BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori -...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan teori -...
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan teori
1. Imunisasi dasar
a. Pengertian
Imunisasi merupakan usaha pemberian kekebalan pada
bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar
tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu
(Hidayat, A. Aziz Alimut, 2008, p.54 )
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak
ia terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit (Garry
S Matondang & Sjawitri P Siregar, dalam Ranuh, 2008, p. 10)
b. Tujuan pemberian imunisasi
Tujuan pemberian imunisasi adalah :
1) Diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
2) Dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi.
3) Menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari
9
dunia seperti pada imunisasi cacar variola (Garry S Matondang
& Sjawitri P Siregar, dalam Ranuh, 2008, p. 10)
c. Manfaat imunisasi
1) Untuk anak : mencegah penderita yang disebabkan oleh
penyakit dan kemungkinan cacat atau kematian.
2) Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi
pengobatan bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga
apabila orang tua yakin bahwa anak akan menjalani masa kanak-
kanak yang nyaman.
3) Untuk Negara :memperbaiki tingkat kesehatan,
menciptakan bangsa yang kuat dan bekal untuk melanjutkan
pembangunan Negara (Atikah, 2010).
d. Macam- macam imunisasi
Menurut Atikah (2010) macam imunisasi terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Imunisasi aktif
Imunisasi aktif merupakan pemberian bibit penyakit
yang telah dilemahkan (vaksin) agar nantinya sistem imun tubuh
berespon spesifik dan memberikan suatu ingatan terhadap
antigen ini, sehingga ketika terpapar lagi tubuh dapat mengenali
dan meresponnya. Dalam imunisasi aktif, terdapat beberapa
unsur vaksin yaitu :
10
a) Vaksin dapat berupa organisme yang secara keseluruhan
dimatikan.
b) Pengawet, stabilisator atau antibiotik. Merupakan zat yang
digunakan agar vaksin tetap dalam keadaan lemah atau
menstabilkan antigen dan mencegah tumbuhnya mikroba.
c) Cairan pelarut dapat berupa air steril atau juga berupa cairan
kultur jaringan yang digunakan sebagai media tumbuh
antigen.
Keuntungan imunisasi aktif yaitu :
a) Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidup
b) Murah dan efektif
c) Tidak berbahaya, reaksi yang serius jarang terjadi.
2) Imunisasi pasif
Imunisasi pasif merupakan pemberian zat
(imunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu
proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia
(kekebalan yang didapat bayi dari ibu melalui plasenta) atau
binatang (bias ular) yang digunakan untuk mengatasi mikroba
yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi.
11
e. Cara pemberian imunisasi, waktu pemberian imunisasi, cara
penyimpanan imunisasi vaksin
1) Cara Pemberian Imunisasi
Tabel 2.1 Cara pemberian imunisasi dasar (modul kebijakan
program imunisasi, DepKes 2006 ).
