BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Belajar
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia
dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar
memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap,
keyakinan, tujuan, kepribadian dan bahkan persepsi manusia. Slameto
(2003:2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dan lingkungan”. Winkel
(2004:59) “belajar adalah suatu aktivitas mental atau fisikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan
nilai-nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas”.
Morgan (1986:14) menyatakan bahwa “belajar adalah perubahan tingkah
laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman”.
Aunurrahman (2011:33) “belajar merupakan kegiatan penting setiap
orang, termaksud di dalamnya bagaimana seharusnya belajar”. Sebuah
survey memperlihatkan bahwa 82% anak-anak yang masuk sekolah pada
usia 5 atau 6 tahun memiliki citra diri yang positif tentang kemampuan
belajar mereka sendiri”. Tetapi angka tinggi tersebut menurun drastis
menjadi 18% waktu mereka berusia 16 tahun. Konsekuensinya 4 dari 5
remaja dan orang dewasa melalui pengalaman belajarnya yang baru dengan
perasaan ketidaknyamanan (Nichol, 2002:37).
9
Pendapat para ahli di atas tentang pengertian belajar dapat
disimpulkan bahwa, belajar merupakan proses usaha seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan.
Belajar juga memperoleh pengetahuan atau menguasai pengalamaan,
mengingat, menguasai pengalaman, serta mendapatkan informasi atau
menemukan.
2.1.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kompetensi yang dimiliki siswa setelah ia
memahami proses mendapat pengalaman belajarnya. Menurut Slameto
(2003:2) “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Menurut Hamalik (2008:30) “hasil belajar adalah bila
seseorang telah belajarakan terjadi perubahan tingkah laku pada orang
tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak mengerti
menjadi mengerti”. Surjana (2010:22) “mengemukakan bahwa belajar
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajar”. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994:250) “hasil
belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa
dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat
perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum
belajar”. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis
ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil
belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.
10
Bloom (Agus Suprijono, 2012:6) “hasil belajar mencakup kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Domain kognitif adalah knowledge
(pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan,
meringkas, contoh), application (menerapkan) analysis (menguraikan,
menemukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan,
membentuk bangunan baru), dan evalutation (menilai). Domain efektif
adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).
Domain psikomotor meliputi initiatory pre-routine dan rountinized,
psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,
manajerial, dan intelektual.
Agus Suprijono (2012:5) “hasil belajar merupakan informasi verbal
yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik
lisan maupun tulisan”. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap
rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manifulasi
simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
Menurut Soedarto (1997:49) “hasil belajar adalah tingkat penguasaan
yang dicapai oleh belajar yang diikuti program belajar mengajar sesuai
dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan”. Sudjana (1990:2) hasil
belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajar”.
Pendapat ahli di atas tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah hasil usaha yang dilakukan menghasilkan perubahan
dinyatakan dalam bentuk tiga kemampuan yaitu kognitif, afektif,
psikomotor. Hasil belajar juga kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajar/proses belajar.
11
2.1.2.1 Pentingnya Hasil Belajar
Untuk mengetahui perkembangan sampai di mana hasil belajar yang
telah dicapai seseorang dalam belajar, maka harus dilakukan evaluasi.
Untuk mencapai kemajuan yang harus dicapai maka harus ada kriteria
(patokan) mengacu pada tujuan yang ditentukan sehingga dapat diketahui
seberapa besar pengaruh strategi belajar mengajar terhadap keberhasilan
belajar siswa. Kebersihan dalam belajar menurut W. Winkel (1989:82)
“keberhasilan yang dicapai oleh siswa, yakni di sekolah yang mewujutkan
dalam bentuk angka”. Rusman (2010:13) “penilaian dilakukan oleh guru
terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian
kompentensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusun laporan
kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses belajar”.
Berdasarkan pernyataan para ahli tentang hasil belajar, keberhasilan
dalam belajar adalah keberhasilan yang diraih/capai oleh siswa dalam proses
belajar maupun setelah proses pembelajaran, yakni di sekolah yang
mewujutkan dalam bentuk angka dan kemampuan-kemampuan yang
dimilikinya.
2.1.2.2 Pengukuran Hasil Belajar
Menurut Syah (2005:142), pengukuran hasil belajar adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu dan proses tertentu.
2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seseorang dalam kelompok kelasnya.
3. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar, hasil yang baik pada umumnya menunjukan tingkat usaha yang efisien.
4. Untuk mengetahui sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitif (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.
5. Untuk mengetahui tingkat dan hasil model mengajar yang digunakan dalam proses belajar mengajar.
12
Supratiknya (2012:21) “penilaian hasil belajar adalah kegiatan untuk
melihat sejauh mana tujuan pelajaran telah dicapai atau dikuasai oleh murid
dalam bentuk hasil belajar yang bisa mereka tujukan setelah menjalani
kegiatan belajar mengajar “. (Sudjana, 2011:2) “Ada tiga istilah yang
merujuk pada aktivitas-aktivitas utama dalam kegiatan penilaian kelas,
yakni: (1) assesmen, (2) pengukuran, dan (3) evaluasi”. Prosedur teknik
yang dimaksud bisa berupa pengukuran, pengukuran yang dimaksud adalah
teknik tes dan nontes.
Supraktik (2012:4) “aktivitas terakhir dalam rangkaian kegiatan
penilaian kelas adalah evaluasi, yaitu “a process that comes after
measurement is completed. It invilves making a value judgment or
interprestation of the resulting data in a decision making context”
(Chatterji, 2003:4). Maksudnya, evaluasi merupakan proses sesudah
pengumpulan data atau informasi baik dengan teknik pengukuran (tes dan
skala) maupun dengan teknik assesmen lain selesai dilakukan, bahkan
sesudah data atau informasi tersebut selesai diolah.
Pendapat ahli di atas dapat disimpulkan pengukuran hasil belajar
adalah dengan mengunakan istilah tiga aktivitas yaitu: (1) assesmen, (2)
pengukuran, (3) evaluasi serta pengumpulan datanya atau informasinya
dengan teknik pengukuran tes dan skala.
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor
intern maupun faktor ekstern. Menurut Slameto (2003:54:-72) faktor-faktor
yang mempengaruhi belajar yaitu:
1. Faktor intern, yang terdiri dari tiga faktor berikut: 1) Faktor jasmaniah yang meliputi faktor kesehatan dan cacat
tubuh. 2) Faktor psikologis yang meliputi intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. 3) Faktor kelelahan yang meliputi kelelahan jasmani dan rohani.
13
2. Faktor ekstern 1) Faktor keluarga yang meliputi cara orang tua mendidik, relasi
antaranggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah.
3) Faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.
Menurut Sadiman (2007:39-47) “faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar adalah faktor intern (dari dalam) yaitu diri siswa dan faktor ekstern
(dari luar) siswa”. Hal yang berkaitan dengan faktor diri siswa yaitu, faktor
kemampuan, motivasi, minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar,
ketekunan, kondisi sosial ekonomi, kondisi fisik dan spikis. Kehadiran
faktor psikologis dalam belajar akan memberikan andil yang cukup penting.
Faktor-faktor psikologis akan senantiasa memberikan landasan dan
kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal.
Dari pendapat para ahli di atas tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi hasil
belajar sebagai berikut :
1. Faktor internal atau faktor dari dalam siswa seperti jasmaniah, rohaniah, minat, motivasi, ketekunan, cara belajar, kebiasaan, sikap, kondisi sosial ekonomi dan keadaan fisik dan fsikis.
2. Faktor eksternal faktor yang lingkungan yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut dapat diatasi apabila
seorang guru mampu dan tetap berusaha menunjukan sikap terbuka untuk
peserta didik dan orang tua serta lingkungan masyarakat untuk bekerjasama
dalam mengelola pembelajaran sehingga tidak terpaku di sekolah khususnya
di dalam kelas saja.
14
2.2 Model Pembelajaran
Slameto (2007:4) “pembelajaran adalah proses penguasaan
pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui belajar, mengajar dan
pengalaman”.
Suatu proses pengajaran dikatakan berhasil bila terjadi strukturisasi
situasi perubahan tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku siswa pada
saat proses pembelajaran digunakan sebagai salah satu indikasi
terselenggaranya proses pembelajaran dengan baik. Tujuan setiap proses
pembelajaran adalah diperolehnya hasil yang optimal. Hal ini akan dicapai
apabila semua terlibat secara aktif baik pisik, mental, maupun emosional.
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya
pada tingkat oprasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula
sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur
materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Model pembelajaran
ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends “model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di
dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan
pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Model
pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman
belajar untuk mencapai tujuan belajar.
