BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Kajian Teori 2.1.1 Keterampilan ...
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas ...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Efektivitas ...
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil,
tepat atau mujur. Mukhtar dan Iskandar (2009: 169) menyatakan bahwa suatu
tindakan efektif apabila dapat mencapai tujuan objektif spesifiknya. Menurut
Starawaji dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999) menyebutkan efektivitas
menunjukkan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika
usaha itu mencapai tujuannya.
Sedangkan menurut Sambasalim dalam Mawardi dan Puspita (2011: 1999)
pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam proses pembelajaran setiap elemen
berfungsi secara keseluruhan, peserta merasa senang, puas dengan hasil
pembelajaran, membawa kesan, sarana/ fasilitas memadai, materi dan metode
affordable, guru profesional.
Tinjauan utama efektifitas pembelajaran adalah outputnya, yaitu
kompetensi siswa. Efektivitas dapat dicapai apabila semua unsur dan komponen
yang terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi sesuai dengan tujuan dan
sasaran yang ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pembelajaran yang efektif
Muijs (2008: 63)menyatakan
sejumlah elemen harus ada agar pengajaran efektif. Pertama, pelajaran secara keseluruhan perlu distrukturisasikan dengan baik, dimana tujuan-tujuan pelajaran itu diberikan dengan jelas, poin-poin kuncinya ditekankan, dan poin-poin utamanya dirangkum pada akhir pembelajaran. Kedua, guru perlu mempresentasikan materi yang mereka ajarkan dalam bentuk langkah-langkah kecil. Murid perlu sepenuhnya menguasai langkah-langkah itu sebelum melangkah ke bagian berikutnya.
Berdasarkan pada beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
efektifitas pembelajaran adalah tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran yang
terjadi dalam sebuah proses pembelajaran yang semua unsur dan komponen yang
terdapat pada sistem pembelajaran berfungsi dengan baik. Dalam penelitian ini,
indikator efektivitas pembelajaran hanya ditinjau dari belajar siswa yang terlihat
dari ketuntasan hasil belajar.
6
7
2.1.1.1 Hasil Belajar
Hasil belajar yang merupakan output sebuah proses pembelajaran memiliki
banyak pengertian. Menurut Jihad (2010: 15) “hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang
sesuai dengan tujuan pengajaran”. Sedangkan Benyamin S. Bloom dalam buku
Evaluasi Pembelajaran menyatakan bahwa “hasil belajar dapat dilihat dari tiga
ranah, yaitu secara kognitif, psikomotorik dan afektif”.
Menurut Abdurrahman dalam Jihad (2010: 14) menjelaskan bahwa “hasil
belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan
belajar”. Menurut Aunurrahman (2011: 183) “hasil belajar merupakan hasil dari
suatu aktivitas yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi
guru”. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang
lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan
mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan
pelajaran.
Dari beberapa pendapat ahli yang disampaikan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa hasil belajar merupakan hasil yang dicapai dari suatu interaksi
pembelajaran. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang
merupakan bukti kemampuan siswa dalam mengikuti program belajar. Dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar pada waktu
tertentu sesuai dengan kurikulum yang telah ditentukan.
Sejalan dengan pengertian hasil belajar dalam sistem pendidikan nasional
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar tiga tanah, yakni ranah kognitif, ranah
afektif dan ranah psikomotoris dari Benyamin Bloom. Bloom dalam Sudjana
(2009: 22-23) menyatakan bahwa perubahan kognitif siswa/domain kognitif
terdiri atas enam bagian sebagai berikut:
a) Pengetahuan atau ingatan
Mengacu pada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah
dipelajari dari yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar.
8
b) Pemahaman
Mengacu pada kemampuan memahami makna materi.
c) Aplikasi
Mengacu pada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah
dipelajari pada situsi yang baru dan menyangkut pada penggunaan aturan dan
prinsip.
d) Analisis
Mengacu pada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-
komponen atau faktor penyebab, dan mampu memahami hubungan diantara
bagian yang satu dengan lainya sehingga struktur dan aturanya dapat lebih
dimengerti.
e) Sintesis
Mengacu pada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen
sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru.
f) Evaluasi
Mengacu pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai
materi untuk tujuan tertentu.
Sedangkan perubahan afektif merupakan suatu perubahan yang
menyangkut tujuan yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, dan minat
pada diri siswa. Hasil belajar yang diharapakan dari perubahan afektif ini adalah
sikap yang berhubungan dengan menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan
menghayati yang dapat mempengaruhi pikiran dan tindakan siswa. Misalnya sikap
teliti dan cermat dalam mengerjakan tugas pengamatan di sekitar sekolah atau
tempat tinggal siswa.
Perubahan psikomotor berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan
kemampuan bertindak. Hasil belajar yang diharapkan pada perubahan psikomotor
tersebut berhubungan dengan kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk
mengerjakan sesuatu sebagai hasil penguasaan materi yang telah dipelajari. Hal
tersebut dapat dilihat dari performance/kinerja yang dilakukan oleh siswa terhadap
tugas yang diberikan, dimana siswa diminta untuk dapat menunjukkan kinerja
9
yang memperlihatkan keterampilan-keterampilan tertentu atau kreasi mereka
untuk membuat sesuatu yang berhubungan dengan materi.
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Untuk hasil
belajar ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, menurut Slameto
(2010: 54-82) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:
1. Faktor internal yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,
faktor internal terdiri dari:
a. Faktor Jasmaniah
Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan, pertama kondisi fisik
yang normal atau tidak memiliki cacat sejak lahir. Kondisi fisik normal ini
meliputi keadaan otak, panca indera, dan anggota tubuh. Kedua, kondisi
kesehatan fisik. Kondisi fisik yang sehat dan segar sangat mempengaruhi
keberhasilan belajar.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar meliputi
segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi
mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental
yang siap, matang dan stabil. Serta meliputi inteligensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan dan kesiapan seseorang.
c. Faktor kelelahan
Faktor kelelahan itu mempengaruhi belajar, agar siswa dapat
belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi
kelelahan dalam belajar. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas
dari kelelahan
2. Faktor Eksternal yaitu faktor dari luar individu. Faktor eksternal terdiri dari:
a. Faktor keluarga
Faktor keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam
menentukan keberhasilan belajar seseorang. Dapat dilihat dari cara cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang
kebudayaan.
10
b. Faktor sekolah
Lingkungan sekolah sangat diperlukan untuk menentukan
keberhasilan belajar siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan
belajar para siswa di sekolah mencakup metode mengajar guru, kurikulum,
relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar belajar diatas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar dan tugas rumah.
c. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh
terhadap belajar siswa karena keberadaannya dalam masyarakat.
Lingkungan yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya
adalah kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat juga mempengaruhi siswa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri individu dan faktor yang berasal dari luar diri
individu. Kedua faktor ini akan saling mendukung dan saling berinteraksi
sehingga menghasilkan sebuah hasil belajar.
2.1.1.2 Hasil Belajar IPA
Sudjana (2009: 3) menyatakan bahwa “hasil belajar pada hakikatnya adalah
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar, dalam pengertian yang luas
mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik”. Sedangkan menurut Jihad
(2010: 15) “hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah
dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran”.
