BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi...
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah salah satu fasilitas atau kecenderungan seseorang
untuk mencapai tujuan, dengan kegigihan dan semangat dalam melakukan aktivitas
belajarnya (Chernis & Goleman, 2001). Anwar dan Emilia (2013) mendefinisikan
motivasi belajar sebagai aspek psikologi seorang yang ditentukan dengan adanya
gairah, keinginan dan dorongan melakukan perubahan perilaku melalui berbagai
tindakan untuk mencari pengalaman. Motivasi juga mampu mempengaruhi waktu dan
cara seseorang dalam belajar dan bekerja. Menurut Wlodkowski (2004) motivasi
belajar adalah suatu kondisi seseorang yang menyebabkan atau menimbulkan suatu
perilaku tertentu, serta yang memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah
laku tersebut. Nyavon (2017) menyatakan bahwa Motivasi adalah perubahan dalam
diri atau pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan.
Sardiman (2008) mendefinisikan motivasi sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar,
sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai. Menurut
Suprijono (dalam Nyavon, 2017) motivasi belajar adalah proses yang memberi
13
semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi
adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama. Yusuf (2013)
menyatakan bahwa motivasi belajar adalah keinginan seseorang untuk mengambil
bagian di dalam proses pembelajaran. Seseorang pada dasarnya termotivasi untuk
melakukan suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan
kesenangan dari pelajaran, atau merasa kebutuhannya terpenuhi. Kebutuhan atau
keinginan tersebut seperti memperoleh prestasi yang tinggi, menyelesaikan tugas-
tugas belajarnya, rajin mengikuti perkuliahan, memiliki target dalam perkuliahannya,
dan aktif berdiskusi di dalam dikelas, sehingga mahasiswa akan terus berusaha giat
menjalankan proses belajarnya untuk mencapai cita-citanya (Suciani & Rozali, 2014).
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli,
maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar merupakan dorongan di dalam diri
siswa yang membuatnya tergerak untuk melakukan segala aktivitas belajar dengan
penuh semangat sehingga dapat mencapai tujuannya.
2. Aspek-aspek Motivasi Belajar
Menurut Chernis dan Goleman (2001) motivari belajar terbagi dalam empat
aspek, yaitu:
a. Dorongan mencapai sesuatu
Suatu kondisi yang mana individu berjuang terhadap sesuatu untuk meningkatkan
dan memenuhi standar atau kriteria yang ingin dicapai dalam belajar.
14
b. Komitmen
Salah satu aspek yang cukup penting dalam proses belajar ini, adanya komitmen
di kelas. Siswa yang memiliki komitmen dalam belajar, mengerjakan tugas
pribadi dan kelompoknya tentunya mampu menyeimbangkan tugas yang harus
didahulukan terlebih dahulu. Siswa yang memiliki komitmen juga merupakan
siswa yang merasa bahwa siswa memiliki tugas dan kewajiban sebagai seorang
siswa, harus belajar. Tidak hanya itu, dengan kelompoknya juga, siswa yang
memiliki komitmen memiliki kesadaran untuk mengerjakan tugas bersama-sama
c. Inisiatif
Kesiapan untuk bertindak atau melakukan sesuatu atas peluang atau kesempatan
yang ada Inisiatif merupakan salah satu proses siswa dapat dilihat
kemampuannya, apabila siswa tersebut memiliki pemikiran dari dalam diri untuk
melakukan tugas dengan disuruh orang tua atau siswa sudah memiliki
pemahaman untuk menyelesaikan tugas pekerjaan rumah tanpa di suruh orang
tua. Siswa yang memiliki inisiatif, merupakan siswa yang sudah memiliki
pemikiran dan pemahaman sendiri dan melakukan sesuatu berdasarkan
kesempatan yang ada. Ketika siswa menyelesaikan tugas, belajar untuk ujian,
maka siswa memiliki kesempatan untuk memperluas pengetahuan serta dapat
menyelesaikan hal lain yang lebih bermanfaat lagi.
d. Optimisme
Suatu sikap yang gigih dalam mengejar tujuan tanpa perduli adanya kegagalan
dan kemunduran. Siswa yang memiliki sikap optimis, tidak akan menyerah ketika
15
belajar ulangan, meskipun mendapat nilai yang jelek, tetapi siswa yang memiliki
rasa optimis tentunya akan terus belajar giat untuk mendapat nilai yang lebih
baik. Optimis merupakan sikap yang seharusnya dimiliki oleh setiap siswa, agar
siswa belajar bahwa kegagalan dalam belajar bukanlah suatu akhir belajar dan
bukan berarti siswa itu merupakan siswa yang “tidak pintar”.
