BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. …eprints.umm.ac.id/38994/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. …eprints.umm.ac.id/38994/3/BAB II.pdf ·...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
A. Revieu Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian ini, terutama dalam
indenpendensi auditor. Terdapat beberapa perbedaan antara penelitian satu dengan
penelitian lain, baik dari segi variable yang digunakan, maupun hasil dari
penelitiannya. Hasil penelitian yang berbeda menunjukkan adanya kontra antara
peneliti satu dengan peneliti lainnya. Berikut ringkasan yang menunjukkan
penelitian dari peneliti sebelumnya :
1. Shintya et al. (2016) dengan judul “Pengaruh Kompetensi, Independensi dan
Tekanan Anggaran Waktu Terhadap Kualitas Audit”. Dengan menyimpulkan
bahwa Kompetensi auditor berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap kualitas audit yang dihasilkannya, semakin tinggi kompetensi
seorang auditor maka kualitas audit yang dihasilkan semakin baik.
Independensi auditor berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
kualitas audit, semakin tinggi tingkat independensi seorang auditor maka
kualitas audit yang dihasilkan semakin baik. Juga tekanan anggaran waktu
auditor berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kualitas audit,
semakin di tekan secara waktu seorang auditor maka akan semakin baik
kualitas audit yang dihasilkan.
2. Pratistha (2014) dalam penelitiannya mengkaji tentang independensi auditor
dan besaran fee audit terhadap kualitas proses audit. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa independensi auditor dan besaran fee audit
7
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas proses audit baik secara
simultan maupun parsial. Kondisi ini menggambarkan semakin tinggi fee
audit yang diberikan klien, semakin luas pula prosedur audit yang akan
dilakukan auditor maka kualitas audit yang dihasilkan pun akan tinggi.
3. Rahayu (2016) dalam penelitiannya mengkaji tentang Independensi, Etika
Auditor dan Pengalaman Auditor Terhadap Kualitas Audit. Hasil
penelitiannya mengatakan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap
kualitas audit yang berarti semakin tinggi independensi yang dimiliki oleh
seorang auditor maka akan semakin tinggi kualitas audit yang dihasilkan.
Lalu etika auditor berpengaruh positif terhadap kualitas audit yang
menunjukkan bahwa semakin tinggi etika seorang auditor maka kualitas audit
yang dihasilkan akan semakin baik. Begitu pula dengan pengalaman auditor
berpengaruh signifikan terhadap kualitas auditnya.
4. Alim et al. (2007) dalam penelitiannya mengkaji tentang pengaruh
kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor
sebagai variable moderasi. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa
independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sementara itu,
interaksi kompetensi dan etika auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap
kualitas auditor. Penelitian ini juga menemukan bukti empiris bahwa
independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
5. Setiawan (2014) dalam penelitiannya yang mengkaji tentang pengaruh
kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit menyatakan bahwa
kompetensi audit berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit
8
sedangkan independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kualitas audit.
Didalam penelitian ini yang membedakan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu ialah penelitian ini bukan hanya membahas tentang
pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit, tetapi juga
membahas bagaimana penerapan kode etik sebagai etika dari seorang auditor
dalam mempengaruhi kualitas dari hasil pemeriksaan laporan keuangan.
Dimana rata-rata penelitian terdahulu hanya membahas tentang kompetensi
dan independensi terhadap kualitas audit. Sehingga didalam penelitian ini kita
dapat mengetahui bahwa kualitas audit tidak hanya di pengaruhi oleh
kompetensi dan independensi tetapi juga dapat dipengauhi oleh etika auditor
itu.
B. Tinjauan Pusataka
1. Teori Agensi
Menurut Jensen dan Meckling (1976) teori keagenan ialah sebuah kontrak
antara manajer (agent) dan pemilik (principal). Dimana agar hubungan
kontraktual ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan mendelegasikan
otoritas pembuatan keputusan kepada manajer.
Selain itu, Teori agensi menurut (Raharjo, 2010) ialah sebuah hubungan
yang formal antara principal dan agen atau pihak-pihak yang berkepentingan
dalam proses penyusunan keuangan. Dimana principal mendelegasikan
responsibility decision making kepada agen. Teori agensi digunakan untuk
menjelaskan mengenai sebuah kontrak kerja dan system informasi yang
9
memaksimalkan fungsi dari manfaat principal juga kendala dari prilaku yang
muncul terhadap kebutuhan dan kepentingan agen.
