BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra...

18
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Konsep Arsitektur Tradisional Bali Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi budaya masyarakat suatu bangsa yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan. Berdasarkan Perda Provinsi Bali tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali 2009-2029, Bali memiliki nilai-nilai tradisi yang terkait dengan tata ruang kawasannya. Nilai tradisi yang dapat ditransformasi dalam perencanaannya adalah sebagai berikut : 1. Konsep Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos). 2. Konsep Tri Hita Karana, konsep ini terdiri dari tiga penyebab utama, yaitu : Parhyangan, Pawongan dan Palemahan. 3. Konsep Tri Angga (tiga strata pada manusia), terdiri dari : Utama Angga (Kepala), Madya Angga (Badan) dan Nista Angga (Kaki). 4. Konsep Tri Mandala (tata nilai zoning), yaitu : a. Utama Mandala. b. Madya Mandala. c. Nista Mandala. 5. Konsep Sanga Mandala - Nawa Sanga, yaitu : a. Konsep Sanga Mandala merupakan pemekaran dari Konsep Tri Mandala b. Konsep Sanga Mandala melahirkan sembilan zoning peruntukan. c. Nawa Sanga yang merupakan delapan arah mata angin dan satu ditengah sebagai pusat/poros. 6. Konsep Akasa dan Pertiwi, yaitu hubungan antara langit dan bumi. 2.1.1 Konsep Bhuana Agung dan Bhuana Alit Menurut Soebandi (Kumurur, 2009), Agama Hindu mengajarkan agar manusia mengharmoniskan alam semesta dengan segala isinya yakni bhuana agung (makro

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Konsep Arsitektur Tradisional Bali

Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi budaya

masyarakat suatu bangsa yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan

kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan. Berdasarkan Perda Provinsi Bali tahun

2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Bali 2009-2029, Bali memiliki

nilai-nilai tradisi yang terkait dengan tata ruang kawasannya. Nilai tradisi yang dapat

ditransformasi dalam perencanaannya adalah sebagai berikut :

1. Konsep Bhuana Agung (makro kosmos) dan Bhuana Alit (mikro kosmos).

2. Konsep Tri Hita Karana, konsep ini terdiri dari tiga penyebab utama, yaitu :

Parhyangan, Pawongan dan Palemahan.

3. Konsep Tri Angga (tiga strata pada manusia), terdiri dari : Utama Angga (Kepala),

Madya Angga (Badan) dan Nista Angga (Kaki).

4. Konsep Tri Mandala (tata nilai zoning), yaitu :

a. Utama Mandala.

b. Madya Mandala.

c. Nista Mandala.

5. Konsep Sanga Mandala - Nawa Sanga, yaitu :

a. Konsep Sanga Mandala merupakan pemekaran dari Konsep Tri Mandala

b. Konsep Sanga Mandala melahirkan sembilan zoning peruntukan.

c. Nawa Sanga yang merupakan delapan arah mata angin dan satu ditengah

sebagai pusat/poros.

6. Konsep Akasa dan Pertiwi, yaitu hubungan antara langit dan bumi.

2.1.1 Konsep Bhuana Agung dan Bhuana Alit

Menurut Soebandi (Kumurur, 2009), Agama Hindu mengajarkan agar manusia

mengharmoniskan alam semesta dengan segala isinya yakni bhuana agung (makro

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

10

kosmos) dan bhuana alit (mikro kosmos), dalam kaitan ini bhuana agung adalah

lingkungan buatan atau bangunan dan bhuana alit adalah manusia yang mendirikan dan

menggunakan wadah tersebut.

Bhuwana Agung terdiri atas dua kata, yaitu kata “Bhuwana” yang artinya dunia,

alam, loka dan jagat dan kata “Agung” berarti besar atau raya. Jadi, dari penggabungan

kata-kata tersebut Bhuwana Agung berarti dunia yang besar atau lebih dikenal dengan

sebutan alam semesta. Nama lain dari alam semesta adalah Makrokosmos. Dalam

ajaran Agama Hindu, Bhuana Agung atau alam semesta terdiri atas beberapa unsur.

Unsur-unsur tersebut dalam istilah Agama Hindu disebut Panca Maha Bhuta, yaitu lima

unsur zat alamyang terdiri atas:

1. Pertiwi, yaitu zat padat

2. Apah, yaitu zat cair

3. Teja, yaitu zat sinar atau cahaya

4. Bayu, yaitu udara atau gas yang ada di sekitar manusia

5. Akasa, yaitu Ether atau ruang.

Sedangkan Bhuwana Alit juga terdiri dari dua kata, yaitu kata “Bhuana” yang

artinya dunia alam dan “Alit” yang artinya kecil. Jadi Bhuana Alit adalah dunia kecil

yang unsur-unsurnya sama dengan Bhuwana Agung. Bhuwana Alit sama dengan Diri

manusia. Bhuwana Alit disebut juga dengan Mikrokosmos. Unsur-unsur Bhuwana Alit

pada diri manusia.