Berdasarkan definisi hasil belajar menurut para ahli perubahan tingkah laku
siswa yang dapat diamati setelah mengikuti program belajar mengajar dalam
bentuk tingkat penguasaan terhadap pengetahuan dan ketarampilan yang
mencakup beberapa aspek. Aspek kognitif menekankan pada pengisian dan
pengembangan pengetahuan dengan fakta-fakta yang berarti. Aspek afektif
menekankan pada seberapa baik pemahaman dan penafsiran sikap siswa terhadap
lingkungan di sekitarnya. Sedangkan aspek psikomotorik menekankan pada
11
perolehan belajar siswa yang dinyatakan dalam ketrampilan bertindak dalam
kehidupan. Sehingga dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, hasil belajar IPA harus dikaitkan dengan tujuan
pendidikan IPA yang telah tercantum dalam kurikulum dengan tidak melupakan
hakikat IPA itu sendiri. Hakikat IPA menurut Iskandar (1997: 1) meliputi “sains
sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah”. Dalam segi produk, siswa diharapkan
dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-
hari. Dari segi proses, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan, gagasan, pengetahuan, dan menerapkan konsep
yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam
kehidupan sehahri-hari. Dari segi ilmiah, siswa diharapkan mempunyai minat
untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun, kritis,
mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal
dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan penjelasan tersebut hasil belajar IPA meliputi tiga dimensi
yaitu: (1) dimensi produk yang akan diperoleh siswa adalah pemahaman konsep;
(2) dimensi proses siswa memiliki kemampuan mengembangkan pengetahuan
serta mampu mengkomunikasikan gagasan; (3) dimensi sikap ilmiah siswa akan
memperoleh sikap ingin tahu dan dapat berpikir kritis untuk memecahkan
berbagai macam permasalahan.
2.1.2 Metode Inkuiri
Menurut Sudjana (2009: 22) “metode pembelajaran adalah cara atau teknik
yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran untuk mencapai tujuan”. Sedangkan Jihad (2010:24)
menyatakan “metode pembelajaran adalah cara menyampaikan materi pelajaran
kepada siswa”.
Roestiyah (2001: 75) menyatakan bahwa inkuiri merupakan suatu teknik
atau cara yang digunakan guru untuk mengajar di depan kelas dan siswa
diharapakan aktif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah, akhirnya
dapat mencapai kesimpulan yang disetujui bersama. Sementara itu, Amri
12
(2010:85) menyatakan inkuiri berasal dari bahasa Inggris inquiry yang dapat
diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan
yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan
(pertanyaan ilmiah).
Berdasarkan definisi metode pembelajaran dan inkuiri yang dikemukakan
para ahli dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri merupakan kegiatan belajar
mengajar dimana siswa dihadapkan pada suatu keadaan atau masalah untuk
kemudaian dicari jawaban atau kesimpulannya sehingga menempatkan siswa
sebagai subyek belajar yang aktif.
Kendatipun metode ini berpusat pada kegiatan siswa, namun guru tetap
memegang peranan penting sebagai pembuat desain pengalaman belajar. Menurut
Kuslan dan Stone dalam Amri (2010: 104) proses belajar mengajar dengan
metode inkuiri ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) menggunakan ketam-
pilan proses; 2) jawaban yang dicari siswa tidak diketahai terlebih dahulu; 3)
suatu masalah ditemukan dengan pemecahan masalah; 4) suatu masalah
ditemukan dengan pemecahan siswa sendiri; 5) hipotesis dirumudkan oleh siswa
untuk membimbing percobaan dan eksperimen; 6) para siswa mengusulkan cara-
cara pengmpulan data yang diperlukan; 7) siswa melakukan penelitian secara
individu/ kelompok untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk menguji
hipotesis; 8) siswa mengolah data sehingga mereka mencapai pada kesimpulan.
Berdasarkan ciri-ciri model pembelajaran inkuiri, guru berusaha
membimbing melatih dan membiasakan siswa terampil berpikir karena mereka
mengalami keterlibatan secara mental maupun secara fisik seperti terampil
menggunakan alat, terampil untuk merangkai peralatan percobaan dan sebagainya.
Dari aspek lain guru berkewajiban menggiring peserta didik untuk mencapai
tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri. Tujuan penggunaan
metode inkuiri ini menurut National Research Council dalam Amri (2010: 91)
adalah: 1) mengembangkan keinginan dan motivasi siswa untuk mempelajari
prinsip dan konsep sains; 2) mengembangkan ketrampilan ilmiah siswa sehingga
mampu bekerja seperti layaknya seorang ilmuan; 3) membiasakan siswa bekerja
keras untuk memperoleh pengetahuan.
13
Untuk pencapaian tujuan penggunaan metode inkuiri dapat dilihat dari
keunggulan metode inkuiri tersebut. Metode inkuiri ini memiliki keunggulan,
menurut Roestiyah (2001: 76-77) yaitu: (a) dapat membentuk dan
mengembangkan “sel-consept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti
tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik. (b) membantu dalam
menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru. (c)
mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat
jujur, obyektif, dan terbuka. (d) mendorong siswa untuk berpikir kritis dan
merumuskan hipotesanya sendiri. (e) memberi kepuasan yang bersifat intrinsik. (f)
situasi pembelajaran lebih menggairahkan. (g) dapat mengembangkan bakat atau
kecakapan individu. (h) memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri. (i)
menghindarkan diri dari cara belajar tradisional. (j) dapat memberikan waktu
kepada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan
mengakomodasi informasi.
Pada prinsipnya keunggulan metode inkuiri dapat dicapai melalui langkah-
langkah pembelajaran yang sesuai. Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri
(2010: 95) metode inkuiri ditempuh dengan menerapkan lima langkah dalam
kegiatan pembelajaran yaitu: (1) merumuskan pertanyaan atau permasalahan; (2)
merumuskan hipotesis; (3) mengumpulkan data; (4) menguji hipotesis; (5)
membuat kesimpulan.
2.1.3 Media Pembelajaran
Association for Education and Communication Technology (AECT) dalam
Sadiman (2008: 6) mendefinisikan “media yaitu segala bentuk yang dipergunakan
untuk suatu proses penyaluran informasi”. Sedangkan National Educationan
Association (NEA) dalam Sadiman (2008: 7) mendefinisikan media sebagai benda
yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta
instrumen yang dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat
mempengaruhi efektifitas program instruksional. Menurut Iswidayati (2010: 2)
media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari “medium” yang
secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yang mengandung makna
pembuat (sumber) pesan dan penerima pesan.
14
Sadiman (2008: 2) mengemukakan pembelajaran adalah suatu proses yang
kompleks untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi,
minat, bakat dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal
antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa.
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa media
pembelajaran merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya dalam upaya mencapai
keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Bagaimanapun fungsi guru masih tetap menduduki tempat yang penting
dalam pembelajaran. Dalam proses pembelajaran media itu sendiri memiliki
fungsi tersendiri menurut Sadiman (2008: 17-18) sebagai berikut: (1) mengatasi
berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa; (2) dapat mengatasi ruang
kelas; (3) memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan
lingkungan dan guru; (4) menghasilkan keseragaman pengamatan; (5)
menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis; (6) membangkitkan
keinginan dan minat yang baru.
Fungsi utama media pembelajaran adalah menambah pengalaman serta
menanggulangi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa, karena setiap siswa
mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dan memperlancar interaksi antara
guru dengan siswa sehingga pembelajaran akan lebih efektif dan praktis, seperti
yang telah diuraikan di atas. Media pembelajaran dapat digunakan untuk
menggantikan obyek-obyek riel yang sulit ditemukan siswa sebagai pengalaman
belajar. Materi belajar seperti sumber daya alam yang didalamnya terdapat batu
bara, perak, berbagai macam hewan dan seterusnya, yang pada umumnya sulit
ditemukan secara kongkrit.
