BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan...
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan Ibu
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
ebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek (Notoatmodjo, 2010 : 27). Dalam hal ini pengetahuan orang tua
(ibu) tentang penatalaksanaan diare yang diperoleh melalui penginderaan terhadap
objek tertentu.
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Taksonomi Bloom setelah dilakukan revisi oleh Aderson dan Kratwohl
(2001), terdapat perbedaan yang tidak banyak pada dimensi Kognitif. Anderson
(dalam Widodo, 2006: 140) menguraikan dimensi proses kognitif pada taksonomi
Bloom Revisi yang mencakup:
a. Mengingat (Remembering)
Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka
waktu yang lama. Misalnya seorang ibu dapat mengingat kembali pengetahuannya
tentang bagaimana perawatan diare pada balita.
b. Memahami (Understanding)
Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan, tulisan,
dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya: meringkas, menyimpulkan,
12
mengklasifikasi, membandingkan, menjelaskan, mencontohkan. Misalnya seorang
ibu yang mempunyai balita diare dapat menyimpulkan dan menjelaskan tentang
apa dan bagaimana sebaiknya tindakan yang tepat untuk dilakukan pada anak
yang diare.
c. Menerapkan (Apply)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau
mengaplikasikan materi yang dipelajari pada situasi dan kondisi yang sebenarnya.
Misalnya seorang ibu yang telah paham tentang tata laksana diare pada balita
maka dia dapat mengaplikasikannya pada saat anaknya mengalami diare.
d. Menganalisis (Analysze)
Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau
keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami
hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang lainnya. Contoh :
seorang ibu dapat membedakan antara diare tanpa dehidrasi, diare dehidrasi
ringan/sedang, diare dehidrasi berat, dan sebagainya.
e. Mengevaluasi ( Evaluating)
Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi,
nilai atau ide atau mampu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan standar.
Misalnya : seorang ibu dapat menilai seorang anak menderita diare atau tidak, dan
sebagainya.
f. Menciptakan (Creating)
Kemampuan menyusun unsur-unsur untuk membentuk suatu keseluruhan
koheren atau fungsional, mereorganisasi unsur ke dalam pola atau struktur baru,
13
termasuk didalamnya hipotesa (Generating), perencanaan (Planning), penghasil
(Producing).
2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
Pengalaman ibu sebelumnya dalam merawat anaknya yang diare dapat
memperluas pengetahuannya tentang bagaimana penatalaksanaan diare pada anak
yang benar dan tepat.
2. Umur
Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun.
Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka
dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh
pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur
tertentu mengingat atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau
mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Seorang ibu yang berumur 40
tahun pengetahuannya akan berbeda dengan saat dia sudah berumur 60 tahun.
14
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang.
Secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan
memiliki pengetahuan yang lebih tentang penatalaksanaan diare pada balita
dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.
4. Sumber Informasi
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan meningkat.
Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang misalnya
radio, televise, majalah, koran dan buku. Walaupun seorang ibu berpendidikan
rendah tetapi jika dia memperoleh informasi tentang penatalaksanaan diare pada
balita secara benar dan tepat maka itu akan menambah pengetahuannya.
5. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk
menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. Ibu yang
keluarganya berpenghasilan rendah akan sulit mendapatkan fasilitas sumber
informasi. Tetapi apabila berpenghasilan cukup maka dia mampu menyediakan
fasilitas sumber informasi sehingga pengetahuannya akan bertambah.
15
6. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap sesuatu. Misalnya di daerah
lain seorang ibu mempunyai persepsi lain tentang cara merawat balita diare maka
hal itu akan mempengaruhi pengetahuannya tentang perawatan diare pada balita.
2.1.4 Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Diare Pada Balita
2.1.4.1 Pengertian Diare
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali
sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan atau
tanpa darah (Roni, 2010). Sedangkan menurut Depkes RI (2005) diare adalah
suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari
tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari (Roni, 2010).