Selanjutnya, aspek-aspek motivasi belajar dikemukakan oleh Sardiman (2008)
yaitu :
a. Mendorong seseorang untuk berbuat
Mendorong seseorang untuk berbuat, dalam hal ini sebagai penggerak yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b. Menentukan arah perbuatan
Menentukan arah perbuatan, yakni arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan tujuan yang diinginkan
c. Menyeleksi perbuatan
Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat empat aspek
motivasi belajar menurut Chernis dan Goleman (2001) yaitu dorongan mencapai
sesuatu, komitmen, inisiatif, dan optimisme, selain itu motivasi belajar mencangkup
16
aspek-aspek lainnya yang dikemukakan oleh Sardiman (2008) yaitu mendorong
seseorang untuk berbuat, menentukan arah perbuatan, dan menyeleksi perbuatan.
Dari beberapa aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih untuk
menggunakan aspek-aspek motivasi belajar yang dikemukakan oleh Chernis dan
Goleman (2001) yaitu dorongan mencapai sesuatu, komitmen, inisiatif, dan
optimisme. Aspek tersebut dipilih sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur
motivasi belajar pada mahasiswa. Peneliti memiliki pertimbangan yaitu aspek
tersebut sejalan dengan variabel yang di gunakan peneliti dan penjabarannya lebih
konkrit.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006) adalah sebagai berikut :
a. Cita-cita atau aspirasi siswa
Motivasi belajar tampak pada keinginan anak sejak kecil. Keberhasilan mencapai
keinginan tersebut menumbuhkan kemauan untuk berbuat, dan kemudian hari
menimbulkan cita-cita dalam kehidupan (Dimyati & Mudjiono, 2006). Menurut
Suciani dan Rozali (2014) seseorang yang memiliki cita-cita akan mengerahkan
tenaganya dengan maksimal, memiliki usaha untuk mendapatkan prestasi tinggi,
mengupayakan mengerjakan tugas agar tepat waktu, antusias dalam belajar demi
mendapatkan pengetahuan yang baru, sehingga mahasiswa termotivasi untuk
terus mengupayakan kemampuan terbaiknya agar dapat lulus dengan tepat waktu.
17
b. Kemampuan siswa
Keinginan seseorang perlu diikuti dengan kemampuan atau kecakapan dalam
mencapainya. Kemampuan seseorang akan memperkuat motivasi untuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya (Dimyati & Mudjiono, 2006). Yusuf
(2013) menyatakan motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling
memengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan
secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau penguatan (reinforced
practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Di dalam kegiatan
belajar, anak memerlukan motivasi. Misalnya anak yang akan ikut ujian,
membutuhkan sejumlah informasi atau ilmu untuk mempertahankan dirinya
dalam ujian, agar memperoleh nilai yang baik melalui kemampuannya dalam
memahami ilmu yang dipelajarinya (Uno, 2010).
c. Kondisi siswa
Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi
belajar (Dimyati & Mudjiono, 2006). Menurut Djamarah (2002) kondisi siswa
berpengaruh pada aktivitas belajar karena kegiatan belajar melibatkan unsur jiwa
dan raga. Belajar tidak akan pernah dilakukan tanpa adanya dorongan yang kuat
baik itu dari dalam diri dan dari luar individu itu sendiri. Kondisi yang baik dapat
memotivasi siswa untuk terus melakukan aktivitas belajarnya. Tidak ada seorang
yang akan melakukan kegiatan belajar tanpa adanya motivasi, tidak ada motivasi
berarti tidak ada kegiatan untuk belajar.
18
d. Kondisi lingkungan siswa
Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan keluarga, pergaulan
sebaya dan kehidupan masyarakat (Dimyati & Mudjiono, 2006). Menurut
Raudah, Budiarti, dan Lestari (2015) kondisi lingkungan siswa ditandai dengan
peran keluarga, salah satu peran keluarga didapatkan melalui orang tua sebagai
penanggung jawab dalam suatu keluarga berkewajiban memberikan dukungan
sosial, bimbingan dan pengarahan dalam membantu anak menjalani kehidupan.
