BAB II q ok
-
Upload
hasn-tolky -
Category
Documents
-
view
21 -
download
0
description
Transcript of BAB II q ok
BAB II
KAJIAN TEORI
A. METODE JIGSAW
1. Pengertian Metode Jigsaw
Tehnik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson
dkk di Universitas Texas, dan kemudian di adaptasi oleh Salvin dkk di
Universitas John Hopkin.11 Tehnik ini dapat digunakan dalam pembelajaran
membaca, menulis, mendengarkan ataupun membaca. Tehnik ini mengabungkan
keempatnya.
Pembelajaran tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut
kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw didesain untuk meningkatkan
rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan,
tetapi mereka juga harus memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada
anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung
dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari
materi yang ditugaskan” .
Metode Jigsaw merupakan salah satu variasi model Collaborative
Learning yaitu proses belajar kelompok dimana setiap anggota menyumbangkan
informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman
seluruh anggota.
Jigsaw merupakan sebuah tehnik yang dipakai secara luas yang memiliki
kesamaan dengan tehnik “pertukaran dari kelompok ke kelompok” (Group-to-
group) dengan suatu perbedaan penting; setiap peserta didik mengajarkan
sesuatu. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan
materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, buatlah sebuah kumpulan
pengetahuan yang bertalian. 12
11 Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas (Jakarta: Grasindo), 2005, hal: 6912 Silberman, Op.cit, hal: 160
7
Strategi ini dapat diterapkan pada pembelajaran untuk mencapai
kompetensi yang sudah ditetapkan dan diketahui siswa dengan membagikan
bahan ajar yang lengkap. 13 Tehnik ini dapat digunakan dalam beberapa mata
pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan social, matematika,
agama, dan bahasa.
Pemikiran dasar dari tehnik ini adalah memberikan kesempatan pada
siswa untuk berbagi dengan yang lain, mengajar serta diajar oleh sesama siswa
merupakan bagian penting dalam proses belajar dan sosialisasi yang
berkesinambungan. Mula-mula siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri empat
atau lima orang siswa yang memiliki latar belakang yang heterogen. Masing-
masing anggota membaca atau mengerjakan salah satu bagian yang berbeda
dengan yang dikerjakan oleh anggota lain. Kemudian mereka memencar ke
kelompok-kelompok lain, tiap anggota membentuk kelompok baru yang
mendapat tugas sama dan saling berdiskusi dalam kelompok itu. Cara ini
membuat masing-masing anggota menjadi pemilik unik dan ahli sebelum mereka
kembali kelompok asalnya untuk mengerjakan tugas utama.
Setelah proses ini, guru bisa mengevaluasi pemahaman siswa mengenai
keseluruhan tugas. Jadi jelas siswa akan saling bergantung pada rekan-rekan
mereka.
2. Prosedur Penerapan Metode Jigsaw
1) Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah
bagian dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman. Contoh
diantaranya:
a. Sebuah berita memiliki banyak maksud.
b. Bagian-bagian ilmu pengetahuan eksperimental.
c. Sebuah teks yang mempunyai bagian berbeda.
d. Daftar definisi.
e. Sekelompok majalah yang memuat artikel panjang atau jenis bacaan
lain yang materinya pendek.
2) Hitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara
yang pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang
berbeda. Contoh: bayangkan sebuah kelas terdiri dari 12 orang peserta.
13 Kusrini dkk, Op.cit, hal 122
8
Anggaplah anda dapat membagi materi pelajaran dalam tiga bagian,
kemudian anda dapat membentuk kwartet, berikan tugas setiap kelompok
bagian 1,2,3. Mintalah kwartet atau “kelompok belajar” membaca,
mendiskusikan.
3) Setelah selesai, bentuklah kelompok “Jigsaw”. Setiap kelompok ada seorang
wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas. Seperti dalam contoh,
setiap anggota masing-masing kwartet menghitung 1,2,3,4. Kemudian
bentuklah kelompok peserta didik ”Jigsaw” dengan jumlah sama. Hasilnya
akan terdapat 4 kelompok yang terdiri dari 3 orang (trio). Dalam setiap trio
akan ada orang peserta yang mempelajari bagian 1, seorang untuk bagian 2,
dan seorang lagi bagian 3.diagram berikut menunjukkan urutan.
Urutan pertama, penjelasan semua kelompok :
Diagram diatas menggambarkan guru membagi kelompok kedalam
tiga kelompok yang berbeda dan masing-masing kelompok terdiri dari empat
orang siswa (ditandai dengan warna yang berbeda-beda).
Urutan kedua, kelompok belajar:
Untuk diagram kedua menggambar masing-masing kelompok
mendiskusikan materi yang berbeda.
Urutan ketiga, kelompok belajar kolaboratif:
1 1 1 1
2 2 2
3 3 3 3
Diagram diatas adalah pembentukan kelompok baru yang anggota
kelompoknya terdiri dari anggota utusan dari masing-masing kelompok
sebelumnya (diagram kedua).
9
4) Mintalah anggota kelompok “Jigsaw” untuk mengajarkan materi yang telah
dipelajari kepada yang lain.
5) Kumpulkan kembali peserta didik ke kelas besar untuk memberi ulasan dan
sisakan pertanyaan guna memastikan pemahaman yang tepat.
VARIASI
1) Berikan tugas baru, seperti menjawab pertanyaan kelompok tergantung
akumulasi pengetahuan anggota kelompok Jigsaw.
2) Berikan tanggung jawab kepada peserta didik yang lain guna mempelajari
kecakapan dari pada informasi kognitif. Mintalah peserta didik mengajari
peserta lain kecakapan yang telah mereka pelajari. 14
Adapun faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan dalam penerapan
metode ini adalah,:
1) Positive interdependence
Setiap anggota kelompok harus memiliki ketergantungan satu sama lain yang
dapat menguntungkan dan merugikan anggota kelompok lainnya.
