BAB II KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)...
Transcript of BAB II KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)...
11
BAB II
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
DALAM PEMBELAJARAN FIQIH
A. KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI (KBK)
1. Arti Kurikulum
Kata kurikulum berasal dari bahasa Yunani yang semula digunakan
dalam bidang olahraga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh dalam
kegiatan berlari mulai dari start hingga finish. Pengertian ini kemudian
diterapkan dalam pendidikan. Dalam bahasa Arab, istilah “kurikulum”
diartikan dengan manhaj, yakni jalan terang atau jalan terang yang dilalui
oleh manusia pada bidang kehidupannya. Dalam konteks pendidikan
kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/ guru dengan
peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
serta nilai-nilai.
Al-Khauly (1981) seperti dikutip oleh Muhaimin menjelaskan al-
manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan
lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang
diinginkan.1
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor
20/2003 dikembangkan ke arah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian ada tiga komponen yang
termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran serta, cara
pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasi. 2
Macam-macam definisi yang diberikan tentang kurikulum,
lazimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk
1 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 1
2 Ibid, hal. 2
12
melancarkan proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung
jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa
kurikulum bukan hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan
melainkan juga peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kurikulum yang formal juga kegiatan yang
tak formal. Yang terakhir ini sering disebut kegiatan kokurikuler atau
ekstra–kurikuler (co-curriculum atau extra – curriculum).3
Kurikulum adalah semua kegiatan atau semua pengalaman
pelajaran yang didesain di bawah tanggung jawab sekolah dalam rangka
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.4
2. Bentuk –Bentuk Kurikulum
a. Kurikulum Materi Terpisah
Pada kurikulum ini, setiap materi pelajaran terpisah sepenuhnya
dari seluruh pertimbangan materi pelajaran lain. Para penyusun
kurikulum ini tidak memperhatikan kaitan-kaitan dan hubungan
apapun antara suatu materi dengan materi lainnya. Kurikulum ini
bertentangan dengan integritas kepribadian anak didik karena hanya
berpegang pada teori psikologi turunan filsafat Yunani yang pada abad
pertengahan sempat menguasai Eropa. Teori tersebut berpegang pada
prinsip bahwa akal manusia merupakan bakat yang dapat
dikembangkan secara otonom dan terlepas dari bakat-bakat lain.
Bakat-bakat itu dapat berbentuk bakat mengingat dan menghafal, bakat
linguistik, bakat matematis, bakat imajinatif atau bakat kepemimpinan.
Teori ini pun mengatakan bahwa pemeliharaan bakat-bakat tersebut
dilakukan dengan cara melatih setiap bakat secara terpisah. Dengan
demikian, kurikulum materi pelajaran yang merupakan sarana
3 S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hal. 5 4 Irpan Abd Gafar DM, Muhammad Jamil B, Re-Formulasi Rancangan Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, Panduan dosen Guru dan Mahasiswa, (Jakarta: Nur Insani, 2003), hal. 97
13
pengembangan bakat pun harus meliputi pertimbangan-pertimbangan
dan pengetahuan-pengetahuan yang antara satu materi pelajaran
terpisah dari materi lainnya.5
b. Kurikulum Materi–Integral
Bentuk kurikulum ini merupakan salah satu bentuk kurikulum
yang didasarkan pada teori psikologis yang muncul pada akhir abad
pertengahan atau pada permulaan era kebangkitan Eropa. Teori ini
disusun untuk menggantikan teori bakat. Teori ini disusun oleh kaum
integralis yang meyakini bahwa akal manusia hanya dapat dibentuk
melalui ikatan dan interaksi antara persepsi dan perasaannya yang
terjadi pada bentuk tertentu; dan persepsi baru itu harus memiliki
kaitan dengan pengalaman atau persepsi terdahulu. Kurikulum yang
disusun menurut bentuk ini menyajikan materi pelajaran seolah-olah
dia merupakan mata rantai yang saling terkait. Setiap mata rantai yang
sebelumnya. Karena, setiap materi pelajaran harus mengandung unsur
pengingatan kembali terhadap materi yang diberikan pada tahun-tahun
sebelumnya. Kadang-kadang, pada tahun ajaran yang sama, materi
pelajaran terkait dengan materi lainnya, misalnya bahasa dengan
agama, atau agama dengan sejarah, dan lain-lain. 6
c. Kurikulum Terpusat
Dalam kurikulum ini, bagian atau materi pelajaran sangat
berhubungan dan menyatu. Seluruh materi dan pengetahuan yang
hendak diberikan kepada siswa harus saling terkait dan menyatu pada
pusat atau topik bahasan yang diminati oleh para siswa. Pusat atau
topik itu disebut juga sentral pelatihan. Dengan demikian, pusat
perhatian dalam pelajaran IPA dan bahasa misalnya, merupakan
sentral dalam kaitannya dengan berbagai masalah yang mengitarinya,
sebagaimana disyaratkan Dr. Abdul Latif Fu’ad Ibrahim ini:
5 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat
(Jakarta, Gema Insasi), 1995, hal. 194 6 Ibid. hal. 194
14
“Secara linguistik, kata sentral merupakan pusat bagi suatu perkara
yang di sekelilingnya berputar perkara-perkara lain. Tatkala istilah
tersebut digunakan dalam terminologi kurikulum, kata itu menunjuk
pada pusat tertentu dalam kurikulum yang mengikat seluruh bagian
kurikulum dalam ikatan yang kuat serta menunjuk pada bagian pusat di
dalam kurikulum pelajaran yang dialami oleh seluruh siswa”
Agar kurikulum terpusat ini berhasil, pusat atau sentral perhatian
harus berupa topik yang diminati oleh para siswa dan menjadi
