BAB I PENDAHULUAN - Belajar jadi Guru | … · Web viewBila guru menjelaskan air secara hakekat dan...

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan model tematik bagi siswa SD/MI di kelas I – III salah satunya berdasarkan pada kondisi psikologis siswa kelas I – III yang memandang segala sesuatu sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Sangat sulit bagi mereka untuk memahami dan membedakan berbagai konsep. Air, sebagai contoh, dipandang sebagai zat yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bila guru menjelaskan air secara hakekat dan terpisah dengan konsep-konsep lain (seperti konsep air dalam ilmu kimia), siswa akan mengalami kesulitan memahaminya. Dalam pembelajaran lebih baik bila konsep air dikaitkan dengan konsep bersuci dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam, konsep kebersihan dalam mata pelajaran IPA, konsep transportasi air dalam pelajaran IPS, bahkan dalam pelajaran kesenian pun guru dapat menyampaikan makna dan kegunaan air dalam suatu 2

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - Belajar jadi Guru | … · Web viewBila guru menjelaskan air secara hakekat dan...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan model tematik bagi siswa SD/MI di kelas I – III salah

satunya berdasarkan pada kondisi psikologis siswa kelas I – III yang memandang

segala sesuatu sebagai satu kesatuan yang utuh (holistik). Sangat sulit bagi mereka

untuk memahami dan membedakan berbagai konsep. Air, sebagai contoh,

dipandang sebagai zat yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bila

guru menjelaskan air secara hakekat dan terpisah dengan konsep-konsep lain

(seperti konsep air dalam ilmu kimia), siswa akan mengalami kesulitan

memahaminya. Dalam pembelajaran lebih baik bila konsep air dikaitkan dengan

konsep bersuci dalam mata pelajaran pendidikan agama Islam, konsep kebersihan

dalam mata pelajaran IPA, konsep transportasi air dalam pelajaran IPS, bahkan

dalam pelajaran kesenian pun guru dapat menyampaikan makna dan kegunaan air

dalam suatu nyanyian/ lagu. Gerakan ombak air laut pun dapat diekspresikan

siswa melalui gerakan ritmik mengikuti gerak tari untuk memperkuat otot lengan

dan hasta dalam pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan.

Fenomena banyak siswa yang tinggal kelas pada kelas I – III juga

dijadikan dasar bagi pengambil kebijakan untuk melaksanakan pembelajaran

tematik. Pembelajaran tematik sangat membantu siswa yang tidak berasal dari

pendidikan pra sekolah untuk mulai belajar di bangku formal. Pelajaran yang

disajikan tanpa adanya pemilahan mata pelajaran menyebabkan siswa belajar

2

tanpa sadar berbagai hal dalam satu kali pembelajaran. Hal ini sangat

menguntungkan bagi siswa, yaitu belajar tanpa beban dan learning by playing.

Bermain adalah kegiatan yang paling disukai oleh anak-anak.

Pembelajaran tematik menekankan pada pemberian pengalaman langsung

(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada

sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih

abstrak (Depdiknas, 2006). Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa usia SD/MI

kelas I -III masih sangat tergantung pada respon indera, artinya apa yang mereka

lihat, dengar, dan rasakan sangat mendominasi apa yang mereka pahami.

Implikasi kepada pembelajaran di kelas adalah penggunaan metode dan bahan

belajar yang mendukung kepada penerimaan sensorik pancaindera. Mereka sangat

mudah melakukan duplikasi terhadap segala apa yang mereka lihat. Guru di kelas

adalah role model yang sangat mempengaruhi perkembangan jiwa dan intelektual

mereka di masa depan.

Hal-hal di atas dijadikan dasar oleh Pemerintah untuk menerapkan

pembelajaran tematik kepada siswa SD/MI kelas awal (kelas I – III). Diharapkan

dengan pembelajaran yang sesuai keberhasilan pencapaian kompetensi yang

tercantum dalam Standar Isi (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) lebih baik.

Pembelajaran tematik telah menjadi kesepakatan bagi kita. Kita sebagai guru,

berniat memulai langkah awal pendidikan siswa kita di kelas awal pendidikan

dasar dengan formula tematik. Usaha sungguh-sungguh akan membuahkan hasil

yang sesuai dengan apa yang diusahakan. Semoga Allah Swt memudahkan usaha

kita. Amin.