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam
usus. Di seluruh dunia terdapat kurang lebih 500 juta anak yang menderita diare
setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak yang hidup di Negara
berkembang berhubungan dengan diare serta dehidrasi. Gangguan diare dapat
melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus halus (enteritis), kolon
(colitis), atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya diklasifikasikan
sebagai diare akut dan kronik (Wong, 2009 : 995).
16
2.1.4.2 Etiologi Diare
Menurut Suharyono (2008) Rotavirus merupakan etiologi paling penting
yang menyebabkan diare pada anak dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat
pada anak-anak umur 6 bulan-2 tahun (Silvana, 2010). Infeksi Rotavirus
menyebabkan sebagian besar perawatan Rumah Sakit karena diare berat pada
anak-anak kecil dan merupakan infeksi nosokomial yang signifikan oleh
mikroorganisme pathogen. Salmonella, Shigella dan Campylobacter merupakan
bakteri pathogen yang paling sering diisolasi. Mikroorganisme Giardia lambia
dan Cryptosporidium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare
infeksi akut (Wong, 2009:999). Kebanyakan mikroorganisme penyebab diare
disebarluaskan lewat jalur fekal-oral melalui makanan, air yang terkontaminasi
atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat, malabsorbsi, keracunan
makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi (Wong, 2009:999).
Gangguan penyerapan makanan akibat malabsorbsi karbohidrat, pada bayi dan
anak tersering karena intoleransi laktosa, malabsorbsi lemak dan protein. Faktor
makanan misalnya makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan.
2.1.4.3 Gejala Klinis
Gejala diare atau mencret adalah tinja yang encer dengan frekuensi empat
kali atau lebih dalam sehari, yang kadang disertai : muntah, badan lesu atau
lemah, panas, tidak nafsu makan, darah dan lendir dalam kotoran, rasa mual dan
muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh infeksi virus.
Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, tinja berdarah, penurunan nafsu
makan atau kelesuan. Selain itu, dapat pula mengalami sakit perut dan kejang
17
perut serta gejala-gejala lain seperti flu misalnya agak demam, nyeri otot atau
kejang dan sakit kepala. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit
menurun, apatis, bahkan gelisah (Widoyono,2008). Gangguan bakteri dan parasit
kadang-kadang menyebabkan tinja mengandung darah atau demam tinggi
(Amiruddin, 2007).
2.1.4.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penatalaksanaan Diare
Teori Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat
kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyrakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,
yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour
causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri dalam hal ini penatalaksanaan diare pada
balita ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :
1. Faktro-faktor predisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya.
2. Faktro-faktor pendukung (Enabling factors) yang terwujud dalam keterampilan
orang tua (ibu), fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, ketersediaan
pelayanan, dan sebagainya.
3. Faktro-faktor pendorong (renforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat.
Seseorang yang tidak tepat dalam penatalaksanaan diare pada balita dapat
disebabkan karena orang tersebut tidak atau belum mengetahui bagaimana cara
yang tepat dan benar dalam melakukan perawatan pada anaknya (predisposing
18
factors). Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari puskesmas tempat untuk
membawa anaknya saat mengalami diare (enabling factors). Sebab lain, mungkin
karena para petugas kesehatan disekitarnya tidak memberikan perawatan yang
baik dan benar pada anaknya (reinforcing factors).
2.1.4.5 Dehidrasi
Menurut Suharyono (2007) kehilangan cairan akibat diare akut
menyebabkan dehidrasi yang dapat bersifat ringan, sedang atau berat. Pada diare
akut, dehidrasi merupakan gejala yang segera terjadi akibat pengeluaran cairan
tinja yang berulang. Dehidrasi terjadi akibat kehilangan air dan elektrolit yang
melebihi pemasukannya (Silvana, 2010).
2.1.4.6 Derajat Dehidrasi
Derajat dehidrasi akibat diare dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Tanpa dehidrasi, biasanya anak merasa normal, tidak rewel, masih bisa
bermain seperti biasa. Umumnya karena diarenya tidak berat, anak masih mau
makan dan minum seperti biasa.
2. Dehidrasi ringan atau sedang, defisit cairan 5-10 % dari berat badan
mengakibatkan dehidrasi sedang. Menyebabkan anak rewel atau gelisah, mata
sedikit cekung, turgor kulit masih kembali dengan cepat jika dicubit.