Vaksin Dosis Cara pemberianBCG 0,05 ml Disuntikkan secara intrakutan didaerah kanan atas
(insertio musculus deltoideus)DPT 0,5 ml Secara intramuscularPolio 2 tetes Diteteskan ke mulutCampak 0,5 ml Subkutan, biasanya dilengan kiri atasHepatitis B 0,5 ml Intramuscular pada anterolateral paha
2) Jadwal pemberian imunisasi
Tabel 2.2 Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar
(DepKes RI, 2006)
Umur Jenis imunisasi0-7 hari Hepatitis B 11 bulan BCG2 bulan Hepatitis B 2, DPT 1, Polio 13 bulan Hepatitis B 3, DPT 2, Polio 24 bulan DPT 3, Polio 39 bulan Campak, Polio 4
3) Kerusakan Vaksin
Tabel 2.3 Kerusakan Vaksin
Vaksin sensitif beku
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selama
Hepatitis B, DPT-HB 0-0,50C Max jam
DPT, DT, TT -50C-100C Max 1,5-2 jam
DPT, DPT-HB, DT Beberapa 0C diatas suhuudara luar (ambienttemperatur <340C)
14 hari
12
Vaksin sensitif panas
Vaksin Pada suhu Dapat bertahan selamaPolio Beberapa 0C diatas suhu udara
luar (ambient temperature<340C)
2 hari
Campak &BCG Beberapa 0C diatas suhu udaraluar (ambient temperature<340C)
7 jam
f. Tempat mendapatkan pelayanan imunisasi
1) Puskesmas
a) KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
b) UKS (Usaha Kesehatan Masyarakat)
c) Posyandu
d) Balai pengobatan
2) Non Puskesmas, meliputi :
a) Rumah sakit
b) Rumah sakit bersalin
c) Rumah bersalin
d) Dokter praktek anak
e) Dokter umum praktek
f) Dokter spesialis kebidanan
g) Bidan praktek
h) Balai kesehatan masyarakat
13
g. Jenis-jenis imunisasi
1) BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin) merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
TBC yang berat, sebab terjadinya penyakit ini yang primer
ataupun ringan dapat terjadi walaupun sudah dilakukan
imunisasi BCG. Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang
dibuat dari mycobacterium bovis yang dibiak berulang salama 1-
3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tapi masih
mempunyai imunogenitas. Vaksin BCG diberikan pada umur <
2 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas,
Departemen Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi
BCG pada umur antara 0-12 bulan. Apabila BCG diberikan pada
umur lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji Mantoux
(tuberkulin) terlebih dahulu. Diberikan apabila uji tuberkulin
negatif. Vaksin BCG diberikan secara intradermal 0,1 ml untuk
anak (>1 tahun), 0,05 ml untuk bayi kurang dari 1 tahun.
Imunisasi BCG ulang tidak dianjurkan.
Kontra indikasi : mengidap penyakit TBC,
imunokompromais (leukimia, HIV, pengobatan steroid jangka
panjang) karena vaksin BCG adalah vaksin hidup.
14
2) Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis B.
Kandungan vaksin ini adalah HbsAg dalam bentuk cair. HbsAg
ini dapat diperoleh dari serum manusia atau dengan cara
rekayasa genetik dengan bantuan sel ragi. Hepatitis B
merupakan imunisasi pertama yang diberikan segera setelah
lahir. Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis sebanyak tiga kali
dan penguatnya dapat diberikan pada usia 6 tahun. Imunisasi ini
diberikan melalui intramuskular.
3) DPT
Imunisasi DPT (Difteri Pertusis Tetanus) merupakan
imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit
difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT ini merupakan vaksin
yang mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan
sifat racunnya, namun masih dapat merangsang pembentukan
zat anti (toksoid), biasanya diolah bersama dengan vaksin
tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan
pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin difteri disebabkan
Corynebacterium diptheriae, penularannya melalui jalan nafas
atau bahan eksudat dari lesi di kulit. Vaksin tetanus tidak mudah
meluas. Penyebabnya Clostridium titani, penularannya
15
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Vaksin pertusis
disebabkan oleh Bordetella pertusis penularannya melalui batuk.
Vaksin DPT primer diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan
(DPT tidak boleh diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan
interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8 minggu. Jadi
DPT-1 diberikan pada umur 2 bulan, DPT-2 diberikan pada
umur 4 bulan dan DPT-3 pada umur 6 bulan. Pemberian pertama
zat anti terbentuk masih sangat sedikit (tahap pengenalan)
terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh membuat
zat anti. Pada pembentukan kedua dan ketiga terbentuk zat anti
yang cukup. Pemberian vaksin DPT ulangan booster diberikan 1
tahun setelah DPT-3 yaitu pada umur 18-24 bulan dan DPT-5
pada saat masuk sekolah umur 5 tahun. Imunisasi DPT
diberikan melalui intramuskular.
Kontra indikasi yaitu kejang karena epilepsi, kelainan
saraf, alergi DPT. Yang menyebabkan panas adalah antigen
pertusis.
4) Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat
menyebabkan kelumpuhan pada anak. Terdapat 2 jenis vaksin
dalam peredaran yang masing-masing mengandung virus polio
tipe I, II, III yaitu :
16
a) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, III yang sudah
dimatikan (vaksin Salk), cara pemberiannya dengan
penyuntikan.
b) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I, II, III yang
masih hidup tetapi telah dilemahkan (vaksin Sabin), cara
pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau cairan.
Di Indonesia vaksin yang lazim diberikan adalah virus
yang dilemahkan (vaksin Sabin). Kedua jenis vaksin tersebut
mempunyai kebaikan dan kekurangannya. Kekebalan yang
diperoleh sama baiknya. Karena cara pemberiannya lebih mudah
melalui mulut maka lebih sering dipakai jenis Sabin.
Kontra indikasi yaitu demam tinggi (>380C), diare,
keganasan, HIV, pengobatan dengan steroid, kekebalan
terganggu.
5) Campak
Imunisasi campak merupakan imunisasi yang
digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit campak pada
anak karena termasuk penyakit menular. Disebabkan oleh famili
paramyxoviridae. Vaksin campak mengandung virus campak
hidup yang telah dilemahkan.Vaksin campak di Indonesia dapat
diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau dalam
kemasan kering yang dikombinasi dengan vaksin
17
gondong/bengok (mumps) dan rubella (campak jerman).
Imunisasi campak diberikan melalui subkutan.
h. Efek samping Imunisasi
Menurut Atikah (2010) dan Depkes (2006) efek samping dari
imunisasi adalah :
1) BCG
Setelah diberikan imunisasi BCG, reaksi yang timbul
tidak seperti pada imunisasi pada vaksin lain. imunisasi BCG
tidak menyebabkan demam. Setelah 1-2 minggu diberikan
imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah
menjadi luka. Luka yang tidak perlu pengobatan khusus, karena
luka ini akan sembuh dengan sendirinya secara spontan. Kadang
terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak atau leher.
Pembesaran kelenjar ini terasa padat. Namun tidak
menimbulkan demam.
2) DPT
Imunisasi DPT dapat berefak samping ringan ataupun
berat. Efek samping ringan misalnya terjadi pembengkakan,
nyeri pada tempat penyuntikan dan demam. Efek berat misalnya
terjadi kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun,
menangis hebat, sianosis, terjadi kejang dan syok.
18
Dianjurkan minum penurun panas setelah diberikan
vaksin DPT.
3) Poliomielitis
Jarang terjadi efek samping atau tidak terdapat efek
samping. Efek samping berupa paralis yang disebabkan oleh
vaksin jarang terjadi (kurang dari 0,17 :1.000.000; Bull WHO,
p:66: 1988). Bila ada efek sampingnya adalah pusing diare
ringan, sakit otot.
4) Campak (Morbili)
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan
dan kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari
setelah vaksinasi. Pada beberapa anak bisa terjadi diare.
5) Hepatitis B
Demam yang tidak terlalu tinggi biasanya hilang
setelah 2 hari, timbul kemerahan di tempat penyuntikan,
bengkak, nyeri.
i. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI)
Untuk kepentingan oprasional kejadian ikutan pasca
imunisasi didefinisikan sebagai semua kejadian sakit dan kematian
yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi.
kriteria WHO western pasifik untuk memilih KIPI dalam lima
kelompok penyebab yaitu :
19
1) Kesalahan program/ teknik pelaksanaan imunisasi
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan
masalah program dan teknik pelaksanaan imunisasi yang
meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan dan tata
laksana pemberian vaksin, misalnya terjadi pada :
a) Dosis antigen (terlalu banyak)
b) Lokasi dan cara menyuntik
c) Sterilisasi semprit dan jarum suntik
d) Jarum bekas pakai
e) Tindakan aseptik dan antiseptik
f) Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
g) Penyimpanan vaksin
h) Pemakaian sisa vaksin
i) Jenis dan jumlah peralut vaksin
j) Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk
pemakaian, indikasi kontra)
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu
diperhatikan apabila terdapat kecenderungan kasus KIPI
berulang pada petugas yang sama. Kecenderungan lain adalah
apabila suatu kelompok populasi mendapat vaksin dengan batch
yang sama tetapi tidak terdapat masalah atau apabila sebagian
populasi setempat dengan karakteristik serupa yang tidak
diimunisasi tapi justru menunjukkan masalah tersebut.
