BAB II DISTRIBUSI FREKWENSI · BAB II DISTRIBUSI FREKWENSI 2.1 Pendahuluan Kalau kita hendak...
Transcript of BAB II DISTRIBUSI FREKWENSI · BAB II DISTRIBUSI FREKWENSI 2.1 Pendahuluan Kalau kita hendak...
BAB II
DISTRIBUSI FREKWENSI
2.1 Pendahuluan
Kalau kita hendak menyelidiki suatu hal-, maka biasanya kita mengumpulkan dahulu data yang
berhubungan dengan hal itu, baik data berupa angka-angka , maupun data berupa keterangan lainnya.
Penyelidikan kita lakukan berdasar atau dengan pertolongan data yang sudah terkumpul itu.
Data yang baru saja dikumpulkan itu biasanya diperoleh dalam bentuk yang sangat tidak teratur
atau tidak tersusundan disebut data kasar.
Contoh berikut memberikan gambaran tentang data kasar itu. Pada tanggal 20 Agustus 2010 oleh
Fakultas Ekonomi Universitas Lampung telah diadakan ujian dalam mata kuliah Matematika Ekonomi ,
hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1.1
Hasil Ujian Matematika Ekonomi oleh 90 Mahasiswa FE – UNILA 2010
66,95
54,25
82,50
66,50
70,15
77,15
67,10
55,30
83,75
35,50
70,25
77,50
67,25
56,50
84,50
35,60
71,55
78,85
67,27
56,75
85,00
39,50
72,55
79,50
67,30
56,90
86,50
42,96
72,75
80,15
67,35
57,55
88,50
44,50
73,50
80,50
67,75
74,90
90,05
47,50
74,85
81,55
48,50
74,95
65,52
47,75
58,50
63,35
49,55
75,00
65,75
67,90
59,00
63,50
50,50
75,05
65,90
68,55
59,30
64,25
50,65
75,75
65,93
68,75
60,55
64,75
51,75
75,95
66,10
69,50
61,50
65,20
52,60
76,77
66,25
69,75
61,75
65,35
53,15
63,15
66,35
69,90
62,55
65,50
53,19
63,25
66,37
70,00
76,90
91,45
Kita sukar sekali menarik suatu gambaran atau keterangan yang berarti data diatas. Kita dapat
membayangkan betapa sukarnya memperoleh gambaran yang jelas dan sederhana mengenai suatu
peristiwa dari data sedemikian itu andaikata data tersebut terdiri dari ribuan angka-angka
Penyusunan data yang paling sederhana ialah dalam bentuk array. Tabel 1.1.2 menyajikan
kembali data tentang hasil ujian 90 Mahasiswa dalam bentuk array sedemikian itu .
Tabel 1.1.2
Hasil Ujian Matematika Ekonomi oleh 90 Mahasiswa FE – UNILA 2010
35,50
54,25
63,35
66,50
70,15
77,15
35,60
55,30
63,50
66,95
70,25
77,50
39,50
56,50
64,25
67,10
71,55
78,85
42,96
56,75
64,75
67,25
72,55
79,50
44,50
56,90
65,20
67,27
72,75
80,15
47,50
57,55
65,35
67,30
73,50
80,50
47,75
58,50
65,50
67,35
74,85
81,55
48,50
59,00
65,52
67,75
74,90
82,50
49,55
59,30
65,75
67,90
74,95
83,75
50,50
60,55
65,90
68,55
75,00
84,50
50,65
61,50
65,93
68,75
75,05
85,00
51,75
61,75
66,10
69,50
75,75
86,50
52,60
62,55
66,25
69,75
75,95
88,50
53,15
63,15
66,35
69,90
76,77
90,00
53,19
63,25
66,37
70,00
76,90
91,45
Perbedaan antara tabel 1.1.1 dengan tabel 1.1.2 hanya terletak pada cara penyusunannya. Dalam
tabel 1.1.1 data tidak tersusun secara teratur, sedangkan pada tabel 1.1.2 hasil ujian 90 mahasiswa disusun
secara teratur dari nilai ujian terkecil hingga nilai ujian terbesar atau sebaliknya . Bentuk susunan data
sedemikian itu dinamakan array. Dari array diatas, kita segera dapat mengetahui kedua nilai ekstrim dari
jarak (range) dari pada data diatas. Nilai terendah dari nilai ujian diatas, ialah 35.50 sedangkan nilai
tertinggi ialah 91.45. Kedua nilai ujian tersebut adalah nilai ekstrim dari array diatas. Jarak (range)
merupakan beda antara nilai terendah dan nilai tertinggi. Jarak dari 90 nilai diatas ialah sebesar 91.45 –
35.50 = 55.95
Penyusunan yang sederhana sedemikian itu , jelas satu langkah lebih baik dari pada penyusunan
yang tidak teratur seperti dalam tabel 1.1.1. Meskipun demikian, array itu bukan merupakan cara
penyusunan yang memuaskan guna menggambarkan distribusi data statistik. Dari array diatas kita tidak
dapat melihat berapa jumlah mahasiswa yang nilai ujiannya 40.00 sampai dengan 49.99, berapa jumlah
mahasiswa yang nilai ujiannya kurang dari 50.00 dan sebagainya.
