BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Cooperative ...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Cooperative ...
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pengertian Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share
Pendekatan pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share
merupakan salah satu model pembelajaran sederhana yang sangat bermanfaat
dikembangkan oleh Frank Lyman dari University of Maryland. Ketika guru
menyampaikan pelajaran kepada kelas, para siswa duduk berpasangan dengan
timnya masing-masing. Guru memberikan pertanyan kepada seluruh siswa. Siswa
diminta untuk memikirkan (thinking) sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu
berpasangan (pairing) dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan
terhadap jawaban. Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi (sharing)
jawaban yang telah mereka sepakati dengan seluruh siswa (Slavin, 2010:257).
Think Pair Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Think Pair Share
dikembangkan oleh Frank Lyman et.al, dari University of Maryland pada tahun
1985 (Pramawati, 2005:105). Lyman menyatakan bahwa Think Pair Share
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi
kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memberi peserta didik kesempatan
untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain
Langkah-Langkah Pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair Share
Langkah-langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe Think Pair
Share terdiri dari lima langkah, dengan tiga langkah utama sebagai ciri khas yaitu
Think, Pair, dan Share. Kelima langkah pembelajaran Cooperative Learning tipe
Think Pair Share dapat dilihat pada tabel berikut :
6
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran
Cooperative Learning tipe Think Pair Share
Langkah – langkah Kegiatan Pembelajaran
Tahap I
Pendahuluan
a. Guru menjelaskan aturan main dan batasan
waktu untuk tiap kegiatan, memotivasi
siswa terlibat pada aktivitas masalah
b. Guru menjelaskan kompetensi yang harus
dicapai oleh siswa
Tahap 2
Think
a. Guru menggali pengetahuan awal siswa
melalui kegiatan demonstrasi/kegiatan
(audio visual)
b. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa
(LKS) kepada seluruh siswa
c. Siswa mengerjakan LKS tersebut secara
individu
Tahap 3
Pair
a. Siswa dikelompokan dengan teman
sebangkunya
b. Siswa berdiskusi dengan pasangannya
mengenai jawaban tugas yang telah
dikerjakan
Tahap 4
Share
Tahap 5
Penghargaan
a. Satu pasang siswa dipanggil secara acak
untuk berbagi pendapat kepada seluruh
siswa dikelas dengan dibantu oleh guru
a. Siswa dinilai secara individu dan kelompok
Adapun penjelasan dari setiap langkah tersebut sebagai berikut:
a. Tahap pendahuluan
Awal pembelajaran dimulai dengan penggalian apersepsi sekaligus memotivasi
siswa agar terlibat pada aktivitas pembelajaran. Pada tahap ini, guru juga
menjelaskan aturan main serta menginformasikan batasan waktu untuk setiap
tahap kegiatan.
7
b. Tahap think (berpikir secara individual)
Proses think dimulai pada saat guru melakukan demonstrasi untuk menggali
konsepsi awal siswa. Pada tahap ini, siswa diberi batasan waktu (“think time”)
oleh guru untuk memikirkan jawabannya secara individual terhadap pertanyaan
yang diberikan. Dalam penentuannya, guru harus mempertimbangkan
pengetahuan dasar siswa dalam menjawab pertanyaan yang diberikan.
c. Tahap pair (berpasangan dengan teman sebangku)
Pada tahap ini, guru mengelompokkan siswa secara berpasangan. Guru
menentukan bahwa pasangan setiap siswa adalah teman sebangkunya. Hal ini
dimaksudkan agar siswa tidak pindah mendekati siswa lain yang pintar dan
meninggalkan teman sebangkunya. Kemudian, siswa mulai bekerja dengan
pasangannya untuk mendiskusikan mengenai jawaban atas permasalahan yang
telah diberikan oleh guru.Setiap siswa memiliki kesempatan untuk mendiskusikan
berbagai kemungkinan jawaban secara bersama.
d. Tahap share (berbagi jawaban dengan pasangan lain atau seluruh teman kelas)
Pada tahap ini, siswa dapat mempresentasikan jawaban secara perseorangan atau
secara kooperatif kepada kelas sebagai keseluruhan kelompok.Setiap anggota dari
kelompok dapat memperoleh nilai dari hasil pemikiran mereka.
e. Tahap penghargaan
Siswa mendapat penghargaan berupa nilai baik secara individu maupun
kelompok. Nilai individu berdasarkan hasil jawaban pada tahap think, sedangkan
nilai kelompok berdasarkan jawaban pada tahap pair dan share, terutama pada saat
presentasi memberikan penjelasan terhadap seluruh kelas.
