BAB I1 (2)
description
Transcript of BAB I1 (2)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat adalah unsur aktif secara fisiologis dipakai dalam diagnosis, pencegahan,
pengobatan atau penyembuhan suatu penyakit pada manusia atau hewan. Obat dapat
berasal dari alam dapat diperoleh dari sumber mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, atau
dapat juga dihasilkan dari sintesis kimia organic atau biosintesis (Ansel, 1989).
Meskipun obat dapat menyembuhkan penyakit, tetapi masih banyak juga orang yang
menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu, dapat di katakan bahwa obat dapat
bersifat sebagai obat dan dapat juga bersifat sebagai racun. Obat itu akan bersifat secara
obat apabila tepat digunakan dalam pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu
yang tepat. Jadi, apabila obat salah digunakan dalam pengobatan atau dengan dosis yang
berlebihan, maka akan menimbulkan keracunan. Dan bila dosisnya kecil, maka kita tidak
akan memperoleh penyembuhan (Anief, 1991).
Analgetika atau obat penghilang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika
umum) (Tjay, 2007).
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan. keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya
emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula
menghindarkan sensasi rangsangan nyeri. nyeri merupakan suatu perasaan seubjektif
pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk
suhu adalah konstan, yakni pada 44-45oC. Oleh karena itu, pentingnya diadakan
praktikum ini adalah untuk mengamati respon nyeri pada mencit yang ditimbulkan oleh
bahan kimia.
2
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan ini adalah
1. Bagaimana cara mengetahui respon nyeri pada mencit yang ditimbulkan oleh bahan
kimia?
2. Bagaimana cara mengetahui respon menjilat kaki depan atau meloncat (merupakan
respon nyeri mencit) yang ditimbulkan reaksi termis?
3. Bagaimana cara membandingkan hambatan respon nyeri yang timbul setelah
pemberian obat analgesic?
4. Bagaimana cara menjelaskan mekanisme kerja obat analgesic?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan pembuatan laporan ini adalah
1. Untuk mengamati respon nyeri pada mencit yang ditimbulkan oleh bahan kimia.
2. Untuk mengamati cara mengetahui respon menjilat kakai depan atau meloncat
(merupakan respon nyeri mencit ) yang ditimbulkan reaksi termis.
3. Untuk membandingkan hambatan respon nyeri yang timbul setelah pemberian obat
analgesic.
4. Untuk menjelaskan mekanisme kerja obat analgesic.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Tinjauan Pustaka
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah
perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman
kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang
berfungsi sebagai isyarat bahaya tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan,
rematik, encok atau kejang otot (Tjay, 2007)..
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit,
otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras,
yaitu jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat
dengan neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall, 1997;Ganong, 2003).
Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriene, dan
prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung-ujung saraf bebas di kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan
kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh,
terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat
dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-
lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di
otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjaydan Rahardja, 2007).
Rangsangan yang diterima oleh reseptor nyeri dapat berasal dari berbagai faktor dan
dikelompokkan menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Rangsangan Mekanik
Nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan
jarum,irisan pisau dan lain-lain.
2. Rangsangan Termal
Nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu. Rata-rata manusia akan merasakan
nyeri jika menerima panas diatas 45oC, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan
akan mengalami kerusakan.
3. Rangsangan Kimia
Jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat yang di sebut
mediator yang dapat berikatan dengan reseptor nyeri antaralain: bradikinin, serotonin,
4
histamin, asetilkolin danprostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling
berperan dalam menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang
berperan (ion K positif).
Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan
hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP)
melalui dua sistem serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin halus
bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua terdiri
dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan hantaran
0,5-2 m/detik. Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan
menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajamdan terlokalisasi, sedangkan serabut C
menghantarkan "nyeri lambat" dan menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal, dan
perasaan tidak enak. Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir
pada neuron traktus spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui
traktus ini ke nukleus posteromida ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini
impuls diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak.
Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria antara lain:
a. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu dibagi menjadi dua, yaitu
1. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan terjadinya singkat.
Contoh nyeri akut adalah trauma.
2. Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi atau dialami sudah lama Contoh nyeri
kronis adalah kanker.
b. Klasifikasi nyeri berdasarkan tempat terjadinya dibagi menjadi 3, yaitu
1. Nyeri somatik adalah nyeri yang dirasakan hanya pada tempat terjadinya
kerusakan atau gangguan, bersifat tajam, mudah dilihat dan mudah ditangani.
