BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perilaku...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perilaku...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku
Pengertian
Pengertian perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap
rangsangan atau lingkungan (Kamus Bahasa Indonesia). Perilaku baru
terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi,
yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan
perilaku tertentu (Sunaryo, 2004).
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan
sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003).
Perilaku individu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai
akibat adanya rangsangan (stimulus) baik dari dalam dirinya sendiri
(internal) maupun dari luar individu (eksternal). Pada hakekatnya perilaku
individu mencakup perilaku yang tampak (overt behaviour) dan perilaku
yang tidak tampak (inert behavior atau covert behavior) (Sunaryo, 2004).
Menurut Skinner, dalam Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses
adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –
Organisme – Respon.
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku
dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :
Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup adalah respons seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi
terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh
orang lain.
Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas
dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati
atau dilihat oleh orang lain.
Dalam Purwanto (1999), perilaku yang tampak adalah perilaku
yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat
sedangkan bantu, sedangkan perilaku yang tidak tampak adalah
perilaku yang hanya dapat dimengerti dengan menggunakan alat atau
metode tertentu, misalnya berpikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut
(Sunaryo, 2004). Menurut Sarwono (1983) ciri-ciri perilaku manusia
yang membedakan dari makhluk lain adalah kepekaan sosial,
kelangsungan perilaku, orientasi pada tugas, usaha dan perjuangan,
serta keunikan dari setiap individu (Sunaryo, 2004).
Klasifikasi Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu
respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit atau penyakit, sistim pelayanan kesehatan, makanan, dan
minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :
Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance).
3
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan
bilamana sakit.
Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan, atau
sering disebut perilaku pencairan pengobatan (health seeking
behavior).
Perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
Perilaku kesehatan lingkungan
Seseorang berespon terhadap lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya
Tiap individu adalah unik, dimana mengandung arti bahwa
manusia yang satu berbeda dengan manusia yang lain dan tidak ada dua
manusia yang sama persis di muka bumi ini, walaupun ia dilahirkan
kembar. Manusia mempunyai ciri-ciri, sifat, watak, tabiat, kepribadian,
dan motivasi tersendiri yang membedakannya dari manusia lainnya
(Sunaryo, 2004).
Perbedaan pengalaman yang dialami individu pada masa silam dan
cita-citanya kelak dikemudian hari, menentukan perilaku individu di masa
kini yang berbeda-beda pula (Sunaryo, 2004; Purwanto, 1999). Perilaku
manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Maslow, manusia
memiliki 5 kebutuhan dasar, yaitu: kebutuhan fisiologis/biologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan mencintai dan dicintai, kebutuhan harga
diri, dan kebutuhan aktualisasi diri (Sunaryo, 2004). Tingkat dan jenis
kebutuhan tersebut satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan karena
merupakan satu kesatuan atau rangkaian walaupun pada hakikatnya
kebutuhan fisiologis merupakan faktor yang dominan untuk kelangsungan
hidup manusia. Perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan adalah
secara simultan (Sunaryo, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku manusia
yaitu: faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin
(enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing factor) (Notoatmodjo,
2003; Green, 2000).
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) yaitu:
Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi melalui
proses sensori khususnya mata dan telinga terhadap obyek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang
didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004;
Notoatmodjo, 2003). Tingkat pengetahuan mencakup di dalam
domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan, yaitu :
Tahu ( know )
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap
suatu spesifik dari seluruh beban yang dipelajari.
Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi
materi tersebut secara benar.
Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya.
Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek di dalam struktur organisasi dan masih ada
kaitannya satu sama yang lain.
5
Sintesis(Synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu
suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi- formulasi yang ada.
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu,
didasarkan atas suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria yang tersedia.
Sikap
Sikap merupakan respon tertutup individu terhadap suatu stimulus
atau obyek, baik yang bersifat dari dalam maupun luar, sehingga
gejalanya tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup tersebut.
Sikap yang realitas menunjukkan adanya kesesuaian respon
terhadap stimulus tertentu (Sunaryo, 2004; Purwanto, 1999).
