BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nifas 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/471/4/Bab II.pdf8 BAB II TINJAUAN...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nifas 1.repository.poltekkes-tjk.ac.id/471/4/Bab II.pdf8 BAB II TINJAUAN...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
(puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (42 hari) setelah itu. Dalam bahasa latin, waktu mulai tertentu setelah
melahirkan anak ini disebut puerperium yaitu dari kata puer yang artinya bayi dan
parous melahirkan. Sehingga puerperium berarti masa setelah melahirkan bayi.
Puerperium adalah masa pulih kembali yang dimulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Sekitar 50% kematian ibu
terjadi dalam 24 jam pertama post partum sehingga pelayanan pasca persalinan
yang berkualitas harus terselanggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan
ibu dan bayi (Dewi, 2011).
2. Tujuan Asuhan Nifas
Menurut Anggraini (2010) masa nifas bertujuan untuk :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologi
b. Melaksanankan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayinya
9
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan dini,
nutrisi, KB, menyusui, pemberian nutrisi pada bayi, dan perawatan
bayi sehat
d. Memberikan pelayanan KB
e. Mendapatkan kesehatan emosi
3. Tahapan dalam Nifas
a. Puerperium Dini (immediate puerperium) merupakan tahapan dimana
ibu berada pada waktu 0-24 jam post partum. Ibu telah diperbolehkan
bergerak ringan seperti berdiri dan berjalan-jalan.
b. Puerperium Intermedial (early puerperium) merupakan tahapan
dimana ibu berada pada waktu 1-7 hari post partum. Alat genital
mengalami kepulihan lamanya 6-8 minggu.
c. Remote Puerperium (later puerperium) merupakan tahapan dimana ibu
berada pada waktu 1-6 minggu post partum. Waktu yang diperlukan
untuk pulih secara sempurna trutama pada ibu yang selama
kehamilannya mengalami komplikasi waktu untuk sehat bisa
berminggu-minggu, bulan, atau bahkan tahun (Anggraini, 2010).
B. Luka Perineum
1. Pengertian Luka Perineum
Suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga mengganggu aktifitas sehari-
hari karna trauma dapat menyebabkan luka pada kulit. Luka dibagi menjadi dua
jenis yaitu, luka yang disengaja dan luka tidak disengaja. Luka disengaja
10
merupakan luka terkena radiasi atau bedah, sedangkan luka tidak disengaja dibagi
menjadi luka tertutup dan luka terbuka. Luka tertutup yaitu luka yang tidak terjadi
robekan, sedangkan luka terbuka yaitu jika luka terjadi robekan seperti luka abrasi
(luka akibat gesekan), luka puncture (luka akibat tusukan), dan luka hautration
(luka akibat alat-alat yang digunakan dalam perawatan luka). Dibidang kebidanan,
luka yang sering terjadi adalah luka episiotomi, luka bedah akibat seksio caesarea
ataupun luka saat proses persalian (Damayanti, dkk, 2015).
2. Jenis Luka Perineum
a. Episiotomi
Episiotomi (perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang
pada lubang keluar jalan lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Episiotomi
yang dilakukan pada saat yang tepat tidak hanya memudahkan kelahiran tetapi
juga mengurangi penekanan kepala pada perineum sehingga membantu mencegah
kerusakan otak. Ini berlaku untuk setiap bayi terutama penting untuk bayi dengan
daya tahan yang rendah terhadal trauma, seperti bayi prematur, bayi yang lahir
dari ibu yang menderita diabetes dan bayi dengan erlythroblastosis (Oxorn; Forte,
2010)
Dimasa lalu, dianjurkan untuk melakukan episiotomi secara rutin yang
tujuannya adalah untuk mencegah robekan berlebihan pada perineum, membuat
tepi luka rata sehingga mudah dilakulam penjahitan (reparasi), mencegah penyulit
atau tahanan pada kepalan dan infeksi tetapi hal tersebut ternyata tidak didukung
oleh bukti-bukti ilmiah yang cukup. Tetapi sebaliknya, hal iji tidak boleh
doartikan bahwa episiotomi tidak doperbolehkan karena ada indikasi tertentu
untuk malakukan episiotomi (misalnya, persalinan dengan ekstrasi cunam,
11
distosia bahu, regiditas perineum). Para penolong persalinan harus cermat
membaca kata rutin pada episiotomi karna hal itulah yang tidak dianjurkan, bukan
episiotominya. Episiotomi rutin tidak diperbolehkan karena menyebabkan:
1) Meningkatkan jumlah darah yang hilang dan resiko hematoma.
2) Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak pada episiotomi rutin
dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
3) Meningkatnya nyeri pasca persalinan di daerah perineum.
4) Meningkatkan resiko infeksi (terutama jika prosedur PI diabaikan).
(Wiknjosastro; dkk, 2010)
b. Laserasi Spontan
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu
cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat
manual yang cepat dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan mencegah
terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada
diameter5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian
kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan. Bimbing ibu untuk meneran
dan beristirahat atau bernafas dengan cepat pada waktunya.
Trauma perineum posterior robekan spontan di klasifikasi dengan derajat
trauma yang berhubungan dengan struktur anatomis yang terlibat.
1) Robekan derajat satu : robekan ini hanya mengenai kulit forchette. Robekan
ini dapat dibiarkan untuk pulih secara spontan atau dieratkan dengan
12
malakukan satu jahitan, mendiskusikan dengan wanita tentang pilihannya
dapat menentukan penatalaksanaan.
2) Robekan derajat dua dan episiotomi : robekan ini mengenai kulit forchette,
perineum dan badan perineum. Otot superfisial yang terobek adalah
belbokavernosa dan otot perineum tranversial. Trauma pada lapisan otot yang
lebih dalam dapat mengenai purbokoksigeus.
3) Robekan derajat tiga : selain trauma derajat dua, terdapat kerusakan ke
sfingter anal.
4) Robekan derajat empat : robekan ini mendeskripsikan t rauma yang mengenai
semua struktur dia atas yang meluas ke mukosa rektum (Oxford, 2015).
3. Etiologi
Indikasi untuk melakukan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun
pihak janin.
a. Indikasi janin
Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin. Sewaktu melahirkan janin letak
sungsang, melahirkan janin dengan cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.
b. Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti
akan terjadi robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang,
persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar (Wiknjosastro, 2010)
13
Penyebab maternal mencakup:
1) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
2) Pasien tidak mampu berhenti mengejan
3) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan
4) Edema dan kerapuhan pada perineum
5) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
6) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga
menekan kepala bayi ke arah posterior
7) Perluasan episiotomi
Faktor-faktor janin adalah:
1) Bayi yang besar
2) Posisi kepala yang abnormal
3) Kelahiran bokong
4) Ekstraksi forseps yang sukar
5) Dystocia bahu
6) Anomali kongenital, seperti hidrocephalus (Oxorn & Forte, 2010).
4. Tindakan Pada Luka Perineum
a. Derajat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi
luka baik
b. Derajat II : jahit dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum
ditutup dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya.
14
c. Derajat III/IV : penolong persalinan tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi perineum. Maka hendaknyasegera merujuk ke fasilitas rujukan
(Walyani, 2015)
5. Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses penggantian atau perbaikan
fungsi jaringan yang rusak (Boyle, 2008). Fisiologis prosespenyembuhan luka
menurut Smeltzer, Suzanne C (2002), beragam proses selular yang saling
tumpang tindih dan terus-menerus memberikan kontribusi terhadap pemulihan
luka yaitu regenerasi sel, poliferasi sel dan pembentukan kolagen. Respon
jaringan terhadap cedera melewati beberapa fase, yaitu :
a. Fase Inflamasi
Respon vaskular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau
mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatetet
terbentuk dalam upaya mengontrol perdarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5
menit sampai 10 menit dan diikuti oleh vasodilatasi venula. Mikrosirkulasi
kehilangan kemampuan vasokonstriksinya karna norepinefrin dirusak oleh enzim
intraselular. Juga, histamin dilepaskan yang meningkatkan permeabilitas kapiler.
Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti
antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium
vaskular selama 2 sampai 3 hari yang menyebabkan edema, teraba hangat,
kemerahan, dan nyeri. Netrofil adalah leukosit pertama yang bergerak kedalam
jaringan yang rusak. Monosit yang berubah menjadi makrofag menelan debris dan
memindahkannya dari area tersebut. Antigen- antibodi juga timbul. Sel- sel basal
pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel- sel anak yang
15
bermigrasi. Dengan aktifitas ini, enzim proteolitik disekresikan dan
menghancurkan bagian dasar bekuan darah. Celah antara kedua sisi luka secara
progresif terisi, dan sisanya pada akhirnya saling bertemu dalam 2 sampai 48 jam.
Pada saat ini, migrasi sel ditingkatkan oleh aktifitas sumsum tulang hiperplastik.
b. Fase Proliferasi
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaringan- jaringan untuk
sel- sel yang bermigrasi. Sel- sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka.
Kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi
jaringan granulasi yang baru.
Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat yang digantikan.
Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopolisakarida. Dalam periode 2
sampai 4 minggu, rantai asam amino membentuk serat- serat dengan panjang dan
diameter yang meningkat. Serat- serat ini menjadi kumpulan bundel dengan pola
yang tersusun baik. Sintesis kolagen menyebabkan kapiler untuk menurun
jumlahnya. Setelah itu, sintesis kolagen menurun dalam upaya untuk
menyeimbangkan jumlah kolagen yang rusak. Sintesis dan lisis seperti ini
mengakibatkan peningkatan kekuatan.
Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3% sampai 5% dari kekuatan kulit
aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai 59% kekuatan luka tercapai.
Tidak akan lebih dari 70% sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak
vitamin, terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme yang terlibat
dalam penyembuhan luka.
16
c. Fase Maturasi
Sekitar 3 minggu setelah cedera, gibroblas mulai meninggalkan luka.
Jaringan perut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang
lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan perut tetapi
meninggalkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan
mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu tetapi tidak pernah
mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.
6. Pencegahan Infeksi Pada Ibu Post Partum
Pencegahan infeksi selama post partum, yaitu (Nurjannah; dkk, 2013) :
a. Luka dirawat dengan baik jangan sampai terkena infeksi
b. Penderita dengan infeksi post partum sebaiknya dievaluasi, tidak
bercampur dengan ibu yang sehat.
c. Pengunjung- pengunjung dari luar hendaknya pada hari hari pertama
dibatasi sepadat mungkin.
7. Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
Faktor- faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum, yaitu:
a. Usia
Umumnya ibu yang usianya lebih muda akan lebih cepat sembuh daripada
ibu yang usianya lebih tua. Hal ini terjadi karena pada ibu yang usianya lebih
muda, mobilisasi dan vaskularisasinya berjalan lebih baik dari pada ibu yang
usianya lebih tua (Solehati; Kosasih, 2015).
17
b. Perawatan luka perineum
Perawatan luka perineum bertujuan untuk mencegah infeksi organ-organ
reproduksi yang disebabkan oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui
vulva yang terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada peralatan
penamp ung lochea (pembalut). Perawatan perineum dapat dilakukan dengan
pengobatan farmakologis dan non farmakologis. Penggunaan terapi non
farmakologis dapat dilakukan dengan banyak hal contohnya daun sirih dan madu.