2) Individual accountability
Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa tanggung jawab atas kemajuan
proses belajar seluruh anggota termasuk dirinya sendiri.
3) Face-to-face promotive interaction
Anggota kelompok melakukan interaksi tatap muka yang mencakup diskusi
dan elaborasi dari materi pembahasan.
4) Social skills
Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan bersosialisasi dengan
anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat diperoleh secara kolektif.
5) Groups processing and Reflection
Kelompok harus melakukan evaluasi terhadap proses belajar untuk
meningkatkan kinerja kelompok. 15
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Penggunaan Metode Jigsaw
A. Faktor pendukung metode Jigsaw
14 Silberman, Op.cit, hal: 160-16215 (http://telaga.cs.ui.ac.id/WebKuliah/MetodologiPenelitian/laporan4/kelompok5/10Maret.doc)
10
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran tipe
Jigsaw memiliki dampak yang positif terhadap kegiatan belajar mengajar,
yaitu dapat meningkatkan aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran,
meningkatkan ketercapaian TPK dan dapat meningkatkan minat siswa dalam
mengikuti pembelajaran berikutnya. Selain itu, pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw merupakan lingkungan belajar di mana siswa belajar bersama dalam
kelompok kecil yang heterogen, untuk menyelesaikan tugas-tugas pembelaran.
Siswa melakukan interaksi sosial untuk mempelajari materi yang diberikan
kepadanya, dan bertanggung jawab untuk menjelaskan kepada anggota
kelompoknya. Jadi, siswa dilatih untuk berani berinteraksi dengan teman-
temannya.
Di bawah ini disajikan beberapa hasil penelitian yang relevan:
a. Hasil penelitian yang dilakukan Budiningarti, H. (1998) yang
mengembangkan perangkat pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada
pengajaran fisika di SMU menunjukkan, bahwa hasil belajar siswa
menunjukkan peningkatan pengetahuan untuk tes hasil belajar produk
dan tes hasil belajar psikomotorik. Hasil penelitian ini juga
menunjukkan bahwa guru dapat menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dengan baik dan meningkatkan keterampilan
kooperatif siswa selama PBM berlangsung.
b. Hasil penelitian yang dilakukan Setyaningsih, S. (1999), bahwa
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, dapat meningkatkan keterampilan
guru mengelola KBM, meningkatkan kualitas pengelolaan proses
belajar mengajar oleh guru, meningkatkan kualitas interaksi siswa
dengan lingkungan belajar, dan meningkatkan prestasi belajar siswa
yang meliputi peningkatan nilai rata-rata dan peningkatan jumlah siswa
yang mencapai ketuntasan belajar.
c. Hasil penelitian yang dilakukan Pendi (2002) mengemukakan bahwa
secara umum kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw dengan baik. Guru mampu melatihkan
keterampilan kooperatif dan membuat peserta didik antusias dalam
mengikuti pembelajaran.
Berdasarkan kerangka berfikir secara teoritis yang dikutip dari
pendapat para ahli, dan secara empiris dari hasil penelitian terdahulu,
11
dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan kualitas proses dan kualitas hasil belajar.
B. Faktor penghambat metode Jigsaw
Tidak selamanya proses belajar dengan metode Jigsaw berjalan dengan
lancar. Ada beberapa hanbatan yang dapat muncul. Yang paling sering terjadi
adalah kurang terbiasanya peserta didik dan pengajar dengan metode ini.
Peserta didik dan pengajar masih terbawa kebiasaan metode konvensional,
dimana pemberian materi terjadi secara satu arah. Faktor penghambat lain
adalah kurangnya waktu. Proses metode ini membutuhkan waktu yang lebih
banyak, sementara waktu pelaksanaan metode ini harus disesuaikan dengan
beban kurikulum .16
B. Motivasi Belajar Fiqih
1. Pengertian Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata latin "movere" yang artinya bergerak.
Adapun pengertian mengenai motivasi menurut para ahli, antara lain : menurut
Teaven dan Smith konstruksi yang mengaktifkcan dan mengarahkan prilaku dengan
memberi dorongan atau daya pada organisme untuk melakukan suatu aktivitas.
Menurut Chauhan motivasi adalah suatu proses yang menimbulkan aktivitas pada
organisme sehingga terjadi suatu prilaku. Wordworth r-nengggunakan istiiah Drive
rtau mativasi adalah suatu kanstruksi dengan tiga karakteristik yaitu intensitas, arah
dan persisten. Artinya motfvasi dengan intensitas yang e,ukup akan memberikan arah
kepada individu untuk melakukan sesuatu secara tekun dan secara terus menerus .
Menurutnya motivasi digelongkan menjadi tiga hagian, pertama, Orgcrraik needs
(kebutuhan vital, seperti : makan, minum, dan lainlain). Kedua, Emergency motives,
ditirnbulkan karena suatu kebutuhan yang harus terpenuhi dan tergantung pula pada
keadaan lingkungan. Ketiga, Objectives motives dan interest. Menurut Eysenk dan
kazvankatuan motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan suatu
tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia,
merupakan konsep yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep seperti minat,
bakat, konsep diri, sikap dan sebagainya. Menurut Maslow (1943, 1970) motivasi
16 (http://telaga.cs.ui.ac.id/WebKuliah/MetodologiPenelitian/laporan4/kelompok5/10Maret.doc.)