8
Kelebihan Dan Kekurangan Model Pembelajaran Cooperative Tipe Think
Paire Share (TPS)
Kelebihan model pembelajaran TPS sebagai berikut
1. memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain.
2. memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh
pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk
memikirkan materi yang diajarkan.
3. siswa akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran
dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
4. siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam
kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
5. siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan
seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
6. memungkinkan guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses
pembelajaran (Hartina, 2008: 12)
Kekurangan Model Pembelajaran Cooprative Think Pair Share sebagai berikut
1. menurut Hartina (2008:12) sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata
kemampuan siswanya rendah dengan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah
kelompok yang terbentuk banyak.
2. Menurut Lie (2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang
terdiri dari 2 orang siswa) adalah:
1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor,
2) lebih sedikit ide yang muncul, dan
3) tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam kelompok.
3. Menurut Ibrahim (2000:18) sejumlah siswa akan menjadi bingung, sebagian
kehilangan rasa percaya diri, dan dapat saling mengganggu antar siswa.
9
2.1.2 Media Audio-Visual (Video) dalam Pembelajaran IPA di SD
Pengertian media Audio Visual (Video) Media video pembelajaran dapat
digolongkan ke dalam jenis media audio visual aids (AVA) atau media yang dapat
dilihat dan di dengar. Biasanya media ini di simpan dalam bentuk piringan atau
pita. Media video adalah media dengan sistem penyimpanan dan perekaman video
dimana signal audio visual direkam pada disk plastik bukan pada pita magnetik
(Arsyad.2004 : 36)
Video atau gambar hidup merupakan gambar-gambar dalam frame dimana
frame demi frame di proyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis
sehingga pada layar terlihat gambar hidup. Video bergerak, bergantian dengan
cepat sehingga memberikan visual yang kontinyu dan dapat menggambarkan
suatu objek yang bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang
sesuai. Kemampuan video melukiskan gambar hidup dan suara memberinya daya
tarik tersendiri. Media ini pada umumnya digunakan untuk tujuan-tujuan
hiburan,dokumentasi, dan pendidikan. Video dapat menyajikan informasi,
memaparkan proses, memperpanjang waktu dan mempengaruhi sikap. Video yang
dipergunakan dalam kelas adalah video pembelajaran bukan semata-mata sebagai
hiburan belaka. Video memang wajar digunakan di kelas, karena bukan saja
memberikan fakta-fakta, tetapi juga menjawab persoalan dan untuk mengerti
tentang dirinya sendiri dan lingkungannya. Selain dari itu melalui gambar ini para
siswa dapat memperoleh kecakapan sikap dan pemahaman yang akan membantu
mereka hidup dalam masyarakat. Dengan ini, video tidak lagi dianggap sebagai
alat suplementer belaka tetapi merupakan alat fundamentil yang dipelajari secara
ilmuah dan dinilai scara kritis. Oleh karena itu video dapat di gunakan di sekolah.