perhatian mereka, serta pada saat yang sama harus mampu menjadi
kutub bagi perealisasian topik pusat.7
d. Kurikulum Proyek
Agar kurikulum ini dapat dianggap sebagai sistem yang
diterapkan pada serangkaian aktivitas tertentu, serta widyawisata,
dialog, kuliah, proyek kegiatan tertentu, dan upaya-upaya sistematis
lain yang bersumber pada kehidupan persekolahan dan lingkungan
mereka. Aktivitas-aktivitas ini dilakukan untuk mengembangkan
pemahaman dan pengetahuan siswa serta mewujudkan tujuan bangsa,
tujuan pengajaran serta tujuan pendidikan mereka. Pada pelaksanaan
kurikulum tersebut, banyak kegiatan yang menyempurnakan
ketrampilan siswa dalam berkomunikasi melalui penggunaan bahasa
sehingga siswa pada dunia bahasa akan termotivasi untuk
mengembangkan bakat berbahasanya, baik itu melalui dialog
langsung, kegiatan jurnalistik, korespondensi, dan lain-lain. Selain itu,
melalui pembinaan keagamaan atau kegiatan memakmurkan masjid
yang membina rasa dan pikiran ketuhanan setiap siswa akan terdorong
untuk menaati Allah; atau dapat juga melalui kegiatan pengumpulan
zakat, praktek pembagian harta warisan, dan lain-lain.8
7 Ibid, hal. 195 8 Ibid, hal. 195-196
15
3. Arti Kompetensi
Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan ketrampilan,
nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Mc Ashan seperti yang dikutip oleh Mulyasa mengartikan kompetensi
sebagai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan
sebaik-baiknya.9
4. Jenis-jenis Kompetensi
Jenis-jenis kompetensi antara lain: Pertama: kompetensi tamatan,
yaitu kemampuan yang harus dicapai dan dikuasai siswa ketika siswa
tamat dari suatu jenjang pendidikan. Kompetensi ini meliputi kemampuan
intelektual, emosional, spiritual, maupun kinestesis ragawi atau
ketrampilan.
Kedua: kompetensi lintas kurikulum, yaitu kecakapan untuk belajar
sepanjang hayat, dan ketrampilan hidup yang diperlukan siswa untuk
mencapai seluruh potensinya dalam kehidupan dan dunia kerja.
Ketiga; kompetensi rumpun pelajaran; yaitu kinerja harus dicapai
ketika siswa menyelesaikan suatu rumpun pelajaran yang terdiri dari suatu
mata pelajaran atau lebih.
Keempat; kompetensi dasar yaitu ukuran minimal kemampuan
sesuai target yang ditetapkan oleh jenjang pendidikan yang diikutinya baik
dalam dimensi pengetahuan dan ketrampilan serta nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.10
Jadi, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan suatu
desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat
kompetensi tertentu. Kurikulum Berbasis Kompetensi dapat diartikan
sebagai rancangan kurikulum yang dikembangkan berdasarkan atas
9 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi,
(Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 37-38 10 Zubaedi, Pendidikan Berbasis Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal.
128-129
16
seperangkat kompetensi khusus, yang harus dipelajari dan atau
ditampilkan peserta didik. Seperangkat kompetensi tersebut, pada
akhirnya, akan menggambarkan sebagai profil kompetensi yang utuh,
terukur dan teramati.11
Kurikulum Berbasis Kompetensi juga dapat diartikan sebagai suatu
konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan
melakukan (kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu,
sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan
terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk
mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan
minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk
kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Perbedaan KBK dengan Kurikulum 1994. 12
No Kurikulum 1994 Kurikulum Berbasis Kompetensi
1. Menggunakan pendekatan
penguasaan ilmu
pengetahuan, yang
menekankan pada isi atau
materi berupa pengetahuan,
pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan
evaluasi yang diambil dari
bidang-bidang ilmu
pengetahuan.
Menggunakan pendekatan kompetensi
yang menekankan pada pemahaman
atau kompetensi tertentu di sekolah
yang berkaitan dengan pekerjaan yang
ada di masyarakat.
2. Standar akademis yang
diterapkan secara seragam
bagi setiap peserta didik.
Standar kompetensi memperhatikan
perbedaan individu, baik kemampuan
kecepatan belajar maupun konteks
sosial budaya.
11 Kurikulum 2004, Pedoman Umum Pengembangan Silabus Madrasah Tsanawiyah,,
Jakarta: Depag RI Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam , 2004), hal. 2 12 E. Mulyasa, Op. Cit,. hal 166-167
17
3. Berbasis konten, sehingga
peserta didik dianggap
sebagai kertas putih yang
perlu ditulisi dengan
sejumlah ilmu pengetahuan.
(Transfer Of Knowledge)
Berbasis kompetensi, sehingga peserta
didik berada pada proses
perkembangan yang berkelanjutan
dari seluruh aspek kepribadian,
sebagai pemekaran terhadap potensi-
potensi bawaan sesuai dengan
kesempatan belajar yang ada dan
diberikan oleh lingkungan
4. Pengembangan kurikulum
dilakukan secara
sentralisasi, sehingga
Depdiknas, me-monopoli
pengembangan ide dan
konsep kurikulum
Pengembangan kurikulum dilakukan
secara desentralisasi, sehingga
pemerintah dan masyarakat bersama-
sama menentukan standar pendidikan
yang tertuang dalam kurikulum
5. Materi yang dikembangkan
dan diajarkan di sekolah
seringkali tidak sesuai
dengan potensi sekolah,
kebutuhan dan kemampuan
peserta didik, serta
kebutuhan masyarakat
sekitar sekolah.
Sekolah diberi keleluasaan untuk
menyusun dan mengembangkan
silabus mata pelajaran sehingga dapat
mengakomodasi kebutuhan dan
kemampuan peserta didik, serta
kebutuhan masyarakat sekitar sekolah.
6. Guru merupakan kurikulum
yang menentukan segala
sesuatu yang terjadi di
dalam kelas
Guru sebagai fasilitator yang bertugas
mengkondisikan lingkungan untuk
memberikan kemudahan belajar
peserta didik
7. Pengetahuan, ketrampilan
dan sikap dikembangkan
melalui latihan, seperti
latihan mengerjakan soal.