3

B. Deskripsi Singkat

Mata Diklat ini membahas tentang konsep dasar pembelajaran tematik dan

pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik.

C. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti Mata Diklat ini diharapkan peserta mampu

mendeskripsikan konsep dasar pembelajaran tematik dan

mengimplementasikannya dalam pembelajaran di kelas.

D. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti Mata Diklat ini diharapkan peserta diklat dapat:

1. menjelaskan konsep dasar pembelajaran tematik.

2. menyusun perangkat pendukung pembelajaran tematik.

3. menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tematik.

4. melaksanakan penilaian pembelajaran tematik.

4

BAB II

KONSEP DASAR PEMBELAJARAN TEMATIK

A. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan

tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan

pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006). Tema adalah pokok

pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta,

1983). Dengan demikian pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang

menetapkan satu tema sebagai pokok pikiran dalam membahas beberapa hal dari

berbagai mata pelajaran yang secara konseptual dan empiris dapat dikaitkan. Guru

tidak dapat memaksakan suatu konsep terkait dengan suatu tema karena akan

mengaburkan makna konsep itu sendiri dan justeru membuat siswa menjadi

bingung akan hakekat konsep itu sendiri.

Manfaat penggunaan tema dalam pembelajaran bagi siswa, antara lain:

1. Memudahkan siswa memusatkan pikiran.

2. Memudahkan siswa mempelajari berbagai kompetensi dasar berbagai mata

pelajaran yang diikat dalam satu tema.

3. Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam dan berkesan.

4. Mengembangkan kompetensi dasar dengan lebih baik karena mengaitkan mata

pelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari.

5. Memperoleh kebermaknaan belajar karena tema yang ditetapkan sangat dekat

dan benar-benar dialami oleh siswa.

5

6. Siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam belajar berbagai hal sekaligus

karena langsung langsung terlibat dalam situasi nyata.

Manfaat bagi guru adalah menghemat waktu karena mata pelajaran yang

disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua

atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial,

pemantapan, atau pengayaan. Dengan demikian guru dapat lebih berkreativitas

dalam mengelola pembelajaran agar`lebih sesuai dan memiliki daya efektivitas

dan efisiensi tinggi.

B. Landasan Pembelajaran Tematik

Pembelajaran adalah suatu proses sehingga melibatkan aspek teori dan

praktek. Kedua aspek saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan ibarat dua

sisi mata uang. Teori memberikan arahan agar praktek pembelajaran dapat

berlangsung dengan baik. Teori pendidikan dapat disusun dari berbagai

pendekatan dapat bersumber dari filsafat, psikologi, atau dibuatkan dasar

hukumnya (yuridis/idiologi). Demikian juga pembelajaran tematik dibangun atas

ketiga landasan di atas.

1. Landasan Filosofis

Pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat, yaitu:

progresivisme, konstruktivisme, dan humanisme.

a. Aliran progresivisme

Aliran ini memandang manusia sebagai makhluk yang bebas, aktif,

dinamis, dan kreatif. Aliran progresivisme mengandung aspek rasionalitas yang

6

ditunjukkan oleh eksistensi manusia (Imam, 1996 : 83). Pemahaman terhadap

siswa dapat dilaksanakan dengan benar bila akal budi siswa dapat berfungsi

dengan wajar. Pengembangan rasionalitas inilah yang membedakan dirinya

dengan makhluk lain. Dengan demikian implikasi aliran progresivisme dalam

pembelajaran adalah menerapkan pendekatan yang berpusat pada siswa, yaitu:

menekankan pada sifat alamiah siswa sebagai manusia yang berbudi dan berakal

melalui pengembangan kreativitas dalam suasana pembelajaran yang alamiah

dengan memperhatikan kemampuan dan pengalaman siswa.

b. Aliran konstruktivisme

Konsep pengetahuan menurut aliran ini adalah sebagai hasil kontruksi

(construct = membentuk) manusia. Pembentukan pengetahuan terjadi karena

adanya interaksi dengan obyek , fenomena, pengalaman, dan lingkungannya.

