BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5083/3/T1_292009060_BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKArepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5083/3/T1_292009060_BAB II.pdf ·...
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakekat Matematika
Matematika adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak,
bahasa simbol yang padat arti dan semacamnya (Karso: 1998, 1.6). hal ini
membuat para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah system
matematika. Dari dunia matematika yang merupakan sebuah sistem yang deduktif
telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan contoh dari sistem
ini.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Bergambar (2008, 524) para penulis
menerjemahkan matematika sebagai ilmu tentang bilangan, dan hubungan antar
bilangan. Matematika merupakan ilmu yang mengolah bilangan-bilangan dan
keterkaitan bilangan-bilangan tersebut.
Matematika mempunyai ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan
disiplin ilmu lain. Menurut Ali (1987:1), matematika berkenaan dengan ide-ide,
struktur, hubungan-hubunganya yang diatur secara logis sehingga matematika
berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Sedangkan menurut Bruner (Gatot
Muhtesyo, 2007) menyatakan pentingnya tekanan pada kemampuan peserta didik
dalam berpikir intuitif dan analitik akan mencerdaskan peserta didik membuat
prediksi dan terampil dalam menemukan pola dan keterkaitan.
Belajar matematika adalah suatu usaha atau aktifitas mental untuk
memahami arti hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Melalui
pembelajaran matematika siswa diharapkan berkembang mengenai kemampuan
membaca (matematika), menggali informasi, menggunakan informasi,
menyimpulkan informasi yang lebih mendalam, melakukan eksplorasi
eksperiman, berfikir logis, berfikir ketat dan yang terpenting adalah melakukan
pemecahan masalah. Pembelajaran matematika harus merupakan proses
pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan
8
yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang dipelajari.
2.1.2 Pendekatan Kontekstual
Salah satu kecenderungan pemikiran yang berkembang dewasa ini
berkaitan dengan proses belajar anak adalah bahwa anak akan belajar lebih baik
jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Menurut kecenderungan pemikiran ini,
belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang dipelajarinya
bukan mengetahuianya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi
terbukti berhasil dalam kompetisi “mengingat” jangka pendek tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teacing and Learning / CTL),
menurut Nurhadi (dalam Mapposoro: 2006, III-I) merupakan suatu konsep belajar
dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Proses pembelajaran akan berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa
bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru. Dengan konsep ini,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa untuk memecahkan
persoalan, berfikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan
dalam kehidupan jangka panjangnya. Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.
Depdiknas (2003) merumuskan pengertian Contekstual Learning Teacing
sebagai berikut:“ Pembelajaran pendekatan kontekstual merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna
materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social, dan cultural),
sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel
dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan / konteks ke permasalahan /
konteks lainnya”
9
Sanjaya (2006: 270) mengemukakan beberapa pengertian CTL
(pendekatan kontekstual) yaitu sebagai berikut:
“(1) CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental. (2) CTL memandang bahwa belajar
bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. (3)
Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperoleh
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji dat hasil temuan mereka di
lapangan. (4) Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri, bukan hasil
pemberian dari orang lain.”
Dengan menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, maka
akan membantu mengatasi masalah-masalah dalam dunia pendidikan. Masalah-
masalah dalam dunia pendidikan tersebut antara lain:
a. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai
konsep mata pelajaran, sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat
lebih lama konsep tersebut?
b. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang
saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh?
c. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan
siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, dan
hubungan dari apa yang mereka pelajari?
d. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari
siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu
mengaitkannya dengan kehidupan nyata, sehingga dapat membuka pintu
kesempatan dalam kehidupan?
Kesemua permasalahan itu dapat terjawab dengan pendekatan kontekstual
apabila tersebut dapat diterapkan dengan baik. Karakteristik pendekatan
kontekstual
(Mappasoro, 2008: III-2) yaitu
a. Kerjasama
b. Saling menunjang
c. Menyenangkan (tidak membosankan)
10
d. Belajar dengan bergairah
e. Pembelajaran terintegrasi
f. Menggunakan berbagai sumber
g. Siswa aktif dan sharing dengan teman.”