Lebih lanjut, dukungan sosial orang tua merupakan kenyamanan secara fisik dan
psikologis yang diterima anak dari orang tua, sehingga anak terdorong atau
termotivasi untuk memaksimalkan aktivitas belajarnya. Suciani dan Rozali (2014)
mengungkapkan bahwa dukungan sosial dari orang tua mampu mempengaruhi
motivasi belajar mahasiswa. Oleh karena itu, dukungan sosial orang tua akan
menjadi faktor dominan dan variabel bebas dalam penelitian ini.
e. Unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang
mengalami perubahan karena adanya pengalaman hidup. Pengalaman dengan
teman sebayanya berpengaruh pada motivasi dan perilaku belajar (Dimyati &
Mudjiono, 2006). Menurut Corsini (dalam Sugiarti, 2010) individu yang
mempunyai hubungan dekat dengan individu lainnya seperti keluarga atau teman
akan meningkatkan kemampuannya dalam mengelola masalah-masalah yang
dihadapi setiap hari, baik di sekolah maupun di lingkungan sekitarnya. Uno
(2013) menyatakan motivasi belajar akan timbul oleh adanya rangsangan dari
19
dalam maupun dari luar, sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan
perubahan tingkah laku atau aktivitas tertentu lebih giat dan semangat.
f. Upaya guru dalam pembelajaran siswa
Upaya pembelajaran di sekolah meliputi menyelenggarakan tertib belajar di
sekolah, membina disiplin belajar dalam setiap kesempatan, membina belajar
tertib pergaulan, membina belajar tertib lingkungan sekolah (Dimyati &
Mudjiono, 2006). Wijaya dan Rusyan (dalam Mediawati, 2010) mengemukakan
bahwa guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam
pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa, guru sering dijadikan tokoh
teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Oleh karena itu, guru seharusnya
memiliki perilaku dan kemampuan yang memadai untuk menggembangkan
siswanya secara utuh. Menurut Nyavon (2017) motivasi belajar mahasiswa
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor yang utama yang sangat
mempengaruhi adalah dosen, karena dalam proses belajar mengajar mahasiswa
yang berhadapan langsung dengan dosen. Guru merupakan komponen yang
memiliki peranan strategis dalam pelaksanaan pembelajaran. Guru memiliki
peranan kunci dalam setiap upaya peningkatan mutu, relevansi, dan efisiensi
pendidikan, sehingga siswa terdorong untuk melaksanakan aktivitas belajarnya
dengan baik (Mediawati, 2010). Seorang siswa yang memiliki motivasi belajar
akan terdorong untuk selalu belajar sehingga dapat menghasilkan prestasi belajar
yang baik. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar
20
murid, karena belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil
(Hamalik, 2004).
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi motivasi belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2006)
yaitu faktor cita-cita atau aspirasi siswa, kemampuan siswa, kondisi siswa, kondisi
lingkungan siswa, unsur dinamis dalam belajar serta pembelajaran, dan upaya guru
dalam pembelajaran siswa.
B. Dukungan Sosial Orang Tua
1. Pengertian Dukungan Sosial Orang Tua
Pengertian dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, kepedulian,
penghargaan, atau bantuan yang dirasakan individu yang diterima dari orang lain atau
kelompoknya (Sarafino, dalam Oktavia & Basri, 2002). Menurut Garmezi dan Rutter
(dalam Mayasari, 2016) dukungan sosial merupakan dukungan yang diperoleh dari
orang-orang di sekitar individu yang dapat membantu individu dalam melakukan
coping yang tepat dalam usaha menghadapi dan memecahkan masalahnya. Hal itu
karena dengan adanya dukungan dari sosialnya maka individu akan semakin mampu
dan yakin dalam memecahkan masalahnya. Kuncoro (dalam Hidayah, 2012)
menyatakan bahwa dukungan sosial adalah bantuan nyata yang diberikan orang lain
berupa informasi atau nasihat, bantuan nyata, dan tindakan orang lain yang
bermanfaat secara emosional bagi individu.
21
Dari uraian yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan
bahwa dukungan sosial merupakan kenyamanan, bantuan, penghargaaan yang
diterima seseorang dari orang lain, sehingga seseorang merasa bahwa orang lain ada
disampingnya dan hadir untuk dirinya.
Dukungan orangtua adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian
dari jaringan sosial yang di dalamnya tiap anggotanya saling mendukung (Kuncoro
dalam Hidayah, 2012). Cabb (dalam Hidayah, 2012) mendefinisikan dukungan orang
tua sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong anak dengan
sikap menerima kondisinya. Menurut Rozaqoh (2008) dukungan orang tua
merupakan peran yang di tunjukan orang tua kepada anaknya sebagai provider utama
yang menyediakan tempat belajar yang memadai, memberitahu cara mengatur jadwal
anak, dan menandatangani buku konsultasi atau pekerjaaan rumah (PR). Dengan
demikian, guru atau sekolah perlu bekerjasama dengan orang tua dalam bidang yang
lebih luas (selain finansial) seperti kurikulum, PBM, evaluasi, dan lain-lain.