10
Kegunaan Video dalam Pembelajaran
Kegunaan Video pembelajaran sebagai berikut :
a. Video adalah media yang baik guna memperlengkapi pengalaman-
pengalaman dasar bagi kelas untuk membaca, diskusi,konstruksi dan kegiatan
belajar lainnya. Video adalah sebagai alat pengganti, tetapi anak-anak merasa
turut serta di dalamnya, karena mengidentifikasikan diriya kedalam karakter
video tersebut.
b. Disamping mendorong dan meningkatkan motivasi, video menanamkan sikap
dan segi afektif lainnya.
c. Video memberikan penyajian yang lebih baik, serta mengandung nilai-nilai
positif yang dapat mengundang pemikiran dan pembahasan dalam kelompok
siswa.
d. Mengandung banyak keuntungan ditinjau dari segi pendidikan, antara lain
mengikat perhatian anak-anak dan terjadi berbagai asosiasi dalam jiwanya.
e. Mengatasi pembatasan-pembatasan dalam jarak dan waktu.
f. Video mendemonstrasikan berbagai hal yang tidak mungkin dialami secara
langsung.
Perlu diketahui, bahwa tidak ada ketentuan tentang cara menggunakan video
yang “terbaik” dan yang berlaku untuk semua situasi kelas. Penggunaan suatu
video, senantiasa berdasarkan kebutuhan-kebutuhan murid dan dalam hubungan
dengan unit yang dipelajari. Kegunaan lain dari video adalah dapat
memperlihatkan pada siswa contoh tingkah laku yang diinginkan, contoh interaksi
manusia dan dapat menyajikan masalah yang akan di pecahkan oleh siswa. Hal ini
biasanya disajikan dalam bentuk program pendek (Vignette), dimana dalam
penelitian ini pun berupa video pembelajaran yang berdurasi pendek. Selesai
pemutaran siswa dapat mendiskusikan pendapat mereka, mencari pemecahan
masalahnya, atau menjawab pertanyaan yang diberikan. Satu syarat untuk
memproduksi program seperti ini adalah : membuatnya singkat (lebih baik lagi
setiapprogram hanya membahas satu konsep), dan memberi kesempatan pada
siswa untuk menanggapinya. Dalam tahun-tahun terakhir ini, Video semakin
11
popular sebagai media untuk melaksanakan pembelajaran bersifat mandiri.
Kemajuan teknologi komputer dan video memungkinkan diciptakannya berbagai
bentuk pengembangan sistem pembelajaran ini. Inilah beberapa petunjuk praktis
yang perlu diperhatikan untuk dipertimbangkan dalam memproduksi video untuk
pembelajaran di kelas, diantaranya :
1. Media ini dirancang untuk memperlihatkan gambar bergerak, bukan
memperlihatkan benda bergerak.
2. Jika digarap dengan baik, gambar bergerak amat baik untuk tujuan efektif
(mempengaruhi siswa untuk mengubah sikap).
3. Untuk kepentingan pembelajaran, sebaiknya gambar bergerak digunakan
berdasarkan hubungan langsung dengan pribadi penonton.
4. Suara yang mengiri gambar harus sesuai dengan isi gambar.
5. Semua media gambar harus mengandung isi yang sudah dilakukan, serta harus
disunting dan diuji cobakan sebelum dipergunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Sebelum dicetak,harus dikonsultasikan terlebih dahulu
materinya pada orang yang ahli dalam bidang ini. Dan juga perlu untuk di uji
cobakan pada sekelompok siswa.
6. Karena video sebetulnya adalah media gambar bergerak, narasinya hendaklah
dikembangkan berdasarkan naskah visual (berfikir dalam tata gambar dan
bukan dalam tata kalimat).
7. Dalam perencanaan media video ini harus dipertimbangkan juga sikap
penonton, latar belakang budaya, umur, jenis kelamin serta gagasan dan
harapan mereka.
Kelebihan Media Video dalam Proses Pembelajaran IPA di SD
Media video pembelajaran termasuk ke dalam kategori motion picture,
media jenis ini dapat digunakan untuk menyajikan bagian-bagian dari suatu proses
dan prosedur secara utuh sehingga memudahkan siswa dalam mengamati dan
menirukan langkah-langkah suatu prosdur yang harus dipelajari. Dengan
menggunakan media jenis ini siswa diharapkan dapat memperoleh persepsi dan
pemahaman yang benar. Sedangkan guru diharapkan dapat mengikat perhatian
12
siswa selama pembelajaran berlangsung dan membantunya mengingat
kembalidengan mudah berbagai pngetahuan dan keterampilan yang telah diajari.