Pengetahuan, ketrampilan dan sikap
dikembangkan berdasarkan
pemahaman yang akan membentuk
kompetensi individual
18
8. Pembelajaran cenderung
hanya dilakukan di dalam
kelas, atau dibatasi oleh
empat dinding kelas
Pembelajaran yang dilakukan
mendorong terjalinnya kerja sama
antara sekolah masyarakat dan dunia
kerja dalam membentuk kompetensi
peserta didik.
9. Evaluasi nasional yang tidak
menyentuh aspek–aspek
kepribadian peserta didik.
Evaluasi berbasis kelas yang
menekankan pada proses dan hasil
belajar.
5. Karakteristik KBK
Karakteristik KBK antara lain mencakup seleksi kompetensi yang
sesuai; spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan
kesuksesan pencapaian kompetensi; dan pengembangan system
pembelajaran. Disamping itu KBK memiliki sejumlah kompetensi yang
harus dikuasai oleh peserta didik, penilaian dilakukan berdasarkan standar
khusus sebagai hasil demonstrasi kompetensi yang ditujukan oleh peserta
didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual personal
untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan, peserta didik dapat
dinilai dari kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap, dan dalam
pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai dengan kecepatan dan
kemampuan masing.13
Depdiknas (2000) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis
Kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara
individual maupun klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan
metode yang bervariasi.
13 Ibid, hal. 42
19
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya
penggunaan atau pencapaian kompetensi.
Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya dapat
diidentifikasikan enam karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi,
yaitu:
1. Sistem Belajar dengan Modul.
Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan
bahasan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan
terarah untuk digunakan oleh peserta didik, disertai dengan pedoman
penggunaannya untuk para guru. Sebuah modul adalah pernyataan
satuan pembelajaran dengan tujuan-tujuan, pretes aktivitas belajar yang
memungkinkan peserta didik memperoleh kompetensi-kompetensi
yang belum dikuasai dari hasil pretes, dan mengevaluasi
kompetensinya untuk mengukur keberhasilan belajar.
Tujuan utama system modul adalah untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran di sekolah, baik waktu, dana,
fasilitas, maupun tenaga guna mencapai tujuan secara optimal.
Pembelajaran dengan system modul memiliki karakteristik
sebagai berikut :
a. Setiap modul harus memberikan informasi dan memberikan
petunjuk pelaksanaan yang jelas tentang apa yang harus dilakukan
oleh peserta didik, bagaimana melakukannya, dan sumber belajar
apa yang harus digunakan.
b. Modul merupakan pembelajaran individual, sehingga
mengupayakan untuk melibatkan sebanyak mungkin karakteristik
peserta didik. Dalam hals ini setiap modul harus : (1)
memungkinkan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai
dengan kemampuannya; (2) memungkinkan peserta didik
mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh; dan (3)
20
memfokuskan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang spesifik
dan dapat diukur.
c. Pengalaman belajar dalam modul disediakan untuk membantu
peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seefektif dan seefisien
mungkin, serta memungkinkan peserta didik untuk melakukan
pembelajaran secara aktif, tidak sekedar membaca dan mendengar,
tetapi lebih dari itu, modul memberikan kesempatan untuk bermain
peran (role playing), simulasi, dan berdiskusi.
d. Materi pembelajaran disajikan secara logis dan sistematis, sehingga
peserta didik dapat mengetahui kapan dia memulai dan kapan
mengakhiri suatu modul, dan tidak menimbulkan pertanyaan
mengenai apa yang harus dilakukan, atau dipelajari.
e. Setiap modul memiliki mekanisme untuk mengukur pencapaian
tujuan belajar peserta didik, terutama untuk memberikan umpan
balik bagi peserta didik dalam mencapai ketuntasan belajar.
Pengukuran ini juga merupakan suatu kriteria atau standard
kelengkapan modul.
Pada umumnya sebuah modul terdiri atas beberapa komponen
sebagai berikut :
1) Lembar kerja peserta didik
2) Lembar kerja
3) Kunci jawaban kerja
4) Lembar soal
5) Lembar jawaban; dan
6) Kunci jawaban.
2. Menggunakan Keseluruhan Sumber Belajar
Dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) guru tidak lagi
berperan sebagai aktor/aktris utama dalam proses pembelajaran, karena
pembelajaran dapat dilakukan dengan mendayagunakan aneka ragam
sumber belajar.
21
Secara sederhana sumber belajar dapat dirumuskan sebagai
segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta
didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan,
pengalaman, dan ketrampilan dalam proses belajar mengajar.
Dari berbagai sumber belajar yang ada dan mungkin
dikembangkan dalam pembelajaran pada garis besarnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Manusia, yaitu orang yang menyampaikan pesan secara langsung;
seperti guru, konselor, administrator, yang diniati secara khusus dan
disengaja untuk kepentingan belajar (by design).
b. Bahan, yaitu sesuatu yang mengandung pesan pembelajaran; baik
yang diniati secara khusus seperti film pendidikan, peta, grafik,
buku paket, dan sebagainya yang biasanya disebut media
pengajaran (instructional media), maupun bahan yang bersifat
umum; seperti film keluarga berencana bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan belajar.
c. Lingkungan, yaitu ruang dan tempat dimana sumber-sumber dapat
berinteraksi dengan para peserta didik. Ruang dan tempat yang
diniati secara sengaja untuk kepentingan belajar, misalnya
perpustakaan, ruang kelas, laboratorium, ruang mikro teaching, dan
sebagainya. Disamping itu, ada pula ruang yang tidak diniati untuk
kepentingan belajar, namun bisa dimanfaatkan; misalnya museum,
kebun binatang, kebun raya candi, dan tempat-tempat beribadat.
d. Alat dan peralatan, yaitu sumber belajar untuk produksi dan atau
memainkan sumber-sumber lain. Alat dan peralatan produksi
misalnya kamera untuk produksi foto, dan tape recorder untuk
rekaman. Sedang alat dan peralatan yang digunakan untuk
memainkan sumber lain, misalnya proyektor film, pesawat tv, dan
pesawat radio.
e. Aktivitas, yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan
kombinasi antara suatu teknik dengan sumber lain untuk
22
memudahkan belajar, misalnya pengajaran berprogram merupakan
kombinasi antara teknik penyajian bahan dengan buku, contoh
lainnya seperti simulasi dan karyawisata.