Dari uraian yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa
dukungan orang tua merupakan bantuan yang diberikan orang tua untuk dapat
memenuhi kebutuhan anaknya sehingga anak merasakan kasih sayang dan dihargai
oleh orangtuanya.
Secara umum bentuk dukungan dapat dijelaskan berdasarkan teori dukungan
sosial yaitu berbagai bentuk bantuan dan dukungan yang diberikan oleh anggota-
anggota dari suatu jaringan sosial, seperti orang tua, keluarga, teman, atasan (Brigita
dalam Rozakoh, 2008). Menurut Baron dan Byrne (200), dukungan sosial adalah
22
kenyamanan secara fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman atau anggota
keluarga. Dukungan sosial dapat diperoleh individu dari orang-orang terdekat, yaitu
teman, pasangan, dan keluarga atau orang tua. Hawadi (2003) menyatakan dukungan
orang tua merupakan bagian dari dukungan sosial. Dukungan sosial orang tua
merupakan suatu ikatan sosial yang dijalin dengan akrab antara anak dengan orang
tuanya, diberikan dalam bentuk informasi atau nasehat, kasih sayang, penghargaan,
dan bantuan secara materiil maupun nonmateriil. Mayasari (2016) mendefinisikan
dukungan sosial orang tua sebagai pemberian bantuan atau dukungan yang diberikan
oleh orangtua kepada anak dalam bentuk kenyamanan, kepedulian, penghargaan, dan
bantuan sehingga penerima merasa dihargai dan dicintai.
Berdasarkan berbagai pendapat yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli,
maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial orang tua merupakan suatu bentuk
kenyamanan, keperdulian, kasih sayang, dan bantuan yang diberikan orang tua
kepada anaknya, sehingga anak merasa bahwa orang tua dapat diandalkan dan
menghargai segala keputusan yang diambilnya.
2. Aspek-aspek Dukungan Sosial
Menurut Sarafino (dalam Oktavia & Basri, 2002) dukungan sosial terdiri dari
empat aspek yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental, dan dukungan informasi. Baron dan Byrne (200) menyatakan bahwa
dukungan sosial dapat diperoleh individu dari orang-orang terdekat seperti teman,
pasangan, dan keluarga atau orang tua. Hawadi (2003) juga menyatakan dukungan
orang tua merupakan bagian dari dukungan sosial.
23
Peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai aspek-aspek dukungan sosial yang
di dapatkan individu dari orang tua, diantaranya adalah :
a. Dukungan emosional
Dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian terhadap individu,
sehingga individu tersebut merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan. Meliputi
perilaku seperti memberikan perhatian dan afeksi seta bersedia mendengarkan
keluh kesah orang lain. Menurut Chernis dan Goleman (2001) kesedian orang tua
untuk medengarkan keluh kesah anaknya akan menumbuhkan sikap optimis
dalam diri anak, maka anak tidak akan menyerah ketika belajar terus berulang-
ulangan meskipun mendapat nilai yang jelek, sehingga akan termotivasi agar
dapat memperbaiki nilainya. Contohnya yaitu: orang tua yang memberikan
perhatiannya dengan menanyakan kabar anaknya dan memberikan semangat
bahwa anaknya mampu untuk melakukan segala sesuatu dengan baik.
b. Dukungan penghargaan
Dukungan ini melibatkan ekspresi yang berupa pernyataan setuju dan penilaian
positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain. Menurut Rook (dalam
Smet, 1994). Seseorang akan merasa tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa
percaya diri dan kompeten karena mendapatkan penghargaan dari orang tuanya.
