BAB II KAJIAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ...repository.uinbanten.ac.id/2910/4/BAB II...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ...repository.uinbanten.ac.id/2910/4/BAB II...
13
BAB II
KAJIAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Kajian Teoretik
1. Pemahaman Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pemahaman
Pemahaman menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
adalah suatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan
benar.1 Beberapa definisi tentang pemahaman telah diungkapkan
oleh para ahli. Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman
(comprehension) adalah bagaimana seseorang mempertahankan,
membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas,
menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh,
menuliskan kembali, dan memperkirakan. 2 Sedangkan menurut
Nana Sudjana, pemahaman adalah hasil belajar, misalnya peserta
didik dapat menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas
apa yang dibacanya atau didengarnya, memberi contoh lain dari
1 Amran Ys Chanago. Kamus Lengkap Bahasa Indonesa. Cet. V; (Bandung:
Pustaka Setia, 2002), 427-428 2 Suharsimi Arikunto. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikian Edisi revisi. cet
IX ; (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), 118-137
14
yang telah dicontohkan guru dan menggunakan petunjuk
penerapan pada kasus lain.3
Adapun menurut Sadiman adalah suatu kemampuan
seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan,
atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang
pengetahuan yang pernah diterimanya, pemahaman dalam
pembelajaran adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan
seseorang mampu memahami arti atau konsep.4
Dari pengertian di atas, pemahaman dapat disimpulkan
bahwa seorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila dapat
memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci
tentang hal yang dia pelajari dengan menggunakan bahasanya
sendiri. Lebih baik lagi apabila siswa dapat memberikan contoh
atau mensinergikan apa yang dia pelajari dengan permasalahan-
permasalahan yang ada di sekitarnya. Dalam hal ini, siswa
dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan,
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan untuk menghubungkan
3 Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1995), 24. 4Arif Sukadi Sadiman. Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar. Cet
I ; (Jakarta: Media Tama Sarana Perkasa , 1946), 109
15
dengan hal-hal yang lain. Karena kemampuan siswa masih
terbatas, tidak harus dituntut untuk dapat mensintesis apa yang
dia pelajari.
2. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Istilah pendidikan berasal dari kata didik dengan
memberikan awalan pe dan akhiran kan yang mengandung arti
perbuatan (hal, cara, dan sebagainya). Istilah pendidikan semula
berasal dari bahasa yunani, yaitu paedagogie, yang berarti
bimbingan yang diberikan pada anak. Istilah ini kemudian
ditejemahkan kedalam Bahasa Inggris dengan education yang
berarti pengembangan dan bimbingan. Dalam bahasa Arab
istilah ini sering diterjemahkan dengan Tarbiyah yang berarti
pendidikan.
Pengertian pendidikan yang tercantum dalam Undang-
undang No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepibadian, kecerdasan, akhlak muliya serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
5
5 Undang-undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
(SISDIKNAS) dan penjelasannya (Yogjakarta: Media Wacana, 2003), Cet.1
16
Dari pengertian di atas pendidikan berarti suatu proses
bimbingan yang dilakukan oleh orang dewasa/pendidik
terhadap anak- anak/peserta didik yang mengarahkan agar
memliki jiwa spiritual keagaman yang tinggi sehingga bisa
menjadi manusia yang bermoral dan mertabat.
Sedangkan pengertian pendidikan agama Islam adalah pendidikan yang memberikan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai Pribadi, masyarakat, bangsa dan negara melalui keimanan, bimbingan ibadah, Al-Qur‟an, Hadits, Akhlak, Syariah/Fiqih/Muamalah dan Tarikh (Sejarah Islam), yang bersumberkan kepada Al-Qur‟an dan Hadits.
6
Menurut Marimba sebagimana yang dikutip oleh tafsir
dalam buku Heri Gunawan memberikan pandangan pendidikan
Agama Islam sebagai bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran agama Islam.
Menurut Heri Gunawan mendefinisikan Pendidikan
Agama Islam adalah, suatu usaha sadar untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran
islam secara menyeluruh (kaffah) serta mampuh
6 Darwiyan Syah dan Supardi, Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama
Islam (Jakarta: HAJA Mandiri, 2014), 12-13
17
memperaktikannya dan juga mengamalkannya didalam
kehidupan sehari-hari.7
Pendidikan Agama Islam termasuk kepada mata
pelajaran di sekolah umum karena Pendidikan Agama Islam juga
merupakan usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik,
agar nantinya setelah selesai menempuh pendidikan peserta didik
dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran
agama Islam sebagai suatu pandangan hidup demi keselamatan
dan kesejahteraan hidup dunia maupun akhirat kelak
b. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam
1. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai
media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT,
serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan dengan
mengamalkan apa yang telah didapat dari proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam.
Zakiah Daradjat berpendapat dalam bukunya Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa :
7 Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
(Bandung : Alfabeta, 2013), 211.