Menurut (Hartadi, 2012) teori agensi ditekankan untuk mengatasi masalah-
masalah yang terjadi, yang diantaranya ialah masalah agensi yang muncul yang
dimana principal dana gen memiliki kepentingan yang tidak sama. Lalu bisa saja
terjadi masalah pembagian resiko yang tejadi akibat principal dan agen memiliki
sikap yang berbeda terhadap resiko yang ada. Tujuan agensi teori disini untuk
menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan kontark tersebut dapat
mendesain kontraknya dengan baik.
Oleh karena itu disini teori keagenan ini bertujuan untuk membantu auditor
yang selaku pihak ketiga untuk bisa memahami dan mendesain kontrak yang
dilakukan dengan pihak agen dan principal dalam menginvestasikan uang yang
dimiliki kepada perusaahaan. Dimana dengan adanya auditor independen juga
diharapkan tidak terjadi kecurangan dalam pelaporan laporan keuangan oleh
manajemen.
2. Auditing
A. Definisi Audit
Pengauditan adalah suatu proses sistematika untuk memeperoleh dan
mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan
dan kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kepatuhan
antara asersi tersebut dengan criteria yang telah di tetapkan dan mengkomunikan
hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Jusup, 2014).
10
Sedangkan pengertian auditing menurut (Agoes, 2012:75) adalah suatu
pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistimatis, oleh pihak yang
independen, terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen,
beserta catatan-catatan transaksi dan bukti-bukti pendukungnya.
Dimana dapat ditarik kesimpulan bahwa audit ialah suatu proses sistematis
yaitu pengumpulan dan penilaian bukti-bukti transaksi ekonomi yang dimana
hasil dari pengauditan laporan keuangan tersebut dijadikan sebagai dasar untuk
pihak-pihak yang membutuhkan untuk mengambil keputusan. Auditing harus
dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen agar dapat menghasilkan
hasil audit yang berkualitas.
B. Standar Audit
Standar auditing ialah pedoman bagi seorang auditor dalam menjalankan
tugas dan tanggung jawabnya. Menurut PSA. 01 (SA Seksi 150) standar
auditing berbeda dengan prosedur auditing. Prosedur auditing berkaitan dengan
yang harus dilaksanakan sedangkan strandar berkenaan dengan criteria atau
mutu kinerja tindakan tersebut dan berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai
melalui penggunaan prosedur tersebut.
Ada 10 Standar auditing di dalam PSA. 02 (SA Seksi 150) yang di rangkap
menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Standar umum
Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor
11
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama
b. Standar Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus di supervisi dengan baik
Pemahaman memadai terkait pengendalian intern harus di peroleh
untuk merencakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup
pengujian yang dilakukan
Bukti audit kompoten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
c. Standar Pelaporan
Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan standard akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia
Laporan auditor harus menunjukkan dan menyatakan, jika ada ketidak
konsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan laporan
keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan standard
akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
12
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus di pandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
3. Kualitas Audit
A. Pengertian Kualitas Audit
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), bahwa
audit yang dilaksanakan auditor dapat dikatakan berkualitas jika memenuhi
ketentuan atau standar auditing. Standar auditing di dalam PSA No. 02 (SA
Seksi 150) ialah standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan dalam pelaksanaan audit, penyusunan dan pelaporan laporan
auditor.
Audit yang berkualitas adalah audit yang dilakukan sesuai standar
audit dan mampu untuk mendeteksi kesalahan-kesalahan dalam pelaporan
keuangan dan melaporkan kesalahan-kesalahan yang ditemukan tersebut
sesuai harapan pengguna laporan keuangan sebagai konsumen (Agoes,
2012).
Audit Quality menurut Kane dan Velury (2005) ialah sebuah
pengukuran tingkat kemampuan sebuah Kantor Akuntan Publik (KAP)
dalam memahami dan memecahkan masalah entitas seorang klien. Lalu
menurut Christiawan (2002) kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu
13
kompetensi (keahlian) dan independensi, dimana kedua hal tersebut dangat
berpengaruh terhadap kualitas audit secara potensial.
Kompetensi dapat dilihat dari pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki secara memadai oleh auditor baik. Independensi suatu prinsip etika
yang harus di pertahankan oleh akuntan publik. Seorang auditor yang
independen berarti bersikap tidak mudah terpengaruh dari pihak luar, tidak
memihak dan mengungkapan temuan sesuai dengan faktanya.