Sardiman (2008) menyatakan bahwa kondisi tersebut mendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu, dalam hal ini sebagai penggerak yang melepaskan energi dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan. Lebih lanjut, seseorang yang tergerak
24
dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas sehingga akan
tekun dan berhasil dalam belajarnya. Contohnya yaitu: orangtua memberikan
penghargaan berupa pujian bahwa anaknya telah berhasil melakukan segala
sesuatu dengan baik dan memberikan persetujuan terhadap gagasan yang
disampaikan anak.
c. Dukungan instrumental
Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan langsung, misalnya yang berupa
bantuan finansial atau bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu (Sarafino
dalam Oktavia & Basri, 2002). Bentuk dukungan ini melibatkan bantuan nyata
yang dipeoreh anak dari orang tuanya berupa bantuan materil, seperti pelayanan,
bantuan keuangan, atau barang yang dapat menunjang aktivitas belajar anak
(Tarmidi & Rambe, 2010). Bantuan yang diterima seseorang membuatnya
terdorong untuk mencapai sesuatu. Pencapaian tersebut didapatkan melalui
motivasi yang dimilikinya. Seseorang akan terdorong untuk menentukan arah
perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai dan menyeleksi perbuatan
yakni menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan,
sehingga dapat menghasilkan prestasi belajar yang baik (Dariyo dalam
Mediawati, 2004). Contohnya yaitu: orang tua yang memberikan dukungan
berupa materi seperti buku, fasilitas kendaraan, dan lain sebagainya.
d. Dukungan informasi
Dukungan yang bersifat informasi ini dapat berupa saran, pengarahan dan umpan
balik tentang bagaimana cara memecahkan persoalan (Sarafino dalam Oktavia &
25
Basri, 2002). Adanya dukungan informasi yang diberikan orang tua kepada
anaknya, maka anak akan mampu memecahkan persoalan yang dihadapi dalam
kehidupannya (Rozaqoh, 2008). Pada saat anak dapat memecahkan
permasalahannya, hal tersebut dapat membuat anak menunjukan komitmen dalam
belajar, antusias mengerjakan tugas pribadi maupun dengan kelompoknya, dan
mampu menyeimbangkan tugas yang harus didahulukan terlebih dahulu
(Chernis dan Goleman, 2001). Contohnya yaitu: orang tua memberikan dukungan
berupa informasi tentang hal-hal yang ditanyakan atau belum di ketahui oleh
anaknya dan tidak keberatan memberikan berbagai saran kepada anaknya.
Aspek-aspek dukungan sosial selanjutnya dikemukakan oleh Taylor (2012),
yaitu:
a. Tangible assistance (bantuan nyata)
Tangible assistance (bantuan nyata) mencakup menyediakan bantuan materil,
seperti pelayanan, bantuan keuangan, atau barang (Taylor, 2012). Bantuan nyata
didapatkan seseorang melalui siapa saja, salah satunya di dapatkan dari orang tua.
Menurut Dhitaningrum dan Izzati (2013) bantuan nyata yang diberikan orang tua
akan mendorong seseorang dalam mencapai sesuatu, sehingga seseorang akan
termotivasi dalam belajar, bersemangat mengerjakan tugas dan berjuang sendiri
dalam menjalankan tugas belajar.
b. Informational support (dukungan informatif)
Informational support (dukungan informatif) yaitu memberikan informasi yang
dibutuhkan Taylor (2012). Kondisi ini juga membuat seseorang memiliki
26
komitmen dalam mengerjakan tugas dan kewajiban sebagai seorang siswa. Tidak
hanya itu, dengan kelompoknya juga, siswa yang tidak memiliki kesadaran untuk
mengerjakan tugas bersama-sama (Chernis & Goleman, 2001). Bantuan informasi
didapatkan dari siapa saja dan salah satunya dari orang tua.
c. Emotional support (dukungan emosional)
Emotional support (dukungan emosional) dengan menentramkan hati individu
bahwa dia adalah individu berharga dan dipedulikan Taylor (2012). Perasaan
emosional membuat seseorang pesimis yaitu tidak mudah menyerah sehingga
seseorang akanterus bergerak dan termotivasi untuk maju mencapai tujuannya
(Seligman, 2008). Tujuan tersebut salah satunya adalah mendapatkan hasil belajar
yang baik, hal tersebut juga didapatkan seseorang dengan dukungan yang
diberikan oleh siapa saja dan salah satunya orang tua (Rozaqoh, 2008).
d. Invisible support (dukungan terselubung)
Invisible support (dukungan terselubung) yaitu ketika individu menerima bantuan
dari orang lain yang tidak menyadari telah membantu, tetapi bantuan tersebut
tetap bermanfaat bagi penerima (Taylor, 2012). Bantuan terselubung dapat di
berikan oleh siapa saja, salah satunya adalah orangtua. Hal tersebut membuat
seseorang merasakan adanya dukungan sosial yang berdampak pada penyesuaian
diri siswa dilingkungan sekolah atau di lingkungan pendidikannya sehingga dapat
termotivasi untuk meraih prestasi akademisnya (Smith, Ryan, Adam &
Dalicandro dalam Tarmidi & Rambe, 2010).