Contohnya adalah nyeri karena tertusuk.
2. Nyeri visceral adalah nyeri yang terkait kerusakan organ dalam.
Contohnya adalah nyeri karena trauma di hati atau paru-paru.
3. Nyeri Reperred adalah nyeri yang dirasakan jauh dari lokasi nyeri. Contohnya
adalah nyeri angina.
5
c. Klasifikasi nyeri berdasarkan persepsi nyeri dibagi menjadi 2, yaitu
1. Nyeri Nosiseptis adalah nyeri yang kerusakan jaringannya jelas.
2. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang kerusakan jaringan tidak jelas. Contohnya
adalah nyeri yang diakitbatkan oleh kelainan pada susunan saraf.
d. Klasifikasi nyeri berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal,
diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan–sediaan golongan non
salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat (Gilang, 2010).
2. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan. Ada 3 golongan obat ini yaitu(Medicastore,2006) :
1) Obat yang berasal dari opium-morfin
2) Senyawa semisintetik morfin
3) Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Mekanisme Kerja Obat Analgesik
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya
adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok
pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang
terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya
tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum
dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan
hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh
penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar (Anchy, 2011).
2. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase
dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek
sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek
6
analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral.
Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu
pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah
pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu
1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan
dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk
golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh indometasin
sangat berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam
mempunyai waktu paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai risiko besar
terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat
ini hanya dibenarkan untuk pengobatan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat,
patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal). Tanpa indikasi
kuat, tidak dibenarkan penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi
nyeri hebat, penggunaan narkotik diindikasikan pada kanker stadium lanjut karena
dapat meringankan penderitaan. Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan sebagai
pramedikasi dalam pembedahan karena dapat memperkuat anestesi umum sehingga
mengurangi timbulnya kesadaran selama anestesi.(anonim,2010)
Mekanisme kerja Paracetamol :
Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara
berbeda (Wilmana, 1995).
Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah
yang menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada
pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer (Dipalma, 1986).
Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan
efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. (Wilmana, 1995).
MONOGRAFI
Pemerian : serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit
7
Kelarutan : larut dalam air mendidih , mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya
(Anonim,1995).
Khasiat : Analgetik, antipiretik
Dosis : 500 – 2000 mg per hari (Anonim, 1979).
2.2. Metode
2.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Spet
2. Stopwatch
3. Kandang mencit
4. Penutup kandang yang kasar (kawat)
5. Lampu senter
6. Handchoen
7. Masker
2.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Suspensi paracetamol 0,5 ml
2. Suspense asam asetat 0,2 ml
3. Mencit (Mus musculus) 2 ekor sebagai hewan coba
4. Koran
5. Tissue
6. Alcohol 70%
8
2.2.3 Prosedur Kerja
Disimpulkan
Dihitung presentase daya analgesiknya% daya analgesik = 100- ( x 100)
Dimana, P= Jumlah komulatif liukan mencit control positiveK = Jumlah liukan mencit control negative
Dibandingkan hasilnya dari mencit 1 dan mencit 2
Dilakukan pengamatan liuakan setiap 5 menit selama 20 menit
Ditunggu sampai 5 menit, diamati, dan dicatat jumlah respon nyeri yang ditimbukan pada kedua mencit tersebut (control positive dan control negative)
Dituggu sampai 20 menit, diinjeksikan masing-masing mencit (control positve dan control negative) secara intraperitoneal dengan larutan asam asetat 1%
Dinjeksikan suspensi paracetamol 0,5 ml pada mencit 1 sebagai contol positive secara subkutan
Dibagi mencit menjadi 2 kelompok (control positive dan control negative)
9
BAB III
HASIL PERCOBAAN
3.1. Tabel Penelitian
KETERANGANWaktu (menit)
5 10 15 20
Mencit A (kontrol positif) 3 8 17 29
Mencit B (kontrol negatif) 11 21 43 62
3.2. Data Perhitungan
% Daya Analgesik = 100 – (PK x 100 )
= 100 – (2962 x 100)
= 100 – 46,77
= 53,23%
10
BAB IV
PEMBAHASAN
Percobaan yang telah dilakukan adalah analgetik pada mencit yang bertujuan untuk
mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan daya analgetika dari obat parasetamol
berdasarkan perbedaan jumlah dosis pemberian menggunakan metode rangsang kimia.