Daun sirih banyak mengandung minyak atsiri berfungsi mematikan kuman,
menghilangkan bau badan, menyembuhkan gangguan saluran pencernaan, juga
menyembuhkan luka pada kulit (Handayani, 2013). Madu memiliki kandungan
Vitamin C juga sangat berguna bagi penyembuhan luka, antioksidan, serta
kekebalan (Ihsan, 2003).
c. Mobilisasi dini
Mobilisasi setelah melahirkan sangatlah penting dilakukan. Oleh karena
itu, ibu harus istirahat. Mobilisasi yang dilakukan tergantung pada komplikasi
persalinan, nifas dan sembuhnya luka. Mobilisasi sebaiknya diklakukan secara
bertahap. Diawali dengan gerakan miring kekanan dan kekiri diatas tempat tidur,
duduk kemudian berjalan setelah 2-8 jam pertama setelah melahirkan. Mobilisasi
dini adalah mobilisasi segera setelah melahirkan dengan membimbing ibu untuk
bangun dari tempat tidurnya. Ibu post partum diperbolehkan bangun dari tempat
tidurnya dan berjalan (Sulistiyawati, 2009).
d. Nutrisi
Nutrisi merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, karena
kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya. Sebagai contoh vitamin A
18
diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis
kolagen, vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengatur
metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak. Vitamin C dapat berfungsi sebagai
fibroblas, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah,
dan vitamin K yang membantu sintesis protombin, dan berfungsi sebagai zat
pembekuan darah (Uliyah; Hidayat, 2009).
e. Obat-obatan
Terutama sekali pada pasien tang menggunakan terapi steroid, kemoterapi,
imunosupresi. Steroid dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu
respon inflamasi normal. Antikoagulan dapat menyebabkan hemoragi. Antibiotik
spektrum luas/spesifik efektif bila diberikan sebelum pembedahan untuk patologi
spesifik atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka tertutup, tidak efektif
karena koagulasi intravaskular (Rukiyah; Yulianti, 2010).
f. Budaya dan keyakinan
Budaya dan keyakinan akan mempengaruhi penyembuhan luka perineum,
misalnya kebiasaan pantangan mengkonsumsi telur, ikan, dan daging ayam, akan
mempengaruhi asupan gizi ibu yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan
luka (Rukiyah dan Yulianti, 2010)
8. Kriteria Penilaian Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum
dengan terbentuknya jaringan-jaringan baru menutupi luka perineum dalam
jangka waktu 6-7 hari. Kriteria penilaian penyembuhan luka adalah:
a. Baik, jika luka kering, perineum menutup dan tidak ada tanda infeksi (merah,
bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa)
19
b. Sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-tanda infeksi
(merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa
c. Buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka, dan ada tanda-tanda
infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa) (Mas'adah, 2010).
Penilaian penyembuhan luka pada daerah luka episiotomi dilihat dari
tanda REEDA (redness, edema, echymosis, discharge, and approximate) pada 24
jam pertama postpartum. REEDA adalah untuk mengkaji redness, edema,
echymosis (purplish patch of blood flow), discharge, dan approximation
(closeness of skin edge) yang berhubungan dengan trauma perineum setelah
persalinan. REEDA menilai lima komponen proses penyembuhan dan trauma
perineum setiap individu (Bick, 2010). Penilaian sistem REEDA meliputi: redness
tampak kemerahan pada daerah penjahitan, edema adalah adanya cairan dalam
jumlah besar yang abnormal di ruang jaringan intraselular tubuh, menunjukkan
jumlah yang nyata dalam jaringan subkutis, edema dalat terbatas yang disebabkan
oleh obstruksi vena atau saluran limfatik atau oleh peningkatan permeabilitas
vaskular. Ecchymosis adalah bercak perdarahan yang kecil, lebih lebar dari
petekie (bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna tidak menonjol), pada
kilit perineum membentuk bercak biru atau ungu yang rata, bulat atau tidak
beraturan. Discharge adalah adanya ereksi atau pengeluaran dari daerah yang luka
perineum. Approximation adalah kedekatan jaringan yang dijahit (Bick, 2010).