18
Sebagai sebuah bidang studi di sekolah, pengajaran agama
Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama, menanam
tumbuhkan rasa keimanan yang kuat, kedua,
menanamkembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam
melakukan amal ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia,
dan ketiga, menumbuh kembangkan semangat untuk
mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah SWT
kepada manusia.8
Dari pendapat di atas dapat diambil beberapa hal tentang
fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang ditanamkan
dalam lingkup pendidikan keluarga.
b) Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan
keagamaan yang fungsional
c) Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial
dan dapat ber sosialisasi dengan lingkungannya sesuai
dengan ajaran Islam.
d) Pembiasaan, yaitu melatih siswa untuk selalu mengamalkan
ajaran Islam, menjalankan ibadah dan berbuat baik.
8 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta :
Bumi Aksara, 2000), 172.
19
Disamping fungsi-fungsi yang tersebut diatas, hal yang
sangat perlu di ingatkan bahwa Pendidikan Agama Islam
merupakan sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup
bagi peserta didik untuk mencapai kehidupan yang bahagia di
dunia dan di akhirat.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Tujuan Pendidikan Agama Islam identik dengan tujuan
agama Islam, karena tujuan agama adalah agar manusia
memiliki keyakinan yang kuat dan dapat dijadikan sebagai
pedoman hidupnya yaitu untuk menumbuhkan pola kepribadian
yang bulat dan melalui berbagai proses usaha yang dilakukan.
Dengan demikian tujuan Pendidikan Agama Islam adalah suatu
harapan yang diinginkan oleh pendidik Islam itu sendiri.
Zakiah Daradjat dalam Metodik Khusus Pengajaran
Agama Islam mendefinisikan tujuan Pendidikan Agama Islam
sebagai berikut :
Tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu membina
manusia beragama berarti manusia yang mampu
melaksanakan ajaran-ajaran agama Islam dengan baik
dan sempurna, sehingga tercermin pada sikap dan
tindakan dalam seluruh kehidupannya, dalam rangka
mencapai kebahagiaan dan kejayaan dunia dan akhirat.
20
Yang dapat dibina melalui pengajaran agama yang
intensif dan efektif.9
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
Pendidikan Agama Islam adalah sebagai usaha untuk
mengarahkan dan membimbing manusia dalam hal ini peserta
didik agar mereka mampu menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Allah SWT, serta meningkatkan pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan mengenai Agama Islam,
sehingga menjadi manusia Muslim, berakhlak mulia dalam
kehidupan baik secara pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan
menjadi insan yang beriman hingga mati dalam keadaan Islam.
c. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam
Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan
manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesama
manusia, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan
hubungan manusia dengan makhluk lain (lingkungannya).
Ruang lingkup pendidikan agama Islam juga identik
dengan aspek-aspek pengajaran agama Islam karena materi
yang terkandung didalamnya merupakan perpaduan yang saling
9 Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, 174.
21
melengkapi satu dengan yang lainnya. Apabila dilihat dari segi
pembahasannya maka ruang lingkup pendidikan agama Islam
yang umum dilaksanakan di sekolah adalah sebagai berikut.
1. Pengajaran Keimanan
Pengajaran keimanan berarti proses belajar mengajar
tentang aspek kepercayaan, dalam hal ini tentunya
kepercayaan menurut ajaran Islam, inti dari pengajaran ini
adalah tentang rukun Islam.
2. Pengajaran Akhlak
Pengajaran akhlak adalah bentuk pengajaran yang mengarah
pada pembentukan jiwa, cara bersikap individu pada
kehidupannya, pengajaran ini berarti proses belajar
mengajar dalam mencapai tujuan supaya yang diajarkan
berakhlak baik.
3. Pengajaran Ibadah
Pengajaran ibadah adalah pengajaran tentang segala bentuk
ibadah dan tata cara pelaksanaannya, tujuan dari pengajaran
ini agar siswa mampu melaksanakan ibadah dengan baik
dan benar. Mengerti segala bentuk ibadah dan memahami
arti dan tujuan pelaksanaan ibadah.
22
4. Pengajaran Fiqih
Pengajaran Fiqih adalah pengajaran yang isinya
menyampaikan materi tentang segala bentuk-bentuk hukum
Islam yang bersumber pada Al-Quran, sunnah, dan dalil-
dalil syar'i yang lain. Tujuan pengajaran ini adalah agar
siswa mengetahui dan mengerti tentang hukum-hukum
Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pengajaran Al-Quran
Pengajaran Al-Quran adalah pengajaran yang bertujuan agar
siswa dapat membaca Al-Quran dan mengerti arti
kandungan yang terdapat di setiap ayat-ayat Al-Quran. Akan
tetapi dalam prakteknya hanya ayat-ayat tertentu yang
dimasukkan dalam materi pendidikan agama Islam yang
disesuaikan dengan tingkat pendidikannya.
