BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kajian teori 1.1.1. Hasil...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1. Kajian teori 1.1.1. Hasil...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1. Kajian teori
1.1.1. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan perubahaan perilaku yang diperoleh
peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek
tersebut, tergantung pada materi yang telah dipelajari (Achmad Rifai
2009:85). Benyamin S. Bloom membagi 3 ranah belajar atau hasil belajar,
yaitu :
1. Ranah Kognitif, yang meliputi :
a. Pengetahuan, sebagai perilaku untuk mengingat atau mengenali
informasi yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Pemahaman, sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi
yang diajarkan.
c. Penetapan, kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari
di dalam situasi baru dan kongkrit.
d. Analisis, kemampuan memecahkan materi di dalam bagian-bagian
sehingga dapat dipahami struktur organisasinya.
e. Sintesis, kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam
rangka membentuk struktur yang baru.
f. Penilaian, mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang
nilai materi, untuk tujuan tertentu.
2. Ranah Afektif, berkatian dengan perasaan, sikap, minat dan nilai yang
meliputi :
a. Penerimaan, mengacu pada keinginan peserta didik untuk
menghadirkan rangsangan atau fenomena tertentu.
b. Penanggapan, partisipasi aktif pada peserta didik.
c. Penilaian, penghargaan yang diberikan kepada peserta didik.
10
d. Pengorganisasian, perangkaian nilai-nilai yang berbeda,
memecahkan suatu konflik dan menciptakan sistem nilai yang
konsisten secara internal.
e. Pembentukan pola hidup, mengacu pada individu peserta didik
memiliki sistem nilai yang telah mengendalikan perilakunya dalam
waktu yang cukup lama.
3. Ranah psikomotor, berkaitan dengan kemampuan fisik yang meliputi :
a. Persepsi berhubungan dengan penggunaan organ pengideraan
untuk memperoleh petunjuk yang memandu kegiatan motorik.
b. Kesiapan mengacu pada kegiatan tertentu.
c. Gerakan terbimbing, berhubungan dengan tahap-tahap awal / di
dalam belajar keterampilan kompleks.
d. Gerakan terbiasa berhubungan dengan tindakan kinerja.
e. Gerakan kompleks berhubungan dengan kemahiran kinerja.
f. Penyesuaian berhubungan dengan keterampilan yang
dikembangkan.
g. Kreativitas, mengacu pada penciptaan pola-pola gerakan baru
untuk disesuaikan dengan situasi tertentu.
Menurut Anni (2007: 5) hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas
belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung
pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Dalam pelaksanaanya hasil belajar perlu diadakan evaluasi agar
hasil belajar tersebut dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
(Sugandi, 2007: 115).
Menurut Slameto (2003 : 2) belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungan.
11
Menurut Nurkancana (1990:11), mendefinisikan hasil belajar
adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai
keberhasilan seseorang untuk menentukan nilai keberhasilan belajar
seseorang setelah ia mengalami proses belajar selama satu periode
tertentu.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku. Dalam pelaksanaanya
hasil belajar perlu diadakan evaluasi agar hasil belajar tersebut dapat
mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam hal ini sasaran dari
evaluasi hasil belajar tersebut harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya. Tujuan
pembelajaran tersebut yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran.
Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu
gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan
selalu berupa angka.
Berdasarkan pengertian pengukuran untuk mengukur hasil belajar
siswa digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penerapan berbagai
cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh
informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa (Endang Purwanti, 2008).
Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk
mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan teknik tes dan non
tes, antara lain:
1. Tes
Secara sederhana tes dapat diartikan sebagai himpunan
pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus
dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta
12
tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes
dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator
pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti, dkk. 2008). Tes
merupakan salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan
oleh guru untuk mencoba menciptakan kesempatan bagi siswa dalam
memperlihatkan prestasi mereka yang berkaitan dengan tujuan yang
telah ditentukan (Calongesi, 1995). Tes terdiri atas sejumlah soal yang
harus dikerjakan siswa. Setiap soal dalam tes menghadapkan siswa
pada suatu tugas dan menyediakan kondisi bagi siswa untuk
menanggapi tugas atau soal tersebut. Tes menurut Arikunto dan Jabar
(2004) merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk
mengetahui atau mengukur sesuatu dengan menggunakan cara atau
aturan yang telah ditentukan. Jadi kesimpulan dari pengertian tes
adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dan menggunakan langkah – langkah dan kriteria - kriteria yang sudah
ditentukan. Berikut ini adalah teknik tes menurut (Endang Poerwanti,
2008) :
a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan
1. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam
hal soal maupun jawabannya
2. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response)
semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak
memiliki rambu-rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena
itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok
tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain.