Tingkatan respon adalah menerima (receiving), merespon
(responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab
(responsible) (Sunaryo, 2004; Purwanto, 1999 ).
Kepercayaan
Keyakinan seseorang terhadap satu hal tertentu akan
mempengaruhi perilaku individu dalam menghadapi suatu penyakit
yang mempengaruhi kesehatannya (Green, 2000)
Nilai-nilai
Norma yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan
nilai-nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang
(Green, 2000).
Persepsi
Persepsi merupakan proses pengorganisasian, pengejawantahan
terhadap suatu rangsang yang diterima oleh individu sehingga
merupakan sesuatu yang mempunyai arti dan menyeluruh dalam
diri individu. Individu yang mempunyai persepsi yang baik tentang
sesuatu cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang
dimilikinya (Sunaryo, 2004; Notoatmodjo, 2003).
Faktor-faktor pendukung (enabling factors)
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini
dapat menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan
perilaku dan perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor
pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya
mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga
disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin (Khairudin,
2010).
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors)
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) merupakan
penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu
atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan
memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang
akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku.
Hal lain yang paling berpengaruh terhadap perubahan perilaku
perawat adalah motivasi. Motivasi merupakan dorongan yang timbul
pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu (Kamus Bahasa Indonesia).
Sedangkan menurut Sunaryo (2004) motivasi adalah dorongan
penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak
disadari. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu atau datang
dari lingkungan. Motivasi yang terbaik adalah motivasi yang datang
dari dalam diri individu sendiri (motivasi intrinsik), bukan pengaruh
7
lingkungan (motivasi ekstrinsik).
Menurut (Sunaryo, 2004) untuk meningkatkan motivasi
berperilaku dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut; 1). Memberi
hadiah dalam bentuk penghargaan, pujian, piagam, hadiah, promosi
pendidikan dan jabatan, 2). Kompetisi atau persaingan ketat, 3).
Memperjelas tujuan atau menciptakan tujuan antara, dan 4). Memberi
informasi keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, untuk
mendorong agar lebih berhasil. Sehingga diharapkan individu akan
lebih termotivasi untuk berperilaku sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa unsur-unsur tentang motivasi (Sunaryo, 2004), yaitu;
Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya
merupakan rangsangan dari dalam atau luar. 2). Motivasi seringkali
ditandai dengan perilaku yang penuh emosi. 3).Motivasi merupakan
reaksi pilihan dari beberapa alternative pencapaian tujuan. 4). Motivasi
berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia
Menurut Walgito (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi manusia berasal dari internal dan eksternal. Faktor internal
terdiri dari; jenis kelamin, sifat fisik, sifat kepribadian dan intelegensi,
sedangkan faktor eksternal yang mencakup program kesehatan,
peraturan, undang-undang, kebijakan-kebijakan, dan perilaku serta
sikap petugas kesehatan yang lain. Perilaku seseorang sangat erat
kaitannya dengan profesi yang dijalani, tidak terkecuali dengan profesi
sebagai seorang perawat ( Khairudin, 2010) .
Perawat
Pengertian
Menurut Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992,
menyebutkan bahwa perawat adalah orang yang memiliki kemampuan dan
kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang
dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Dalam
Priharjo (2008) pengertian seorang perawat adalah orang yang mengasuh,
merawat dan melindungi, yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut
(Elis dan Hartley, 1980). Sedangkan pengertian tenaga perawatan dalam
SK Menkes No. 674/Menkes/SK/IV/2000, tentang registrasi dan praktik
keperawatan adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik
didalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Pengertian keperawatan sesuai hasil Lokakarya Nasional (1983)
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang
komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat baik
sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia
(Kusnanto, 2003). Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan
karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta
kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan
sehari-hari secara mandiri.