Menurut Iswidayati (2010: 10-11) selain bersifat efektif dan praktis, media
pembelajaran juga mempunyai kelebihan dalam beberapa hal diantaranya adalah:
(1) media pembelajaran dapat melampaui batas ruang kelas, mampu mengganti-
kan hal-hal yang tidak dapat dijangkau secara langsung ketika berada di dalam
kelas, (2) media pembelajaran dapat berinteraksi langsung antara siswa dengan
15
lingkungannya, (3) media dapat menghasilkan keseragaman dalam pengamatan,
(4) media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, kongkrit, dan realistis, (5)
media membangkitkan keinginan dan minat baru, (6) media membangkitkan
motivasi dan merangsang anak untuk belajar, (7) media memberikan pengalaman
yang integral/ menyeluruh dari yang kongkrit sampai dengan abstrak.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun
mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan
perkembangan teknologi tersebut, Seels dan Glasgow dalam Arsyad (2002: par.5)
mengklasifikasikan media atas dua kelompok kelompok besar, yaitu: media
tradisional dan media teknologi mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media
visual diam tak diproyeksikan dan yang diproyeksikan, audio, penyajian
multimedia, visual dinamis yang diproyeksikan, media cetak, permainan, dan
media realia. Sedangkan pilihan media teknologi mutakhir berupa media berbasis
telekomunikasi (misal teleconference) dan media berbasis mikroprosesor (misal:
permainan komputer dan hypermedia). Dari pendapat tersebut salah satu media
tradisional yang berupa permainan dapat menggunakan kolase.
2.1.3.1 Media Kolase
Susanto dalam Edukasi.net (2010: par.1) menyatakan bahwa kolase adalah
suatu teknik menempel berbagai macam materi selain cat, seperti kertas, kain,
kaca, logam dan lain sebagainya kemudian dikombinasi dengan penggunaan cat
atau teknik lain.
Pengertian serupa juga diungkapkan oleh Syafii (2006: 3.26) menyatakan
”kolase adalah kegiatan melukis dengan cara menempel”. Sedangkan menurut
Tim Bina Karya Guru (2006: 38) “kolase adalah melukis dengan cara menempel
atau merekat”. Selanjutnya Paat (2008: 3) mengungkapkan bahwa kolase berasal
dari bahasa Prancis coller yang berarti mengelem, merupakan teknik pembuatan
kreasi dengan menggabunngkan dan menempelkan beberapa bagian, dapat berupa
gambar atau teks, untuk menghasilkan bentuk baru.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kolase merupakan penggunaan teknik
mendekorasi permukaan suatu benda dengan menempelkan materi seperti kertas,
16
kaca, kain, batu, daun kering dan sebagainya kemudian dikombinasikan dengan
teknik melukis dengan tangan yang menggunakan cat.
Dalam perkembangannya seni kolase menurut Linderman, E. W dalam
Edukasi.net (2010: par.4) menyatakan
seni kolase berkembang pesat di Perancis, Inggris, Jerman dan kota-kota lain di Eropa. Menurut para ahli diperkirakan kegiatan ini bermula di Venice, Italia kira-kira pada abad 17 ketika kota Venice menjadi terdepan dalam hal percetakan di Eropa. Perkembangan kolase kemudian secara kreatif dimanfaatkan sebagai unsur estetik yang personal dalam sebuah karya lukis. Kolase menjadi media yang digemari oleh kalangan seniman dunia. Pablo Picasso,George Braque dan Max Ernest terkenal dengan karya-karya lukisnya yang memanfaatkan kolase kertas, kain dan berbagai objek lainnya. Henri Mattise adalah salah satu seniman yang giat berkreasi dalam kolase, ketika jari-jari tangannya terserang arthritis hingga tak mampu melukis lagi. Mattise beralih ke kolase, ia memotong-motong kertas warna dalam ukuran besar dengan berbagai bentu hingga tercipta mural kertas yang indah.
Untuk membuat kolase terdapat berbagai bahan khusus yang di gunakan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikarang Chaniago (1995: 50)
mengemukakan ”bahan adalah barang yang hendak dijadikan barang lain yang
baru”. Sedangkan Herawati (1999: 128) mengungkapkan bahwa ”bahan adalah
barang yang akan dijadikan barang lain”. Tim Suhuf Kertaseni Nusantara (2000:
5) menyatakan ”bahan adalah barang yang dijadikan barang baru”. Sudjana (2009:
22) mengungkapkan bahan adalah seperangkat pengetahuan ilmiah yang
dijabarkan dari kurikulum untuk disampaikan/ dibahas dalam proses belajar-
mengajar agar sampai kepada tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa bahan adalah barang yang akan dijadikan barang lain yang
baru, seperti: batang pohon pinus diolah menjadi kertas, kertas bekas yang
digunakan menjadi gambar kolase dan sebagainya.
Syafii (2006: 3.34) menyatakan bahwa: bahan kolase bisa berupa bahan
alam, bahan buatan, bahan setengah jadi, bahan jadi, bahan sisa atau bekas dan
sebagainya. Misalnya kertas koran, kertas kalender, kertas berwarna, kain perca,
benang, kapas, plastik, sendok eskrim, serutan kayu, serutan pensil, kulit batang
pisang kering, kerang, elemen elekronik, sedotan minuman, tutup botol dan
sebagainya. Selanjutnya menurut Edukasi.net (2010: par.2) bahan kolase dapat
17
dikelompokkan menjadi: 1) bahan-bahan alam (daun, ranting, bunga kering,
kerang, batu-batuan), 2) bahan-bahan olahan (plastik, serat sintetis, logam, karet),
3) bahan-bahan bekas (majalah bekas, tutup botol, bungkus permen atau coklat).
Dari uraian yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahan-bahan yang
dapat dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain:
a) bahan alam yang dapat diguanakan adalah daun, kulit batang pisang kering,
ranting, bunga kering, kerang dan batu batuan, b) bahan olahan yang dapat
diguanakan adalah kertas berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik sendok es
krim, sedotan minuman, logam dan karet, c) bahan bekas yang dapat diguanakan
adalah kertas koran, kalender bekas, majalah bekas, tutup botol dan bungkus
makanan. Sedangkan untuk bahan-bahan yang tidak memakan biaya yang dapat
dijadikan sebagai bahan membuat gambar dengan teknik kolase antara lain: kertas
bekas, daun kering, kulit, kain perca, biji-bijian, bekas potongan kaca, serutan
kayu, unsur kelapa, bekas potongan logam, bekas potongan keramik, batu dan
sebagainya.
Syafii (2006: 3.34) menyatakan tiap-tiap bahan mempunyai karakteristik
tersendiri sesuai dengan kualitas bahan tersebut. Oleh karena itu, karakteristiknya
berbeda maka yang perlu di perhatikan bahwa pengolahan, pengawetan bahan,
perekat, yang di pakai untuk tiap bahan memerlukan perlakuan yang khusus. Cara
pengolahan bahan agar dapat dijadikan elemen kolase antara lain:
a. Serutan Kayu
Untuk bahan kolase dapat digunakan serutan kayu yang harus dikeringkan
dahulu. Hal ini dimaksudkan agar warnanya tidak berubah. Kemudian serutan
kayu dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan dan siap untuk
ditempel.
b. Kaca
Kaca yang digunakan adalah bekas potongan kaca yang biasa didapat di tempat
orang yang memasang bingkai untuk gambar pajangan yang sudah tidak
digunakan lagi. Agar kaca berwarna,dapat dipakai kaca yang biasa yang dicat
dengan synthetic high gloss merk Platone, ICI, Sun Rise dan lain-lain. Kalau
pemotong kaca tidak ada, kaca dapat dibentuk dengan cara mengetok atau
18
menghempaskan ke atas permukaan yang keras. Dengan cara ini akan
diperoleh ukuran kaca yang tidak teratur dan tidak sama besar. Tapi dalam
pengolahan kaca diharapkan agar berhati-hati agar tidak terluka.
c. Batu
Batu yang cocok adalah batu akik, karena batu akik memiliki bermacam-
macam warna. Kemudian diasah sehingga warnanya akan kelihatan lebih
cemerlang.