2.1.2 Konsep Tri Hita Karana

Tri Hita Karana terdiri dari tiga kata, yaitu Tri artinya tiga, Hita artinya sejahtera

dan Karana artinya penyebab. Jadi pada hakikatnya, Tri Hita Karana merupakan 3 (tiga)

penyebab kesejahteraan (Buku Himpunan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap

Aspek Agama Hindu, I – XV). Tiga penyebab kesejahteraan ini bersumber pada sebuah

keharmonisan hubungan, sebagai berikut :

1. Parhyangan, adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan (Ida Sang

Hyang Widhi) yang diwujudkan dengan Dewa Yadnya.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

11

2. Pawongan, adalah hubungan manusia dengan manusia yang diwujudkan

dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya.

3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya

yang diwujudkan dengan Bhuta Yadnya.

Berikut merupakan penerapan Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu di

Bali, yaitu :

Tabel 2.1 Penerapan Konsep Tri Hita Karana dalam kehidupan umat Hindu di Bali

Parhyangan Pawongan Pawongan

Parhyangan di tingkat daerah

berupa Kahyangan Jagat

Pawongan di tingkat daerah

meliputi umat Hindu di Bali

Palemahan di tingkat daerah

meliputi wilayah Provinsi Bali

Parhyangan di tingkat desa

adat berupa Kahyangan Desa

atau Kahyangan Tiga

Pawongan di tingkat desa

meliputi karma desa adat

Palemahan di tingkat desa

meliputi “asengken” bale

agung

Parhyangan di tingkat

keluarga berupa pemerajan

atau sanggah

Pawongan di tingkat keluarga

meliputi seluruh anggota

keluarga

Palemahan di tingkat keluarga

meliputi pekarangan

perumahan

2.1.3 Konsep Tri Angga

Secara harfiah Tri Angga terdiri dari dua kata, yaitu Tri berarti tiga dan Angga

berarti badan, yang lebih menekankan tiga nilai fisik, yaitu Utama Angga, Madya Angga

dan Nista Angga. Dalam penerapannya dalam sebuah ruang, konsep Tri Angga membagi

kriteria kualitas dan fungsi suatu ruang yang dibentuk dari pembagian tubuh manusia

yang dibagi menjadi tiga bagian kaki (Adhika, 2004). yaitu (Gambar 2.1) :

1. Utama Angga : Bagian atas merupakan kepala,

2. Madya Angga : Bagian tengah merupakan badan, dan

3. Nista Angga : Bagian bawah merupakan kaki

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

12

2.1.4 Konsep Tri Mandala

Konsep Tri Mandala terdiri dari dua kata, yaitu Tri berarti tiga dan Mandala berarti

wilayah atau zonas. Jadi Konsep Tri Mandala merupakan konsep yang membagi

menjadi tiga tata nilai wilayah ruang. Tiga wilayah ruang ini juga dipengaruhi oleh arah

orientasi.

Dalam Anindya (1991:34), konsep Tri Mandala terbagi atas tiga wilayah atau

zonasi, sebagai berikut (Gambar 2.2) :

1. Utama Mandala

Utama Mandala merupakan bagian utama yang dalam pembagian wilayah atau

zonasi digunakan sebagai zona sakral yang direalisasikan dengan bangunan

sebagai tempat ibadah dan dengan arah orientasi Utara atau Timur.

2. Madya Mandala

Madya Mandala merupakan bagian tengah yang dalam pembagian wilayah

atau zonasi digunakan sebagai zona yang berhubungan dengan keduniawian

yang direalisasikan sebagai wadah untuk aktifitas masyarakat.

3. Nista Mandala

Nista Mandala merupakan bagian luar atau bawah yang dalam pembagian

wilayah atau zonasi digunakan sebagai zona nista atau kotor dengan arah

orientasi Selatan atau Barat.

Gambar 2.1 konsep tri angga pada arsitektur tradisional bali

Sumber : adhika (2004)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

13

Konsepsi tata ruang Tri Mandala menjadi pertimbangan dalam penzoningan

kegiatan dan tata letak bangunan dalam site bangunan, kegiatan yang dianggap utama,

memerlukan ketenangan diletakkan pada daerah utamaning mandala (kaja-kangin atau

utara-timur), kegiatan yang dianggap kotor/sibuk diletakkan pada daerah nistaning

mandala (kelod-kauh atau selatan-barat), sedangkan kegiatan diantaranya diletakkan di

tengah dengan pembagian madya mandala (Sulistyawati. dkk, 1985:10).

2.1.5 Konsep Sanga Mandala

Menurut Budihardjo, (1990) Nawa sanga atau Konsep Sanga Mandala adalah

konsep tradisional yang didasarkan pada orientasi kosmologis Bali, Konsep Sanga

Mandala merupakan pembagian zona atau wilayah berdasarkan delapan arah mata angin

ditambah dengan satu titik fokus di bagian tengah. Arah orientasi didominasi

berdasarkan dengan sumbu gunung-laut dan sumbu matahari terbit-terbenam. Zona atau

wilayah yang paling suci selalu ditempatkan sejajar dengan arah letak gunung sebagai

zona sakral atau suci dan zona nista atau kotor ditempatkan sejajar dengan arah letak

laut.