3. Tes Unjuk Kerja
Pada Tes ini siswa diminta untuk melakukan sesuatu sebagai
indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan
psikomotor.
13
b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya
1. Tes Esai (Essay-type Test)
Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa
mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk
tulisan.
2. Tes Jawaban Pendek
Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta
tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esai,
tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek dalam bentuk
rangkaian kata-kata pendek, kata-kata lepas maupun angka-
angka.
3. Tes objektif
Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang
diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya
sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected
response test).
2. Non Tes
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses siswa pada
ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih
menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes
(Endang Poerwanti, 2008), yaitu:
1. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil
belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan
menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk
mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar siswa, maupun
observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrumen.
14
2. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam
yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan,
pandangan atau aspek kepribadian siswa.
3. Task Analysis (Analisis Tugas)
Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu
tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya
berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan.
4. Komposisi dan Presentasi
Siswa menulis dan menyajikan karyanya.
5. Proyek Individu dan Kelompok
Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat
digunakan untuk individu maupun kelompok
Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik
atau cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala
sikap. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri
atas instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan
dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan
cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen
lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala
sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen
sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan
pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki siswa haruslah valid,
maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang
diperoleh dari skor tes, kerja kelompok, sikap saat melakukan
permaianan talking stick.
Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah
membuat kisi-kisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification)
15
adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan
distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan
kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu.
Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau
menulis soal menjadi perangkat tes. Dalam menyusun kisi-kisi soal
menurut Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 3.5-3.6) menjelaskan
bahwa Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam
merumuskan soal yang dikehendaki. Untuk merumuskan indikator
dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan,
indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi.
Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Dalam
hubungan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh
Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh
Krathwoll (2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah
kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3),
analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6).
1.1.2. Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu
Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris
„science‟. Kata „science‟ sendiri berasal dari kata dalam bahasa
Latin „scientia‟ yang berarti saya tahu. „science‟ terdiri dari social
scientes (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (ilmu
pengetahuan alam). Namun, dalam perkembangannya science
sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan
bertentangan dengan etimologi (Jujun Suriasumantri, 1998: 299
dalam Trianto, 2010: 136 )
Menurut Nash, 1993 (dalam Hendro darmojo, 1992: 3
dalam Samatowa, 2010: 3) menyatakan bahwa IPA adalah suatu
16
cara atau metode untuk mengamati alam. Cara IPA mengamati
dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta
menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain.
Sehingga keleluhurannya membentuk suatu perspektif yang baru
tentang objek yang diamati.
Dari pengertian diatas didapat bahwa Ilmu Pengetahuan
Alam adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam yang
meliputi observasi dan eksperimen yang sistematik, serta
dijelaskan dengan bantuan aturan-aturan, hukum-hukum, prinsip-
prinsip, teori-teori, dan hipotesis-hipotesis.
a. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Laksmi Prihantoro dkk, 1986 (dalam Trianto,
2010: 137) mengatakan bahwa IPA hakikatnya merupakan suatu
produk, proses, dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan
sekumpulan pengetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan
konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang
dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains, dan sebagai aplikasi, teori-
teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi
kemudahan bagi kehidupan.