Cara yang lebih baik guna mengatur atau menyusun data ialah dengan membuat atau membentuk
sebuah distribusi frekwensi, data yang berupa deretan atau kumpulan bilangan-bilangan itu kita bagi
kedalam beberapa golongan dan kita menentukan dengan aturan tertentu, bilangan- bilangan mana yang
termasuk ke dalam setiap golongan.
Sebearnya kita mengenal dua macam distribusi frekwensi menurut jenis data yang digolongkan
didalamnya , yaitu distribusi frekwensi bilangan ( numerical frequency distribution) dan distribusi
frekwensi kategoris (categorical frequency distribution). Distribusi frekwensi bilangan itu berisikan data
berupa angka-angka, dimana data itu dibagi atas golongan-golongan yang dinamakan kelas-kelas,
menurut besarnya bilangan-bilangan itu.
Tabel 1.1.3 menyajikan kembali data tentang hasil ujian oleh 90 mahasiswa ke dalam bentuk
distribusi frekwensi bilangan.
Tabel 1.1.3
Distribusi frekwensi nilai ujian
Matematika Ekonomi Deskriptif oleh 90 Mahasiswa FE – UNILA 2010
Nilai Ujian Jumlah
30.00 – 39.99 3
40.00 – 49.99 6
50.00 – 59.99 15
60.00 – 69.99 36
70.00 – 79.99 19
80.00 – 89.99 9
90.00 – 99.99 2
JUMLAH
90
Dalam menyusun distribusi frekwensi diatas seluruh data telah dikelompokkan kedalam 7 kelas.
Pada umumnya tiap kelas memiliki 2 batas kelas (class limits). Batas kelas ialah nilai batas dari pada tiap
kelas dalam sebuah distribusi dan dipergunakan sebagai pedoman guna memasukkan angka-angka hasil
observasi kedalam kelas yang sesuai. Kelas pertama dari distribusi diatas memiliki batas kelas bawah
(lower class limits) sebesar 30.00 dan batas kelas atas (upper class limits) sebesar 39.99. Secara teoritis
kelas pertama merupakan meliputi semua nilai-nilai antara 29.99 dan 39.99. Kedua batas tersebut
merupakan tepi kelas atau kelas boundaries atau pula batas teoretis (true limits). Secara teoritis , interval
kelas merupakan lebar dari sebuah kelas dan dihitung dari perbedaan antara kedua tepi kelas. Interval
kelas pertama dalam tabel 1.1.3 ialah sebesar 39.99-29.99 = 10. Titik tegah (mid point) atau class mark
dari suatu kelas merupakan rata – rata hitung dari kedua tepi kelasnya ternyata sebesar:
39.99 + 29.99 = 34.99 2
2.2 Pembentukan distribusi frekwensi
Pada umumnya penyusunan distribusi frekwensi dapat dibagi kedalam tiga tahap sebagai berikut :
1. Menentukan jumlah kelas guna memasukkan angka-angka .
Penentuan jumlah kelas umumnya tergantung pada pertimbangan-pertimbangan praktis yang
masuk akal dari pengolah data sendiri. Mengenai hal tersebut metode statistik tidak pernah
memberikan suatu aturan yang tertentu yang secara mutlak harus diikuti namun 3 hal yang perlu
diperhatikan.
a. Jumlah kelas hendaknya jangan terlalu besar tetapi juga jangan terlalu kecil . Tujuan
pengelompokan data kedalam distribusi frekwensi ialah guna memperoleh gambaran yang
sederhana , jelas dan sistematis mengenai peristiwa yang dinyatakan dalam angka-angka .
Bagi frekwensi dengan 5 sampai dengan 10 kelas sudah dapat dianggap sesuai. Pengelompokan
data kedalam jumlah kelas yang kurang dari 5 atau lebih dari 20 kelas jarang sekali terjadi.
Pada tahun 1926, H.A. Struges mengemukakan sebuah rumus guna menentukan jumlah kelas
yang sebaikkan dipergunakan dalam penggolongan data. Rumus tersebut kemudian terkenal
dengan nama KRITERIUM STURGES dan diberikan sebagai berikut:
K = 1 + 3,322 log n
Keterangan : K = Banyak kelas (dibulatkan menjadi bilangan asli)
n = Banyak data yang diselidiki
Bila kita berpedoman pada rumus Sturges guna menghitung jumlah kelas yang seharusnya digunkan
dalam penyusunan distribusi tabel 1.1.1 maka hasilnya menjadi:
K = 1 + 3,322 log 90
= 1+3,322 (1,9542)
= 7,4918 atau 7
Penyusunan distribusi diatas menghendaki penggolongan data ke dalam 8 kelas. Besarnya
interval kelas dapat diperkirakan sebagai berikut:
i = Jarak
banyak kelas
Bila membulatkan kedua nilai ekstrim masing-masing adalah 35.50 dan 91.50 guna
mempermudah perhitungan maka hasil interval kelasnya menjadi:
I = 91.50-35.50 = 8
7
Penggolongan data ke dalam 7 kelas dengan interval kelas sebesar 8 menghasilkan skema 1.2.1
Skema 1.2.1
Nilai Catatan Jumlah
35,50 - 43,49
43,50 - 51,49
51,50 - 59,49
59,50 - 67,49
67,50 - 75,49
75,50 - 83,49
83,50 - 91,50
Jumlah
b. Besarnya interval kelas bagi tiap-tiap kelas dalam distribusi sebaiknya
diusahakan agar sama serta dalam bilangan yang praktis. Umumnya, bilangan yang praktis ialah
bilangan yang mudah dipergunakan dalam perhitungan atau sebagai pedoman guna menentukan
batas kelas.