Dengan demikian pengetahuan siswa tidak terbentuk begitu saja harus diberikan

fasilitas agar terbentuk dapat melalui penggunaan metode yang tepat mamupun

media yang mendukung pembentukan pengetahuan itu sendiri. Implikasi dalam

pembelajaran adalah setiap guru harus menyadari bahwa setiap siswa sebagai

subyek pembelajaran yang telah bermuat pengetahuan yang diperoleh dari

pengalaman sebelumnya. Dengan demikian setiap guru harus mampu

mengembangkan pengetahuan yang telah ada secara maksimal.

c. Aliran humanisme

Siswa adalah anak manusia yang unik dengan segala kelebihan. Setiap

siswa, bagaimana pun mereka, memiliki potensi. Potensi yang tampak tidak dapat

menggambarkan sepenuhnya kemampuan laten yang dimilikinya. Seorang siswa

7

yang memperoleh hasil Ujian Semester mata pelajaran matematika di bawah

Kriteria Ketuntasan Minimal tidak serta merta dicap sebagai siswa bodoh.

Kemungkinan kemampuan numerikalnya agak kurang baik, namun guru yang

bijaksana dapat menggali kemampuan lain, seperti: kemampuan musikal,

kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal, dan natural. Aliran humanisme ini

berupaya memandang siswa adalah makhluk yang harus dihargai dan

dikembangkan karena kelebihannya. Harapan-harapan siswa dalam pembelajaran

juga harus dipenuhi. Implikasi dalam pembelajaran adalah guru melaksanakan

tugas sebagai pelayan yang harus mau mengerti siswa. Guru menyediakan

fasilitas pembelajaran yang mengembangkan siswa menjadi manusia yang

berkehendak dan berpotensi.

2. Landasan Psikologis

Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan teori-teori belajar yang berasal

dari teori-teori psikologi dan terutama berhubungan dengan situasi belajar,

termasuk pembelajaran tematik. Teori belajar ini meskipun bersifat teoretis namun

telah teruji kebenarannya melalui eksperimen-eksperimen (Thornburg, 1984).

Banyak ahli yang menekankan perlunya guru memahami teori belajar, antara lain

Lindgren (1976) yang mengatakan:

a. Teori belajar membantu guru memahami pembelajaran yang terjadi dalam diri

siswa;

b. Dengan kondisi ini guru dapat memahami berbagai kondisi dan faktor yang

mempengaruhi, memperlancar, dan menghambat pembelajaran;

8

c. Dengan teori belajar memungkinkan bagi guru melakukan prediksi yang

cukup akurat tentang hasil yang diharapkan;

Dengan teori belajar dapat membantu guru meningkatkan penampilannya sebagai

pengajar yang efektif.

Berikut ini teori-teori belajar yang mendasari formula pembelajaran

tematik:

a. Teori perkembangan Piaget

Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses

mekanisme biologis yang dipengaruhi oleh perkembangan sistem syaraf. Travers

dalam Toeti (1992) mengatakan bahwa ke-kompleks-an susunan syaraf

berbanding lurus dengan bertambahnya usia yang ditunjukkan dengan

meningkatnya kemampuan. Dengan demikian, menurut Piaget, proses belajar

seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan tertentu yang

bersifat hierarkis sesuai dengan umurnya. Piaget membagi manusia menjadi

empat tahap perkembangan kognitif, yaitu: jenjang sensorimotorik (0-2 tahun),

jenjang pre operasional (2-6 tahun), jenjang operasional konkrit (6-12 tahun), dan

jenjang formal (12-18 tahun). Seorang yang telah berumur 18 tahun diharapkan

telah mencapai jenjang kognitif formal sehingga mampu berpikir abstrak/

mengadakan penalaran.

Implikasi teori kognitif Piaget ini terhadap pembelajaran tematik adalah

penyediaan materi, fasilitas belajar dan metode pembelajaran yang sesuai dengan

usia siswa kelas I – III. Khusus untuk materi yang terkait dengan tuntutan

pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar hendaknya memiliki tingkat

9

kedalaman dan keluasan yang sesuai untuk siswa pada jenjang operasional

konkrit. Berkaitan dengan fasilitas dan metode pembelajaran tematik sangat tepat

dilaksanakan melalui permainan yang mengarah kepada pencapaian indikator-

indikator yang telah ditetapkan.

b. Teori penemuan Bruner

Menurut Bruner pembelajaran yang baik adalah belajar melalui penemuan

(discovery) yang memungkinkan siswa memperoleh informasi dan keterampilan

baru berdasarkan informasi dan keterampilan yang telah diperoleh sebelumnya.