Keefektifan suatu pembelajaran pendekatan kontekstual dapat dilihat dari
7 tujuh komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual. Ketujuh komponen itu
adalah:
a. Kontruktivisme (contructivisme)
Membangun pemahaman siswa dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan
awal.
b. Menemukan (inquiry)
Siswa harus mampu meramu setiap materi dan terampil dalam setiap kegiatan.
c. Bertanya (questioning)
Kegiatan pembelajaran untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan
berfikir pebelajar.
d. Masyarakat belajar
Para siswa terikat dalam kegiatan belajar. Mereka bekerja sama dengan orang lain,
saling tukar pengalaman, dan berbagi ide.
e. Pemodelan (modeling)
Proses penampilan suatu contoh agar siswa dapat mengikuti model tersebut.
f. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Kemajuan belajar yang dinilai baik itu menggunakan penilaian produk (kinerja)
maupun proses.
g. Refleksi (reflection)
Mengukur pengetahuan dan keterampilan pembelajar. Melihat kembali hasil yang
diperoleh untuk dijadikan bahan acuan untuk langkah selanjutnya. (Mappasoro,
2008: III-3).
Untuk dapat menjalankan (menerapkan) pembelajaran kontekstual dengan
baik, seorang guru dapat menggunakan 5 strategi dalam mengajar. Seperti yang
dikemukakan oleh Harera (dalam Sanjaya, 2006) bahwa 5 strategi dalam mengajar
yaitu:
11
a. Relating: belajar yang dikaitkan dengan konteks keadaan sebenarnya.
b. Experiencing: belajar yang ditekankan pada pangalaman materi, dan
penemuan.
c. Appliying: belajar jika pengetahuan yang diperoleh dipersentasikan dalam
bidangnya sendiri.
d. Cooperating: belajar dalam konteks komunikasi dengan sesama anggota
kelompok dan menggunakannya secara bersama-sama.
e. Transferring: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam konteks baru.
Suatu kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin mengetahui
hasilnya. Dalam kegiatan pembelajaran pun kita juga memerlukan hal tersebut
kemudian kita melakukan pengukuran dan penilaian. Hasil belajar merupakan
suatu perubahan yang tidak hanya mengarah pada satu tujuan tetapi mengarah ke
beberapa aspek yang mendukung perubahan tingkah laku, motivasi, pemahaman,
dan kemampuan.
1.1.3 Hasil belajar
a. Pengertian Hasil belajar
Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah
laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti. “Hasil belajar akan tampak pada perubahan pada
setiap aspek (pengetahuan, pengertian, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, budi pekerti, dan sikap).” (dalam Hamalik, 2001: 30). Apabila seseorang
telah melakukan perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam
salah satu atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.
Menurut Johnson dan Myklebust (abdurrahman, 2003: 252) “Matematika
adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-
hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk
memudahkan berpikir”.
Menurut De Cecco dan Crowford (dalam Ali, 1987 : 14) menyatakan
bahwa hasil belajar dapat diidentifikasi melalui penampilan. Namun, individu
dapat dikatakan telah menjalani proses belajar meskipun pada dirinya hanya ada
12
perubahan dalam kecenderungan perilaku. Hasil belajar dapat diidentifikasi dari
adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diulang-ulang
dengan hasil yang sama. Itulah yang membedakan antara perubahan perilaku hasil
belajar dengan yang terjadi secara kebetulan.
Slameto (2003: 28) mengemukakan syarat keberhasilan belajar yaitu:“ (1)
Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan
tenang; (2) Repetisi Dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
penelitian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.”
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
tingkatan penguasaan bahan pelajaran setelah mendapatkan atau memperoleh
pengalaman belajar dalam kurun waktu tertantu. Hasil belajar diterima oleh murid
apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta bermakna
baginya.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Slameto (2008: 54-72) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua. Dua faktor tersebut akan
dijelaskan dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Faktor-faktor intern
Faktor intern adalah faktor yang berasal dari diri siswa. Faktor intern ini
terbagi menjadi tiga faktor yaitu : faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor
kelelahan.
1) Faktor jasmaniah
Pertama adalah faktor kesehatan. Sehat berarti dalam keadaan baik
segenap badan beseta bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan
seseorang sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Proses belajar akan
terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah,
kurang bersemangat, mudah pusing, mengantuk jika badannya lemah, kurang
darah ataupun ada gangguan fungsi alat indera serta tubuhnya.
Kedua adalah cacat tubuh. Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan
kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh. Cacat ini dapat berupa : buta,
tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain-lain. Jika ini terjadi maka belajar
13
akan terganggu, hendaknya apabila cacat ia disekolahkan di sekolah khusus atau
diusahakan alat bantu agar dapat mengurangi pengaruh kecatatan itu.