Percobaan ini dilakukan terhadap hewan percobaan, yaitu mencit (Mus muscullus), dimana
mencit A sebagai control positif dan mencit B sebagai control negative. Metode rangsang
kimia digunakan berdasarkan atas rangsang nyeri yang ditimbulkan oleh zat-zat kimia yang
digunakan untuk penetapan daya analgetik. Pada percobaan ini digunakan metode Witkin (
Writhing Tes Metode Geliat ), dengan prinsip yaitu memberikan asam asetat 1% (indikator
nyeri) kepada mencit yang akan menimbulkan geliat (Writhing), sehingga dapat diamati
respon mencit ketika menahan nyeri pada perut dengan cara menarik abdomen, menarik kaki
ke belakang, dan membengkokan kepala ke belakang. Dengan pemberian obat analgetik
(paracetamol) akan mengurangi respon tersebut.
Pemberian obat-obat analgetik pada mencit dilakukan secara subkutan pada mencit A
sebagai kontrol positif dan secara intra peritoneal pada mencit B sebagai kontrol negatif. Pada
mencit A telah diberikan paracetamol 0,5 ml secara subkutan sedangkan pada mencit B tidak
diberikan perlakuan apapun. Setelah 2 menit masing- masing menit di berikan asam asetat 1
% melalui intraperitonial. Larutan asam asetat diberikan setelah 2 menit, ini bertujuan agar
obat yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi untuk meredakan rasa
nyeri. Pada masing masing mencit di berikan asam asetat 1 % melalui intra peritoneal karena
memungkinkan sediaan lebih mudah diabsorbsi oleh tubuh, cepat memberikan efek,
mencegah penguraian asam asetat pada jaringan fisiologik organ tertentu, serta efek merusak
jaringan tubuh jika pada organ tertentu. Misalnya apabila asam asetat 1% diberikan per oral,
akan merusak saluran pencernaan, karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan
terhadap asam. Baik kontrol positif maupun negatif mencit diberikan asam asetat 1 %
dengan cara intraperitonial tujuannya diberikan secara intraperitonial yaitu untuk mencegah
penguraian steril asam asetat saat melewati jaringan fisiologi pada organ tertentu. Dan larutan
steril asam asetat dikhawatirkan dapat merusak jaringan tubuh jika diberikan melalui rute lain
misalnya per oral karena sifat kerongkongan cenderung bersifat tidak tahan terhadap
pengaruh asam . Larutan asam asetat diberikan setelah 5 menit karena diketahui bahwa obat
yang telah diberikan sebelumnya sudah mengalami fase absorbsi, untuk meredakan rasa nyeri
11
selama beberapa menit kemudian setelah diberikan asam asetat 1% pada masing₋masing
mencit menunjukkan efek obat mulai beraksi dengan ditandai kaki di tekuk kebelakang,
kejang perut.
Berdasarkan percobaan pada pemberian obat tersebut yang diamati setiap 5 menit
sekali selama 20 menit, didapatkan hasil reaksi geliatan pada mencit A sebanyak 29 kali dan
pada mencit B sebanyak 62 kali. Dari hasil tersebut didapat persentase daya analgesik yaitu
53,23%. Hal ini sesuai dengan teorinya, yaitu pada mencit B (control negative) yang diinjeksi
dengan asam asetat 1% saja memberikan hasil geliatan lebih banyak daripada mencit A yang
diinjeksi dengan parasetamol dan asam setat 1% karena parasetamol dapat meringankan rasa
nyeri pada mencit dengan menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Selain itu karena asam asetat merupakan asam lemah yang
tidak terkonjugasi dalam tubuh, pemberian sediaan asetat terhadap hewan percobaan akan
merangsang prostaglandin untuk menimbulkan rasa nyeri akibat adanya kerusakan jaringan
atau inflamasi. Prostaglandin menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi
mekanik dan kimiawi sehingga prostaglandin dapat menimbulkan keadaan hiperalgesia,
kemudian mediator kimiawi seperti bradikinin dan histamin merangsangnya dan
menimbulkan nyeri yang nyata, sehingga mencit akan menggeliatkan kaki belakang saat efek
dari penginduksi ini bekerja.
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum analgetika pada mencit adalah
1. Respon nyeri pada mencit yang ditimbulkan dengan adanya penambahan suspensi
asam asetat 1% adalah reaksi geliatan pada mencit.
