BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan...

14
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahir dan mati adalah takdir, tidak ada seorangpun yang dapat menghindari atau menentukan mengenai kelahiran dan kematian. Kelahiran dapat terjadi baik dikehendaki, maupun tidak dikehendaki, begitu pula kematian dapat terjadi baik dikehendaki, maupun tidak dikehendaki, apakah karena uzur, penyakit, kecelakaan, bunuh diri, bahkan dibunuh orang lain. Kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik, dalam dunia kedokteran yang mengarah pada konteks kesehatan modern, kematian tidak selalu menjadi sesuatu yang datang dengan tiba-tiba atau secara alamiah. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat dipastikan tanggal kejadiannya, euthanasia memungkinkan hal tersebut terjadi. Dalam bahasa Yunani, euthanasia disebut euthanatos, dari kata “euyang berarti baik dan “thanatos” yang berarti mati, sehingga kadang didefinisikan sebagai “good death” atau “mercy killing”, atau “easy death”. Secara singkat pengertian euthanasia adalah dapat diartikan sebagai tindakan agar penderitaan yang dialami seseorang yang menjelang kematiannya dapat diperingan 1 . 1 Cecep Tribowo, Etika & Hukum Kesehatan, Yogyakarta:Nuha Medika, 2014, hal. 200.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lahir dan mati adalah takdir, tidak ada seorangpun yang dapat

menghindari atau menentukan mengenai kelahiran dan kematian. Kelahiran

dapat terjadi baik dikehendaki, maupun tidak dikehendaki, begitu pula

kematian dapat terjadi baik dikehendaki, maupun tidak dikehendaki, apakah

karena uzur, penyakit, kecelakaan, bunuh diri, bahkan dibunuh orang lain.

Kematian adalah suatu topik yang sangat ditakuti oleh publik, dalam dunia

kedokteran yang mengarah pada konteks kesehatan modern, kematian tidak

selalu menjadi sesuatu yang datang dengan tiba-tiba atau secara alamiah.

Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu yang definit dan dapat

dipastikan tanggal kejadiannya, euthanasia memungkinkan hal tersebut

terjadi. Dalam bahasa Yunani, euthanasia disebut euthanatos, dari kata “eu”

yang berarti baik dan “thanatos” yang berarti mati, sehingga kadang

didefinisikan sebagai “good death” atau “mercy killing”, atau “easy death”.

Secara singkat pengertian euthanasia adalah dapat diartikan sebagai

tindakan agar penderitaan yang dialami seseorang yang menjelang

kematiannya dapat diperingan1.

1 Cecep Tribowo, Etika & Hukum Kesehatan, Yogyakarta:Nuha Medika, 2014, hal. 200.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

2

Berdasarkan cara pelaksanaannya, secara garis besar ada dua jenis

tindakan euthanasia, yaitu, euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Pertama,

euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien

dengan memberikan obat/suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan

diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah

sampai stadium akhir yang menurut para dokter sudah tidak mungkin lagi

sembuh atau bertahan lama.

Jenis yang kedua disebut euthanasia pasif adalah tindakan

menghentikan pengobatan pada pasien yang sakit parah, yang secara medis

sudah tidak mungkin dapat lagi disembuhkan. Penghentian pengobatan ini

berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan

adalah karena keadaan ekonomi dibarengi dengan rasa putus asa, baik dari

pasien itu sendiri dan ataupun dari keluarga pasien. Sementara dana yang

dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan

menurut perhitungan medis sudah tidak efektif lagi dan jika meninggalpun

pasien diharapkan mati secara alamiah.

Belanda merupakan negara yang pertama kali di dunia yang

melegalkan tindakan euthanasia. Negara Belanda mengatur euthanasia

dalam Pasal 2 Wet van 12 April 2001 Wet toetsing levensbeeindiging op

verzoek en hulp bij zelfdoding atau Undang-Undang mengenai Prosedur

untuk Mengakhiri Hidup Secara Sukarela dan Pengecualian terhadap

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

3

Ketentuan Pidana dan Undang-Undang tentang Kremasi dan Penguburan,

yang mendekriminalisasi euthanasia terhadap pasien-pasien yang

mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk

mengakhiri penderitaannya sebagaimana diatur dalam Bab II tentang Tata

Cara Pelaksanaan Euthanasia2.