2) Faktor psikologis
Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis
yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu
kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru
dengan cepat dan efektif, menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara
efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat. Kedua perhatian
yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata tertuju kepada
suatu objek atau sekumpulan objek. Ketiga minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. keempat bakat
yaitu kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini akan baru terealisasi menjadi
kecakapan nyata sesudah belajar atau berlatih. Kelima motif harus diperhatikan
agar dapat belajar dengan baik harus memiliki motif atau dorongan untuk berfikir
dan memusatkan perhatian saat belajar. Keenam kematangan adalah suatu tingkat
pertumbuhan seseorang. Ketujuh kesiapan adalah kesediaan untuk memberi
renspon atau bereaksi. Dari faktor-faktor tersebut sangat jelas mempengaruhi
belajar, dan apabila belajar terganggu maka hasil belajar tidak akan baik.
b) Faktor kelelahan
Kelelahan seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani
(bersifat praktis).
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul
untuk membaringkan tubuh. Kelelahan jasmani terjadi karena kekacauan
substansi sisa pembakaran di dalam tubuh. Sehingga darah tidak lancar pada
bagian-bagian tertentu.
Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan,
sehingga minat untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa
pada bagian kepala sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak
kehabisan daya untuk bekerja. Kelelahan rohani dapat terjadi terus-menerus
14
karena memikirkan masalah yang dianggap berat tanpa istirahat, menghadapi
suatu hal yang selalu sama atau tanpa ada variasi dalam mengerjakan sesuatu
karena terpaksa dan tidak sesuai dengan bakat, minat dan perhatiannya.
Menurut Slameto (2008: 60) kelelahan baik jasmani maupun rohani dapat
dihilangkan dengan cara sebagai berikut: tidur, istirahat, mengusahakan variasi
dalam belajar, menggunakan obat-obat yang melancarkan peredaran darah,
rekreasi atau ibadah teratur, olah raga, makan yang memenuhi sarat empat sehat
lima sempurna, apabila kelelahan terus-menerus hubungi seorang ahli.
c) Faktor-faktor ekstern
Faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar siswa. Faktor ini
meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat yaitu dengan
penjelasan sebagai berikut:
1) Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: cara
orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah tangga dan
keadaan ekonomi keluarga. Sebagian waktu seorang siswa berada di rumah. Oleh
karena itu, keluarga merupakan salah satu yang berperan pada hasil belajar. Oleh
sebab itu orang tua harus mendorong, memberi semangat, membimbing, memberi
teladan yang baik, menjalin hubungan yang baik, memberikan suasana yang
mendukung belajar, dan dukungan material yang cukup.
2) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode
mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin
sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode
belajar, dan tugas rumah. Sekolah adalah lingkungan kedua yang berperan besar
memberi pengaruh pada hasil belajar siswa. Sekolah harus menciptakan suasana
yang kondusif bagi pembelajaran, hubungan dan komunikasi perorang di sekolah
berjalan baik, kurikulum yang sesuai, kedisiplinan sekolah, gedung yang nyaman,
metode pembelajaran aktif-interaktif, pemberian tugas rumah, dan sarana
penunjang cukup memadai seperti perpustakaan sekolah dan sarana yang lainnya.
15
3) Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap
hasil belajar siswa. Pengaruh ini karena keberadaan siswa dalam masyarakat.
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa ini meliputi: pertama kegiatan
siswa dalam mayarakat yaitu misalnya siswa ikut dalam organisasi masyarakat,
kegiatan-kegiatan sosial, keagamaan dan lain-lain, belajar akan terganggu, lebih-
lebih jika tidak bijaksana dalam mengatur waktunya. Kedua multi media
misalnya: TV, radio, bioskop, surat kabar, buku-buku, komik dan lain-lain. Semua
itu ada dan beredar di masyarakat. Ketiga teman bergaul, teman bergaul siswa
lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Teman bergaul yang
baik akan memberi pengaruh yang baik terhadap diri siswa begitu sebaliknya.
Contoh teman bergaul yang tidak baik misalnya suka begadang, pecandu rokok,
keluyuran minum-minum, lebih-lebih pemabuk, penjinah, dan lain-lain. Keempat
bentuk kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga
berpengaruh pada hasil belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang
yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri, dan mempunyai kebiasaan yang
tidak baik akan berpengaruh jelek kepada siswa yang tinggal di situ.
Melalui penjelasan faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi hasil
belajar. Faktor intern meliputi: faktor jasmaniah, psikologis, dan kelelahan, dan
faktor ekstern meliputi: faktor keluarga, sekolah, dan masyarakat.