Teori Bruner berdasarkan empat prinsip utama, yaitu:

1) Agar terjadi pembelajaran diperlukan adanya motivasi siswa. Peran guru

dalam hal ini adalah membangkitkan motivasi belajar siswa.

2) Diperlukan konseptualisasi pengaturan struktur bahan pelajaran agar mudah

dipelajari siswa.

3) Diperlukan pengurutan pengalaman belajar mulai dari yang konkrit ke abstrak.

4) Diperlukan adanya pujian dan hukuman.

Implikasi Teori Bruner ini dalam pembelajaran di kelas adalah

penggunaan metode pembelajaran yang dapat membangkitkan dorongan internal

yangg berasal dari dorongan eksternal, penyiapan bahan / materi ajar yang sesuai

namun tetap memperhatikan ketercapaian standar isi, kegiatan belajar yang sesuai

dengan psikologi perkembangan siswa, dan kegiatan yang merangsang kompetisi

sehat antar siswa dengan memberikan penilaian yang obyektif.

10

c. Teori belajar bermakna Ausabel

Ausabel menyatakan bahwa seharusnya materi yang dipelajari

diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa

sebelumnya (Toeti, 1992: 27). Asimilasi terjadi bila seseorang menerima

informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi

sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya. Dengan

demikian, diperlukan dua persyaratan tercapai kebermaknaan dalam belajar, yaitu:

materi yang secara potensial bermakna (dipilih dan diatur bersama guru – siswa

sesuai dengan tingkat perkembangan dan pengalaman siswa) dan situasi belajar

yang bermakna.

Implikasi Teori Ausabel dalam pembelajaran tematik adalah penggunaan

pendekatan kontekstual dengan memanfaatkan lingkungan sendiri sebagai

lingkungan belajar dan pemilihan materi yang akrab dengan kehidupan sehari-hari

agar motivasi belajar meningkat.

Ringkasnya, teori belajar memberikan sumbangan pemikiran bahwa

adanya retensi (ingatan yang tertinggal sebagai hasil belajar) yang lebih besar

pada pembelajaran tematik daripada pembelajaran secara terpisah. Hasil-hasil

penelitian mengenai retensi sebagai berikut:

5) materi yang bermakna akan lebih mudah diingat daripada materi yang tidak

ada artinya bagi siswa.

6) benda yang jelas dan konkrit akan lebih mudah diingat dibanding yang

bersifat abstrak.

7) Retensi akan lebih baik untuk materi yang kontekstual.

11

3. Landasan Yuridis

Pemerintah telah membuat berbagai peraturan dan kebijakan yang

mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di SD/MI. Landasan yuridis

tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 Pasal 9 tentang Perlindungan Anak yang

menyatakan bahwa ”Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran

dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan

minat dan bakatnya.” dan UU No. 20 Tahun 2003 Bab V Pasal 1-b tentang

Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa ”Setiap peserta didik pada

setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai

dengan bakat, minat, dan kemampuannya.”

C. Karakteristik Pembelajaran Tematik

Depdiknas (2006) menyampaikan karakteristik-karakteristik pembelajaran

tematik yang merupakan hasil kajian secara filosofis, psikologis, dan instruksional

sebagai berikut:

1. Berpusat pada siswa

Dalam pembelajaran tematik siswa yang aktif berbuat, guru hanya sebagai

fasilitator yang memperlancar proses pembelajaran agar mengarah kepada tujuan

pembelajaran. Semua kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang mendaya

fungsikan siswa sebagai subyek belajar. Kelas adalah ajang pembelajaran bagi

siswa untuk mengembangkan segala kemampuan dirinya.

12

2. Memberikan pengalaman langsung

Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa

(direct experiences). Siswa tidak sekedar memahami sesuatu tanpa melihat apa

dan bagaimana sesuatu ada dan bekerja. Ini sangat sesuai dengan jenjang umur

siswa yang berada dalam masa operasional konkrit. Bahkan dalam kegiatan

penemuan, siswa melakukan dan menemukan sesuatu dengan sendirinya.

Pengalaman langsung ini memberikan pengalaman yang menghasilkan belajar

bermakna. Diharapkan dalam memberikan pengalaman langsung ini guru

menggunakan media belajar yang menarik.