3. Pengalaman lapangan
Kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada
pengalaman lapangan untuk mengakrabkan hubungan antara guru
dengan peserta didik. Keterlibatan anggota tim guru dalam
pembelajaran di sekolah memudahkan mereka untuk mengikuti
perkembangan yang terjadi selama peserta didik mengikuti
pembelajaran, pemahaman, dan pengalaman dalam ruang lingkup yang
lebih luas untuk menunjang profesinya sebagai guru.
Pengalaman lapangan dapat secara sistematis melibatkan
masyarakat dalam pengembangan program, aktivitas dan evaluasi
pembelajaran. Keterlibatan ini penting karena masyarakat adalah
pemakai produk pendidikan dan dalam banyak kasus, sekaligus sebagai
penyandang dana untuk pembangunan dan pengoperasian program.
Pengalaman lapangan dapat melibatkan tim guru dari berbagai disiplin
dan antar disiplin, sehingga memungkinkan terkerahkannya kekuatan
dan minat peserta didik terhadap pelaksanaan pembelajaran, dan
terlindunginya guru terhadap rasa tidak senang peserta didik. Bekerja
secara tim dalam pembelajaran dimungkinkan penerapan pendekatan
pembelajaran terpadu yang dapat mengurangi kesenjangan. Dalam pada
itu, para guru yang merencanakan dan mengintegritasikan pembelajaran
bagi peserta didik dapat berbagi informasi dan saling bertukar
pengalaman. Kegiatan ini menguntungkan bagi peserta didik, terutama
bagi tumbuhnya sikap terbuka dan demokratis sebagai dampak dari
pandangan yang bervariasi terhadap kebutuhan mereka.
4. Strategi Belajar Individu Personal
KBK mengusahakan strategi belajar individu personal. Belajar
individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik,
23
sedangkan belajar personal adalah interaksi educatif berdasarkan
keunikan peserta didik: bakat, minat, dan kemampuan (personalisasi).
KBK tidak akan berhasil secara optimal tanpa individualisasi
dan personalisasi. Individualisasi dan personalisasi dalam konteks ini
tidak hanya sekedar individualisasi dalam pembelajaran untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan kognitif peserta didik, tetapi
mencakup respons-respons terhadap perasaan pribadi dan kebutuhan
pertumbuhan psikososial peserta didik. Dalam rangka mengembangkan
strategi individual personal, pengembangan program KBK perlu
melibatkan berbagai ahli, terutama ahli psikologi, baik psikologi
perkembangan, maupun psikologi belajar (psikologi pendidikan).
5. Kemudahan Belajar
Kemudahan belajar dalam KBK diberikan melalui kombinasi
antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan,
dan pembelajaran secara tim (team teaching). Hal tersebut dilakukan
melalui berbagai saluran komunikasi yang dirancang untuk itu, seperti
video, televisi, radio, bulletin, jurnal dan surat kabar. Berbagai media
komunikasi tersebut perlu didayagunakan secara optimal untuk
memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik dalam menguasai
dan memahami kompetensi tertentu.
Menurut konsep kurikulum berbasis kompetensi, belajar
merupakan perubahan dari tidak bisa menjadi bisa melakukan. Tujuan,
sasaran dan penilaian semuanya terfokus pada kompetensi yang
dimiliki peserta didik atau pekerjaan yang mampu dilakukannya setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran.
6. Belajar Tuntas
Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat
dilaksanakan di dalam kelas, dengan asumsi bahwa di dalam kondisi
yang tepat semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan
memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap seluruh bahan yang
dipelajari. Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara
24
maksimal. Pembelajaran harus dilaksanakan dengan sistematis.
Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang
dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar,
melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta
didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan
pembelajaran harus diorganisir secara spesifik untuk memudahkan
pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan
belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua
tujuan setiap satuan belajar dituntut dari para peserta didik sebelum
proses belajar melangkah pada tahap berikutnya. Evaluasi yang
dilaksanakan setelah para peserta didik menyelesaikan suatu kegiatan
belajar tertentu merupakan dasar untuk memperoleh balikan
(feedback). Tujuan utama evaluasi adalah memperoleh informasi
tentang pencapaian tujuan dan penguasaan bahan oleh peserta didik.
Hasil evaluasi digunakan untuk menentukan dimana dan dalam hal apa
para peserta didik perlu memperoleh bimbingan dalam mencapai
tujuan, sehingga seluruh peserta didik dapat menguasai bahan belajar
secara maksimal (belajar tuntas).14
6. Prosedur KBK
Dalam pembelajaran KBK memiliki prosuder yang beragam
diantaranya :
a. Pengembangan program yang mencakup pengembangan program
tahunan, program semester, program modul (pokok bahasan), program
mingguan dan harian, program pengayaan dan remedial, serta program
bimbingan dan konseling.
1. program tahunan merupakan program umum yang dikembangkan
oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
2. program semesteran berisikan garis- garis besar mengenai hal- hal
yang hendak dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut.
14 Ibid, hal 53.
25
3. program modul pada umumnya dikembangkan dari setiap
kompetensi dan pokok bahasan yang akan disampaikan.
4. program mingguan dan harian merupakan penjabaran dari program
semester dan program modul.