6. Pengajaran Sejarah Islam
Tujuan pengajaran dari sejarah Islam ini adalah agar siswa
dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan
agama Islam dari awal sampai zaman sekarang sehingga
siswa dapat mengenal dan mencintai agama Islam.10
10
Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan Islam, (Jakarta: Grasindo, 2001).
63
23
3. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Dalam proses belajar, motivasi sangatlah penting, guna
membangkitkan aktivitas belajar, sebab seseorang yang tidak
mempunyai motivasi dalam belajar, tak akan mungkin semangat
dalam belajar. Menurut Ramayulis dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan Motivasi itu sendiri merupakan istilah yang
lebih umum digunakan untuk menggantikan terma “motif-
motif” yang ada dalam bahasa inggris disebut dengan motive
yang berasal dari kata motion, yang berarti gerakan atau sesuatu
yang bergerak. Karena itu terma motif erat hubungannya
dengan gerak, yaitu gerakan yang dilakukan manusia atau
disebut perbuatan atau juga tingkah laku. Motif dalam psikologi
berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga bagi
terjadinya tingkah laku. Dan motivasi dengan sendirinya lebih
berarti menunjuk kepada seluruh proses gerakan diatas,
termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dari
dalam diri individu. Situasi tersebut serta tujuan akhir dan
gerakan atau perbuatan menimbulkan terjadinya tingkah laku.11
11
Ramayulis, Psikologi Agama Cet ke-10 (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), 99-
100.
24
Menurut Wexley dan Yukl dalam Abdul Majid
dijelaskan bahwa motivasi adalah pemberian atau penimbulan
motif. Sedangkan menurut Gray mendefinisikan motivasi
sebagai sejumlah proses yang bersifat internal atau eksternal
bagi seseorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap
antusiasme dan persistensi dalam hal melaksnakan kegiatan-
kegiatan tertentu.12
Motivasi juga merupakan penggerak dari
dalam hati seseorang untuk melakukan sesuatu tujuan. Motivasi
juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan untuk
menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan
kata lain, motivasi adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu
tujuan.13
1) Teori Motivasi Abraham Maslow
Abraham Maslow mengemukakan bahwa pada
dasarnya manusia memiliki kebutuhan pokok. 5 tingkat
kebutuhan tersebut dikenal dengan sebutan Hirarki
Kebutuhan Maslow. Kebutuhan pokok tersebut dapat
dijabarkan adalah sebagai berikut:
12
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), 307. 13
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), 308.
25
a) Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan
sebagainya)
b) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindungi,
jauh dari bahaya)
c) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi
dengan orang lain, diterima, memiliki)
d) Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi,
berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta
pengakuan)
e) Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif:
mengetahui, memahami, dan menjelajahi: kebutuhan
estetik: keerasian, keteraturan, dan keindahan;
kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri
dan menyadari potensinya). Bila makanan dan rasa
aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut
akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif
yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang
hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk
menekuni minat estetika dan intelektual jika kebutuhan
dasarnya sudah terpenuhi dengan mudah.14
b. Fungsi Motivasi
Menurut Imam Musbikin ada tiga fungsi motivasi, yaitu :
1. Motivasi sebagai pendorong buatan, pada mulanya anak
didik tidak ada hasrat untuk belajar. Tetapi, karena ada
sesuatu yang dicari munculah minatnya untuk belajar.
Sesuatu yang belum diketahui itu akhirnya mendorong anak
didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Jadi,
motivasi berfungsi sebagai pendorong ini mempengaruhi
sifat yang harusnya anak didik ambil dalam rangka belajar.
2. Motivasi sebagai penggerak buatan. Dorongan psikologis
yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan
suatu kekuatan yang tak terbendung, yang kemudian
terjelam dalam bentuk gerakan psikofisik. Dalam hal ini
anak didik sudah melakukan aktivitas belajar dengan
14
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2013), 319.
26
segenap raga dan jiwa. Sikap berada dalam kepastian
perbuatan, sedangkan akal-pikiran mencoba membedah nilai
yang terpatri dalam wacana, prinsip, dalil, dan hukum,
sehingga betul isi yang dikandung.
3. Motivasi sebagai pengarah perbuatan. Anak didik yang
mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan
yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang mesti
diabaikan. Seseorang anak didik yang ingin mendapatkan
sesuatu dari sesuatu mata pelajaran tertentu, tidak mungkn
dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran dimana
tersimpan sesuatau yang dicari itu. Sesuatu yang ingin dicari
anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya.