d. Logam
Untuk kolase sebaiknya dipilih bekas-bekas logam yang mudah didapat seperti:
seng, kuningan dan aluminium. Plat logam dapat dipotong-potong dengan
ukuran yang dikehendaki, kemudian baru didatarkan ke bidang dasar kolase.
e. Keramik
Warnanya cukup banyak, untuk keperluan membuat kolase dapat digunakan
bekas potongan keramik untuk lantai rumah. Bahan ini dapat dipotong-potong,
sesuai ukuran yang dikehendaki.
f. Tempurung (batok kelapa)
Untuk bahan kolase sebaiknya dipilih tempurung dari kelapa setengah tua
sampai kelapa tua. Kemudian dibersihkan dari serat-serat sabut itu dihaluskan
dengan ampelas dan setelah halus baru dipotong dengan ukuruan yang
dikehendaki.Tempurung dapat dipotong-potong dengan gergaji besi sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki
g. Biji-Bijian
Biji-bijian diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, biji-bijian ini banyak pula
macamnya, demikian pula bentuk, ukuran, warna dan teksturnya. Biji-bijian ini
hendaknya dikeringkan terlebih dahulu, agar warnanya tidak berubah lagi
demikian pula penyusutannya. Bila perlu dapat pula disangrai (digoreng tanpa
minyak).
h. Daun-daunan
Daun-daunan adalah bahan kolase yang sangat mudah diperoleh. Untuk
dijadikan bahan kolase, diambil daun kering atau daun yang sudah gugur.
19
Pilihlah warna daun kering yang berbeda-beda agar dalam penyusunannya
menjadi sebuah lukisan atau desain akan lebih mudah.
i. Kulit-kulitan
Kulit-kulit berasal dari kulit buah dan kulit batang tumbuh-tumbuhan. Tidak
semua kulit buah dapat dijadikan bahan kolase, demikian pula dengan kulit
batang, kulit salak, kulit kacang tanah, kulit jeruk, kulit rambutan. Kulit batang
yang dapat dijadikan kolase diantaranya: rambutan. Kulit pisang, kelopak
bambu. Semua kulit-kulitan haruslah dikeringkan dahulu sebelum dipakai
sebagai bahan kolase. Kemudian dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang
dikehendaki.
j. Kertas Bekas
Kata kertas dalam bahasa inggris disebut “paper” dalam bahasa Belanda
dinamakan “papier”. Kata ini berasal dari bahasa yunani “papyrus” yakni
sejenis tanaman air, banyak dipakai orang Mesir sebangai bahan untuk tulis-
menulis. Kertas dibuat untuk bermacam-macam keperluan seperti: alat tulis
kantor, pembungkus, pendidikan (buku-buku), dekorasi, dan berbagai
keperluan lainnya. Untuk bahan kolase tentu dipilih kertas yang berwarna.
Kertas berwarna bermacam-macam pula jenis dan kegunaanya. Semua kertas
berwarna pada dasarnya dapat dijadikan bahan kolase. Kertas-kertas bekas
sampul, majalah, poster-poster, almanak-almanak, kemasan rokok atau
kemasan produk-produk industri dapat pula di pakai sebagai bahan kolase.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kertas pada dasarnya mudah digarap
dengan berbagai macam cara, sehingga sangat cocok digunakan sebagai
elemen kolase. Pemanfaatan kertas bekas sebagai bahan kolase bertujuan untuk
memudahkan siswa karena kertas bekas mudah didapat di lingkungan sekitar
tempat tinggal dan tidak memakan biaya. Dalam pemakaian, kertas dipotong-
potong sesuai dengan ukuran yang di kehendaki.
Penggunaan bahan-bahan ini sudah tentu dipertimbangkan perekatnya,
yakni lem atau perekat lain. Bahan perekat yang dipakai tentunya dilihat dari jenis
bahan yang akan direkatkan. Selain itu juga ditentukan oleh teknik merekat bahan
tersebut pada bidang dasar kolase. Soemarjadi dalam Edukasi.net (2010: par.1)
20
menyatakan bahwa, ada dua teknik dasar merekatkan yakni teknik penempelan
dan teknik pengecoran.
1. Teknik Penempelan
Teknik penempelan dilakukan dengan cara menempelkan elemen kolase
dengan bahan perekat kertas bidang dasar kolase. Ada beberapa jenis perekat yang
tersedia dipasaran antara lain:
a. Aica Aibon
Lem sintesis merek Aica Aibon adalah sejenis lem yang dapat menempelkan
langsung benda pada permukaan bidang dasar. Lem ini dapat dengan cepat
mengeras, sehingga benda yang ditempelkan akan cepat tertempel dengan kuat.
Lem ini di pasang dijual dalam kemasan kaleng dan tube. Semua dapat
ditempelkan dengan menggunakan lem ini. Teknik penempelannya adalah
sebagai berikut: sediakan dasar berupa lembaran tripleks/karton tebal sesuai
dengan ukuran yang dikehendaki, Kemudian Teteskan lem ke atas bidang
dasar, kemudian ratakan dengan sudip plastik. Oleh karena lem ini cepat
mengeras maka bidang yang diberi lem pada tiap tahap saja. Setelah lem
mengering lalu ditempelkan elemen kolase ke atas bidang dasar yang sudah
diolesi lem. Ulangi proses itu sampai kolase selesai. Lem lain yang sejenis
dengan lem merek ini adalah: cap banteng dan cap kambing, bila lem sintetis
ini sulit diperoleh sebagai gantinya dapat di pakai lem kulit.
b. Glukol/ Teakol
Glukol/ Teakol adalah lem yang dibuat khusus untuk kertas. Lem ini dikemas
di dalam botol plastik. Keistimewaan lem ini adalah daya rekatnya yang tinggi
dan dapat disimpan dalam jangka waktu lama dalam keadaan tidak mengeras
dan tidak membusuk (rusak). Teknik perekatan elemen kolase dengan lem ini
adalah: siapkan selembar tripleks atau karton tebal (minimal 2 mm) sebagai
bidang dasar kertas dasar kolase, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki,
kemudian gunting kertas berwarna yang telah disiapkan sesuai dengan
potongan, setelah itu pindahkan desain kolase ke bidang dasar, kemudian
sapukan lem rakol keatas bidang dasar sebagian demi sebagian, kemudian
ambil potongan-potongan kertas dengan jarum dan tempelkan ke atas bidang
21
tersebut. Lakukan proses tersebut sampai semua bidang kolase terisi penuh.
Bila lem Terakol/ Glukol sulit diperoleh, dapat diganti dengan lem yang dibuat
dari tepung tapioca yang dicampur dengan air ditambah sedikit cuka lalu
dipanaskan sambil diaduk. Setelah panasnya cukup maka pasta lem akan
berubah menjadi bubur kanji yang kenyal.
c. Rakoll
Lem merek Rakoll adalah lem sintesis yang di buat khusus untuk industri
mebel. Lem ini berbentuk pasta (cairan kental) berwarna putih. Dijual dalam
kemasan botol plastik, isi bersih 1 kg. Teknik perekat elemen kolase dengan
lem Rakoll: Disiapkan selembar tripleks bidang dasar kolase, sesuai dengan
ukuran yang dikehendaki, kemudian buat potongan kayu berbentuk sesuai
dengan pola, seterusnya Celupkan setengah bagian kubus ke dalam cairan lem,
kemudian tempelkan ke atas permukaan bidang dasar. Penempatan elemen
kolase hendaklah sesuai dengan yang dibuat.