12
suatu proses tingkah laku manusia yang dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan
tertentu seperti harga diri diantaranya David McClelland, Abraham Maslow, Wan dan
Brown seperti dikutip oleh Wahjosumidjo (1983), bahwa motivasi adalah suatu proses
psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan
kepuasan yang terjadi pada diri seseorang. Sedangkan menurut McDonald motivasi
ialah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afek-tif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dilihat dari komponennya
motivasi memiliki dua komponen, yaitu : komponen dalam (Inner Component) dan
komponen luar (Outer Component). Komponen dalam ialah perubahan di dalam diri
seseorang, keadaan tidak puas, ketegangan atau kecemasan psikologis (Anxiety Of
Psychology). Komponen luar adalah apa yag di inginkan seseorang, tujuan yang
menjadi arah perbuatannya.
Serdasarkan beberapa pendapat dari para ahli diatas penulis menyimpulkan
bahwa motivasi belajar aqidah akhlak adalah suatu kekuatan (Power), tenaga
(Forces), serta daya (Energy), atau suatu keadaan yang sangat kompleks (A Complex
State) dan kesiapsedian (Preparatory Set), dalam diri ir.dividu untuk bergerak (To A-
love, Alotion, Motive) kearah tujuan tertentu, baik disadari atau tidak disadari dan
dalam hal ini mengenai semua aspek dalam bidang aqidah akhlak. Motivasi tersebut
timbul dan tumbuh dari dalam diri individu (Instrinsik) dan dari luar diri individu
(Ekstrin,sik)
2. Jenis - Jenis Motivasi
Salah satu fungsi pengajaran adalah memberikan motivasi kepada siswa agar
mereka bisa melaksanakan tugas - tugasnya dengan sebaik mungkin secara efektif dan
produktif. Adapun mengenai motivasi terbagai menjadi dua macam, yaitu : motivasi
instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Instrinsik (Instrinsic Motivation)
Motivasi Instrinsik adalah motif - motif yang menjadi aktif atau berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan kata lain motivasi intrinsik adalah
motivasi atau dorongan yang timbul dari dalam diri siswa sendiri, misalnya
keinginan untuk mendapatkan keterampilan tertentu, keinginan untuk beramal,
keinginan untuk menguasai nilai - nilai yang terkandung dalam pelajaran yang
13
diajarkan, bukan karena keinginan lain seperti mendapat pujian, hadiah, nilai
yang tinggi, dan lain sebagainya.
b. Motivasi Ekstrinsik (Ekstrinsic Motivation)
Motivasi ekstrinsik merupakan kebalikan dari motivsi instrinsik. Motivsi
ekstrinsik adalah dorongan yang aktif yang muncul karena adanya faktor
perangsang dari luar, misalnya diakui, dipuji, diberi hadiah, dicela, dan
sebagainya semuanya berpengaruh terhadap sikap dan prilaku siswa dalam
proses belajar mengajar.
Bila seseorang telah memiliki motivasi instrinsik dalam dirinya, maka ia
secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivsi
dari luar dirinya. Dalam ak-tivitas belajar, motivasi instrinsik sangat
dibutuhkan. Seseorang yang tidak memiliki motivasi instrinsik sulit sekali
melakukan ak-tivits belajar secara terus menerus. Perlu ditegaskan, bahwa
anak didik yang memiliki motivasi instrinsik cenderung akan menjadi orang
yang terdidik, berpengetahuan, memiliki keahlian tertentu dan gemar belajar.
b. Motivasi Ekstrinsik (Ekstrinsic Motivation)
Motivasi ekstrinsik meraapakan kebalikan dari motivasi instrinsik. Motivsi
ekstrinsik adalah dorongan yang aktif yang muncul karena adanya faktor
perangsang dari luar, misalnya diakui, dipuji, diberi hadiah, dicela, dan
sebagainya semuanya berpengaruh terhadap sikap dan prilaku siswa dalam
proses belajar mengajar. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivsi yang tidak
diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan. Motivsi ekstrinsik diperlukan
agar anak didik mau belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan agar anak
didik termotivasi untuk belajar. Guru yang berhasil adalah guru yang bisa
membangkitkan minat siswa. Karena itu, guru harus bisa dan pandai
menggunakan motivasi ekstrinsik ini dengan akurat dan benar dalam
menunjang proses interaksi edukatif di kelas.
3. Prinsip- Prinsip Motivasi
Beberapa prinsip motivasi yang dapat dijadikan pedoman dalam proses belajar
mengajar, antara lain :
a. Prinsip Kompetisi
14
prinsip kompetisi adalah persaingan secara sehat, baik inter maupun antar
pribadi. Kompetisi inter pribadi (Self Competition) adalah kompetisi dalam
diri pribadi masing-masing dari tindakan atau unjuk kerja dalam dimensi
tempat dan waktu. Sedangkan kompetisi antar pribadi adalah persaingan antara
individu yang satu dengan yang lain. Dengan adanya persaingan yang sehat,
dapat ditimbulkan motivasi untuk bertindak secara lebih baik. Salah satu
bentuk misainya perlombaan karya tulis, lomba menjadi sisura teladan, lomba
keterampilan dan lain sebagainya. Kompetisi juga dapat dilakukan antar
sekolah untuk mendorong siswa melakukan berbagai upaya unjuk kerja belajar
yang baik.
b. Prinsip Pemacu
Dorongan untuk melakukan berbagai tindakan akan terjadi apabila ada pemacu
tertentu. Pemacu ini dapat berupa informasi, nasehat, amanat, percontohan,
dan lain-lain. Dalam hal ini motif teratur untuk mendorong agar selalu
melakukan berbagai tindakan dan unjuk kerja melalui konsultasi pribadi,
nasehat atau amanat dalam upacara, ceramah keagamaan, bimbingan,
pembinaan, dan lain sebagainya.
