BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ... II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran ... II.pdf6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1...
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembentukan kemampuan siswa di sekolah sangat dipengaruhi oleh proses
belajar yang ditempuh. Agar siswa memiliki kemampuan yang diharapkan, proses
belajar harus dikendalikan guru berdasarkan kurikulum yang berlaku. Setiap mata
pelajaran diajarkan berdasarkan kurikulum dengan beban materi yang berbeda
disetiap tingkatan kelas. Hal ini juga berlaku pada mata pelajaran Matematika di
sekolah dasar. Sebelum pembahasan pembelajaran matematika di sekolah dasar perlu
dietahui mengenai pengertian matematika dan pengertian pembelajaran.
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Asal kata matematika bukan berasal dari Bahasa Indonesia asli. Pengertian
asal kata matematika diterangkan oleh Tiurlina (2010:3) yaitu :
Matematika berasal dari bahasa Latin mathematika yang mulanya diambil dari bahasa Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).
Berikut pengertian matematika berdasarkan definisi para ahli yang
dikemukakan oleh Tiurlina (2010:4).
Russefendi menyebutkan bahwa matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
James dan James menyebutkan matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.
Johnson dan Rising dalam Russefendi mengemukakan matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan,pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya
6
7
adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.
Reys - dkk mengemukakan matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
Kline menyebutkan matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.
2.1.1.2 Pengertian Pembelajaran
Pengertian pembelajaran menurut Sri Anitah (2009:18) adalah proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Lingkungan belajar merupakan suatu sistem yang terdiri dari unsur tujuan,
bahan pelajaran, strateggi, alat, siswa dan guru. Semua unsur atau komponen
tersebut saling berkaitan, saling mempengaruhi dan semuanya berfungsi dengan
berorientasi pada tujuan. Pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika mampu
memenuhi kriteria tujuan pembelajaran. Pemahaman guru mengenai pembelajaran
akan berpengaruh pada bagaimana guru tersebut mengajar.
Banyak ahli yang berpendapat mengenai pengertian pembelajaran. Dalam
www.carapedia.com disebutkan beberapa ahli yang mendefinisikan pengertian
pembelajaran. Beberapa ahli tersebut antara lain :
a. Knowles menerangkan pembelajaran adalah cara pengorganisasian peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
b. Slavin mendefinisikan pembelajaran sebagai perubahan tingkah laku individu yang disebabkan oleh pengalaman.
c. Woolfolk menerangkan pembelajaran berlaku apabila sesuatu pengalaman secara relatifnya menghasilkan perubahan kekal dalam pengetahuan dan tingkah laku.
d. Crow & Crow menerangkan pembelajaran adalah pemerolehan tabiat, pengetahuan dan sikap.
e. Rahil Mahyudin menerangkan pembelajaran adalah perubahan tingkah laku yang melibatkan ketrampilan kognitif yaitu penguasaan ilmu dan perkembangan kemahiran intelek.
f. Achjar Chalil menyebutkan pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
g. Corey menerangkan pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus.
h. G.A Kimble menyebutkan pembelajaran merupakan perubahan kekal secara relatif dalam keupayaan kelakuan akibat latihan yang diperkukuh.
8
i. Munif Chatib menerangkan pembelajaran adalah proses transfer ilmu dua arah, antara guru sebagai pemberi informasi dan siswa sebagai penerima informasi Dari berbagai pengertian pembelajaran dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam pendidikan.
Pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika mampu memenuhi kriteria tujuan
pembelajaran. Pemahaman guru mengenai pembelajaran akan berpengaruh pada
bagaimana guru tersebut mengajar.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika
merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dalam mata
pelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang akan dibahas dalam
penelitian ini yaitu pembelajaran matematika di sekolah dasar.
Siswa Sekolah Dasar (SD) umumnya berumur antara 6-13 tahun. Menurut
Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan yang tampak
pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir untuk mengoperasikan
kaidah-kaidah logika meskipun masih terikat dengan objek yang bersifat konkret.
Dari usia perkembangan kognitif, siswa SD masih terikat dengan objek konkret
yang dapat ditangkap oleh panca indra. Proses pembelajaran pada fase konkret
dapat melalui tiga tahapan konkret, semi konkret dan abstrak.
Karena matematika bersifat abstrak dan siswa SD berada pada fase
konkret, maka guru perlu menggunakan cara-cara agar peserta didik memahami
materi pelajaran. Salah satu cara yang digunakan yaitu mealui berbagai metode
pembelajaran sehingga dapat memperjelas apa yang disampaikan guru. Tujuan
akhir pembelajaran matematika di SD yaitu agar siswa terampil dalam
menggunakan berbagai konsep matematika dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Efektivitas Pembelajaran
Dilihat dari asal katanya efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu
Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Eggen dan Kauchak dalam
Fauzi, online (2009) mengemukakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif
apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penentuan
informasi (pengetahuan). Jadi, siswa tidak hanya pasif mendengarkan dan
menerima pengetahuan yang diberikan guru begitu saja. Hasil belajar ini tidak
9
hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan
keterampilan berpikir siswa.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat membawa
siswa belajar efektif menurut Slameto (2010:93). Pembelajaran akan efektif jika
waktu yang tersedia sedikit saja untuk guru melakukan ceramah dan waktu yang
besar adalah untuk kegiatan intelektual dan untuk pemeriksaan pemahaman siswa.