Tujuan belajar tersebut merupakan pengarah yang
memberikan motivasi kepada anak didik dalam belajar.15
c. Macam-macam Motivasi
Tugas guru adalah membangkitkan motivasi anak sehingga
ia mau belajar. Motivasi dapat timbul dari dalam diri individu dan
dapat pula timbul akibat pengaruh dari luar dirinya. Hal ini akan
diuraikan sebagai berikut:
1. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri
individu sendiri tanpa ada paksaan dari orang lain, tetapi
atas kemauan sendiri. Misalnya anak mau belajar karena
ingin memperoleh ilmu pengetahuan dan ingin menjadi
15
Imam Musbikin, Mengatasi Anak Mogok Sekolah Dan Malas Belajar, (
Jogjakarta : Laksana, 2012), 101
27
orang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara. Oleh karena
itu, ia rajin belajar tanpa ada suruhan dari orang lain.
2. Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau
paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang
demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar.
Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh
orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di
kelasnya.16
d. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Secara garis besar pendorong timbulnya tingkah laku
atau motivasi itu ada dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang
timbul dari dalam diri seseorang. Dalam belajar, motivasi
intrinsik erat kaitannya dengan tujuan belajar, misalnya: ingin
memahami suatu konsep, ingin memperoleh pengetahuan, ingin
memperolah kemampuan dan sebagainya.
16
Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011), 3
28
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datangnya dari
luar individu. Dalam belajar, motivasi ini ada kaitannya dengan
tujuan belajar seperti: belajar karena takut pada guru, karena
ingin lulus dan karena ingin memperoleh nilai yang tinggi.
Dari motivasi ektrinsik Maslow percaya bahwa tingkah
laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan-
kebutuhan tertentu. Kebutuhan-kebutuhan ini yang memotivasi
tingkah laku seseorang dibagi oleh Maslow ke dalam 7 kategori
sebagai berikut:
1. Psikologis; ini merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar, meliputi kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat berlindung, yang penting untuk mempertahankan hidup.
2. Rasa aman; ini merupakan kebutuhan kepastian keadaan dan lingkungan yang dapat diramalkan seperti ketidakpastian, ketidakadilan, keterancaman, akan menimbulkan kecemasan dan ketakutan pada diri individu.
3. Rasa cinta; ini merupakan kebutuhan afeksi dan pertalian dengan orang lain.
4. Penghargaan; ini merupakan kebutuhan rasa berguna, penting, dihargai, dikagumi, dihormati oleh orang lain. Secara tidak langsung ini merupakan kebutuhan perhatian, ketenaran, status, martabat, dan lain sebagainaya.
5. Aktualisasi diri; ini merupakan kebutuhan manusia untuk mengembangkan diri sepenuhnya, merealisasikan potensi-potensi yang dimilikinya.
6. Mengetahui dan mengerti; ini merupakan kebutuhan manusia untuk memuaskan rasa ingin tahunya, untuk mendapatkan pengetahuan, untuk mendapatkan keterangan-keterangan, dan untuk mengerti sesuatu.
7. Pada tahun 1970 Maslow memperkenalkan kebutuhan ketujuh yang tampaknya sangat mempengaruhi tingkah laku beberapa individu, yaitu yang disebutnya kebutuhan estetik. Kebutuhan ini dimanifestasikan sebagai kebutuhan
29
akan keteraturan, keseimbangan dan kelengkapan dari suatu tindakan.
17
4. Beribadah
a. Pengertian Beribadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-
tha‟ah), dan tunduk (al-khudlu). Ubudiyah artinya tunduk
dan merendahkan diri . Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak
dapat disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.
Ini sesuai dengan pengertian yang di kemukakan oleh
Al-Syawkani, bahwa ibadah itu adalah kepatuhan dan
perendahan diri yang paling maksimal.
Secara etimologis diambil dari kata „ abada, ya‟budu,
„abdan, fahuwa „aabidun. „Abid, berarti hamba atau budak,
yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, harta dirinya
sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas
hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya
dan menghindarkan murkanya.18
Manusia adalah hamba Allah “Ibaadullaah” jiwa raga
hanya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki
17
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2013), 171-172 18
Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, Cet. Ke-2 (Jakarta: Kencana,
2003), 17.
30
miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya
untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya, sebagaimana
Allah SWT berfirman:
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku (Adz zariyat: 56)19
Hakikat ibadah menurut Imam Ibnu Taimiyah adalah
sebuah terminologi integral yang mencakup segala sesuatu
yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan
maupun ucapan yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dari definisi tersebut kita memahami bahwa cakupan
ibadah sangat luas. Ibadah mencakup semua sektor
kehidupan manusia. Dari sini kita harus memahami bahwa
setiap aktivitas kita di dunia ini tidak boleh terlepas dari
pemahaman kita akan balasan Allah kelak. Sebab sekecil
apapun aktivitas itu akan berimplikasi terhadap kehidupan
akhirat.20
19
DEPARTEMEN AGAMA RI, Alquran Dan Terjemahannya, (Bandung:
CV Diponogoro 2005 ), 417. 20
Abduh Al Manar, Ibadah dan Syari‟ah, (Surabaya: PT. Pamator, 1999),
82.