Menurut Sutrisno dkk, (2007: 1.29) IPA merupakan salah
satu dari banyak jenis ilmu pengetahuan, mempunyai tiga aspek
yaitu sebagai proses, sebagai prosedur dan sebagai produk.
a) IPA sebagai proses
Memahami IPA berarti memahami bagaimana mengumpulkan
fakta-fakta dan memahami bagaimana menghubungkan fakta-
fakta untuk menginterpretasikannya. Para ilmuan
mempergunakan berbagai prosedur empirik dan analitik dalam
17
usaha mereka untuk memahami alam semesta ini. Prosedur-
prosedur tersebut disebut proses ilmiah atau proses sains.
b) IPA sebagai prosedur
Yang dimaksud IPA sebagai prosedur adalah metodologi atau
cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu atau penelitian
pada umumnya yang lazim disebut metode ilmiah
c) IPA sebagai produk
IPA sebagai produk diartikan sebagai hasil proses yang berupa
pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah maupun luar
sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran pengetahuan.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan
kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003: 2 dalam dalam
Trianto, 2010: 138) adalah sebagai berikut:
1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2) Mengembangkan keterampilan, sikap, dan nilai ilmiah.
3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek
sains dan teknologi.
4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat
dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Hakekat IPA meliputi IPA sebagai proses yaitu proses yang
dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan
mengembangkan produk-produk sains , IPA sebagai prosedur yaitu
metodologi yang dipakai untuk mengetahiu sesuatu atau penelitian,
dan IPA sebagai produk maksudnya adalah hasil dari proses berupa
pengetahuan, sekumpulan konsep-konsep dan fakta.
b. Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan kurikulum 2004 (dalam Supriati, 2009: 2.4),
tujuan pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah
Ibtidaiyyah (MI) adalah agar siswa mampu : a) mengembangkan
18
pengetahuan dan pemahaman konsep IPA yang bermanfaat dan
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. b) mengembangkan
rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran akan adanya hubungan
saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat. c) mengembangkan keterampilan proses untuk
menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat
keputusan. d) berperan serta dalam memelihara, menjaga dan
meletarikan lingkungan alam. e) menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. f) memiliki
pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk
melanjutkan pendidikan jenjang pendidikan selanjutnya
(SMP/MTs)
Hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat
memberikan antara lain sebagai berikut.
a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk
meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan
komsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling
ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi.
c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan,
memecahkan masalah dan melakukan observasi.
d) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, objektif,
terbuka, jujur, benar dan dapat bekerja sama.
e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis
induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip
sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.
f) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari
keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam
teknologi. (Depdiknas, 2003: 2 dalam buku karangan Trianto,
2010: 141 - 143)
19
Menurut Sapriati (2009: 3.20) bahwa untuk mengajar di
jenjang pendidikan yang berbeda, perlu menggunakan metode yang
berbeda pula. Mengajar IPA untuk siswa Sekolah Dasar jelas
memerlukan metode yang berbeda dengan mengajar IPA untuk
siswa Sekolah Menengah Umum. Pengajaran IPA di SD,
berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik dan lingkungan.
b) Beragam dan terpadu
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni,
d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e) Menyeluruh dan berkesinambungan
f) Belajar sepanjang hayat
g) Seimbang antara kepentinagn nasional dan kepentingan daerah.
Pada pembelajaran IPA sekolah dasar diperlukan
pengetahuan dasar mengenai konsep yang terkandung dalam setiap
unit pelajaran.(Samatowa, 2010: 20)
Pembelajaran IPA di SD mempunyai tujuan agar siswa
dapat melestarikan, menjaga, dan memanfaatkan alam dengan
sebaik-baiknya. Selain itu siswa dapat mengembangkan
pengetahuannya dengan cara dan metode yang teratur. Metode
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran IPA di SD
berbeda dengan metode pembelajaran yang ada di SMP maupun
SMA. Metode pembelajaran di SD harus berpusat pada siswa, baik
potensi, kebutuhan, perkembangan siswa. Serta menyeluruh dan
berkesinambungan. Sehingga pembelajaran dapat berjalan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan.
20
SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang diitujukan bagi
bagi siswa kelas IV SD adalah sebagai berikut :
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran IPA Kelas IV
Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami berbagai
bentuk energi dan cara
penggunaanya dalam
kehidupan sehari– hari.
1. Mendeskripsikan energi panas dan bunyi
yang terdapat di lingkungan sekitar serta sifat
– sifatnya.