Slameto mengemukakan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif jika
memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarat tersebut antara lain:
(1) belajar secara aktif, baik secara mental maupun fisik. (2) adanya variasi metode dalam pembelajaran, (3) adanya motivasi, (4) kurikulum yang baik dan seimbang, (5) adanya pertimbangan perbedaan individu (6) adanya perencanaan sebelum pembelajaran (7) adanya suasana yang demoratis, (8) penyajian bahan pelajaran yang merangsang siswa untuk berfikir, (9) interaksi semua pelajaran, (10) kaitan antara kehidupan nyata kehidupan sekolah, (11) kebebasan siswa dalam interaksi pembelajaran, (12) pengajaran remedial.
Nana Sudjana (2008:35) mengungkapkan bahwa suatu pembelajaran
efektif dapat ditinjau dari segi proses dan hasilnya. Dari segi proses suatu
pembelajaran haruslah merupakan interaksi dinamis sehingga siswa sebagai
subyek belajar mampu mengembangkan potensi secara efektif. Dari segi hasil atau
produk menekankan pada penguasaan tujuan oleh siswa baik dari segi kualitas
maupun kuantitas.
Dari beberapa uraian mengenai efektivitas pembelajaran dapat
disimpulkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila semua unsur dan
komponen yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi dengan baik sesuai
dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta tujuan hasilnya dicapai optimal.
2.1.3 Metode Hypnoteaching
Dalam bahasa Inggris, method berarti cara. Apabila dikaitkan dengan
pembelajaran, Sri Anitah (2009:24) menyatakan metode adalah cara yang
digunakan guru dalam membelajarkan siswa. Setiap metode memiliki langkah-
langkah atau prosedur penggunaannya tersendiri. Joni dalam Sri Anitah (2009:24)
mengemukakan bahwa metode adalah berbagai cara kerja yang bersift relatif
10
umum yang sesuai untuk mencapai tujuan tertentu. Metode pembelajaran
digunakan sebagai salah satu upaya guru agar siswa memahami materi pelajaran.
2.1.3.1 Pengertian Metode Hypnoteaching
Metode Hypnoteaching merupakan perpaduan dua kata “hypnosis” yang
berarti mensugesti dan “teaching” yang berarti mengajar. Menurut La Kahija
(2007:17) istilah hypnosis atau dalam Bahasa Indonesia disebut hipnotisme,
pertama kali digunakan oleh James Braid pada tahun 1795. Istilah ini pertama kali
muncul dalam bukunya yang berjudul Neurypnology, the Rationale of Nervous
Sleep (Neuripnologi, tentang penyebab tidur saraf) yang terbit pada tahun 1843.
Secara etimologis, hypnosis berasal dari bahasa yunani “hypnos” yang
diambil dari nama Dewa Tidur dalam mitologi yunani. Dewa ini digambarkan
memiiki dua sayap yang melekat pada kepalanya. James Braid menggunakan
istilah hypnosis untuk menggambarkan seni atau ilmu mempelajari cara membawa
pasien ke dalam hypnosis dengan monoidea (perhatian terfokus pada satu ide).
Pada tahun 1847, Braid berpendapat bahwa semua fenomena hipnotik,
seperti katalepsi, anestesia dan amnesia dapat dimunculkan tanpa harus tertidur.
Pada tahun 1852, pandangan Braid beralih lagi dari monoideisme ke keyakinan
akan kekuatan sugesti. Menurut Braid, keberhasilan hipnotisme ditentukan oleh
ide atau pikiran yang ditanamkan pada subjek lewat sugesti.
Menurut La Kahija (2007:44) bahwa dalam praktik hypnosis, banyak
hipnoterapis yang menemukan kejadian unik pada klien. Pengalaman ini yang
membentuk opini baru tentang hipnotisme. Sebelum masa James Braid, hypnosis
dikenal dengan nama Mesmerism/magnetism. Novian Triwidia Jaya (2010:5)
menyebutkan ada beberapa definisi hypnosis yang pernah diungkap yaitu : (1)
Hipnosis adalah teknik atau praktik dalam mempengaruhi orang lain untuk masuk
dalam kondisi trance hypnosis, (2) hipnosis adalah suatu kondisi dimana perhatian
menjadi sangat terpusat sehingga sugestibilitas (daya terima saran) meningkat
sangat tinggi, (3) hipnosis adalah seni komunikasi untuk mempengaruhi seseorang
sehingga mengubah tingkat kesadarannya yang dapat dicapai dengan cara
menurunkan gelombang otak dari Beta menjadi Alpha dan Theta, (4) hipnosis
adalah seni komunikasi untuk mengeksplorasi alam bawah sadar, (5) hipnosis
11
adalah kondisi kesadaran yang meningkat. Gil Boyne dalam La Kahija (2007:54)
memandang hypnosis sebagai keadaaan pikiran normal yang dicirikan dengan: (1)
relaksasi yang dalam, (2) keinginan mengikuti sugesti yang sejalan dengan sistem
keercayaannya, (3) pengaturan diri dan normalisasi sistem saraf pusat, (4)
sensitivitas yang meningkat dan selektif terhadap stimulus eksternal dan (5)
mekanisme pertahanan psikis yang melemah.