15
Ariends (1997:5) menyatakan “The term teaching model refers to a
particular approach to instruction that includes its goald, syntax,
environment, and management system”. Istilah model mengajarkan,
mengarahkan pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk
tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya. Joyce
(1992:5) menyatakan bahwa “setiap model pembelajaran mengarahkan
kepada desain pembelajaran untuk membantu perserta didik sedemikian
rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai”.
Soekatmo (2012:5) mengemukakan maksud dari “model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar merencanakan aktivitas belajar mengajar”.
Dari penjelasan model pembelajaran di atas dapat disimpulkan bahwa,
model pembelajaran adalah menggambarkan penyelenggaraan proses belajar
mengajar dari awal hingga akhir yang tersusun secara sistematis dengan
prosedur yang berbeda.
2.2.1 Model Pembelajaran (STAD)
Student Team Achievement Division (STAD) dikembangkan oleh
Robert Slavin di Johns Hopkins University dan merupakan model
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang
sangat mudah diterapkan dalam pembelajaran Matematika. Seperti dalam
kebanyakan model pembelajaran kooparetif lainnya. Student Team
Achievement Division (STAD) didasarkan pada prinsip bahwa para siswa
belajar sama-sama dalam belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar
teman-teman dalam tim dan dirinya sendiri.
16
Dalam model Student Team Achievement Division (STAD) kelompok
terdiri atas empat sampai lima siswa yang mewakili keseimbangan kelas
dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, dan ras. Kelompok merupakan
tampilan yang paling penting dari Student Team Achievement Division
(STAD) yang penting pula bagi guru dalam rangka mengarahkan anggota
masing-masing kelompok.
2.2.1.1 Langkah-Langkah Implementasi (STAD).
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Division (STAD) menurut Slavin (2005:143) yang terdiri dari
lima komponen utama yaitu: persentasi kelas, tim, kuis, skor kemajemukan
individu, dan rekonisi tim. Komponen atau langkah-langkah tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Tahap Penyajian Materi/Presentasi Kelas.
Materi dalam Student Team Achievement Division (STAD)
pertama-tama diperkenalkan dalam kelas. Ini merupakan
pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau
didiskusikan pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga
memasukan audiovisual. Bedanya persentasi kelas dengan
pengajaran biasa hanya bahwa persentasi tersebut haruslah
benar-benar berfokus pada unit Student Team Achievement
Division (STAD). Dengan cara ini, para siswa akan menyadari
bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh
selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat
membantu mereka mengerjakan kuis-kuis dan skor kuis mereka
menentukan skor tim mereka.
17
2. Tahap Kerja Kelompok/Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili
seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis
kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah
memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar dan
lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya
untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru
menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk
mempersentasikan lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang
paling sering terjadi, pembelajaran itu melibatkan pembahasan
permasalahan bersama, membandingkan jawaban, dan
mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila anggota tim ada
yang membuat kesalahan.
Tim adalah figur yang paling penting dalam Student Team
Achievement Division (STAD) pada tiap poinnya, yang
ditekankan adalah membuat anggota tim melakukan yang
terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang terbaik
untuk membantu tiap anggotannya. Tim ini memberikan
dukungan kelompok bagi kinerja akademik penting dalam
pembelajaran, dan itu adalah untuk memberikan perhatian dan
respek yang mutual yang penting untuk akibat yang dihasilkan
seperti hubungan antarkelompok, rasa harga diri, penerimaan
terhadap siswa.
3. Kuis
Setelah guru memberikan persentasi dan sekitar satu atau
dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis
individu. Pada siswa tidak diperbolehkan untuk saling
membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga tiap siswa
bertanggung jawab secara individual untuk memahami
materinya.
18
4. Skor Kemajuan Individu
Gagasan dibalik skor kemajuan individu adalah untuk
memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat
dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan
kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Tiap siswa dapat
memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya
sistem skor ini, tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya
tanpa memberikan usaha mereka yang terbaik. Tiap siswa
diberikana skor “awal”, yang diperboleh dari rata-rata kinerja
siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama.
Siswa selanjutnya akan mengumpilkan point untuk tim mereka
berdasarkan tingkatan kenaikan skor kuis mereka dibandingkan
dengan skor awal mereka.