Interval kelas yang sama bagi tiap-tiap kelas disamping mempermudah perhitungan
statistik juga mempermudah penggambaran grafik distribusinya. Selain dari pada itu, penyajian
distribusi frekwensi umumnya lebih mudah dibaca bila distribusinya mempergunkan interval
kelas yang sama bagi tiap-tiap kelas.
c. Penentuan batas kelas sebaiknya diusahakan sedemikian rupa agar:
- Tidak ada satu angka pun dari data asal yang tak dapat dimasukkan kedalam kelas yang
tertentu dan
- Tidak terdapat keragu-raguan dalam pemasukan angka-angka ke dalam kelas yang
sesuai .
2. Memasukkan angka-angka kedalam kelas-kelas yang sesuai serta kemudian
menghitung frekwensinya
Memasukkan angka-angka sedemikian itu sebenarnya tidak usah menggunakan data yang telah
disusun kedalam bentuk array. Penyusunan array bagi tujuan sedemikian itu tidak berguna bahkan
menghabiskan waktu saja. Setelah pemasukan angka-angka selesai, pengolah baru dapat menghitung
jumlah frekwensi dari jumlah tanda catat yang telah dibuatnya.
Prosedur selengkapnya dapat dilihat pada skema 1.2.2
Skema 1.2.2
Nilai Catatan Jumlah
35,50 – 43,49 IIII 4
43,50 – 51,49 IIII II 7
51,50 – 59,49 IIII IIII III 13
59,50 – 67,49 IIII IIII IIII IIII IIII III 28
67,50 – 75,49 IIII IIII IIII IIII 19
75,50 – 83,49 IIII IIII II 12
83,50 – 91,50 IIII II 7
Jumlah 90
3. Membuat tabel distribusi frekwensi .
Setelah pekerjaan tahap kedua selesai maka dapatlah dibuat tabel distribusi frekwensi sebagaimana tampak dalam tabel 1.2.1
Tabel 1.2.1
Distribusi Frekwensi Nilai ujian Matematika Ekonomi deskriptif oleh 90 mahasiswa
FE – UNILA 2010
Nilai Jumlah
35,50 - 43,49 4
43,50 - 51,49 7
Nilai Jumlah
51,50 - 59,49 13
59,50 - 67,49 28
67,50 - 75,49 19
75,50 - 83,49 12
83,50 - 91,50 7
Jumlah 90
2.3 Penyajian grafik frekwensi
Dalam metode statistik , grafik frekwensi sering kali dipergunakan dalam analisa statistik ialah
(1) Histogram (2) Poligon frekwensi dan (3) Kurva Frekwensi .
2.3.1. Histogram Frekwensi
Salah satu fungsi histogram yang terpenting ialah menggambarkan beda antara kelas-kelas dalm sebuah distribusi. Penggambaran histogram akan dipermudah apabila distribusi frekwensi memiliki interval kelas yang sama bagi tiap-tiap kelas.
Diagram 2.3.1
Hasil Ujian Akuntansi oleh 90 Mahasiswa/i FE-UNILA Th 2010
y = Jumlah Mahasiswa/i 30
28
25
20
19
15
13 1
2
10
7 7
5 4
x = Jumlah Nilai
35.5
0
43.5
0
51.5
0
59.5
0
67.5
0
75.5
0
83.5
0
91.5
0
2.3.2 Poligon Frekwensi
Penggambaran poligon frekwensi sangat berguna bila kita ingin melakukan perbandingan antara
dua atau beberapa distribusi frekwensi.
Diagram 2.3.2
Hasil Ujian Akuntansi oleh 90 Mahasiswa/i FE-UNILA Th 2010
y = Jumlah Mahasiswa/i 30
28
25
20
19
15
13
12
10
7
7
5
4
x = Jumlah Nilai
35.5
0
43.5
0
51.5
0
59.5
0
67.5
0
75.5
0
83.5
0
91.5
0
2.3.3 Kurva Frekwensi
Pengrataan grafik frekwensi dapat dilakukan secara matimatis maupun dengan penggambaran
secara bebas. Pada diagram 2.3.3 kami telah menyajikan pengrataan grafik frekwensi dengan cara
penggambaran secara bebas. Pada azasnya luas yang terdapat dibawah kurva tersebut seharusnya kurang
lebih sama dengan seluruh luas histogramnya.
Diagram 2.3.3
Hasil Ujian Akuntansi oleh 90 Mahasiswa/i FE-UNILA Th 2010
y = Jumlah Mahasiswa/i 30
28 25
20
19
15
13 12
10
7
7
5
4
x = Jumlah Nilai
39
.50
47
.50
55
.50
63
.50
71
.50
79
.50
87
.50
2.4 Distribusi frekwensi kumulatif dan kurva ogive
Dalam beberapa jenis analisa statistik, distribusi frekwensi kumulatif umumnya lebi banyak
digunakan dari pada distribusi frekwensi biasa. Distribusi frekwensi kumulatif banyak sekali
kegunaannya bagi analisa tentang upah, perpajakan, penjualan dan sebagainya.