Definisi hypnosis yang dibuat oleh U.S. Department of Education, Human
Services Division, adalah “Hypnosis is the by-pass of the critical factor of the
conscious mind followed by the establishment of acceptable selective thinking”
atau “hipnosis adalah penembusan faktor kritis pikiran sadar diikuti dengan
diterimanya suatu pemikiran atau sugesti.”
Menurut Milton H. Erickson dalam M. Noer (2010:17) menerangkan
hipnosis adalah suatu metode berkomunikasi, baik verbal maupun non verbal,
yang persuasif dan sugestif kepada seorang klien sehingga dia menjadi kreatif dan
bereaksi. M. Noer (2010:19) menambahkan bahwa pengertian hipnosis dapat
dibagi menjadi 4 macam situasi, yaitu :
(1) Hipnosis merupakan seni sugestif, yaitu bagaimana seseorang dapat menyugesti orang lain, (2) hipnosis merupakan seni komnunikasi, yakni komunikasi persuasif antara suyet (orang yang dihipnotis) dengan hipnotis (orang yang menghipnosis), (3) hipnosis juga bermakna seni eksplorasi alam bawah sadar karena hipnosis terjadi ketika alam bawah sadar mempunyai peranan tinggi dan alam sadarnya tidak difungsikan, dan (4) hipnosis diartikan sebagai seni mengubah tingkat kesadaran yaitu dari tingkat kesadaran yang kritis menjadi tidak kritis.
Merujuk apa yang dikatakan oleh M. Noer maka dalam penggunaan metode
hypnoteaching guru memiliki kedudukan sebagai hipnotis. Siswa memilki
kedudukan sebagai suyet (orang yang dihipnosis). Dalam praktiknya, guru tidak
perlu menidurkan siswa. Guru hanya menggunakan bahasa persuasif dengan
menerapkan langkah-langkah metode hypnoteaching.
Pada tahun 2001, Professional Affairs Board of the Society menyatakan
bahwa hypnosis dapat mengurangi kecemasan, stres dan masalah psikoogis
lainnya. John Gruzelier dalam Novian T. Jaya (2010 : 8) melakukan sebuah riset
menggunakan Fmri, sebuah alat untuk mengetahui aktivitas otak. Greuselier
12
menemukan bahwa seseorang yang dalam kondisi terhipnosis memiliki aktivitas
yang meningkat dalam otaknya. Gruzelier menambahkan bahwa manusia mampu
melakukan hal yang manusia itu sendiri tidak mampu memimpikannya. Sehingga
hipnosis berdampak dalam peningkatan motivasi dan kinerja. Jika dihubungkan
dengan pembelajaran di kelas maka dengan menerapkan hypnosis dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa, kemampuan konsentrasi, kepeercayaan diri,
kedisiplinan dan keorganisasian.
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian hypnosis dapat disimpulkan
bahwa hypnosis adalah ilmu yang mempelajari kinerja otak bawah sadar dimana
otak bawah sadar memiliki pengaruh dominan sehingga berdampak pada perilaku
orang yang dihipnotis.
Untuk mengurangi subjektivitas dalam mengemukakan pandangan tentang
hypnosis maka munculah istilah hipnotisme eksperimental. Hipnotisme ini lebih
cocok dipandang sebagai hipnotisme yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan
data tentang hypnosis untuk selanjutnya dijadikan dasar yang lebih objektif dalam
memahami hynosis. Dalam perkembangannya hingga saat ini, hipnosis sangat
membantu dalam mengembangkan performa diri dan proses belajar-mengajar
hingga munculah istilah hypnoteaching.
Menurut Ibnu Hajar (2011:76) Metode Hypnoteaching merupakan
gabungan dari lima metode belajar mengajar seperti quantum learning, accelerate
learning, power teaching, neuro-linguistic programming (NLP) dan hypnosis.
Ibnu Hajar (2011:75) juga menambahkan bahwa metode hypnoteaching bisa
diartikan seni berkomunikasi dengan jalan memberikan sugesti agar para siswa
menjadi lebih cerdas.
Novian Triwidia Jaya (2010:4) menyebutkan bahwa Metode
Hypnoteaching adalah mengaktifkan inner motivation dan mempersuasi siswa.
Mempersuasi siswa untuk nyaman dan betah dalam belajar serta dengan sugesti
yang diberikan guru siswa akan termotivasi untuk terus menikmati belajarnya.
Novian juga menambahkan bahwa metode hypnoteaching adalah perpaduan
pengajaran yang melibatkan pikiran sadar (Conscious Mind) dan pikiran bawah
sadar (Sub Conscious Mind).
13
Dari berbagai pendapat mengenai pengertian metode hypnoteaching dapat
disimpulkan bahwa metode hypnoteaching adalah metode pembelajaran yang
berprinsip bahwa sugesti dapat mempengaruhi hasil belajar yang dalam
penerapannya lebih ditekankan dengan penggunaan bahasa-bahasa otak bawah
sadar.