Menurut Eko Budihardjo (1996) dan Dwijendra (2008), Konsep Sanga Mandala

merupakan konsep yang diciptakan dengan turunan atau perkembangan Konsep Tri

Mandala, pembagiannya terdiri dari ( Gambar 2.3 ) :

Gambar 2.2 konsepsi zonasi ruang konsep tri mandala

Sumber : Eko Budihardjo (1996), dalam Dwijendra (2008)

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

14

1. Utamaning Utama, di arah Utara-Timur.

2. Utamaning Madya, di arah Utara.

3. Utamaning Nista, di arah Utara-Barat.

4. Madyaning Utama, di arah Timur.

5. Madyaning Madya, di Tengah.

6. Madyaning Nista, di arah Barat.

7. Nistaning Utama, di arah Selatan-Timur.

8. Nistaning Madya, di arah Selatan.

9. Nistaning Nista, di arah Selatan-Barat.

2.1.6 Konsep Akasa dan Pertiwi

Konsep Akasa dan Pertiwi merupakan hubungan antara langit dan bumi. Natah

merupakan media pertemuan antara unsur akasa (langit) yang bersifat purusa (jantan)

dan unsur pertiwi (bumi) yang bersifat pradana (betina).

Gambar 2.3 konsep ruang “tri mandala” dikembangkan ke konsep ruang “sanga mandala”

Sumber : Eko Budihardjo (1996), dalam Dwijendra (2008)

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

15

2.1.7 Orientasi Arsitektur Tradisional Bali

Perencanaan konsep tata ruang dan zonasi kawasan di Pulau Bali sangat

ditentukan oleh orientasi. Orientasi yang bersifat tradisi merupakan orientasi ruang yang

dibentuk oleh 3 (tiga) buah sumbu, yaitu :

1. Sumbu Religi, orientasi yang didasarkan pada lintasan terbit dan terbenamnya

matahari. Arah Timur/Kangin sebagai nilai Utama dan arah Barat/Kauh sebagai

nilai Nista dan di tengahnya bernilai Madya.

2. Sumbu Bumi, orientasi pada gunung dan laut. Pada dasarnya, nilai Utama ada

di arah gunung/Kaja sedangkan nilai Nista ada di arah laut/Kelod, dan di

tengahnya bernilai Madya.

3. Sumbu Kosmos, pertemuan antar Sumbu Religi dan Sumbu Bumi, ada hirarki

naik/turun atau atas/bawah. Memiliki tiga tingkatan tata nilai naik/atas (Utama),

tengah (Madya), dan turun/bawah (Nista).

2.2 Pola Tata Ruang Luar

Pola merupakan sebuah pengulangan bentuk atau susunan. Ruang merupakan tempat

yang mewadahi berlangsungnya suatu kegiatan dan aktifitas makhluk hidup dan ruang

semakin dapat dirasakan jika wujud pembentuk, pembatas dan pengisi ruangnya semakin jelas

tampak secara visual. Tata ruang merupakan suatu ruang yang telah mengalami penataan atau

pengaturan (Ronald,1990). Selain itu, tata ruang juga merupakan sebuah ruang arsitektur yang

dapat menekankan pada pengaturan suatu objek secara struktural (Zahnd,2009).

Pola tata ruang dapat tercipta dari pengaturan ruang dalam maupun ruang luar yang

dipengaruhi oleh aspek fisik maupun non fisik secara berulang. Dalam pola tata ruang terdapat

prinsip dan unsur-unsur yang menjadi dasar dalam penataan ruang yang akan digunakan.

Penataan ruang dapat dilihat dari bentuk organisasi ruang, orientasi, dimensi, lokasi, hirarki

dan memiliki makna yang terbagi atas tiga faktor (Trijanto,2001), antara lain :

1. Ruang yang di bentuk oleh unsur-unsur fixed feature

Fixed feature adalah unsur-unsur fisik pembentuk ruang seperti lantai, dinding,

tiang dan plafond.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

16

2. Ruang yang di bentuk oleh unsur-unsur semi- fixed feature

Semi- fixed feature adalah unsur-unsur pembentuk ruang yang sifatnya semi

permanen seperti tatanan prabot, pembatas, dan tanaman atau vegetasi.

3. Ruang yang di bentuk oleh unsur-unsur non- fixed feature

Ruang yang timbul akibat kerumunan orang, gerak tubuh manusia, tatapan mata,

cara berpakaian, dan pola dekorasi. Unsur-unsur ini lebih bersifat abstrak dan lebih

di tentukan oleh pengaturan jarak.

Sedangkan ruang hanya terbagi menjadi dua bagian, yaitu ruang interior (ruang dalam)

dan ruang eksterior (ruang luar) (Kried,1988). Ruang interior (ruang dalam) memiliki batas-

batas berupa dinding, kolom, langit-langit dan lantai. Sedangan ruang eksterior (ruang luar)

tercipta karena adanya pemisahan dari bentuk-bentuk dasarnya.