Sistem skoring Davidson dijelaskan pada tabel berikut
Tabel I
Skala REEDA
Penilaian Penyembuhan Luka Perineum
Nilai Redness
(Kemerahan)
Edema
(Pembengkakan)
Echymosis
(Bercak
Perdarahan)
Discharge
(Pengeluaran)
Aproximate
(Penyatuan
Luka)
0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tertutup
1 Kurang dari Pada perineum, Kurang dari Serum Jarak kulit
20
0,25 cm pada
kedua sisi
laserasi
<1cm dari
laserasi
0,25cm pada
kedua sisi
atau 0,5cm
pada satu sisi
3mm atau
kurang
2 Kurang dari
0,5cm pada
kedua sisi
laserasi
Pada perineum
dan atau vulva,
antara 1-2cm dari
laserasi
0,25-1 cm
pada kedua
sisi atau 0,5-
2cm pada satu
sisi
Serosanguinus Terdapat jarak
antara kulit
dan lemak
subkutan
3 Lebih dari
0,5cm pada
kedua sisi
laserasi
Pada perineum
dan atau vulva,
>2cm dari
laserasi
>1cm pada
kedua sisi
atau 2cm pada
satu sisi
Berdarah,
purullent
Terdapat jarak
antara kulit,
lemak
subkutan dan
fasia
C. Daun Sirih
1. Deskripsi Tanaman
Sirih adalah tanaman yang sangat familiar di Indonesia. Tidak sulit untuk
menemukan tanaman ini. Sirih tergolong tanaman rambat dan bisa mencapai
puluhan meter panjangnya. Tanaman ini memiliki nama latin Piper Betle
(Handayani, 2013).
Nama : Sirih
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub-kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan Berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil)
Ordo : Piperales
Family : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L. (Murtie, 2013)
21
Gambar 1.
Daun Sirih
22
Tanaman ini tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain bisa
mencapai tinggi 15 m. Batang sirih bewarna coklat kehijauan, berbentuk bulat,
beruas, dan merupakan tempat keluarnya akar. Daunnya tunggal berbentuk
jantung, berujung runcing, tumbuh berselang-seling, bertangkai, dan
mengeluarkan bau yang sedap bila diremas. Daun sirih memiliki warna hijau, dan
memiliki daun yang tebal. Pada permukaannya terdapat bulu halus, dengan daun
yang agak kasar. (Murtie, 2013)
Daun sirih banyak mengandung minyak atsiri yang dikenal juga dengan
istilah minyak terbang. Minyak ini mudah menguap di suhu kamar yang berfungsi
mematikan kuman, menghilangkan bau badan, menyembuhkan gangguan saluran
pencernaan, juga menyembuhkan luka pada kulit. Selain itu terdapat flavonoida
yang berkhasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan juga antibakteri. Tanin di
dalam daun sirih juga berfungsi sebagai antidiare, antiseptik, dan antifungi. Masih
ada senyawa lain seperti alkaloida, steroida, glikosida, pati, seskuitepren, diatase,
dan kavikol (Handayani, 2013).
2. Kandungan Daun Sirih
Daun sirih mempunyai aroma yang khas karena mengandung minyak atsiri
1 - 4,2%, air, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, B, C,
yodium, gula dan pati. Dari berbagai kandungan tersebut, dalam minyak atsiri
terdapat fenol alam yang mempunyai daya antiseptik 5 kali lebih kuat
dibandingkan dengan fenol biasa (bakterisid dan fungisid) tetapi tidak sporasid.
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma
atau wangi yang khas. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan
beberapa derivatnya. Minyak atsiri terdiri dari hidroksi kavikol, kavibetol,
23
estragol, eugenol, metileugenol, karbakrol, terpen, seskuiterpen, fenilpropan, dan
tannin, Kavikol merupakan komponen paling banyak dalam minyak atsiri yang
memberi bau khas pada sirih. Kavikol bersifat mudah teroksidasi dan dapat
menyebabkan perubahan warna (Moeljanto dan Mulyono, 2003).
Nutrisi yang terdapat di dalam sirih antara lain: Flavonoid, polifenol,
alkoloid, tanin, minyak atsiri, saponin, hidroksikaficol, kavicol, allyprokatenol,
karvokrol, eugenol, p-cymene, cyneole, coryofelen, cadinene, eksragol, terpepana,
fenil propoda (Murtie, 2013). Daun sirih juga memiliki manfaat lain bagi
kesehatan yaitu mengatasi diabetes melitus, menghilangkan batu ginjal, mencegah
dan mengatasi hepatitis, mencegah stroke, mengatasi asam urat, mencegah kanker,
mengatasi hipertensi, mengatasi keputihan, mengatasi maag, mengatasi nyeri
sendi, dan merawat kulit.
Kandungan sirih seperti Flavonoid berfungsi sebagai anti-inflamasi,
analgesi, anti-oksidan Mekanisme anti inflamasi terjadi melalui efek
penghambatan pada jalur metabolisme asam arakhidona, pembentukan
progtaglandin, pelepasan histamin pada radang. Flavonoid adalah senyawa fenol
yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya btersebar di dunia tumbuhan.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat
bewarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan
pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu kelompok
senyawa aromatik yang termasuk polipenol dan mengandung antioksidan.
Antioksidan merupakan kemampuan suatu zat agar mudah teroksidasi, sehingga
udara/oksigen akan mengoksidasi senyawa antioksidan tersebut terlebih dahulu
sebelum mengoksidasi senyawa lain. Kebanyakan orang menyangka bahwa zat
24
antioksidan merupakan senyawa untuk mencegah proses oksidasi namun
sebenarnya zat antioksidan adalah zat yang sangat mudah teroksidasi oleh udara
(oksigen).
Dalam sirih juga terdapat kandungan Saponin, saponin merupakan
senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Penyairan senyawa saponin
akan memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri jika menggunakan
pelarut polar seperti etanol 70%. Pada hidrolisis, saponin menghasilkan aglikon
yang disebut sapogenin (sebagai kortison). Pada strukturnya, saponin ada dua
yaitu steroid dan triterpenoid. Saponin steroid terdapat dalam tumbuhan
monokotil, dan saponin triterpenoid terdapat dalam tumbuhan dikotil. Saponin
memacu pembentukan kolagen, yaitu protein struktur yang berperan dalam proses
penyembuhan luka (Andarsen dan Markham, 2006).
Kandungan sirih lainnya seperti tanin juga berfungsi sebagai antidiare,
antiseptik, dan juga antifungi (Handayani, 2013).
3. Pengaruh Daun Sirih Dalam Penyembuhan Luka Perineum
Daun sirih mengandung minyak atsiri. Dalam minyak atsiri di daun sirih
mengandung minyak terbang (Batlepenol), seskuiterpen, pati, diatase, gula, zat
samak dan kavikol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan
fungisida, anti jamur.
Berdasarkan penelitian tentang daun sirih yang dilakukan Kurniarum dan
Kurniawati tahun 2015, hasil penelitiannya menunjukkan kelompok perlakuan
yang menggunakan daun sirih untuk membasuh luka perineum ialah sebanyak 22
(77,3%) luka perineum kering dalam 7 hari, sedangkan 8 (26,7%) luka perineum
masih basah. Kelompok control yang menggunakan betadine 12 (40%) luka
25
perineum kering dalam 7 hari, sedangkan 18 (60%) luka perineum basah. Uji chi-
square p 0,009 dan OR 4,12. Kesimpulan ada pengaruh penggunaan daun sirih
dalam penyembuhan luka perineum dan 4,12 kali lebih efektif dibandingkan
penggunaan betadine
D. Madu
1. Pengertian Madu
Madu adalah cairan kental alami yang secara umum berasa manis. Madu
dihasilkab oleh lebah madu dari sari bunga tanaman atau bagian lain dari
tanaman. Bangsa Mesir membuat salep dari madu untuk menyembuhkan luka
bakar ataupun luka akibat tusukan benda tajam. Madu juga merangsang
tumbuhnya jaringan baru dan mengurangi timbulnya parut atau bekas luka pada
kulit (Ihsan, 2013).