2.1.3.2 Unsur-unsur Metode Hypnoteaching
Muhammad Noer (2010:137) menerangkan unsur-unsur Metode
hypnoteaching meliputi penampilan guru, sikap yang empatik, rasa simpati,
penggunaan bahasa, peraga, motivasi dan menguasai hati siswa.
Penampilan guru. Guru hendaknya berpakaian serba rapi. Penampilan
yang baik akan melahirkan rasa percaya diri yang tinggi serta memiliki daya
magnet yang kuat bagi siswa. Tingkat kepercayaan diri seseorang, tingkat
kepositivan pikiran dan juga tingkat sosial kemasyarakatan dapat dilihat dari
penampilan. Biasanya orang lain akan melihat penampilan seseorang sebelum
mengenal realitas kepribadian yang sebenarnya.
Sikap yang empatik. Sebagai seorang pendidik, bukan sekadar pengajar,
seorang guru harus mempunyai rasa empati kepada para siswa. Ketika didapati
ada atau bahkan banyak siswa yang bermasalah, suka membuat ulah di sekolah,
suka cari perhatian teman dan guru dengan jalan berbicara atau bertingkah laku
aneh, dan berbagai tindakan yang kurang baik, suka mengganggu teman serta
berbagai tindakan destruktif lainnya, maka guru tidak akan begitu saja
menyematkan gelar “siswa nakal” di pundak siswa tersebut. Guru terlebih dahulu
menyelidiki apa latar belakang yang menyebabkan tindakan siswa itu dengan
menggali dan mengumpulkan berbagai informasi yang ada.
Rasa simpati. Bila guru mempunyai rasa simpati kepada siswa niscaya
siswa pun akan menaruh simpati kepada gurunya. Bila guru memperlakukan siswa
dengan baik walaupun siswa tersebut nakal niscaya siswa akan enggan dan
hormat kepada guru yang juga menghormatinya. Siswa akan berusaha mengerti
dan menuruti apa kata sang guru karena guru juga mengerti dirinya.
Penggunaan bahasa. Guru yang baik hendaknya memiliki kosa kata dan
bahasa yang baik dan enak didengar telinga, bisa menahan emosi diri, tidak
14
mudah terpancing amarah, suka menghargai karya, potensi dan kemampuan
siswa.
Peraga (bagi yang kinestetik). Salah satu unsur hipnosis dalam
pembelajaran adalah peraga atau mengeluarkan ekspresi diri. Seluruh anggota
badan digerakkan jika diperlukan. Tangan, kaki, mimik dan suara dieksplorasi
secara maksimal dan optimal. Ketika mengajar hendaknya guru menggunakan
gaya bahasa tubuh agar apa yang disampaikan semakin mengesankan. Untuk
menerapkan hal ini guru harus menguasai materi yang akan disampaikan.
Motivasi siswa dengan cerita atau kisah. Watak dan tabiat dasar kerja
pikiran adalah imajinasi dan fantasi. Cerita dan kisah merupakan kajian imajinasi.
Disaat guru melihat siswa banyak mengalami masalah, tidak memiliki motivasi
belajar dan berbagai problematika kehidupan maka guru dapat menasehati dan
membimbing siswa tanpa menggurui. Novian Triwidia Jaya (2010:74) membuat
beberapa syarat penting yang harus diperhatikan saat membuat cerita yaitu : 1)
alami dan apa adanya, 2) ekspresif (menggunakan suara, intonasi dan bahasa
tubuh), 3) gunakan pengalaman sehari-hari atau topik yang sedang hangat, 4)
gunakan emosi, 5) Fun dan membangun.
Menguasai hati siswa. Belajar pengalaman di lapangan lebih mengena
daripada belajar teori di kelas saja. Jika sudah bisa menguasai hati siswa baru bisa
menguasai pikirannya.
2.1.3.3 Latihan Hipnotis untuk Guru
Setiap guru memiliki potensi untuk dapat melakukan Metode
hypnoteaching karena metode ini merupakan keterampilan yang dapat dipelajari.
Berikut beberapa langkah menumbuhkan kemampuan Metode hypnoteaching
menurut Ibnu Hajar (2011:113) yaitu :
Biasakan mengucapkan lafal-lafal dengan fasih. Fasih berarti
mengucapkan kata-kata dengan jelas. Untuk mendapatkan kondisi fasih seperti
halnya belajar makhrijul huruf. Seorang guru harus melatih huruf demi huruf
dalam abjad dan mencoba menggunakannya menjadi kata ataupun kalimat yang
diawali dengan pengucapan lambat, agak cepat dan cepat. Dengan demikian, hal
15
ini akan menentukan apakah kejelasan dan ketegasan lafal yang diucapkan
memiliki kefasihan yang sama atau tidak.
Belajar menggunakan intonasi yang bervariasi. Anggap kelas adalah
tempat memerankan suatu tokoh dalam sebuah drama. Variasi-variasi dari
intonasi kata yang keluar dari mulut seorang guru dapat diatur sedemikian rupa.
Dalam kondisi tertentu guru menggunakan intonasi yang lebih tinggi dari
biasanya. Bisa juga menggunakan intonasi rendah misalnya berbisik sehingga
siswa seperti diajak “berayun-ayun” diantara kata-kata yang dikeluarkan guru.