Dalam Universal Declaration of Human Right oleh perserikatan

bangsa-bangsa tanggal 10 Desember 1948, mengenai hak untuk hidup,

memang telah diakui oleh dunia, sedangkan mengenai “hak untuk mati”,

karena tidak dicantumkan secara tegas dalam suatu deklarasi dunia, maka

masih merupakan perdebatan dan pembicaraan dikalangan ahli berbagai

bidang dunia, seperti diperagakan dalam “Peradilan Semu” dalam rangka

Konperensi Hukum Sedunia di Manila.3 Namun demikian jika mengacu

pada Pasal 7 pada Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM)4 yang

berbunyi: “Tidak seorangpun boleh dikenai penyiksaan, atau perlakukan atau

hukuman yang keji, tidak manusia atau merendahkan martabatnya,

khususnya tidak seorangpun, tanpa persetujuannya secara sukarela dapat

dijadikan eksperimen medis atau ilmiah“, maka seharusnya konperensi

tersebut tidak perlu dilakukan. Sebab pada pasal tersebut secara implisit jelas

2 Pasal 2 Wet van 12 April 2001 Wet toetsing levensbeeindiging op verzoek en hulp bij zelfdoding

atau Undang-Undang mengenai Prosedur untuk Mengakhiri Hidup Secara Sukarela dan

Pengecualian terhadap Ketentuan Pidana dan Undang-Undang tentang Kremasi dan Penguburan. 3Emawati, “Kedudukan Hukum Pasien Euthanasia Ditinjau Dalam Perspektif Undang-Undang

No. 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Hukum Konsumen“, Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2,

Agustus 2014, hal. 98-109. 4 Pasal 7 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

4

melarang tindakan euthanisia baik aktif maupun pasif sebab dinilai sebagai

sebuah bentuk tindakan yang merendahkan martabat manusia.

Di Indonesia sendiri, ketentuan tentang euthanasia tidak diatur secara

jelas dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Pihak yang pro pada

tindakan euthanasia menganggap bahwa tindakan euthanasia di Indonesia

legal, sebab dasarnya telah diatur dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang

Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM5, yang berbunyi: “Setiap orang berhak

untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf

kehidupannya”. Melalui ketentuan tersebut, maka dapat ditafsirkan, bahwa

hak hidup ditafsirkan sebagai hak untuk menentukan hidupnya sendiri,

sehingga tindakan euthanasia di Indonesia dilegalkan. Tetapi jika merujuk

pada Pasal 33 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM6,

yang berbunyi: “Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa

dan penghilangan nyawa“, maka tindakan euthanasia pasif maupun aktif di

Indonesia jelas merupakan tindakan yang ilegal.

Begitu pula jika merujuk pada Pasal 344 KUHP7, yang berbunyi:

“Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas pemintaan orang itu

sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, dipidana dengan

pidana penjara paling lama 12 tahun”, maka tindakan euthanasia baik secara

pasif ataupun aktif dilarang karena merupakan tindakan pidana. Kemudian

5 Pasal 9 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM

6 Pasal 33 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM

7 Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

5

pasal-pasal lainnya yang melarang tindakan euthanasia juga dapat dilihat

pada Pasal 338 KUHP8, yang berbunyi: “Barangsiapa sengaja merampas

nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara

paling lama lima belas tahun“. Pasal 340 KUHP9 yang berbunyi: “Barang

siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu menghilangkan

nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,

paling lama 20 tahun”.

Pelarangan tindakan euthanisia di Indonesia juga dapat dilihat pada

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Hukum

Konsumen. Hal ini sesuai dengan asas perlindungan konsumen, yaitu: ”Asas

Keamanan dan Keselamatan Konsumen”, juga tujuan dari adanya Undang-

Undang Perlindungan Konsumen, yaitu pasal 3 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Walaupun dalam undang-undang tersebut belum

secara jelas mengatur euthanasia, namun berdasarkan Ketentuan Peralihan

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (pasal 64), maka berlaku dari

aspek hukum pidana perlindungan pasien selaku konsumen. Pasal 64

Undang-Undang Perlindungan Konsumen berbunyi: “segala ketentuan

peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang

telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap

8 Pasal 344 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

9 Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

6

berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan

dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini”. Berdasarkan ketentuan

tersebut, maka secara yuridis formal dalam hukum positif di Indonesia

hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas

permintaan pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia) sebagaimana

secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 KUHP. Berdasarkan uraian tersebut

jelas bahwa hukum perlindungan konsumen di Indonesia belum memberikan

ruang bagi euthanasia baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.