31
b. Ibadah Shalat
Sholat berasal dari bahasa Arab As-Sholah, sholat
menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara
terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir
dan hakiki. Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan
dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan yang telah
ditentukan
Adapun secara hakikinya ialah” berhadapan hati
(jiwa) kepada Allah, secara yang mendatangkan takut
kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa rasa
kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya atau
melahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita
sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua-
duanya. 21
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana
komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk,
ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun
dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai
dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan syara.
21
Ali Imran, Fiqih, ( Bandung : Cita Pustaka Mdia Perintis , 2011), 39.
32
Adapun hukum shalat adalah fardhu „ain yang
diwajibkan kepada setiap muslim yang baligh, berakal, baik
laki-laki maupun perempuan, yang kepadanya sampai
seruan (dakwah) Nabi Muhammad SAW, yang mampu
melaksanaknya. Anak usia sepulah tahun boeh dipukul jika
dia menolak, tidak mau melaksanakan shalat dan tidak
menuruti perintah wali dan pendidikanya untuk
melaksanakan shalat.22
Dalam al-Quran mulai banyak sekali ayat-ayat yang
menyebutkan tentang shalat, diantaranya :
Artinya: “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”(Q.S.an-Nissa : 103)
23
22
Muhammad Mahmud As-Shawwaf, Sempurnakan Sholatm (Yogyakarta:
Mitra Pustaka. 2007), 41. 23
DEPARTEMEN AGAMA RI, Alquran Dan Terjemahannya, (Bandung:
CV Diponogoro 2005 ), 76.
33
Sedangkan di kalangan ulama memang berkembang
banyak pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada yang
mengatakan fardu „ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat
berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah
sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban
orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan
bahwa shalat jamaah hukumnya fardlu kifayah. Dan ada juga
yang mengatakan hukumnya Sunnah muakkadah.
a. Pendapat pertama : fardlu kifayah
Yang mengatakn hal ini adalah Al Imam Asy Syafi‟I dan
Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam
kitab Al Ifsshah jilid 1 halaman 142. Demikian juga dengan
jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqadimin)
maupun yang berikutnya (mutaakhirin).Termasuk juga pendapat
kebanyakan dari kalangan madzhab Al Hanafiyah dan Al
Malikiyah.
Dikatakan sebagai fardlu kifayah maksudnya adalah bila
sudah ada yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban
yang lain untuk melakukannya. Sebaliknya, bila tidak ada satu
pun yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua
34
orang yang ada di situ. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah
bagian dari syiar agama Islam.
b. Pendapat kedua : fardlu „Ain
Yang berpendapat demikian adalah „Atha bin Abi
Rabah, Al Auza‟i, Abu Tsur, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban,
umumnya ulama Al Hanafiyah dan mazhab Hanabulah. „Atha‟
berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal
selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar adzan, haruslah dia
mendatanginya untuk shalat.
c. Pendapat ketiga : sunnah muakkadah
Pendapat ini didukung oleh ulama Al Hanafiyah dan Al
Malikiyah sebagaimana disebutkan oleh Imam Asy Syukani
dalam kitabnya Nailul Authar jilid 3 halaman 146. Beliau
berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah
hukum shalat berjamaah adalah Sunnah muakkadah. Sedangkan
pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardlu „ain , fardlu
kifayah atau syarat syahnya sholat, tentu tidak bisa diterima.
d. Pendapat keempat : Syarat Syahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan
bahwa hukum syarat fardlu berjamaah adalah syarat sahnya
35
shalat. Sehingga bagi mereka shalat fardlu itu tidak sah kalau
tidak dikerjakan dengan berjamaah.
Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu
Taymiyah dalam salah satu pendapatnya (lihat Majmu fatwa
jilid 23 halaman 333). Demikian juga dengan Ibnu Qayyim,
murid beliau. Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab
Zhahriyah (lihat Al Mahalla jilid 4 halaman 265). Termasuk d
antaranya adalah para ahli hadits, Abul Hasan At Tamimi, Abu
Al Barakat dari kalangan Al Hanabilah serta Ibnu Khuzaimah.
Didalam menentukan hukum shalat berjamaah ini
memang banyak beberapa perselisihan sebab sebagian ada yang
mengatakan sebagai fardhu „ain (wajib „ain), sebagian ada yang
berpendapat sunah muakkad , pendapat inilah yang lebih layak,
dikarnakan manusia terkadang mendaptinya suatu udzur,
sehingga pengarang kitab Nailul Autar berkata, “pendapat yang
seadil-adilnya dan lebih dekat kepada yang betul ialah shalat
berjamaah itu sunah muakkad”.Bagi laki-laki, shalat lima waktu
berjamaah di masjid lebih baik daripada shalat berjamah di
rumah; kecuali salat sunat, maka di rumah lebih baik. Bagi
perempuan, shalat di rumah lebih baik karena hal itu lebih aman
bagi mereka.