Sedangkan menurut Mulyadi (2009), audit ialah :
“Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan
ekonomi, yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesusesuain dengan
ketetapan yang telah ditentukan, serta memberikan penyampaian pendapat
atas hasil dari pemeriksaan kepada pihak yang berkepentingan”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kualitas audit merupakan segala kemungkinan dimana auditor pada saat
mengaudit laporan keuangan klien dapat menemukan pelanggaran yang
terjadi dalam sistem akuntansi klien dan melaporkannya dalam laporan
keuangan auditan dengan berpedoman pada standar auditing. Kualitas audit
merupakan suatu hal yang harus diperhatikan agar hasil kerja auditor dapat
memberikan hasil optimal.
B. Indikator Kualitas Audit
Menurut Wooten dalam Rochayati (2017) untuk mengukur kualitas
audit dibutuhkan indikator sebagai berikut :
14
1. Deteksi salah saji
Di dalam standar umum ketiga pada PSA No. 04 (SA Seksi 230)
dijelaskan bahwa auditor menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dituntut oleh standar profesi akuntan publik untuk
melaksanakan dengan baik dan teliti bukti audit secara objektif. Untuk
menilai salah saji, seorang auditor harus memiliki sikap skeptisme
professional.
Skeptisme profesional sangan diperlukan untuk meningkatkan
kualitas audit karena dengan bersikap skeptis, auditor akan lebih berinisiatif
untuk mencari informasi lebih lanjut dari manajemen mengenai keputusan-
keputusan akuntansi yang diambil, dan menilai kinerja sendiri dalam
menggali bukti audit yang mendukung keputusan-keputusan yang diambil
oleh manajemen tersebut.
2. Kesesuaian dengan Standar Profesional Akuntan Publik
Dalam PSA No. 01 (SA Seksi 161) dijelaskan bahwa dalam
penugasan audit seorang auditor diharuskan untuk mematuhi standar-
standar audit yang telah ditentukan oleh IAI. Dimana apabila seorang
auditor memeriksa laporan klien maka harus sesuai dengan SPAP yang
ditentukan, jika sudah sesuai maka akan menjadi salah satu indikator untuk
meningkatkan kualitas audit.
3. Kepatuhan terhadap standar operasional perusahaan
Dalam PSA No. 02 (SA Seksi 318) menyatakan pemahaman atas
bisnis klien yang dijelaskan bahwa melaksanakan audit laporan keuangan,
15
auditor harus memperoleh pengetahuan tentang bisnis yang cukup untuk
memungkin auditor mengidentifikasi dan memahami peristiwa, transaksi,
dan praktik yang menurut pertimbangan auditor kemungkinan berdampak
signifikan atas laporan pemeriksaan.
Kepatuhan terhadap SOP entitas klien akan memudahkan seorang
auditor, dan juga membantu auditor untuk menjalankan pemeriksaannya
karena SOP adalah penetapan tertulis mengenai apa yang harus dilakukan,
kapan, dimana, oleh siapa, dan yang lainnya sebagai prosedur kerja yang
harus ditaati dan dilakukan. Jika seorang auditor dapat memahami SOP
perusahaan akan membantu untuk meningkatkan kualitas auditnya, karena
akan mempermudah memecahkan bukti-bukti temuannya.
4. Independensi Auditor
1. Pengertian independensi
Di dalam PSA No. 04 (SA Seksi 22) yang di muat dalam Standar
Umum Kedua yang menyatakan bahwa standar ini mengharuskan auditor
bersifat independen, dimana independensi merupakan sifat seorang auditor
yang tidak dapat dipengaruhi oleh siapapun dalam melaksanakan
pekerjaannya sebagai seorang auditor dalam mengaudit laporan keuangan
untuk kepentingan umum.
Sedangkan pengertian independensi menurut Agoes (2012) adalah :
“Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak
dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan
dan tindakan”.
16
Pada hakikatnya auditor seringkali menemui kesulitan dalam
mempertahankan sikap mental independennya. Hal-hal yang sering kali
mengganggu sikap independen seorang auditor ialah :
a. Pembayaran atas jasa yang diberikan oleh klien kepada auditor. Pemberian
jasa yang lebih besar biasanya akan mempengaruhi hasil dari pemeriksaan
yang diberikan oleh auditor.
b. Seringkali seorang auditor ingin memuaskan kliennya dengan memberikan
hasil yang berbeda dari temuan-temuannya.
c. Mempertahankan sikap independen seringkali membuat klien tidak
menggunakan jasa auditor tersebut.