2.1.4 Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan
Kontekstual
Ada 7 komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan
pendekatan kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah
konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan
penilaian sebenarnya (Sanjaya, 2006: 262). Dalam kelas dikatakan menggunakan
pendekatan kontekstual jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam
pembelajaran. Untuk melaksanakan pendekatan kontekstual dapat diterapkan
16
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja termasuk matematika dan kelas
yang bagaimanapun keadaanya.
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan
rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa sehubungan dengan topik
yang akan dipelajari. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk
mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran
yang bersifat kondisional tentang apa yang akan dikerjakan bersama siswa.
Mappasoro (2008: III-4) menyusun rambu utama yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan rencana pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut:
a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajaran yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara: Standar Kompetensi,
Kompotensi Dasar, Materi Pokok, dan Pencapaian Hasil Belajar.
b. Nyatakan tujuan umum pembelajaran.
c. Rincian media untuk mendukung kegiatan.
d. Buat skenario kegiatan siswa tahap demi tahap.
e. Nyatakan authentic assesmentnya.
Trianto (2010: 25) mengemukakan garis besar langkah-langkah penerapan
pendekatan kontekstual dalam kelas yaitu sebagai berikut:
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya.
2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
4. Ciptakan masyarakat belajar.
5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
7. Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagi cara.
1.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
17
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suparmin (2012) dengan
Judul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas 4 SD Negeri 2
Jatiharjo tentang menentukan jaring-jaring balok dan kubus dengan Menggunakan
Pendekatan Contexstual Teaching And Learning Semester II Tahun Pelajaran
2013/2014”, menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar Matematika siswa.
Terbukti dengan hasil belajar matematika pada pra siklus, siklus I dan siklus II
terjadi peningkatan. Pra siklus siswa yang tuntas KKM ada 14 siswa (61%) dan
yang belum tuntas ada 9 siswa (39%). Pada perbaikan pembelajaran siklus I siswa
yang tuntas KKM ada 18 siswa (78%) dan yang belum tuntas ada 5 siswa (22%).
Sedangkan pada perbaikan pembelajaran siklus II siswa yang tuntas KKM ada 23
siswa (100%).
Penelitian yang lain juga dilakukan oleh Wibowo (2013) yang berjudul
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dengan Penerapan Pendekatan
Kontekstual (Contexstual Teaching And Learning) Komponen Inkuiri Siswa
Kelas 4 SD Negeri Jatiharjo 2 Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan”, juga
menunjukkan bahwa dengen menggunakan pendekatan kontekstual hasil belajar
Matematika dapat meningkat. Hal ini nampak pada perbandingan nilai rata-rata
yakni pada kondisi pra siklus sebesar 64 pada siklus 1 naik menjadi 73 dan pada
siklus II naik lagi menjadi 81. Adapun peningkatan persentasi hasil belajar
klasikal pada kondisi pra siklus 35%; siklus I naik menjadi 78% dan pada siklus II
naik menjadi 100%.
2.3 Kerangka pikir
Agar proses belajar mengajar di kelas efektif dan efisien, diperlukan suatu
model pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa dalam belajar,
dapat membuat pembelajaran lebih bermakna. Pendekatan kontekstual membuat
pembelajaran lebih konkrit dan lebih bermakna kerena materi yang dipelajari
dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mendorong siswa melakukan
percobaan mengaitkan pengetahuan yang diperoleh dengan penerapan
pengetahuan tersebut dengan kehidupan sehari–hari siswa. Di samping itu, siswa
akan lebih mudah mengingat pelajaran sehingga hasil belajar dapat meningkat
18
serta siswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari baik sekarang
maupun nanti. Hal itu karena mereka sendiri yang mencari tahu dan
mengumpulkan informasi tentang materi tersebut.
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
2.3Hipotesis Penelitian
Proses belajar mengajar matematika
KD : Menentukan jaring-jaring balok dan kubus
Pembelajaran konvensional
Metode : Ceramah
Gurunya aktif siswanya
pasif
Hasil belajar matematika
rendah
(KKM ≤ 60)
Pendekatan CTL
1. Kontruktivisme
2. Inkuiri (Menemukan)
3. Bertanya
4. Masyarakat belajar
5. Pemodelan
6. Refleksi
7. Penilaiansebenarnya
Hasil belajar matematika
meningkat
19
Berdasarkan kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian ini yaitu melalui
pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada siswa
kelas 4 SD Negeri 2 Jatiharjo Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan.