat berjalan baik mengingat semakin tinggi
tekanan semakin besar daya absorbsi gas. Selain itu agar Propane dapat
dipisahkan pada kolom Depropanizer 1-2 berikutnya.
Gas C3 dan yang lebih berat diabsorbsi oleh lean oil dan keluar dari bagian
bawah Absorber, masuk ke Surge Tank 9-1, sedangkan gas C1 dan C2 tidak
terabsorb dan masuk ke Surge Tank 9-4 sebagai refinery gas.
Dari Surge Tank 9-1 aliran akan masuk ke kolom Depropanizer 1-2.
Aliran dari kolom 1-1, 1-2, 1-3, dan 1-4 berjalan berdasarkan beda tekan yang ada
pada masing-masing kolom. Tekanan kolom 1-2 ini adalah 17 kg/cm2 dengan
temperatur bottom 120°C dan upper 42°C. Pada kondisi ini maka liquid Propane
(C3) dapat dipisahkan sebagai produk atas. Gas yang terbentuk pada akumulator 8-
11 akan digunakan sebagai refinery gas. Komponen C4 dan yang lebih berat akan
keluar sebagai produk bawah dan diumpankan ke Kolom Debutanizer 1-3.
Kondisi operasi Debutanizer adalah pada tekanan 6 kg/cm2 dan temperatur
bawah 120 °C sedangkan temperatur atas 50 °C. Pada kondisi ini, butane dan i-C4
(FBB) akan didapatkan sebagai produk atas sedangkan komponen-komponen C5
dan yang lebih berat akan keluar sebagai produk bawah dan masuk ke kolom
Stripper 1-4.
Pada Kolom Stripper dengan tekanan 0,7 kg/cm2, maka sebagian fraksi,
terutama pentana, akan menguap menjadi produk Stab CR TOPS (sebagai
LOMC). Produk bawah kolom Stripper adalah minyak yang digunakan
mengabsorb umpan pada kolom Absorber (lean oil). Produk-produk yang
dihasilkan pada unit ini adalah :
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
47
Bab III Orientasi Pabrik
1) Refinery gas sebagai bahan bakar furnace
2) Propana liquid sebagai LPG
3) FBB (Butane dan i-C4) sebagai LPG
4) Stab. CR TOPS sebagai LOMC
c) BB (Butane-Butylene) Treater
Butane-Butylene Treater berfungsi untuk mengurangi kandungan
merkaptan dan amina pada Fresh Butane-Butylene ex Butane-Butylene Distiller
dan Butane-Butylene ex Stabillizer-3 FCCU Sungai Gerong. Merkaptan dan amina
tersebut merupakan racun bagi katalis pada proses polimerisasi.
Umpan Butane-Butylene dari Butane-Butylene Distiller atau FCCU
dicampur dengan Caustic Soda (NaOH) untuk kemudian dialirkan ke Caustic
Settler. Disini merkaptan akan bereaksi dengan NaOH dengan reaksi seperti
berikut :
RSH + NaOH RSNa + H2O
Caustic Soda yang masih memiliki konsentrasi tinggi akan berada di
bagian bawah Caustic Settler yang kemudian akan disirkulasi dan sebagian
dibuang. Dari bagian atas Caustic Settler keluar Butane-Butylene, yang kemudian
masuk ke dalam Water Settler untuk dikurangi kandungan airnya. Setelah masuk
ke dalam dua buah Water Settler BB siap digunakan baik untuk proses
polimerisasi, alkilasi atau langsung sebagai komponen LPG.
3.4.2. Unit Crude Distiller and Light Ends (CD-L)
Secara garis besar, seksi CD & L mempunyai dua fungsi utama, yaitu :
a) CD & L berfungsi dalam penyiapan produk BBM dan Petrokimia, khususnya
yaitu produk atau bahan dalam bentuk setengah jadi.
b) CD & L berfungsi sebagai koordinator Mixed Gas.
CD & L terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu Crude Distiller-VI
(CD-VI), High Vacuum Unit II (HVU-II), Riser-Fluidized Catalytic Cracking
Unit (RFCCU), dan Light End Unit.
1) Crude Distiller VI (CD-VI)
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
48
Bab III Orientasi Pabrik
CD-VI ini digunakan untuk memisahkan fraksi-fraksi minyak bumi yang
berasal dari Ramba, berdasarkan destilasi atmosferik. Kapasitas pengolahan CD-
VI ini adalah 15.000.000 barrel per calendar day (15 MBCD). Produk yang
dihasilkan adalah gas, Naptha, Kerosene, ADO, dan Long Residue.
Di dalam unit CD-VI terdapat Sub-Unit Redistiller III/IV. Redistiller
III/IV ini digunakan untuk mengolah ulang produk minyak yang tidak memenuhi
spesifikasi. Saat ini Redistiller telah dimodifikasi untuk dapat mengolah minyak
mentah Sumatera Light Crude (SLC). Modifikasi ini terjadi karena menurunnya
jumlah minyak yang terbuang atau tidak memenuhi spesifikasi.
2) High Vacuum Unit II (HVU II)
HVU II ini digunakan untuk mendapatkan kembali fraksi ringan yang
terdapat dalam Long Residue yang berasal dari CDU dan RDU. Tekanan yang
digunakan sekitar 70 mmHg. Kapasitas produksi HVU II adalah 54 MBCD,
dengan produk sebagai berikut :
a) Produk atas berupa Light Vacuum Gas Oil (LVGO) yang digunakan sebagai
komponen motor gas.
b) Produk tengah berupa Medium Vacuum Gas Oil (MVGO) dan Heavy Vacuum
Gas Oil (HVGO). Produk tengah ini merupakan umpan RFCCU.
c) Produk bawah berupa Light Sulphur Waxes Residue (LSWR).
3) Riser Fluid Catalytic Cracking Unit (RFCCU)
Tujuan utama proses cracking adalah mengkonversi Medium Vacuum Gas
Oil dan Heavy Vacuum Gas Oil (M/HVGO) dari HVU dan minyak berat (long
residue) menjadi produk minyak ringan yang memiliki nilai lebih tinggi. Produk
utama yang dihasilkan keluaran dari RFCCU adalah :
a) Raw Propane-Propilen, sebagai bahan baku polypropilen.
b) Propane dan Butane, sebagai komponen LPG.
c) Naptha (HOMC).
Selain itu, RFCCU juga menghasilkan produk sampingan, yaitu :
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
49
Bab III Orientasi Pabrik
a) Dry Gas sebagai refinery fuel gas.
b) Light Cycle Oil, sebagai thinner dan komponen blending LSWR.
c) Slurry sebagai komponen utama LSWR.
d) Coke, yang terdeposit pada katalis.
Deskripsi proses dari unit RFCCU dapat dilihat dari penjelasan berikut ini :
a) Feed System
Umpan RFCCU terdiri dari campuran antara VGO dan Long Residue
dengan perbandingan 165.000 BPSD VGO dan 4.000 BPSD Long Residue. VGO
yang berasal dari HVU dengan temperatur 2200C dipompakan ke vessel bersama-
sama dengan Long Residue dari CD II/III/IV/V Plaju dengan temperatur 1500C.
Untuk mencapai temperatur yang sesuai untuk feed reactor maka umpan tersebut
dipanaskan di Furnace FC F-2 sehingga mencapai temperatur 3310C. sebelum
masuk Reactor, umpan diinjeksi dengan Antimony dengan kecepatan 0,75 – 2,1
kg/jam untuk mencegah adanya pengaruh metal content dalam umpan terhadap
katalis. Metal Content tersebut dapat menyebabkan deaktivasi katalis.
b) Reaktor dan Regenerator
Umpan dengan kapasitas 120.600 kg/jam dan temperatur 3310C
diinjeksikan ke dalam Riser menggunakan 6 buah injector untuk direaksikan
dengan katalis dari Regenerator pada temperatur 650 – 7500C. Reaksi terjadi pada
seluruh bagian Riser dengan temperatur 5200C. untuk memperoleh sistem
fluidisasi dan densitas yang baik, maka Riser diinjeksikan dengan MP Steam. Di
atas feed injector dipasang tiga buah MTC Injector Oil (HCO) atau Heavy
Naphha. HCO digunakan untuk menambah terbentuknya Coke pada katalis,
sehingga dapat menaikkan temperatur Regenerator, sedangkan Heavy Naphta
diperlukan untuk menaikkan cracking selectivity.
Tiga buah Cyclone mempunyai satu stage dipasang pada Reactor dengan
Existing Plenum Chamber untuk meminimalkan terbawanya katalis ke kolom
fraksionasi. Stripping steam diinjeksikan ke daerah Stripper untuk mengurangi
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
50
Bab III Orientasi Pabrik
kadar minyak dalam katalis sebelum disirkulasikan ke Regenerator. Hasil
cracking yang berupa uap hidrokarbon dialirkan dari reaktor ke Main
Fractionator untuk dipisahkan fraksi-fraksinya.
Spent catalyst dari reaktor disirkulasikan ke Regenerator yang dikontrol
oleh Spent Slide Valve (SSV) untuk diregenerasi. Untuk memperlancar aliran
spent catalyst di stand pipe maka dialirkan Control Air Blower (CAB) dengan laju
alir 7.000 kg/jam dengan tekanan 2,49 kg/cm2g.
Regenerasi katalis dilakukan dengan mengoksidasi coke pada katalis
dengan udara yang di-supply oleh Main Air Blower (MAB). Flue Gas hasil
pembakaran kemudian masuk ke lima buah Cyclone yang memiliki dua stage
untuk memisahkan partikel-partikel katalis yang terbawa. Flue Gas dengan
temperatur 6760C yang keluar dari stack tersebut dimanfaatkan panasnya di Flue
Gas Cooler untuk membangkitkan steam HHP.
Temperatur dilute phase sedikit lebih tinggi daripada temperatur dense,
yang disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi CO. dengan adanya kondisi tersebut,
maka perlu diperhatikan konsentrasi oksigen sebagai udara pembakar. Semakin
banyak kandungan oksigen atau berkurangnya Coke yang terbentuk, maka akan
tercapai kondisi temperatur dilute phase yang tinggi (>7000C) sehingga terjadi
kondisi after burning yang menyebabkan meningkatnya temperatur secara
mendadak sehingga dapat merusak peralatan dan catalyst lost melalui stack.
c) Main Fractionator
Gas hasil cracking dengan temperatur 5200C dialirkan ke bottom kolom
Primary Fractionator (FC -T1). Produk bawah dari Primary Fractionator yang
berupa slurry oil ditarik dengan pompa FC P-4 menuju ke HE FC E-2 untuk
memanaskan umpan. Produk atas (overhead vapour) dari Primary Fractionator
ditransfer ke bottom kolom Secondary Fractionator FC T-20.
Produk bawah Secondary Fractionator yang berupa (Light Crude Oil)
LCO dibagi menjadi dua aliran yaitu internal reflux dan sebagai umpan pada
kolom Stripper FC T-2. Internal reflux dikembalikan ke kolom Primary Absorber
yang dikontrol oleh LIC 2005. Tujuh side stream dari kolom Secondary
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
51
Bab III Orientasi Pabrik
Fractionator digunakan sebagai reflux dan Total Pump Around (TPA). Reflux
dikemballikan ke Secondary Fractionator yang dikontrol oleh level control LIC
2006. Sedangkan TPA dipompakan ke Sponge Absorber FLRS T-402 sebagai
Lean Oil yang sebelumnya didinginkan oleh HE FLRS E-405. Aliran TPA
dikontrol oleh FIC 2003, sedangkan temperatur dikontrol oleh TIC 2004 dengan
mengoperasikan Air Fan Cooler FC E-21 (Top Pump Around Cooler). TPA
kemudian dikembalikan ke puncak kolom Secondary Fractionator setelah
dicampur dengan rich oil dari Sponge Absorber.
Overhead vapour dari kolom Secondary Fractionator yang berupa gas dan
Gasoline dikondensasikan dengan Partial Condenser setelah dicampur dengan
wash water. Condensed liquid dan vapour kemudian ditampung dalam drum FC
D-20. Setelah dipisahkan dari kandungan air, condensed liquid dan vapour
tersebut ditampung dalam Distillate Drum FC D-7. Setelah dipisakan airnya,
maka condensed liquid (unstabilized gasoline) ditarik dengan pompa dan
dipisahkan menjadi dua aliran, yaitu sebagai overhead reflux dan Gasoline produk
yang kemudian dikirim ke Primary Absorber FLRS T-401. Overhead reflux
dikontrol oleh temperatur kontrol TIC-3 pada puncak Secondary Fractionator.
Low Pressure Vapour (wet gas) dari Distillate Drum FC D-7 ditransfer ke
Wet Gas Compressor FLRS C-101 dan akan dipisahkan kondensatnya di vessel
compression suction drum FLRS D-401. Tekanan Main Fractionator dikontrol
oleh PIC-1 yang dipasang pada Wet Gas Line.
d) Light End Unit
Flue gas yang berasal dari FLRS D-401 dihisap dengan Wet Gas
Compressor C-101 dan dimasukkan ke vessel interstage receiver (FLRS D-402).
Sebagian gas keluaran compressor stage I disalurkan ke inlet Partial Condenser
FC E-4 untuk mengatur press balance Reactor. Outlet gas dari FLRS D-402
dengan temperatur 380C dan tekanan 3,72 kg/cm2g dihisap oleh compressor stage
II dengan temperatur 1100C dan tekanan 15 kg/cm2g kemudian bergabungn
dengan aliran-aliran :
1) Overhead kolom Stripper FLRS T-403,
2) Bottom product kolom Primary Absorber FLRS T-401, dan
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
52
Bab III Orientasi Pabrik
3) Wash water dari bottom Vessel FLRS D-402.
Gabungan keempat aliran tersebut dengan temperatur 720C sebelum masuk
ke High Vessel Pressure Receiver FLRS D-404 didinginkan terlebih dahulu
dengan Air Fan Cooler FLRS E-401 (temperatur outlet 560C) dan cooler FLRS E-
402 hingga diperoleh temperatur akhir 380C.
Gas dari Vessel FLRS D-404 dengan temperatur 380C dan tekanan 14,7
kg/cm2g, diumpankan ke kolom Primary Absorber FLRS T-401 dengan
menggunakan Naphta dari Distillate Drum FC D-7 sebagai Absorber. Gas dari
overhead kolom Primary Absorber FLRS T-401 selanjutnya dimasukkan ke
Sponge Absorber FLRS T-402. Sebagai Absorber digunakan Lean Oil (dari
Secondary Fractionator).
Liquid dari vessel FLRS D-404 dialirkan dengan pompa menuju ke kolom
Stripper FLRS T-403. Sebelum masuk kolom fluida tersebut dipanaskan terlebih
dahulu di HE FLRS E-406 hingga temperaturnya menjadi 610C. Bottom dari
kolom Stripper FLRS T-403 dengan temperatur 1220C dan tekanan 12 kg/cm2g,
diumpankan ke kolom Debutanizer FLRS T-102 untuk dipisahkan antara LPG
dan Naphta. Umpan tersebut masuk ke kolom Debutanizer dipanaskan dulu oleh
HE FLRS E-106 hingga temperatur 1260C. untuk kesempurnaan pemisahan maka
pada bottom kolom Debutanizer dipasang Reboiler FLRS E-107 sehingga
temperatur bottom adalah 1730C.
Overhead dari kolom Debutanizer FLRS T-102 dengan tekanan 11
kg/cm2g dan temperatur 650C didinginkan dengan kondenser parsial FLRS E-108
dan ditampung di akumulator FLRS D-103. Fluida dari akumulator tersebut
sebagian digunakan sebagai reflux, sebagian lainnya didinginkan lagi dan
dialirkan ke Stabilizer Feed Drum LS D-1.
Bottom dari Stabilizer Feed Drum LS D-1 diumpankan ke kolom
Stabilizer LS T-1 dengan temperatur 780C. Overhead product dari kolom
Stabilizer LS T-1 didinginkan dalam kondenser parsial LS E-4 dan ditampung di
akumulator LS D-2 dengan kondisi tekanan 19,6 kg/cm2g dan temperatur 520C.
Gas yang tidak terkondensasi kemudian digunakan sebagai fuel gas, sedangkan
liquid yang terbentuk (Propane-Propylene) digunakan sebagai reflux dan sebagai
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
53
Bab III Orientasi Pabrik
umpan untuk unit Polypropylene Plaju. Bottom product dari kolom Stabilizer LS
T-1 yaitu C4 akan di-treating lebih lanjut.
Untuk mempertajam pemisahan, bottom dari LS-T-1 ditarik dengan pompa
LS-P-2 AB dimasukkan ke Reboiler LS-E-6 untuk memperoleh pemanasan, agar
fraksi Propane Propylene dapat naik puncak menara. Sebagian aliran dari bottom
menara adalah fraksi LPG (C4 dan derivatnya) setelah didinginkan di Cooler LS-
E-5 AB dialirkan ke mericham LPG Treater untuk dicuci dengan Caustic Soda
agar senyawa belerang dalam LPG dapat dihilangkan/diturunkan.
3.4.3. Unit Produksi PolyPropylene
Unit PP di PERTAMINA RU-III Plaju mengolah RPP menjadi biji plastik
dengan kapasitas produksi biji plastik/politam (pellets) sebesar 45.200 ton/tahun.
Biji Plastik/politam (pellet) yang dihasilkan di PERTAMINA dibagi menjadi
lima jenis sesuai dengan sifat fisiknya yaitu Melt Flow Rate (MFR) dan
fungsinya, yaitu :
a) Injection Molding grade (PI), kapasitas 5,7 ton/jam,
b) Film grade (PF), kapasitas 5,7 ton/jam,
c) Tape atau Yarn grade (PY), kapasitas 5,7 ton/jam, dan
d) Blow molding grade, kapasitas 4,5 ton/jam.
3.4.3 Deskripsi Proses Unit Polypropylene
Bahan baku PP adalah RPP yang dihasilkan dari pengolahan minyak
mentah di CD&GP dan CD&L. Minyak mentah didestilasi dalam Crude Distiller
Unit (CDU) di CD&GP. Fraksi berat CDU adalah residu yang kemudian
diumpankan ke dalam HVU di CD&L. Produk bawah HVU direngkah secara
katalitik dalam FCCU di CD&L sehingga menghasilkan beberapa produk, salah
satunya adalah RPP.
RPP yang dihasilkan dari FCCU mengandung komposisi 74% Propylene,
17% Propane, dan sisanya adalah pengotor yang berupa CO, CO2, H2S,
merkaptan, dan air. RPP diumpankan ke dalam unit purifikasi dengan laju alir 9
ton/jam. Unit purifikasi terdiri atas :
a) Ekstraktor Deethanol Amine (DEA) untuk menghilangkan CO dan H2S.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
54
Bab III Orientasi Pabrik
b) Ekstraktor yang berisi NaOH untuk menghilangkan CO2.
c) Dryer untuk menghilangkan kandungan air hingga kurang dari 7 ppm.
d) Distilasi, sehingga menghasilkan Propane sebagai produk bawah yang
diumpankan kembali ke CD&L, dan Propylene sebagai produk atas dengan
kemurnian 99,6%. Propylene ini kemudian diumpankan ke unit polimerisasi
dengan laju alir 6 ton/jam.
Unit polimerisasi terdiri dari Impurities Removal Unit, reaktor, dan Dryer.
Di dalam Impurities Removal Unit terdapat Stripper untuk menghilangkan
Metane dan Etane, dehidrator untuk menghilangkan kadar air hingga kurang dari
1 ppm, COS Adsorber, dan Arsine Adsorber. Dari Arsine Adsorber, Propylene
yang telah bersih dari pengotor dipolimerisasi di dalam reaktor.
Ada dua reaktor yang digunakan, yaitu Primary Reactor yang merupakan
reaktor fasa cair dengan tekanan 32 kg/cm2 gauge dan temperatur 70oC, dan
Secondary Reactor yang merupakan reaktor fasa gas dengan tekanan 18 kg/cm2
gauge dan temperatur 80oC. Reaksi polimerisasi ini berlangsung dengan bantuan
katalis, yaitu TiCl3 yang merupakan Main Catalyst (MC), katalis AT berbahan
dasar alumunium yang berfungsi sebagai pendukung katalis, dan katalis OF yang
berfungsi untuk menyesuaikan Isotactic Index pada polimer yang akan dihasilkan.
Ketiga katalis berbentuk serbuk, sehingga dibutuhkan pelarut Heksane untuk
mempermudah reaksi. Bahan lain yang digunakan dalam reaksi polimerisasi
adalah Hydrogen untuk memecahkan ikatan rangkap, dan mengatur MFR.
Katalis MC dan OF dilarutkan dengan heksana, kemudian diumpankan
bersama Hidrogen dan Propilen cair ke dalam Primary Reactor. Setelah itu
diumpankan pula katalis AT ke dalam reaktor. Laju alir Propilen yang
diumpankan harus tinggi agar kecepatan reaksi berjalan lebih cepat dibandingkan
laju polimerisasi untuk mencegah terjadinya penggumpalan. Pengadukan
dilakukan selama reaksi berlangsung. Produk reaktor adalah Slurry dan gas
hidrogen. Slurry yang terbentuk dimasukkan ke Fine Separator. Fungsi Fine
Separator adalah untuk memisahkan slurry dari gas hidrogen yang terbawa.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
55
Bab III Orientasi Pabrik
Gas hidrogen tersebut dimasukkan kembali ke dalam Primary Reactor.
Gas hidrogen keluaran Primary Reactor diumpankan ke bagian atas Secondary
Reactor, yang kemudian dikeluarkan untuk dipompakan ke bagian bawah
secondary reactor setelah dilewatkan pada kompresor. Slurry yang berasal dari
fine partikel separator masuk ke bagian bawah secondary reactor, dan akan
terfluidisasi dengan bantuan pengadukan dan udara bertekanan yang masuk dari
bagian bawah reaktor. Hasil reaksi berupa bubuk yang kemudian dimasukkan ke
dalam kondensor drum. Gas yang tidak terkondensasi diumpankan lagi ke dalam
Secondary Reactor, sedangkan bubuk PP yang masih mengandung heksana
dikeringkan dalam Dryer.
Bubuk PP dengan laju alir 6 ton/jam dimasukkan bersama aditif seperti
pewarna, dan anti koagulan ke dalam Extruder yang berputar dengan kecepatan
1000 rpm. Dengan putaran dan pemanasan, maka terbentuklah resin yang
langsung dipotong dengan standar ukuran tertentu begitu keluar dari ujung
ekstruder.
Setelah pemotongan, resin PP dikontakkkan dengan air sehingga
membeku, dan terbentuklah biji plastik. Biji plastik tersebut dimasukkan ke dalam
Screener untuk memastikan ukuran biji plastik sesuai dengan product
specification. Biji plastik tadi ditransportasikan dengan batuan N2 yang berasal
dari plant tersendiri di unit PP, ke dalam silo sebelum dilakukan pengepakan.
Setiap kantong pengepakan berisi 25 kg PP.
3.4.4 Laboratorium
3.4.4.1 Laboratorium Analisis dan Gas
Laboratorium analisis berfungsi untuk menganalisa sifat kimia produk
minyak, limbah dan lingkungan perairan. Maka dari itu, laboratorium ini
dilengkapi dengan alat-alat sebagai berikut :
1) Atomic Adsorber Spectrophotometry untuk menganalisa logam dalam sampel.
2) Sinar UV untuk memeriksa kandungan bahan non logam dalam sampel.
3) X-Ray Test untuk menganalisa kandungan sulfur dalam minyak mentah dan
produk.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
56
Bab III Orientasi Pabrik
4) pH meter.
5) Gas Chromatography.
6) Pengukur BOD konvensional.
7) Pengukur kadar garam konvensional.
8) Penganalisa TEL konvensional.
3.4.4.2 Laboratorium Pengamatan
Laboratorium ini berfungsi untuk mengamati sifat penampakan produk
dan membandingkan hasilnya dengan spesifikasi produk. Jenis analisa yang
dilakukan dengan menggunakan sampel produk. Analisa lain yang digunakan
dalam laboratorium ini yang tidak dilakukan dalam laboratorium R&D adalah
analisa Octane Number dan Cetane Number, dan juga Doctor Test dengan
menggunakan Pb untuk mengetahui kandungan merkaptan.
3.4.4.3 Laboratorium Petrokimia
Laboratorium ini menganalisa bahan baku dan produk PP. Analisa
dilakukan pada MFR, Ash Content, Isotactic Index, Volatile Loss, Bulk Density,
warna, pH, kadar air, dan penampakan luar bahan. Alat yang digunakan untuk
melakukan analisa tersebut antara lain GC, AAS, Spectrophotometer,
Polarograph, dan Color LC.
3.4.4.4 Laboratorium Research and Development
Laboratorium ini berfungsi mengevaluasi mutu minyak mentah yang akan
dibeli serta melakukan pengembangan-pengembangan untuk menemukan produk-
produk terbaru.
3.4.4.5 Process Engineering (PE)
Struktur organisasi PE Pertamina RU III , dimana pimpinan tertinggi dari
bagian Process Engineering adalah seorang Process Engineering Section Head
yang biasa disebut sebagai kepala PE (Process Engineering). Process Engineering
(PE) berada langsung dibawah dan bertanggung jawab kepada Engineering &
Development Manager. Kepala bagian PE membawahi beberapa seksi yaitu :
a) Primary process expert
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
57
Bab III Orientasi Pabrik
b) Lead engineer primary process
c) Lead engineer environment fire and safety
d) Lead engineer process control
e) Lead engineer secondary process
f) Secondary process expert.