Hasil Konsorsium Ilmu Kesehatan-Kelompok Kerja Keperawatan,
(1992), menyepakati pengertian asuhan keperawatan (nursing care) adalah
suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
berlangsung diberikan kepada klien/pasien, pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodologi proses
keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan
etika keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan (Kusnanto, 2003).
Sedangkan praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat
professional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan
tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya. Praktik keperawatan sebagai
tindakan keperawatan professional menggunakan pengetahuan teoritik
yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar (biologi, fisika,
biomedik, perilaku, sosial) dan ilmu keperawatan sebagai landasan untuk
9
melakukan pengkajian, diagnosis, menyusun perencanaan, melaksanakan
asuhan keperawatan dan evaluasi hasil-hasil tindakan keperawatan serta
mengadakan penyesuaian rencana keperawtan untuk menentukan tindakan
selanjutnya
Keperawatan sebagai profesi yang dalam menentukan tindakannya
didasari pada ilmu pengetahuan serta memiliki keterampilan yang jelas
dalam keahliannya, selain itu sebagai profesi keperawatan mempunyai
otonomi dalam kewenangan dan tanggung jawab dalam tindakannya serta
adanya kode etik dalam bekerja kemudian juga berorientasi pada
pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu,
kelompok, atau masyarakat (Hidayat, 2004).
Bentuk asuhan keperawatan ini sendiri merupakan suatu proses
dalam praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien pada
berbagai tatanan pelayanan kesehatan, dengan menggunakan metodologi
proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik
keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan.
Penggolongan tenaga keperawatan di Indonesia dikenal
berdasarkan kategori pendidikan keperawatan di Indonesia yaitu: Sekolah
Perawat Kesehatan yang lulusannya disebut perawat kesehatan (tenaga
keperawatan dasar) dengan masa pendidikan tiga tahun setelah tamat
SMP; Diploma tiga keperawatan yang diselenggarakan oleh akademi
keperawatan atau pendidikan ahli madya keperawatan (perawat
professional pemula) dengan masa pendidikan tiga tahun setelah SMA dan
program strata satu keperawatan di Universitas yang lulusannya disebut
sarjana keperawatan (Priharjo, 2008).
Profil seorang perawat professional adalah gambaran dan
penampilan menyeluruh dimana dalam melakukan aktifitas keperawatan
sesuai dengan kode etik keperawatan, dimana aktifitas keperawatan
meliputi peran dan fungsi pemberi asuhan keperawatan, praktik
keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidikan dalam
keperawatan (Swansburg, 2001).
Peran dan Fungsi
Peran fungsi perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan
oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam
system, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi
perawat maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.
Kusnanto (2003) menyebutkan bahwa fungsi seorang perawat
adalah suatu pekerjaan yang haru s dilaksanakan sesuai dengan perannya,
fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Ruang
lingkup dan fungsi perawat semakin berkembang, dengan fokus manusia
tetap sebagai fokus pelayanan. Secara garis besar fungsi perawat terbagi
menjadi 3, yaitu; fungsi keperawatan mandiri, fungsi ketergantungan dan
fungsi kolaboratif.
Menurut Asmadi (2008) peran diartikan sebagai seperangkat
perilaku yang diharapakan oleh individu sesuai dengan status sosialnya.
Peran menggambarkan otoritas seseorang yang diatur dalam sebuah aturan
yang berlaku dengan jelas, bisa jadi ada kesamaan peran antar dua atau
lebih profesi, namun tetap berbeda dalam ruang lingkup dan
kewenangannya.
Peran utama seorang perawat adalah sebagai pelaksana, pengelola,
pendidik dan peneliti.
Pelaksana layanan keperawatan ( care provider )
Perawat memberikan pelayanan berupa asuhan keperawatan langsung
kepada klien ( indvidu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan
kewenangannya. Perawat bertugas untuk; memberi kenyamanan dan
rasa aman bagi klien, melindungi hak dan kewajiban klien agar tetap
terlaksana dengan seimbang, memfasilitasi klien dengan anggota tim
kesehatan lain, dan berusaha mengembalikan status kesehatan klien.