Dalam pembelajran IPA di SD, peranan media Audio Visual banyak memberikan
keuntungan. Yaitu dapat menampilkan berbagai macam peristiwa alam yang sulit
untuk di amati secara langsung. Media jenis ini juga dapat digunakan untuk
menyajikan bagian-bagian dari suatu proses dan prosedur secara utuh sehingga
memudahkan siswa dalam mengamati dan menirukan langkah-langkah suatu
prosedur IPA yang harus dipelajari. Media audio visual dalam pembelajaran IPA
di SD biasanya berbentuk video bergerak yang dikemas secara menarik dan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh anak. Video pembelajaran
termasuk kedalam kategori motion picture, video pembelajaran dalam format disk
dioperasikan dengan menggunakan VCD player yang dijalankan dengan disk atau
lempengan serta ditampilkan melalui monitor televisi atau LCD atau dapat di
putar langsung melalui PC komputer. Dengan menggunakan media jenis ini siswa
diharapkan dapat memperoleh persepsi dan pemahaman yang benar. Sedangkan
guru diharapkan dapat mengikat perhatian siswa selama pembelajaran
berlangsung dan membantunya mengingat kembali dengan mudah berbagai
pengetahuan dan keterampilan pembelajaran IPA yang telah dipelajari.
2.1.3 Pengertian Hasil Belajar
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam prilakunya. Belajar adalah
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan
sikap (Winkel, 1999:53 dalam Purwanto, 2008:39). Perubahan itu diperoleh
melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif
lama dan merupakan hasil pengalaman.
Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah
dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada
taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan
Harrow mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik (Winkel, 1996:51-
13
244 dalam purwanto, 2008:45). Hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang
dicapai oleh siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan
pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993:49 dalam purwanto, 2008:46).
Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah
laku.Tingkah laku sebagai pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif
dan psikomotor. Perubahan sebagai hasil proses dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, ketrampilan, kecakapan, serta
perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar. Menurut Gagne,
hasil belajar adalah terbentuknya konsep, yaitu kategori yang diberikan pada
stimulus yang ada di lingkungan yang menyediakan skema yang terorganisasi
untuk mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam
dan di antara kategori-kategori. Skema itu akan beradaptasi dan berubah selama
perkembangan kognitif seseorang (Dahar, 1998:95; Suparno, 2001:21 dalam
Purwanto, 2008:42). Oleh karena itu menurut Bruner, belajar menjadi bermakna
apabila dikembangkan melalui eksplorasi penemuan.
Klasifikasi hasil belajar
Benyamin Bloom dalam Sudjana (1990:22) mengklasifikasikan hasil
belajar yang secara garis besar dibagi menjadi tiga ranah, yaitu (1) Ranah kognitif:
Berkenaan dengan sikap hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek
yaitu ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, (2) Ranah
afektif : Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, internalisasi, (3) Ranah psikomotor :
Berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak.
Sudjana (1990:56) mengatakan hasil belajar yang dicapai siswa melalui
proses pembelajaran yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar
intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah
dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya
mempertahankan apa yang telah dicapai.
14
2. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan
dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang
lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.
3. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama
diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain,
kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan
kreativitasnya.
4. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni
mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap)
dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku.
5. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri
terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan
mengendalikan proses dan usaha belajarnya
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar
adalah perubahan prilaku seseorang ke arah yang lebih positif akibat belajar, atau
hasil belajar merupakan nilai yang dicapai seseorang dengan kemampuan
maksimal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar dapat dibagi menjadi
dua bagian besar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Slameto, 2003:2).
Berikut adalah penjabarannya:
1. Faktor dalam (internal), yaitu faktor yang berasal dari dalam diri
individu yang belajar. Faktor dalam ini meliputi:
a. Kondisi Fisiologis, misalnya: keadaan jasmani, kondisi panca indera, tidak
cacat, dan lain-lain. Menurut Nasoetion (1999:43) kondisi fisiologis pada
umumnya sangat berpengaruh terhadap kemampuan belajar seseorang.