5. program pengayaan dan remedial merupakan pelengkap dan
penjabaran dari program mingguan dan harian.
6. program bimbingan dan konseling. Selain guru pembimbing, guru
mata pelajaran yang memenuhi kriteria pelayanan bimbingan dan
kariei diperkenankan memfungsikan diri sebagai guru pembimbing.
b. Pelaksanaan pembelajaran (PBM) yang mencakup tiga hal; pre tes,
proses, dan post tes.
1. pre tes adalah tes awal yang memiliki banyak kegunaan dalam
menjajagi proses pembelajaran yang akan dilaksanakan.
2. proses disini dimaksudkan sebagai kegiatan inti dari pelaksanaan
proses pembelajaran yakni bagaimana tujuan- tujuan belajar
direalisasikan melalui modul. Proses pembelajaran dikatakan efektif
apabila seluruh peserta didika terlibat secara aktif, baik mental, fisik
maupun sosialnya.
3. post tes berguna untuk melihat keberhasilan pembelajaran.
c. Evaluasi hasil belajar dilakukan dengan Penilaian kelas, tes kemampuan
dasar, penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, bench- marking,
dan penilaian program.
1. penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum,
dan ujian akhir.
2. tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan
membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka
mmeperbaiki program pembelajaran (program remedial) yang
dilakukan setiap tahun.
3. penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi diselenggarakan
guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai
26
ketuntasan belajar peserta didik dalam waktu tertentu. Untuk
keperluan sertifikasi dicantumkan dalam surat tanda tamat belajar.
4. bench- marking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja
yang sedang berjalan, proses,dan hasil untuk mencapai suatu
keunggulan yang memuaskan.
5. penilaian program dilakukan oleh departemen pendidikan nasional
dan dinas pendidikan secara kontinu dan berkesinambungan .
d. Peningkatan kualitas pembelajaran dengan cara peningkatan aktivitas
dan kreatifitas peserta didik, peningkatan disiplin belajar,dan
pengingkatan motovasi belajar.15
B. PEMBELAJARAN FIQIH
1. Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses perbuatan mengajarkan pengetahuan,
dalam bahasa Arab diistilahkan “Ta’lim” yakni mengajar, mendidik atau
melatih. Menurut Dengeng (1989) mengistilahkan pembelajaran sebagai
upaya membelajarkan pebelajar.16
2. Arti Fiqih
Definisi fiqih yang dikemukakan oleh ustadz Abdul Hamid Hakim,
dalam kitabnya Sulam, antara lain :
فقهت كالمك اى فهمت, الفقه لغة الفهم
“Fiqih menurut bahasa : Faham, maka tahu aku akan perkataan engkau, artinya faham aku”.
17.العلم با الحكام الشر عية اليت طريقها االجتهاد: واصطالحا
“Fiqih menurut istilah / ketepatan ialah mengetahui hukum-hukum agama Islam dengan cara atau jalannya ijtihad”.
15 Ibid, hal. 105 16 Irpan Abd. Gafar DM, Muhammad Jamil B, Op., Cit. hal. 22 17 Abdul Hamid Hakim, as- Sulam, Juz 2,( Sa’adiyah Putra, tt ), hal. 5.
27
كالعلم بان النية يف الوضوء واجبة وحنو ذلك من املسائل االجتهادية لقوله
18.متفق عليه. إمنا االعمال بالنية: صلي اهللا عليه وسلم
“Seperti mengetahui bahwa sesungguhnya niat pada berwudhu adalah wajib dan seperti demikian itu sebagian ijtihad sebagaimana kata nabi Muhammad SAW: “Sesungguhnya pekerjaan-pekerjaan itu dimulai dengan niat”. (Muttafaqun alaihi).19
Definisi fiqh yang dikemukakan oleh pengikut–pengikut Imam
Syafi’i ialah :
تعلق بأفعال املكلفني املستنبط من أدلتها العلم الذي يبني االحكم الشرعية اليت ت
.التفصيلية
“Ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan perbuatan para mukallaf yang dikeluarkan (diisthimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (Tafshily)”.20
Definisi Fiqih menurut Abi Yahya Zakariya, sebagai berikut :
21.العلم باالحكام الشرعية العمليه املكتسبة من ادلتها التفصيلية
“Ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ (ilmu yang menerangkan segala hukum syara’) yang berhubungan dengan amaliyah yang diusahakan memperolehnya dari dalil-dalil yang jelas (tafshily)”.
18 Imam Abi Abdillah Muhammad al-Bukhari, Shohih Bukhori, Juz I, ( Semarang, Toha
Putra, tt) , hal. 20. 19 Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003) , hal. 8 . 20 Ibid, hal. 12. 21 Abi Yahya Zakariya, Fathul Wahab, Juz I, (Surabaya, Dar al-Kutub al-Islam, tt), hal.3.
28
Definisi Fiqih menurut Zainuddin Ibn Abdul Aziz al-Malibary,
sebagai berikut :
22.العلم باالحكام الشرعية العمليه املكتسبة من ادلتها التفصيلية
“Ilmu yang menerangkan hukum-hukum syara’ (ilmu yang menerangkan segala hukum syara’) yang berhubungan dengan amaliyah yang diusahakan memperolehnya dari dalil-dalil yang jelas (tafshily)”.