Ada dua jenis distribus i frekwensi kumulatif yaitu distribusi kumulatif “kurang dari “dan
distribusi frekwensi kumulatih “ atau lebih “, sebagaimana tampak dalam tabel 2.4.1 pada halaman
berikut ini .
Tabel 2.4.1
Distribusi Frekwensi Kumulatif “ Kurang dari “ nilai ujian matemaika ekonomi oleh 90
mahasiswa FE – UNILA 2010
Nilai Ujian Jumlah Mahasiswa
Kurang dari 35.50 0
kurang dari 43.50 4
kurang dari 51.50 11
kurang dari 59.50 24
kurang dari 67.50 52
kurang dari 75.50 71
kurang dari 83.50 83
Kurang dari 91.50 90
Tabel 2.4.2 Distribusi Frekwensi Kumulatif “atau lebih “ nilai ujian Matematika Ekonomi Oleh 90
Mahasiswa FE UNILA 2010
Nilai Ujian Jumlah Mahasiswa
35.50 atau lebih 90
43.50 atau lebih 86
51.50 atau lebih 89
59.50 atau lebih 66
67.50 atau lebih 38
75.50 atau lebih 19
83.50 tau lebih 7
91.50 atau lebih 0
Penggolongan data diatas dilakukan dengan menggunakan batas kelas. Pada azasnya
penggolongannya dapat juga dilakukan dengan menggunakan tepi kelas.
Penyajian secara grafis dari distribusi frekwensi kumulatif “kurang dari” atau “atau lebih” dapat
dilakukan dengan menggambarkan poligon frekwensinya. Poligon distribusi frekwensi disebut juga
ogive.
Diagram 2.4.1
Poligon Frekwensi kumulatif “kurang dari” dan “atau lebih” nilai ujian Matematika
Ekonomi 90 mahsiswa FE – UNILA 2010
90
80
70
60
50
40
30
20
10
3
5.5
0
43.5
0
51.5
0
59.5
0
67.5
0
75.5
0
83.5
0
91.5
0
2.5 Distribusi Frekwensi Relatif
Ada kalanya analisa data statistik berhubungan erat dengan soal yang bersangkut paut dengan
perbandingan secara persentatif . Dalam hal sedemikian itu, frekwensi distribusi perlu dinyatakan dalam
bentuk persentasi atau fraksi. Distribusi yang berfrekwensi sedemikian itu dinamakan frekwensi relatif
atau distribusi persentasi
Tabel 2.5.1
Distribusi frekwensi relatif nilai ujian Matematika ekonomi mahasiswa FE – UNILA 2010
Nilai Ujian Jumlah Presentasi dari jumlah
keseluruhan
35,50 - 43,49 4 4.44
43,50 - 51,49 7 7.77
51,50 - 59,49 13 14.44
59,50 - 67,49 28 31.11
67,50 - 75,49 19 21.11
75,50 - 83,49 12 13.33
83,50 - 91,50 7 7.77
Jumlah 90 100
BAB III
UKURAN TENDENSI SENTRAL (RATA – RATA)
3.1 Pendahuluan
Jika kita mempunyai sekumpulan data berbentuk angka-angka , kita sering ingin tahu nelai-nilai
tertentu . Salah satu dari nilai demikian ialah nilai disekitar mana data berupa angka-angka tersebut
tersebar. Nilai disekitar mana sekumpulan angka-angka tersebar dinamakan harga rata-rata (average) dari
pada angka-angka itu. Harga rata-rata itu mempunyai beberapa bentuk atau macam, masing – masing
dengan arti yang berbeda-beda. Oleh karena itu jika kita membicarakan harga rata- rata , haruslah kita
nyatakan dengan jelas dan tegas harga rata-rata yang mana yang kita maksudkan.
Harag rata-rata adalah suatu harga yang dapat dipakai untuk mewakili sekumpulan data, suatu
harga yang representatif. Tentu sekumpulandata itu tidaklah sepenuhnya dapat diterangkan oleh hrag rata
– rata nya.
Ada beberapa macam harga rata-rata, sedang yang akan kita bicarakan disini ialah harga harag
rata-rata hitung (arithmetic mean), median (harga pertengahan), modus, harga rata-rata ukur (geometric
mean) dan harag rata-rata harmonis dan masing-masing mempunyai kebaikan dan keburukan didalam
mewakili sekumpulan data.
3.2 Rata-rata hitung
Didalam berbagai bentuk dari harga rata-rata , harag rata – rata hitung (aritmetic mean) inilah yang
paling banyak dipakai dalam ilmu statistik dan didalam kehidupan sehari-hari.
3.2.1 Rata – Rata hitung data tak tersusun
Data tak tersusun yaitu data yang belum / tidak disusun distribusi frekwensinya. Rata-rata hitungnya
diperoleh dengan menjumlahkan nilai-nilai data yang bersangkutan dan kemudian membagikannya
dengan banyaknya data dalam kumpulan itu.