2. Kandungan Madu
Kandungan yang terdapat dalam madu antara lain karbohidrat dengan tipe
sederhana. Madu mengandung air, fruktosa, sukrosa, asam amoniak, dan asam
lemak. Madu juga mengandung mineral-mineral penting seeprti kalsium, besi,
tembaga, kalsium, potassium, sodium, fosfor, magnesium, dan tembaga
(Hammad; 2004). Glukosa juga terkandung dalam madu berguna untuk
memperlancar kerja jantung dan meringankan gangguan penyakit hati.
Kandungan mineral yang ada dalam madu alam tergantung dari sari bunga
yang diisapnya. Bunga yang ditanam di tanah yang mengandung zat besi,
tembaga, dan mangan akan menjadikan madu bewarna gelap. Madu mengandung
banyak vitamin diantaranya vitamin B2 (Riboflavin), B5 (asam pentotenat), B6
(Piridoksin), vitamin A, vitamin C, dan Betakaroten. Vitamin A memegang peran
26
penting bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta mempertahankan kesehatan
tubuh. Juga berkaitan dengan hormon adrenalin dan hormon teroid serta mengatur
bekerjanya sel- sel saraf. Kandungan Vitamin C juga sangat berguna bagi
penyembuhan luka, antioksidan, serta kekebalan (Ihsan, 2003).
3. Manfaat Madu
a. Antimikroba
Madu memiliki aktivitas antimikroba, melawan peradangan dan infeksi.
Didalam kandungan fisik dan kimiawi seperti kadar keasaman dan pengaruh
osmotik berperan untuk membunuh mikroba.
b. Kemampuan penyembuhan luka
Madu memiliki kemampuan untuk membersihkan luka , mengabsorpsi
cairan edema di sekitar luka dan menambah nutrisi.
c. Luka bakar
Membangkitkan reaksi pencegahan untuk penyembuhan luka bakar
d. Antioksidan
Kandungan plasma darah semakin bertambah untuk melawan oksidasi
dengan kadar yang lebih tinggi setelah minum madu. Dan terdapat juga
fenolik didalam madu yang sangat efektif untuk ketahanan tubuh melawan
stres.
4. Madu dalam Al-Qur’an
Allah swt sangat memuliakan lebah dalam Kitab-Nya. Kemuliaan yang
Allah berikan ini mencapai puncaknya kala secara khusus Allah SWT menyebut
satu surah dalam Al-Qur’an yang dikenal dengan surah An-Nahl yang berarti
lebah.
27
Allah SWT berfirman dalam surah An-Nahl Ayat 68-69, yang artinya :
“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-
bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”.
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlan jalan
Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu) dari perut lebah itu keluar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkannya.” (Q.S.
An-Nahl: 68-69)
Ayat-ayat surat An-Nahl sarat akan tanda kebesaran berbagai nikmat dan
karunia Allah untuk umat manusia. Juga sebagai petunjuk dan bukti bahwa
manusia diberi kemudahan untuk memanfaatkan yang Allah ciptakan di muka
bumi, apa yang Allah simpan didalam lautan dan sungai, juga yang ada didalam
tanah dan pegunungan. Mengingat madu megandung obat dari segala macam
penyakit, Rasulullah SAW meresepkan madu untuk orang sakit perut. Andai
madu hanya obat untuk sejumlah penyakit saja, tentu Rasulullah SAW
memastikan terlebih dahulu apa saja jenis penyakitnya sebelum meresepkan madu
sebagai obat. Madu kadang memerlukan waktu untuk memperlihatkan pengaruh
kesembuhan.