Keterampilan ini membutuhkan penjiwaan dari guru terhadap pesan yang akan
disampaikan. Untuk melatih keterampilan menggunakan intonasi dapat dilakukan
dengan cara mengucapkan naskah-naskah yang bervariasi seperti puisi, dongeng,
dialog, narasi, syair lagu dan lain sebagainya.
Hilangkan penggunaan kata jeda. Seorang ahli hipnotis mampu
menguraikan kata secara spontanitas tanpa ada jeda terlalu lama apalagi
mengeluarkan kata-kata jeda seperti “eh.., “e..” dan sejenisnya. Kata-kata tersebut
keluar karena tidak adanya suatu konsep dalam pikiran guru atau pikiran seorang
guru tidak menguasai suatu persoalan yang sedang dibicarakan.
Biasakan mengatakan ide yang terintas dalam pikiran meskipun tidak
nyambung. Kebiasaan ini akan membantu guru untuk mampu mengcapkan ide
yang datang secara tiba-tiba. Hal tersebut merupakan latihan menyinergikan
antara pikiran dengan mulut. Pada awalnya ketidaknyambungan ide-ide yang
keluar sering terjadi namun lama kelamaan pikiran akan semakin terbiasa dengan
hal-hal yang lebih konsisten.
Biasakan menatap tajam objek yang diajak berbicara. Tatapan mata adalah
tanda bahwa seseorang ingin menyampaikan sesuatu kepada orang yanng
ditujunya. Bagi sebagian orang, terkadang menatap orang lain terasa sangat berat
apalagi jika yang ditatap memiliki karisma yang lebih besar daripada yang
menatap. Tatapan mata merupakan bukti keseriusan dan perhatian seseorang
terhadap orang yang diajak berbicara dan dapat mengidentifikasi sejauh mana
keseriusan orang yang diajak bicara. Untuk melatih keterampilan ini guru dapat
16
melatih diri berbicara di depan cermin dengan langsung menatap mata guru itu
sendiri.
Gerakkan anggota badan secara dinamis. Gerakan badan dalam sebuah
dialog menunjukkan bahwa sesuatu itu penting dan dahsyat. Di samping itu,
gerakan badan guru akan membantu menarik perhatian beberapa objek yang
diajak dialog. Siswa dapat menaruh perhatian penuh terhadap guru. Untuk itu
gerakan badan guru harus dinamis tetapi jangan berlebihan karena dapat
menghilangkan perhatian.
Gunakan media yang efektif. Memanfaatkan media sangat membantu agar
orang yang diajak bicara mampu menangkap pesan secara lebih lengkap daripada
pembicaraannya saja. Ketika siswa memerankan drama sebagai pangeran maka
akan lebih dimengerti jika siswa tersebut mengenakan pakaian sang pangeran
dengan pedang dan perisainya. Untuk itu pemilihan media harus direncanakan
secara matang ketika akan dimanfaatkan sebagai alat penyampai pesan.
Biasakan menggunakan kata-kata yang memotivasi. Kata-kata yang
memotivasi sangat membantu siswa untuk mengikuti apa yang guru inginkan.
Dengan demikian, pemilihan kata yang tepat pun sangat diperlukan.
Biasakan menyampaikan pesan dengan sepenuh hati. Membiasakan diri
menyampaikan pesan dengan sepenuh hati adalah kunci yang menentukan
keberhasilan ketika guru hendak mengajak siswa mengikuti keinginan guru.
Respon yang positif akan didapat dari kata yang terucap sepenuh hati.
2.1.4 Langkah-langkah Penerapan Metode Hypnoteaching
Terdapat beberapa langkah dasar yang wajib dilakukan seorang guru dalam
menerapkan Metode hypnoteaching yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar
(2011:100).
2.1.4.1 Niat dan motivasi dalam diri
Kesuksesan seseorang tergantung pada niat seseorang untuk bersusah payah
dan kerja keras untuk mencapai kesuksesan tersebut. Niat yang besar akan
memunculkan motivasi serta komitmen yang tinggi pada bidang yang ia tekuni.
Niat dan motivasi guru harus ditularkan kepada siswa. Contoh konkret dari niat
dan motivasi dalam diri guru dapat dilihat dari penampilan guru yang rapi,
17
senyum dan ramah saat memasuki kelas, besarkan sedikit bola mata. Maksud dari
membesarkan bola mata akan mempengaruhi intonasi suara yang di berikan
pendidik. Dengan membesarkan bola mata, intonasi yang keluar dari mulut dapat
terdengar lebih semangat.
Novian Triwidia Jaya (2010:69) menyebutkan bahwa manusia memiliki
“mirror neuron” di bagian sel otak. Sel ini bertugas meniru apa yang dilihat. Jika
guru masuk kelas dengan antusias maka secara otomatis siswa pun akan
memasuki pikiran dan emosi yang menyenangkan.
2.1.4.2 Pacing
Pacing berarti menyamakan posisi, gerak tubuh dengan peserta didik.