3. Dehidrasi berat, defisit cairan lebih dari 10% berat badan. Anak apatis,
(kesadaran berkabut), mata cekung, pada cubitan turgor kulit kembali lambat,
napas cepat, anak terlihat lemah. (Widoyono, 2008 :150)
19
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi
Gejala &
Tanda
Keadaan
Umum Mata
Mulut
/Lidah
Rasa
Haus Kulit
%
turun
BB
Estim
asi
def.
cairan
Tanpa
Dehidrasi Baik, Sadar Normal Basah
Minum
Normal,
Tidak
Haus
Dicubit
kembali
cepat
<5 50%
Dehidrasi
Ringan-
Sedang
Gelisah,
Rewel Cekung Kering
Tampak
Kehausan
Kembali
lambat 5-10
50-
100%
Dehidrasi
Berat
Letargi,
Kesadaran
Menurun
Sangat
Cekung
dan
Kering
Sangat
Kering
Sulit,
tidak bisa
minum
Kembali
sangat
lambat
>10 >100
%
World Health Organization 2005. Pocket Book of Hospital Care for Children.
2.1.4.7 Penatalaksanaan/Perawatan Balita Diare
Dalam Suraatmaja (2007) menjelaskan saat ini WHO menganjurkan 4 hal
utama yang efektif dalam menangani anak balita yang menderita diare akut, yaitu
penggantian cairan (rehidrasi), cairan diberikan secara oral untuk mencegah
dehidrasi yang sudah terjadi, pemberian makanan terutama ASI selama diare dan
pada masa penyembuhan diteruskan, tidak menggunakan obat antidiare, serta
petunjuk yang efektif bagi ibu serta pengasuh tentang perawatan anak yang sakit
di rumah, terutama cara membuat dan memberi oralit, tanda-tanda yang dapat
dipakai sebagai pedoman untuk membawa anak kembali berobat serta metode
yang efektif untuk mencegah diare (Silvana, 2010).
Menurut Kemenkes RI 2011 (dalam Tami, 2011) prinsip tatalaksana diare
pada balita adalah Lintas Diare (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung
oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan
satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi mempebaiki kondisi usus serta
20
mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan
gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program
Lintas Diare yaitu :
1. Rehidrasi menggunakan oralit osmolalitas rendah
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. Teruskan pemberian ASI dan makanan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh.
A. Diare Tanpa Dehidrasi
Bila terdapat dua tanda atau lebih :
i. Keadaan umum baik, sadar
ii. Mata tidak cekung
iii. Minum biasa, tidak haus
iv. Turgor kulit kembali segera
1. Oralit
Menurut Kemenkes RI (2011) untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat
dilakukan mulai dari rumah tangga dengan memberikan oralit dan bila tidak
tersedia berikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang.
Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi penderita diare untuk mengganti cairan
yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum harus segera dibawa ke sarana
kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui infus. Pemberian oralit
didasarkan pada derajat dehidrasi (Tami, 2011).
Pemberian oralit :
21
Umur < 1 tahun : 3 jam pertama 1 ½ gelas selanjutnya ½ gelas tiap kali mencret.
Umur 1 – 4 tahun : 3 jam pertama 3 gelas selanjutnya 1 gelas setiap kali mencret.
Umur diatas 5 Tahun : 3 jam pertama 6 gelas, selanjutnya 1 ½ gelas tiap mencret.
Tabel 2.2 Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur
Umur Jumlah oralit yang
diberikan tiap BAB
Jumlah oralit yang disediakan di
rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2 bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4 bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari
World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children Sumber: Depkes RI,
2006
2. Zinc
Zinc dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitrit Oxide Synthase)
dimana ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu
mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi BAB,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3
bulan berikutnya. Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi zinc segera
saat anak mengalami diare.
Dosis pemberian Zinc pada balita :
a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari.
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau
ASI, sesudah larut berikan pada anak diare (Kemenkes RI, 2011).
22
3. Pemberian ASI/Makanan Mencegah Kurang Gizi
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya BB. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI.
Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat
harus diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit
dan lebih sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra selama 2
minggu untuk membantu pemulihan BB (Kemenkes RI, 2011).
4. Pemberian Antibiotika Hanya Atas Indikasi
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian
diare pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat
pada penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek
kolera (Kemenkes RI, 2011).
5. Pemberian Nasihat Kepada Ibu/Pengasuh
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat
dengan balita harus diberi nasehat tentang :
5.1 Cara memberikan cairan dan obat di rumah
5.2 Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :
5.2.1 Diare lebih sering
5.2.2 Muntah berulang
5.2.3 Sangat haus
5.2.4 Makan/minum sedikit
23
5.2.5 Timbul demam
5.2.6 Tinja berdarah
5.2.7 Tidak membaik dalam 3 hari
B. Diare dengan dehidrasi ringan - sedang
Bila terdapat dua tanda atau lebih :
a) Gelisah, rewel
b) Mata cekung
c) Ingin minum terus, ada rasa haus
d) Cubitan kulit perut/turgor kembali lambat
Pada keadaan dehidrasi ringan, rehidrasi dapat dilakukan oleh ibu dengan
menggunakan prinsip penanganan diare di rumah yaitu :
1. Beri cairan tambahan sebanyak anak mau, dengan memberi penjelasan
kepada ibu :
a. ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
b. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif beri oralit atau air matang
sebagai tambahan.
c. Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih cairan
oralit, larutan gula garam, kuah sayur, air tajin dan air matang.
Ajari ibu mencampur dan memberi oralit dengan memberi 6 bungkus
oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah.
24
Katakan pada ibu:
a. Agar meminumkan sedikit demi sedikit tetapi sering dari cangkir.
b. Jika timbul muntah, berikan ASI sesering mungkin tetapi sedikit demi
sedikit. Berikan juga minuman rehidrasi sedikit demi sedikit setiap 5
sampai 10 menit (David Werner dkk, 2010 : 209-210).
c. Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Memberikan suplemen zinc dengan dosis sebagai berikut dan berikan
selama 10-14 hari :
Dosis pemberian Zinc pada balita :
Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.
3. Lanjutkan pemberian makanan karena nutrisi sangat penting dalam tata
laksana diare .
a) Dalam 4 jam pertama, jangan memberikan makanan kecuali ASI.
Menyusui ASI diberikan setiap selesai diare.
b) Setelah 4 jam, jika anak tetap dehidrasi ringan dan tetap berikan CRO,
berikan makanan setiap 3-4 jam.
c) Setiap anak antara 4-6 bulan seharusnya diberikan sedikit makanan.
d) Anak dianjurkan makan sebanyak 6 kali per hari. Beri makanan yang
sama setelah diare berhenti dan berikan makanan ekstra sehari dalam 2
minggu.
25
e) Jika anak berusia kurang dari 1 bulan, usahakan untuk menemui
petugas kesehatan atau dokter sebelum memberikan obat – obatan
(Davir Werner dkk, 2010 : 209-210).
4. Kapan harus kembali ke Puskesmas
Tabel 2.3 Jumlah CRO yang diberikan berdasarkan umur dan berat
badan pada 4 jam pertama
Umur* ≤ 4 bulan 4 – 12 bulan 12 bln – 2 thn 2 th – 5 th
Berat < 6 kg 6 - < 10 kg 10 - < 12 kg 12 – 19 kg
Cairan
Rehidrasi Oral 200 – 400 400 – 700 700 - 900 900 – 1400
World Health Organization 2005. Pocket Book of Hospital Care for Children.
C. Diare Dengan Dehidrasi Berat
Bila terdapat dua tanda atau lebih :
1. Lesu, lunglai, tidsk sadar
2. Mata cekung
3. Malas minum
4. Turgor kulit kembali sangat lambat ≥ 2 detik
Diare dengan dehidrasi berat ditandai dengan mencret terus – menerus,
biasanya lebih dari 10 kali disertai dengan muntah, kehilangan cairan lebih dari
10% berat badan. Diare ini diatasi dengan terapi C, yaitu perawatan di puskesmas
atau rumah akit untuk diinfus RL ( Ringel Laktat ). Penderita diare yang tidak
dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di infus. (Kemenkes RI,
2011).