2. Jenis-jenis Independensi
Pada SA Seksi 290.8 independensi diatur dalam Kode Etik ini
mewajibkan setiap peraktisi untuk bersikap sebagai berikut :
a. Independensi dalam pemikiran
Independensi dalam pemikiran merupakan sikap mental yang
memungkinkan pernyataan pemikiran yang tidak dipengaruhi oleh hal-
hal yang dapat mengganggu pertimbangan profesional, yang
memungkinkan seorang individu memiliki integritas dan bertindak
secara obyektif, serta menerapkan skeptisme profesional.
b. Independensi dalam penampilan
Independensi dalam penampilan merupakan sikap yang
menghindari tindakan atau situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga
(pihak yang reasional dan memiliki pemahaman mengenai semua
17
informasi yang relevan, termasuk pencegahan yang diterapkan)
meragukan integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional dari
anggota tim assurance, KAP atau Jaringan KAP.
3. Indikator Independensi Auditor
Indikator independensi dibagi dengan 4 sub variable, yaitu :
a. Lama hubungan dengan klien
Penugasan audit yang lama membuat kemungkinan bahwa dapat
mendorong akuntan publik kehilangan independensinya karena akuntan
publik tersebut merasa puas, kurang inovasi dan kurang ketat dalam
melaksanakan prosedur audit. Sebaliknya penugasan audit yang lama
sebenarnya akan memudahkan auditor dan juga meningkatkan tingkat
independensinya karena akuntan publik sudah familiar, pekerjaan dapat
dilaksanakan dengan efisien dan lebih tahan terhadap klien.
b. Tekanan dari Klien
Seorang auditor pasti sering memiliki konflik dengan manajemen
perusahaan. Manajemen mungkin ingin kinerja perusahaannya tampak
berhasil sehingga menaikkan laba untuk menciptakan penghargaan untuk
menajemen itu sendiri. Dalam pencapaian tersebut bisa saja manajemen
perusahaan melakukan tekanan kepada auditor untuk memberikan pendapat
nya sesuai dengan keinginan manajemen. Disini seorang auditor bisa
menjadi tidak independen apabila menuruti keinginan klien, tapi klien bisa
saja berhenti menggunakan jasa auditor tersebut karena auditor tidak ingin
menuruti permintaan klien.
18
Setiap auditor harus mempertahankan integritas dan objektivitas
dalam menjalankan tugasnya bertindak jujur, tegas, tanpa pretensi sehingga
dia dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak
tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya.
c. Telaah dari Rekan Auditor (Peer Review)
Peer Review ini ialah review oleh akuntan publik, namun di
Indonesia yang melakukan Peer Review saat ini ialah Departemen
Keuangan yang memberikan izin praktek dan Badan Review Mutu dan
profesi Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI).
Tujuan dilakukannya Peer Review adalah untuk menentukan dan
melaporkan apakah KAP yang di review itu telah mengembangkan
kebijakan dan prosedur yang memadai bagi kelima unsur pengendalian
mutu dan mengikuti kebijakan serta prosedur itu dalam praktik. Manfaat
yang diperoleh dari peer review antara lain mengurangi risiko litigation,
memberikan pengalaman positif, memepertinggi moral kerja, memberikan
competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas jasa yang
diberikan.
d. Jasa Non Audit
Memberikan jasa lain selain jasa audit oleh KAP menjadikan
independensi auditor terhadap kliennya di pertanyakan yang nantinya akan
mempengaruhi kualitas audit. Jika pada suatu pengujian laporan keuangan
klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor,
19
kemudian auditor tidak mau reputasinya buruk maka bisa saja hal ini akan
mempengaruhi kualitas dari audit yang dilakukan.
4. Etika Auditor
A. Pengertian Etika Auditor
Etika ini dapat diartikan secara umum sebagai ilmu yang
mempelajari norma baik, buruk dan lain sebagainya yang mendasari
perilaku manusia. Dimana serang yang beretika diatur oleh kode etik yang
bersangkutan. Sama seperti seorang auditor yang memiliki etika yang baik,
telah diatur di dalam kode etik profesi akuntan publik. Dimana di dalam
kode etik profesi akuntan publik pasal 7 ayat mengatakan bahwa setiap
anggota wajib menghayati dan mengamalkan kode etik ini dengan penuh
rasa tanggung jawab, baik secara perorangan maupun bersama dengan rekan
anggota (Agoes, 2012).