c. Prinsip ganjaran dan hukuman
Ganjaran yang diterima seseorang dapat meningkatkan motivasi untuk
melakukan sesuatu yang menimbulkan ganjaran itu. Setiap unjuk kerja yang
baik apabila diherikan sebuah reward yang memadai cenderung akan
menimbulkan motivasi. Misalnya pemberian hadiah kepada siswa yang
berprestasi. Selain prinsip ganjaran, prinsip hukuman juga dapat menimbulkan
motivasi siswa untuk tidak lagi melakukan tindakan yang menyebabkan
hukuman itu. Hal yang harus diterapkan secara proporsional dan benar-benar
dapat memberikan motivasi.
d. Prinsip Kejelasan Dan Kedekatan Tujuan
Makin jelas dan makin dekat suatu tujuan, maka makin mendorong seseorang
untuk melakukan tindakan. Sehubungan dengan prinsip ini, maka seyogyanya
setiap siswa memahami tujuan belajarnya secara jelas.
Hal itu dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan suatu tujuan dari
tindakan yang diharapkan. Cara lain adalah dengan membuat tujuan-tujuan
yang masih umum dan jauh menjadi tujuan yang khusus dan lebih dekat.
e. Pemahaman Hasil
15
Dalam uraian diatas, teiah dikemukakan bahwa hasil yang dicapai seseorang
merupakan balikan dari apa yang telah dilakukannya, dan itu semua dapat
memberikan motivasi untuk melakukan tindakan selanjutnya. Perasaan sukses
yang ada pada diri seseorang akan mendorongnya untuk selalu memelihara
dan meningkatkan kerja agar terus menjadi lebih baik lagi. Pengetahuan
tentang balikan, memiliki kaitan erat dengan kepuasan yang dicapai.
Sehubungan dengan hal tersebut, para pengajar seyogyanya selalu
memberikan balikan kepada setiap unjuk kerja yang telah dihasilkan oleh
setiap siswa. Misalnya mengembalikan tugas-tugas yang telah dibuat siswa
dengan nilai dan komentarnya. Umpan balik (Feedback) seperti ini akan
sangat bermanfaat untuk mengukur derajat hasil belajar yang telah dihasilkan
untuk keperluan perbaikan dan peningkatan selanjutnya. Para siswa hendaknya
selalu dipupuk untuk memiliki rasa sukses dan terhindar dari berkembangnya
rasa gagal.
f. Pengernbangan Minat
Minat dapat diartikan sebagai rasa senang atau tidak senang dalam
menghadapi suatu objek. Prinsip dasarnya adalah motivasi seseorang
cenderung akan meningkat apabila yang bersangkutan memiliki minat yang
besar dalam melakukan tindakannya. Dalam hubungan ini motivasi dapat
dilakukan dengan jalan menimbulkan atau mengemhangkan minat siswa
dalam melakukan kegiatan belajar. Dengan demikian siswa akan memperoleh
kepuasan dan unjuk kerja yang baik. Pada akhimya dapat menumbuhkan
motivasi belajar secara efektif dan produktif.
g. Lingkungan Yang Kondusif
Lingkungan kerja yang kondusif, baik lingkungan fisik, sosial, maupun
psikologis, dapat menumbuhkan dan mengembangkan motif untuk bekerja
dengan baik dan produktif. Untuk itu dapat diciptakan lingkungan fisik yang
sebaik mungkin, misalnya kebersihan ruangan, tata letak, fasilitas, dan
sebagainya. Demikian pula lingkungan sosialpsikalagis seperti hubugan antar
pribadi, kehidupan kelompok, kepimimpinan, promosi, bimbingan,
kesempatan untuk maju, kekeluargaan dan sebagainya.
h. Keteladanan
16
Prilaku guru secara langsung atau tidak langsung mempunyai pengaruh
terhadap prilaku murid yang sifatnya positif maupun negatif. Prilaku guru
dapat meningkatkan motivasi belajar. Sehubungan dengan itu, maka sangat
diharapkan agar prilaku guru dapat menjadi sumber keteladanan bagi para
siswanya. Dengan contoh-contoh yang dapat diteladani, para siswa dapat lebih
meningkatkan produktivitas belajar mereka.
Sehubungan dengan hal diatas, ada beberapa prinsip belajar dan motivasi yang
disampaikan oleh Hamalik (2002), agar mendapatkan perhatian dari pihak perencana
pengajaran khususnya dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.
Prinsip tersebut dapat digunakan oleh pendidik dalam peningkatan motivasi
peserta didik dalam mengikuti belajar mengajar, sehingga didapatkan prestasi belajar
yang optimal, diantaranya: 1) Kebermaknaan. Suatu bidang studi akan lebih
bermakna bagi siswa apabila guru herusaha menghubungkannya dengan pengalaman
yang mereka miliki sebelumnya (masa lampau). Sesuatu yang menarik minat dan
bernilai tinggi bagi siswa berarti bermakna baginya. Oleh sebab itu guru hendaknya
berusaha menyesuaikan pelajaran dengan minat para siswanya, dengan cara
memberikan kesempatan kepada siswa berperan serta memilih. 2) Modelling. Siswa
akan suka memperoleh tingkah laku baru bila disaksikan dan ditirunya. Pelajaran akan
lebih mudah dihayati dan diterapkan oleh siswa jika guru mengupayakan mengajarkan
dalam bentuk tingkah laku model, bukan hanya dengan mencerahkan atau
menceritakan secara lisan. Dengan model tingkah laku itu, siswa dapat mengamati
dan menirukan apa yang diinginkan oleh guru. 3) Komunikasi Terbuka. Siswa lebih
suka belajar apabila penyajian terstruktur supaya pesan-pesan guru terbuka terhadap
pengawasan siswa. 4) Prasyarat. Apa yang telah dipelajari oleh siswa sebelumnya
mungkin merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan siswa dalam
belajar. Karena itu hendaknya guru berusaha mengetahui atau mengenali prasyarat-
prasyarat yang telah mereka miliki. Siswa yang berada dalam kelompok yang
bersyarat akan mudah mengamati hubungan antara pengetahuan yang sederhana yang
telah mereka miliki dengan pengetahuan yang kompleks yang akan dipelajari. 5)
Novelty. Siswa akan lebih senang belajar bila perhatiannya ditarik oleh penyajian-
penyajian yang baru (Novelty) atau masih asing. 6) Latihan atau Praktik yang Aktif
dan Bermanfaat. Praktik secara aktif berarti siswa mengerjakan sendiri, bukan
mendengarkan ceramah dan mencatat pada buku tulis. 7) Latihan Terbagi. Siswa
lebih senang belajar, jika latihan di bagi menjadi sejumlah kurun waktu yang pendek.