Orang dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari
orang dalam keadaan kelelahan. Aspek fisiologis ini diakui mempengaruhi
pengelolaan kelas. Pengajaran dengan pola klasikal perlu memperhatikan
tinggi rendahnya postur tubuh anak didik. Postur tubuh anak didik yang
15
tinggi sebaiknya ditempatkan di belakang anak didik yang bertubuh
pendek. Hal ini dimaksudkan agar pandangan anak didik ke papan tulis
tidak terhalang oleh anak didik yang bertubuh tinggi. Tinjauan fisiologis
adalah kebijakan yang pasti tak bisa diabaikan dalam penentuan besar
kecilnya, tinggi rendahnya kursi dan meja sebagai perangkat tempat duduk
anak didik dalam menerima pelajaran dari guru di kelas.
Kondisi Psikologis, terdiri dari :
a. Minat : Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman
yang mendorong seseorang untuk memperoleh aktivitas, pemahaman, dan
keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian (Getzel, 1966:54).
b. Kecerdasan : Kemampuan untuk menemukan arah atau cara yang tepat ke
arah sasaran yang akan dicapai (Gardner, 2003:23).
c. Bakat : Bakat adalah kemampuan bawaan yang merupakan potensi yang
masih perlu dikembangkan atau latihan (Munandar, 1995:72).
d. Motivasi: Motivasi adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu (Nasoetion,
1999:32)
e. Kemampuan kognitif : Ada tiga kemampuan yang harus dikuasai sebagai
jembatan untuk sampai pada penguasaan kemampuan kognitif, yaitu
persepsi, mengingat dan berpikir. (Djamarah, 2000:142)
2. Faktor luar, yaitu faktor yang berasal dari luar individu yang belajar.
Faktor luar yang dimaksud adalah:
Faktor lingkungan,meliputi :
a. Lingkungan Sekolah
Lingkungan alam yang dimaksud di sini adalah lingkungan sekolah.
Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah yang di
dalamnya dihiasi dengan tanaman/pepohonan yang dipelihara dengan baik.
Apotik hidup mengelompokkan dengan baik dan rapi sebagai laboratorium
alam bagi anak didik. Sejumlah kursi dan meja belajar teratur rapi yang
ditempatkan di bawah pohon-pohon tertentu agar anak didik dapat belajar
16
mandiri di luar kelas dan berinteraksi dengan lingkungan. Kesejukan
lingkungan membuat anak didik betah tinggal berlama-lama di dalamnya.
b. Lingkungan Sosial Budaya.
Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi kehidupan yang
mendatangkan problem tersendiri bagi kehidupan anak didik di sekolah.
Contohnya: Pergaulan yang dapat mempengaruhi sifat dan kelakuan siswa
di sekolah, Pembangunan gedung sekolah yang tak jauh dari hiruk pikuk
lalu lintas menimbulkan kegaduhan suasana kelas. Pabrik-pabrik yang
didirikan di sekitar sekolah dapat menimbulkan kebisingan di dalam kelas.
3. Faktor instrumental, yaitu faktor yang ada dan penggunaannya dirancang
sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental itu antara
lain:
a. Kurikulum : Kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur
substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar
tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan
dalam suatu pertemuan kelas, belum guru programkan sebelumnya.
b. Program Pendidikan: Program pendidikan disusun untuk dijalankan demi
kemajuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah tergantung baik
tidaknya program pendidikan yang dirancang. Program pendidikan disusun
berdasarkan potensi sekolah yang tersedia, baik tenaga, finansial dan saran
prasarana.
c. Sarana dan Fasilitas: Sarana dan fasilitas mempunyai arti penting dalam
pendidikan. Gedung sekolah misalnya sebagai tempat yang strategis bagi
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar di sekolah.
d. Fasilitas mengajar : Fasilitas merupakan kelengkapan mengajar guru yang
harus dimiliki oleh sekolah. Ini kebutuhan guru yang tak bisa dianggap
ringan. Guru harus memiliki buku pegangan dan buku penunjang agar
wawasan guru tidak sempit. Buku kependidikan/keguruan perlu dibaca
atau dimiliki oleh guru dalam rangka peningkatan kompetensi keguruan.
