BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4661/2/Puspa Tri Rahayu BAB I.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangrepository.ump.ac.id/4661/2/Puspa Tri Rahayu BAB I.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan
pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang
mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat
melahirkan (Suherni, 2009). Pendapat lain mengatakan bahwa postpartum
adalah masa beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai minggu keenam
setelah melahirkan dimana masa postpurtum dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali pada masa sebelum
hamil yang berlangsung kira-kira enam minggu (Marmi, 2012). Periode
postpartum adalah masa dimana tubuh akan mengalami perubahan baik
fisiologis maupun psikologis. Proses adaptasi fisiologis yang terjadi pada ibu
postpartum meliputi perubahan pada tanda-tanda vital, perubahan pada
hematologi, perubahan pada sistem kardiovaskular, perubahan pada
perkemihan, perubahan pada sistem penernaan, perubahan pada sistem
musculoskeletal, perubahan pada sistem endokrin dan perubahan pada organ
reproduksi, sedangkan proses adaptasi psikologis merupakan proses adaptasi
postpartum yang terdiri dari tiga fase yaitu fase dependen (taking in), fase
dependen-mandiri (taking hold), dan fase letting go (Piliteri, 2007; Bobak,
Lowdermilk & Perry, 2005).
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
2
Perubahan tersebut merupakan perubahan yang normal terjadi pada
seorang ibu yang baru saja melahirkan. Banyak kejadian-kejadian penting,
mulai dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis
dalam menghadapi keluarga baru. Kelahiran bayi juga merupakan suatu
masa kritis bagi kesehatan seorang ibu, kelahiran bayi kemungkinan dapat
menimbulkan masalah atau penyulit bagi sang ibu yang apabila tidak
ditangani segera dengan efektif dapat membahayakan kesehatan bahkan
mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat
penting untuk dipantau (Syafrudin & Fratidhini, 2009).
Menurut data World Health Organization (WHO, 2008), jumlah
kematian ibu pada saat melahirkan mencapai 40.000 orang perbulan di
dunia. Angka Kematian Ibu (AKI) di Asia tenggara menyumbang hampir
sepertiga jumlah kematian ibu secara global. Di Indonesia (AKI) masih
cukup tinggi, yaitu 228/100.000, dibanding dengan negara-negara asia
tenggara lainnya. Kejadian kematian ibu dan bayi yang terbanyak terjadi
pada saat persalinan, pasca persalinan, dan hari-hari pertama kehidupan
bayi masih menjadi tragedi yang terus terjadi (Depkes RI, 2012).
Selama ini masih banyak tempat pelayanan kesehatan khususnya
ruang bersalin hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik ibu tanpa
mementingkan kondisi psikologis ibu. Padahal menurut Marshall (2006)
mengungkapkan bahwa ada 3 jenis gangguan psikologis afek atau mood
pada ibu yang baru melahirkan dari yang ringan sampai berat yaitu: baby
blues syndrome, depresi postpartum, dan psikosis postpartum. Gangguan
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
3
afek atau mood yang paling sering dijumpai pada ibu yang baru
melahirkan yaitu baby blues syndrome.
Baby blues syndrome merupakan suatu sindroma gangguan efek
ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan dan
memuncak pada hari ke tiga sampai ke lima dan menyerang dalam rentan
waktu 14 hari terhitung setelah persalinan (Arifian, 2012). Baby blues
syndrome ini dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental yang
ringan. Oleh sebab itu, gangguan ini sering tidak dipedulikan bahkan
sering dianggap sebagai efek samping dari keletihan, sehingga tidak
terdiagnosis dan tidak tertangani sebagaimana harusnya. Padahal apabila
baby blues syndrome tidak kunjung reda keadaan ini akan berkembang
menjadi depresi postpartum. Data dari penelitian di seluruh dunia secara
tegas menunjukkan bahwa sekitar 50-75% wanita mengalami baby blues
syndrome (Mansur, 2009).
Baby blues syndrome menurut Lubis (2009), merupakan depresi
ringan yang dialami ibu setelah melahirkan yang dipengaruhi oleh
ketidaksiapan ibu untuk melahirkan, termasuk kesulitan menyusui,
ketidakmampuan memandikan bayi dan kurangnya pengetahuan tentang
menangani bayi. Baby blues syndrome merupakan masalah yang wajar
terjadi setelah melahirkan (Murtiniingsih, 2012). Setiap wanita yang
mengalami baby blues syndrome mengalami tingkatan kondisi yang
berbeda, lebih lama perubahan sikap serta perilaku lebih parah dan sering
itu juga disebut dengan baby blues syndrome (Murtiniingsih, 2012).