Sedangkan dalam konteks kurikulum madrasah Pendidikah Fiqih
yaitu bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) yang
diarahkan untuk menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati dan mengamalkan hukum Islam yang kemudian menjadi dasar
pandangan hidupnya melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta
penggunaan pengalaman.23 3. Ruang Lingkup dan Karakteristik Fiqih KBK
a. Ruang Lingkup Fiqih KBK
Ruang lingkup fiqih KBK meliputi keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan antara :
1. Hubungan manusia dengan Allah SWT
2. Hubungan manusia dengan sesama manusia, dan
3. Hubungan manusia dengan alam (selain manusia) dan lingkungan.
Adapun ruang lingkup mata pelajaran fiqih terfokus pada aspek :
1. Fiqih Ibadah
2. Fiqih Muamalah
3. Fiqih Jinayah
4. Fiqih Siyasah.24
22 Zainuddin Ibn Abdul Aziz al-Malibary, Fathul Mu’in, (Semarang, PT Thoha Putra, tt),
hal. 2. 23 Nasiruddin , Materi Kuliah Pendidikan Fiqih Program S.1 GPAI SLTP/ SLTA Fakultas
Tarbiyah IAIN WS, Semarang, 2005, hal. 3 24 Standar Kompetensi Madrasah Tsanawiyyah, Jakarta, Depag Direktorat Kelembagaan
Agama Islam, 2004, hal.47.
29
b. Tujuan dan Fungsi Fiqih KBK
1) Tujuan
Fiqih di Madrasah Tsanawiyah bertujuan untuk membekali
peserta didik agar dapat :
a) Mengetahui dan memahami pokok-pokok hukum Islam secara
terperinci dan menyeluruh, baik berupa dalil naqli dan aqli.
Pengetahuan dan pemahaman tersebut diharapkan menjadi
pedoman hidup dalam kehidupan pribadi dan sosial.
b) Melaksanakan dan mengamalkan ketentuan hukum Islam
dengan benar. Pengamalan tersebut diharapkan dapat
menumbuhkan ketaatan menjalankan hukum Islam, disiplin
dan tanggung jawab sosial yang tinggi dalam kehidupan pribadi
maupun sosialnya.
2) Fungsi
Mata pelajaran fiqih di Madrasah Tsanawiyah berfungsi
untuk:
a) Penanaman nilai-nilai dan kesadaran beribadah peserta didik
kepada Allah SWT. Sebagai pedoman mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat.
b) Penanaman kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan
peserta didik dengan ikhlas dan perilaku yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku di madrasah dan masyarakat.
c) Pembentukan kedisiplinan dan rasa tanggung jawab sosial di
madrasah dan masyarakat.
d) Pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT
serta akhlak mulia peserta didik secara optimal mungkin,
melanjutkan yang telah ditanamkan lebih dahulu dalam
lingkungan keluarga.
e) Pembangunan mental peserta didik terhadap lingkungan fisik
dan sosial melalui ibadah muamalah.
30
f) Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta
didik dalam keyakinan pelaksanaan ibadah dalam kehidupan
sehari-hari.
g) Pembekalan peserta didik untuk mendalami fiqih/ hukum Islam
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.25
Kurikulum dan pembelajaran kontekstual perlu didasarkan atas
prinsip dan strategi pembelajaran yang mendorong terciptanya lima
bentuk pembelajaran “relating, experiencing, applying, cooperating,
and transferring”.
1. Keterkaitan, relevansi (Relating)
Proses pembelajaran hendaknya ada keterkaitan (relevance)
dengan bekal pengetahuan (Prerequisite knowledge) yang telah ada
pada diri siswa, dengan konteks pengalaman dalam kehidupan
dunia nyata.
2. Pengalaman Langsung (Experiencing)
Dalam proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan pengalaman
langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery),
investigasi, penelitian, dan lain-lain.
3. Aplikasi (Applying)
Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang dipelajari
dalam situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran
tingkat tinggi daripada sekedar hafal.
4. Kerja sama (Cooperating)
Kerja sama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan
menjawab pertanyaan, komunikasi interaktif antar sesama siswa,
antar siswa dengan guru, antar siswa dengan nara sumber,
memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan
strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
5. Alih Pengetahuan (Transferring)
25 Ibid, hal. 46-47.
31
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa
untuk mentransfer pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah
dimiliki pada situasi lain. Dengan kata lain pengetahuan dan
ketrampilan yang telah dimiliki oleh siswa bukan sekedar untuk
dihafal tetapi dapat digunakan atau dialihkan pada situasi dan
kondisi lain.26
c. Pendekatan Pembelajaran Fiqih
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran fiqih antara
lain :
1. Keimanan, memberikan peluang kepada peserta didik untuk
mengembangkan pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber
kehidupan makhluk sejagad ini.
2. Pengalaman, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempraktekkan dan merasakan hasil-hasil pengamalan ibadah dan
akhlak dalam menghadapi tugas dan masalah-masalah dalam
kehidupan.
3. Pembiasaan, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
membiasakan sikap dan perilaku baik yang sesuai dengan ajaran
Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah kehidupan.
4. Rasional, usaha memberikan peranan dan rasio (akal) peserta didik
dalam memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam
standar materi serta kaitannya dengan perilaku yang baik dan
perilaku yang buruk dalam kehidupan duniawi.
5. Emosional, upaya menggugah perasaan (emosi) peserta didik
dalam menghayati perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan
budaya bangsa.
26 Dewi Salma Prawiradilaga, Eveline Siregar, Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta,
Prenada Media, 2004), hal. 16-18.
32
6. Fungsional, menyajikan bentuk semua standar materi dari segi
manfaatnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam
arti luas.
7. Keteladanan, menjadikan figur guru agama dan non-agama serta
petugas sekolah lainnya maupun orang tua peserta didik, sebagai
cermin manusia berkepribadian agama.27
Selain pendekatan di atas terdapat pendekatan yang
sekarang lagi digalakkan dalam pembelajaran KBK yaitu
pembelajaran kontekstual CTL (Contekxtual Teaching and
Learning) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru
mengaitkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi
dunia nyata yang dialami oleh siswa, serta mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.28
Selanjutnya ada enam kunci dasar dari pembelajaran
kontekstual, yaitu :
a) Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penilaian
pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa di dalam
mempelajari isi materi pelajaran.
b) Penerapan pengetahuan: kemampuan siswa untuk memahami
apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan di
masa sekarang dan mendatang.
c) Berpikir tingkat tinggi: siswa diwajibkan untuk memanfaatkan
berpikir kritis dan berpikir kreatifnya dalam pengumpulan data,
pemahaman dan pemecahan masalah.