2. Respon geliatan (respon nyeri mencit) pada mencit A sebagai control positif
(parasetamol dan asam asetat 1%) lebih sedikit daripada pada mencit B sebagai
control negative (asam asetat 1%).
3. Berdasarkan aksinya obat analgesic dibagi menjadi 2, yaitu opioid dan nonopioid.
4. Mekanisme kerja obat opioid adalah terikatnya opioid pada reseptor mengakibatkan
hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion kalium ke dalam sel dan
menghasilkan pengurangan masuknya ion kalsium ke dalam sel sehingga ion kalsium
berkurangb dan menyebabkan terjadinya pengurangan terlepasnya mediator inflamasi.
Sedangkan mekanisme kerja obat nonopioid adalah mengeblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX (siklooksigenase) pada daerah
yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari praktikum analgetika pada mencit adalah
1. Lebih berhati-hati dalam penanganan hewan percobaan dan dalam pemberian obat
anlgesik pada mencit secara subkutan dan secara intraperitonial agar tidak mengalami
kerusakan pada jaringan kulit saat penyuntikan.
2. Usahakan seluruh bahan obat dalam spuit masuk kedalam daerah yang diingikan
dengan tepat agar dapat memberi efek farmakologi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Green. 2009. Analgetika, (online), (http://greenhati.blogspot.com/2009/05/obat-analgetikdan
farmakodinamikanya.html), diakses tanggal 31 Maret 2015.
Katzung, BG. 1997.Farmakologi Dasar dan Klinik, edisi 6. Jakarta: EGC.
Medicastore. 2006. Obat Analgesik Antipiretik, (online), (http://medicastore.com/apotik-
online/obat-saraf-otot/obat-nyeri.htm), diakses pada tanggal 31 Maret 2015.
Saleh, S. Danu, R., 2001. Penggunaan Obat Secara Rasional : Upaya Untuk Mengatasi
Ketidakrasionalan Pemberian Obat. Majalah Kesehatan Indonesia, 11, 737 -
739.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: PT Gramedia.
Tanu, Ian. 1976. Farmakologi dan Terapi Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Tan Hoan, dan Kirana Rahardja. 1964. Obat-Obat Penting Edisi Kelima. Jakarta: PT.
Gramedia.
Tim laboratorium farmakologi, 2015. Petunjuk Pratikum Farmakologi . Institut Ilmu
Kesehatan Kediri: Kediri
14
LAMPIRAN
Pemberian suspensi paracetamol 0,5 ml secara subkutan pada mencit A (kontrol positif)
15
Pemberian larutan asam asetat 1% secara intraperitoneal pada mencit A (kontrol positif)
Kondisi mencit A setelah diinjeksi suspensi paracetamol dan larutan asam asetat 1%
Pemberian larutan asam asetan 1% secara intraperitoneal pada mencit B (kontrol negatif)
16
Kondisi mencit B setelah diinjeksi suspensi asam asetat 1%
PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan analgesic?
Analgesic adalah senyawa atau adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita
2. Bagaimana proses terjadinya rasa nyeri?
Adanya rangsangan-rangsangan mekanisme/kimiawi (kalor/listrik) yang dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan pada jaringan dan melepaskan zat-zat tertentu yang
disebut mediator-mediator nyeri. Mediator-mediator nyeri itu adalah histamine,
serotonin, plasmakinin-plasmakini, prostaglandin-prostaglandin, ion-ion kalium. Zat-zat
ini merangsang reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lender, dan
jaringan. Lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke sistem saraf pusat (SSP) melalui
sumsum tulang belakang ke thalamus dan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls
dirasakan sebagai nyeri.
3. Rangsangan rusak (naksus) apa saja yang dapat menimbulkan nyeri?
Rangsangan rusak (naksus) yang dapat menimbulkan nyeri antara lain rangsangan
mekanisme/kimiawi atau fisis.