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
4
Angka kejadian baby blues syndrome di Asia cukup tinggi dan bervariasi
yaitu antara 26-85%, secara global diperkirakan sekitar 20% wanita
melahirkan menderita baby blues syndrome. Sedangkan di Indonesia itu
sendiri angka kejadian baby blues syndrome antara 50-70% dari semua
wanita pascasalin (Mirza, 2008). Beberapa penelitian juga sudah dilakukan
di Indonesia tentang baby blues syndrome diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh Krisdiana Wijayanti (2013) tentang gambaran faktor-faktor
resiko postpartum blues di wilayah kerja puskesmas Blora menunjukan
bahwa 48% wanita setelah melahirkan mengalami baby blues syndrome.
Baby blues syndrome dapat terjadi pada semua ibu postpartum,
mulai dari etnik, ras, primipara maupun multipara (Mansyur, 2014). Ibu
primipara merupakan kelompok yang paling rentan mengalami baby blues
syndrome dibanding ibu multipara atau grandemultipara. Penelitian
Machmudah (2010) menyebutkan bahwa dari 37 ibu primipara atau skitar
14% mengalami baby blues syndrome, sedangkan 65 ibu multipara atau
jika di prosentase kan sejumlah 12% mengalami baby blues syndrome.
Faktor-faktor yang mempengaruhi baby blues syndrome yaitu
faktor psikologis yang meliputi dukungan keluarga khusunya suami. faktor
demografi yang meliputi usia dan paritas, factor fisik yang disebabkan
kelelahan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, meyusui, memandikan,
mengganti popok, dan faktor sosial meliputi sosial ekonomi, tingkat
pendidikan, status perkawinan (Nirwana, 2011). Penelitian yang dilakukan
oleh Lina Wahyu Susanti (2016) tentang faktor terjadinya baby blues
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
5
syndrome pada ibu nifas BPM Suhatmi Puji Lestari menunjukan bahwa
kesiapan kehamilan, dukungan sosial dan keluarga serta keadaan ekonomi
merupakan beberapa faktor penyebab terjadinya baby blues syndrome.
Allades Monalisa Jayasima dkk (2014) dengan judul penelitian yang
berjudul postpartum blues pada kelahiran anak pertama menunjukan
bahwa kedua subjek yang mengalami baby blues syndrome cenderung
disebabkan oleh faktor psikososial, dimana kedua subjek kurang mendapat
dukungan dari orang terdekat.
Kondisi lain yang mendukung terjadinya baby blues syndrome
selain yang telah disebutkan di atas adalah respon dari ketergantungan
karena kelemahan fisik, harga diri rendah karena kelelahan, jauh dari
keluarga, ketidaknyamanan fisik dan ketegangan dengan peran baru
terutama pada perempuan yang tidak mendapat dukungan dari
pasangannya (Bobak, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi baby blues syndrome biasanya
tidak berdiri sendiri sehingga gejala dan baby blues syndrome sebenarnya
adalah suatu mekanisme multifaktorial. Gejala Baby Blues Syndrome
ditandai dengan reaksi depresi atau sedih, menangis, mudah tersinggung,
cemas, perasaan yang labil, cenderung menyalahkan diri sendiri, gangguan
tidur dan gangguan nafsu makan (Marmi, 2012). Ibu yang mengalami
Baby Blues syndrome biasanya tiba-tiba menangis karena merasa tidak
bahagia, penakut, tidak mau makan, sering berganti mood, mudah
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
6
tersinggung dan terlalu sensitif, tidak bergairah dan masih banyak lagi
perubahan perilaku.
Ibu yang mengalami baby blues syndrome biasanya akan
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri karena mengalami
ketidakseimbangan dalam diri ibu yang telah melewati persalinan.
Sehingga untuk menyeimbangkan dan menyesuaikan diri diperlukan
adanya perilaku coping yang dapat membantu ibu postpartum dalam
kondisi seimbang, sehingga tidak mengalami gangguan dalam tahap
perkembangannya yaitu postpartum depression dan postpartum psikosis
(Hasjanah, 2013).