PE bertugas untuk memastikan proses berjalan sesuai dengan yang
diharapkan. Selain memastikan proses berjalan dengan baik, PE juga bertugas
untuk mengembangkan proses agar efisiensinya meningkat. Proses pengembangan
tersebut dapat berupa :
a) Melakukan studi yang bertujuan untuk pengembangan kilang RU-III.
b) Melakukan sourcing yang meliputi bahan-bahan kimia serta katalis-katalis
baru.
c) Menyelesaikan masalah-masalah teknis harian yang bersifat kontinu (bukan
sekedar masalah harian) bersama-sama dengan bagian operasi.
d) Memberikan pengarahan serta saran kepada bagian operasi dalam hal
perbaikan maupun hal yang bersifat perubahan agar tercapainya kondisi proses
optimum.
e) Melakukan modifikasi proses sehingga dapat dihasilkan kondisi operasi yang
optimum, efisien, serta ekonomis.
3.5 Produk-Produk yang dihasilkan di PT. Pertamina (Persero) RU III
Produk yang dihasilkan oleh PT. Pertamina (Persero) RU III dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu :
3.5.1 Produk Bahan Bakar Minyak (BBM)
a) Premium
Premium (Motor Gasoline) digunakan sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor.
b) Kerosene atau minyak tanah
Kerosene (Waste Water Distillate) digunakan sebagai bahan bakar kompor
minyak tanah.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
58
Bab III Orientasi Pabrik
c) Automotive Diesel Oil (ADO)
Automotive Diesel Oil (ADO) atau yang biasa disebut solar, biasa digunakan
sebagai bahan bakar kendaraan bermesin diesel.
d) Industrial Diesel Oil (IDO)
Industrial Diesel Oil (IDO) digunakan sebagai bahan bakar mesin industri
dan kapal angkutan.
e) Fuel Oil
Umumnya Fuel Oil digunakan sebagai bahan bakar pada industri-industri.
3.5.2 Produk Non Bahan Bakar Minyak (NBBM)
1) LPG (Liquified Petroleum Gas)
2) LNG (Liquified Natural Gas)
3) Petrasol-1/Minasol-2
Minasol-2 merupakan bahan kimia pelarut sejenis naphta ringan,
berbentuk liquid, berwarna bening, stabil, dan tidak korosif. Minasol-2 juga
merupakan salah satu hasil produksi Kilang RU III Plaju dengan trayek didih
antara 400C s/d 1150C. Minasol-2 digunakan sebagai :
1) Bahan pelarut untuk industri Thinner, cat dan varnish.
2) Bahan pelarut untuk industri tinta cetak.
3) Bahan kimia penunjang industri farmasi.
4) Preparasi dari industri Meubel, sepatu, dan pemoles lantai.
5) Pembersih logam dan industri Cleaning.
Sedangkan Petrasol-1 merupakan hidrokarbon yang biasa diaplikasikan atau
digunakan sebagai diluents untuk cat , lacquers, dan varnish. Produk ini juga
biasa digunakan sebagai pelarut pada industri tinta cetak.
4) Musi Cool
Musi Cool digunakan sebagai bahan pendingin yang merupakan alternatif
pengganti freon yang ramah terhadap lingkungan, biasa digunakan pada pendingin
ruangan atau AC (Air Conditioner). Refrigerant dengan bahan dasar hidrokarbon
alam dan termasuk dalam kelompok Refrigerant ramah lingkungan, dirancang
sebagai alternatif pengganti Refrigerant Syntetic. Kelompok hidrokarbon CFC :
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
59
Bab III Orientasi Pabrik
R-12, HCFC : R-22 dan HFC : R123a yang masih memiliki keunggulan-
keunggulan dibandingkan dengan Refrigerant Syntetic, diantaranya beberapa
parameter memberikan indikasi data lebih kecil seperti kerapatan bahan (density),
rasio tekanan kondensasi terhadap evaporasi dan kondisi bahan lebih besar seperti
refrigerasi, COP, kalor laten dan konduktivitas bahan.
5)Musi Green
Musi Green hampir sama dengan Musi Cool, bedanya adalah tingkat
purity dari Propane dan Isobutane, dan dibedakan sesuai tipe-tipe mesin
Refrigerant yang ada di pasar. Musi Cool dan Musi Green merupakan merk
dagang.
3.5.3 Produk Bahan Baku Khusus
a) Avgas (Aviation Gasoline).
b) Avtur (Aviation Turbine).
c) Pertamax
3.5.4 Produk Lain-lain
a) Medium Naphta.
b) Low Sulphuric Waxes Residue (LSWR).
c) Low Sulphuric Waxes Residue digunakan sebagai bahan setengah jadi untuk
keperluan ekspor.
d) Vacum Residue.
Produk-produk yang dihasilkan PT. Pertamina (Persero) RU III memiliki
spesifikasi tertentu pada masing-masing produknya (Terlampir).
3.6 Unit Utilitas
Dalam proses pengolahan bahan baku menjadi produk, mulai dari tahap
penyiapan umpan sampai dengan tahap pengemasan, serta tahap pengolahan
limbah selama proses produksi berlangsung, dibutuhkan unit-unit dan bahan-
bahan pendukung seperti air, nitrogen, generator listrik.
Unit-unit dan bahan-bahan pendukung yang dibutuhkan untuk mendukung
keberlangsungan proses tersebut terintregasi dalam sebuah sistem, yaitu sistem
utilitas.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
60
Bab III Orientasi Pabrik
Unit-unit proses utilitas PT. Pertamina (Persero) RU III (Tabel 3.19)
terdiri dari Water Treating Unit, Demineralization Plant, Cooling Tower,
Drinking Water Plant, Air Plant, N2 Plant, Boiler, Gas Turbin dan Rumah Pompa
Air. Kebutuhan bahan penunjang tersebut dipenuhi oleh unit utilitas Pertamina
RU III yang dibagi kedalam tiga Power Station (PS) berdasarkan lokasinya.
Tabel 3.19. Power Station dan Unit Utilitas di Pertamina RU III
Power Station 1
Air plant
Boiler
RPA 1-3
WTP (Bagus Kuning)
Power Station 2
Air plant
DPW
Cooling Tower
Demineralization plant
Nitrogen plant
Pembangkit listrik
WTU
Power Station 3
Air Plant
Cooling Tower
Demineralization
DWP 2
RPA 5-6
WTU
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Power Station 2 didirikan tahun 1985 untuk mengontrol operasinya telah
memakai Distributed Control System (DCS). Orientasi pada unit utilitas dibagi
menjadi dua seksi yaitu :
1) Seksi Auxiliary,terdiri dari :
a) Water Treating Unit/WTU (rumah pompa air,clarifier)
b) Drinking water Plant / DWP
c) Cooling Tower
d) Demin Plant
e) Compressor
f) Nitrogen Plant
g) Air Plant
2) Seksi Pusat Pembangkit Tenaga Listrik dan Uap (PPTL&U) terdiri
dari :
a) Package Boiler
b) WHRU ( Waste Heat Recovery Unit )
c) Gas Turbin
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
61
Bab III Orientasi Pabrik
d) Secure Power
3.6.1 Water Treating Unit (WTU)
Water Treating Unit adalah sebuah unit untuk merawat atau meresirkulasi
air bekas pakai yang telah digunakan oleh industri. Raw water berasal dari sungai
Komering yang dihisap dengan pompa untuk dialirkan ke Clarifier (Gambar 3.21)
, yang sebelumnya diinjeksikan Al2(SO4)3 sebagai koagulan dan chlor sebagai
pembunuh bakteri sehingga akan membentuk flokulasi dengan kondisi operasi
masing-masing (Tabel 3.20). Dalam Clarifier ini diinjeksikan Koagulan Aids
Polyelectolyte untuk mempercepat koagulasi. Setelah gumpalan mengendap, laju
air jernihnya dialirkan ke saringan pasir untuk disaring. Pada saringan pasir terjadi
pemisahan gumpalan kecil dan kotoran yang masih terbawa didalam air. Setelah
itu diinjeksikan dengan larutan NaOH untuk mengatur pH (Potensial of
Hydrogen) . Air yang telah diproses ditampung di clear well dengan pH 5,6-6,2
dan siap untuk didistribusikan seperti : untuk feed pada demin plant, make up
Cooling Water, air minum dan Servis Water.