2. Teknik Pengecoran
Teknik pengecoran dilakukan dengan cara menyusun elemen kolase pada
selembar kertas kemudian setelah selesai diletakkan dalam sebuah bingkai, lalu di
cor dengan bahan semen. Semen adalah bahan khusus untuk pengecoran batu kali,
porselen, dan bahan bangunannya lainnya. Semen dikemasan dalam kantong-
kantong kertas dengan berat bersih 40 kg. Dalam pemakaiannya semen dapat
dicampur dengan pasir, kerikil dan air. Untuk kerajinan kolase, semen dapat
dipakai sebagai dasar kolase atau sebagai perakat elemen kolase seperti keramik,
kaca, batu dan elemen keras lainnya.
Selain bahan dan perekat pada kolase terdapat juga berbagai alat yang
digunakan. Menurut Sudjana (2009: 22) ”alat adalah barang atau cara yang
dipakai untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan”. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa alat adalah barang yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu,
seperti pisau untuk memotong daun-daun kering, gunting untuk menggunting
kertas, gergaji untuk memotong kayu dan sebagainya. Dalam teknik kolase alat-
alat yang dibutuhkan adalah gunting kain atau kertas, gunting seng, gergaji kayu,
gergaji besi, kakak tua, pisau, sendok semen, pemotong kaca, ember plastik, jarum
22
bertangkai, sudip plastik. Jenis-jenis alat yang dipakai dalam pembuatan kolase
tergantung kepada macam-macam bahan itu sendiri.
Untuk menghasilkan kolase yang padu dan sesuai harus memperhatikan
komposisinya. Kegiatan menata komposisi dalam membuat kolase merupakan
aktivitas yang penting dan kompleks. Berbagai unsur rupa yang berbeda
karakternya dipadukan dalam suatu komposisi untuk mengekspresikan gagasan
artistik atau makna tertentu. Menurut Herawati (1999: 105-114) “unsur-unsur seni
rupa meliputi: garis, bentuk, warna, tekstur, ruang dan cahaya”. Lebih lanjut akan
di uraikan di bawah ini:
1. Garis. Di bidang matematika garis diartikan sebagai rangkaian titik-titik atau
titik-titik yang berkelanjutan. Garis yang diamati pada karya seni rupa ada yang
nyata jelas kelihatannya ada yang bersifat kesan. Garis nyata adalah garis yang
mudah dikenal seperti garis lurus, garis lengkung, garis bergelombang dan
sebagainya. Sedangkan garis kesan atau garis pengikat pada hakekatnya garis
ini tidak ada, tidak jelas dan secara tergambarkan tidak terlihat. Garis ini lebih
merupakan ilusi atau sugesti, seperti terdapat pada batas-batas luar suatu
bentuk atau ruang , batas bidang dan antara batas warna.
2. Bentuk. Bidang adalah perpaduan atau perpotongan garis dengan garis.
Sedangkan bentuk adalah perpaduan atau perpotongan bidang dengan bidang.
Bentuk juga ada yang mempunyai sifat nyata dan bersifat kesan. Bersifat nyata
jika terdapat pada karya tiga dimensi misalnya kelihatan bulat diraba juga
terasa bulat dan bersifat kesan jika bentuk tersebut terdapat pada karya seni
rupa dua dimensi.
3. Warna. Warna adalah salah satu unsur seni rupa yang paling mudah ditangkap
oleh indra mata. Warna-warna yang bervariasi mempunyai karakter dan
mengesankan suasana yang berbeda, misalnya warna merah kuning dapat
menimbulkan kesan yang mempunyai daya kekuatan panas, dan penuh
bersemangat. Disamping itu karakter warna juga dapat dilihat dari tebal atau
tipisnya warna yang berbeda atau luas bidang warna yang berbeda.
4. Tekstur. Tekstur adalah sifat permukaan pada suatu benda. Sifat bahan ada
yang nyata ada pula yang bersifat kesan. Pada lukisan tekstur bersifat kesan
23
karena setelah diraba ternyata halus. Tekstur yang nyata jika kelihatan
menonjol atau kasar maka kalau diraba akan benar-banar akan terasa menonjol
atau kasar contohnya seni patung atau relief.
5. Ruang. Ruang dibentuk oleh adanya masa, bentuk yang diubah/disusun. Ruang
bagi pelukis lebih merupakan suatu khayalan karena dia bekerja dengan bentuk
dua dimensi. Sebaliknya ruang bagi pemahat dan arsitek lebih banyak
merupakan suatu kenyataan yang diperlukan karena ia bekerja dengan bentuk
tiga dimensi.
6. Cahaya. Cahaya juga mempunyai unsur nyata dan unsur kesan. Unsur nyata
jika sumber cahaya itu benar-benar berasal dari benda seperti lampu, matahari,
api dan sebagainya. Unsur kesan jika cahaya itu hanya tampak sebagai
gambaran, misalnya cahaya pada lukisan, gambar dan foto.
Sedangkan dalam Edukasi. Net (2010: par.1)dinyatakan bahwa: “unsur-
unsur rupa pada kolase antara lain: titik dan bitik, garis, bidang, warna, bentuk dan
tekstur”. Lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini:
1. Titik dan bintik: titik adalah unit unsur rupa yang terkecil yang tidak memiliki
ukuran panjang dan lebar, sedang bintik adalah titik yang sedikit lebih besar.
Unsur titik pada kolase dapat diwujudkan dari butir-butir pasir laut. Sedang
bintik dapat diwujudkan dari lada atau biji-bijian yang berukuran kecil dan
sejenisnya.
Gambar 2.1. Unsur titik dan bintik pada kolase yang terbuat dari pasir laut, lada, kedelai, biji-bijian, dsb. (Sumber:http:www.e-dukasi.net/ pengpop/pp)
2. Garis: merupakan perpanjangan dari titik yang memiliki ukuran panjang
namun relatif tidak memiliki lebar. Ditinjau dari jenisnya garis dapat dibedakan
menjadi: garis lurus, garis lengkung, garis putus-putus dan garis spiral. Unsur
24
garis pada kolase dapat diwujudkan dari potongan kawat, lidi, batang korek,
benang dan sebagainya.
Gambar 2.2. Unsur garis pada kolase yang terbuat dari benang, seperti garis lurus, lengkung, patah-patah, dsb. (Sumber:http:www.e-dukasi.net /pengpop/pp)
3. Bidang: merupakan unsur rupa yang terjadi karena pertemuan beberapa garis.
Bidang dapat dibedakan menjadi bidang horizontal, vertikal, melintang.
Gambar 2.3. Unsur bidang pada kolase yang terbuat dari beragam sobekan kertas, tiket, prangko. (Sumber:Child craft 1972 dikutip dari : http: www.e-dukasi.net /pengpop/pp)
4. Warna: merupakan unsur rupa yang penting dan salah satu wujud keindahan
yang dapat dicerap oleh indera penglihatan manusia. Warna secara nyata dapat
dibedakan menjadi warna primer, sekunder dan tertier. Unsur warna pada
kolase dapat diwujudkan dari unsur cat, pita/renda, kertas warna, kain warna-
warni dan sebagainya.
25
Gambar 2.4. Unsur warna pada kolase yang terbuat dari art paper warna merah, kuning. (Sumber:http:www.e-dukasi.net/pengpop/pp)
5. Bentuk: dalam pengertian dua dimensi akan berupa gambar yang tidak
bervolume, sedang dalam pengertian tiga dimensi adalah unsur rupa yang
terbentuk karena ruang dan volume. Bentuk ada dua macam yakni: bentuk
dengan struktur beraturan dan terukur (bentuk geometris); dan bentuk yang tak
beraturan (bentuk organis). Unsur bentuk pada kolase dapat berupa guntingan
atau sobekan kertas/kain, bungkus permen, daun kering, pita, uang logam,
tutup botol, potongan kayu, dan sebagainya.
Gambar 2.5. Macam-macam unsur bentuk pada kolase kancing dan gesper (Sumber:Child craft 1972 dikutip dari:http:www.e-dukasi.net/ pengpop/pp)
6. Tekstur: merupakan nilai atau sifat atau karakter permukaan dari suatu benda,
seperti halus, kasar, bergelombang, lembut, lunak, keras, dan sebagainya.