20
2) Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk
jarum suntik baik langsung maupun tidak langsung harus dicatat
sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung misal rasa sakit,
bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi
suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing dan mual.
3) Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya
sudah dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi
simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walaupun
demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi
anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk
pemakaian tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra,
indikasi khusus, perhatian khusus, atau berbagai tindakan dan
perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi
dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan
dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
4) Faktor kebetulan (koinsiden)
Indikator faktor kebetulan ditandai dengan
ditemukannya kejadian yang sama disaat bersamaan pada
kelompok populasi setempat dengan karakteristik serupa tetapi
tidak mendapat imunisasi.
21
5) Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum
dapat dikelompokkan ke dalam salah satu penyebab maka untuk
sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu
informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi
tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI.
2. Pengetahuan
Adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap objek melalui panca indra manusia yaitu melalui
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007 p: 139).
Menurut (Notoatmodjo, 2007 p: 140) pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan seseorang
mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besar dibagi
dalam 6 tingkat pengetahuan yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya
tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C, jamban
adalah tempat pembuangan air besar. Untuk mengetahui atau
22
mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan
pertanyaan-pertanyaan, misalnya : apa tanda anak yang kurang gizi,
apa penyebab penyakit TBC, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Misalnya orang
yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah,
bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan
menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus
menutup, menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan
air tersebut.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi
atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau
23
obyek yang diketahui. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti dapat menggambar, memisahkan dan
sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya dapat merencanakan, dapat
meringkaskan dan sebagainya.
f. Evaluasi (evaluation)
Berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek tertentu.
Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ada. Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi
dengan anak yang kekurangan gizi.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan
wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Cara memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang
sejarah, dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
24
1) Cara Tradisional
Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain :
a) Cara coba-coba
Cara ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan
yang lama.
b) Cara kekuasaan (otoritas)
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada
kekuasaan, baik otoritas tradisi, otoritas pemerintah,
otoritas pemimpin, maupun otoritas ilmu pengetahuan.
c) Berdasarkan pengalaman
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang
kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
d) Melalui jalan pikiran
Manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.
2) Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh
pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah,
cara ini disebut dengan metode penelitian ilmiah atau lebih
popular lagi metodologi penelitian (Notoatmodjo. 2005).
25
3. Sikap (attitude)
a. Definisi
Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk
merespon secara konsisten, baik positif maupun negatif terhadap
suatu objek (Mitchell, 1990 dalam Wawan dan Dewi, 2010,p. 21)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup
dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi
sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah
seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak (Soekidjo Notoatmojo,
2007, pp.142-143).
Sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya
kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely
psychic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran
yang sifatnya individual (Thomas & Znaniecki, 1920 dalam
Wawan & Dewi, 2010 pp. 27-28).
26
b. Komponen sikap
Struktur sikap terdiri dari 3 komponen yang saling
menunjang (Azwar S, 2000 dalam Wawan & Dewi, 2010, pp. 31-
32) yaitu :
1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang
dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif
berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai
sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila
menyangkut masalah atau problem yang controversial.
2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut
aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya
berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan
aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang
mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif
disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap
sesuatu.
3) Komponen konatif merupakan aspek berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi
tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi
terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu.
27
Sedangkan (Allport, 1954 dalam Soekidjo Notoadmodjo,
2007, p. 143) menjelaskan bahwa sikap itu memiliki 3 komponen
pokok yaitu :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu
objek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan
sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting.
c. Tingkatan sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari
berbagai tingkatan (Soekidjo Notoadmodjo, 2007, p. 144) yaitu :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari
sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan
atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan
28
itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide
tersebut.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling
tinggi.
d. Sifat sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula berrsifat
negatif (Heri Purwanto,1998 dalam A. Wawan dan Dewi M, 2010,
p. 34)
1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek tertentu.
2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.
e. Ciri-ciri sikap
Ciri-ciri sikap adalah (Heri Purwanto, 1998 dalam A.
Wawan dan Dewi M, 2010, p. 34)
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau
dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan
29
objeknya. Sikap ini membedakannya dengan sifat motif-motif
biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan
sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-
keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap
pada orang itu.
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai
hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap
itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan
dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan
jelas.
4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan,
sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-
kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
f. Faktor yang mempengaruhi sikap
1) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat.
Karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila
pengalaman pribadi terbentuk terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional.
30
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki
sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang
dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi
oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting
tersebut.
3) Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis
pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan
telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaan
telah memberi corak pengalaman individu di masyarakat.
4) Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau
media komunikasi lainnya. Berita yang seharusnya faktual
disampaikan secara objektif, cenderung dipengaruhi oleh sikap
penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap
konsumennya.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan
dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan
tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep
tersebut mempengaruhi sikap.
31
6) Faktor emosional
Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan
pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk
mekanisme pertahanan ego. (Azwar, 2005 dalam A. Wawan
dan Dewi M, 2010, pp.35-36)
g. Cara pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai
pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian
kalimat yang menyatakan sesuatu mengenai objek sikap yang
hendak diungkap. Pernyataan sikap mungkin berisi atau
mengatakan hal-hal yang positif mengenai objek sikap, yaitu
kalimat yang bersifat mendukung atau memihak pada objek sikap
(favourable). Sebaliknya pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-
hal negatif mengenai objek sikap yang bersikap tidak mendukung
maupun kontra terhadap objek sikap (unfavourable).(Azwar, 2005
dalam A. Wawan & Dewi M, 2010, p.37)
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau
tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana
pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan
hipotesis kemudian ditanyakan pendapat responden melalui
32
kuesioner (Notoatmodjo, 2003 dalam A. Wawan & Dewi M, 2010,
p.37)
Faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sikap (Hadi,
1971 dalam A. Wawan & Dewi M, 2010, pp.37-38), yaitu :
1) Keadaan objek yang diukur
2) Situasi pengukuran
3) Alat ukur yang digunakan
4) Penyelenggaraan pengukuran
5) Pembaca atau penilaian hasil pengukuran
h. Pengukuran sikap
1) Skala Thurstone (Method of Equel-Appearring Intervals)
Metode ini menempatkan sikap seseorang pada
rentangan kontinum dari yang sangat unfavorabel hingga
sangat favorabel terhadap suatu objek sikap.
2) Skala Likert (Method of Summateds Ratings)
Menurut Likert dalam buku Azwar S (2011, p. 139),
sikap dapat diukur dengan metode rating yang dijumlahkan
(method of summated ratings). Metode ini merupakan metode
penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi
respons sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Nilai skala
setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat favourable nya
masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respons
33
setuju dan tidak setuju dari sekelompok responden yang
bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study).
Prosedur penskalaan dengan metode rating yang
dijumlahkan didasari oleh 2 asumsi (Azwar S, 2011, p 139),
yaitu:
1) Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati
sebagai pernyataan yang favorable atau pernyataan yang
tidak favourable.
2) Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai
sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi
daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang
mempunyai pernyataan negatif.
Suatu cara untuk memberikan interpretasi terhadap
skor individual dalam skala rating yang dijumlahkan adalah
dengan membandingkan skor tersebut dengan harga rata-rata
atau mean skor kelompok di mana responden itu termasuk
(Azwar S, 2011, p.155).
Salah satu skor standar yang biasanya digunakan
dalam skala model Likert adalah skor-T, yaitu:
= 50 + 10 −Keterangan:
X = Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah
menjadi skor T
34
= Mean skor kelompok
= Deviasi standar skor kelompok
Perlu pula diingat bahwa perhitungan harga dan s
tidak dilakukan pada distribusi skor total keseluruhan
responden, yaitu skor sikap para responden untuk keseluruhan
pernyataan (Azwar S, 2011, p.156).
Skor sikap yaitu skor X perlu diubah ke dalam skor T
agar dapat diinterpretasikan. Skor T tidak tergantung pada
banyaknya pernyataan, akan tetapi tergantung pada mean dan
deviasi standar pada skor kelompok. Jika skor T yang didapat
lebih besar dari nilai mean maka mempunyai sikap cenderung
lebih favourable atau positif. Sebaliknya jika skor T yang
didapat lebih kecil dari nilai mean maka mempunyai sikap
cenderung tidak favourable atau negatif (Azwar S, 2011, p.
157).
3) Unobstrusive measures
Metode ini berakar dari suatu situasi dimana
seseorang dapat mencatat aspek-aspek perilakunya sendiri atau
yang berhubungan sikapnya dalam pertanyaan.
4) Multidimensional scalling
Teknik ini memberikan deskripsi seseorang lebih kaya
bila dibandingkan dengan pengukuran sikap yang bersifat
unidimensional.
35
5) Pengukuran involuntary behavior (pengukuran terselubung)
a) Pengukuran dapat dilakukan jika memang diinginkan atau
dapat dilakukan oleh responden.
b) Dalam banyak situasi, ukuran pengukuran sikap
dipengaruhi oleh kerelaan responden.
c) Pendekatan ini merupakan pendekatan observasi terhadap
reaksi fisiologis yang terjadi tanpa disadari dilakukan oleh
individu yang bersangkutan.
d) Observer dapat menginterpretasikan sikap individu mulai
dari facial reaction, voice tone, body gesture, keringat,
dilatasi pupil mata dan beberapa aspek fisiologis lainnnya.
4. Determinan perilaku kesehatan
Menurut Lawrence Green (1980) dalam buku Notoadmodjo (2003,
p.164) perilaku manusia dari tingkat kesehatan terbentuk dari 3 faktor
yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor) yang terdiri dari
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factor) yang terdiri dari
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas dan
sarana.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terdiri dari
sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh agama serta tokoh
masyarakat.
36
Menurut WHO (1984) dalam buku Notoadmodjo (2003, p. 167)
perilaku tertentu seseorang dipengaruhi oleh 4 alasan pokok yaitu :
a. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri
atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau
nenek. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan
dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka dan tidak suka terhadap
obyek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri maupun
orang lain yang paling dekat. Sikap positif terhadap nilai-nilai
kesehatan tidak selalu terwujud dalam tindakan nyata.
d. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang
yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya,
maka apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
Orang-orang yang dianggap penting ini sering disebut kelompok
referensi (reference group) antara lain guru, alim ulama, kepala
adat (suku), kepala desa, dan sebagainya
37
5. Hubungan pengetahuan dan sikap tentang efek samping imunisasi
Teori yang dikemukakan oleh Allport (1954) dalam
Notoatmodjo (2003) yang menjelaskan ketiga komponen yang
ditentukan oleh peranan pengetahuan, perasaan, emosional. Hal ini
ditunjukkan bahwa ternyata tingkat pengetahuan baik selalu diikuti
sikap yang positif.
38
B. Kerangka Teori
Keterangan :
: yang diteliti
: yang tidak di teliti
Bagan 2.1 kerangka teori
Sumber : L. Green dalam Notoatmodjo, 2005
Faktor pemudah(predisposing faktor)
Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Umur Kepercayaan Kebiasaan
Faktor pemungkin(enabling faktor) Fasilitas kesehatan Jarak Tarif (biaya) keluarga
Faktor penguat(reinforcing factor ) Sikap dan perilaku Keluarga/suami Tokoh masyarakat
Perilakukesehatan
Pengetahuan
Sikap
39
C. Kerangka Konsep
Bagan 2.2 kerangka konsep
Variabel independen variabel dependen
D. Hipotesis
Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang efek samping imunisasi
BCG dengan sikap ibu tentang imunisasi dasar lengkap.
Pengetahuan ibu tentang efeksamping imunisasi BCG
Sikap ibu tentang imunisasidasar lengkap