Prinsip dasar disini adalah “manusia cenderung atau lebih suka berkumpul dengan
sejenisnya atau memilliki banyak kesamaan.” Secara alamiah, setiap orang pasti
nyaman dan senang untuk berkumpul dengan orang lain yang memiliki kesamaan
dengannya sehingga akan merasa nyaman berada di dalamnya. Dengan
kenyamanan yang bersumber dari kesamaan gelombang otak ini maka setiap
pesan yang disampaikan dari orang satu dengan orang lain akan diterima dan
dipaham dengan baik.
Novian Triwidia Jaya (2010:71) menyebutkan ada 2 macam untuk
menyamakan gelombang otak yaitu menyamakan gerakan dan menyamakan
ucapan.
Contoh menyamakan gerakan yaitu dengan guru mengangkat tangan lalu
bertanya, “Siapa yang sudah makan pagi?”. Maka guru pun telah sama-sama
mengangkat tangan dengan siswa yang telah makan pagi. Lalu dengan tetap
mengangkat tangan guru bertanya, “Siapa yang belum makan pagi?” maka guru
pun telah memiliki kesamaan dengan yang belum makan pagi. Kemudian guru
menanyakan lagi, “Siapa yang tadi belum tunjuk tangan? Ayo sekarang tunjuk
tangan!” Maka guru telah sama-sama mengangkat tangan dengan seluruh siswa.
Contoh menyamakan ucapan dengan cara menyanyi bersama atau
mengucapkan yel-yel bersama. Dengan cara sederhana dapat membuat nyaman
siswa di kelas.
18
2.1.4.3 Leading
Leading memiliki pengertian memimpin atau mengarahkan sesuatu. Hal ni
dilakukan setelah proses pacing dilakukan. Jika melakukan leading tanpa
didahului dengan pacing maka hal itu sama saja dengan memberi perintah kepada
para siswa yang cukup beresiko karena mereka melakukannya dengan terpaksa
dan tertekan. Hal ini akan berakibat penolakan siswa terhadap guru.
Setelah melakukan pacing, para siswa akan merasa nyaman dengan guru.
Pada saat itulah hampir setiap apapun yang guru ucapkan atau tugaskan kepada
siswa akan dilakukan dengan sukarela dan bahagia sehingga sesulit apapun
materi, pikiran bawah sadar akan menangkap materi pelajaran dengan mudah.
2.1.4.4 Gunakan kata positif
Langkah ini merupakan langkah pendukung pacing dan leading.
Penggunaan kata positif ini disesuaikan dengan cara kerja pikiran bawah sadar
yang tidak mau menerima kata negatif. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh
berikut :“Bapak ibu guru sekalian, saya minta Anda untuk jangan pernah sekali-
kali membayangkan kelinci memakai topi. Saya ulangi lagi bahwa Anda tidak
diperkenankan sama sekali untuk membayangkan kelinci memakai topi. Sebab,
saat ini Anda benar-benar dilarang keras untuk membayangkan kelinci memakai
topi. Sekali lagi, saya ingatkan jangan pernah mencoba untuk membayangkan
kelinci memakai topi.” Pada kenyataannya yang terjadi, justru semakin keras
dilarang semakin membayangkan kelinci yang memakai topi.
Pada dasarnya, kata-kata yang diberikan oleh guru baik langsung maupun
tidak sangat mempengaruhi kondisi psikis para siswa sehingga mereka merasa
lebih percaya diri dalam menerima materi yang diberikan. Kata-kata tersebut
dapat berupa ajakan dan imbauan. Jadi, apabila ada hal-hal yang tidak boleh
dilakukan oleh siswa hendaknya menggunakan kata ganti yag positif untuk
mengganti kata ganti yang negatif. Sebagai contoh, apabila akan menenangkan
kelas yang ramai biasanya kata perintah yang keluar adalah “Jangan ramai!”
Dalam pengaplikasian metode hypnoteaching hendaknya kata-kata jangan ramai
diganti dengan “Mohon tenang.”
19
2.1.4.5 Berikan pujian
Salah satu hal yang penting dalam pembelajaran adalah reward and
punishment. Pujian merupakan reward peningkatan harga diri seseorang. Pujian
merupakan salah satu cara untuk membentuk konsep diri seseorang. Dengan
pujian, siswa akan terdorong melakukan yang lebih dari sebelumnya. Pemberian
pujian bisa dilakukan ketika siswa berhasil melakukan atau mencapai prestasi.
Guru diharapkan memberikan pujian sekecil apapun bentuk prestasinya termasuk
ketika siswa berhasil melakukan perubahan positif pada dirinya sendiri meskipun
mungkin masih berada di bawah teman-temannya.
Dalam memberikan pujian, hindari kata penghubung negatif, misalnya
“tapi”, “namun”, “Cuma saja” dan lain sebagainya. Penggunaan kata tersebut akan
membuat pujian menjadi sia-sia dan terkesan mengook-olok.
Jika pujian digabungkan dengan kritik maka yang lebih terangkap adalah
bentuk penyerangan pada harga diri orang yang dipuji. Bukannya meningkatkan
harga diri, hal ini justru akan menjatuhkan siswa yang dipuji. Meskipun
tampaknya hal sepele dan sering terjadi namun efeknya sangat besar dalam sistem
psikologis anak.