17
e. Guru : Guru merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan, kehadiran
guru mutlak diperlukan di dalamnya. Kalau hanya ada anak didik, tetapi
guru tidak ada, maka tidak akan terjadi kegiatan belajar mengajar di
sekolah.
2.1.4 Hakikat Pembelajaran IPA SD
IPA Menurut Polo dan Marten dalam Srini M. Iskandar (1997: 15)
untukanak-anak didefinisikan mengamati apa yang terjadi, mencoba memahami
apa yang diamati, menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang
akan terjadi, dan menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk
melihat apakah ramalan tersebut benar. Jadi, IPA berguna untuk menuntun anak
berpikir secara ilmiah dari kejadian-kejadian alam yangterjadi di sekitarnya,IPA
adalah pelajaran yang penting karena ilmunya dapat diterapkan secara langsung
dalam masyarakat.
IPA Menurut Srini M. Iskandar (1997: 15) perlu diajarkan bagi anak-
anak sesuai dengan struktur kognitif anak. Pembelajaran IPA di SD diharapkan
dapat melatih keterampilan proses dan sikap ilmiah siswa, maka hendaknya
dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitif SD. Selain itu, Srini
M. Iskandar (1997: 16) menyampaikan beberapa alasan pentingnya mata
pelajaran IPA yaitu, IPA berguna bagi kehidupan atau pekerjaan anak
dikemudian hari, bagian kebudayaan bangsa, melatih anak berpikir kritis, dan
mempunyai nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyai potensi dapat membentuk
pribadi anak secara keseluruhan. Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E.
Kaligis (1992: 6) tujuan pengajaran IPA bagi Sekolah Dasar adalah memahami
alam sekitar, memiliki keterampilan untuk mendapatkan ilmu (keterampilan
proses) dan metode ilmiah, memiliki sikap ilmiah di dalam mengenal alam
sekitarnya dan memecahkan masalah yang dihadapinya, dan memiliki bekal
pengetahuan dasar yang diperlukan untuk melanjutkan pendidikannya ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
18
Pembelajaran IPA yang dilaksanakan bagi siswa SD harus memenuhi
hakikat IPA. Hakikat IPA memiliki tiga komponen, yaitu sains sebagai produk,
sains sebagai proses, dan sains sebagai sikap ilmiah (Patta Bundu,2006: 11).
Jadi, pembelajaran IPA harus melingkupi hakikat IPA yangmemiliki tiga
komponen tersebut. Selain itu, pelajaran IPA dalam pengembangannya untuk
anak usia SD harus disesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan
kognitifnya. Pembelajaran IPA harus menerapkan proses ilmiah. Pembelajaran
harus berlangsung menggunakan proses-proses yang telah digunakan oleh
parailmuwan IPA. Proses-proses tersebut dinamakan keterampilan proses.
Untuksiswa SD, keterampilan proses dapat dikembangkan dengan
mengembangkanketerampilan mengamati, mengelompokkan, mengukur,
mengkomunikasikan,meramalkan, dan menyimpulkan. Selama siswa melakukan
kegiatan ilmiah, dalam pembelajaran IPA diharapkan dapat menemukan suatu
pengetahuan baru yang disebut denganproduk ilmiah. Melalui proses ilmiah,
siswa diharapkan dapat mempelajari pengetahuan-pengetahuan tentang IPA.
Produk ilmiah yang berupa konsep,hukum, dan teori untuk anak usia SD sudah
disusun dalam kurikulum. Didalam kurikulum sudah dijelaskan mengenai
Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator yang harus dicapai oleh
siswa. Pembelajaran yang menerapkan proses ilmiah akan membentuk suatu
sikap yang disebut sikap ilmiah. Agar pengetahuan IPA yang didapat adalah
pengetahuan yang benar, maka siswa-siswi harus menerapkan sikap ilmiah.
Sikap ilmiah tersebut meliputi ingin tahu, hati-hati, obyektif, dan jujur.
Hasil Belajar IPA
Hasil belajar IPA adalah segenap perubahan tingkah laku yang
terjadi pada siswa dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses
pembelajaran IPA(Patta Bundu, 2006: 19). Hasil belajar biasanya dinyatakan
dengan skor yang diperoleh dari satu tes hasil belajar yang diadakan setelah
selesai mengikuti suatu program pembelajaran. Hal ini sesuai dengan dimensi
hasil belajar yang terdiri atas dimensi tipe isi (produk), dimensi tipe kinerja
(proses), dan dimensi tipe sikap (sikap ilmiah). Penguasaan produk ilmiah
19
mengacu pada seberapa besar siswa mengalamiperubahan dalam pengetahuan
dan pemahamannya tentang IPA baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum,
maupun teori. Aspek produk IPA dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan
dalam pokok-pokok bahasan yang menjadi target program pembelajaran yang
harus dikuasai. Aspek produk seperti fakta, konsep, dan prinsip, hukum,
maupun teori sering disajikan dalam bentuk pengetahuan yang sudah jadi.
Penguasaan proses ilmiah mengacu pada sejauh mana siswa mengalami
perubahan dalam kemampuan proses keilmuwan yang terdiri atas keterampilan
proses sains dasar dan keterampilan proses terintegrasi. Untuk tingkat
pendidikan dasar di SD maka penguasaan proses sains difokuskan pada
keterampilan proses sains dasar (basic science process skills) yang meliputi
keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menghitung
(kuantifikasi), meramalkan (prediksi), menyimpulkan (inferensi),dan
mengkomunikasikan (komunikasi).
Penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana
siswa mengalami perubahan dalam sikap dan sistem nilai dalam proses
keilmuwan. Sikap ilmiah sangat penting dimiliki pada semua tingkatan
pendidikan. Sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan (fakta dan
data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati-hati, tekun, ulet,
tabah,kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap
lingkungan sekitar, bekerja sama dengan orang lain.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang menggunakan model pembelajaran TPS ini pernah dikaji
oleh Mastuti, Endah Neni (2009) “ Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Dengan
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share (TPS ) Pada Siswa Kelas
VIII D SMP Negeri 2 Gondang Sragen Tahun Pelajaran 2008 / 2009 ”. Hasil dari
penelitian Pengukuran kemampuan siswa dilakukan sesuai ranah pembelajaran
yaitu ranah kognitif (postes) dan ranah afektif (minat siswa) yang diperoleh dari
nilai rata-rata siswa dalam tiap siklus. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I (ranah kognitif = 6,3 atau meningkat
20
sebesar 0,4 dari nilai awal; ranah afektif = 25,486 (termasuk kategori kurang
berminat). Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II (ranah kognitif = 7,1 atau
meningkat sebesar 0,7 dari siklus I; ranah afektif = 35,546 (termasuk kategori
cukup berminat) atau meningkat sebesar 10,06 dari siklus I)). Rata-rata hasil
belajar pada siklus III (ranah kognitif pada siklus III = 7,9 atau meningkat sebesar
0,8 dari siklus II; ranah afektif = 45,459 (termasuk kategori berminat) atau
meningkat sebesar 9,91 dari siklus II. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan hasil belajar
biologi siswa kelas VIIID SMP Negeri 2 Gondang Sragen Tahun Pelajaran
2008/2009.
Sholikhah, Miftakhush (2009) dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Inovatif TTW (Think-Talk- Write)” Dengan Menyertakan Hand
Out Terhadap Hasil Belajar Struktur Dan Fungsi Jaringan Tumbuhan Pada Siswa
Kelas VIII A Semester Genap SMP Muhammadiyah 2 Surakarta Tahun Ajaran
2008/2009.Hasil dari penelitian Sholikhah menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan hasil belajar siswa. Sebelum tindakan rata-rata hasil belajar kognitif
siswa sebesar 4,74, rata-rata pada siklus I meningkat menjadi 5,82, dengan nilai
afektif 27,10 (kurang berminat). Rata-rata pada siklus II meningkat menjadi 7,29
dengan nilai afektif 34,76 (cukup berminat). Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran TTW dengan menyertakan hand out dapat
memperbaiki aspek kognitif, hal ini didukung dengan peningkatan hasil belajar
biologi sebesar 0,5 point atau 5% pada siswa kelas VIII A SMP Muhammadiyah 2
Surakarta Tahun Ajaran 2008/2009.
2.3 Kerangka Pikir
Pembelajaran IPA dalam setiap satuan pendidikan selalu dianggap sebagai
suatu mata pelajaran yang Sulit oleh sebagian besar siswa, hal ini disebabkan oleh
berbagai faktor dalam proses pembelajaran, salah satu faktor yang paling dominan
yaitu penggunaan model pembelajaran seperti pendekatan, metode, dan teknik
yang tidak sesuai dengan karakteristik peserta didik dan teknik penyampaian suatu
metode yang selalu monoton dalam pelaksanaan proses pembelajaran IPA
21
sehingga sangat sulit ditangkap oleh peseta didik. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran guru hendaknya melakukan modifikasi pembelajaran, khususnya
pada mata pelajaran IPA dengan tujuan untuk memotivasi siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi internal peserta didik, sebab motivasi internal ini
merupakan faktor utama yang paling kuat yang mampu mendorong peserta didik
untuk belajar secara terus menerus hingga sampai kepada arah tujuan
pembelajaran yang lebih terarah dan lebih baik. Di samping itu, modifikasi suatu
proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran seperti
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik
peserta didik dapat meningkatkan gairah belajar, dapat meningkatkan rasa ingin
tahu yang tinggi pada diri peserta didik sehingga peserta didik dengan sendirinya
akan melakukan usaha eksplorasi pengetahuan untuk memenuhi rasa keingin
tahuannya. Dengan modifikasi pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan
pembelajaran cooperative learning tipe think pair share disertai pemanfaatan
audio visual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA
kelas 4 SD Sidorejo Lor 06 Tahun Pelajaran 2012/2013.
Dalam hal ini pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan
pembelajaran cooperative learning tipe think pair share disertai pemanfaatan
audio visual diharapkan dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan hasil belajar
siswa khususnya pada mata pelajaran IPA, karena pendekatan pembelajaran ini
memberikan suatu pengalaman nyata di lingkungan masyarakat yang dapat
dialami di dalam kelas, pembelajaran dapat diperoleh dari teman sebaya yaitu
dengan berkelompok, berpikir bersama, berpasangan, dan saling berbagi antar
teman kelompok, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain,
sehingga menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Dengan
demikian penerapan pendekatan pembelajaran cooperative learning tipe think pair
share diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Adapun gambaran
bagan dari perencanaan pembelajaran di atas dan dijelaskan sebagai berikut :
22
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
2.4 Hipotesis Penelitian Tindakan
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk lebih terarahnya dan
jelasnya tujuan penelitian ini, maka perlu dirumuskan jawaban sementara dari
pokok permasalahan yang diajukan di atas. Rumusan hipotesis yang dapat
diajukan dalam penelitian ini adalah “Jika dalam proses pembelajaran diterapkan
model Cooperative Learning tipe Think Pair Share dengan media audio visual
maka hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD Sidorejo Lor 06 Tahun Pelajaran
2012/2013 meningkat.
PEMBELAJARAN TPS DISERTAI PEMANFAATAN
MEDIA AUDIO VISUAL
Siswa Aktif
Berpikir bersama dalam berkelompok
Siswa Kreatif
Pembelajaran yang nyaman dan
menyenangkan
Siswa Fokus Rasa ingin tahu
Hasil Belajar Meningkat