27
Berdasarkan uraian yang sudah dipaparkan sebelumnya, tedapat empat aspek
dukungan sosial menurut Sarafino (dalam Oktavia & Basri, 2002) yaitu dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi.
Selain itu dukungan sosial mencakup aspek-aspek lainnya yang dikemukakan oleh
(Taylor, 2012) yaitu tangible assistance (bantuan nyata), informational support
(dukungan informatif), emotional support (dukungan emosional) dan invisible
support (dukungan terselubung).
Dari beberapa aspek yang telah dijabarkan, maka peneliti memilih untuk
menggunakan aspek-aspek dukungan sosial orang tua yang dikemukakan oleh
Sarafino (dalam Oktavia & Basri, 2002) yaitu dukungan emosional, dukungan
penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi. Aspek tersebut dipilih
sebagai acuan yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial orang tua. Peneliti
memiliki pertimbangan yaitu aspek tersebut sejalan dengan variabel yang di gunakan
peneliti dan penjabarannya lebih konkrit.
C. Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Motivasi Belajar
Pada Mahasiswa di Program Studi Psikologi Universitas Mercu Buana
Yogyakarta
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Perguruan
Tinggi. Mahasiswa dapat mengambil jurusan yang disenangi sekaligus jurusan yang
di dalamnya ada kemungkinan besar untuk mengembangkan bakatnya (Depdiknas
dalam Purnawan, 2014). Menjalani proses perkuliahan tentunya terdapat berbagai
28
macam tantangan salah satunya pada mahasiswa dari jurusan psikologi Universitas
Mercu Buana Yogyakarta. Menurut Hawadi (2003) seseorang dapat menghadapi
berbagai tantangan dalam kehidupannya ketika mendapatkan dukungan dari orang
lain, salah satunya adalah dukungan sosial dari orang tua
Menurut Mayasari (2016) dukungan sosial orang tua merupakan kenyamanan
secara fisik dan psikologis yang diterima anak dari orang tua melalui dukungan
empati, kepedulian, penghargaan positif, persetujuan gagasan, pemberian nasehat,
saran, dan petunjuk. Sarafino (dalam Oktavia & Basri, 2002) menyatakan bahwa
dukungan sosial orang tua harus memenuhi aspek tertentu agar dapat berpengaruh
baik bagi kehidupan seseorang. Empat aspek dukungan sosial yaitu dukungan
emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi,
Aspek tersebut membuat anak mendapatkan dukungan dari orang tuanya berupa
penerimaan, perhatian dan rasa percaya akan meningkatkan kebahagiaan dalam
dirinya. Kebahagiaan yang diperoleh menyebabkan siswa termotivasi dalam proses
pembelajaran dengan terus berusaha untuk mencapai tujuannya, sehingga mempunyai
rasa peraya diri dalam menyelesaikan tugas-tugasnya (Adicondro & Purnamasari
dalam Suciyani & Rozali, 2014). Salah satu tugas yang dapat terselesaikan adalah
mampu untuk lulus kuliah tepat pada waktunya.
Seseorang yang dapat lulus tepat waktu tentunya berkait dengan dukungan
yang melibatkan ekspresi rasa empati dan perhatian yang di dapatkannya melalui
aspek dukungan emosional (Sarafino dalam Oktavia & Basri, 2002). Dukungan
emosional merupakan bentuk perhatian yang diterima seseorang dari orang lain,
29
seseorang akan merasa bahwa dirinya dapat dimengerti dengan baik. Menurut
Sarafino (dalam Oktavia & Basri, 2002) adanya aspek tersebut membuat seseorang
merasa nyaman, dicintai dan diperhatikan, karena orang tua bersedia mendengarkan
keluh kesahnya. Kesedian orang tua untuk mendengarkan keluh kesah anaknya akan
menumbuhkan sikap optimis dalam diri anak, maka anak tidak akan menyerah ketika
belajar terus berulang-ulangan meskipun mendapat nilai yang jelek, sehingga akan
termotivasi untuk dapat memperbaiki nilainya (Chernis & Goleman, 2001). Di lain
sisi, kurangnya dukungan emosional yang didapatkan dari orang tua, akan
menimbulkan sebuah kegelisahan sehingga seseorang menganggap dirinya tidak
berharga dan merasa tidak dipedulikan (Taylor, 2012). Perasaan tidak berharga
membuat seseorang pesimis yaitu mudah menyerah bahkan ketika berhasil dalam
belajar dirinya percaya bahwa itu hanya suatu kebetulan, sehingga seseorang sulit
terus bergerak dan sulit termotivasi untuk maju mencapai tujuannya (Seligman,
2008). Tujuan tersebut salah satunya adalah mendapatkan hasil belajar yang baik.