Diare terutama berbahaya bagi bayi dan anak kecil. Seringkali tidak
diperlukan pengobatan, tetapi perawatan khusus harus diberikan karena bayi cepat
meninggal dunia akibat kekurangan air (dehidrasi).
26
2.1.4.8 Pencegahan Diare
Tujuan pencegahan diare adalah untuk tercapainya penurunan angka
kesakitan.
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006
dalam Tami 2011) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan
terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh
mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI
yang disertai dengan susu formula. Flora normal usus bayi-bayi yang disusui
mencegah timbulnya bakteri penyebab diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI
penuh pada 6 bulan pertama kehidupan resiko mendapat diare 30x lebih besar
(Depkes RI, 2006).
2. Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan
masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping
ASI dapat menyebabkan meningkatkan resiko terjadinya diare ataupun penyakit
lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI
yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan
pendamping ASI diberikan (Depkes RI, 2006).
27
3. Menggunakan air bersih yang cukup
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur
fekal oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan
atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,
makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes
RI, 2006).
4. Mencuci Tangan
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare
(Depkes RI, 2006).
5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa Negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban,
dan keluarga harus BAB di jamban (Depkes RI, 2006).
6. Membuang tinja bayi yang benar
Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang
harus diperhatikan :
a. Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun
atau kertas koran dan kuburkan atau buang di jamban.
b. Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan
mudah dibersihkan, kemudian buang ke dalam WC dan bilas wadahnya.
28
c. Bersihkan anak segera setelah buang air besar dan cuci tangannya (Depkes
RI, 2006).
7. Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi
campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak
segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2006).
Pengetahuan ibu sangat berpengaruh dalam penatalaksanaan diare di
rumah. Karena bila pengetahuannya baik maka ibu akan mengetahui tentang cara
merawat anak sakit diare di rumah, terutaa tentang upaya rehidrasi oral dan juga
ibu akan mengetahui tentang tanda-tanda untuk membawa anak berobat atau
merujuk ke sarana kesehatan. Tindakan pengobatan yang dilakukan di umah
adalah titik tolak keberhasilan pngelolaan penderita tanpa dehidrasi, juga tindakan
untuk mendorong ibu memberikan pengobatan di rumah secepat mungkin ketika
diare baru mulai. Bila ibu mengetahui prinsip-prinsip pengelolaan efektif diare,
misalnya bila ibu memberikan pengobatan cairan secara oral pada anak di rumah
segera setelah anak menderita diare, ini dapat mencegah terjadinya dehidrasi atau
mengurangi beratnya dehidrasi. Untuk itulah penting sekali ibu-ibu mengetahui
tentang rencana penanganan penderita diare dengan baik. Tetapi bila pengetahuan
ibu kurang maka anak yang menderita diare dapat mengalami dehidrasi dan
keadaan anak tidak bertambah baik,karena ibu tidak mengetahui tentang cara
penanganan penderita diare yang tepat.
29
2.2 Konsep Sikap Ibu
2.2.1 Pengertian Sikap
Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa: “sikap
adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tetentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan
tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup “.
2.2.2 Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010:30-31) :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau menerima stimulus
yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap penatalaksanaan diare
dapat diketahui dari penanganan awal diare yang dilakukan di rumah.
2. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap
pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya : sikap ibu terhadap
penatalaksanaan diare dapat diketahui dari tanggapan atau jawaban ibu bahwa
diare harus segera ditangani.
3. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya dengan orang lain, bahkan
mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.
30
4. Bertanggung jawab (responsibel)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu
bertanggung jawab atas perawatan diare yang diberikan kepada anaknya saat
anaknya mengalami diare dengan segala resiko yang ada.
