BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu hukum mempunyai hakitat interdisipliner. 1 Hakikat ini kita ketahui dari digunakannya berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk membantu menerangkan berbagai aspek yang berhubungan dengan kehadiran hukum dimasyarakat. Berbagai aspek dari hukum yang ingin kita ketahui ternyata tidak dapat dijelaskan dengan baik tanpa memanfaatkan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan seperti politik, antropologi, ekonomi, kedokteran dan lain-lain. Secara sosiologis, kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. 2 Walaupun masyarakat memiliki berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada didalamnya bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena adanya sistem kaedah dalam masyarakat. Dalam kasus-kasus kematian yang merupakan kasus kejahatan, yakni kasus pembunuhan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan kasus kematian yang disebabkan oleh perbuatan kelalaian, masalah kematian merupakan masalah yang paling utama untuk diungkapkan, oleh karena kasus-kasus tersebut baru terjadi apabila korbannya mengalami kematian, selain daripada itu, pengungkapan 1 Satjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Hal. 7. 2 Topo Santoso dan Eva Achjani Z. 2008. Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 15.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu hukum mempunyai hakitat interdisipliner.1 Hakikat ini kita

ketahui dari digunakannya berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk

membantu menerangkan berbagai aspek yang berhubungan dengan

kehadiran hukum dimasyarakat. Berbagai aspek dari hukum yang ingin

kita ketahui ternyata tidak dapat dijelaskan dengan baik tanpa

memanfaatkan disiplin-disiplin ilmu pengetahuan seperti politik,

antropologi, ekonomi, kedokteran dan lain-lain.

Secara sosiologis, kejahatan merupakan suatu perilaku manusia

yang diciptakan oleh masyarakat.2 Walaupun masyarakat memiliki

berbagai macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada didalamnya

bagian-bagian tertentu yang memiliki pola yang sama. Keadaan ini

dimungkinkan oleh karena adanya sistem kaedah dalam masyarakat.

Dalam kasus-kasus kematian yang merupakan kasus kejahatan,

yakni kasus pembunuhan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan

kematian dan kasus kematian yang disebabkan oleh perbuatan kelalaian,

masalah kematian merupakan masalah yang paling utama untuk

diungkapkan, oleh karena kasus-kasus tersebut baru terjadi apabila

korbannya mengalami kematian, selain daripada itu, pengungkapan

1Satjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung: Alumni. Hal. 7.

2Topo Santoso dan Eva Achjani Z. 2008. Kriminologi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 15.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

2

masalah-masalah yang bertalian dengan kematian tersebut merupakan

dasar bagi penyelesaian perkara pidana yang bersangkutan, baik

penyidikan maupun penuntutan dan peradilannya.3

Seperti halnya dalam kasus yang terjadi di blitar tahun 2016.

Dalam kasus tersebut pihak penyidik melakukan visum dikarenakan

menurutnya kematian dari Nurhadi itu tidak wajar. Pembongkaran mayat

bapak satu anak itu dilakukan Polres Blitar, untuk kepentingan otopsi.Sebab,

kakak kandung korban, Sutrisno (65), tak terima kematian adiknya dan

menduga tidak wajar. Pembongkaran mayat korban itu, mengundang

perhatian warga. Apalagi, lokasi makam itu dekat Pasar Ngentak, sehingga

ratusan warga langsung membanjiri makam. Bahkan, petugas kewalahan

menghalau warga agar tak mendekat ke makam. Proses pembongkaran

berlangsung sekitar 2,5 jam dan berakhir sekitar pukul 12.30 WIB. Karena

salah satu keluarga korban tidak memperbolehkan untuk dilakukannya

visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat

pernyataan keberatan. Tujuannya, bila suatu saat ada keluarganya yang

mempersoalkan kematian korban, petugas tak disalahkan.4

Kasus-kasus kejahatan tersebut tidak selalu dimana terdapat saksi

hidup yang menyaksikannya. Perkembangan teknologi membawa

pengaruh terhadap cara-cara penjahat melakukan perbuatannya. Para

penjahat dalam melakukan suatu kejahatan berusaha sedemikian rupa agar

3Musa Perdanakusuma. 1984. Bab-bab tentang Kedokteran Forensik. Cet. Pertama. Jakarta:

Ghalia Indonesia. Hal. 151.