Pada Pedoman Etik Kedokteran, yaitu Pedoman I yang berbunyi:

“Tujuan pokok profesi kedokteran adalah memberikan pelayanan

kemanusiaan dan penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap martabat

manusia”. Pasal 7 Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter

kepada pasien, berbunyi: “Seorang dokter harus senantiasa mengingat akan

kewajiban melindungi hidup makhluk insani“. Pasal 7d menjelaskan bahwa

menurut kode etik kedokteran, “Dokter tidak diperbolehkan mengakhiri

hidup seorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan berdasarkan

hasil diagnosa pasien tidak akan sembuh lagi“. 10

Melalui ketentuan tersebut

jelas, bahwa secara etika dokter ditekankan untuk melakukan tindakan

meringankan penderitaan, memperpanjang hidup, dan melindungi

kehidupan11

, maka tindakan euthanisia baik pasif maupun aktif merupakan

10

Pasal 7 Kode etik Kedokteran Indonesia. 11

Fred Amelin, Kapita Selekta Hukum Kedokteran, Grafika Taruna Jaya, Jakarta, 1991, hal. 134.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

7

tindakan yang dilarang, terlebih mengingat adanya perkembangan teknologi

dibidang medis yang telah maju pesat, maka banyak cara yang dapat

dilakukan oleh dokter untuk menghindari tindakan euthanisia, yaitu dengan

memberikan upaya kesembuhan penyakit yang diderita pasien, tanpa harus

mengambil jalan pintas dengan melakukan euthanasia. Manusia berhak dan

harus berusaha untuk mendapatkan kesembuhan karena setiap orang

memiliki hak untuk hidup dan tidak ada hak untuk mati.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas menunjukkan, bahwa tindakan

euthanasia di Indonesia merupakan sesuatu hal yang ilegal, namun

demikian, walaupun tindakan tersebut di Indonesia dilarang, permohonan

untuk melakukan euthanasia untuk anggota keluarga yang sakit pernah

dilakukan. Contoh permohonan euthanasia di Indonesia, kasus Panca Satria

Hasan Kusuma tanggal 22 Oktober 2004, permohonan euthanasia diajukan

oleh seorang suami bernama Panca Satria Hasan Kusuma karena tidak tega

menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek

koma selama 3 bulan pasca operasi Caesar, dan disamping itu

ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan

suatu alasan pula. Permohonan untuk melakukan euthanasia ini diajukan ke

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini merupakan salah satu contoh

bentuk euthanasia yang diluar keinginan pasien. Permohonan ini akhirnya

ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan setelah menjalani

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

8

perawatan intensif maka kondisi terakhir pasien (7 Januari 2005) telah

mengalami kemajuan dalam pemulihan kesehatannya12

.

Kasus lain, Siti Julaeha menjalani operasi di RSUD Pasar Rebo pada

bulan Oktober 2004 dengan diagnosa hamil diluar kandungan, namun

setelah di operasi ternyata ada cairan di sekitar rahim. Setelah diangkat,

operasi tersebut mengakibatkan Siti Julaeha mengalami koma dengan tingkat

kesadaran dibawah level. Pada bulan Februari 2005 keluarga Siti Julaeha,

resmi mengajukan permohonan penetapan euthanasia kepada Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat di jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Suami Siti Julaeha,

Rudi Hartono menyampaikan surat permohonan euthanasia tersebut dan

diterima oleh I Made Karna, S.H. Permohonan euthanasia yang diajukan ke

Pengadilan Negeri oleh keluarga besar dari Siti Julaeha ini belum bisa

dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan alasan lembaga

Pengadilan tidak dapat begitu saja mengeluarkan penetapan tanpa

melakukan pemeriksaan terhadap suatu perkara yang diajukan oleh pencari

keadilan (pemohon) dengan segala alat bukti yang sudah disiapkan sebagai

pendukung dalil-dalil permohonannya sesuai hukum yang berlaku.13

Kasus Berlin Silalahi yang beralamat di Desa Merduati Kecamatan

Kuta Raja-Banda Aceh. Pada tanggal 27 April 2017 yang diwakili oleh

12

Amiruddin, Pembelajaran Hukum dan Politik: Kasus Euthanasia yang Pernah Terjadi, 2013,

diakses dari http://amireksepsi.blogspot.com/2013/11/kasus-euthanasia-yang-pernah-

terjadi.html, tanggal 1 Desember 2018 13

Tempo, “Suami Siti Julaeha Menilai Euthanasia Adalah Keputusan Terbaik”, diakses dari

www.memobisnis.tempointeraktif.com, tanggal 22 Januari 2019.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

9

SAFARUDDIN, SH. SULAIMAN, SH. YUSI MUHARNINA, SH serta

MILA KESUMA, SH; kesemuanya warga Negara Indonesia, Pekerjaan

sebagai Advokad pada Kantor YAYASAN ADVOKASI RAKYAT ACEH

yang beralamat jalan Pelangi Nomor 88 Kp. Keuramat mengajukan

permohonan penetapan euthanasia kepada Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Sesuai dengan surat Penetapan Nomor 83/Pdt.P/2017/PN Bna, permohonan