Tabel 3.20. Kondisi Operasi WTU
Kondisi Operasi Besaran
Kapasitas unit Clarifier 1067 m3/jam
Kapasitas masing – masing Filter 266,5 m3/jam
Kapasitas clear well tank 5000 m3/jam
Dosis Al2(SO4)3 20-80 ppm
Dosis poly-electrolyte 2 ppm
Dosis gas klorin 0-10 kg/jam
Dosis 10-30 ppm
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
62
Bab III Orientasi Pabrik
Sumber: PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013Gambar 3.1. Skema Clarifier
3.6.2 Rumah Pompa Air (RPA)
Rumah Pompa Air atau yang disebut dengan RPA berfungsi untuk
memompa air untuk kebutuhan air minum, air proses, air pendingin, dan air
umpan boiler. PT Pertamina RU III memiliki enam buah unit RPA yang tersebar
yakni RPA 1-4 yang berlokasi di Plaju, RPA 5 yang berlokasi di Bagus Kuning
dan Sungai Gerong dan RPA 6 yang juga berlokasi di Sungai Gerong. Air mentah
yang juga digunakan sebagai air pendingin once through diambil oleh RPA 1-3,
RPA 5 Sungai Gerong, dan RPA 6 dari sungai Komering.
Kapasitas air yang dihisap oleh pompa RPA dari sungai Komering
mencapai 15.000 ton/hari. RPA 4 berfungsi untuk mengumpan air mentah ke unit
WTU (Water Treatment Unit). RPA 5 Bagus Kuning digunakan untuk
mengalirkan air mentah ke unit WTP. Air yang diambil dari sungai komering ini
kemudian akan terbagi ke dalam dua jalur yakni jalur untuk pasokan Fire Water
dan Raw Water. Air sungai yang digunakan terlebih dahulu melewati pre-
treatment pada clarifier dan sand filter.
Hasilnya didistribusikan untuk berbagai penggunaan, yaitu make-up air
pendingin, umpan demineralization plant, dan service water (air pencuci). Demin
water digunakan untuk make-up BFW, pelarut bahan kimia, dan digunakan dalam
unit hydrogen plant. Air pendingin digunakan untuk medium transfer panas pada
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
63
Bab III Orientasi Pabrik
kompresor, kondensor, dan unit polypropylene. Air minum digunakan untuk
fasilitas sanitary, air minum, safety shower, dan eye-wash station.
Sumber: PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Gambar 3.2. Skema Pemrosesan Air Mentah3.6.3 Drinking Water Plant (DWP)
DWP berfungsi untuk mengolah air bersih menjadi air minum, pengolahan
ini dilakukan dengan cara melewatkan air tersebut pada Actived Carbon Filter
yang berfungsi untuk menghilangkan bau,rasa, warna, Chlorine yang tersisa. Air
yang diolah di unit DWP yang memenuhi persyaratan kesehatan baik secara kimia
fisika dan biologi. PT. Pertamina (Persero) RU III memiliki dua unit Drinking
Water Plant, yaitu di Sungai Gerong dan Bagus Kuning. DWP yang terdapat di
Sungai Gerong beroperasi dengan kapasitas 150 ton/jam.Umpan untuk DWP yang
terdapat di Bagus Kuning hanya dioperasikan untuk memproduksi air minum.
3.6.4 Cooling Tower
Cooling Tower adalah sebuah alat atau dalam kondisi operasi pabrik
adalah sebuah Tower atau menara, yang memiliki fungsi untuk mendinginkan
aliran fluida yang memiliki suhu yang tinggi.
Ada dua sirkulasi pada air pendingin, yaitu :
1) Open circulation (Sirkulasi Terbuka/Cooling Tower), yaitu sistem sirkulasi
terbuka, yang berarti Cooling Water selalu didistribusikan dam dikembalikan
lagi ke Cooling Tower.
2) Once Trough, yaitu sistem sirkulasi Cooling Water yang hanya dipakai satu
kali.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
64
Bab III Orientasi Pabrik
Cooling Water ex-unit PP dan own use UTL dikoyakkan dengan udara
yang dihasilkan dari Fan, sehingga uap/gas panas keluar melalui vent. Pada saat
itu diinjeksikan zat anti korosi pada peralatan.Selain itu juga diinjeksikan dengan
NaOH untuk mengatur pH. Sebelum didistribusikan, air diinjeksikan dengan chlor
agar tidak terbentuk lumut pada peralatan. Jenis Cooling Water yang digunakan
adalah Cross-flow Tower dengan kemiringan 30o.
3.6.5 Demin Plant
Unit ini berfungsi untuk menghilangkan kandungan garam mineral yang
terkandung dalam air hasil olahan dari unit WTU. Unit Demin Plant mengolah air
yang berasal dari RWC I dan WTU SG. PT. Pertamina (Persero) RU III memiliki
dua buah Demin Plant, yaitu Demin Plant Plaju berkapasitas 320 m3/jam dan
Demin Plant Sungai Gerong berkapasitas 45 m3/jam. Selain untuk kebutuhan
produksi steam, Demineralization Plant juga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan pasokan air untuk BFW (Boiler Feed Water), air minum, serta
Hydrogen Plant.
Unit Demineralization Plant terdiri dari :
a) Activated Carbon Filter, berfungsi untuk mengadsorpsi zat organik,filtrasi, dan
dekomposisi Cl2 menjadi ion Cl-, serta menghilangkan warna, rasa, dan bau.
b) Cation exchanger, berfungsi untuk demineralisasi ion positif (kation).
c) Anion exchanger, berfungsi untuk demineralisasi ion negatif (anion).
d) Mixed bed, berfungsi untuk mempolis sisa kation dan anion yang tidak tertukar
di cation dan anion exchanger untuk memperoleh air demin yang mendekati
murni.
Sumber: Made by visioGambar 3.3. Unit Penukar Ion Demineralization Plant
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
65
Bab III Orientasi Pabrik
Demin plant menggunakan resin penukar ion (Gambar 3.22) berupa
polimer stirena dan divinil benzena (DVB). Treated water dari clear well
dilewatkan pada activated carbon filter, air dapat digunakan sebagai air minum.
Selanjutnya, air dilewatkan pada cation exchanger, di mana terjadi pertukaran ion
Na+, Ca2+, Mg2+ dengan H dari resin sehingga menghasilkan air yang bersifat
asam. Selanjutnya, air dilewatkan pada anion exchanger, di mana terjadi
pertukaran antara ion negatif dengan ion OH dari resin. Sebagai tahap terakhir, air
dilewatkan melalui mixed bed. Reaksi yang terjadi pada ketiga penukar ion
adalah:
Kation : RH + NaCl RNa + HCl
Anion : ROH + HCl RCl + H2O
Setelah digunakan berulang kali, penukar ion akan menjadi jenuh sehingga
perludi regenerasi. Tujuan regenerasi dalah untuk menghilangkan ion garam yang
ada pada resin. Regenerasi penukar kation menggunakan larutan asam sulfat,
sedangkan regenerasi penukar anion menggunakan larutan caustic.
3.6.6 Compressor
Compressor merupakan alat yang berfungsi untuk mengkompres udara
tekan yang , udara instrument dan service air. Di Pertamina digunakan empat
buah kompresor yang bertekanan mencapai 9,5 kg/cm2 pada suhu 40oC lalu
ditampung menyerap logam-logam kecuali O2 dan N2 . Media adsorben berupa
padatan, seperti Molekular Sieve dan Actified Alumina.
Spesifikasi udara instrument :
a) Bertekanan mantap, bebas debu dan kotoran.
b) Kering (dalam dryer) sehingga tidak merusak peralatan.
Udara bertekanan berfungsi untuk :
a) Membuka dan menutup kerangan (valve di kilang).
b) Untuk flashing.
3.6.7 Nitrogen Plant
Umpan Nitrogen Plant berupa udara kering berasal dari air plant. Unit ini
menghasilkan nitrogen berfasa gas dan cair. Nitrogen berfase gas digunakan
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
66
Bab III Orientasi Pabrik
sebagai conveyor di unit Polypropylene dan purge gas pada saat plant start-up
dan shut down. Nitrogen Plant memproduksi nitrogen cair dengan kapasitas
sebesar 500 Nm3/jam dan nitrogen gas dengan kapasitas sebesar 1200 Nm3/jam.
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013Gambar 3.4. Diagram Blok Nitrogen Plant
Prinsip kerja di Nitrogen Plant meliputi tiga tahap, yaitu pemurnian udara,
pemisahan udara dan penampungan produksi. Secara keseluruhan proses yang
berlangsung di Nitrogen Plant berlangsung secara cryogenic.