17
Latihan yang demikian akan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar
dibandingkan dengan latihan yang dilakukan sekaligus dalam jangka waktu yang
panjang. 8) Kurangi secara sistematis Paksaan belajar. Akan tetapi bagi siswa yang
sudah mulai menguasai pelajaran, maka secara sistematis pemompaan itu dikurangi
dan akhirnya siswa dapat belajar sendiri. 9) Kondisi yang menyenangkan. Siswa akan
lebih senang melanjutkan belajarnya jika kondisi pengajarannya menyenangkan.
C. Kepribadian Siswa
1. Pengertian Kepribadian Siswa.
Kepribadian berasal dari kata pribadi yang berarti keadaan manusia orang
perorang atau keseluruhan sifat-sifat yang merupakan watak perorangan. Anton M.
Meovono mengatakan kepribadian adalah:
Sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang atau suatu bangsa yang
membedakan dirinya dari orang atau bangsa lainnya.17
Menurut Hortmann kepribadian adalah:
Susunan yang teriutegrasikan dari ciri-ciri umum seseorang individu
sebaigaimana yang dinyatakan dalam corak khas yang tegas yang diperlihatkannya
kepada orang lain.18
Dari kedua defenisi diatas, Witherington menyimpulkan bahawa kepribadian
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Manusia karena keturunannya mula-mula hanya merupakan individu dan
berubah menjadi suatu pribadi setelah mendapat pengaruh lingkungan
sosial hanya dengan cara belajar.
2. Kepribadian adalah istilah untuk menyebutkan tingkah laku seseorang
secara terintegrasikan dan bukan hanya beberapa aspek saja.
3. Kepribadian untuk menyatakan pengertian tertentu saja yang ada pada
pikiran orang lain dan pikiran tersebut ditentukan oleh nilai perangsang
sosial seseorang.
4. Kepribadian tidak menytakan sesuatu yang bersifat statis seperti bentuk
atau ras tetapi menyertakan keseluruhan dan kesatuan dari tingkah laku
seseorang.
17 Jamaluddin, Teologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: PT. Radjagrafindo Persada, 2001), h. 17118 Ramayulis, Psikologi Agama, Cet. I; Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 105
18
5. Kepribadian tidak berkembang secara fasif saja, tetapi setiap orang
mempergunakan kapasitasnya secara aktif untuk menyesuaikan diri
kepada lngkungan sosial.
Cermin dari ciri-ciri kepribadian tersebut, pada dasarnya merupakan unsur
yang terkandung dalam diri anak, yang akan dikembangkan melalui pendidikan,
sehingga kepribadian anak menampilkan ciri-ciri khas seorang muslim. Adapun
istilah digunkan untuk menggambarkan tentang kepribadian anak menurut Jalaluddin
adalah sebagai berikut:
1. Mentality, yaitu situasi mental yang berhubungan dengan kegiatan mental atau
intelektual.
2. Personality, yaitu ciri seorang yang dengan adanya ciri tersebut menyebabkan
ia dapat dibedakan dari orang lain, berdasarkan seluruh sikap yang
ditampilkan.
3. Individuality, yaitu sikap khas seseorang yang menyebabkan seseorang
mempunyai sikap yang berbeda dari orang lain.
4. Identity, yaitu sikap kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat
mempertahankan dirinya terhada sesuatu dari luar.19
Dari penjelasan istilah diatas, nampaknya bahwa kepribadian itu adalah hasil
dari suatu proses kehidupan yang dijalani seseorang. Oleh karena itu, proses yang
dialami tiap orang itu berbeda beda, maka kepribadian tiap-tiap individu pun berbeda.
Namun demikian, karena hidup ini mempunyai tujuan tertentu dan kepribadian
sendiri-sendiri ternyata dapat dibentuk dalam hidup. Usaha yang sistematis dan
berencana, manusia dapat mengupayakan terbentuknya kepribadian yang diharapkan
sebagaimana dalam tap MPR No. II tahun 1983, mengatakan bahwa:
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembagunan manusia
seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.20
Analisis secara filosifis mengatakan bahwa hakekat kodrat martabat manusia
memiliki potensi esensial sebagai berikut:
1. Manusia sebagai mahluk pribadi (Individual being)
2. Manusia sebagai mahluk sosial (Sosial being)
3. Manusia sebagai mahluk susila (Moral being)
4. Manusia sebagai mahluk bertuhan.21 19 Jamaluddin, op.cit., h. 16120 Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2001), h. 2821 Zuhairih, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Cet. II; Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 187
19
Perkembangan atau aktualisasi dari potensi esensial manusia secara kesatuan
integral akan menentukan kualitas kepribadian seseorang.