27 Abdul Madjid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Konsep
dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung, PT. Bina Citra Pesona Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 86.
28 Jurnal Pendidikan Islam, Volume 12, Nomor 2, FT IAIN WS, (Semarang, 2003), hal.190
33
d) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: isi
pembelajaran harus dikaitkan dengan standar local, propinsi,
nasional dan perkembangan iptek dan dunia kerja.
e) Responsif terhadap budaya: guru harus memahami dan
menghargai nilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa.
f) Penilaian autentik: penggunaan berbagai strategi penilaian akan
merefleksikan hasil belajar yang sesungguhnya.29
d. Metodologi Pembelajaran Fiqih
Metodologi pembelajaran yang digunakan antara lain :
1. Metode Demonstrasi dan Eksperimen
Yang dimaksud dengan metode demonstrasi adalah: metode
mengajar dengan menggunakan alat peragaan (meragakan), untuk
memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan
bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan
tertentu pada siswa. To Show atau memperkenalkan /
mempertontonkan.
Kalau demonstrasi titik tekannya terletak pada
memperagakan, bagaimana jalannya proses tertentu. Maka pada
eksperimen adalah melakukan percobaan / praktek langsung atau
dengan cara meneliti dan mengamati secara seksama. Dalam
pelaksanaan kedua metode ini dapat dipakai bersama-sama /
bergantian.
Metode demonstrasi dalam pelaksanaannya antara lain
dapat digunakan dalam menyampaikan bahan pelajaran fiqh,
misalnya bagaimana berwudlu yang benar, bagaimana cara
mengerjakan salat yang benar, baik itu shalat wajib lima waktu
sehari semalam maupun shalat sunat seperti shalat istikharah,
tahajjud, istisqa’, dan lain sebagainya. Sebab kata demonstrasi
29 Ibid, hal 191-192.
34
terambil dari Demonstration = to show (memperagakan /
memperlihatkan) proses kelangsungan sesuatu.
Sedangkan pada metode eksperimen, dapat menjelaskan
misalnya, untuk menentukan / meneliti kadar tanah atau debu yang
dapat dijadikan “Tayamum” sebagai pengganti air, juga dapat
meneliti makanan atau minuman yang mungkin memiliki unsur
dan kadar minyak babi, tentunya hal ini dapat melihat / meneliti
lebih surking makanan seperti : roti kaleng, susu dan makanan-
makanan yang lain yang banyak mengandung protein nabati atau
hewani. Demikian juga halnya dengan minuman-minuman keras
yang mengandung alcohol, yang justru dapat membahayakan bagi
kesehatan dan kecerdasan otak manusia itu sendiri. Dan terlarang
menurut syari’at dan ajaran agama Islam.30
2. Metode Tanya Jawab
Dimaksudkan metode tanya jawab yaitu : suatu cara
menyajikan materi dengan jalan guru mengajukan suatu
pertanyaan- pertanyaan kepada siswa untuk dijawab, bisa pula
diatur pertanyaan-pertanyaan diajukan siswa lalu dijawab oleh
siswa lainnya.
Antara metode tanya jawab dengan metode diskusi
memiliki segi-segi perbedaan. Kalau pada metode tanya jawab,
guru pada umumnya menanyakan kepada siswa apakah mereka
telah mengerti dan memahami pelajaran yang telah diberikan dan
bagaimana proses pemikiran yang dipakai oleh siswa. Maka dalam
metode diskusi, pertanyaan guru lebih dititikberatkan untuk
merangsang siswa berpikir abstrak dan kompleks serta jawaban
atas pertanyaan tersebut diharapkan tidak bersifat tunggal atau
30 Tayar Yusuf, Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab,
(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 49-50.
35
mutlak adanya, akan tetapi dapat mengandung alternatif dan
penafsiran yang berbeda-beda.31
3. Metode Diskusi
Metode diskusi ialah suatu cara mempelajari materi
memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu
argumentasi secara rasional dan objektif. Cara ini menimbulkan
perhatian dan perubahan tingkah laku anak dalam belajar. Metode
diskusi juga dimaksudkan untuk dapat merangsang siswa dalam
belajar dan berpikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya
secara rasional dan objektif dalam pemecahan suatu masalah.
Prinsip-prinsip yang perlu dipegangi dalam melakukan
diskusi antara lain :
1. Melibatkan siswa secara aktif dalam diskusi yang diadakan;
2. Diperlukan keterlibatan dan keteraturan dalam mengemukakan
pendapat secara bergilir dipimpin seorang ketua atau
moderator;
3. Masalah yang didiskusikan disesuaikan dengan perkembangan
dan kemampuan anak;
4. Guru berusaha mendorong siswanya yang kurang aktif untuk
melakukan atau mengeluarkan pendapatnya;
5. Siswa dibiasakan menghargai pendapat orang lain dalam
menyetujui atau menentang pendapat;
6. Aturan dan jalannya diskusi hendaknya dijelaskan kepada
siswa yang masih belum mengenal tatacara berdiskusi agar
mereka dapat secara lancar mengikutinya.32
4. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode problem solving (metode pemecahan masalah)
terutama digunakan untuk merangsang pelajar berpikir. Karenanya,
metode ini akan banyak memanfaatkan metode-metode lain yang
31 Ibid, hal. 61. 32 Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, ( Jakarta, Ciputat Press,
2002) , hal. 36.
36
dimulai dari pencarian data sampai kepada penarikan kesimpulan.
Disamping itu, metode ini juga akan melibatkan banyak kegiatan
dengan bimbingan dari para pengajar.
Penggunaan metode ini akan menempuh langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi masalah secara jelas untuk dipecahkan.