Pengelola ( manager )
Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola
11
layanan keperawatan disemua tatanan layanan kesehatan ( rumah
sakit, puskesmas dan sebagainya) maupun tatanan pendidikan yang
berada dalam tangggung jawabnya sesuai dengan konsep manajemen
keperawatan. Manajemen keperawatan diartikan sebagai prose
pelaksanaan layanan keperawatan melalui upaya staf keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan, pengobatan, dan rasa aman
kepada pasien, keluarga dan masyarakat ( Gillies, 1985, Asmadi,
2008). Perannya adalah planning, organizing, actuating, staffing
directing dan controlling.
Pendidik dalam keperawatan (Educator)
Perawat juga berperan dalam mendidik individu, keluarga,
masyarakat serta tenaga keperawatan dan tenaga kesehatan lainnya.
Untuk menjadi pendidik yang baik, perawat harus memiliki wawasan
ilmu pengetahuan yang luas, kemampuan komunikasi yang baik dan
efektif, pemahaman psikologis dan kemampuan menjadi model
/contoh dalam perilaku professional.
Peneliti dan pengembang ilmu keperawatan (Researcher)
Praktik berdasarkan riset merupakan hal yang harus dipenuhi jika
profesi keperawatan ingin menjalankan kewajibannya pada
masyarakat dalam memberikan perawatan yang efektif dan efisien
( Asmadi, 2008, Patricia dan Arthur, 2002). Seorang perawat juga
dituntut mampu untuk melakukan riset keperawatan untuk
mengembangkan profesinya.
Tindakan Pencegahan Universal
Pengertian
Universal Precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, unutk semua
pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka
mengurangi risiko penyebaran infeksi (Nursalam, 2007 ).
Tindakan pencegahan universal atau Universal Precaution
merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus konsisten diterapkan
kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi resiko infeksi pada
pasien maupun pada petugas kesehatan yang ditularkan melalui darah dan
cairan tubuh lainnya yang mengandung darah (Smeltzer, dkk 2009).
Yang termasuk Standar precautions adalah kebersihan tangan,
kebersihan diri petugas kesehatan dan pasien, penanganan linen dan
peralatan perawatan pasien dengan tepat, pengontrolan lingkungan,
penanganan benda-benda tajam, dan penempatan pasien selama dalam
fasilitas kesehatan, serta penggunaan alat pelindung diri (Personal
Protective Equipments), seperti sarung tangan, apron dan masker
(Smeltzer, dkk 2009).
Tujuan penggunaan Universal Precautions
Penggunaan Universal Precaution bertujuan untuk;
Mengendalikan infeksi secara konsisten,
Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau
tidak terlihat seperti berisiko,
Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.
Tindakan Pencegahan Universal di Rumah Sakit / klinik
Dibawah ini petunjuk umum untuk pencegahan perpindahan
infeksi selama merawat semua pasien, tanpa mempedulikan status infeksi
pasien, diketahui atau tidak. Alat pelindung harus selalu dipakai setiap saat
untuk mencegah kontaminasi kulit dan membrane mukosa dengan darah,
cairan tubuh yang tercampur darah atau cairan tubuh lainnya ( CSF, cairan
synovial, cairan pleura, cairan peritoneal, cairan pericardial, air ketuban,
semen dan sekresi vagina). Penggunaan alat pelindung juga harus
disesuaikan dengan prosedur yang akan dilakukan dan tipe paparan yang
mungkin terjadi (Smeltzer, dkk 2009).
Tindakan pencegahan universal atau standard precautions meliputi hal-hal
13
sebagai berikut (Smeltzer, dkk 2009) :
Cuci Tangan
Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, segera sebelum dan
sesudah melakukan tindakan atau perawatan.
Cuci tangan setelah menyentuh darah, cairan tubuh yang mengandung
darah, sekresi, ekskresi, dan benda-benda tajam yang
terkontaminasi, baik memakai sarung tangan atau tidak.
Cuci tangan juga harus dilakukan segera setelah sarung tangan dilepas.