3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas

Dalam pembelajaran tematik kita tidak mengenal kata ’Sekarang kita

belajar matematika, belajar IPA, dan seterusnya. Kegiatan berlangsung seperti air

mengalir, tanpa terasa siswa masuk pada konsep bilangan asli kurang dari 20

dengan menyanyikan lagu ”Balonku” atau menghitung anggota tubuh kita sambil

menyenandungkan kalimah Alhamdulillaahirobbil’aalamiin, dan seterusnya.

Dengan demikian pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.

Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat

berkaitan dengan kehidupan siswa.

4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran

Berbagai konsep dari berbagai mata pelajaran disajikan dalam satu atau

beberapa kali pembelajaran. Dengan demikian, terjadi penyederhanaan konsep

namun tetap utuh sesuai dengan usia siswa.

13

5. Bersifat fleksibel

Guru diberi keleluasaan (fleksibelitas) untuk berkreativitas mengaitkan

materi suatu mata pelajaran dengan materi mata pelajaran lain. Untuk

membangkitkan motivasi, guru dapat mengaitkan dengan segala sesuatu yang

akrab dengan siswa (kehidupan dan lingkungan sekitar mereka).

6.Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa

Pembelajaran tematik berusaha mengakomodasi minat, kebutuhan, dan

potensi siswa agar berkembang maksimal. Pembelajaran dirancang sesuai dengan

usia dan memberikan kesempatan kepada semua kecerdasan terpendam dapat

terasah.

7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Bermain adalah suatu aktifitas yang dilakukan untuk memperoleh

kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Perkembangan jiwa anak

sangat dipengaruhi oleh permainan yang mereka lakukan di usia dini. Pengaruh

bermain bagi perkembangan anak:

a. Mempengaruhi perkembangan fisik anak.

b. Dapat digunakan sebagai terapi.

c. Dapat mempengaruhi pengetahuan anak.

d. Mempengaruhi perkembangan kreativitas anak.

e. Mengembangkan tingkah laku sosial anak.

f. Dapat mempengaruhi nilai moral anak.

Banyak kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai bermain. Secara garis

besar terdapat dua jenis permainan, yaitu: permainan aktif dan permainan pasif.

14

Permainan aktif contohnya adalah: bermain bebas dan spontan, drama, bermain

musik, mengumpulkan dan mengoleksi sesuatu, dan permainan olahraga.

Sedangkan contoh permainan pasif adalah membaca, mendengar radio, dan

menonton televisi.

Mengingat pentingnya bermain bagi siswa usia kelas I – III SD/MI maka

guru jangan mengabaikan perlunya permainan sebagai sarana penghantar kepada

pencapaian tujuan dengan cara yang menyenangkan.

Selain itu terdapat rambu-rambu yang harus diperhatikan bagi guru yang

melaksanakan pembelajaran tematik, yaitu:

1. tidak semua mata pelajaran harus dipadukan;

2. dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester;

3. kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk

dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara

tersendiri;

4. kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan

baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri;

5. kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan

berhitung serta penanaman nilai-nilai moral; dan

6. tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat,

lingkungan, dan daerah setempat (Depdiknas, 2006)

15

BAB III

PENYUSUNAN PERANGKAT PENDUKUNG PEMBELAJARAN

TEMATIK

A. Penetapan Tema

Dalam memilih atau menetapkan tema-tema yang ada dalam 1 semester

guru dapat melakukan dengan cara:

1. mempelajari SK dan KD dalam tiap pelajaran untuk menentukan tema yang

sesuai.

2. menetapkan tema-tema terlebih dahulu. Guru dapat bekerjasama dengan siswa

sehingga sesuai dengan karakteristik hal-hal yang telah dikenal siswa atau

sesuai dengan minat-kebutuhan siswa.

3. melakukan judgment bahwa siswa mengenal objek mulai dari lingkungan

terdekat hingga terjauh, mulai dari yang nyata ke konkrit, mudah ke sulit,dan

mulai dari sederhana ke kompleks.

B. Pemetaan Kompetensi Dasar (KD) (terlampir)

Yang kita perhatikan adalah seluruh KD yang terdapat pada seluruh

Standar Kompetensi (SK) yang sesuai dengan tema yang dipilih. Kegiatan yang

dilakukan adalah:

1. Menjabarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) ke

dalam indikator-indikator (sesuai karakteristik mapel, siswa, dan operasional)

2. Identifikasi dan analisis SK, KD, dan Indikator

16

Lakukan identifikasi dan analisis untuk setiap SK, KD, dan indikator yang cocok

untuk setiap tema sehingga semua SK, KD, dan dan indikator terbagi habis.