Rumus:
_
X = X1 + X2 + .........+ Xn
N
_
X =
Contoh soal :
Carilah Nilai rata-rata dari 10 nilai Mahasiswa UM th 2010 sebagai berikut : 35.50 ,35.60 , 43.50, 51.50 , 59.00. 59.50 ,67.50, 75.50, 83.50 ,91.50 _ X = 35.50+35.60+43.50+51.50+59,00+59.50+67.50+75.50+83.50+91.50 10 = 60.26
3.2.2 Rata – Rata hitung data tersusun
∑ x i
n
Kalau kita telah membentuk distribusi frekwensi dari kumpulan data kita, maka bilangan-
bilangan atau nilai-nilai itu tidak lagi kita pertimbangkan satu persatu, melainkan dipertimbangkan
didalam kelas-kelas. Oleh karena sebuah itu bukanlah sebuah nilai, maka haruslah kita dapat mengambil
nilai atau nilai-nilai tertentu untuk mewakili kelas-kelas itu untuk memungkinkan perhitungan rata-rata
hitung. Pada umumnya orang memakai titik tengah kelas untuk mewakili kelas itu. Ini berarti bahwa titik
tengah kelas itu dianggap sebagai rata-rata dari data didalam kelas itu, sebagai harga rata-rata hitung dari
data itu seluruhnya dapat dicari dengan dengan mencari rata-rata hitung tertimbang dari titik tengah-titik
tengah, yang terdapat didalam distribusi frekwensi itu.
Misanya kita mempunyai sebuah distribusi frekwensi sebagai berikut
Tabel 3.22
Hasil Ujian Akuntansi oleh 90 Mahasiswa/i FE-Universitas Muhammadyah Th 2010
Nilai Ujian Frekwensi
35,50 - 43,49 4
43,50 - 51,49 7
51,50 - 59,49 13
59,50 - 67,49 28
67,50 - 75,49 19
75,50 - 83,49 12
83,50 - 91,50 7
Jumlah 90
Kita dapat mencari rata – rata hitungnya sebagai berikut :
Prosedure 3.2.2.1
Perhitungan rata-rata hitung nilai Mahasiswa FE UNILA
Data kelas X1 F1 I x i
35.50 - 43.49 39.50 4 158
43.50 – 51.49 47.50 7 332.50
51.50 – 59.49 55.50 13 721.50
59.50 – 67.49 63.50 28 1778
67.50 – 75.49 71.50 19 1358.50
75.50 – 83.49 79.50 12 954
83.50 – 91.50 87.50 7 612.50
Jumlah 90 90 5915
Rumus X = fixi fi
_ X = 5915 = 65.722 90
Menghitung mean dari suatu distribusi frekwensi kadang-kadang masih memerlukan hitungan-
hitungan yang banyak, terutama kalau titik tengahnya Xi merupakan bilangan yang besar ataupun dengan
beberap[a angka dibelakang koma. Maka untuk meringan kan pekerjaan menghitung ini, ditemukan suatu
cara yaitu untuk menggunakan skal baru. Disini skala x (titik tengah interval) dirubah menjadi skala u
(angkaangka kecil), misalnya -2,-1,0,1,2 . Titik 0 biasanya ditempatkan ditengah dalam deretan titik
tengah-tengah itu, atau kira-kira ditengah , atau bersesuaian dengan titik tengah yang mempunyai
frekwensi tertinggi, demi untuk memperkecil hitungan-hitungan yang dilakukan . Maka kalau Xo = titik
tengah interval yang bersesuaian dengan titik 0 dari skala baru, i = panjang kelas interval, amka mean
dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
_
X = Xo + i ∑fiui
∑fi
Prosedure 3.2.2.2
Perhitungan rata – rata Nilai mahasiswa UNILA
Titik tengah Frekwensi f
f u Skala x Skala u
39.50 -3 4 -12
47.50 -2 7 -14
55.50 -1 13 -13
63.50 0 28 0
71.50 1 19 19
79.50 2 12 24
87.50 3 7 21
90 25
_
X = 63.50 + 8 ( 25 ) 90 = 63.50 + 2.222
= 65.722
3.3 Median
Kita membicarakan juga perhitungan median dari data yang tersusun dan data yang tidak tersusun secara terpisah .
3.3.1 Median data tak tersusun
Median adalah suatu bilangan yang bersifat bahwa setengah dari data, setelah disusun menurut
besarnya, lebih kecil dari atau sama besar dengan bilangan itu, sedangkan setengahnya lagi akan lebih
besar dari atau sama dengan bilangan tersebut. Jika banyaknya data bilangan genap, maka median adalah
sama dengan harga rata-rata hitung dari dua data yang letaknya ditengah.
Misalkan kita diminta menghitung rata-rata 5 nilai mahasiswa UNILA masing-masing 85.50 , 90.50, 55.50 , 39.50 , & 47.50 . Dengan menggunakan rumus Akan didapat nilai 63.70
Marilah kita bandingkan harga rata-rata itu dengan nilai 5 orang mahasiswa
tersebut. Ternyata bahwa 3 nilai mahasiswa jauh lebih rendah dari pada 63.70 dan 2 orang bernilai jauh
lebih tinggi dari pada harga rata-rata itu.
Jadi jika dalam kelompok data terdapat data yang nilainya sangat besar dibandingkan dengan
kebanyakan data lainya, maka harga rata-rata yang didapat berdasarkan harga rata-rata hitung dengan
rumus tersebut kurang dapat mewakili sebagai hrag gejala pusat. Jika begitu halnya, maka diperlukan
suatu perbaikan dapat dilakukan oleh median yang sebenarnya merupakan ukuran letak.