2. Menjelaskan berbagai energi alternatif dan
cara penggunaanya.
1.1.3. Metode pembelajaran talking stick
a) Pengertian metode pembelajaran talking stick
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada
mulanya digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak
semua orang berbicara atau menyampaikan pendapat dalam suatu
forum (pertemuan antarsuku).
Tongkat berbicara telah digunakan selama berabad-abad oleh
suku–suku Indian sebagai alat menyimak secara adil dan tidak
memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan
untuk memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat
pimpinan rapat mulai berdiskusi dan membahas masalah, ia harus
memegang tongkat berbicara. Tongkat akan pindah ke orang lain
apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya. Dengan cara ini
tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain jika
orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua
mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi
ke ketua/pimpinan rapat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
21
bahwa talking stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai
hak suara (berbicara) yang diberikan secara bergiliran/bergantian.
Metode pembelajaran talking stick menggunakan sebuah
tongkat sebagai alat penunjuk giliran. Siswa yang mendapat
tongkat akan diberi pertanyaan dan harus menjawabnya. Kemudian
secara estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lainnya
secara bergiliran. Demikian seterusnya sampai seluruh siswa
mendapat tongkat dan pertanyaan.
Talking stick termasuk salah satu metode pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan kelompok strategi
pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara kolaboratisi
untuk mencapai tujuan bersama. (Eggen and Kauchak, 1996: 279
dalam Trianto, 2007: 41). Metode pembelajaran talking stick
dilakukan dengan bantuan tongkat, siapa memegang tongkat wajib
menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi
pokoknya. Pembelajaran talking stick sangat cocok diterapkan bagi
siswa SD, SMP, dan SMA/SMK. Selain untuk melatih berbicara,
pembelajaran ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan
dan membuat siswa aktif.
b) Langkah-langkah Metode Pembelajaran Talking Stick
Supriono (2009: 109 – 110) mengatakan Pembelajaran
dengan metode talking stick mendorong peserta didik untuk berani
mengemukakan pendapat. Langkah-langkah pembelajaran talking
stick adalah sebagai berikut:
Guru menjelaskan mengenai materi pokok yang akan
dipelajari.
Peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari
materi tersebut. Berikan waktu yang cukup untuk aktivitas ini.
Guru meminta kepada peserta didik menutup bukunya.
Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya.
22
Tongkat tersebut diberikan kepada salah satu peserta didik.
Peserta didik yang menerima tongkat tersebut diwajibkan
menjawab pertanyaan dari guru demikian seterusnya. Ketika
tongkat bergulir dari peserta didik ke peserta didik lainnya,
seyogyanya diiringi musik.
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan
refleksi terhadap materi yang telah dipelajarinya.
Guru memberi ulasan terhadap seluruh jawaban yang diberikan
peserta didik, selanjutnya bersama-sama peserta didik
merumuskan kesimpulan.
Dalam pelaksanaan langkah – langkah ini sebaiknya perlu di
tambahkan evaluasi pada kegiatan akhir pembelajaran.
Menurut Ahmad Munjin Nasih dan Lilik Nur Kholidah, op. cit,
hal 136, langkah – langkah pembelajaran dengan metode talking
stick adalah sebagai berikut :
Guru menyiapkan sebuah tongkat.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya.
Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya
mempersilahkan siswa untuk menutup bukunya.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa,
setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang
memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian
seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian
untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru.
Guru memberikan kesimpulan.
Evaluasi , yaitu berupa tes lisan dan refleksi.
Penutup.
23
Dalam pelaksanaan langkah – langkah ini sebaiknya diiringi
dengan musik atau nyanyian agar suasana permainan semakin
menarik.
Menurut Ramadhan ( 2010:15) Langkah-Langkah Metode talking
stick adalah :
Guru membentuk kelompok yang terdiri atas 5 orang.
Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya 20 cm.
Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari,
kemudian memberikan kesempatan para kelompok untuk
membaca dan mempelajari materi pelajaran.
Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam
wacana.
Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan
mempelajari isinya, guru mempersilahkan anggota kelompok
untuk menutup isi bacaan.
Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu
anggota kelompok, setelah itu guru memberi pertanyaan dan
anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus
menjawabnya, demikian seterusnya sampai sebagian besar
siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari
guru.
Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota
kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.
Guru memberikan kesimpulan.
Guru melakukan evaluasi/penilaian, baik secara kelompok
maupun individu.
Guru menutup pembelajaran.
24
Dalam pelaksanaan langkah – langkah ini sebaiknya pada saat
permainan jangan difokuskan pada kegiatan dalam kelompok tetapi
individu.
Mendasarkan pada langkah – langkah pembelajaran talking
stick yang ada Guru disini menjadi fasilitator, yang memfasilitasi
siswa untuk belajar menemukan apa yang dipelajarinya, semuanya
terangkum langkah-langkah berikut ini :
Guru membentuk kelompok.
Guru memberi tugas pada tiap kelompok.
Guru Menjelaskan materi yang akan dipelajari.
Siswa membaca materi yang sudah dipelajari.
Siswa menutup bukunya.
Guru mengambil tongkat.
Siswa yang mendapat tongkat wajib menjawab pertanyaan.
Refleksi terhadap materi yang telah dipelajari.
Merumuskan kesimpulan.
Evaluasi.
1.2. Kajian Penelitian Yang Relevan
Tatik, Darlia. 2010. Penerapan Metode Pembelajaran talking stick
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa Kelas V SDN Blitar
Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Skripsi, Jurusan Kependidikan Sekolah
Dasar dan Pra Sekolah. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar
FIP Universitas Negeri Malang. Penelitian ini bertujuan (1)
Mendeskripsikan tentang pelaksanaan pembelajaran IPS Kelas V di SDN
Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar dengan metode pembelajaran
talking stick. (2) Mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPS Kelas V dengan penggunaan metode pembelajaran
talking stick di SDN Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Tujuan
penelitian pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran IPS di kelas V SDN
25
Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar adalah mendeskripsikan tentang
pelaksanaan pembelajaran IPS Kelas V di SDN Blitar Kecamatan
Sukorejo Kota Blitar dengan metode pembelajaran talking stick dan
mendeskripsikan peningkatan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS
Kelas V dengan penggunaan metode pembelajaran talking stick di SDN
Blitar Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode talking
stick dapat meningkatkan hasil belajar IPS siswa. Dalam setiap siklus
ketuntasan hasil belajar pada proses belajar siswa mengalami peningkatan
yaitu pra siklus (27,7%), siklus I (50%) dan siklus II (100%). Dalam setiap
siklus ketuntasan hasil belajar pada tes akhir siswa mengalami peningkatan
yaitu pra siklus (30,6%), siklus I (63,9%) dan siklus II (100%). Kelebihan
dari penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar pada proses belajar dan
hasil belajar pada tes akhir menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi.
Kekurangan dari penelitian ini adalah pada tujuan penelitian kurang sesuai
jika menggunakan kata mendeskripsikan. Tindak lanjut sebaiknya tujuan
dalam penelitian ini dioperasionalkan.
Sofiati, Filein (2010) peningkatan aktivitas belajar matematika melalui metode
cooperative learning tipe talking stick (PTK pada siswa kelas VII SMP Negeri 3
Kartasura). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta . Penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada pokok
bahasan persegi dan persegi panjang dalam pembelajaran matematika
melalui metode cooperative learning tipe talking stick. Jenis penelitian ini
adalah PTK (penelitian tindakan kelas). Subyek penerima tindakan adalah
siswa kelas VII B SMP Negeri 3 Kartasura yang berjumlah 32 siswa.