17
a. Rangsangan Mekanik, nyeri yang di sebabkan karena pengaruh mekanik seperti tekanan, tusukan jarum,irisan pisau dan lain-lain.
b. Rangsangan Termal, nyeri yang disebabkan karena pengaruh suhu. Rata-rata manusia akan merasakannyeri jika menerima panas diatas 45 C, dimana mulai pada suhu tersebut jaringan akan mengalami kerusakan.
c. Rangsangan Kimia, jaringan yang mengalami kerusakan akan membebaskan zat yang disebut mediator yang dapat berikatan dengan reseptor nyeri antaralain bradikinin, serotonin, histamin, asetilkolin danprostaglandin. Bradikinin merupakan zat yang paling berperan dalam menimbulkan nyeri karena kerusakan jaringan. Zat kimia lain yang berperan dalam menimbulkan nyeri adalah asam, enzim proteolitik, dan ion kalium.
4. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik secara umum?
a. Mekanisme kerja obat opioid adalah terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan
pengurangan masuknya ion kalsium ke dalam sel, selain itu mengakibatkan
hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion kalium ke dalam sel. Hasil dari
berkurangnya ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya
dopamine, serotonin, dan peptide penghantar nyeri, contohnya seperti substansi P,
dan mengakibatkan transmisi rangsangan nyeri terhebat.
b. Mekanisme kerja obat nonopioid adalah mengeblok pembentukan prostaglandin
dengan jalan menginhibisi enzim COX (siklooksigenase) pada daerah yang terluka
dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri.
5. Sebutkan kegunaan khusus masing-masing obat, efek samping, cara kerja, dan
kontraindikasinya?
a. Obat Analgesik Non-opioid
1. Salicylates
Contoh Obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis
prostaglandin.
Kerjanya: menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis
yang tepat,obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun
tromboksan A2
Efek sampingnya: gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil
dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti
oleh segelas air atau antasid).
Kontraindikasi: ulkus peptikum, asma, alergi.
18
2. p-Aminophenol Derivatives
Contoh Obatnya: Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin.
Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan
tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna. Obat ini berguna untuk
nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca
persalinan dan keadaan lain.
Efek samping: kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada
dosis besar dapat menimbulkan pusing,mudah terangsang, dan disorientasi.
3. Indoles and Related Compounds
Contoh Obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada
aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat.
Efek samping: menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri
abdomen, diare, pendarahan saluran cerna,dan pancreatitis, serta menimbulkan
nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.
4. Fenamates
Contoh Obatnya: Meclofenamate (Meclomen) merupakan turunan asam
fenamat, mempunyai waktu paruh pendek.
Efek samping: serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada
keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan
oral.
Kontraindikasi: pada kehamilan.
5. Arylpropionic Acid Derivatives
Contoh Obatnya : Ibuprofen (Advil)
Tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang.
Kontraindikasi : pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan
reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin.
Efek samping : gejala saluran cerna.
6. Pyrazolone Derivatives
Contoh Obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin)
Untuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.obat ini
mempunya efek anti-inflamasi yang kuat. tetapi memiliki efek samping yang
serius sepert agranulositosis, anemia aplastik,anemia hemolitik,dan nekrosis
tubulus ginjal.
19
7. Oxicam Derivatives
Contoh Obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru.
Waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid,dan berbagai
kelainan otot rangka.
Efek samping : tinitus, nyeri kepala, dan rash.
8. Acetic Acid Derivatives
Contoh Obatnya : Diclofenac (Voltaren)
Penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik,
dan antipiretik. waktu parunya pendek, dianjurkan untuk pengobatan artristis
rmatoid,dan berbagai kelainan otot rangka.
Efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna,dan tukak
lambung.
9. Miscellaneous Agents
Contoh Obatnya : Oxaprozin (Daypro)
Obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat ini memiliki beberapa
keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.
b. Obat Analgesic Opioid
1. Morfin dan Alkaloid Opium
Indikasi: meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat diobati
dengan dengan analgesic non-opioid, mengurangi atau menghilangkan sesak
napas akibat edema pulmonal yang menyertai gagal jantung kiri, mengehentikan
diare.
Kontraindikasi: Orang lanjut usia dan pasien penyakit berat, emfisem,
kifoskoliosis, korpulmonarale kronik dan obesitas yang ekstrim.
2. Meperidin dan Derivat Fenilpiperidin Lain
Indikasi: untuk menimbulkan analgesia obstetric dan sebagai obat praanestetik.
Kontraindikasi: pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus
dikurangi karena terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis
meperidin perlu dikurangi bila diberikan bersama antisipkosis, hipnotif sedative
dan obat-obat lain penekanSSP. Pada pasien yang sedang mendapat MAO
inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan, gejala eksitasi
dan demam.