5. Rekognisi Tim/Penghargaan
Tim akan mendapatkan sertifikasi atau bentuk penghargaan
yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.
Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)
dikembangkan oleh Slavin di Universitas John Hopkins. Siswa dalam suatu
kelas tertentu dipecahkan menjadi kelompok dengan anggota empat sampai
lima orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri atas laki-laki dan
perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah.
Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajaran dan kemudian
saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui
diskusi dan kuis.
Sintaks model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)
dalam Chotimah (2007) sebagai berikut :
1. Guru membentuk kelompok yang anggotanya empat sampai lima orang secara heterogen.
2. Guru menyajikan pelajaran.
19
3. Guru memberikan tugas pada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
4. Peserta didik yang bisa mengerjakan tugas/soal mengerjakan kepada anggota kelompok lainnya sehingga semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
5. Guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis/pertanyaan peserta didik tidak boleh saling membantu.
6. Guru memberikan penghargaan (rewards) kepada kelompok yang memiliki nilai/poin tertinggi.
7. Guru memberikan evaluasi. 8. Penutup.
Dari sintaks model pembelajaran Student Team Achievement Division
(STAD) di atas dapat ditentukan proses pembelajaran, guru menentukan
jumlah kelompok dan kelompoknya harus heterogen, guru
mempersiapkan/menyajikan materi pembelajaran, guru memberikan tugas
pada masing-masing kelompok dan siswa mengerjakannya secara
berkelompok dan setiap anggota kelompok mendapatkan tugas masing-
masing. Dalam model pembelajaran Student Team Achievement Division
(STAD) ini, proses pembelajarannya terdiri tugas, tugas kelompok dan tugas
individu, dimana tugas kelompok dikerjakan berkelompok, peserta
kelompok membantu satu sama lain. Tugas individu disini peserta didik
tidak boleh saling membantu. Dalam model pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD) bagi tugas kelompok maupun tugas individu
bagi nilainya tertinggi akan mendapatkan penghargaan (rewards).
2.2.1.2 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran (STAD)
Suatu strategi pembelajaran mempunyai keunggulan dan kekurangan.
Demikian pula dengan pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Division (STAD). Pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Division (STAD) mempunyai beberapa keunggulan (Slavin,
1995:17) diantaranya sebagai berikut :
20
1. Siswa bekerjasama dalam mencatat tujuan dengan menjunjung tinggi normal-normal kelompok.
2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama.
3. Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok. Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatkan kemampuan mereka dalam berpendapat. Selain keunggulan tersebut pembelajaran model Student Team
Achievement Division (STAD) juga memiliki kekurangan-kekurangan,
menurut Dess (1991:411) diantaranya sebagai berikut :
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.
2. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran kooperatif.
3. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif.
4. Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerjasama. Kekurangan-kekurangan yang ada pada pembelajaran kooperatif
masih dapat diatasi atau diminimalkan. Pengunaan waktu yang lebih lama
dapat diatasi dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga
siswa dapat bekerja secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan
kelompok dan penataan ruangan kelas sesuai kelompok yang dapat
dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian,
dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk
pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
Pembelajaran kooperatif memang memerlukan kemampuan khusus
guru, namun hal ini dapat diatasi dengan mengunakan latihan terlebih
dahulu. Sedangkan kekurangan-kekurangan terakhir dapat diatasi dengan
memberikan pengertian kepada siswa bahwa manusia tidak dapat hidup
sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, siswa merasa perlu
bekerjasama dan berlatih bekerjasama dengan belajar secara kooperatif.
21
Kekurangan model pembelajaran kooperatif Student Team
Achievement Division (STAD) menurut Slavin (Nurasma 2006:2007) yaitu :
Kontribusi rendah menjadi kurang siswa berpartisipasi tinggi akan
mengarah pada ke kecewaan karena peran anggota yang pandai lebih
dominan.
2.2.1.3 Penerapan (STAD) Dalam Pembelajaran Matematika
Berdasarkan Standar Proses.