Sarung tangan
Penggunaan sarung tangan jika ada potensi tangan atau kulit akan
kontak dengan darah, material infeksi lainnya, atau peralatan yang
terkontaminasi dengan material tersebut.
Sarung tangan bersih, non steril dapat digunakan untuk melindungi
tangan perawat.
Ganti sarung tangan sesudah kontak dengan material yang
mengandung mikroorganisme konsentrasi tinggi bahkan saat
bekerja dengan pasien yang sama.
Lepas sarung tangan segera setelah selesai tindakan, sebelum
menyentuh lingkungan dan peralatan yang tidak terkontaminasi,
serta sebelum merawat pasien lainnya..
Pelindung muka ( face shield, masker, pelindung mata)
Harus dipakai selama tindakan yang kemungkinan besar ada potensi
percikan darah atau cairan tubuh lainnya untuk melindungi paparan
terhadap membran mukosa mulut, hidung, dan mata.
Hindari injuri/kecelakaan
Dapat disebabkan oleh jarum, pisau bedah, instrument labor, dan lain _
lain saat melakukan tindakan, membersihkan instrument,
menangani instrument tajam, pembuangan jarum atau pippets dan
aktifitas serupa lainnya. Jarum bekas pakai spuit sekali pakai, pisau
bedah, pipettes dan benda tajam lainnya dibuang ke container yang
tahan tusukan diberi tanda biohazard sebelum dibuang. Gunakan
sistim “tanpa jarum” dengan benar jika memungkinkan.
Jangan pernah menutup kembali jarum bekas pakai
Gunakan teknik satu tangan skoop atau alat mekanik yang khusus
untuk memegang tutup jarum.
Jangan lepas jarum bekas pakai dari spuit sekali pakai menggunakan
tangan dan jangan di bengkokkan, dipatahkan. Ataupun tindakan
manipulasi lainnya pakai tangan.
Buang spuit dan jarum sekali pakai, pisau bedah dan benda tajam
lainnya ke dalam sharps container.
Gunakan container tahan tusukan untuk transportasi dan sterilasi
peralatan spuit dan jarum reusable.
Pengelolaan dan pembuangan alat benda tajam secara hati-hati. Alat
benda tajam sekali pakai (disposable) dipisahkan dalam wadah
khusus untuk insenerasi. Bila tidak ada insenerator, dilakukan
dekontaminasi dengan larutan chlorine 0,5% kemudian
dimasukkan dalam wadah plastik yang tahan tusukan misalnya
kaleng untuk dikubur dan kapurisasi.
Pengelolaan alat kesehatan untuk merawat pasien.
Penanganan alat kotor bekas pakai terkena darah, cairan tubuh, sekresi
dan eksekresi dengan benar untuk mencegah paparan terhadap kulit
dan membrane mukosa, kontaminasi pakaian, serta perpindahan
mikroorganisme ke pasien lain dan lingkungan.
Pastikan alat reuseable tidak digunakan ke pasien lain sebelum
dibersihkan dan diproses secara benar.
Pastikan bahwa alat sekali pakai di buang secara tepat
Gunakan mouthpieces, bag resusitasi atau peralatan ventilasi lainnya
sebagai alternativ metode resusitasi mulut ke mulut.
Penanganan, transportasi, dan pemrosesan linen kotor bekas pakai
terkena darah, cairan tubuh, sekresi, dan eksekresi dengan benar
untuk mencegah paparan terhadap kulit dan membrane mukosa,
kontaminasi pakaian, serta perpindahan mikroorganisme ke pasien
15
lain dan lingkungan.
Pengelolaan linen yang tercemar dengan benar. Linen yang basah dan
tercemar oleh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, harus dikelola
secara hati-hati dengan mencegah pemaparan kulit dan membran
mukosa serta kontaminasi pakaian
Dekontaminasi dan desinfeksi dilakukan di ruang perawatan dengan
menggunakan cairan desinfektan chlorine 0,5%, glutaraldehyde
2%, presept atau desinfektan oleh bagian sterilisasi dengan mesin
autoclave.