2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
a. Pengalaman pribadi
Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam
stimulus sosial, tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam pembentukan
sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan seseorang harus memiliki
pengamatan yang berkaitan dengan obyek psikologis.
b. Orang lain
Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau sejalan
dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh antara lain adalah
orang tua, teman dekat, teman sebaya.
c. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio,
surat kabar mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pembentukan opini
dan kepercayaan seseorang.
d. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar dan
pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
31
e. Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan
pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
2.1.5 Sikap Ibu Dalam Penatalaksanaan Diare
Sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap
merupakan predisposisi dari perilaku atau suatu tindakan. Sehingga sikap ibu
dalam penatalaksanaan diare merupakan predisposisi dari tindakan ibu dalam
penatalaksanaan diare pada balita.
Sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi
perilaku seseorang. Sikap merupakan perasaan seseorang untuk mendukung atau
tidak mendukung terhadap objek tertentu (G.J Ebrahim). Dengan demikian ibu
yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak mendukung praktek
ibu dalam penatalaksanaan diare.
Selain pengetahuan sikap juga berpengaruh dalam penatalaksanaan diare
di rumah. Misalnya, tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang
terlalu dini, pemberian susu botol) akan mengakibatkan diare pada anak. Sikap ibu
yang kurang baik misalnya tidak memberikan makanan pada anak yang diare
(memuasakan) daripada harus menyiapkan makanan khusus dan membujuk atau
memaksa anakyang sakit untuk makan. Ini bisa menyebabkan keadaan anak akan
bertambah buruk. Jika pemberian oralit atau cairan rumah tangga lainnya
menyebabkan muntah, maka sebaiknya ibu menghentikan pemberian cairan atau
32
oralit tersebut. Sedangkan sikap ibu yang baik misalnya, bila terjadi dehidrasi
maka anak segera dibawa ke petugas kesehatan. Tanda-tanda anak diare yang
harus dibawa ke sarana kesehatan yaitu bila tanda-tanda kekurangan cairan,
keadaan anak tidak bertambah baik, bila anak tidak mau makan dan minum secara
normal dengan baik, anak demam, anak sering buang air besar disertai darah.
Sikap ibu yang baik akan mendukung terhadap kesembuhan anak yang menderita
diare.
Contoh sikap ibu yang baik dalam penatalaksanaan diare diantaranya :
1. Memberikan cairan secara oral di rumah segera setelah anak menderita diare.
2. Segera membawa anaknya ke Puskesmas atau sarana kesehatan bila diare
bertambah parah dan anak mengalami tanda-tanda dehidrasi.
3. Tidak menghentikan pemberian ASI secara dini dan selama anak mengalami
diare.
4. Tidak memberikan obat antidiare kepada anaknya tanpa resep dokter.
5. Selalu mengutamakan kebersihan (cuci tangan) dalam menangani anak yang
diare. Peralatan makan atau botol susu anak di cuci dengan air yang bersih.
6. Mengetahui cara pemberian oralit di rumah saat anak mengalami diare.
7. Jika anak muntah saat pemberian oralit maka pemberiannya dihentikan
kemudian dilanjutkan lagi secara perlahan.
8. Memberikan makanan yang lunak sedikit demi sedikit tapi sering pada anak
yang sedang diare.
33
2.2 Hasil Penelitian Terkait
a) Penelitian yang dilakukan oleh Fediani (2011) dengan judul Hubungan
Pengetahuan Ibu Dengan Tindakan Ibu Terhadap Kejadian Diare Pada
Balita Di Kelurahan Tanjung Sari. Adapun hasil penelitian ini menunjukkan
mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang (48%) dengan
sebagian besar berpendidikan SMA (48%). Didapatkan mayoritas tindakan
termasuk dalam kategori baik (58%). Didapati hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan ibu dengan tindakan ibu terhadap kejadian diare
pada balita dengan hasil p value chi square 0.0001 (<0.05).
b) Penelitian yang dilakukan oleh Noverica (2010) dengan judul Gambaran
Pengetahuan Ibu Tentang Tatalaksana Diare Pada Balita Di Kecamatan
Medan Sunggal Tahun 2010. Dari penelitian ini diperoleh bahwa
pengetahuan responden terhadap tatalaksana diare pada balita berada pada
kategori baik, yaitu sebanyak 67 responden (67%), kategori sedang
sebanyak 33 responden (33%), dan tidak ditemukan responden yang berada
pada kategori kurang. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
gambaran pengetahuan ibu tentang tatalaksana diare pada balita di
Kecamatan Medan Sunggal berada pada kategori baik.