Metode pengumpulan data dilakukan melalui observasi, catatan lapangan,
dokumentasi dan review. Untuk menjamin validitas data, digunakan teknik
triangulasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dengan analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan
adanya peningkatan aktivitas belajar matematika pada pokok bahasan
26
persegi dan persegi panjang. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya siswa
yang 1) Mengajukan pertanyaan sebelum tindakan 15,63% dan setelah
tindakan 53,13%, 2) Menjawab pertanyaan sebelum tindakan 21,88% dan
setelah tindakan 59,38%, 3) Mengemukakan pendapat sebelum tindakan
18,75% dan setelah tindakan 56,25% ,4) Mengerjakan soal latihan di
depan kelas sebelum tindakan 25% dan setelah tindakan 62,50%.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa metode cooperative learning tipe
talking stick dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar
matematika. Kelebihan dalam penelitian ini adalah untuk aktivitas siswa
menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Kekurangan dalam
penelitian ini adalah belum adanya pengukuran aktivitas siswa melalui tes
akhir. Tindak lanjut sebaiknya dalam penelitian ini selain di pengukuran
aktivitas siswa juga perlu di ukur dengan tes akhir untuk mengetahui
seberapa besar apa kemampuan siswa setelah mengikuti aktivitas dalam
pembelajaran.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan untuk melengkapi penelitian-
penelitian yang sudah ada sehingga dapat menambah khasanah
pengembangan pengetahuan mengenai penelitian IPA untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran melalui metode pembelajaran talking stick.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan
hasil belajar IPA dan mengubah perilaku siswa kelas IV SDN
Tlogowungu, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung.
1.3. Kerangka Berfikir
Pembelajaran IPA yang terjadi di SDN Tlogowungu, Kecamatan
Kaloran, Kabupaten Temanggung masih belum optimal. Karena guru
dalam mengajarkan pembelajaran IPA masih menggunakan metode
ceramah, dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif tapi
tidak dapat menarik minat belajar siswa. Siswa sendiri kurang memahami
materi yang disampaikan oleh guru dan kurang aktif selama pembelajaran
berlangsung, karena guru hanya ceramah saja, sehingga siswa kurang
27
tertarik dengan materi. Untuk memberikan ketertarikan dan suasana
menyenangkan kepada siswa, maka salah satu cara yang dapat ditempuh
adalah dengan menggunakan metode pembelajaran talking stick. Metode
ini dalam pelaksanaannya penuh dengan nuansa permainan tetapi tidak
meninggalkan esensi proses pembelajaran. Melalui talking stick, siswa
dituntut untuk memahami dan menguasai materi pelajaran karena akan
digunakan sebagai jawaban saat diajukan pertanyaan oleh guru.
Keberadaan siswa sebagai obyek pencapaian tujuan pelaksanaan
pembelajaran sudah selayaknya diberikan keleluasaan dalam belajar sesuai
dengan keinginan mereka, sepanjang keleluasaan tersebut tidak disalah
artikan oleh siswa. tugas gurulah untuk membimbing siswa jika dalam
pelaksanaan proses pembelajaran masih terdapat siswa yang menunjukkan
sikap yang tidak diinginkan. Maka, melalui penggunaan metode
pembelajaran yang tepat dan efektif diharapkan terjadi perubahan sikap
dan hasil belajar siswa, dalam hal ini peningkatan hasil belajar yang
disebabkan penggunaan metode talking stick dalam pelaksanaan proses
pembelajaran IPA khususnya pada siswa kelas IV SDN Tlogowungu,
Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung .
28
Gambar 1.3 Skema alur berpikir pembelajaran IPA dengan metode talking stick
PBM
SISWA PASIF PEMBELAJARAN
KONVENSIONALDENGA
N MENGGUNAKAN
METODE CERAMAH
HASIL BELAJAR
< KKM
METODE
TALKING STICK
PENILAIAN
PROSES
HASIL
BELAJAR
> KKM
PENILAIA
N HASIL
BELAJAR
Membentuk 4 kelompok yang terdiri dari 4
siswa
Tiap kelompok menerima tugas ( LKS) tentang
energi dalam kehidupan
Guru menjelaskan tentang energi dalam kehidupan
Siswa membaca materi yang sudah dipelajari
Siswa menutup buku
Guru mengambil tongkat yang sudah
disiapkan
Siswa yang mendapat tongkat menjawab
pertanyaan
Refleksi
Merumuskan kesimpulan
Evaluasi
29
1.4 Hipotesis Tindakan
Peningkatan pembelajaran IPA dapat dicapai melalui metode
pembelajaran talking stick pada siswa kelas IV SDN Tlogowungu,
Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung Semester 2 Tahun Pelajaran
2011/2012.