5. Pengaruh Madu terhadap Percepatan Penyembuhan Luka
Masalah ibu dengan luka jahitan perineum sampai saat ini perlu
diperhatikan karena dapat menyebabkan disfungsi organ reproduksi wanita,
sebagai sumber perdarahan dan jalan keluar masuknya infeksi yang kemudian
menyebabkan kematian karena perdarahan atau sepsis.
28
Penelitian tentang mobilisasi yang dilakukan oleh Sundari dan Djoko
dalam hasilnya menyebutkan bahwa dari 4 responden yang melakukan diberikan
madu setelah dilakukan uji statistik dengan Wilcoxon di dapatkan hasip p=0,023
yang berarti p < 0,05 dan demikian diartikan bahwa HO ditolak karna
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh madu terhadap penyembuhan luka.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nabhani dan Widiyastuti (2017),
berdasarkan analisis bivariat diperoleh hasil t hitung 5.000 dan p value 0.015
karna hasil t hitung 5.000 diatas harga atau > table t: 2.35 dan p < dari 0.05 maka
disimpulan ada manfaat madu untuk mempercepat proses penyembuhan luka. .
E. Kerangka Teori
Kerangka teori adalah hubungan antara konsep yang ingin diamati atau
diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo, 2018).
Adapun kerangka teori dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Sumber : (Solehati dan Kosasih, 2015; Sulistiyawati, 2009; Uliyah dan
Hidayat, 2009; Handayani, 2013; Ihsan 2013; Rukiyah dan
Yulianti, 2010;)
Gambar 2.
Kerangka Teori
Ibu post partum
dengan luka
perineum
Faktor yang mempengaruhi
proses penyembuhan luka :
1. Usia
2. Perawatan luka perineum
Daun sirih
Madu
3. Nutrisi
4. Obat-obatan
5. Budaya dan keyakinan
Lama
penyembuhan luka
perineum
29
F. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian pada merupakan suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antar
variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti
(Notoadmodjo, 2018). Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut
Gambar 3
Kerangka Konsep
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau
ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu
konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan, status
perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan sebagainya.
(Notoadmodjo, 2018). Berikut adalah pengelompokan variabel dalam penelitian
ini :
1. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen, variabel dependen penelitian ini adalah penyembuhan luka perineum.
Daun Sirih
Madu
Lama penyembuhan luka
perineum
30
2. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang memberi pengaruh pada
variabel dependen. Penelitian ini menggunakan dua variabel independen adalah
daun sirih dan madu
H. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan duga, atau dalil
sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut
(Notoatmodjo, 2018). Hipotesis penelitian ini adalah “Ada perbedaan antara daun
sirih dan madu terhadap lamanya penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di
BPM Eka Santi Prabekti dan Sulistiyo Rahayu, Lampung Tengah”.
31
I. Definisi Operasional
Definisi operasional berguna untuk membatasi ruang lingkup atau
pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti. Definisi operasional juga
bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap
variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur
(Notoatmodjo, 2012).
Tabel 2
Definisi Operasional
Variabel Definisi Opersaional Alat
Ukur Cara Ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
Efektifitas
penyembu
han luka
perineum
Penyembuhan luka
jalan lahir dilihat
dari lama
penyembuhan luka,
dengan kriteria luka.
kering, menutup dan
tidak ada tanda-tanda
infeksi seperti nyeri,
edema, kemerahan,
terdapat Pus dan
demam
Lembar
observasi
Wawancar
a dan
observasi
Waktu yang
diperoleh dalam
penyembuhan
luka perineum
Ratio
Perawatan
luka
perineum
Pemenuhan
kebutuhan ibu nifas
dengan luka
perineum untuk
mempercepat
penyembuhan luka
dengan menggunakan
terapi non
farmakologis (daun
sirih dan madu)
sampai luka sembuh
Checklist
dan lebar
observasi
Observasi 1. Perawatan
Dengan
Daun Sirih
2. Perawatan
Dengan
Madu
Nominal
8