Penelitian Silvidra Silaen (2014) tentang mekanisme koping ibu
yang mengalami postpartum blues menunjukan bahwa ada dua mekanisme
coping yang digunakan ibu yang mengalami baby blues syndrome yaitu
coping adaptif dan coping maladaptif. Koping adaptif yang digunakan
antara lain bercerita dengan suami, keluarga dan orang lain, menggambil
hikmat dari sakitnya, memanfaatkan dukungan sosial, mencari dukungan
spritual (berdoa), dan mencari informasi, sedangkan koping maladaptif
yaitu sering makan, sering tidur, melamun, menyendiri dan menonton.
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di wilayah kerja
puskesmas Karanganyar, diperoleh data rekam medis Puskesmas
Karanganyar pada tahun 2015 terjadi persalinan sebanyak 545 persalinan,
sedangkan pada tahun 2016 mengalami peningkatan persalinan yaitu
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
7
sebanyak 612 persalinan. Dari hasil observasi dan wawancara peneliti
terkait konsultasi ibu postpartum kepada bidan di puskesmas terdapat 2
orang ibu postpartum memiliki ciri-ciri yang terkena baby blues syndrome.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada 2 partisipan yang mengalami
baby blues syndrome. Dari hasil wawancara, partisipan mengungkapkan
bahwa mereka merasa sedih, marah, cemas dan gelisah memikirkan
tentang bagaimana merawat anak di rumah bahkan menyesal dengan
kelahiran bayi, juga penambahan beban perekonomian keluarga yang
semakin meningkat, sehingga hal ini membuat partisipan kesulitan tidur
dan terkadang ingin menangis. Saat ditanya tentang apa yang
menyebabkan mereka mengalami baby blues syndrome, salah satu ibu
mengatakan bahwa ia merasa bahwa anak itu sebagai penyebab dirinya
tidak bisa bebas bermain lagi seperti dulu.
Berdasarkan uraian diatas, meskipun baby blues syndrome
merupakan gangguan psikologi yang ringan, namun apabila tidak
ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi gangguan psikologi
yang lebih berat. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengambil judjul
tentang pengalaman kejadian baby blues syndrome pada ibu postpartum.
B. Rumusan Masalah
Masa postpartum masa ketika terjadi perubahan pada wanita yang baru
saja melahirkan, baik perubahan fisiologis, psikologis, maupun sosiokultural dan
spiritual. Baby blues syndrome juga mengakibatkan masalah-masalah yang negatif
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
8
pada ibu dan bayinya. Selama ini masih banyak tempat pelayanan kesehatan
khususnya ruang bersalin hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan fisik ibu
tanpa mementingkan kondisi psikologis ibu.
Atas dasar kesimpulan diatas, maka penelitian tentang pengalaman baby
blues syndrome menjadi penting dilakukan mengingat konsekuensinya.
Terjadinya baby blues syndrome sangat berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan
bayi, keberlangsungan hidup ibu serta dapat menjadi masalah kesehatan ibu dan
bayi, sehingga dapat menjadi masukan dalam perencanaan penanganan baby blues
syndrome serta gangguan jiwa lainnya pada ibu bersalin di Puskesmas
Karanganyar.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan pengalaman baby blues syndrome pada ibu
postpartum di wilayah kecamatan Karanganyar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui faktor penyebab baby blues syndrome pada ibu
postpartum
b. Untuk menggambarkan gejala-gejala apa saja yang di alami oleh
ibu postpartum yang mengalami baby blues syndrome.
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
9
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Sebagai media pembelajaran, dapat memberikan pengalaman
belajar dan meningkatkan pengetahuan dalam penelitian sehingga dapat
dijadikan pedoman dalam penelitian selanjutnya.
2. Bagi Responden
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden
sebagai media informasi tentang baby blues syndrome, sehingga berguna
bagi masyarakat pada umumnya, dan tingkat kejadian baby blues
syndrome bisa dicegah.
3. Bagi Dinas Kesehatan dan Institusi Terkait
Peneliti berharap penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
bagi petugas kesehatan untuk melakukan penyuluhan terhadap masyarakat
pada umumnya, dan ibu hamil pada khususnya tentang baby blues
syndrome dan cara pencegahannya, bagi kecamatan karanganyar
khususnya Puskesmas Karanganyar sebagai tempat penelitian dapat
dijadikan masukan sebagai pembuatan SOP tentang penanganan pada ibu
pasca persalinan yang mengalami baby blues syndrome.