c) Penelitian yang dilakukan oleh Yurita (2010) dengan judul Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Diare Dengan Kejadian Diare Pada
Anak Balita Di Desa Gubug Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan tahun
2010 Universitas Muhammadiyah Semarang. Dengan hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar ibu memiliki tingkat pengetahuan rendah
34
tentang diare sebesar 71 orang (53%) dan sikap kurang baik sebesar 69
orang (51,5%) sehingga menyebabkan balita menderita diare sebesar 71
orang (53%). Hasil analisis ada hubungan antara tingkat pengetahuan dan
sikap ibu tentang diare dengan kejadian diare pada anak balita ditunjukkan
dengan hasil semua nilai p < 0,05.
d) Penelitian yang dilakukan oleh Purbasari (2009) dengan judul Tingkat
Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Dalam Penanganan Awal Diare Pada
Balita Di Puskesmas Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan, Banten Pada
Bulan September Tahun 2009 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dengan hasil : Hasil Tingkat pengetahuan, sikap, dan
perilaku responden mayoritas adalah cukup, nilai untuk masing-masing
yaitu sebanyak 33 orang (48.5 %) responden, 57 orang (83.8 %) responden,
dan 47 orang (69.1 %) responden. Kesimpulan Hasil penelitian ini adalah
tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare
pada balita di Puskesmas Ciputat pada bulan September tahun 2009 adalah
cukup.
35
2.3 Kerangka Berpikir
2.4.1 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi
perawatan balita diare :
1. Faktor Predisposisi: Pengetahuan,
Sikap, pendidikan, Pekerjaan,
Penghasilan, keyakinan dll.
2. Faktor pendukung: keterampilan
orang tuan ( ibu ), Sarana dan
prasarana kesehatan, terjangkaunya
fasilitas kesehatan, ketersediaan
pelayanan kesehatan.
3. Faktor pendorong: Sikap dan
perilaku petugas kesehatan
(Notoatmodjo, 2007)
Pengetahuan ;
Tahu
Memahami
Aplikasi
Analisis
Sintesis
Evaluasi
( Notoadmodjo, 2010)
Pengetahuan Tentang
Penatalaksanaan Diare :
- Pengertian
- Penyebab
- Gejala dan tanda
- Pencegahan
- Perawatan/penatalaksanaan
( Wong, 2009; Widoyono,
2008; Werner dkk, 2010)
Sikap :
Menerima
Menanggapi
Memahami
Menghargai
Bertanggung jawab
( Notoadmodjo, 2010)
Sikap dalam penatalaksanaan diare pada
balita
- Pemberian ASI
- Pemberian oralit atau CRO
- Pemberian makanan
pendamping ASI
- Pemberian zinc
- Pemberian antibiotik
- Membawa anak diare ke sarana
keseharan
(Kemenkes RI, 2011; Werner, 2010)
Penatalaksanaan Diare
Pada Balita
36
2.4.2 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Sikap Dalam Penatalaksanaan
Diare :
- Penanganan awal
- Pemberian ASI
- Pemberian oralit atau
CRO
- Pemberian makanan
pendamping ASI
- Pemberian zinc
- Pemberian antibiotik
- Menjaga kebersihan
- Membawa anak diare ke
sarana kesehatan.
Penatalaksanaan Diare Pada Balita
Pengetahuan Penatalaksanaan
Diare :
- Pengertian
- Penyebab
- Gejala dan tanda
- Penatalaksanaan Diare
37
2.4 Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Nol/H0( hipotesis statistik )
Tidak ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan penatalaksanaan
diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecamatan Tilango
Kabupaten Gorontalo.
2. Hipotesis Alternatif/HA ( Hipotesis penelitian )
Ada hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan penatalaksanaan diare
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tilote Kecatamatn Tilango
Kabupaten Gorontalo.