Pada tahap pemurnian, udara dari atmosfir disaring dengan Inlet Air Filter
(Gambar 3.22), untuk memisahkan partikel padat. Udara yang telah disaring
dengan Inlet Air Filter, selanjutnya dikompresi dan didinginkan sampai dengan
suhu 5oC dengan refrigerant propane didalam Chiller, kemudian udara dingin
tersebut dilewatkan kedalam kolom Adsorber. Kolom Adsorber terdiri dari dua
tabung yang saling berhubungan dan berisi Molecular Sieve. Kedua tabung
Adsorber tersebut dioperasikan bergantian secara siklus. Adsorber ini berfungsi
untuk menyerap uap air, CO2 dan kotoran lain dengan memanfaatkan Molecular
Sieve.
Pada tahap pemisahan udara, udara yang telah dibersihkan, selanjutnya
didinginkan hingga mendekati titik didih N2 yaitu – 166oC menggunakan proses
pertukaran panas dengan produk dan waste gas didalam Air Exchanger. Air
Exchanger yang digunakan merupakan tipe Plant-fin Heat Exchanger dengan
material alumunium. Pada proses pedinginan ini, sebagian udara mencair.
Campuran udara cair dan gas kemudian dimasukkan ke dalam kolom distilasi
bertekanan tinggi. Umpan masuk dari bawah kolom dan suhu pada bagian bawah
kolom akan turun menjadi – 175oC. Pada kolom ini udara akan
terpisahkan,sehingga N2 murni akan dihasilkan di overhead, O2 murni akan
dihasilkan di bottom. Nitrogen murni yang telah dihasilkan akan mengalir ke
Condenser untuk dikondensasikan. Proses kondensasi ini dilakukan dengan
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
Udara dari atmosfer
Kompresor Chiller (pendingin)
Adsorber Cold box
67
Bab III Orientasi Pabrik
memanfaatkan panas pada O2 murni yang masuk melalui Expansion Valve dan di
flash ke dalam Reboiler. Sebagian dari nitrogen murni yang telah dikondensasi
akan dikembalikan sebagai refluks,sedangkan sebagian lagi diambil sebagai
produk cair dan disimpan. Waste gas dingin didalam Air Exchanger yang
digunakan untuk mendinginkan udara keluaran Adsorber. Fungsi waste gas dingin
di dalam Air Exchanger adalah untuk membantu proses pendinginan udara
sebelum masuk kedalam kolom distilasi.
Pada tahap penampungan produksi,gas nitrogen murni yang diperoleh
sebagai overhead, diambil dan dialirkan langsung kepenampungan. Plant dapat
memproduksi nitrogen dalam bentuk cair yang sebanding dengan gas yang
diperlukan. Dalam transportasi fluida proses menggunakan pipa, digunakan warna
pipa berbeda untuk jenis fluida yang berbeda (Tabel 3.23).
Tabel 3.21. Warna Pipa untuk Transportasi Fluida
Warna Fluida yang dialirkan
Merah Air pemadam kebakaran
Kuning Fuel gas
Hijau Instrument Air
Biru Air
Ungu Chemical subtance
Abu-abu Process Fluid
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
3.6.8 Air Plant
Air Plant berfungsi untuk menghasilkan udara bertekanan dengan bahan
baku berupa udara dari atmosfer. Udara bertekanan ini dapat digunakan untuk
keperluan pembersihan peralatan.
Alat utama yang digunakan dalam Air Plant adalah kompresor. Air Plant
yang dimiliki oleh Pertamina RU III memiliki kapasitas 26100 Nm3/jam yang
tersebar ditiga PS yaitu PS 1 dan 2 di Plaju dan PS 3 di Sungai Gerong. Udara
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
68
Bab III Orientasi Pabrik
bertekanan yang dihasilkan oleh air plant ini selanjutnya digunakan untuk
beberapa kebutuhan antara lain :
1) Instrument Air
Udara bertekanan digunakan sebagai element pengendali akhir yaitu untuk
mengantur bukan valve. Udara bertekanan yang digunakan untuk keperluan
instrument air harus memiliki syarat-syarat tertentu, antara lain :
a) Tekanan mencukupi dan stabil
b) Jumlah yang cukup
c) Kualitas memenuhi syarat
2) Service Air
Udara bertekanan digunakan untuk keperluan pembersihan peralatan proses
dan keperluan transportasi produk.
3) Umpan Nitrogen Plant
Udara bertekanan digunakan sebagai bahan baku produksi nitrogen.
3.6.9 Pembangkit Listrik
Pembangkit listrik yang terdapat di Pertamina RU III antara lain :
1) Gas turbine A,B dan C dengan kapasitas masing-masing sebesar 31,1 MW.
2) Steam turbine kapasitas 3,2 MW.
3) Diesel Generator kapasitas 0,75 MW.
Pertamina RU III memiliki tiga buah Turbine Gas yaitu GT 2015 UA, GT
2015 UB dan GT 2015 UC. Turbine Gas, Steam Turbine dan Diesel Generator
ini berfungsi untuk memproduksi listrik dengan frekuansi 50 Hz untuk
dimanfaatkan di kilang dan perumahan.
Bahan bakar yang digunakan untuk mengoperasikan Turbine Gas adalah
fuel gas yang diperoleh dari Prabumulih dikirim melalui pipa dan diolah di Light
Ends Unit. Hanya pada start-up saja, bahan bakar yang digunakan berrupa diesel
oil. Gas keluaran turbin memiliki temperature 507oC. jika Gas Turbine
dioperasikan dengan Boiler akan dihasilkan efisiensi sebesar 25%.
Steam Turbine digunakan untuk memproduksi listrik dengan
memanfaatkan steam bertekanan 8,5 kg/cm2. Steam Turbine baru akan
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
69
Bab III Orientasi Pabrik
dioperasikan jika terjadi kegagalan pada Gas Turbine. Sedangkan Diesel
Generator dioperasikan jika terjadi kegagalan pada kedua pembangkit Gas
Turbine dan Steam Turbine.
3.6.10 Penghasil Steam
Unit pembangkit tenaga uap utilitas PS II Plaju dan unit Package Boiler,
masing-masing kapsitas 50 ton/jam dengan tekanan 42,2 kg/cm2 dengan
temperatur 3900C serta tiga unit WHRU (Waste Heat Recovery Unit) dengan
masing-masing kapasitas 60 ton/jam, dengan tekanan 42,2 kg/cm2 dengan
temperatur 3900C.
WHRU tersebut dimanfaatkan panas yang berasal dari gas bekas Turbine
Gas, di mana kapasitas WHRU didasarkan atas beban Generator, dengan beban
maksimum 32,1 MW. Temperature gas bekas dari Turbine Gas tersebut masih
cukup tinggi 5600C, sehingga mampu untuk membangkitkan steam tergantung
dari beban Turbine Gas. WHRU dapat digunakan bila dikehendaki untuk
memproduksi steam yang cukup tinggi dengan beban Turbine Gas yang rendah.
Kegunaan dari steam antara lain, yaitu :
1) Sebagai pembangkit untuk menggerakkan pompa,
2) Pemanasan Generator dan Compressor, dan
3) Untuk produksi Polypropylene.
Umpan dari Boiler dan pembangkit steam lainnya, misalkan WHRU
merupakan air yang sebelumnya telah diolah melalui proses Demineralization
Deaerator dan Chemical Treatment. Demineralization Plant seperti telah
disebutkan sebelumnya berfungsi untuk menghilangkan kandungan mineral. Hal
ini disebabkan kandungan mineral terutama silica dengan mengakibatkan
timbulnya deposit silica pada Superheater.
Hal ini dapat menyebabkan hotspot yang akan menyebabkan tube failure.
Selain itu silica yang terbawa pada aliran dapat menyebabkan deposit pada turbin
yang akan menurunkan efisiensi dan menyebabkan imbalance. Deaerator
bertujuan menurunkan kandungan O2 dan CO2 terlarut dalam air yang dapat
menyebabkan masalah korosi pada peralatan Boiler dan turbin. Pada proses ini air
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
70
Bab III Orientasi Pabrik
dipanaskan sampai temperatur 110oC yang akan menyebabkan kelarutan O2 dan
CO2 dalam air akan turun, sehingga gas-gas tersebut terpisahkan. Chemical
Treatment dilakukan dengan penginjeksian Hydrazine, Fosfat dan Morpholine.
Penginjeksian hydrazinei bertujuan untuk softening yaitu mengurangi kadar ion-
ion, terutama Ca2+ dan Mg2+ yang dapat menyebabkan kesadahan.