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Tata Ruang

Bentuk dalam arsitektur dapat tercipta disebabkan oleh beberapa faktor (Rapoport,

1969), antara lain ;

1. Faktor Sosial dan Budaya

2. Modifying factors ( iklim, bahan atau material, konstruksi, teknologi dan

lahan).

Terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di

dunia (Koentjaraningrat,1984), yaitu bahasa, sistem organisasi, organisasi sosial, sistem

peralatan hidup dan teknologi, sitem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan

kesenian.

Kebudayaan tidak statis, yang berarti berkembang dan tetap berkembang dan tidak

menolak pengaruh kebudayaan yang datang dari luar. Contohnya arsitektur Tradisional

Bali sebagai produk atau hasil dari kebudayaan Pulau Bali tentunya mengalami

perubahan atau perkembangan, tetapi terdapat kaidah atau aturan-aturan mengenai hal

tersebut yang masih terus bertahan. (Ronald, 2005).

2.2.2 Elemen Pembentuk Ruang

Terdapat tiga elemen pembentuk ruang (Ching,2008), antara lain :

1. Elemen Horisontal Bawah

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

17

Elemen horizontal bawah dapat membentuk suatu ruang dengan adanya

perbedaan warna/material/tekstur/pola lantai dan sebagainnya.

2. Elemen Horisontal Atas

Elemen horisontal atas dapat berupa langit-langit atap ataupun yang

membatasi ruang dibagian atas. Sama dengan elemen horisontal bawah,

elemen ini dapt divariasikan dengan warna, terkstur, material, pola-pola dan

sebgainnya. Elemn ini juga dapat divariasikan ketinggiannya.

3. Elemen Vertikal

Sebuah elemen vertikal memiliki variasi yang sangat banyak dapat berwujud

dinding dengan berbagai ketinggian, atau kolom-kolom dengan berbagai

variasi ketinggian, gantungan pot-pot bunga, atau kerai bamboo, rangka

kayu dan sebagainya. Selain itu, dengan membuat air terjun sebagai elemen

vertikal atau perletakan daging di pasar yang bergelantungan pada los daging

menjadi pembentuk ruang yang memisahkan antara pedagang dan pembeli.

2.2.3 Hirarki Ruang

Prinsip hirarki menunjukan bahwa kebanyakan, jika bukan semua komposisi

arsitektural, perbedaan-perbedaan yang nyata hadir di antara bentuk dan ruang Menurut

Ching, (2008). Perbedaan-perbedaan ini mencerminkan tingkat kepentingan bentuk dan

ruang serta peranan fungsional, formal, dan simbolis yang dimainkan di dalam suatu

organisasi. Perbedaan-perbedaan fugsional atau simbolis di antara elemen-elemen

sebuah bangunan sangat penting dalam menghasilkan suatu tatanan yang hirarkis dan

dapat dilihat di antara bentuk dan ruang-ruangnya. Hirarki dibedakan menjadi tiga yaitu,

hirarki oleh ukuran, hirarki oleh bentuk dasar, dan hirarki oleh penempatan.

2.3 Pola Tata Ruang Luar Tradisional Bali

Menurut konsepsi masyarakat Bali pada umumnya, pola tata ruang yang dimaksudkan

adalah aturan penempatan ruang–ruang yang mengacu pada fungsi tertentu serta tata nilai

yang diberikan terhadap fungsi tersebut dengan berlandaskan pada ajaran agama Hindu di Bali

(Ganesha, dkk, 2012).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

18

Menurut Ngoerah (1975), terdapat beberapa pengertian mengenai pola ruang tradisional

Bali, antara lain :

a. Tata ruang atau tata letak memiliki arti filosofis dan secara spiritual memiliki

hubungan sebab-akibat antara bangunan yang dikaji dengan pemilik bangunan.

b. Tata ruang memiliki arti yang berdampak pada tata kehidupan masyarakat

tradisional di Bali. Tata ruang dapat dijadikan suatu kriteria bahwa bangunan

tersebut merupakan tempat sebagai suatu fungsi tertentu.

c. Bangunan yang dibangun sebagai fungsi pawongan memiliki tiga jenis fungsi

didalamnya, yaitu : fungsi keagamaan, fungsi sosial, dan fungsi ekonomi.

Jadi, dari beberapa pengertian mengenai pola tata ruang luar tradisional Bali, dapat

disimpulkan bahwa pola ruang dan tatanan dalam arsitektur tradisional Bali tidak luput dari

faktor keagaaman yang ada di Bali yaitu agama Hindu.