Etika auditor diatur dalam kode etik ini bertujuan untuk menghindari
perilaku-perilaku menyimpang yang bisa saja dilakukan oleh auditor. Etika
auditor ini mempengaruhi kualitas audit.
B. Indikator Etika Auditor
Setiap praktisi itu wajib untuk memenuhi prinsip-prinsip dasar etika
profesi pada SA Seksi 100.4 :
Prinsip-prinsip dasar ini wajib di penuhi oleh seorang auditor dalam
kode etik profesioanlitasnya, prinsip dasar ini yang dijadikan sebagai
indikator dalam pengukuran etika auditor, yang antara lain :
20
1) Integritas
Prinsip ini mewajibkan setiap praktisi untuk tegas, jujur dan adil dalam
hubungan professional dan hubungan bisnis dengan klien (Jusup, 2014).
Didalam prinsip ini seorang auditor diwajibkan tidak memikirkan
keuntungan pribadi yang bisa saja menyebabkan kesalagan yang material
atau pernyataan yang tidak sesuai dan penyembunyian informasi yang
harusnya diungkapkan.
2) Objektivitas
Prinsip ini mengharuskan seorang praktisi untuk tidak membiarkan
subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak dari
pihak-pihak lain mempengaruhi pertimbangan professional. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur
secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan
kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
3) Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Prinsip ini mewajibkan seorang praktisi untuk memelihara pengetahuan
yang dimilikinya dan keahlian profesi yang dibutuhkan untuk menjamin
pemberian jasa profesioanl yang kompeten kepada klien. Juga
mengharuskan praktisi untuk menggunakan kemahiran profesionalnya
21
dengan seksama dan penuh kehati-hatian dengan SAP dan kode etik yang
berlaku.
4) Kerahasiaan
Prinsip ini mengharuskan setiap praktisi untuk menghormati kerhasiaan
klien dan menjaga rahasia tersebut. Praktisi tidak boleh mengungkapkan
informasi apapun yang bersifat rahasia yang diperoleh dari hubungan
professional dengan klien baik kepada pihak di luar KAP atau jaringan KAP
kecuali ada kententuan yang mengharuskan untuk diungkapkan sesuai
dengan ketentuan hukum.
5) Perilaku Profesional
Prinsip ini mewajibkan praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan hukum
dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini setiap praktisi harus bersikap jujur
dan tidak boleh bersikap atau melakukan tindakan yang merugikan seperti
membuat pernyataan yang berlebihan mengenai jasa professional yang
dapat diberikan, kualifikasi yang dimiliki, atau pengalaman yang telah
diperoleh.
5. Kompetensi Auditor
A. Pengertian Kompetensi
Standar umum pertama menyebutkan bahwa audit harus
dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor, sedangkan standar umum
ketiga menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit dan penyusunan
22
laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalitasnya
dengan cermat dan seksama.
Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang
digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti
yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah
memeriksa bukti itu. Kompetensi auditor juga dapat dilihat dari
pengetahuan dan pengalamannya. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa kompetensi auditor ialah auditor yang dengan
pengetahuan, pengalaman, pendidikan dan pelatihan yang memadai dan
dapat melakukan audit secara objektif dan cermat.
B. Indikator Kompetensi
Menurut SPAP, PSA No 03 dan No 04 (SA Seksi 210) dirangkum bahwa
terdapat dua indikator kompetensi auditor
1. Pengetahuan
Disini pengatahuan diukur dari seberapa tinggi pendidikan seorang
auditor karena dengan demikian auditor akan memperbanyak pandangan
mengenai bidang ini, sehingga auditor dapat mengetahui berbagai masalah
yang lebih secara mendalam, dan juga auditor dapat mengikuti
perkembangan yang semakin marak.
Auditor yang memiliki tingkat pengalama yang sama, belum tentu
memiliki tingkat pengetahuan yang sama pula. Oleh karena itu, pengalaman
saja tidak cukup untuk seorang auditor.
23
2. Pengalaman
Pengalaman ini juga berpengaruh, karena bagi seorang auditor yang
memiliki pengalama yang lebih banyak juga akan membantu untuk
memecahkan permasalahan yang juga dibantu dengan pengetahuan yang
dimilikinya.