36
Artinya: “Hai manusia, shalatlah kamu di rumah kamu masing-
masing. Sesungguhnya sebaik-baik shalat ialah shalat
seseorang di runahnya, kecuali shalat lima waktu
(maka di masjid lebih baik).” (Riwayat Bukhari dan
Muslim)24
c. Motivasi beribadah Shalat
Motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang
menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konsistensi serta
arah umum dari tingkah laku manusia. Merupakan konsep
yang rumit dan berkaitan dengan konsep-konsep lain seperti
minat konsep diri, sikap dan sebagainya. Siswa yang
tampaknya tidak bermotivasi, mungkin pada kenyataannya
cukup bermotivasi tapi tidak dalam hal-hal yang diharapkan
pengajar. Mungkin siswa cukup bermotivasi untuk
berprestasi di sekolah, akan tetapi pada saat yang sama ada
kekuatan-kekuatan lain, seperti misalnya teman-teman,
yang mendorongnya untuk tidak berpresetasi di sekolah.
Pada psikologi barat motivasi yang ditekankan pada
garis fisik dan kejiwaan, maka dalam psikologi Islami
24
Achmad Sunarto, Terjemah Bulughul Maram (Jakarta: Pustaka Amani,
2000), 199
37
penekanannya pada kebutuhan jiwa dan ruh. Berkaitan
dengan hal ini menurut Rafiudin menjelaskan motivasi
tertinggi yang dibutuhkan oleh jiwa dan ruh manusia, yaitu:
1. Hidayah
Dorongan untuk mendapatkan hidayah membuat
seseorang mau melaksanakan ibadah shalat, zakat
dengan perasaan takut kepada Allah dan penuh
keimanan karena nur iman dapat mengusir gelapnya
kemusyrikan.
2. Memeluk Islam
Ajaran islam yang telah terpatri dalam diri seseorang
akan mengusir gelapnya kekafiran dan kemaksiatan
dengan nur islam.
3. Cinta
Abu Abdullah al-Qarasyiy berkata: Cinta adalah
kesanggupan memberikan seluruh dirimu kepada yang
engkau cintai tanpa ada yang tersisa sedikitpun.
4. Surga
Dalam ilmu psikologi surga merupakan dunia spiritual,
dimana orang melakukan doa dan perbuatan untuk
mencapai apa yang diyakini. Menurut islam, surga
memiliki banyak tingkatan dan semua itu diperuntukkan
hanya bagi orang-orang yang mau susah payah
mendapatkannya.
5. Pertolongan
Pertolongan-Nya dapat berupa syafa‟at yaitu
pertolongan melalui perantara makhluk-Nya yang mulia,
shaleh dan baik.
6. Persatuan
Bersatu dalam segala bidang merupakan motivasi setiap
makhluk. Setiap makhluk menginginkan persatuan dalm
hidupnya.
7. Kebahagiaan
Kebahagiaan merupakan motivasi setiap orang dalam
melakukan kebajikan. Tidak ada satu manusiapun yang
tidak ingin mendapatkan suatu kebahagiaan.
38
8. Berjumpa dengan Tuhan
Ada satu faktor yang dapat menjamin seseorang
melaksanakan aturan yang telah ditetapkan dan tidak
melakukan penyelewengan serta berbuat kejahatan.
Faktor ini berupa keyakinan seseorang bahwa dia pasti
bertemu dengan Tuhan pada suatu waktu.25
Tindakan memotivasi untuk melaksanakan ibadah
shalat akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan
disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan
kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap
orang yang akan memberikan motivasi dalam beribadah
harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang
kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan
dimotivasi.
B. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan penilitian yang telah dilakukan mengenai
pengaruh pemahaman pendidikan agama Islam, terdapat beberapa
kesimpulan dari penilitian yang terdahulu
Sesuai dengan penelitian Roudotul Jannah, NIM: 03412121
yang telah mengadakan penelitian di SMP Negri 1 Baros, dengan
judul Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhdap Kreativitas
25
Rafiudin. Psikologi Kehidupan Problema & Solusi Opposite
Therapy.(Jakarta: Athoillah press, 2007), 56.
39
Belajar Siswa, yang bertujuan untuk mengetahui adanya Pengaruh
Pendidikan Agama Islam Terhdap Kreativitas Belajar Siswa, hasil
dari penelitian: terdapat pengaruh 59,29% antara pemahaman
Pendidikan Agama Islam terhadap kreativitas belajar siswa,
sedangkan sisanya sebesar 40,71 % dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain baik internal maupun eksternal.26
Hal ini jelas berbeda dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh pemahaman pendidikan agama Islam terhadap motivasi
beribadah shalat pada siswa kelas XI dan XII di Madrasah Aliyah
Tafrijul Ahkam Rangkas Bitung Lebak Banten.