4Surya Malang, 2016, Enam Hari Dikubur, Mayat Bagong Dibongkar, Hasilnya Ada yang

Tidak Lumrahhttp://suryamalang.tribunnews.com

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

3

tidak meninggalkan bukti-bukti, dengan harapan para penyidik tidak dapat

menangkapnya.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mencari kebenaran materil

suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan

dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang, hal ini sebagaimana

ditentukan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan

Pokok Kekuasaan Kehakiman pasal 6 ayat 2 yang menyatakan: “Tidak

seorangpun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan, karena

alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan

bahwa seseorang yang dianggap bertanggungjawab, telah bersalah atas

perbuatan yang didakwakan atas dirinya”. Dengan adanya kekuatan

perundang-undangan diatas, maka dalam proses penyelesaian perkara

pidana penegak hukum wajib mengusahakan bukti maupun fakta mengenai

perkara pidana yang ditandani dengan selengkap mungkin.

Dalam hal demikian maka bantuan seorang ahli sangat penting

diperlukan dalam rangka mencari kebenaran materiil selengkap-

lengkapnya bagi para penegak hukum tersebut. Aparat hukum berusaha

keras mengungkap tiap kejahatan yang ada. Dalam rangka

mengungkapkan kejahatan tersebut, maka penentuan mengenai kematian

dan saat kematian yang tepat, akan menjadi landasan bagi si penyidik

untuk menyelesaikan perkara pidana tersebut dengan tepat pula.

Kekeliruan dalam penentuan tersebut, dapat mengakibatkan terjadinya

salah tangkap, salah tahan, salah tuntut dan salah putus. Bukanlah suatu

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

4

hal yang mustahil, jika karena kesalahan tersebut seseorang yang tidak

melakukan pembunuhan, dijatuhi hukuman penjara atau bahkan hukuman

mati sekalipun.

Tentunya sumbangan pemikiran dan hasil temuan dari ilmu

kedokteran sangat membantu peradilan dalam usaha memperuleh

kebenaran materiil. Sehingga diharapkan, dengan bantuan tersebut hakim

dapat menjatuhkan putusan yang mendekati keadilan, bahkan kalau

mungkin mampu memenuhi rasa keadilan. Menurut ketentuan hukum

acara pidana di Indonesia, mengenai permintaan bantuan tenaga ahli diatur

dan disebutkan didalam KUHAP. Untuk permintaan bantuan tenaga ahli

pada tahap penyidikan disebutkan pada pasal 120 ayat (1), yang

menyatakan: “Dalam hal ini penyidik menganggap perlu, ia dapat

meminta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus”.

Terkait dengan bantuan keterangan ahli yang diperlukan dalam

proses pemeriksaan suatu perkara pidana, maka bantuan ini pada tahap

penyidikan juga mempunyai peran yang cukup penting untuk membantu

penyidik mencari dan mengumpulkan bukti-bukti dalam usahanya

menemukan kebenaran materiil suatu perkara pidana. Dalam kasus-kasu

tertentu, bahkan penyidik sangat bergantung terhadap keterangan ahli

untuk mengungkap lebih jauh suatu peristiwa pidana yang sedang

ditanganinya. Kasus-kasus tindak pidana seperti pembunuhan,

penganiayaan dan perkosaan merupakan contoh kasus dimana penyidik

membutuhkan bantuan tenaga ahli seperti dokter ahli forensik atau dokter

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

5

ahli lainnya, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban

yang selanjutnya cukup berpengaruh bagi tindakan penyidik dalam

mengungkap lebih lanjut kasus tersebut.

Suatu kasus yang dapat menunjukkan bahwa pihak Kepolisian

selaku aparat penyidik membutuhkan keterangan ahli dalam tindak

penyidikan yang dilakukannya yaitu pada pengungkap kasus pembunuhan.