Standar proses pendidikan dapat diartikan sebagai suatu bentuk teknis
yang merupakan acuan atau kriteria yang dibuat secara terencana atau
didesain dalam pelaksanaan pembelajaran (UU No 41 Tahun 2007 Tentang
Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah). Masih
mengacu pada UU tersebut (UU No 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses
Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah), hal-hal yang diatur dalam
standar proses terdiri dari perencanaan proses pembelajaran yang meliputi
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas
mata pelajaran, standar kompentensi (SK), kompetensi dasar (KD),
indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran materi pembelajaran,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil
belajar dan sumber belajar; pelaksanaan proses pembelajaran di mana hal-
hal yang harus diperhatikan antara lain rombongan (peserta) belajar
maksimal, beban kerja minimal guru, buku pelajaran, dan pengelolaan kelas;
penilaian hasil pembelajaran tujuannya digunakan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik, digunakan untuk menyusun laporan
kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
22
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dan terpogram dengan
menggunakan tes dalam bentuk tes tertulis maupun tes lisan, dan nontes
dalam bentuk pengamatan kerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya
berupa tugas, proyek dan produk, portofolio dan penilaian diri. Penilaian
hasil pembelajaran menggunakan standar penilaian pendidikan dan panduan
penilaian kelompok mata pelajaran; serta pengawasan proses pembelajaran
yang dilakukan dengan cara pemantauan, supervisi, evaluasi dan pelaporan.
Berdasarkan pada hal yang telah dipaparkan, maka dalam
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Student Team
Achievement Division (STAD) pada mata pelajaran Matematika pada siswa
SD kelas V, standar kompentensi dan kompentensi dasar (SK/KD), adalah
SK/KD mata pelajaran Matematika kelas V pada semester II pada materi
sifat-sifat bangun datar, indikator pencapaian, rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan penilaian yang dilakukan, serta bentuk penilaian
yang dilakukan antara lain dijabarkan dalam RPP berkarakter.
Berdasarkan sintaks di awah ini dapat kita ketahui tahapan-tahapan
serta langkah-langkah dalam proses pembelajaran model pembelajaran
Student Team Achievement Division (STAD). Memberikan gambaran
bagaimana semestinya penerapan pembelajaran yang harus dilakukan, mulai
dari kegiatan awal, apersepsi dan motivasi. Kegiatan inti (eksplorasi,
elaborasi, konfirmasi), serta kegiatan akhir. Dalam kegiatan akhir tindakan
guru: membimbing siswa menyampaikan pembelajaran dan menutup
pembelajaran dengan mengucapkan salam.
Kegiatan Awal
1. Memberikan salam
2. Mengajak siswa berdoa
3. Absensi
4. Menanyakan kesiapan siswa untuk mengikuti pembelajaran
5. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin disampaikan
6. Apresepsi : guru meminta siswa memperhatikan benda-benda di depan
yang sudah disediakan guru dan menanyakan bagaimana bentuknya?
23
7. Hipotesis : jawaban siswa
8. Motivasi : guru memotivasi siswa dengan menginformasikan cara
belajar yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran dalam model
(STAD).
Kegiatan Inti
Eksplorasi
1. Guru tanya jawab dengan siswa mengenai banyak sisi dan banyak
sudut pada segitiga.
2. Guru membentuk kelompok yang beranggota 4-5 orang secara
heterogen.
3. Guru membagikan LKS masing-masing kelompok.
Elaborasi
1. Siswa bekerja dalam kelompok mengerjakan tugas yang disediakan
oleg guru.
2. Guru memantau kerja masing-masing kelompok dan mengarahkan
siswa yang mengalami kesulitan.
3. Perwakilan kelompok maju ke depan untuk mempersentasikan hasil
kerja kelompok dan guru bertindak sebagai fasilitator.
4. Guru memantau siswa yang mengalami kesulitan dalam
mempersentasikan hasil kerja kelompoknya.
5. Guru mengoreksi hasil kerja kelompok siswa.
Konfirmasi
1. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai
hal-hal yang belum jelas dari materi yang disampaikan.
2. Guru memberikan motivasi berupa pujian kepada siswa yang belum
berhasil dalam proses pembelajaran.
3. Guru memberikan soal evaluasi.
Kegiatan akhir
1. Guru membimbing siswa menyimpulkan pembelajaran.
2. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam.
24
2.3 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian dilakukan dalam rangka peningkatkan kualitas
pembelajaran matematika Student Team Achievement Division (STAD)
diantaranya adalah :
1. Basuki (2010) dalam penelitian “Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas Datar Melalui Permainan” menyatakan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Metode permainan dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas
VI SD Negeri Soroyuden dalam perhitungan luas gabungan bangun datar.
2) Pembahasan soal gabungan bangun datar memerlukan pengetahuan awal tentang luas bangun datar tunggal.