Berdasarkan pemahaman tersebut, maka kepribadian dapat dirumuskan sebagai
penampilan ciri khas manusia didalam sikap lahiriah dan sikap mental yang dimiliki.
Manusia berupaya untuk mempertahankan keberadaan pribadinya masing- masing
sebagai jati diri setiap individu. Upaya tersebut akan lebih efektif apabila dilakukan
melalui bimbingan dan pengarahan. Pembentukan kepribadian melalui proses yang
cukup panjang, yaitu sepanjang kehidupan manusia itu sendiri.
Dari beberapa defenisi atau penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa
kepribadian adalah unsur kejiwaan atau psikis serta moral yang tampil dalam bentuk
tingkah laku yang dapat diamati secara lahiriah dalam pergaulan bersama. Pribadi
bersifat unik ; artinya kepribadian seseorang sifatnya khas dan mempunyai ciri-ciri
yang membedakannya dengan individu yang satu dengan yang lainnya.
2. Aspek- aspek kepribadian siswa.
Pembentukan kepribadian itu bukan suatu hal yang sekali jadi, melainkan
berlangsung secara berangsur-angsur dan mangalami proses perkembangan secara
sistematis. Oleh karena itu, pembentukan kepribadian merupakan suatu proses, dan
akhir dari perkembangan itu berlangsung secara baik pula atau dengan kata lain
kepribadian yang harmonis.
Kepribadian itu disebut harmonis kalau segala aspek-aspek kejiwaan seimbang
dengan tenaga yang bekerja seimbang pula sesuai dengan kebutuhan. Sebagaimana
firman Allah swt, QS. Al-Baqarah (2):143.
Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Adapun aspek-aspek kepribadian yang di maksud oleh Ahmad D. Marimba adalah:
1. Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar yang mudah nampak dan
ketahuan dari luar, misalnya cara berbuat dan berbicara.
2. Begitu pula aspek kejiwaan yang meliputi aspek-aspek yang tidak mudah
nampak dan ketahuan dari luar, misalanya caa-acara berpikir, sikap dan minat.
3. Disisi lain aspek kerohanian yang luhur, meliputi aspek kejiwaan yang lebih
abstrak, seperti filsafat hidup dan kepercayaan. Ini meliputi sistem nilai yang
telah meresap di dalam kepribadian itu, yang menjadikan bagian pribadi yang
20
mendarah daging dalam kepribadian itu yang mengarahkan dan memberi
corak seluruh kehidupan individu seseorang. Bagi orang-orang yang
beragama, aspek tersebut yang menuntutnya kearah kebahagian, bukan saja
didunia tetapi juga di akhirat. Dan aspek-aspek inilah yang memberi kualitas
kepribadian manusia secara keseluruhannya.
Ketiga aspek kepribadian tersebut yang akan dibentuk melalui pendidikan.
Sasaran yang dituju dalam pembentukan kepribadian adalah keutuhan jiwa dan mental
yang memili akhlak mulia.
Menurut Abdullah al-Darraz, yang di kutip oleh Jalaluddin, mengemukakan bahwa:
Pendidikan akhlak dalam pembentukan kepribadian muslim berfungsi sebagai
pengisi nilai-nilai keIslaman. Dengan adanya cerminan nilai-nilai yang dimaksud
dalam sikap dan perilaku seseorang maka tampillah kepribadian sebagai muslim.22
Dalam ajaran Islam tentang wujud pribadi muslim, serta aspek-aspek yang
harus dikembangkan adalah identik dengan aspek pribadi manusia seutuhnya, seperti
cermin dalam rumusan tujuan pendidikan nasional. Oleh karena itu, usaha untuk
membentuk kepribadian muslim searah dengan usaha-usaha pembentukan pribadi
manusia Indonesia seutuhnya melalui jalur pendidikan yang diproses secara Formal
lewat pendidikan maupun non Formal. Adapun aspek-aspek pokok yang memberi
corak khusus bagi seorang muslim menurut ajaran Islam yaitu:
1. Adanya wahyu Tuhan yang membebani kewajiban pokok setiap individu yang
harus dilakukan seorang muslim. Kewajiban tersebut mencakup seluruh aspek
hidupnya, baik yang menyangkut kewajiban terhadap Tuhan maupun terhadap
manusia lain terlebih pada masyarakat.
2. Praktek ibadah yang harus dilakukan dengan aturan-aturan yang pasti dan
teliti.
3. Konsepsi Al-Qur’an tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia
secara harmonis dan seimbang dibawah perlindungan Tuhan.23
Dalam psikologi pendidikan di jelaskan bahawa aspek-aspek kepribadian adalah
sebagai berikut:
1. Intelegensi, yaitu termasuk didalamnya kewaspadaan, kemampuan belajar,
kecakapan berpikir dan kemampuan mengambil kesimpulan.
2. Kesehatan, yaitu kesehatan jasmani dan rohani.
22 Jalaluddin, op.cit., h. 17923 Zuhairih, dkk., Filsafat Pendidikan, (Cet. V; Jakarta: Remaja Rosda Karya, 1990), h. 157
21
3. Keterampilan, yaitu merupakan cara orang bereaksi terhadap situasi tertentu.
4. Nilai-nilai, yaitu pandangan dan keyakinan kita terhadap adat istiadat, etika,
kepercayaan.
5. Peranan, yaitu kedudukan atau posisi seseorang didalam masyarakat di mana
ia hidup termasuk tempat dan jabatan.24
Dari aspek-aspek di atas yang akan dibentuk melalui jalur pendidikan baik secara
formal maupun non formal. Semua aspek-aspek tersebut turut menentukan
kepribadian seseorang.
3.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Kepribadian Siswa.