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
10
E. Penelitian Terkait
1. Krisdiana wijayanti (2013) dengan penelitiannya yang berjudul gambaran
faktor-faktor resiko postpartum blues di wilayah kerja puskesmas Blora
dengan penelitian deskriptif dengan hasil penelitian menyebutkan bahwa
sekitar 48,6% ibu postpartum mengalami baby blues syndrome dengan
berbagai faktor penyebab di antaranya yaitu paritas sebanyak 61,43%,
pendapatan keluarga sebanyak 64,3%, pekerjaan sebanyak 62.9%,
pendidikan sebanyak 53%, dukungan keluarga 91.4%, jenis persalinan
58%, riwayat premenstrual syndrome 58.6%, dan menyusui sebanyak
100%.
Persamaan peneliti dengan penelitian Krisdiana yaitu sama-sama
meneliti tentang faktor apa saja yang menyebabkan ibu postpartum
mengalami baby blues syndrome. Sedangkan yang menjadi pembeda
dalam penelitian ini yaitu metode penelitian, tempat, waktu dan lokasi
penelitian.
2. Lina Wahyu Susanti (2016) dalam penelitiannya yang berjudul faktor
terjadinya baby blues syndrom pada ibu nifas di BPM Suhatmi Puji
Lestari, penelitian yang menggunakan metode studi deskriptif ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
Baby Blues Syndrome pada ibu nifas. Menurut hasil penelitian faktor
penyebab baby blues syndrome adalah persiapan kehamilan, dukungan
suami dan keluarga serta kondisi ekonomi dan social. Dari hasil penelitian
didapatkan 34 respoden yang mengalami baby blues syndrome sebanyak
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
11
20 responden yang tidak menginginkan kehamilannya sehingga factor
persiapan kehamilan merupakan factor penyebab baby blues syndrome, 23
responden tidak mendapat dukungan dari suami dan keluarga, 15
responden mempunyai pendapatan yang kurang sehingga dukungan suami
dan keluarga serta keadaan ekonomi merupakan factor penyebab baby
blues syndrome.
Persamaan penelitian Lina Wahyu Susanti dengan peneliti adalah
sama-sama meneliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadi baby
blues syndrome. Sedangkan yang menjadi pembeda yaitu metode
penelitian, tempat, waktu dan lokasi penelitian.
3. Silaen, S. Misrawati & Nurcahyati, S, (2014). Dengan penelitiannya yang
berjudul “mekanisme koping ibu yang mengalami baby blus syndrome “.
Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Penelitian ini menggunakan dua jenis instrumen yang
dibuat, yaitu instrumen berupa kuesioner data demografi dan kuesioner
The Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) serta daftar pertanyaan
terbuka untuk wawancara.
Persamaan penelitian Silvrida Silaen, Misrawati, Sofiana
Nurchayati (2014) dengan peneliti yaitu sama-sama menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Sedangkan yang
menjadi perbedaan penelitian Silvrida Silaen, Misrawati, Sofiana
Nurchayati (2014) dengan peneliti yaitu tempat, waktu, lokasi dan
partisipan penelitian.
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017
12
4. Jayasima, A.M., Deliana S.M, & Mabruri, M.I, (2014). Dengan penelitian
yang berjudul “postpartum blues syndrome pada kelahiran anak pertama”
dengan metode penelitian wawancara (interview) dan observasi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa kedua subjek mengalami postpartum
blues yang kemunculannya disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang
cenderung berperan dari kedua subjek adalah faktor latar belakang
psikososial, dimana kedua subjek kurang mendapatkan dukungan dari
orang-orang terdekat. Faktor lain yang juga mencolok, pada subjek
pertama adalah faktor pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan,
dan pada subjek kedua merupakan faktor fisik.
Persamaan penelitian Sri Maryati Deliana, Moh Iqbal Mabruri
Allades, Monalisa Jayasima (2014) dengan peneliti yaitu sama-sama
menggunakan metode wawancara dan observasi, sedangkan yang menjadi
perbedaan dalam penelitian ini yaitu penelitian Sri Maryati Deliana, Moh
Iqbal Mabruri Allades, Monalisa Jayasima hanya menjadikan ibu
postpartum primipara sebagai partisipan sedangkan peneliti menjadikan
semua ibu postpartum yang pernah mengalami baby blues syndrome
sebagai partisipan. Adapun tempat, waktu dan lokasi juga menjadi
pembeda dalam penelitian.
Pengalaman Baby Blues..., Puspa Tri Rahayu, Fakultas Ilmu Kesehatan, UMP ,2017