C. Pengembangan Jaringan Tema (terlampir)

Jaringan tema berupa hubungan antara KD dan indikator dengan tema. Jaringan

tema ini dapat dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema.

D. Pengembangan Silabus

Membuat silabus dengan sistematika: standar kompetensi - kompetensi dasar –

indikator – materi pokok – kegiatan pembelajaran – penilaian – waktu – sumber bahan/

alat.

E. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Komponen rencana pembelajaran tematik meliputi:

1. Identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran yang akan dipadukan, kelas,

semester, dan waktu/banyaknya jam pertemuan yang dialokasikan).

2. Kompetensi dasar dan indikator yang akan dilaksanakan.

3. Materi pokok beserta uraiannya yang perlu dipelajari siswa dalam rangka

mencapai kompetensi dasar dan indikator.

4. Strategi pembelajaran (kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus

dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber

belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator, kegiatan ini tertuang

dalam kegiatan pembukaan, inti dan penutup).

17

5. Alat dan media yang digunakan untuk memperlancar pencapaian kompetensi

dasar, serta sumber bahan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran

tematik sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.

6. Penilaian dan tindak lanjut (prosedur dan instrumen yang akan digunakan

untuk menilai pencapaian belajar siswa serta tindak lanjut hasil penilaian).

F. Pengaturan Jadwal pelajaran

Untuk memudahkan administrasi sekolah terutama dalam penjadwalan,

wali kelas bersama dengan guru mata pelajaran pendidikan agama, guru

pendidikan Jasmani dan guru muatan lokal perlu bersama-sama menyusun jadual

pelajaran. Contoh jadwal yang dapat dikembangkan adalah:

Waktu Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu7-7.35 Mat B. Indo Mat BI Penjaskes IPA

7.35-8.10 Mat B. Indo Mat BI penjaskes IPA

8.10-8.45 Mat B. Indo Mat KTK P. Agama mulok

8.45-9.00Istirahat

9.00-9.35 B. Ind Mat IPS KTK P. Agama mulok

9.35-10.10 B. Ind Mat IPS KTK

18

BAB IV

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK

Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan

menggunakan tiga tahapan kegiatan yaitu kegiatan pembukaan/awal/pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

A. Kegiatan Pendahuluan/awal/pembukaan

Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal

pembelajaran untuk mendorong siswa menfokuskan dirinya agar mampu

mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Sifat dari kegiatan pembukaan adalah kegiatan untuk pemanasan. Pada

tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang tema

yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan adalah

bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi

B. Kegiatan Inti

Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan

untuk pengembangan kemampuan baca, tulis dan hitung. Penyajian bahan

pembelajaran dilakukan dengan menggunakan berbagai strategi/metode yang

bervariasi dan dapat dilakukan secara klasikal, kelompok kecil, ataupun

perorangan.

19

C. Kegiatan Penutup/ Akhir dan Tindak Lanjut

Sifat dari kegiatan penutup adalah untuk menenangkan kelas. Beberapa

contoh kegiatan akhir/penutup yang dapat dilakukan adalah

menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan,

mendongeng, membacakan cerita dari buku, pantomim, pesan-pesan moral,

musik/apresiasi musik.

Berikut ini adalah contoh pelaksanaan pembelajaran tematik:

Tahap Lama

waktu

Fokus Kegiatan yang mungkin Metode

Pembuka 1 x 35 menit

Menciptakan suasana awal pembelajaran yang kondusif.Penggalian pengetahuan awal siswa

MenyanyiKegiatan fisikBercerita

Klasikal dan individu

Inti 3 x 35 menit

Kemampuan CALISTUNG

Belajar sambil bermain Metode bervariasi klasikal maupun kelompok

Penutup 1 x 35 menit

Untuk menenangkan kelas.

menyimpulkan/mengungkapkan hasil pembelajaran yang telah dilakukan,mendongeng,membacakan cerita dari buku,pantomim,pesan-pesan moral, musik/apresiasi musik.