Untuk mengembangkan tugasnya sebagai khalifah Allah, manusia dilengkapi
potensi yang perlu dikembangkan. Potensi tersebut berfungsi secara maksimal bila
dikembangkan melalui intuisi, sosial, sosial yang ada. Usaha untuk mengembangkan
potensi fitriyah tersebut dapat dilakukan melalui dua jalur, jalur pendidikan formal
dan jalur nonformal, semuanya dapat berperan dalam proses pembentukan
selanjutnya.
Dalam psikologi dinyakatan bahwa pada faktor yang mempunyai terjadinya
pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak yaitu:
1. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri anak yakni; keturunan
dan pembawaan.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri anak yakni;
pengalaman dan lingkungannya.25
Hal tersebut dikemukakan oleh aliran konvergensi bahwa: dalam perkembangan anak
menjadi manusia menjadi dewasa sama sekali ditentukan oleh faktor bawaan dan
faktor lingkungan kedua fakror inilah yang membentuk kepribadian anak.26
Senada dengan di atas F.G. Robbius mengemukakan bahwa kepribadian itu banyak
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Faktor dasar
2. Faktor lingkungan
3. Perbedaan individual
4. Lingkungan dan
24 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Cet. V; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990), h. 15725 Tadjab, M.A, Ilmu Jiwa Pendidikan (Cet. I; Surabaya: Karya Abditama, 1994), h. 2026 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 36
22
5. Motivasi27
Menurut Sertain Lingkungan itu dibagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai berikut:
1. Lingkungan alam, yaitu segala sesuatu yang ada di alam dunia ini yang bukan
manusia, seperti rumah, air, iklan, hewan dan tumbuh-tumbuhan/
2. Lingkungan dalam, yaitu segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar. Akan
tetapi makanan yang sudah didalam perut itu sudah (sedang) dalam
percernaan.
3. Lingkungan sosial, yaitu semua orang yang mempengaruhi kita.28
Pengaruh lingkungan sosial yang ada kita terima secara langsung dan ada yang
tidak secara langsung, pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari
dengan orang lain, dengan keluarga dan tekanan. Yang tidak langsung seperti melaui
surat radio, televisi, buku majalah dan surat kabar.
Ki Hajar Dewantara pengemukakan bahwa lingkungan sosial meliputi tiga bagian
yaitu:
1. Lingkungan kelurga
2. Lingkungan sekolah
3. Lingkungan masyarakat29
Dengan demikian, ketiga unsur tersebut bertanggung jawab dalam
pembentukan kepribadian anak dalam upaya pengembangannya. Pada kematangan
kemampuan intelektualnya, sikap mental, keterampilan, dn pertumbuhan jasmani dan
rohaninya. Untuk mendapatkan suatu bentuk yang ideal dalam pelaksanaan masing-
masing tanggung jawabnya, ketiga unsur ini harus terjalin kerja sama yang baik
intergralistik sehingga dapat membawa dan menjadikan anak didik sebagai seorang
yang dapat diharapkan di tengah-tengah kelurga, sekolah dan masyarakat.
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
dalam pembentukan kepribadian anak, sehingga dapat dinyakan bahwa sikap dan sifat
serta watak anak yang beriteraksi antara pembawaan dan lingkungan.
D. Penggunaan Metode Jigsaw dalam Pembelajaran Fiqih
Metode Jigsaw merupakan suatu metode yang dilakukan melalui kerja
kelompok. Pengelompokan biasanya didasarkan atas prinsip untuk mencapai tujuan
bersama.27 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 15828 M. Ngalim Purwanto, op. cit., h. 2829 Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 47
23
Mengutip pendapat Johnson menyatakan bahwa tehnik Jigsaw adalah suatu
tehnik kerja kelompok yang digambarkan sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok mempelajari atau mengerjakan salah satu bagian
informasi yang berbeda dari bagian anggota yang lainnya.
2. Setiap anggota kelompok bergantung pada anggota kelompok lain untuk
mempelajari dan memahami informasi secara utuh.
3. Setiap anggota kelompok berbagi informasi dengan anggota kelompok lain
dalam rangka menangkap keutuhan informasi.
4. Setiap anggota kelompok menjadi pemilik ahli informasi, sehingga kelompok
akan bertanggung jawab dan menghargai masing-masing anggotanya.
Metode Jigsaw merupakan salah satu metode pembelajaran yang melibatkan
siswa secara aktif. Di dalam metode ini, siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai
pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun kelompok.
Berbagai hasil penelitian menyimpulkan manfaat metode Jigsaw dapat meningkatkan
rasa percaya diri, kemampuan untuk melakukan hubungan sosial serta mampu
mengembangkan saling percaya sesamanya baik secara individu maupun kelompok.30
Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:
ا على وال وتعاونوا اإلثم لبروالتقوى على تعاونوا
والعدوان
(۲المائده: )
“Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa,
dan jangan tolong menolong kamu dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (Q.S. Al-
Maidah, ayat :2).31
E. Aplikasi Metode Jigsaw Guna Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Fiqih
Seperti halnya yang kita ketahui bahwa kegiatan belajar mengajari harus
senantiasa ditingkatkan efektifitas dan efisiennya, demi meningkatkan mutu dari pada
pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektifitas belajar tanpa
harus menyita banyak waktu, maka seorang guru harus pandai dalam memilih metode
apa yang harus digunakan agar dapat cepat ditangkap siswa apa yang
disampaikannya.