Tekstur secara visual dapat dibedakan menjadi tekstur nyata dan tekstur semu.
Unsur tekstur nyata pada kolase dapat berupa kapas, karung goni, kain sutra,
amplas, sabut kelapa, karet busa dan lainya. Sedang tekstur semu dapat berupa
hasil cetakan irisan belimbing, tekstur koin di kertas, tekstur anyaman bambu
di kertas dan sebagainya.
26
Gambar 2.6. Unsur tekstur nyata pada kartu (Sumber: http:www.e-dukasi. net/pengpop/pp)
Yang dimaksud dengan unsur-unsur rupa disini adalah aspek-aspek bentuk
yang terlihat, konkret yang dalam kenyataannya saling terkait dan tidak mudah
dipisahkan satu dengan lainnya. Kesimpulannya adalah unsur-unsur rupa pada
kolase antara lain titik dan bitik, garis, bidang, warna, bentuk dan tekstur. Pada
gambar kolase cahaya gelap terang diaplikasikan melalui penggunaan teknik
melukis dengan tangan yang menggunakan cat. Tampilan keseluruhannya
menentukan perwujudan dan makna aspek bentuk itu sendiri.
Adapun kelebihan dengan menggunakan media kolase dalam
pembelajaran diantaranya sebagai berikut :
1. Dalam media kolase bahan yang digunakan mudah didapatkan seperti
memanfaatkan kertas bekas atau barang-barang lain yang sudah tidak
terpakai. Syafii (2006: 3.34) menyatakan bahwa: ”bahan kolase bisa berupa
bahan alam, bahan buatan, bahan setengah jadi, bahan jadi, bahan sisa atau
bekas dan sebagainya”. Misalnya kertas koran, kertas kalender, kertas
berwarna, kain perca, benang, kapas, plastik, sendok eskrim, serutan kayu,
serutan pensil, kulit batang pisang kering, kerang, elemen elekronik, sedotan
minuman, tutup botol dan sebagainya.
2. Media kolase juga dapat berparan sebagai bentuk hiburan bagi anak, sebagai
imbangan mata pelajaran yang sedang dilaksanakan.
3. Plato dalam syafii (2006: 1.6) seorang ahli filsafat terkenal, menyatakan
bahwa ”seni seharusnya menjadi dasar pendidikan”. Pendapat ini
menunjukkan bahwa pebelajaran dengan menggunakan media kolase
27
memiliki peran dan fungsi sebagai alat atau media mencapai sasaran
pendidikan secara umum.
4. Dengan media kolase dalam pembelajaran dapat mengembangkan kretifitas
siswa dan pembelajaran tidak menjadi membosankan lagi, sehingga siswa
lebih berani dalam mengeksplorasi ide-ide kreatif, bahan dan teknik untuk
menghasilkan karya kolase yang unik.
5. Siswa dapat berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran dan dapat
menghasilkan anak didik yang memiliki ketrampilan, kreatif dan inovatif.
6. Adanya prinsip kepraktisan, prinsip ini mendasarkan pada tawaran
pemanfaatan potensi lingkungan untuk media kolase. Material apapun dapat
anda manfaatkan dalam pembuatan kolase asalkan ditata menjadi komposisi
yang menarik atau unik.
7. Hurlock dalam Kurnia (2007: 1-20) membagi karakteristik perkembangan
masa anak akhir pada usia 6-12 tahun. Periode ini juga disebut usia kreatif
dan usia bermain, sebagai kelanjutan dan penyempurnaan prilaku kreatif yang
mulai terbentuk pada masa anak awal. Dengan menggunakan media kolase
periode ini dapat terpanuhi karena dengan menggunakan media kolase dapat
mengembangkan kreatifitas siswa dengan bermain. Sehingga dapat menarik
perhatian dalam kegiatan pembelajaran dan dapat membantu siswa
memahami dan mampu menyerap inti kegiatan pembelajaran dan menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
8. Piaget dalam Slameto (2010: 8) mengungkapkan belajar kognitif akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta
didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan. Dengan bantuan media koloase teori belajar menurut piaget dapat
terlaksana krena media kolase dapat memberikan rangsangan kepada peserta
28
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
9. Dengan bermain dengan media kolase siswa dapat melatih konsentrasi. Pada
saat berkonsentrasi melepas dan menempel dibutuhkan pula koordinasi
pergerakan tangan dan mata. Koordinasi ini sangat baik untuk merangsang
pertumbuhan otak di masa yang sangat pesat.
10. Melatih Memecahkan Masalah, kolase merupakan sebuah masalah yang harus
diselesaikan anak. Tetapi bukan masalah sebenarnya, melainkan sebuah
permainan yang harus dikerjakan anak. Masalah yang mengasyikkan yang
membuat anak tanpa sadar sebenarnya sedang dilatih untuk memecahkan
sebuah masalah. Hal ini akan memperkuat kemampuan anak untuk keluar dari
permasalahan.
11. Siswa dapat meningkatkan Kepercayaan Diri. Bila anak mampu
menyelesaikannya, dia akan mendapatkan kepuasan tersendiri. Dalam dirinya
tumbuh kepercayaan diri kalau dia mampu menyelesaikan tugasnya dengan
baik. Kepercayaan diri sangat positif untuk menambah daya kreativitas anak
karena mereka tidak takut atau malu saat mengerjakan sesuatu.
Dari kelebihan menggunkan media kolase didapatkan juga kemudahan
dalam proses belajar mengajar. Dengan media kolase guru dapat transfer belajar
sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai karena media ini berbentuk
kongkrit dan dapat lebih menarik perhatian siswa dibanding dengan mengunakan
ceramah. Sedangkan siswa dapat berperan aktif sesuai ketrampilan proses yang
digunakan pada pembelajaran IPA dengan mengamati bendanya secara langsung,
menggunakan media, mengkomunikasikan hasil melalui berbagai cara seperti
lisan dan tulisan, menafsirkan informasi, mengajukan pertanyaan, memprediksi.
Jadi, kemudahan dalam menggunakan media kolase dapat dilihat dari dua
sisi yaitu siswa dan sisi guru. Pada sisi siswa dengan menggunakan media kolase
minat siswa untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung sangat
tinggi, karena siswa berperan secara langsung untuk menemukan inti
pembelajaran dengan menggunakan media kolase. Pada sisi guru yaitu dapat
29
mentransfer belajar sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan mudah,
karena siswa lebih tertarik pada media kolase dibandingkan dengan ceramah.
2.1.3.2 Media Picture
Picture merupakan media visual yang tidak memerlukan alat penampil
untuk penyajiannya, biasanya picture dibuat diatas benda tidak transparan yang
berupa kertas, karton, kain, plastic, atau bahan lain yang tipis dan ringan. Media
picture ini menggunakan media pembelajaran berupa gambar.
Gambar sebagai media pembelajaran dapat berupa gambar atau tulisan
manual, hasil cetakan atau berupa foto. Dengan demikian yang termasuk media
gambar adalah berbagai bentuk bagan, diagram, grafik, penampang, tabel dan
sebagainya yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran siswa. Menurut Sadiman
(2008: 29-31) manfaat gambar sebagai media pembelajaran sebagai berikut: (1)
sifatnya kongkret; (2) gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu; (3)
media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan; (4) gambar dapat
memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa
saja; (5) gambar dapat digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus.
Selain kelebihan-kelebihan tersebut, gambar mempunyai beberapa
kelemahan dalam pembelajaran. Menurut Sadiman (2008: 31) kelemahan-
kelemahan gambar yaitu: (1) gambar hanya menekankan persepsi indra mata; (2)
gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran;
(3) ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.
Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri (2010: 95) langkah-langkah
kegiatan pembelajaran dengan pendekatan inkuiri berbantuan media picture
adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan pertanyaan atau permasalahan
Guru menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri, mengajukan fenomena atau cerita
untuk memunculkan masalah, memotifasi siswa untuk terlibat dalam
memecahkan masalah. Guru memberikan pertanyaan-pertanyan yang dapat
memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi. Strategi yang dipakai
didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana.
30
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Guru memberi
peluang siswa untuk menemukan jawaban-jawaban yang memungkinkan dari
mereka sendiri. Pada pencarian jawaban siswa secara mandiri mencari
informasi sebanyak-banyaknya dari peristiwa yang mereka lihat atau alami,
dan dari berbagai sumber yang ada seperti: buku paket, lingkungan sekitar dan
sebagainya yang tentunya dapat menunjang jawaban dari masalah/pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Siswa diarahkan kepada pokok permasalahan yang
akan dicari jawabannya dan dipecahkan. Untuk itu guru hendaknya
menjelaskan tujuan yang ingin dicapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan
guru untuk mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap
anak adalah dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong
siswa untuk dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan
berbagai perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
3. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Proses pemgumpulan data bukan hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan
ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Dari gambar
yang diperlihatkan oleh guru, siswa merancang secara langsung dengan
menggunakan media picture. Secara berkelompok siswa dapat
mengelompokkan gambar-gambar berdasarkan asal bahan di depan kelas.
4. Menguji hipotesis
Selanjutnya siswa menyusun dan menguji hipotesis dari hasil karya yang sudah
jadi. Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir
rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Siswa berpikir secara kritis dan logis untuk membuat
31
hubungan antara bukti yang berupa picture dan penjelasan. Guru berperan
untuk memperluas inkuiri siswa dengan mengembangkan informasi yang
mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung. Guru
menanyakan dasar/alasan pemikiran hasil karya yang sudah jadi tersebut.
Setelah itu mengajak siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar dengan
indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berlangsung dengan
tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu mengendalikan situasi yang
terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan jika
terdapat kendala dalam diskusi sehingga proses diskusi dalam pembelajaran
semakin menarik. Dalam proses diskusi dan pembacaan hasil karya ini guru
harus memberikan penekanan-penekanan dengan cara meminta siswa lain
untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa
mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar
dan indikator yang telah ditetapkan.
5. Membuat kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang
relevan. Siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka yang
berupa picture. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe
informasi yang sebelumnya tidak mereka miliki. Guru bertanya jawab tentang
hal-hal yang belum diketahui siswa dengan meluruskan kesalahan pemahaman
dan memberi penguatan. Guru membimbing dan membantu dalam proses
pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Kesimpulan dan rangkuman dilakukan
bersama dengan siswa.
Penekanan pada media picture ini adalah pada proses dan cara mereka
berpikir dalam mengurutkan gambar yang tersedia. Gambar-gambar yang tersedia
menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses
pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam
bentuk kartu atau dalam bentuk carton dalam ukuran besar.
32
2.1.4 Syntak
Menurut Eggen dan Kauchack dalam Amri (2010: 95) prosedur
pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase yang
dilakukan di dalam kelas eksperimen adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan pertanyaan atau permasalahan
Guru menjelaskan jalannya kegiatan inkuiri, mengajukan fenomena atau cerita
untuk memunculkan masalah, memotifasi siswa untuk terlibat dalam
memecahkan masalah. Guru memberikan pertanyaan-pertanyan yang dapat
memotivasi siswa untuk mengumpulkan informasi tentang sumber daya alam.
Strategi yang dipakai didasarkan pada masalah-masalah yang sederhana.
2. Merumuskan hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji.
Sebagai jawaban sementara, hipotesis perlu diuji kebenarannya. Guru memberi
peluang siswa untuk menemukan jawaban-jawaban yang memungkinkan dari
mereka sendiri. Pada pencarian jawaban siswa secara mandiri mencari
informasi sebanyak-banyaknya dari peristiwa yang mereka lihat atau alami,
dan dari berbagai sumber yang ada seperti: buku paket, lingkungan sekitar dan
sebagainya yang tentunya dapat menunjang jawaban dari masalah/pertanyaan
yang diajukan oleh guru. Siswa diarahkan kepada pokok permasalahan yang
akan dicari jawabannya dan dipecahkan. Untuk itu guru menjelaskan tujuan
yang ingin dicapai. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk
mengembangkan kemampuan menebak (berhipotesis) pada setiap anak adalah
dengan mengajukan berbagai pertanyaan yang dapat mendorong siswa untuk
dapat merumuskan jawaban sementara atau dapat merumuskan berbagai
perkiraan kemungkinan jawaban dari suatu permasalahan yang dikaji.
3. Mengumpulkan data
Mengumpulkan data adalah aktifitas menjaring informasi yang dibutuhkan
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Dalam pembelajaran inkuiri,
mengumpulkan data merupakan proses mental yang sangat penting dalam
pengembangan intelektual. Proses pemgumpulan data bukan hanya
memerlukan motivasi yang kuat dalam belajar, akan tetapi juga membutuhkan
33
ketekunan dan kemampuan menggunakan potensi berpikirnya. Untuk
mendapatkan data, siswa merancang dan melakukan penelitian secara langsung
dengan menggunakan media kolase. Untuk melakukan penelitian siswa dibagi
menjadi tiga kelompok secara heterogen. Secara berkelompok siswa dapat
membedakan bahan yang ditempel dengan menggunakan tekhnik kolase sesuai
dengan judul masing-masing kelompok pada materi sumber daya alam. Setiap
kelompok membuat 6 karya kolase yang terdiri dari: 2 kolase untuk contoh
benda yang berasal dari tumbuhan, 2 kolase untuk contoh benda yang berasal
dari hewan dan 2 kolase untuk contoh benda yang berasal dari bahan alam tak
hidup. Dan siswa diminta untuk mencari bahan tambahan dari luar kelas yang
mendukung hasil karyanya. Setiap kelompok hasil karya kolase diberi
keterangan.
4. Menguji hipotesis
Selanjutnya siswa menyusun dan menguji hipotesis dari hasil karya yang sudah
jadi. Menguji hipotesis adalah menentukan jawaban yang dianggap diterima
sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan
data. Menguji hipotesis juga berarti mengembangkan kemampuan berpikir
rasional. Artinya, kebenaran jawaban yang diberikan bukan hanya berdasarkan
argumentasi, akan tetapi harus didukung oleh data yang ditemukan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Siswa berpikir secara kritis dan logis untuk membuat
hubungan antara bukti yang berupa kolase dan penjelasan. Guru berperan
untuk memperluas inkuiri siswa dengan mengembangkan informasi yang
mereka peroleh melalui eksplorasi dan pengujian secara langsung. Guru
menanyakan dasar/alasan pemikiran hasil karya yang sudah jadi tersebut.
Setelah itu mengajak siswa menemukan tuntutan kompetensi dasar dengan
indikator yang akan dicapai. Usahakan agar proses diskusi berlangsung dengan
tertib dan terkendali. Jadi guru harus mampu mengendalikan situasi yang
terjadi sebagai moderator utamanya dengan memberikan sedikit penjelasan jika
terdapat kendala dalam diskusi sehingga proses diskusi dalam pembelajaran
semakin menarik. Dalam proses diskusi dan pembacaan hasil karya ini guru
harus memberikan penekanan-penekanan dengan cara meminta siswa lain
34
untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa
mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian kompetensi dasar
dan indikator yang telah ditetapkan.