Sesuai dengan penelitian Murnawati, NIM: 072100438 yang
telah mengadakan penelitian di SMP Negeri 12 kota serang, dengan
judul pengaruh Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap prilaku
sosial siswa, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Pendidikan Agama Islam (PAI) terhadap prilaku sosial siswa, hasil
dari penelitian : terdapat pengaruh 64,75% antara pendidikan agama
Islam terhadap prilaku sosial siswa, sedangkan sisanya sebesar
36,25 % dipengaruhi oleh faktor-faktor lain baik internal maupun
26
Roudatul Jannah,” Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhdap Kreativitas
Belajar Siswa” (Serang: IAIN SMH Banten 2007) 61.
40
eksternal.27
Hal ini jelas berbeda dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pemahaman pendidikan agama Islam terhadap motivasi beribadah
Shalat pada siswa kelas XI dan XII di Madrasah Aliyah Tafrijul
Ahkam Rangkas Bitung Lebak Banten.
Risvina, NIM: 1129300059 telah mengadakan penelitian
dengan judul pengaruh persepsi siswa tentang nilai-nilai pendidikan
dalam shalat berjamaah terhadap motivasi belajar dalam bidang
studi fiqih, di MA Mathlaul Anwar Pusat Menes Kabupaten
Pandeglang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh dari persepsi siswa tentang nilai-nilai pendidikan
dalam shalat berjamaah terhadap motivasi belajar dalam bidang
studi fiqih, di MA Mathlaul Anwar Pusat Menes Kabupaten
Pandeglang. Hasil penelitian: persepsi siswa tentang nilai-nilai
pendidikan shalat berjamaah memberikan kontribusi dalam
memotivasi belajar siswa.28
Hal ini jelas berbeda dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pemahaman pendidikan agama Islam terhadap motivasi beribadah
27
Murnawati, “Pengaruh Pendidikan Agama Islam (Pai) Terhadap Prilaku
Sosial Siswa”(Serang: IAIN SMH Banten 2012), 62. 28
Risvina,“Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Nilai-Nilai Pendidikan Dalam
Shalat Berjamaah Terhadap Motivasi Belajar Dalam Bidang Studi Fiqih”(Serang,:
IAIN SMH Banten 2013), 70.
41
shalat pada siswa kelas XI dan XII di Madrasah Aliyah Tafrijul
Ahkam Rangkas Bitung Lebak Banten.
Sri Nurhandayani dalam karya tulis ilmiah yang berjudul :
Pengaruh Pemahaman Pendidikan Agama Islam Terhadap
Pengamalan Keagamaan Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri I
Sangkulirang menerangkan bahwa pemahaman yang dimaksud
adalah : Mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti
dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini dinyatakan
dalam menguraikan isi pokok dari suatu bacaan, mengubah data
yang disajikan dalam bentuk tertentu ke bentuk lain, seperti rumus
matematika ke dalam bentuk katakata, membuat perkiraan tentang
kecenderungan yang nampak dalam data tertentu, seperti dalam
grafik. Hasil dari penelitiannya Pengamalan Keagamaan Siswa
dapat dipengaruhi oleh variable Pemahaman Pendidikan Agama
Islam 34,5%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel-variabel
lain di luar penelitian. 29
Hal ini jelas berbeda dengan penelitian
yang akan peneliti lakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh
pemahaman pendidikan agama Islam terhadap motivasi beribadah
29
Sri Nurhandayani, “ Pengaruh Pemahaman Pendidikan Agama Islam
Terhadap Pengamalan Keagamaan Siswa Sekolah Menengah Atas Negeri I
Sangkulirang” , jurnal Syamil, Vol. 4 No. 1,( juni 2016 ), 52.
42
shalat pada siswa kelas XI dan XII di Madrasah Aliyah Tafrijul
Ahkam Rangkas Bitung Lebak Banten.
C. Kerangka Berpikir
Lembaga pelaksana pendidikan dalam melaksanakan
pendidikan dan pengajarannya sangat menekankan pada
kedisiplinan siswa-siswinya, kadang-kadang beberapa guru
menjadikan kedisiplinan ini sebagai barometer dalam menentukan
siswa-siswi yang kreatif dan tidak kreatif, untuk evaluasi
pelaksanaan pembelajarannya.
Kedisplinan tersebut akan teraplikasi dalam sikap dan
kepribadian seseorang yang telah memiliki pemahaman tentang
ajaran agama akan berbeda jika dibandingkan dengan seseorang
yang tidak atau kurang memiliki pemahaman tentang ajaran agama.