30 Zamrani A, Paradigma Pendidikan Masa Depan (Yogyakarta: Bigraf Publising), hal: 14231 Al-Qur’an dan Terjemah (Surabaya: Mahkota), hal: 142
24
Sebagaimana pendapat para ahli pendidikan yang menyatakan pendapatnya
tentang efektifitas, diantaranya adalah:
1. Departemen pendidikan dan kebudayaan ‘efektifitas adalah keadaan
berpengaruh, dapat membawa; berhasil guna (usaha, tindakan).32
2. Drs. Saliman dan Drs. Sudarsono SH dalam kamus pendidikan
mengungkapkan bahwa “efektifitas adalah suatu tahapan untuk Fiqih tujuan
sebagaimana yang diharapkan.33
Sebagimana yang telah dijelaskan diatas bahwa kata efektifitas merupakan
sesuatu yang berpengaruh dan mendapat hasil. Jadi dengan diterapkannya metode
Jigsaw learning diharapkan pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah dapat
membantu pendidik dan peserta didik dalam Fiqih tujuan pendidikan.
Pembelajaran dengan model Jigsaw ini menekankan pada rasa tanggung jawab
setiap siswa terhadap proses belajarnya, dan siswa yakin bahwa mereka berhasil jika
siswa lain yang terlibat dalam kelompok juga berhasil. Setiap anggota kelompok
bertanggug jawab terhadap penguasaan setiap komponen atau subtopik yang
ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang
bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi. Dalam
hal ini siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas dan menjadi ahli dalam
subtopik bagiannya. Setelah itu siswa tersebut kembeli lagi ke kelompok masing-
masing sehingga ahli dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam
subtopik tersebut kepada temannya.
Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai
berikut:
Langkah 1 :
guru membagikan kelompok bahan pelajaran yang akan
diberikan menjadi beberapa bagian.
Langkah 2 :
guru membagi siswa dalam kelompok belajar kooperatif yang
terdiri 7 atau 8 siswa sehingga setiap anggota bertanggung
32 Depdikbud, Op.cit, hal: 21933 Saliman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan Pendidikan, Pengajaran dan Umum (Bandung: Angkasa), 1994, hal: 61
25
jawab terhadap penguasaan setiap komponen subtopik yang
ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya.
Langkah 3 :
siswa dari masing-masing kelompok bertanggung jawab
terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang
terdiri dari 4 atau 5 siswa. Siswa-siswa ini bekerja untuk
menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam:
belajar menjadi ahli dalam subtopik bagian
merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya
kepada kelompok semula.
Langkah 4 :
siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing
sehingga ahli dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi
penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam
subtopik lainnya juga bertindak serupa, sehingga seluruh
siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya
terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan
demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai
topik pelajaran secara keseluruhan.
Langkah 5 :
evaluasi terhadap materi yang diperolehnya secara individu
(kuis)
Langkah 6 :
penghargaan
Tahapan-tahapan penerapan model Jigsaw
1. Persiapan
a. Materi
Materi pembelajaran model Jigsaw di bagi beberapa bagian pembelajaran
tergantung pada jumlah anggota dalam setiap kelompok serta banyaknya konsep
materi pembelajaran yang ingin dicaAqidah Akhlak, dan yang akan dipelajari oleh
siswa dalam kelompok. Sebelum pelajaran diberikan , guru memberikan
pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam pelajaran untuk hari ini.
b. Tahap kooperatif
26
Dalam tahap ini guru membagi siswa dalam kelompok kecil yang disebut
kelompok kooperatif. Dalam pengelompokan ini, guru juga mempertimbangkan
kriteria heterogenitas lainnya, misalnya: jenis kelamin, latar belakang sosial dan
kesenangan.
c. Menentukan skor awal
Skor awal merupakan skor rata-rata siswa secara individu pada kuis sebelumnya.
d. Menyiapkan siswa untuk belajar kooperatif
Sebelum kegiatan pembelajaran dimulain, siswa diberi kesempatan untuk lebih
saling mengenal masing-masing anggota kelompok, menyiapkan soal kurs dan tes
individual.
e. Menemukan alokasi dan pembagian waktu yang disesuaikan dengan tahap
pembelajaran.
2. Presentasi kelas
TABEL I
Gambaran Kegiatan Selama Presentasi Kelas
Tahapan
Mengajar
Tujuan Kegiatan guru Kegiatan siswa
A.Pra
Instruksional
-mem
bangkitkan
motivasi
-menuliskan tujuan yang
ingin dicapai
-memberikan reward
untuk kelompok unggul
-menjelaskan meteri
yang akan dipelajari
dalam kelompok secara
garis besarnya saja
dengan memakai
struktur makro
-diharapkan
merespon
penjelasan guru
-memberikan
jawaban
-memahami makna
arah penjelasan
guru
B. Instruksional -mengaktifkan
kerja
kelompok
-membagikan bagian
materi pembelajaran
anggota kelompok
-mengontrol pemahaman
siswa dengan
-berdiskusi untk
mmahami materi
dalam kel ahli
-masing-masing
anggota kelompok
27
-mengukur
penguasaan
materi
terhadap
tanggung
jawab yang
dibebankan
memberikan
pertanyaan
-memerintahkan
terhadap sesama
anggota dalam
kelompoknya untuk
saling mmberikan
pertanyaan
ahli kembali ke
kelompok semula
untuk menjelaskan
secara bergiliran
materi pembelajarn
yang tlah dketahui.
-tanya jawab anggota
antar kelompok
tentang materi yang
dipelajari
-sesama anggota
kelompok
menjelaskan kepada
temannya yang
belum paham
C. Evaluasi -mengetahui
penguasaan
materi selama
kerja
kelompok
-memberikan soal kuis
-memberikan soal tes
-menjawab
-menjawab
3. Penghargaan kelompok
Penghargaan kelompok dilakukan dengan memberi hadiah atau pujian dengan
menggunakan kata-kata khusus seperti Mumtaz, Jayyid dan lain-lain. Penghargaan
diberikan kepada kelompok yang dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan
bersama.
28