Oleh karena itu, pengalaman menjadi salah satu indikator yang
penting, seorang auditor yang berpengalaman akan membantu untuk
meningkatkan kualitas audit. Dimana apabila seorang auditor memiliki
pengetahuan dan pengalaman yang memadai, akan memudahkan auditor
untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks.
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Kompentensi Terhadap Kualitas Auditor
Kompetensi merupakan keahlian yang cukup yang secara eksplisit dapat
digunakan untuk melakukan audit secara objektif. Dua hal yang termasuk
dalam kompetensi yakni pengalaman dan pengetahuan. Semakin
berpengalaman auditor, mereka semakin peka dengan kesalahan, semakin peka
dengan kesalahan yang tidak biasa dan semakin memahami hal-hal lain yang
terkait dengan hal yang ditemukan.
Seorang auditor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
memadai akan lebih memahami dan mengetahui berbagai masalah secara lebih
mendalam dan lebih mudah dalam mengikuti perkembangan peraturan yang
telah ditetapkan oleh pemerintah. Semakin tinggi kompetensi yang dimiliki
auditor maka akan semakin tinggi pula kualitas auditnya (Rochayati, 2017).
H1: Kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit
24
2. Pengaruh Independensi terhadap Kualiatas Audit
Independensi berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias.
Independensi merupakan sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk
tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Dalam hal independensi dapat dilihat dari lama hubungan dengan klien,
tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor serta jasa non audit yang diberikan
oleh KAP. Oleh karena itu cukuplah beralasan bahwa untuk menghasilkan
audit yang berkualitas diperlukan sikap independen dari auditor. Karena jika
auditor kehilangan independensinya maka laporan audit yang dihasilkan tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada sehingga tidak dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan.
Semakin auditor mampu menjaga independensinya dalam menjalankan
penugasan profesionalnya maka kualitas audit yang dihasilkan akan meningkat
(Badjuri, 2011). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, dapat dibuat
hipotesis bahwa :
H2: Independensi berpengaruh terhadap kualitas audit
3. Pengaruh Etika Auditor terhadap Kualitas Audit
Menurut Hanjani dan Rahardja (2014) Akuntan yang professional dalam
menjalankan tugasnya memiliki pedoman yang mengikat yang disebut sebagai
25
kode etik professional akuntan, dimana dalam melaksanakan tugasnya seorang
auditor akan memiliki arah yang jelas untuk memberikan keputusan yang tepat
dan dapat di pertanggung jawabkan.
Etika auditor berarti aturan dimana seorang auditor harus bersikap sesuai
dengan profesi nya yang diatur didalam kode etik profeisonalisme. Dimana saat
kita ingin menghasilkan kualitas audit yang baik itu berarti akuntan publik
harus menyadari adanya tenggung jawab sikap kepada klien. Dari pendapat di
atas, peneliti menarik kesimpulan bahwa
H3: Etika Auditor berpengaruh terhadap Kualitas Audit
D. Kerangka Pemikiran
Salah satu fungsi dari akuntan publik adalah menghasilkan informasi yang
akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Namun adanya konflik
antara pihak internal dan eksternal perusahaan, menuntut akuntan publik untuk
menghasilkan laporan auditan yang berkualitas yang dapat digunakan oleh pihak-
pihak tersebut.
Selain itu dengan menjamurnya skandal keuangan baik domestik maupun
manca negara, sebagian besar bertolak dari laporan keuangan yang pernah
dipublikasikan oleh perusahaan. Hal inilah yang memunculkan pertanyaan tentang
bagaimana kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik dalam mengaudit
laporan keuangan klien.
Berbagai penelitian tentang kualitas audit yang pernah dilakukan
menghasilkan temuan yang berbeda mengenai faktor pembentuk kualitas audit.
Namun secara umum menyimpulkan bahwa untuk menghasilkan audit yang
26
berkualitas, seorang akuntan yang bekerja dalam suatu tim audit dituntut untuk
memiliki kompetensi yang cukup, juga harus memiliki sikap atau etika yang sesuai
dengan kode etik dan independensi yang baik.
Gambar 2.1
H1
H2
H3
Kompetensi Auditor
(X1)
Independensi Auditor
(X3)
Kualitas Audit Etika Auditor
(X2)