Cara untuk menghindari kata penghubung negatif adalah dengan
menghilangkan kata penghubung tersebut. Misalnya “Kamu sebetulnya adalah
siswa yang pandai dan sangat membanggakan. Akan lebih membanggakan lagi
kalau kamu lebih memperhatikan kerapian penampilanmu.” Dalam perkataan
tersebut, perisai pelindung harga diri belum sempat keluar, namun sudah ada
pesan perbaikan (kritik) masuk dalam program bawah sadarnya.
2.1.4.6 Modelling
Modelling adalah proses memberi tauladan atau contoh melalui ucapan
dan tingkah laku yang konsisten. Hal ini sangat perlu dan menjadi kunci metode
hypnoteaching. Setelah siswa merasa nyaman dengan guru maka diperlukam
kepercayaan (trust) siswa kepada guru dengan perilaku guru yang konsisten
melalui ucapan dan ajaran guru. Guru harus menjadi figur yang dipercaya.
2.1.5 Pengertian Metode Konvensional
20
Metode konvensional sering disebut metode tradisional. Menurut Sagala
(2006:187) metode konvensional adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada
sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di
kelas. I Wayan Sukra dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:215)
juga berpendapat, bahwa metode konvensional merupakan metode pembelajaran
yang berpusat pada guru dan hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikontrol oleh
guru.
Syaiful Sagala (2006: 187) berpendapat bahwa dalam pembelajaran yang
menggunakan metode konvensional, perbedaan individu kurang diperhatikan
karena seorang guru hanya mengelola kelas dan mengelola pembelajaran dari
depan kelas. Metode konvensional cenderung menempatkan siswa dalam posisi
pasif. Sedangkan menurut Slameto (2003:65) mengemukakan bahwa
pembelajaran klasikal memandang siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk
dan pasif mendengarkan penjelasan guru. Guru yang mengajar dengan metode
ceramah saja menyebabkan siswa menjadi bosan dan pasif.
Dari pendapat-pendapat mengenai pengertian metode konvensional
tersebut dapat disimpulkan bahwa metode konvensional adalah pembelajaran
yang berpusat kepada guru dimana guru menjadi sumber utama dalam
pembelajaran sehingga siswa hanya menerima transfer ilmu yang diberikan oleh
guru.
Menurut Djamarah dalam Scholaria jurnal pendidikan ke-SD-an (2011:
216), berpendapat bahwa pembelajaran dengan menggunakan metode
konvensional ditandai dengan ceramah, pemberian tugas dan latihan.
1. Metode Ceramah
Menurut Taniredja (2011: 45), ceramah adalah sebuah bentuk interaksi
melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada peserta didik. Sagala
dalam Taniredja (2011: 45) berpendapat bahwa ceramah juga sebagai kegiatan
memberikan informasi dengan kata-kata yang mengaburkan dan kadang-kadang
ditafsirkan salah.
Suryosubroto dalam Taniredja (2011:48) mengemukakan bahwa kebaikan metode
ceramah antara lain:
21
(1) guru dapat menguasai seluruh arah kelas, (2) organisasi kelas sederhana, (3) cepat untuk menyampaikan informasi, (3) dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah pendengar besar. Sedangkan kelemahan metode ceramah antara lain (1) guru sukar mengetahui sampai dimana murid-murid telah mengerti pembicaraannya; (2) murid sering kali member pengertian lain dari hal yang dimaksudkaan guru.
2. Metode Penugasan
Metode penugasan adalah metode penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Bahri
Djamarah dan Aswan Zain dalam Scholaria (2011:217) mengemukakan langkah-
langkah dalam penggunaan metode penugasan, yaitu:
1) Fase pemberian tugas
Dalam fase pemberian tugas kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:
a. Tugas yang diberikan harus mencakup tujuan pembelajran yang ingin
dicapai.
b. Tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa.
c. Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang
ditugaskan tersebut.
d. Ada petunjuk/ sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa.
e. Waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas.
2) Langkah pelaksanaan tugas
a. Guru memberikan bimbingan/pengawasan saat pelaksanaan tugas.
b. Guru memberikan motivasi dalam pelaksanaan tugas.
c. Guru mengarahkan agar tugas tersebut dikerjakan oleh siswa sendiri secara
mandiri tanpa bantuan orang lain.
d. Siswa mencatat hasil-hasil yang diperoleh dalam pelaksanaan tugas
dengan baik dan sistematis
3) Fase pertanggungjawabkan tugas
a. Laporan siswa baik lisan/ tertulis dari apa yang telah dikerjakannya
b. Tanya jawab/ diskusi kelas
c. Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun nontes atau cara
lain.
22
3. Metode Latihan
Menurut Bahri Djamarah dan Aswar Zain dalam Scholaria (2011: 218),
metode latihan adalah suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan
kebiasaan-kebiasaan tertentu. Russefendi dalam Scholaria, (2011: 218)
mengemukakan tentang langkah-langkah memberikan latihan adalah sebagi
berikut:
(a) Guru menjelaskan materi yang berkaitan dengan latihan yang akan diberikan. (b) Guru memberikan contoh latihan dan cara menyelesaikannya. (c) Guru menyuruh siswa melakukan latihan. (d) Guru menganalisis hasil latihan siswa
Mawardi dan Puspasari dalam Scholaria (2011: 219) mengemukakan
karakteristik model pembelajaran konvensional dalam penerapannya di kelas,
antara lain:
(1) Siswa adalah penerima informasi, (2) Siswa cenderung bekerja secara individual, (3) Pembelajaran cenderung abstrak dan teoritis, (4) Perilaku dibangun atas kebiasaan, (5) Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan, (6) Siswa tidak melakukan yang jelek karena dia takut hukuman, (7) Bahasa diajarkan dengan pendekatan stuktural.