3) Perlunya pemahaman tentang sisi-sisi sejajar yang berukuran pada diri siswa, sehingga siswa dapat meningkatkan panjang sisi yang belum diketahui.
4) Metode permainan membuat siswa lebih “rela” menerima pelajaran karena pembelajaran tersaji dalam situasi yang menyenangkan.
Beberapa kajian yang relevan di atas, pengunaan model pembelajaran
Student Team Achievement Division (STAD) sangat memuaskan dalam
ketercapaian hasil belajar siswa dalam pembelajaran.
2.4 Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika seringkali menggunakan model
pembelajaran yang berupa ceramah/penjelasan, dan kemudian diberi contoh
serta tugas. Pembelajaran matematika ini berpusat pada guru, dan tanggung
jawab serta kekuasaan dalam pembelajaran sepenuhnya berada ditangan
guru. Menurut Nur (Evrieta, 2010:22) mengatakan bahwa “pendidikan
matematika di Indonesia pada umumnya masih berada pada pendidikan
matematika konvensional yang banyak ditandai oleh strukturalistik dan
mekanistik”. Guru merupakan sumber informasi dan siswa menjadi pasif.
Hal yang dilakukan siswa adalah menerima, mencatat, dan menghafalkan
materi yang diberikan guru serta mengerjakan soal-soal latihan.
Pembelajaran yang demikian lebih mementingkan penguasaan akademik
dan kurang memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam matematika.
25
Selain itu, pembelajaran yang demikian belum menanamkan dan
mengajarkan konsep matematika sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
memahami konsep-konsep matematika sehingga dapat berdampak pada
hasil belajar matematika siswa yang rendah.
Dalam mengajarkan pelajaran Matematika terutama materi sifat-sifat
bangun datar. Dibutuhkan konsep dasar teori yang tepat dalam
menyampaikan pelajaran tersebut. Konsep dasar teori yang dipilih harus
sesuai dan cocok serta harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Terutama
dalam penyampaian materi matematika. Sebab dalam pelajaran matematika
menggunakan penalaran pada pola dan sifat, serta melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika serta memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam penerapan model Student
Team Achievement Division (STAD) proses pembelajaran mempunyai
keungulan dan dipastikan dapat meningkatkan hasil belajar, keungulannya;
siswa bekerjasama dalam mencatat tujuan dengan menjunjung norma-norma
kelompok, siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil
bersama, aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk meningkatkan
keberhasilan kelompok, interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan
kemampuan mereka dalam berpendapat.
Pembelajaran model Student Team Achievement Division (STAD)
siswa sangat dilibatkan dalam proses pembelajaran, siswa lebih mudah
menemukan dan memahami materi-materi yang dianggap sulit apabila
mereka saling bekerjasama dengan temannya untuk menyelesaikan masalah.
Melalui kerjasama akan terjalin rasa bekerjasama, komunikasi, mereka
saling berbagai pengetahuan yang dimiliki mereka masing-masing sehingga
terjadi pemahaman yang sama dalam persoalan-persoalan yang mereka
diskusikan. Ini akan membawa dampak pada peningkatkan hasil belajar.
26
Kerangka Berpikir
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kajian-kajian teori dan kerangkan berpikir, maka
hipotesis tindakan pada penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Pengaruh Pembelajaran Model Student Team Achievement Division (STAD)
Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Kauman
Kidul Salatiga Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014.
1. Diduga melalui penerapan Student Team Achievement Division (STAD)
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri
Kuman Kidul Salatiga.
Model ceramah (pembelajaran yang berpusat pada guru membuat siswa tidak aktif dalam pembelajaran).
Diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa
Siswa lebih aktif dan dapat memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran
Model pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD).
Rendahnya hasil belajar
27
Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan dan kerangka
berfikir yang telah diuraikan di atas maka hipotesis awal dirumuskan.
1. Hipotesis Deskriptif
Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V
SD menggunakan model Student Team Achievement Division (STAD).
2. Hipotesis Statistik
Secara statistik hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
퐻 : 휇 = 휇 .
Tidak ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa
kelas V SD menggunakan model Student Team Achievement Division
(STAD).
퐻 : 휇 ≠ 휇
Ada perbedaan yang signifikan hasil belajar matematika siswa kelas V
SD menggunakan model Student Team Achievement Division (STAD).