Mencapai suatu tujuan tentunya bisa didapatkan dengan aspek dukungan
penghargaan yang melibatkan ekspresi berupa pernyataan setuju dan penilaian positif
terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain (Sarafino dalam Oktavia & Basri,
2002). Dukungan penghargaan merupakan penilaian seseorang bahwa dirinya dapat
dihargai dan diberikan kesempatan untuk menunjukan perasaannya pada orang lain.
Rook (dalam Mayasari, 2016) menyatakan bahwa seseorang akan merasa tenang,
diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten karena mendaptkan
penghargaan dari orang tuanya. Kondisi tersebut mendorong seseorang untuk berbuat
30
sesuatu, dalam hal ini sebagai penggerak yang melepaskan energi dari setiap kegiatan
yang akan dikerjakan. Seseorang yang tergerak dalam proses belajar mempunyai
motivasi yang kuat dan jelas sehingga akan tekun dan berhasil dalam belajarnya
(Sardiman, 2008). Dilain hal, aspek dukungan penghargaan yang tidak dirasakan oleh
anak, akan membuatnya sulit berkompetensi dan lebih berpikir negatif dalam
menghadapi permasalahan, dengan begitu anak akan merasa tertekan dan cemas
ketika dihadapkan pada permasalahan (Utami, 2013). Perasaan-perasaan yang
melanda tersebut dapat menimbulkan sikap pesimis yang membuat seseorang
kehilangan rasa berharga dan berbakat ketika hal buruk menimpa (Seligman, 2008).
Rasa berharga yang hilang membuat seseorang kehilanagn motivasi dalam
belajarnya, sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas belajar seperti
tidak berusaha bertanya kepada orang lain ketika kesulitan mengerjakan tuga-
tugasnya (Djamarah, 2002).
Kesulitan dalam belajar pastinya akan teratasi ketika seseorang memiliki
aspek dukungan instrumental yang merupakan bantuan langsung berupa finansial atau
bantuan dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu (Sarafino dalam Oktavia & Basri,
2002). Dukungan instrumental merupakan pemberian bantuan materil dan finansial
untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Menurut Taylor (2012) bentuk
dukungan ini melibatkan bantuan nyata yang dipeoreh anak dari orang tuanya berupa
bantuan materil, seperti pelayanan, bantuan keuangan, atau barang yang dapat
menunjang aktivitas belajar anak. Dariyo (dalam Mediawati, 2004) menyatakan
bantuan yang diterima seseorang membuatnya terdorong untuk mencapai sesuatu.
31
Pencapaian tersebut didapatkan melalui motivasi yang dimilikinya. Seseorang akan
terdorong untuk menentukan arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai
dan menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan
untuk mencapai tujuan, sehingga dapat menghasilkan prestasi belajar yang baik.
Menurut Sobur (2003) dukungan instrumental yang tidak diperoleh membuat
seseorang memandang orang tuanya tidak dapat menjadi sumber pertolongan, seperti
tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar dan fasilitas lainnya yang menunjang aktivitas
belajarnya. Dhitaningrum dan Izzati (2013) menyatakan bahwa kurangnya dukungan
instrumental akan menghambat dorongan seseorang dalam mencapai sesuatu.
Hambatan yang terjadi membuat seseorang kurang termotivasi dalam belajar, tidak
bersemangat, bermalas-malasan mengerjakan tugas dan berjuang sendiri dalam
menjalankan tugas belajar, sehingga pada saat pembelajaran berlangsung seseorang
menjadi tidak bergairah dan malas masuk kelas untuk mengikuti pembelajaran.
Kemalasan seseorang untuk mengikuti pelajaran tentu tidak akan terjadi
ketika seseorang memiliki aspek dukungan informasi di dalam dirinya. Dukungan
yang bersifat informasi ini dapat berupa saran, pengarahan dan umpan balik tentang
bagaimana cara memecahkan persoalan (Sarafino dalam Oktavia & Basri, 2002).