∑ x i
n
Bila jumlah bilangan itu genap , misalnya kita mempunyai sederetan bilangan :
2.6.7.9.10.13.17.18
Maka mediannya : 9+10 = 9.5 2
3.3.2 Median Data tersusun
Marilah kita lihat sekarang median dari data yang telah kita susun didalam sebuah distribusi
frekwensi. Jika kita menggambarkan histogram dari distribusi frekwensi tersebut, maka median adalah
suatu bilangan yang terdapat pada sumbu horizontal sebagai titik kaki dari garis vertikal yang membagi
luas histogram atas dua bagian yang sama.
Diagram 3.3.2
Histogram Frekwensi Nilai Mahasiswa UNILA 2010
y = Jumlah Mahasiswa/i
30
28
25
20
19
15
13
12
10
7 7
5
4
x = Jumlah Nilai
35.5
0
43.5
0
51.5
0
59.5
0
67
.50
75.5
0
83.5
0
91.5
0
Dengan demikian bisa kita ketahui bahwa garis tegak lurus sumbu x (=1) yang akan membagi dua
sama besar luas histogram itu akan memotong sumbu x antara nilai 59.50 dan 67.50. Maka luas empat
persegi panjang yang bergaris-garis haruslah sama dengan 15, dan harga median yang kita cari = (59.50
+a ), dimana a adalah jarak antara titik potong garis 1 dengan sumbu x dan 59.50
Median dapat juga dihitung dengan cara lain
Dalam tabel 3.2.2 kita mempunyai n = 90. Oleh karena itu median ditunjukkan oleh nilai yang ke
45. Nilai yang ke 45 ini terdapat pada kelas ke 4, oleh karena itu dalam kelas 1.2. dan ke 3, hanya terdapat
24 buah nilai saja. Jadi median ditunjukkan oleh nilai yang ke 21 dari nilai-nilai yang terdapat di kelas ke
4. Kita anggap nilai-nilai dalam kelas itu mempunyai jarak yang sama maka dapatlah kita menghitung
median itu sebagai berikut:
Median = 59.50 + 8 . 45 – 24 28 = 59.50 + 6 = 65.50 Untuk hal yang umum dapatlah kita tuliskan rumus untuk menghitung median itu sebagai berikut:
Rumus Median =
Dimana `B = tepi bawah kelas median (kelas dimana median itu terletak) i = interval kelas s = selisih antara nomor frekwensi median dengan frekwensi kumulatif dari
kelas-kelas dimuka (sebelum ) kelas median Fmd = Frekwensi kelas median Median juga dapat dihitung dari tepi atas kelas median dengan rumus sebagai berikut
Dimana A = tepi atas kelas median
S‟= selisih antara frekwensi kumulatif dari kelas-kelas sampai dengan kelas median
dikurangi dengan nomor frekwensi median.
3.3.3 Kwartil, Desil dan Persentil
B + I S
Fmd
Md = B + i S‟
Fmd
Kwartil adalah nilai yang membagi distribusi frekwensi menjadi empat bagian yang sama , sehingga
terdapatlah tiga harga kwartil. Kwartil kedua = median.
Desil adalah nilai yang membagi distribusi frekwensi menjadi 10 bagian yang sama, maka ada 9 desil /
Desil kelima = median.
Persentil adalah nilai yang membagi distribusi frekwensi menjadi 100 bagian yang sama, maka ada 99
persentil. Persentil ke 50 = median.
Rumus :
Ki = Bi + I S
Fki
K1 = 51.50 + 8 . 22.5 – 11 13 = 51.50 + 7.07 = 58.57 . K2 = 59.50 + 8 . 45 – 24 28 = 59.50 + 6 = 65.50
D3 = 59.50 + 8 27 – 24 28 = 59.50 + 0.857 = 60.357 D6 = 67.50 + 8 54 – 52 19 = 67.50 + 0.842 = 68.34 P25 = 51.50 + 8 . 22.5 – 11 13 = 51.50 + 7.07 = 58.57 P70 = 67.50 + 8 . 63 - 52 19
= 67.50 + 4.631 = 72.131
3.4 Modus
3.4.1 Modus data tak tersusun
Jika kita mempunyai sekumpulan data yang terdiri dari bilangan, maka bilangan yang terbanyak
terdapat didalam kumpulan itu dinamakan modus dari kumpulan data tersebut.
Andaikan keadaan pasaran Motor Honda Scoopy untuk tiap akhir bulan selama tahun 2011
adalah sebagai berikut:
Tabel 3.4.1
Pasaran Honda Scoopy tiap akhir bulan th 2011
Bulan Harga
ribuan (Rp) Bulan
Harga ribuan (Rp)
Jan 150 Jul 200
Feb 200 Agus 210
Mar 210 Sep 215
Apr 200 Okt 200
Mei 200 Nov 195
Jun 190 Des 190
Dalam tabel itu terdapat harga pasaran Rp 200.000,- untuk bulan-bulan feb, April, Mei, Juli dan
Oktober . Harga ini adalah yang terbanyak terdapat didalam tabel jika dibandingkan dengan harga akhir
bulan-bulan lainnya. Dengan demikian modus harga pasaran Honda Scoopy untuk akhir-akhir bulan
selama tahun 2011 adalah Rp 200.000,-.
