Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik...

35
45 Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik Nabire Barat Pengantar Para migran dari berbagai daerah yang ada di Distrik Nabire Barat menggeluti jenis kegiatan ekonomi yang berbeda-beda. Migran dari Nusa Tenggara Timur (NTT) lebih memilih kegiatan ekonomi di sektor pertanian padi, perkebunan coklat, jeruk manis, dan olah kayu. Di Papua olah kayu biasa disebut kerja sensor sedangkan orang yang melakukan kegiatan olah kayu mulai dari proses kegiatan tebang sampai pada tahap akhir disebut operator sensor. Dari ketiga jenis kegiatan ekonomi, migran Nusa Tenggara Timur (NTT) lebih banyak pada pertanian, migran dari Bugis Makassar mulai dari awal bermigrasi ke Distrik Nabire Barat hanya menekuni kegiatan pertanian padi dan olah kayu. Dari kedua jenis kegiatan ekonomi ini migran Bugis Makassar lebih banyak menggeluti kegiatan olah kayu. Sampai sekarang pun migran Bugis Makassar masih tetap menekuni kegiatan olah kayu, kalau pun ada kegiatan ekonomi lain seperti bisnis ataupun jualan di pasar itu pun tidak seberapa. Migran Jawa lebih banyak pada kegiatan pertanian, terutama padi. Selain pertanian mereka juga melakukan kegiatan ekonomi yang lain seperti peternakan, toko, kios dan proyek. Migran Jawa lebih menguasai sumberdaya ekonomi di Distrik Nabire Barat dibandingkan migran yang lain. Dari ketiga kelompok migran ini baik yang berstatus sebagai transmigran lokal maupun transmigran luar mempunyai cerita

Transcript of Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik...

Page 1: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

45

Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik Nabire Barat

Pengantar Para migran dari berbagai daerah yang ada di Distrik Nabire Barat menggeluti jenis kegiatan ekonomi yang berbeda-beda. Migran dari Nusa Tenggara Timur (NTT) lebih memilih kegiatan ekonomi di sektor pertanian padi, perkebunan coklat, jeruk manis, dan olah kayu. Di Papua olah kayu biasa disebut kerja sensor sedangkan orang yang melakukan kegiatan olah kayu mulai dari proses kegiatan tebang sampai pada tahap akhir disebut operator sensor. Dari ketiga jenis kegiatan ekonomi, migran Nusa Tenggara Timur (NTT) lebih banyak pada pertanian, migran dari Bugis Makassar mulai dari awal bermigrasi ke Distrik Nabire Barat hanya menekuni kegiatan pertanian padi dan olah kayu. Dari kedua jenis kegiatan ekonomi ini migran Bugis Makassar lebih banyak menggeluti kegiatan olah kayu. Sampai sekarang pun migran Bugis Makassar masih tetap menekuni kegiatan olah kayu, kalau pun ada kegiatan ekonomi lain seperti bisnis ataupun jualan di pasar itu pun tidak seberapa.

Migran Jawa lebih banyak pada kegiatan pertanian, terutama padi. Selain pertanian mereka juga melakukan kegiatan ekonomi yang lain seperti peternakan, toko, kios dan proyek. Migran Jawa lebih menguasai sumberdaya ekonomi di Distrik Nabire Barat dibandingkan migran yang lain. Dari ketiga kelompok migran ini baik yang berstatus sebagai transmigran lokal maupun transmigran luar mempunyai cerita

Page 2: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

46

yang berbeda-beda tentang kegiatan ekonomi yang ditekuninya. Berikut ini akan dibahas masing-masing kegiatan migran tersebut.

Migran Jawa

Pertanian padi oleh migran Jawa dilakukan secara teliti mulai dari penggarapan lahan sampai penanaman. Penggarapan lahan biasa disebut dengan penggemburan lahan. Pada tahap ini migran Jawa terkadang tidak melakukan pembersihan lahan dari sisa-sisa akar padi yang selesai dipanen tetapi mereka langsung melakukan penggem-buran lahan. Mereka percaya akar yang membusuk bisa menambah kesuburan lahan. Sampai tahap ini migran Jawa masih menggunakan tenaga manusia, namun pada umumnya sudah menggunakan tenaga sapi dan traktor untuk melakukan penggemburan lahan, sehingga pekerjaannya cepat selesai dalam beberapa hari. Mereka membutuhkan waktu kerja sekitar 1 sampai 2 hari tergantung cuaca. Luas lahan yang digarap sekitar 0.5 hektar bisa 1 hari, sedangkan jika 1 hektar kadang bisa lebih dari 1 hari. Untuk membuka lahan baru biasa membutuhkan waktu sekitar 3 sampai 4 hari kerja, karena tahap ini masih menggu-nakan tenaga manusia untuk membersihkan sisa-sisa kayu dan rumput dari lahan. Setelah bersih baru dilakukan penggemburan dengan menggunakan tenaga sapi atau traktor. Tentu dengan tenaga sapi atau traktor hasilnya lebih merata, rapi dan bersih. Pada tahap ini mereka sudah mulai memberikan pupuk.

Tenaga Sapi atau Traktor yang digunakan ada yang disewa, ada juga milik pribadi. Beberapa informan mengatakan bahwa untuk sewa traktor atau sapi biasanya ada yang dihitung berdasarkan luas lahan, ada juga yang dihitung per hari kerja. Kalau luas lahan 0,5 hektar biasanya dibayar sekitar Rp. 750.000,-. Jadi untuk satu hektar, petani mengeluarkan Rp. 1.500.000,- untuk penggarapan atau penggemburan. Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu satu hari kerja yang punya lahan harus mengeluarkan sekitar Rp.750.000,- namun ini bukan standar harga yang baku. Dalam proses kerjanya terkadang langsung ditangani pemilik traktor atau pemilik sapi.