Keterangan ahli yang dimaksut ini yaitu keterangan dari dokter yang dapat

membantu penyidik dalam memberikan bukti berupa keterangan medis

yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai korban, yang dalam

hal ini sering disebut “Visum et Repertum”, yaitu yang dikenal dalam

bidang ilmu kedokteran forensik. Dalam hal ini visum dapat dijadikan

sebagai alat bukti trtulis yang memberikan dasar rasional untuk bisa

mempengaruhi keyakinan hakim dalam mengungkap suatu perkara pidana

dalam sidang pengadilan.

Salah satu jenis visum yang akan dibahas oleh penulis adalah

Visum et Repertum penggalian jenazah. Pada umumnya penggalian

jenazah dilakukan oleh karena tertangkapnya seorang penjahat. Pengaturan

tentang penggalian jenazah ini diatur dalam palas 135 KUHAP dengan

bunyi sebagai berikut “Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan

perlu melakukan penggalian mayat, dilaksanakan menurut kentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 (1) ini”.

Visum terhadap jenazah ini digunakan oleh penyidik ketika ada

kasus pembunuhan yang membutuhkan penyidikan lebih lanjut. Hal ini

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

6

sesuai dengan kasus-kasus yang diperoleh dari hasil pra survei mengenai

kasus pembuhunan yang membutuhkan visum di Rumah Sakit Umum

Ngudi Waluyo Wlingi Kabupaten Blitar, yaitu antara lain:

a. Korban meninggal akibat pengeroyokan massa, visum dilakukan untuk

mengetahui benar atau tidaknya terjadi pengeroyokan terhadap korban.

b. Penemuan mayat yang diduga hasil dari tindak pembunuhan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan

beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apa peranan visum terhadap jenazah dalam penyidikan tindak pidana

pembunuhan?

2. Apa saja kendala yang dihadapi oleh penyidik dalam rangka visum

terhadap jenazah pada tindak pidana pembunuhan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui peranan visum dalam mengungkap kasus tindak

pidana pembunuhan.

2. Untuk mengetahui Kendala-kendala visum dalam mengungkap kasus

tindak pidana pembunuhan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

7

D. Manfaat Penelitian

Adapun peneliti melakukan kegiatan penelitian ini agar memiliki

manfaat sebagi berikut:

1. Manfaat Teoritis

a) Sebagai wacana bagi masyarakat terkait dengan peranan visum

terhadap penyidikan tindak pidana pembunuhan.

b) Sebagai sumbangan perbendaharaan pustaka dalam ilmu

pengetahuan hukum pidana.

2. Manfaat Praktis

a) Manfaat bagi Mahasiswa

Sebagai penambah pengetahuan kepada Mahasiswa mengenai

peranan visum et repertum penggalian jenazah terhadap penyidikan

tindak pidana pembunuhan.

b) Manfaat bagi Masyarakat

Dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan tentang

ilmu hukum pidana yang berkaitan dengan visum penggalian

jenazah terhadap penyidikan tindak pidana pembunuhan.

c) Manfaat bagi Penyidik

Sebagai sumber pengetahuan mengenai peranan visum penggalian

jenazah, agar dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas dan

wewenangnya dalam penyidikan tindak pidana pembuhunan.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

8

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penulis melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Agar dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai peranan

visum.

b. Agar dapat menambah pengetahuan bagi penulis maupun pembaca

mengenai realiatas penerapan ilmu hokum khususnya hukum pidan

dangan bidang ilmu lainnya yaitu ilmu kedokteran.

c. Dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat berguna bagi para

pihak yang memerlukan.

F. Metode Penelitian

Istilah metodologi berasal dari kata metode yang berarti jalan ke;

namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan

kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :5

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.

2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.

3. Cara tertentu untuk melakukan suatu prosedur.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian sendiri bertujuan

untuk memperoleh data yang telah teruji secara ilmiah.