5. Membuat kesimpulan
Merumuskan kesimpulan adalah proses mendeskripsikan temuan yang
diperoleh berdasarkan hasil pengujian hipotesis. Untuk mencapai kesimpulan
yang akurat sebaiknya guru mampu menunjukkan pada siswa data mana yang
relevan. Siswa diminta untuk menganalisis pola-pola penemuan mereka yang
berupa kolase. Dengan demikian siswa akan banyak memperoleh tipe-tipe
informasi yang sebelumnya tidak mereka miliki. Guru bertanya jawab tentang
hal-hal yang belum diketahui siswa dengan meluruskan kesalahan pemahaman
dan memberi penguatan. Guru membimbing dan membantu dalam proses
pembuatan kesimpulan dan rangkuman. Kesimpulan dan rangkuman dilakukan
bersama dengan siswa.
2.2 Hasil Kajian Penelitian yang Relevan
Sampai saat ini telah banyak penelitian sebelumnya yang relevan dengan
penelitian yang akan dilakukan, baik itu mengengenai media kolase itu sendiri
maupun topik atau materi yang akan dipilih dengan menggunakan media kolase.
Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah Sulistyawati, 2010 meneliti
tentang penerapan teknik kolase untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
membaca dan menulis permulaan di kelas 1 SDN Lesanpuro 02 Kec.
Kedungkandang Malang. Hasil penelitiannya menunjukkan 1) Untuk perencanaan
pembelajaran dengan teknik kolase dilakukan dengan persiapan berupa rencana
pelaksanaan pembelajaran, metode, stragi dan media berupa kartu suku kata dan
teknik kolase dua dimensi, 2) Implementasi teknik kolase telah meningkatkan
pembelajaran membaca dan menulis baik dari aktivitas, kreatifitas, inovasi,
efektifitas dan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, 3) Hasil
pembelajaran dengan teknik kolase telah mampu meningkatkan kemampuan
membaca dan menulis permulaan.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aprilia, Wira Deny. 2011.
Penerapan metode demonstrasi dalam pembelajaran kolase untuk meningkatkan
35
kemampuan seni anak kelompok B di TK Pertiwi 02 Beru Kecamatan Wlingi
Kabupaten Blitar. Hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan kemampuan seni
anak dalam pembelajaran kolase melalui langkah-langkah penerapan metode
demonstrasi tiap-tiap siklus, pada siklus I 68,4 % dan siklus II 86,1%. Pada siklus
I ke siklus II kemampuan anak mengalami peningkatan yaitu 17,7 %.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan langkah-langkah
metode demonstrasi dapat meningkatkan kemampuan seni anak dalam
pembelajaran kolase.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Wulansari, Rizka Dewi. 2011.
Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam
Membuat Kolase pada Siswa Kelas I di SDN Sukoharjo 02 Kota Malang. Dari
hasil penelitian ini mendeskripsikan bahwa penerapan metode demonstrasi dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam membuat kolase. Peningkatan
keberhasilan kemampuan proses dari pratindakan ke siklus 1 sebesar 10,1% dan
dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 10%, sedangkan peningkatan keberhasilan
kemampuan hasil dari pratindakan ke siklus 1 sebesar 20% dan dari siklus 1 ke
siklus 2 sebesar 2,4%.
Nurdiariana, Ika. 2011. Perbedaan hasil belajar siswa kelas IV dalam
pembelajaran IPA dengan menggunakan media kolase dan media picture and
picture pada gugus gajah mada Kec. Randublatung Kab. Blora semester II tahun
pelajaran 2010/2011. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pada hasil belajar siswa kelas IV Media kolase memberikan pengaruh yang lebih
tinggi tingkatannya daripada media picture and picture terbukti dengan melihat
perbedaan hasil belajar yang di peroleh siswa setelah mendapatkan materi
pembelajaran yang sama yaitu ”Sumber Daya Alam” tetapi mendapatkan
perlakuan yang berbeda.
Afriani, Ana Rosiyana. 2011. Efektifitas Penggunaan Media Gambar
Kolase dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi (Studi
Eksperimen Kuasi pada Mahasiswa Semester V Jurusan Pendidikan Bahasa
Perancis FPBS UPI Tahun Akademik 2010/2011). Hasil penelitian bahwa
penggunaan media gambar kolase dalam pembelajaran menulis karangan
36
deskripsi yang diujicobakan pada mahasiswa tersebut, terbukti dapat
meningkatkan kemampuan menulis karangan deskriptif bahasa Prancis
mahasiswa.
2.3 Kerangka Berpikir
IPA merupakan pembelajaran yang berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang alam secara sistematis. Sehingga dalam pembelajaran IPA membutuhkan
pemikiran kritis dan kreatif. Penggunaan metode yang tepat akan mendorong
siswa berfikir kreatif dan kritis sehingga siswa tidak akan bosan dalam belajar
IPA. Secara otomatis motivasi untuk belajar IPA akan lebih tinggi pada akhirnya
hasil belajarnya akan baik.
Proses belajar mengajar merupakan peran penting dalam pencapaian hasil
belajar. Guru mempunyai tugas utama dalam penyelenggara pembelajaran, karena
pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan untuk membelajarkan siswa. Untuk
membelajarkan siswanya, salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah
dengan menggunakan metode belajar yang tepat. Metode belajar yang dapat
membangkitkan minat siswa pada pelajaran dan pemahaman siswa pada mata
pelajaran IPA. Dengan metode belajar yang tepat dalam proses kegiatan belajar
mengajar, maka keberhasilan dalam belajar dapat tercapai. Pembelajaran
dikatakan efektif, manakala terjadi peningkatan hasil belajar IPA.
Agar diperoleh peningkatan dalam belajar pembelajaran IPA sebaiknya
dilaksanakan secara inkuiri (inquiry) karena dapat menumbuhkan kemampuan
berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek
penting kecakapan hidup siswa. Siswa tidak hanya sekedar mendengarkan
informasi dari guru, akan tetapi siswa juga melakukan percobaan secara langsung.
Sehingga siswa tidak mudah lupa dan memahami materi tersebut.
Melalui pembelajaran dengan metode inkuiri ini diharapkan semua siswa
dalam kelas aktif dalam melakukan percobaan. Selain itu siswa juga mampu
bekerjasama dengan siswa lainnya untuk memahami materi. Hasil belajar IPA
yang diharapkan pada metode inkuiri dapat dicapai dengan menggunakan media
kolase dan media picture.
37
Pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri berbantuan media
kolase diharapkan memberikan pengalaman baru baik bagi guru maupun siswa
dalam proses belajar dan menambah pengetahuannya tentang pembelajaran IPA.
Selain itu pembelajaran akan lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran
yang menggunakan metode inkuiri dengan menggunakan media picture. Dari
pembelajaran yang efektif diharapkan melalui model pembelajaran yang baru
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD khususnya dalam
pembelajaran IPA.
Membandingkan hasil belajar IPA dengan menggunakan media kolase dan
media picture adalah cara untuk mengetahui seberapa besar pengaruh media
kolase terhadap peningkatan hasil belajar IPA. Karena dengan media kolase
pembelajaran dapat merangsang pikiran, perasaan, mengeksplorasi ide-ide kreatif
dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada diri
siswa. Sehingga media yang memungkinkan untuk metode inkuiri adalah kolase.
Dengan demikian media kolase apabila dipakai dalam pembelajaran IPA sangat
cocok dan benar-benar bermanfaat dalam pembelajaran.
2.4 Hipotisis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir maka dirumuskan suatu hipotesis. Adapun
hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H a = π O1X1 ≠ πOX2
(terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara pembelajaran
menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase dengan
pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media picture
pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Beji 01 Kecamatan
Ungaran Timur semester II/2011-2012)
H o = π O1X1 = πOX2
(tidak terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan antara
pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media kolase
dengan pembelajaran menggunakan metode inkuiri berbantuan media
picture pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Beji 01
Kecamatan Ungaran Timur semester II/ 2011-2012)