Pakaian Pelindung tubuh
Pakaian pelindung tubuh seperti jas/gaun laboratorium harus
digunakan ketika ada potensi untuk percikan darah atau cairan
tubuh.
Pakai jas/gaun yang bersih, nonsteril untuk melindungi dan mencegah
pakaian seragam kotor selama tindakan dan aktifitas perawatan
pasien yang kemungkinan besar ada percikan darah atau cairan
tubuh lainnya untuk melindungi paparan terhadap membran
mukosa mulut, hidung, dan mata.
Lepas jas/gaun yang kotor segera, untuk menghindari kontak dengan
pakain bersih, dan segera cuci tangan untuk mencegah pemindahan
mikroorganisme ke pasien lain atau lingkungan.
Kontrol lingkungan
Pastikan fasilitas kesehatan mempunyai peralatan yang cukup untuk
perawatan rutin, kebersihan dan desinfeksi bagi permukaan
lingkungan, tempat tidur, rel tempat tidur, dan peralatan lain yang
biasa di sentuh.
Pastikan juga bahwa prosedur tersebut dilakukan oleh petugas
kesehatan.
Advokasi untuk pembelian dan penggunaan peralatan yang teraman.
Alat Pelindung Pribadi
Alat pelindung pribadi merupakan alat yang digunakan untuk
melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko paparan darah,
semua jenis cairan tubuh, sekret, dan selaput lendir pasien.
Secara umum alat pelindung diri untuk petugas kesehatan meliputi:
Sarung tangan, digunakan untuk melindungi tangan dari kontak dengan
darah, semua jenis cairan tubuh, sekresi, ekskresi, kulit yang tidak
utuh, selaput lendir pasien, dan benda yang terkontaminasi. Setelah
digunakan, sarung tangan harus segera dilepaskan sebelum menyentuh
benda-benda yang tidak terkontaminasi dan sebelum menyentuh pasien
lainnya.
Pakaian kerja petugas, dapat berupa seragam kerja, jas, dan celemek atau
apron. Jenis bahan dapat berupa bahan tembus cairan dan bahan tidak
tembus cairan. Tujuannya untuk melindungi petugas dari kemungkinan
genangan atau percikan darah maupun cairan tubuh lainyang dapat
mencemari baju seragam.
Masker dan kaca mata atau pelindung wajah (google), tujuannya
melindungi membran mukosa mata, hidung dan mulut, selama
melakukan tindakan perawatan pasien yang memungkinkan terjadi
percikan darah atau cairan tubuh lain.
Sepatu tertutup, dipakai pada saat memasuki daerah tertentu
Sedangkan untuk perawat yang bertugas di ambulans, selain
peralatan tersebut diatas, mereka mempunyai alat pelindung diri tambahan,
yang digunakan pada situasi tertentu, misalnya tindakan rescue /
penyelamatan, saat bekerja di daerah industri / konstruksi, dan lain – lain.
Alat pelindung pribadi tambahan yang biasa digunakan oleh perawat yang
bertugas di ambulans adalah sebagai berikut; pakaian khusus anti tusukan,
sarung tangan anti tusukan, kaca mata khusus, safety helmets, serta sepatu
booth steel toes dan insoles (Stoy, dkk 2005).
Tabel 2.1. Rekomendasi Pemakaian Alat Pelindung Diri terhadap Kuman
Patogen terbawa darah di Pre Hospital Setting.
17
Aktivitas
Alat Pelindung Diri
Sarung
Tangan
Jas / Gaun Masker Kaca Mata
Mengontrol perdarahan menyembur.
Mengontrol perdarahan sedikit.
Menolong persalinan
Intubasi ETT
Suction hidung/mulut, pembersihan
jalan nafas manual.
Pengelolaan instrument
terkontaminasi mikrobakteri
Mengukur tekanan darah
Mengukur suhu tubuh
Memberi suntikan
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak,
kecuali kalo
ada percikan
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak,
kecuali kalo
ada percikan
Tidak,
kecuali kalo
ada percikan
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak,
kecuali kalo
ada percikan
Tidak,
kecuali kalo
ada percikan
Tidak
Tidak
Tidak
( Dari CDC Guidelines for Prevention of Transmission of HIV and Hepatitis B to HCW.
MMWR 1989; 38 (no-6:35), dari Stoy, 2005. dkk)
Beberapa hal yang dapat menurunkan resiko penularan di tempat
kerja, semua petugas kesehatan harus selalu waspada dan menghindari
terjadinya kecelakaan kerja. Menurut Wahyono (2004) dalam Khairudin
(2007), untuk menurunkan resiko penularan di tempat kerja dapat
dilakukan dengan:
Memahami dan selalu menerapkan tindakan pencegahan universal setiap
saat kepada semua pasien, di semua tempat pelayanan kesehatan atau
ruang perawatan, tanpa memandang status infeksi pasiennya.
Menghindari transfusi, suntikan, jahitan, dan tindakan invasive lain yang
tidak perlu, seperti misalnya episiotomy dan tindakan operatif lain
yang tidak jelas indikasinya.
Mengupayakan ketersediaan sarana agar dapat selalu menerapkan
pengendalian infeksi secara standar, meskipun dalam keterbatasan
sumber daya.
Menilai dan menekan resiko melalui pengawasan yang teratur di sarana
pelayanan kesehatan.
Penelitian Terkait
Penelitian terkait tentang universal precaution penelitian deskriftif
yang dilakukan oleh Khoirudin (2010) di kamar bedah RSUP Dr. Karyadi
Semarang, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan perawat
tentang prosedur tindakan pencegahan universal sebagian besar cukup baik
sebanyak 17 orang 42,5%). Sikap perawat terhadap penerapan prosedur
tindakan pencegahan universal sebagian besar cukup baik sebanyak 18 orang
(45,0%).
Ketersediaan sarana alat pelindung pribadi selama melakukan tindakan
pembedahan sebagian besar mendukung perilaku perawat, yaitu memiliki 8
macam alat pelindung pribadi (3 macam alat pelindung pribadi standar dan 5
macam alat pelindung pribadi khusus) sebanyak 25 orang (62,5%). Motivasi
perawat tentang prosedur tindakan pencegahan universal sebagian besar cukup
sebanyak 18 orang (45,0%). Perilaku perawat dalam menjalankan prosedur
tindakan pencegahan universal sebagian besar tidak baik sebanyak 24 orang
(60%).
Kerangka Teori
Bagan 2.1 Perilaku perawat dalam menerapkan prosedur tindakan pencegahan
universal di pusat layanan kesehatan
Hipotesis
Hipotesis nol (Ho)
Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat, sikap perawat,
motivasi perawat dan ketersediaan sarana terhadap perilaku perawat
Indonesia dalam menjalankan prosedur tindakan pencegahan universal di
pusat layanan kesehatan.
Hipotesis alternatif ( Ha)
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang prosedur
tindakan pencegahan universal terhadap perilaku perawat Indonesia
dalam menjalankan prosedur tindakan pencegahan universal di pusat
layanan kesehatan.
Ada hubungan antara sikap perawat terhadap penerapan prosedur tindakan
pencegahan universal dengan perilaku perawat Indonesia dalam
menjalankan prosedur tindakan pencegahan universal di pusat layanan
kesehatan.
Ada hubungan antara ketersediaan sarana / fasilitas standard precaution
dan alat pelindung pribadi dan selama melakukan tindakan
keperawatan (sarung tangan, masker, kacamata pelindung
wajah/goggle, sepatu booth, celemek kedap air/skort) dengan perilaku
perawat Indonesia dalam menjalankan prosedur tindakan pencegahan
universal di lingkungan kerja.
Ada hubungan antara motivasi perawat terhadap penerapan prosedur
tindakan pencegahan universal dengan perilaku perawat Indonesia
dalam menjalankan prosedur tindakan pencegahan universal di
lingkungan kerja