Perbedaan tersebut akan terlihat dalam sikap dan perbuatannya
sehari-hari. Seseorang yang telah memahami ajaran agamanya
cenderung akan melakukan perbuatan-perbuatan yang dibolehkan
dalam agamanya dan selalu melaksanakan kewajiban-
kewajibannya selaku hamba Allah. Orang tersebut juga akan selalu
berusaha agar ia tidak melakukan hal-hal yang dilarang bahkan
yang diharamkan dalam ajaran agamanya.
43
Pendidikan agama Islam mempunyai tujuan diantaranya
menjadikan manusia yang menghambakan diri kepada Allah,
maksudnya dalah beribadah kepadanya, dengan tidak
mempersekutukannya dengan sesuatu apa pun30
. Kaitannya dengan
ibadah, seperti shalat, merupakan hal yang diwajibkan dalam ajaran
agama Islam yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap Muslim.
Kewajiban tersebut harus selalu dilakukan pada waktu-waktu yang
telah ditentukan. Shalat dilakukan 5 kali dalam sehari semalam
setiap harinya.
Agama Islam memang menghendaki agar manusia itu dididik
suapaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana
yang telah digariskan Allah dalam Al-Quran. Tujuan hidup manusia
itu adalah beribadah kepada Allah31
.
Bagi orang yang memiliki pemahaman tentang ajaran agama
Islam, ia cenderung akan selalu melakukan kewajiban-
kewajibannya kepada Allah dengan melaksanakan ibadah secara
rutin dan selalu berusaha agar tidak pernah meninggalkan
ibadahnya dimanapun ia berada, karena ia menyadari bahwa ibadah
30
Heri Gunawan, Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
(Bandung : Alfabeta, 2013), 205. 31
Heri Gunawan, Kurikulum Dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
206.
44
yang diwajibkan benar-benar wajib untuk dilaksanakan dan tidak
boleh ditinggalkan. Ia melaksanakan ibadah tersebut semata-mata
untuk memperoleh ridha dan pahala dari Allah. Jika ia
meninggalkan ibadah tersebut dengan sengaja, maka ia akan
berdosa dan kelak akan mendapatkan pahala dari Allah.
Sebaliknya, bagi orang yang tidak atau kurang memiliki
pemahaman tentang ajaran agama Islam, dia akan bersikap acuh
untuk melaksanakan ibadah yang sebenarnya diwajibkan dalam
ajaran Islam. Ia hanya akan melakukan ibadah ketika ada waktu
dan kesempatan dan ketika ia mau saja, bahkan bisa saja ia
meninggalkan ibadah dengan sengaja untuk melakukan pekerjaan
lain. Ia belum betul-betul memahami bahwa ibadah wajib yang ia
tinggalkan sebenarnya akan membawa kerugian bagi dirinya sendiri
kelak.
Tinggi rendahnya tingkat pelaksanaan ibadah seseorang
dapat ditentukan dari tinggi rendahnya pemahaman ajaran agama
yang dimilikinya. Walaupun demikian, tidak menutup
kemungkinan ada orang yang memiliki pengetahuan agama
yang sangat luas bisa meninggalkan ibadah dan bahkan melakukan
hal-hal yang dilarang agama.
45
Guru dan pelaksana pendidikan tidak mungkin dapat
mengefesiensikan pengawasan displin terhadap siswa tanpa ada
kerjasama dengan siswa-siswi yang telah diberikan pemahaman
agama Islam, untuk dapat mengaplikasikan pendidikan agama Islam
yang telah didapatinya, pemahaman pendidikan agama Islam dalam
pengajaran di sekolah sangat diperlukan dalam lembaga pendidikan
dalam memotivasi ibadah siswa-siswi terutama ibadah sholat.
Pengaruh pemahaman ini diartikan dengan sesuatu yang
memberikan perubahan yang positif dalam kedisiplinan
pembelajaran (perolehan pengetahuan) diawali dengan nilai
kognitif hanya dapat diatasi melalui pengetahuan diri (Self
regulation) dan pada akhir proses pembelajaran pengetahuan akan
dibangun sendiri oleh anak melalui pemahamannya, sehingga
membentuk motivasi ibadah yang diaplikasikan pada kedisiplinan
dalam diri siswa secara berkelanjutan.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui
data yang dikumpulkan.32
32
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan dan praktik
Revisike IV,110.
46
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka
hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ho : tidak terdapat pengaruh yang signifikan anatara
pemahaman pendidikan agama Islam dengan motivasi beribadah
siswa Madrasah Aliyah Tafriijul Ahkam Rangkas Bitung Lebak
Banten kelas XI dan XII
2. Ha : terdapat pengaruh yang signifikan anatara
pemahaman pendidikan agama Islam dengan motivasi beribadah
siswa Madrasah Aliyah Tafriijul Ahkam Rangkas Bitung Lebak
Banten kelas XI dan XII.
1. Apabila dari maka Ho ditolak dan Ha diterima
2. Apabila dari maka Hoditerima dan Ha ditolak