Masalah ini harus tumbuh dari pelajar sesuai dengan taraf
kemampuannya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan
membaca buku-buku, meneliti, bertanya, berdiskusi, dan lain-
lain.
c. Menetapkan jawaban sementara terhadap masalah tersebut,
yang didasarkan atas data yang telah diperoleh pada langkah
kedua di atas.
d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam
langkah ini pelajar diusahakan untuk dapat memecahkan
masalah sehingga betul-betul yakin akan kebenaran jawaban
tersebut itu. Untuk menguji kebenaran ini diperlukan metode-
metode lain seperti demonstrasi, tugas, dan diskusi.
e. Menarik kesimpulan. Artinya, pelajar harus sampai kepada
kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah.33
5. Metode Latihan (drill)
Metode latihan digunakan untuk memperoleh suatu
ketangkasan atau ketrampilan dari apa yang telah dipelajari.
Latihan ini kurang mengembangkan bakat dan inisiatif pelajar
untuk berpikir. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, guru
hendaknya memperhatikan beberapa petunjuk di bawah ini :
a. Metode ini hendaknya digunakan untuk melatih : hal-hal yang
bersifat motorik, seperti menulis, permainan, dan pembuatan;
33 Ibid, hal. 181-182.
37
kecakapan mental seperti perhitungan dan penggunaan rumus-
rumus; serta hubungan dan tanggapan seperti penggunaan
bahasa, grafik, symbol, dan peta.
b. Sebelum latihan dimulai, pelajar hendaknya diberi pengertian
yang mendalam tentang apa yang akan dilatihkan.
c. Latihan untuk pertama kali hendaknya bersifat diagnotis.
Kalau pada latihan pertama, pelajar tidak berhasil, maka guru
mengadakan perbaikan, lalu penyempurnaan.
d. Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan.
e. Latihan hendaknya disesuaikan dengan taraf kemampuan
pelajar.
f. Latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan
berguna.
e. Karakteristik Pembelajaran Fiqih.
Karakteristik suatu mata pelajaran perlu diidentifikasikan dalam
rangka pengembangan silabus mata pelajaran tersebut. Struktur
keilmuan suatu mata pelajaran menyangkut dimensi standar
kompetensi, kompetensi dasar, dan materi pokok atau struktur
keilmuan mata pelajaran tersebut. Hasil identifikasi karakteristik mata
pelajaran tersebut bermanfaat sebagai acuan dalam mengembangkan
silabus dan rencana pembelajaran.
Sebagaimana lazimnya suatu bidang studi, materi keilmuan
mata pelajaran fiqih mencakup dimensi pengetahuan (knowledge),
ketrampilan (skill), dan nilai (values). Hal ini sesuai ide pokok mata
pelajaran fiqih, yaitu mengarahkan peserta didik untuk menjadi
muslim yang taat dan saleh dengan mengenal, memahami, menghayati
dan mengamalkan hukum Islam sehingga menjadi dasar pandangan
hidup (way of life) melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan
serta pengalaman peserta didik sehingga menjadi muslim yang selalu
bertambah keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
38
Dimensi- dimensi mata pelajaran fiqih secara garis besar
terdiri atas :
1. Dimensi pengetahuan fiqih (fiqih knowledge) yang mencakup
bidang ibadah, muamalah, jinayah dan siyasah. Secara lebih
terperinci, materi pengetahuan fiqih meliputi pengetahuan tentang
thaharah, shalat, sujud, dzikir, puasa, zakat, haji, umrah, makanan,
minuman, binatang halal / haram, qurban, aqiqah, macam-macam
muamalah, kewajiban terhadap orang sakit / jenasah, pergaulan
remaja, jinayat, hudud, mematuhi undang-undang negara (syari’at
Islam), kepemimpinan, memelihara lingkungan dan kesejahteraan
sosial.
2. Dimensi ketrampilan fiqih (fiqih skills) meliputi ketrampilan
melakukan thaharah, ketrampilan melakukan ibadah mahdhah,
memilih dan mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal,
melakukan kegiatan muamalah dengan sesama manusia
berdasarkan syari’at Islam, memimpin, memelihara lingkungan.
3. Dimensi nilai-nilai fiqih (fiqih values) mencakup antara lain
penghambaan kepada Allah SWT (ta’abbud), penguasaan atas nilai
religius, disiplin, percaya diri, komitmen, norma dan moral luhur,
nilai keadilan, demokratis, toleransi, kebebasan individual.
Secara garis besar karakteristik, mata pelajaran fiqih tercermin
pada struktur keilmuan mata pelajaran fiqih.
Adapun dimensi dan bidang kajian mata pelajaran fiqih dapat
dilihat pada tabel berikut :
No Dimensi Bidang Kajian
1 Fiqih Ibadah 1. Tata cara tahaharah / bersuci
2. Shalat Jum’at
3. Shalat Berjama’ah
4. Shalat Jama’ dan Qasar
5. Tata cara Shalat Darurat
6. Shalat Janazah
39
7. Shalat Sunnah
8. Sujud di luar Shalat
9. Dzikir dan Do’a
10. Puasa
11. Zakat
12. Membelanjakan Harta
13. Ibadah Haji dan Umrah
2 Fiqih Muamalah 1. Bentuk-bentuk Muamalah
2. Muamalah di luar jual beli
3. Kewajiban terhadap orang sakit, jenasah
dan ziarah kubur.
4. Pergaulan remaja sesuai syari’at Islam.
3 Fiqih Jinayah 1. Memahami jinayat, hudud dan sangsinya
2. Tata cara pelaksanaan jinayat
3. Larangan minuman keras, mencuri dan
zina
4 Fiqih Siyasah 1. Mematuhi undang-undang negara dan
syari’at Islam
2. Memahami kepemimpinan dalam Islam
3. Kesejahteraan sosial.34
34 Kurikulum 2004, Pedoman Khusus Fiqih Madrasah Tsanawiyah, Depag RI Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2004, hal. 2-4.