1. Metode Pendekatan

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau

penyelesaian masalah melalui tahap-tahap yang telah ditentukan

5Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

9

sehingga mencapai tujuan penelitian atau penulisan.6 Penulisan ini

menggunakan pendekatan yuridis sosiologis (Socio Legal

Research).Socio Legal Research diartikan sebagai penelitian dengan

menempatkan hukum sebagai gejala sosial yang memandang hukum

dari segi luarnya. Penelitian ini dikaitkan dengan masalah sosial yang

menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya

dengan hukum.Pendekatan ini berpedoman kepada fenomena sosial

sehingga dapat dianalisis dengan faktor – faktor yang mendorong

terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan yang mendasari

terjadinya proses tersebut.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan Di Polres Blitar. Pemilihan lokasi

ini diambil dengan alasan yaitu kasus penggalian jenazah merupakan

kasus yang jarang terjadi, dan tidak semua Rumah Sakit di setiap kota

menangani tentang kasus Penggalian Jenazah. Sedangkan di wilayah

kabupaten Blitar prosentase kasus penggalian jenazah terbilang cuku

lumayan. Hal ini dapat diketahui dari jumlah kasus pembunuhan yang

menggunakan visum penggalian jenazah di wilayah Polres Blitar dari

tahun 2014 hingga tahun 2016 adalah berjumlah 2 kasus.

6Abdul kadir, Muhammad. 2004, Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti,

Hal. 112.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

10

3. Sumber Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data primer dan sekunder.

a. Data Primer :

Data yang hendak diperoleh berupa hasil wawancara, dokumentasi,

serta pendapat dan lain-lain yang diperoleh dari sumber yang

berkaitan dengan permasalahan. Dalam hal ini yang dimaksud

adalah peran dan kendala visum terhadap jenazah dalam

penyidikan tindak pidana pembunuhan.

b. Data sekunder :

Data sekunder adalah data yang diambil dengan studi pustaka yang

meliputi perundang-undangan, yurisprudensi, dan buku literatur

hukum atau bahan hukum tertulis lainnya. Data sekunder yang

digunakan penulis antara lain meliputi dokumen-dokumen resmi,

buku-buku (literatur), hasil penelitian yang berwujud laporan,

penelusuran internet.

c. Data Tersier

Jenis data yang memberikan petunjuk atau keterangan data primer

dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

Kamus Hukum dan lain-lain

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara atau interview yaitu proses tanya jawab secara lisan

dimana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Dalama

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

11

proses interview terdapat dua pihak yang menempati kedudukan

yang berbeda, satu pihak berfungsi sebagai pencari informasi atau

penanya, sedang pihak lain berfungsi sebagai pemberi informasi.

b. Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan-bahan

kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan

mempelajari peraturan perundang-undangan, teori-teori atau

tulisan-tulisan yang terdapat dalam buku-buku literatur, catatan

kuliah, surat kabar, dan bahan-bahan bacaan ilmiah yang

mempunyai hubungan dengan permasalahaan yang diangkat.

5. Analisis Data

Analisis data menggunakan metode analisis deskripsi kualitatif.

Dimana data yang ada akan digambarkan sesuai fakta yang nantinya

dianalisa dan diinterprestasikan dengan memberi kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Dalam sitematika penulisan hukum ini, penulis akan menyajikan

empat bab yang terdiri dari sub bab yang bertujuan untuk mempermudah

penulis dalam penulisannya. Sistematika penulisan ini juga akan

menyesuaikan dengan buku panduan penulisan skripsi yang terdiri dari:

1. Bab I Pendahuluan

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalaah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode

penelitian dan sistematika penulisan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/37765/2/jiptummpp-gdl-zamroodbha-49905-2-babi.pdf · visum sehingga pihak penyidik minta keluarganya membuat surat pernyataan

12

2. Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi tentang tinjauan-tinjauan teoritis mengenai Visum et

Repertum, Penyidik dan Penyidikan, dan Tindak Pidana.

3. Bab III Pembahasan

Bab ini berisi tentang hasil yang diperoleh dari masalah yang telah

dibahas yaitu mengenai Perana dan Kendala yang dihadapi oleh

Visum Penggalian Jenazah dalam Penyidikan Tindak Pidana

Pembunuhan.

4. Bab IV Penutup

Kesimpulan dan saran yang memuat uraian tentang kesimpulan umum

dan saran yang berdasarkan pembahasan dari permasalahan yang telah

ada.