Dukungan informasi merupakan saran dan pemberitahuan terhadap suatu peristiwa
yang didapatkan seseorang dari orang lain, sehingga seseorang akan memiliki
pengetahuan yang luas dan merasa dirinya dapat dihargai. Menurut Taylor (2012)
adanya dukungan informasi yang diberikan orang tua kepada anaknya, maka anak
akan mampu memecahkan persoalan yang dihadapi dalam kehidupannya. Pada saat
32
anak dapat memecahkan permasalahannya, hal tersebut dapat membuat anak
menunjukan komitmen dalam belajar, antusias mengerjakan tugas pribadi maupun
dengan kelompoknya, dan mampu menyeimbangkan tugas yang harus didahulukan
terlebih dahulu (Chernis & Goleman, 2001). Sebaliknya, dukungan informasi yang
tidak diterima seseorang akan menjadikannya merasa sendiri saat menghadapi
permasalahan baik dalam bidang akademik maupun non akademik atau masalah-
masalah pribadinya. Dengan kondisi itu seseorang kurang bersemangat dan bergairah
dalam menghadapi tugas belajarnya (Sarafino, 2002). Kondisi ini juga membuat
seseorang tidak memiliki komitmen dalam mengerjakan tugas dan kewajiban sebagai
seorang siswa. Tidak hanya itu, dengan kelompoknya juga, siswa yang tidak
memiliki kesadaran untuk mengerjakan tugas bersama-sama (Chernis & Goleman,
2001).
Menurut Norell (dalam Dhitaningrum & Izzati, 2013) orang tua merupakan
bagian dari keluarga yang yang merupakan agen sosialisasi yang pertama dimana
seseorang belajar. Dukungan dari keluarga, terutama dari orang tua akan mewujudkan
motivasi belajar. Mahasiswa yang mendapatkan dukungan akan berusaha lebih giat
belajar, pantang menyerah, dan terus berusaha belajar dengan maksimal, mahasiswa
juga akan lebih mempersiapkan dirinya dalam menghadapi tugas belajarnya. Hal
tersebut akan membuat mahasiswa termotivasi dalam belajar dengan memiliki
dorongan dan keinginan dari dalam dirinya untuk memperoleh prestasi yang tinggi,
menyelesaikan tugas-tugas belajarnya, rajin mengikuti perkuliahan, memiliki target
dalam perkuliahannya, dan aktif berdiskusi di dalam dikelas, sehingga mahasiswa
33
akan terus berusaha giat menjalankan proses belajarnya untuk mencapai cita-citanya
(Suciani & Rozali, 2014). Sebaliknya, seseorang yang tidak merasakan dukungan dari
orang tuanya akan menunjukan gambaran diri yang negatif dengan ketidaksuksesan
dalam akademis, rendahnya harga diri, menimbulkan ketidakpercayaan diri, sulit
menyesuaikan diri di lingkungan sekolah atau di lingkungan pendidikannya dan
kurang termotivasi untuk meraih prestasi akademisnya (Smith, dkk., dalam Tarmidi
& Rambe, 2010). Seseorang yang kurang termotivasi akan mengalami kesulitan
dalam melakukan aktifitas belajar (Djamarah, 2002). Menurut Nyavon (2017)
rendahnya motivasi belajar mahasiswa sering dianggap sebagai penyebab rendahnya
kualitas lulusan sebuah perguruan tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Emeralda dan Kristiana (2017) yaitu terdapat hubungan positif antara dukungan
sosial orang tua dengan motivasi blajar pada siswa. Hasil penelitian Emelarda dan
Kristiana (2017) menunjukan dukungan sosial orang tua dapat memberikan
sumbangan efektif sebesar 40.8% terhadap motivasi belajar siswa, sehingga memiliki
kontribusi yang besar dibandingkan dengan variabel lainnya. Hasil penelitian Suciani
dan Rozali (2014) juga mengungkapkan bahwa dukungan sosial dari orang tua
mampu mempengaruhi motivasi belajar mahasiswa. Artinya, semakin tinggi
dukungan sosial maka semakin tinggi pula motivasi belajar mahasiswa, sebaliknya
semakin rendah dukungan sosial maka semakin rendah pula motivasi belajar
mahasiswa.
34
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
yaitu terdapat hubungan positif antara dukungan sosial orang tua dengan motivasi
belajar pada mahasiswa di Program Psikologi Universitas Mercu buana Yogyakarta.
Semakin tinggi dukungan sosial orang tua maka semakin tinggi pula motivasi belajar
mahasiswa. Sebaliknya, semakin dukungan sosial orang tua maka semakin rendah
pula motivasi belajar mahasiswa.