Mengambil sebuah contoh lagi , marilah kita perhatikan deret-deret bilangan sebagau berikut:
2, 3, 4, 5, 6, 7 , 8, 9, 10
Setiap bilangan hanya muncul satu kali di salam deretan itu dan oleh karena itu deretan bilangan
tersebut dianggap tidak mempunyai modus.
Kita perhatikan kumpulan bilangan lain:
7 , 8 , 9 , 9 ,9 ,11 , 12, 14, 14, 14 , 15, 16
Didalam deretan bilangan ini setiap bilangan hanya muncul satu kali , kecuali bilangan 9 dan 14
yang keduanya muncul 3 kali masing-masing. Oleh karena itu deretan bilangan diatas dianggap saja
bermodus dua buah (bimodal). Kumpulan data yang mempunyai satu modus saja dinamakan bermodus
tunggal (uni modal), sedang data yang modusnya lebih dat i satu dinamakan bermodus banyak.
3.4.2 Modus Data Tersusun
Jika sekumpulan data telah tersusun didalam sebuah distribusi frekwensi, maka penentuan
modusnya tidak lagi semudah seperti telah kita uraikan diatas untuk data yang tak tersusun. Benar, kita
dapat melihat kelas mana yang berisi frekwensi paling banyak. Kelas dengan frekwensi paling tinggi itu
dinamakan kelas modus karena pada umumnya dan kita anggap selalu berisi modus. Ahli- ahli statistik
sudah sependapat untuk memakai rumus yang berikut di dalam penentuan modus:
Mo = B + i
d1
d1 + d2
Dimana B = tepi bawah kelas modus
dI = selisih antara frekwensi disalam kelas modus dengan frekwensi dikelas
yang mendahului nya .
d2 = selisih antara frekwensi didalam kelas modus dengan frekwensi dikelas
berikutnya.
i = interval
Rumus diatas tidak berlaku untuk data yang bermodus dua atau lebih .
Dari tabel berikut kita dapat menghitung modus sebagai berikut:
Nilai Ujian Frekwensi
Nilai Ujian Frekwensi
35,50 - 43,49 4
43,50 - 51,49 7
51,50 - 59,49 13
59,50 - 67,49 28
67,50 - 75,49 19
75,50 - 83,49 12
83,50 - 91,50 7
Jumlah 90
„d1 = 28-13 = 15
D2 = 28-19 = 9
Mo = 59.49 + 8 ( 15 )
15+9
= 59.49 + 5
= 64.49
Kita juga dapat mencari modus melalui histogram frekwensi
Diagram 3.4.2
Histogram frekwensi nilai Mahasiswa UNILA 2010
30 28
Q R
PQ = d1
25
RS = d2
20
19
S
15 13
12
P 10
7
7
5
4
35,4
9
43,4
9'
51,4
9
59,4
9
67,4
9'
75,4
9
83,4
9
91,4
9
Didalam diagram tersebut kita menunjukkan cara menggambarkan modus itu. Hubungkan titik P
dengan R dengan sepotong garis lurus demikian juga titik Q dengan titik S. Kedua garis itu berpotongan
pada titik T. Untuk menentukan modus, proyeksikan titik T ke sumbu u mendatar.
Titik Proyeksi dari T itu adalah modus.
3.4.3 Hubungan antara mean, median dan modus
Bila suatu distribusi frekwensi simetris, maka mean = median = modus. Sedangkan bila
distribusinya tidak simetris, maka mean ≠median ≠modus . Hubungan yang bersifat empiris antara ketiga
statistik sampel di atas, telah dikemukakan oleh Karl Pearson, sebagai berikut:
Mo = x - 3 ( x – Md )
Untuk distribusi frekwensi yang tidak simetris, letak ukuran-ukuran tersebut yang memenuhi
hubungan rumus diatas dapat dilihat pada diagram berikut:
Mo Md x
x Md Mo
3.5 Rata – rata ukur
3.5.1 Rata-Rata ukur data tak tersusun
Rata – Rata ukur serangkaian nilai – nilai observasi x1, x2, ...... xn dirumuskan sebagai berikut:
=
Rata-rata ukur sedemikian itu umumnya dipergunakan bagi pengrata-rataan ratio. Sebuah contoh yang
sederhana akan diberikan guna menjelaskan perhitungan rata-rata ukur di atas. Tabel dibawah ini
menyajikan tentang perkembangan jumlah tenaga listrik yang dibangkitkan guna keperluan industri,
konsumsi dan sebagainya di Indonesia selama 2000-2007.
Tabel 3.5.1
Jumlah keseluruhan tenaga listrik yang dibangkitkan di Indonesia ( 2000 – 2007 )
Tahun Tenaga yang
dibangkitkan (x 1,000 Kwh)
Pertambahan relatif dari tahun
ke tahun
2000 684,6
2001 752 752/684,6
2002 783,3 783,3/752
2003 872,2 872,2/783,3
2004 1000,8 1000,8/872,2
2005 1070,4 1070,4/1000,8
2006 900 900/1070,4
2007 905 905/900
=
=
= 1,0406
Bila pertimbangan rata-rata di atas ingin dinyatakan dalam persentase, maka hasil diatas seharusnya
dikalikan pula dengan seratus (100) ,guna memperoleh hasil 1.0406 x 100 = 104,06
Cara yang praktis guna menghitung rata-rata ukur ialah dengan menggunakan logaritma.