Terdapat tiga jenis pembangkit steam yang digunakan pada unit ini, yaitu :
a) Package Boiler
Package Boiler ada tiga buah yang digunakan adalah PB 2011 UA, PB 2011
UB, PB 2011 UC. Package Boiler diperoleh dari PS 2 Plaju dan kemudian
digunakan untuk menghasilkan high preassure 40 kg/cm2, efisiensinya sebesar
81%.
b) Kettle
Kettle ini ada sembilan buah yang terletak di PS I Plaju. Kettle yang digunakan
adalah Boiler nomor 2,3,4,5,6,7,8,9,10 dan 11. Bahan bakar digunakan berupa
mixed gas. Umpan untuk Kettle diperoleh dari PS I Plaju dengan kapasitas 110
ton/jam. Produk yang dihasilkan adalah Middle Preassure Steam 15 kg/cm2
dan memiliki efisiensi sebesar 60%.
c) Waste Heat Recovery Unit (WHRU)
Waste Heat Recovery Unit ada tiga buah yang mana digunakan untuk
memanfaatkan gas turbin flue gas, yang masih memiliki temperatur sekitar
4000C. Waste Heat Recovery Unit yang digunakan adalah WHRU 2010 UA,
WHRU 2010 UB dan WHRU 2010 UC; Umpan WHRU diperoleh dari PS 2
dan menghasilkan High Preassure Steam 40 kg/cm2.
3.6.11 Sistem Bahan Bakar
Di samping penyediaan steam, listrik dan energi lain, unit utilitas PS II
juga bertugas menyediakan berbagai bahan bakar, antara lain :
a) Fuel Gas Sistem
Fuel Gas Sistem terbagi menjadi atas High Preassure dan Low Preassure,
dimana sumber fuel gas didapat dari lapangan eksplorasi Prabumulih dengan
tekanan 10 kg/cm2. Setelah melalui Knock Out Drum , dibagi menjadi dua
sistem. Sistem yang pertama tekanannya dinaikkan menjadi 19 kg/cm2 dengan
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
71
Bab III Orientasi Pabrik
menggunakan Centrifugal Compressor. Sistem yang kedua yaitu setelah
melalui Step Down Control, tekanannya menurun menjadi 3 kg/cm2 dan
digunakan untuk bahan bakar di WHRU unit (2010 U, A/B/C), Package Boiler,
2011(A/B).
b) Heavy Fuel Oil
Heavy Fuel Oil diperoleh dari kilang dan ditampung pada tangki 2075 ˚F, dari
tangki ini dipompakan ke unit yang membutuhkan setelah melalui Stainler dan
Heater. Sistem ini dilengkapi dengan akumulator untuk menjaga agar fuel oil
tetap mengalir jika pompa berhenti. Akumulator ini hanya mampu mengalirkan
fuel oil selama lima menit.
c) Diesel Fuel
Diesel Fuel sama dengan Heavy Fuel, diperoleh dari kilang dan ditampung
pada tangki 2074 F. Diesel Fuel ini digunakan untuk start-up Turbine Gas
Generator dan sebagai back up atau pengganti gas lapangan bila terjadi
gangguan pada supply gas dari lapangan.
Selain untuk keperluan turbin gas Generator, Diesel Fuel juga digunakan
untuk bahan bakar pompa air bakaran yang digerakan oleh mesin Diesel dan
Emergency Generator. Diesel fuel ini dilengkapi dengan accumulator yang
berfungsi untuk menjaga agar Diesel fuel tetap mengalir bila pompa distribusi fuel
terhenti.
Berikut ini merupakan peralatan-peralatan yang dipakai pada prosess di RU
III (Tabel 17 – 19) :
Tabel 3.22. Jenis dan Fungsi Peralatan Proses di RU – III
Nama Alat Fungsi Unit PenggunaAkumulator Sebagai tangki pengumpul kondensat
dari kolom distilasi (liquid reservoir). Dari akumulator kondensat dapat direfluks atau diambil sebagai produk atas.
CDU, BBMGC, BB Distiller, Stab C/A/B, Unit Alkilasi, Unit Polimerisasi, Unit Polypropylene, SRMGC
Blower Mentransportasikan dan menekan gas untuk menghasilkan gas dengan tekanan sedang.
RFCCU,Unit Polypropylene
Buffer Tank Untuk memisahkan kondensat yang terbawa aliran fasa gas.
SRMGC
Caustic Tempat penjumputan suatu senyawa Unit Alkilasi,
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
72
Bab III Orientasi Pabrik
Settler tertentu misalnya, sulfur dan merkaptan, dengan penambahan soda kaustik.
BB Treater
Cyclone
Nama Alat
Memisahkan padatan dari campuran padat-gas. Alat ini menggunakan gaya sentrifugal. Putaran Cyclone
Fungsi
menyebabkan partikel padatan menabrak dinding dan jatuh kebawah karena gravitasi. Digunakan untuk memisahkan katalis dari gas hasil cracking.
RFCCU
Unit Pengguna
Dehidrator
Dryer
Mengurangi kadar air yang suatu larutan dengan suatu penambahan absorben.
Mengurangi kadar air dalam suatu padatan. Padatan yang akan dikeringkan dilewatkan pada aliran udara kering.
Unit Polypropylene
Unit Polypropylene
Evaporator Mengurangi kadar cairan dalam suatu cairan atau memekatkan larutan.
CD II, BBMGC
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Tabel 3.23. Jenis dan Fungsi Peralatan Proses di RU – III (Lanjutan)Nama Alat Fungsi Unit Pengguna
Extruder Mencetak polimer dengan menjadi bentuk tertentu.
Unit Polypropylene
Ejektor Mempertahankan kondisi vakum. HVU
Feed Blend Tangki pencampur umpan sebelum masuk reaktor.
Unit Alkilasi
Filter Memisahkan padatan terlarut dari fluida menggunakan media berpori.
Unit Polypropylene
Final Settler Penjumputan akhir suatu campuran dari pengotor-pengotor yang tidak diinginkan.
BB Treater
Heater Memanaskan temperatur aliran, biasa digunakan unstuk memanaskan umpan yang akan masuk reaktor. Pemanasan dengan pertukaran panas
CDU
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
73
Bab III Orientasi Pabrik
dengan steam atau dengan produk reaksi.
Heat Exchanger
Nama Alat
Mempertukarkan panas antara fuida panas dan dingin. Digunakan sebagai pemanasan awal umpan dan
Fungsi
pendinginan produk atas kolom distilasi.
Semua unit
Unit Pengguna
Kolom absorpsiKolom distilasiKompresor
Kondensor
Pompa
Memisahkan gas dan cairan dengan prinsip absorbsi.Memisahkan komponen – komponen dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan titik didih.Mentrasportasikan dan menekan gas,
untuk menghasilkan gas dengan tekanan yang lebih tinggi.
Mengembunkan uap jenuh yang dihasilkan oleh bagian atas kolom distilasi.
Mentransportasikan fluida pada sistem perpipaan.
FCCU, BB Distiller, BBMGC, SARUCDU, Redistiller,BBDistiller, Unit Alkilasi, Stabilizer C/A/B, RFCCU
RFCCU, Gas Plant, BBMGC, SRMGC
CDU, Redistiller, BBDistiller, Unit Alkilasi, Stabilizer C/A/B, RFCCU
Seluruh unit
Sumber : Pertamina RU III Plaju, 2011
Tabel 3.24. Jenis dan Fungsi Peralatan Proses di RU – III (Lanjutan)Nama Alat Fungsi Unit Pengguna
Reaktor Tempat terjadinya reaksi. Unit Alkilasi,Unit Polimerisasi, Unit Polypropylene, RFCCU
Regenerator Meregenerasi katalis yang telah dipakai melalui reaksi pembakaran coke.
RFCCU
Scrubber Untuk menangkap partikel-partikel padatan dari gas-gas yang akan dibuang ke atmosfer.
Unit Alkilasi,Unit Polypropylene
Separator Memisahkan fasa cair dan fasa gas. CDU, Stabilizer, BB
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
74
Bab III Orientasi Pabrik
Distiller, Alkilasi
Reaktor
Nama Alat
Regenerator
Tempat terjadinya reaksi.
Fungsi
Meregenerasi katalis yang telah dipakai melalui reaksi pembakaran coke.
Unit Alkilasi,Unit Polimerisasi, Unit Polypropylene,RFCCU
Unit Pengguna
RFCCU
Scrubber Untuk menangkap partikel-partikel padatan dari gas-gas yang akan dibuang ke atmosfer.
Unit Alkilasi,Unit Polypropylene
Separator Memisahkan fasa cair dan fasa gas. CDU, Stabilizer, BB Distiller, Alkilasi
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
3.7 Pengelolaan Limbah
3.7.1 Potensi Limbah
Proses pengelolahan limbah sangat diperlukan oleh suatu industri karena,
bila tidak diolah dengan benar, limbah yang berbentuk padat, cair dan gas tersebut
dapat mencemari lingkungan dan memberikan dampak yang buruk pada
lingkungan tersebut. Berikut ini adalah berbagai macam jenis limbah yang
terdapat di Pertamina RU III :
a) Limbah Cair
1) Air buangan CDU dan Catalytic Cracking
2) Air buangan Caustic Treater
3) Air kondensat dari HVUyang menggunakan Steam Ejector
4) Drain pompa-pompa akumulator
5) Air pendingin
6) Boiler Water
7) Cooling Water
8) Water Treating Plant
9) Backwash Demint Water Plant
b) Limbah Gas
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
75
Bab III Orientasi Pabrik
1) Fuel Gas dari pembakaran di Furnace I, Boiler
2) Buangan gas dari gas turbin
3) Flare
4) LPG Marcapan Injection
5) Tangki Asam Asetat
c) Limbah Padat
1) Coke
2) Oil Sludge ex Tankage
3) Dissolved Air Flotation Sludge
4) Catalyst Spent
5) Separator Sludge
3.7.2 Pengelolaan Limbah
Bila tidak diolah dengan benar, limbah dapat merusak dan mencemari
lingkungan. Berikut ini adalah beberapa metode pengelolahan limbah yang
berguna untuk mengurangi potensi kerusakan lingkungan oleh limbah tersebut :
a) Pengelolahan Limbah
Cair
Limbah sebelum dibuang ketempat pembuangan akhir dilakukan treatment
supaya tidak memberikan dampak yang merugikan lingkungan. Penanganan
limbah dan sistem pembuangan suatu industri yang akan dibangun harus
direncanakan sejak awal dan sedini mungkin. Pengelolahan limbah cair terbagi
dalam 2 pengolahan yaitu ;
1) Physical Treatment, antara lain : Separator, Filtration, Adsorption, Settling,
Cyclone.
2) Chemical treatment, antara lain : aerasi, dissolved air flotation.
Tabel 3.25. Sistem Pengelolahan Limbah
Oil Content in Waste Water (ppm)
System/Proses
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
76
Bab III Orientasi Pabrik
1000-500030-10005-301-100-5
API SeparatorCPI SeparatorAir FlotationActivated SludgeActivated Carbon
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Pemisahan minyak dan air atas dasar perbedaan kerapatan atau gravitasi
(Physical Treatment) (Tabel 3.30) untuk oil trap, API Separator dan CPI
Separator. Dikilang Plaju/Sungai Gerong dikenal dengan nama Oil Caycher/Oil
Separator. Sebelum air buangan tersebut mengalir sewer existing dan selanjutnya
dibuang kesungai melalui Oil Cather, air buangan yang mengandung minyak
dialirkan ke CPI (Corrugated Plate Interceptor) yang sudah terpasang di CDU.
Pada CPI minyak yang terkandung di Oil Water tersebut dipisahkan oleh
Skimmer, kemudian dialirkan ke Oil Sump. Minyak yang telah terpisah
dipompakan ke tangki Slop Oil untuk diolah kembali. sedangkan air yang berada
di bawah akan dibuang ke Sungai Komering atau Sungai Musi. Kilang Plaju
memiliki delapan OC dan kilang Sungai Gerong memiliki dua oil separator (OS).
Limbah ini memiliki standar bahan baku mutu (Tabel 3.31) sebelum dibuang ke
lingkungan atau dikirim untuk diolah lebih lanjut.
Tabel 3.26. Standar bahan Baku Mutu Limbah Cair
Parameter Kadar Max Beban Pencemaran Max
BOD 1000 mg/L 120 g/cm3
COD 200 mg/L 240 g/cm3
Minyak dan Lemak 25 mg/L 30 g/cm3
Sulfida 1 mg/L 1,2 g/cm3
Phenol Total 1 mg/L 1,2 g/cm3
Cr6 0.5 mg/L 0.6 g/cm3
NH3-N 10 mg/L 1,2 g/cm3
pH 6-9 Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
b) Pengelolahan Limbah Gas
Kadar CO dapat dikurangi dengan jalan memperbaiki sistem pembakaran,
dilakukan menggunakan udara yang melebihi kebutuhan (excess air), sehingga
pembakaran berlangsung sempurna.
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
77
Bab III Orientasi Pabrik
Reaksi : CO + O2 CO2
Particular dapat diambil dengan bantuan peralatan, antara lain : Dust,
Collector, Cyclone, Scrubber, Filter atau pun Electrostatic Prescipitator. Sebagai
salah satu contoh di FCCU telah terpasang Cyclone di unit Regenerator dan
Reactor yang berfungsi untuk mengurangi emisi particular.
c) Pengelolahan Limbah Padat
Penanganan sludge dan slop mengacu SK Pertamina No.Kpts70/C0000/91-
B1 tanggal 1 Maret 1991 bahwa :
1) Sludge yang mengandung minyak perlu diadakan proses pemisahan
minyaknya terlebih dahulu dengan pemanasan dan filtrasi bertekanan, minyak
yang terpisah dari sludge tersebut dapat diproses kembali atau dicampur
dengan minyak mentah atau minyak slop.
2) General Waste (Tabel 3.31).
Tabel 3.27. Macam-macam General Waste
Jenis limbah Penanganan limbah Pelaku PengelolahAki/Battery bekas
Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec Internasional
Cartridge, pita dan toner bekas
Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec Internasional
Isolasi Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec InternasionalResin /Act Carbon
Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec Internasional
Filter bekas Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec InternasionalTube Gas Detector
Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec Internasional
Additive dan Fluff
Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec Internasional
Spent DEA Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec InternasionalTanah terkontaminasi
Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec Internasional
Drum bekas Dikirim ke pihak ketiga PT. Wastec Internasional Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Tabel 3.28. Sumber dan Upaya Pengelolaan Limbah PT. Pertamina RU III
Sumber Dampak
Faktor Lingkungan yang Terkena
Dampak
Bobot dan Tolak Ukur Dampak
Upaya Pengelolahan Lingkungan
Emisi gas Kualitas udara Emisi gas Pengendalian
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III
78
Bab III Orientasi Pabrik
NOx, CO, SOx, dan partikulat dari stack RFCCU
Air Limbah : debit dan kualitas air limbah outlet PKM II, yaitu OS-IV Sungai Gerong dan
Sumber Dampak
OC-8 Plaju
Limbah padat berupa sisa katalis RFCCU
Sludge minyak
ambien di Komperta S. Gerong, Plaju & pemukiman Sei Rebo.
1) Bahan cemaran BOD, COD minyak dan fenol kilang Musi melampui baku mutu2) Dispersi minyak
Faktor Lingkungan yang Terkena Dampak
Sungai Komering dan berlanjut ke Sungai Musi menaikkan kadar minyak 0.6-1.4 mg/L3) Suhu cooling tower terkendali tidak melebihi 3oC diatas suhu ambien.
Kehawatiran terjadinya rembesan Ni dan V dalam air limbah di dumping area.
Kekhawatiran terjadinya rembesan minyak ke dalam air tanah.
masih terkendali di bawah baku mutu
1)PKM II memperkecil beban cemaran dan dispersi minyak, tetapi total kilang Musi masih melebihi baku mutunya.Bobot dan Tolak Ukur
Dampak
2)Dispersi termal di Sungai Komering tidak melebihi 50 m dari keluaran
Bobot dan Tolak Ukur Dampak
Rembesan diperkirakan tidak melebihi 225 m
Minyak dalam tanah mengalami biodegredasi
kadar S dan N dalam crude oil
1) Pemasangan CPI untuk mengurangi beban cemaran BOD, COD, dan minyak pada OS-I/II, OS-IV, OC-2/3, OC-6, OC-8.
Upaya Pengelolahan Lingkungan
2) Rencana pembangunan cooling tower berkapasitas 2x5000 m3/jam
Upaya Pengelolahan Lingkungan
Dijual ke pabrik semen Baturaja sebagai aditif semen atau dimanfaatkan untuk bahan konstruksi bangunan.
Membangun sludge oil recovery yang disesuaikan dengan PMK II
Sumber : PT.Pertamina(Persero) RU III Plaju, 2013
Laporan KP PT. Pertamina (Persero) RU III