Lebih lanjut Mawardi dan Puspasari mengemukan bahwa pembelajaran
konvensional dipandang efektif terutama untuk:
(1) Berbagi informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain, (2) Menyampaikan informasi dengan cepat, (3) Membangkitkan minat akan informasi, (4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.
Namun pembelajaran konvensional juga mempunyai beberapa kelemahan
yaitu (1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar dengan mendengarkan, (2)
Siswa cepat bosan karena pendidik sering kesulitan untuk menjaga agar siswa
tetap tertarik dengan apa yang dipelajari, (3) Tidak membangkitkan pemikiran
kritis siswa, (4) pembelajaran konvensional mengansumsikan bahwa cara belajar
siswa itu sama dan tidak bersifat individual.
2.1.6 Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan
informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-
23
tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut
guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik
untuk keseluruhan kelas maupun individu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Basuki dan Heri,
online (2005) yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
Faktor Internal (dari dalam individu yang belajar). Faktor yang
mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor dari dalam
individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan tersebut
adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan,
tanggapan dan lain sebagainya.
Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar). Pencapaian tujuan
belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini
akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun faktor yang mempengaruhi
adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep dan keterampilan, dan
pembentukan sikap.
Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses
belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang
diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai
siswa, (Nana Sudjana, 1989:111).
Berkaitan dengan hasil dari proses belajar-mengajar, maka yang menjadi
dasar dalam penerapan metode hypnoteaching adalah peningkatan motivasi
belajar siswa dan pemusatan perhatian sehingga tercipta pembelajaran yang
menyenangkan.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah penelitian yang
dilakukan oleh Rudy Aryanto mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Penelitiannya berjudul “Pengaruh Metode Hypnoteaching Terhadap Hasil Belajar
Siswa Kelas V Di Sd Negeri Begalon Ii No.241 Surakarta Tahun 2011 /2012”
dilaksanakan kemudian diuji pada Bulan Februari Tahun 2012. Hasil penelitian
yang dilakukan Rudy Aryanto (2012) menyimpulkan bahwa metode
24
Hypnoteaching mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar siswa di SDN
Begalon II No.241 Surakarta Tahun 2011 / 2012.
Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian Yuni Arti yang berjudul
“Upaya Meningkatkan Minat Siswa Pada Pembelajaran Ipa Fisika Dengan
Metode Hypnoteaching Menggunakan Pendekatan Kontekstual Pada Siswa Kelas
VIID Mts.Al-Asror Patemon Kec. Gunungpati Semarang Tahun Pelajaran
2010/2011”. Jenis penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Hasil penelitian sebagaimana yang tercantum dalam abstrak menunjukkan bahwa
melalui Metode Hypnoteaching menggunakan pendekatan kontekstual dapat
meningkatkan minat siswa Kelas VII D Mts. Al-Asror Patemon Kecamatan
Gunungpati Semarang pada pembelajaran IPA.
2.3 Kerangka Pikir
Kondisi awal kelas kontrol dan kelas eksperimen berada dalam kondisi
yang seimbang hasil belajarnya yang dapat dilihat melalui uji kesetaraan. Jika
kedua kelas sudah setara maka kelas eksperimen diberi treatment pembelajaran
menggunakan metode hypnoteaching selanjutnya diberikan post-test. Kelas
kontrol dilakukan pembelajaran konvensional seperti yang biasa guru terapkan di
kelas dan post-test.
Membandingkan hasil belajar matematika yang proses pembelajarannya
menggunakan metode hypnoteaching pada awal pembelajaran dengan yang
melakukan pembelajaran menggunakan metode konvensional adalah salah satu
cara untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode hypnoteaching dalam
pembelajaran matematika. Jika siswa yang menggunakan metode hypnoteaching
memperoleh hasil belajar di atas rata-rata, berarti metode hypnoteaching dalam
dunia pendidikan benar-benar bermanfaat. Akan tetapi jika siswa yang tidak
diberikan pembelajaran menggunakan metode hypnoteaching juga memperoleh
hasil belajar yang sama, berarti metode hypnoteaching kurang bermanfaat dalam
dunia pendidikan.
25
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah diduga terdapat perbedaan efektivitas
pembelajaran yang signifikan antara penggunaan metode hypnoteaching dengan
metode konvensional pada mata pelajaran matematika siswa kelas IV SDIP H.
Soebandi Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang tahun pelajaran 2011/2012.
H0 = tidak ada perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara
penggunaan Metode Hypnoteaching dengan Metode Konvensional.
Ha = ada perbedaan efektivitas pembelajaran yang signifikan antara
penggunaan Metode Hypnoteaching dan Metode Konvensional