Klasikal

20

BAB V

PENILAIAN PEMBELAJARAN TEMATIK

A. Pengertian Penilaian

Penilaian (evaluation) sangat erat dengan pengukuran

(measurement). Penilaian dilakukan setelah kegiatan pengukuran. Ratna (1988:

5) berpendapat bahwa pengukuran adalah prosedur pemberian angka atau nilai

pada diri seseorang yang berkaitan dengan ciri-ciri yang diukur. Mehrens (1973:

6) mengutip pendapat Cronbach yang mendefinisikan pengukuran sebagai

prosedur yang sistematis untuk mengamati perilaku seseorang dan

menggambarkannya dengan bantuan skala numerik atau sistem pengkategorian.

Dengan demikian, pengukuran merupakan kegiatan yang menggambarkan atribut

atau sifat-sifat objek yang diukur dengan mengumpulkan data secara kuantitatif

dengan menggunakan alat ukur yang sesuai. Pengukuran dalam bidang pendidikan

mencakup bidang kognitif melalui pemberian tes, bidang afektif melalui

kuesioner, wawancara, dan bidang psikomotorik melalui perbuatan dan

pengamatan. Selanjutnya dilakukan penilaian yang bertujuan mengambil

keputusan baik dan buruk.

Penilaian merupakan kegiatan evaluasi yang harus dilakukan oleh setiap

guru dalam pembelajaran. Betapa pun baiknya perencanaan dan pelaksanaan

pembelajaran, namun tidak menggunakan penilaian yang sesuai dan seharusnya

maka segalanya tidak bermakna. Penilaian dapat digunakan oleh berbagai pihak

untuk dijadikan sebagai bahan refleksi dan dasar dalam pengambilan berbagai

kebijakan. Manfaat penilaian bagi siswa sangat besar karena hasil penilaian dapat

21

dijadikan dasar penguasaannya terhadap suatu kompetensi yang telah ditetapkan.

Bahkan hasil penilaian merupakan penentu nasib apakah ia naik/ tidak naik kelas,

dan lain-lain. Apa yang terjadi bila seorang guru tidak mampu melakukan

penilaian? Agar guru tidak melakukan kedholim-an, guru wajib menguasai

tekhnik penilaian yang benar. Hal ini sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:

Artinya: “Sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan

neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”

(Al-Qur’an Surah Al-Israa’: 35)

B. Penilaian dalam Pembelajaran Tematik

Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk

mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan

menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang

telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar (Depdiknas, 2006).

Berdasarkan pengertian di atas, penilaian dalam pembelajaran tematik adalah

sama dengan penilaian pembelajaran secara umum. Kegiatan penilaian yang

berlangsung meliputi aspek proses dan hasil yang pelaksanaannya terus menerus

agar setiap perubahan yang terjadi dapat teramati dan terukur dengan cermat.

Hasil penilaian yang digunakan untuk mengetahui tingkat penguasaan

siswa (kognitif, psikomotorik, dan afektif) melalui indikator-indikator yang telah

ditetapkan, sebagai dasar pengambilan berbagai keputusan yang terkait dengan

siswa (remedial, pengayaan, dan pemantapan), dan bagi guru dapat dijadikan

22

sebagai bahan feedback yang sangat membantu bagi perbaikan pembelajaran di

masa yang akan datang.

C. Prinsip Penilaian pada Pembelajaran Tematik

1. Penilaian siswa kelas 1 tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis, karena

siswa SD/ MI kelas belum lancar membaca dan menulis.

2. Kemampuan membaca, menulis dan berhitung merupakan kemampuan yang

harus dikuasai oleh peserta didik kelas 1 dan 2. Oleh karena itu, penguasaan

terhadap ke tiga kemampuan tersebut adalah prasyarat untuk kenaikan kelas.

3. Penilaian tetap mengacu pada indikator dari masing-masing kompetensi dasar

dari tiap mata pelajaran.

4. Penilaian dilakukan di semua tahap kegiatan pembelajaran (pembukaan,

kegiatan inti, dan penutup). Contohnya: ketika siswa bercerita mengenai

penyembelihan hewan qurban di desanya, membaca kisah Nabi Ibrahim AS &

Nabi Ismail AS, dan menyanyi Lagu Qurban guru melakukan penilaian.

5. Semua hasil pekerjaan siswa, seperti: kebenaran menulis, penggunaan tanda

baca, keindahan tulisan, menggambar, kebersihan menulis huruf/ angka, dan

lain-lain digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan hasil penilaian.