Log = ∑log x i
N
Prosedure 3.5.1
Perhitungan rata – rata ukur perkembangan tenaga listrik di Indonesia
Tahun Xi = % Perkembangan dari tahun ke
tahun log xi
2000
2001 107,4071 2,03103
2002 102,4803 2,01064
2003 108,8285 2,03674
2004 101,0855 2,00468
2005 106,5115 2,02739
2006 81,3531 1,91037
2007 104 2,01703
Jumlah 14,03788
Log = 14,03788 = 2,005411
7 = 101,253 atau 1,25 %
3.5.2 Rata – rata ukur data tersusun
Untuk data yang telah disusun dalam daftar distribusi frekwensi rumus harga rata-rata
ukurnya agak berlainan sedikit . Jika x1, x2,..........xk adalah titik-titk tengah kelas-kelas interval dengan
frekwensi berturut-turut f1,f2,.........fk, maka:
=
Atau
Dimana ∑fi
log = = ∑(fi log xi)
n
Contoh :
Prosedure 3.5.2
Perhitungan rata-rata usia penduduk urban priya yang berusia 15-19 tahun dan yang efektif dapat
dikerjakan tahun 2000
Golongan Umur xi fi logxi fi log xi
15-19 18 102 1,25527 128,03754
20-24 23 107 1,36172 145,70404
25-29 28 105 1,44715 151,95075
30-34 33 161 1,51851 244,48011
35-39 38 133 1,57978 210,11074
40-44 43 102 1,63346 166,61292
45-49 48 137 1,68124 230,32988
847 1277,22598
Log = 1.277,22598 = 1,5079409 847
= 32,2063
3.5.3 Rata-rata ukur sebagai pengukuran tingkat pertumbuhan (rate of growth)
Pada contoh kita yang baru lalu, rata-rata pertambahan atau tingkat pertambahan tenaga listrik ialah sebesar kali dan diperoleh dari perhitungan:
Atau = (1,0406 )7 905 = 684.6 (1,0406)7
905 = 684.6 ( 1+ 0,0406 )7
Bila P7 = 905 ; Po = 684.6; r = 0.0406
Maka persamaan diatas dapat dituliskan menjadi:
Pn = Po (1 + r )n
Rumus diatas sebetulnya sama dengan rumus bunga berganda dimana P =
jumlah pokok yang diperbungakan pada periode permulaan to, r = tingkat bunga, n = jumlah
periode uang tersebut diperbungakan dan Pn = jumlah uang pada akhir periode.
Misalkan Po = Rp 1.000,00 , n = 10, sedangkan r = 4%, maka pada akhir 10
tahun jumlah uang yang diperbungakan menjadi:
P10 = Rp 1.000,00 (1+0.04)10
= Rp 1.480,24
Rumus diatas dapat dirubah menjadi :
r = - 1
Perumusan diatas juga dinamakan perumusan bagi rata-rata pertumbuhan (average growth) Contoh:
Bila GNP Th 2000 ialah sebesar Rp 350 Milyar , sedangkan th 2004 menjadi Rp 600 milyar,
maka tingkat pertumbuhan GNP pertahunnya dapat dihitung dengan menggunakan rumus diatas:
r =
r = 1,1442 - 1
= 0,1442 atau 14.4 %
3.6 Rat-rata harmonis
Harag rata-rata harmonis itu sangat jarang dipakai di dalam statistik. Perhitungannya tak
semudah seperti menentukan harga rata-rata hitung. Meskipun demikian rata-rata harmonis ini dapat memberikan jawaban yang memuaskan untuk macam soal tertentu.
Rata-rata harmonis untuk sekelompok data didefinisikan sebagai kebalikan nilai-nilai data tersebut. Jika rata-rata harmonis dinyatakan dengan H dan data dengan x1, x2, ........xn
Maka:
H =
Atau
H =
Contoh :
Andai kata seseorang bepergian sejauh 18 km, pulang-pergi. Kecepatan waktu pergi 6 km per
jam, dan kecepatan waktu kembali 9 km per jam. Berapakah kecepatan rata-rata perjam pulanng-
pergi?
Jawab yang otomatis adalah ½ (6+9)km/jam. Ini jawaban salah sebab jarak 18 km dengan
kecepatan pertama ditempuh selama 3 jam dan jarak 18 km dengan kecepatan kedua ditempuh
selama 2 jam. Jumlah waktu: (3 + 2) jam = 5 jam untuk menempuh 36 km. Kecepatan rata-
ratanya menjadi 1/5 x 36 km/jam = 7.2 km/jam.
Harga 7.2 ini tidak lain dari pada harga rata-rata harmonis:
H = = 7.2
Untuk data yang disusun dalam distribusi frekwensi, maka rumus nya menjadi:
H =
Dimana x1, x2,........xk adalah titik tengah kelas interval dan f1,f2, .......ik adalah frekwensi-
frekwensi kelas yang bersangkutan.
3.7 Hubungan antara ẋ , U dan H
ẋ > U > H