Tri Hita Karana pada pola tata ruang tradisional Bali pada umumnya diterapkan dengan

membagi fungsi-fungsi ruang pada sebuah daerah, konsep Tri Hita Karana berkembang

menjadi konsep Tri Mandala dan Sanga Mandala, yang dalam pembagiannya pada konsep Tri

Mandala dibagi menjadi tiga bagian wilayah atau zonasi ruang luar yang menempatkan

kegiatan yang bersifat sakral di daerah utama (Utama Mandala), kegiatan yang bersifat

keduniawian (sosial ekonomi dan pemukiman) di daerah madya (Madya Mandala) dan

kegiatan yang dipandang kotor dan mengandung limbah diletakan di daerah nista (Nista

Mandala), dengan konsepsi tata ruang yang berpola linier (Dwijendra, 2003).

Menurut Budihardjo (1991), konsep pola tata ruang tradisional merupakan sebuah

konsep penerapan agama, kepercayaan, dan religi masyarakat tradisional Bali pada arsitektur

yang terangkum ke dalam suatu kaidah dasar.

Kaidah tersebut kemudian dikonsepkan menjadi 7 (tujuh) kaidah dasar arsitektur

tradisional Bali, yaitu :

1. Hierarki ruang, terangkum dalam sebuah konsep Tri Hita Karana, yang kemudian

dimanifestasikan dalam konsep Tri Angga dan Tri Loka dalam bentuk 3 (tiga) nilai

fisik, yaitu Utama, Madya, dan Nista.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

19

2. Orientasi kosmologi, konsep Tri Angga maupun Tri Loka dan Tri Mandala

digunakan sebagai dasar konsep tata ruang secara vertikal, daerah tertinggi

memiliki nilai Utama dan daerah terendah bernilai Nista, sedangkan diantaranya

bernilai Madya. Secara horizontal, pembentukan ruang menggunakan konsep

turunan Tri Angga dan Tri Loka dan Tri Mandala, konsep Nawa Sanga yang

membagi ruang menjadi 9 (sembilan) orientasi, yaitu 8 (delapan) arah mata angin

dan satu titik pusat yang disebut pula dengan Konsep Sanga Mandala.

3. Keseimbangan kosmologi, dalam konsep ini, seluruh kehidupan dan keadaan alam

semesta yang terdiri dari 5 (lima) unsur pembentuk yang disebut Panca

Mahabhuta, air, sinar, angin, udara, dan tanah dan masing-masing memiliki nilai

yang berlawanan (Rwa Bhineda).

4. Ukuran tubuh manusia, khususnya masyarakat Bali menentukan ukuran-ukuran

bangunan mereka berdasarkan ukuran dari bagian-bagian tubuh mereka.

5. Open air, konsep ini merupakan konsep massa bangunan tradisional Bali yang

terdiri dari unit-unit bangunan terpisah dengan lahan terbuka sebagai elemen

penghubung.

6. Kejelasan struktur, menjelaskan metode struktur bekerja.

7. Kejujuran material, arsitektur tradisional Bali menampilkan material bangunan

dengan semua karakter tekstur, pola, dan warna secara jujur.

Penerapan konsepsi tradisional Bali diwujudkan dengan beragam variasi, namun dapat

diidentifikasikan ke dalam 4 (empat) bagian (Dwijendra, 2003), antara lain :

1. Aspek sosial, yang menyangkut sistem kemasyarakatan yang dikenal dengan nama

desa atau banjar adat

2. Aspek simbolik, berkenaan dengan orientasi kosmologis, antara lain orientasi arah

sakral (kaja-kangin) dan (terbit-terbenam) dalam Konsep Tri Mandala dan Konsep

Sanga Mandala.

3. Aspek morfologis, yang secara morfologis merupakan kegiatan-kegiatan dalam

pemukiman tradisional yang dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu

inti (fasilitas banjar/pura), terbangun (pemukiman) dan pinggiran (belum

terbangun)

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

20

4. Aspek fungsional, berkaitan dengan orientasi kosmologis dalam skala pemukiman

sesuai dengan peletakan fasilitas dan jaringan jalan yang melahirkan pola

perempatan (Catus Patha), linier dan kombinasi.

2.4 Pasar Tradisional

Pasar adalah tempat orang berjual beli (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sedangkan

definisi tradisional adalah menurut tradisi (adat). Dengan demikian maka, pasar tradisional

dapat diartikan menjadi tempat orang berjual beli yang memiliki adat tertentu. Pasar

tradisional memiliki ciri-ciri atau adat yang khas yaitu cara jual belinya yang masih tradisional

dengan bertatap muka secara langsung antara pembeli dan penjual. Selain itu, pasar tradisional

juga memiliki adat untuk tawar menawar antara penjual dan pembeli. Kedua adat di atas

merupakan daya tarik terbesar bagi pasar tradisional yang membedakan pasar tradisional

dengan pusat perbelanjaan modern.

Pasar tradisional merupakan salah satu bentuk dari ruang publik karena para pengunjung

bebas untuk keluar dan masuk ke dalam area pasar. Pasar merupakan ruang internal public

space berdasarkan dari tipologi ruang publik. Internal public space, merupakan fasilitas yang

disediakan oleh Pemerintah berupa bangunan yang dapat diakses secara bebas oleh semua

orang untuk keperluan yang beragam tanpa adanya batasan tertentu.Selain itu, pasar juga

termasuk ke dalam positif space berdasarkan tipologi fungsi ruang. Positif space, merupakan

area yang bebas dikunjungi oleh masyarakat yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan positif.

Ruang publik jenis ini dikelola oleh Pemerintah.

2.4.1 Pasar Tradisional Bali (Kota Denpasar)

Bali merupakan salah satu destinasi wisata nasional dan juga internasional dimana

pasar tradisional yang ada di Bali juga ikut mendukung adanya kegiatan pariwisata yang

mampu dikemas secara baik oleh pemerintah setempat. Banyak turis mancanegara yang

justru memilih mengunjungi pasar tradisional di Bali karena berwisata di pasar

tradisional memang memiliki sensasi dan keunikan tersendiri. Para wisatawan dapat

membeli barang dan souvenir khas Bali dengan harga yang murah karena adanya proses

tawar menawar yang mempertemukan penjual dan pembeli, serta menikmati ragam adat

lokal yang menjadi ciri khas para penjual di pasar tradisional di Bali memang masih

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

21

memegang teguh prinsip budaya yang menjadi pegangannya selama menjadi pedagang

pasar di Bali. Selain itu, kenikmatan wisata kuliner lokal yang tiada lain adalah jajanan

khas masyarakat lokal Bali juga menjadi ciri khas dari pasar tradisional Bali.Kota

Denpasar merupakan ibu kota dari provinsi Bali sekaligus sebagai pusat pemerintahan,

pusat pendidikan dan pusat perekonomian. Sesuai dengan visi Kota Denpasar yaitu

Denpasar kreatif berwawasan budaya dalam keseimbangan menuju keharmonisan dan

misi kelima Kota Denpasar yaitu mempercepat pertumbuhan dan memperkuat ketahanan

ekonomi masyarakat melalui sistem ekonomi kerakyatan, dipandang perlu untuk

mewujudkan pembangunan yang dapat mengakomodasi nilai - nilai kearifan lokal

masyarakat Bali yang terintegrasi dengan lingkungannya. Nilai-nilai kearifan lokal

dalam pembangunan dapat diwujudkan dengan menerapkan konsep-konsep arsitektur

tradisional Bali,seperti tata ruang dan orientasi, tata bangunan, artikulasi sistem struktur

serta etika moral,sehingga nilai-nilai tersebut tentunya perlu diterapkan dan diwujudkan

dalam setiap pembangunan gedung publik masa kini.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

22

2.5 Tinjauan Studi

Tabel 2.2 Tinjauan Studi

No Judul Penelitian Nama

Peneliti

Kategori

Penelitian Isi

Kaitan dengan penelitian

Konsep Tri Mandala pada

Pola Tata Ruang Luar

Bangunan Pasar Tradisional

di Kota Denpasar

1

Perubahan Pola Tata

Ruang pada Karang

Adat Desa Adat

Jatiluwih di Bali

Dwi Wahjoeni

Soesilo Wati

JURNAL

INTRA Vol. 1,

No. 1, (2013) 1-

9

Komunikasi dan informasi yang terbuka dengan pihal luar

dan bertambahnya jumlah kepala keluarga dalam “karang”

mendorong terjadinya pertumbuhan bangunan dalam

“karang”. Untuk mengatasi terjadinya pertumbuhan

bangunan yang tidak terkendali, maka diperlukan suatu

peraturan atau awig-awig yang mendasari untuk mengkaji

pola tata ruang pada “karang”.

a. Indentifikasi pola tata

ruang di Bali

2 Konsep Arsitektur Bali

aplikasinya pada

Bangunan Puri

Rachmat

Budihardjo

NALARs

Volume 12 No 1

Januari 2013 :

17-42

Perubahan setting tata ruang dan tata bangunan

(arsitektural) sesuai dengan tingkat perkembangan

kebutuhan untuk masa kini dan masa yang akan dating.

a. Identifikasi kebudayaan

dan permukiman di Bali

b. Konsep arsitektur Bali

c. Arsitektur puri di Bali

3 Terapan konsep

Bangunan Tradisional

Bali pada Objek-

Rancang Bangun Karya

Popo Danes

Poela Art

Aprimavista,

Mariana

Wibowo, dan

Dody Wondo

JURNAL

INTRA Vol. 1,

No. 1, (2013) 1-

9

Terapan konsep bangunan tradisional Bali Teori kebudayaan tradisional

Bali

Teori zonasi rumah tradisional

Bali

4 Pengelolaan tata ruang

berbasis kearifan lokal

pada masyarakat Adat

Penglipuran,Bangli

Dewa Made

Atmaja

Jurnal

EKOSAINS |

Vol. VII | No. 1 |

Maret 2015

Konsep tata ruang, sejatinya sudah sejak lama dikenal

oleh masyarakat Indonesia, bahkan sebelum ledakan

penduduk terjadi seperti saat ini. Berdasarkan Analisis

konseptual dan kondisi empirik di atas, tampaknya

aktualisasi tata ruang lokal merupakan salah satu

alternatif yang sangat esensial untuk ditampilkan dalam

format ilmiah, sehingga kita bisa memhami lebih dalam

konsep keruangan yang dibangun oleh nenek moyang kita

a. Dasar Filosofi Pengelolaan

Tata Ruang Pada

Masyarakat Adat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

23

No Judul Penelitian Nama

Peneliti

Kategori

Penelitian Isi

Kaitan dengan penelitian

Konsep Tri Mandala pada

Pola Tata Ruang Luar

Bangunan Pasar Tradisional

di Kota Denpasar

5

Pola tata ruang

pemukiman dan rumah

tradisional Bali Aga

Br.Dauh Pura Tigawasa

Wayan

Ganesha,

Antariksa,

Dian Kusuma

Wardhani

arsitektur e-

Journal, Volume

5 Nomor 60 2,

November 2012

Bali memiliki pola tatanan desa yang khas. Pola tatanan

permukiman di Bali dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu faktor tata ritual dan faktor kondisi dan potensi

alam.

Desa Tigawasa adalah salah satu Desa di Bali, khususnya

di Banjar Dinas Dauh Pura memiliki ciri khas pada social

masyarakatnya serta pada pola tata ruang permukiman

rumahnya. Pola tata ruang permukimannya dilandasi oleh

Konsep Tri Hita Karana, Tri Mandala, Tri Angga serta

Konsep Sanga Mandala sebagai pembagian zona makro,

sedangkan Konsep Hulu Teben sebagai pembagian zona

mikro.

Analisis tata ruang desa (makro)

pada konsepsi masyarakat Bali

pada umumnya

Analisis karakteristik pola tata

ruang tradisional Bali

6 Pergeseran konsep

morfologi pada Desa

Bali Aga

Feliksdinata

Pangasih, Ayu

Asvitasari

Jurnal Arsitektur

KOMPOSISI,

Volume 11,

Nomor 3, April

2016

Studi kasus : Desa Bayung Gede dan Desa Penglipuran

Dua desa yang masih menganut Konsep Tri Hita Karana

dan Konsep Tri Mandala dalam pola tata ruangnya namun

beberapa terdapat perbedaan dalam konsep dan morfologi

ruangnya. Selain itu, dua desa ini merupakan desa adat dan

desa kuno yang menjaga kelestarian adat Bali berbasis

kebudayaan Bali Aga

Teori kebudayaan tradisional

Bali Aga

Dua desa yang menggunakan

salah satu Konsep tata ruang Tri

Mandala

7 Makna Budaya pada

Sistem Zonasi dan

Sirkulasi Rumah

Tradisional di Desa

Ubud Kelod, Bali

Sahriyadi Jurnal Arsitektur

KOMPOSISI,

Volume 9,

Nomor 2,

Oktober 2011

Desa Ubud Kelod merupakan desa wisata di Kabupaten

Gianyar, Bali dan suatu daerah yang tidak dapat

menghindari dari pengaruh kebudayaan lain. Makna

budaya sangat melekat pada sistem zonasi dan sirkulasi

bangunan hunian tradisional di Desa Ubud Kelod,

Gianyar, Bali. Sistem zonasi pada hunian tradisional Desa

Ubud Kelod terdapat tiga zona, yaitu utama, madya, dan

nista yang merupakan bagian Tri Mandala dan

berkembang menjadi Sanga Mandala yang ada di dalam

ajaran Agama Hindu yang merupakan interprestasi dari

konsep Tri Hita Karana

Kebudayaan tradisional Bali.

Sistem zonasi yaitu Tri Mandala

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

24

No Judul Penelitian Nama

Peneliti

Kategori

Penelitian Isi

Kaitan dengan penelitian

Konsep Tri Mandala pada

Pola Tata Ruang Luar

Bangunan Pasar Tradisional

di Kota Denpasar

8 Perspektif Ruang

Sebagai Entitas Budaya

Lokal (Orientasi

Simbolik Ruang

Masyarakat Tradisional

Desa Adat Penglipuran,

Bangli-Bali

Wahyudi

Arimbawa, I

Komang Gede

Santhyasa

LOCAL

WISDOM-

JURNAL

ILMIAH, ISSN :

2086-376,

Desember. 2010

Pada masyarakat tradisional, aktivitas masyarakat selalu

berkaitan dengan dua kegiatan utama yaitu yang bersifat

sakral (berkaitan dengan kegiatan agama) dan kegiatan

yang bersifat profane (berkaitan dengan kegiatan sosial

masyarakat).

Penempatan kegiatan tersebut diklasifikasikan

berdasarkan orientasi yang bertujuan untuk menciptakan

tatanan ruang secara harmoni dengan Tuhan, sesame

manusia dan lingkungan.

Teori orientasi pembagian ruang

Teori tatanan pola ruang

9 Perubahan Pola Ruang

Tradisional Desa Adat

Tenganan

Pegringsingan,

Karangasem – Bali

Mirza

Permana, Eddi

Basuki,

Nindya Sari

Arsitektur e-

Journal, Volume

3 Nomor 1,

November 2010

Pola ruang tradisional Desa Adat Tenganan Pegringsingan

lahir dari falsafah dan konsep masyarakatnya yang

berlandaskan pada ajaran Hindu.

Perkembangan pola tata ruang tradisional yang dimiliki

Desa Adat Tenganan Pegringsingan dengan adanya

beberapa renovasi.

Teori pola ruang tradisional

10 Pola Penataan Ruang

Unit Pekarangan di

Desa Bongli Tabanan

I Made Adhika Jurnal

Permukiman

Natah, Volume

2, Nomor 1,

Pebruari 2004

Tata ruang unit pekarangan di Bali umumnya didasarkan

atas Konsep Tri Angga, Tri Mandala yang berkembang

menjadi Konsep Sanga Mandala. Konsep ini berdasarkan

atas tata nilai berasaskan ketinggian sebagai nilai utama

Teori Konsep Tri Mandala dan

Sanga Mandala sebagai konsep

tata ruang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

25

Berdasarkan rumusan masalah, pada penelitian digunakan beberapa kajian teori seperti

Konsep Arsitektur Tradisional Bali yang terdiri dari enam bagian namun yang digunakan

dalam kajian penelitian dua bagian yaitu Konsep Tri Mandala dan Konsep Sanga Mandala.

Konsep Tri Mandala dan Konsep Sanga Mandala ini juga dipengaruhi oleh arah orientasi yang

terbagi atas tiga bagian menurut sumbu, yaitu sumbu bumi, sumbu ritual dan sumbu kosmos.

Pada teori pola tata ruang luar tradisional Bali menggunakan kajian menurut Budihardjo

(1991) yang terdiri dari tujuh bagian dan pada penelitian kajian teori pola tata ruang menurut

Budihardjo (1991) yang digunakan adalah satu bagian yaitu kajian teori tentang orientasi

kosmologi. Orientasi kosmologi digunakan karena dalam pola tata ruang luar tradisional Bali

konsep Tri Mandala sebagai konsep yang digunakan dalam penelitian sebagai konsep dasar

pembagian zonasi dapat dilihat dari orientasi peletakan yang akan di desain.

Selain kajian teori pola tata ruang menurut Budihardjo (1991) juga menggunakan

penerapan konsepsi pola tata ruang menurut (Dwijendra,2003) yang terdiri dari empat bagian,

namun yang digunakan dalam penelitian adalah kajian teori menurut Dwijendra (2003) satu

bagian yaitu tentang aspek orientasi kosmologi (simbolis). Aspek simbolik ini digunakan

karena berkaitan dengan konsep yang digunakan pada penelitian yaitu Konsep Tri Mandala

dan menghasilkan hasil akhir berdasarkan bertambahnya aktifitas, kegiatan serta kebutuhan

maka, menjadi Konsep Sanga Mandala yang merupakan konsep pemekaran dari Konsep Tri

Mandala.

Selain itu pula didukung dengan kajian teori tentan pasar tradisional dan pada

khususnya tentang teori pasar tradisional Bali khususnya yang ada di Kota Denpasar. Teori ini

digunakan karena berkaitan dengan objek penelitian yaitu Pasar Tradisional Badung yang

terletak di Kota Denpasar tepatnya bagian barat.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/7673/3/BAB II.pdf · dengan Pitra Yadnya, Rsi Yadnya dan Manusa Yadnya. 3. Pelemahan, adalah hubungan antara manusia

26

2.6 Kerangka Teori

Diagram 2.1 Kerangka Kajian Teori

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Konsep Tri Mandala pada pola tata ruang luar Pasar Tradisional Badung di Kota

Denpasar ?

Konsep Arsitektur Tradisional Bali Pola Tata Ruang Luar Tradisional

Bali Pasar Tradisional

1. Konsep Bhuana Agung dan

Bhuana Alit

2. Konsep Tri Hita Karana 3. Konsep Tri Angga 4. Konsep Tri Mandala 5. Konsep Sanga Mandala 6. Konsep Akasa dan Pertiwi

Terbagi atas tujuh kaidah menurut

Budihardjo (1991), antara lain :

1. Hierarki ruang 2. Orientasi kosmologi 3. Keseimbangan kosmologi 4. Ukuran tubuh manusia 5. Open air 6. Kejelasan struktur 7. Kejujuran material

Penerapan konsepsi tradisional Bali

diidentifikasikan ke dalam 4 (empat) bagian

(Dwijendra, 2003), antara lain :

1. Aspek sosial (sistem kemasyarakatan)

2. Aspek orientasi kosmologi (simbolis)

3. Aspek morfologis

4. Aspek fungsional (fungsi)

Arsitektur Tradisional Bali

dipengaruhi oleh arah orientasi

yang dibagi menjadi tiga jenis, yaitu

:

1. Sumbu Bumi

2. Sumbu Ritual

3. Sumbu Kosmos

Pasar Tradisional Bali (Kota

Denpasar)

Konsep Tri Mandala pada pola tata ruang luar Pasar Tradisional Badung di Kota Denpasar