D. Tekhnik Penilaian

Tekhnik penilaian dalam pembelajaran tematik dapat berbentuk tes dan

non tes. Tekhnik tes digunakan untuk menilai kemampuan siswa yang mencakup

aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Bentuk tes yang sering digunakan

23

adalah tes tertulis yang digunakan untuk menilai kemampuan menulis siswa,

khususnya untuk mengetahui tentang penggunaan tanda baca, ejaan, kata atau

angka. Bentuk tes tertulis yang lain (tes esai, tes pilihan ganda, melengkapi, dan

menjodohkan) diberikan bila guru memandang siswa siap menerima. Tes lisan, tes

perbuatan, dan portofolio dapat dilakukan disesuaikan dengan keadaan siswa dan

karakteristik materi. Tekhnik non tes untuk menilai sikap, minat, dan kepribadian

siswa. Untuk keperluan mendapatkan informasi ini antara lain digunakan

wawancara, angket, observasi, dan catatan harian perkembangan siswa. Dalam

kegiatan pembelajaran di kelas awal penilaian yang lebih banyak digunakan

adalah melalui pemberian tugas dan portofolio. Guru menilai anak melalui

pengamatan yang lalu dicatat pada sebuah buku bantu.

Di bawah ini adalah contoh penilaian yang dapat dilakukan guru dalam

pembelajaran tematik:

Mata Pelajaran PenilaianPendidikan Agama Berperilaku hidup bersihBahasa Indonesia Perbuatan:

Intonasi dan kelancaran deklamasiIlmu Pengetahuan Alam Perbuatan :Melakukan gosok gigi

Lisan: Menjelaskan manfaat gosok gigiMatematika Menghitung banyaknya jumlah gerakan naik

turun menyikat gigiSeni Budaya dan Keterampilan Melafalkan lagu anak-anak ”Gosok Gigi”

E. Aspek Penilaian

Penilaian pada pembelajaran tematik dilakukan sesuai dengan

jumlah mata pelajaran yang dipadukan. Bila terdapat 4 mata pelajaran yang

dipadukan berarti guru memiliki 4 hasil penilaian. Masing-masing hasil penilaian

tersebut berasal dari pencapaian kompetensi dasar melalui indikator-indikator

masing-masing mata pelajaran.

24

BAB VI

KESIMPULAN

Pembelajaran tematik sangat sesuai diberikan kepada siswa SD/MI kelas I

– III secara filosofis, psikologis, dan yuridis. Agar pelaksanaan pembelajaran

tematik di lapangan berhasil maka setiap guru harus melakukan serangkaian

persiapan pembelajaran dengan memahami hakekat pembelajaran tematik dengan

benar.

Guru hendaknya menyusun perangkat pembelajaran tematik, berupa:

Penetapan Tema, Pemetaan KD, Pengembangan Jaringan Tema, Pengembangan

Silabus, dan Penyusunan RPP.

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran tematik meliputi 3 kegiatan

pokok, yaitu: Kegiatan Pendahuluan, Kegiatan Inti, dan Kegiatan Penutup.

Daftar Pustaka:

Cronbach, L.E. Essentials of Psychological Testing, New York, Harper and Row, 1990.

Budiyanto, Binarupa Aksara. Jakarta: 1994.

Depdiknas, Model Tematik Kelas Awal (Baru) SD/MI, Jakarta : 2006.

Imam, Barnadib dan Sutari, Imam Barnadib., Beberapa Aspek Substansial Ilmu Pendidikan, Penerbit Andi, Yogyakarta, 1996.

Lindgren, H.C. Educational Psychology in the Classroom, 5th ed, John Wiley & Sons, Inc., New York, 1976.

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, Penerbit PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1984.

25

Safari, Penulisan Butir Soal Berdasarkan Penilaian Berbasis Kompetensi, Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2005.

Thornburg, H.D., Learning Theory, Instructional Psychology, West Publ. Co, St Paul, 1984.

Suyanto dan Hisyam D. Refleksi dan Reformasi: Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Adicita. Yogyakarta: 2000.

Toeti Soekamto., Teori Belajar, Teori Instruksional, dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses belajar, Dirjen Dikti, Jakarta, 1992.

Zohar, D. & Marshall, I. Spiritual Quotient. The Ultimate Intelligence. London: 2000.

26