tersebut akhirnya juga ditolak. Berikut beberapa kutipan tentang duduk

perkara, pertimbangan hukum, dan penetapan perkara yang diajukan

pemohon,14

Merujuk dari beberapa kasus yang dicontohkan di atas, maka

pengajuan permohonan euthanasia di Indonesia disebabkan oleh beberapa

alasan, yaitu: faktor medis, yaitu ada kepastian bahwa penyakit pasien

menurut pertimbangan medis sudah tidak dapat disembuhkan lagi, sehingga

apapun upaya memberikan pengobatan dan perawatan sama halnya dengan

memperpanjang penderitaan pasien. Selain itu juga faktor ekonomi,

maksudnya dari faktor ini adalah euthanasia dilakukan karena faktor

ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan apabila pasien terlalu lama

dirawat dirumah sakit. Jadi pada kasus ini keluarga pasien memang sudah

tidak mampu menanggung biaya rumah sakit karena pasien sudah terlalu

lama dalam komanya selain itu harga pengobatan dan tindakan medis sudah

terlalu mahal.

14

Surat Penetapan Keputusan Pengadilan Tinggi Banda Aceh Nomor 83/Pdt.P/2017/PN Bna

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

10

Terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia yang

melarang tindakan euthanasia aktif dan positif, namun kenyataannya,

tindakan euthanasia secara pasif telah dipraktekkan di Indonesia. Contoh

kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit

karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien BPJS yang

diberitakan oleh Koran online Fajar terbitan Balikpapan15

, dan Koran

Republik News16

. Koran online Fajar terbitan Balikpapan tertanggal 29

Oktober 2017 memberitakan seorang pasien BPJS dengan penyakit kanker

payudara dipulang paksa oleh RSUD Kanujoso Djatiwibowo dengan alasan

tidak jelas. Koran Republik News terbitan Mojokerto tertanggal 8 Maret

2019 memberitakan seorang pasien yang dipaksa pulang oleh pihak rumah

sakit di Mojokerto karena faktor biaya, padahal keadaannya masih dalam

kondisi sakit parah. Kedua contoh tersebut bisa dikatakan sebagai tindakan

euthanasia pasif, sebab tindakan yang dilakukan pihak rumah sakit dengan

tidak melakukan perawatan yang maksimal dapat menyebabkan pasien

dalam jangka waktu tertentu mengalami kematian.

Fakta-fakta tersebut di atas sekali lagi memberikan bukti bahwa

euthanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum

dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat

Indonesia, namun demikian entah alasan tidak tahu masalah perundangan-

15

Koran online Fajar terbitan Balikpapan, tanggal 29 Oktober 2017. 16

Koran Republik News, tertanggal 8 Maret 2019.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

11

undangan yang berlaku, ternyata tindakan euthanasia positif sebenarnya

telah berlangsung di Indonesia. Berpijak dari penjelasan tersebut menarik

peneliti untuk mengetahui lebih jauh tentang euthanasia dan pandangan hak

asasi manusia di Indonesia, untuk itu judul yang diajukan dalam penelitian

ini adalah “EUTHANISIA DALAM PANDANGAN HAK ASASI

MANUSIA DI INDONESIA“.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana perspektif hak

asasi manusia (HAM) terhadap euthanasia?”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan yang

hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: “Menjelaskan perspektif hak

asasi manusia (HAM) terhadap euthanasia”

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

12

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan tentang hukum, khususnya berkaitan dengan eutahanasia.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembentuk

peraturan perundang-undangan untuk mengatur lebih lanjut mengenai

euthanasia di Indonesia agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam

memahami hukum positif Indonesia.

E. MetodePenelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk

memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian,

misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan sebagainya, secara

holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,

pada suatu konteks khusus alamiah dengan memanfaatkan berbagai

metode ilmiah.17

2. Pendekatan yang digunakan

17

Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2008, hlm.

6.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

13

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

yuridis normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsep legitis

positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma tertulis

yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang.

Selain itu, konsep ini juga memandang hukum sebagai sistem normatif

yang bersifat otonom tertutup.18

3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup:19

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.

Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari,

1) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.

2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

4) Kode Etik Kedokteran Indonesia

5) Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM)

b. Bahan hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer. Menurut Marzuki bahan penelitian

hukum sekunder adalah bahan-bahan berupa semua publikasi tentang

18

Roni Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Alumni, Jakarta, 2008, hal.

13. 19

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hal 36.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Contoh kasus yang sering terjadi adalah pemulangan paksa pasien rumah sakit karena faktor biaya, misal: kasus pemulangan paksa pasien

14

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan penelitian hukum

yang digunakan buku-buku yang terkait dengan materi/bahasan yang

penulis gunakan.20

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

seperti: kamus hukum (law encyclopedia).

4. Unit Amatan dan Unit Analisis

a. Unit amatan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer.

b. Unit analisisnya adalah pasal-pasal pada hukum primer.

20

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2005, hal. 66.