Page 3: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

47

Pada tahap pekerjaan awal ini sudah ada kerja sama antara laki-laki dan perempuan, sekalipun laki-laki begitu berperan. Karena tahap ini dirasa berat apabila belum menggunakan tenaga sapi atau traktor, maka istri tidak begitu dilibatkan pada pekerjaan tersebut. Berdasarkan pengamatan peneliti, perempuan migran Jawa selalu aktif membantu suami di ladang. Sekalipun istri hanya melakukan pekerjaan tertentu seperti membersihkan rumput di sekitar lahan. Ada juga yang mela-kukan pekerjaan lain seperti jualan di pasar pada pagi hari, sore harinya bisa membantu suami di ladang. Ada juga sebaliknya laki-laki melakukan pekerjaan lain, namun tetap membantu istri di ladang. Tetapi hanya pada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang membutuhkan tenaga laki-laki, sedangkan selebihnya dikerjaan istri. Pekerjaan tertentu seperti saat panen dan mengangkut hasil panen ke rumah dengan menggunakan sepeda, sepeda motor dan gerobak. Namun pada umumnya pertanian padi yang dikakukan migran Jawa selalu ada kerja sama antara suami istri mulai dari penggarapan lahan sampai hasil akhir menjadi beras.

Lahan yang digunakan oleh migran Jawa pada umumnya lahan yang sudah disiapkan lewat program transmigrasi, yang diperuntukkan bagi transmigran awal baik yang berstatus sebagai migran lokal maupun migan dari luar, dan disiapkan juga lahan untuk anak pertama atau anggota keluarga dari transmigran awal yang disebut dengan istilah pemecahan KK. Artinya anak-anak atau keluarga dari trans-migran awal ini yang sudah berkeluarga diberikanlah tanah tersebut. Ada juga sebagian migran Jawa yang mempunyai hubungan baik dengan orang Papua, namun belum sampai pada pemberian lahan secara cuma-cuma. Kemungkinan ada semacam membeli lahan tetapi dengan harga yang lebih murah dari harga biasanya. Bisa terjado orang Papua yang punya lahan namun sedang membutuhkan uang, sehingga ia jual kepada migran Jawa dengan harga yang sedikit miring. Harga biasa yang dimaksud adalah dimana harga tanah yang posisinya di pinggir jalan poros itu sekitar puluhan sampai ratusan juta rupiah, apalagi bila tanah mempunyai posisi strategis nilai jualnya lebih tinggi.

Page 4: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

48

Pembibitan benih padi migran Jawa yaitu mulai dari persiapan sampai waktu pembibitan. Tahap persiapan bibit yang diambil dari padi yang dianggap sudah matang kemudian direndam dalam air dengan menggunakan tempayan selama 24 jam. Setelah itu diambil yang tenggelam dan ditabur pada tanah yang sudah gembur dan diberikan pupuk serta diawasi selama proses pembibitan. Proses ini membutuhkan waktu sekitar dua minggu lebih dan pada umumnya tempat persemaian bibit berdekatan dengan lahan yang akan ditanami padi, agar memudahkan proses penanaman. Selain itu bibit atau benih padi dalam kondisi yang masih segar dan kuat di saat penanaman. Ukuran tempat yang digunakan untuk persemaian pembibitan tidak menentu mulai dari satu meter hingga 3 meter tergantung besarnya lahan yang akan ditanami. Yang terlihat di saat penelitian, tempat pembibitan migran Jawa pada umumnya berkisar antara dua sampai dua setengah meter, namun di dalam ukuran tersebut dibuat kotak-kotak, sesuai dengan jenis padi yang ingin ditanam, pada tahap pembibitan ini migran Jawa sudah menggunakan pupuk.

Peneliti memperoleh informasi tentang jenis-jenis bibit padi yang biasa ditanam oleh petani adalah jenis padi Sendani, IR 36, dan Membramo. Tiga jenis padi ini mempunyai bentuk dan kualitas yang berbeda dimana jenis padi Sendani ukurannya tinggi-tinggi, bersih berasnya, dan mempunyai hasil yang agak banyak sekitar dua sampai tiga ton lebih per hektar, dan membutuhkan waktu sekitar tiga bulan lebih. Jenis padi IR 36 ukurannya berbeda, hasilnya tidak terlalu banyak dan berasnya biasa-biasa saja, membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Sedangkan jenis padi membramo ukurannya tinggi, berasnya bersih dan bijinya agak besar-besar, hasilnya sekitar satu sampai dua ton per hektar, membutuhkan waktu sekitar tiga bulan lebih dan kualitasnya di atas semua jenis padi yang lain, sehingga mempunyai harga yang sedikit beda apabila dijual ke luar kota. Namun demikian harga di sekitar lokasi penelitian yaitu di Distrik Nabire Barat berkisar antara Rp. 9.000,- sampai Rp. 10.000,- per kilogram dari semua jenis padi yang ada. Hasil per hektar tersebut tidak menentu tergantung kondisi dan cuaca.

Page 5: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

49

Waktu penanaman umumnya dilakukan pada sore hari agar cuaca tidak terlalu panas. Pada saat proses penanaman migran Jawa selalu memperhitungkan jarak tanam yaitu diatur antara dua baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong. Begitu pun sudah memperhatikan pembersihan rumput yang tumbuh di sekitar lahan, dan bedeng yang digunakan sebagai pembatas antara petak sawah sekaligus sebagai tempat menyeberang ke ladang yang dibuat agak tinggi dan lebar serta tidak tertutup oleh padi dan rumput sehingga tidak mempersulit proses pengangkutan hasil. Migran Jawa juga telaten dalam masalah hama dan jenis pupuk yang digunakan untuk pem-bersihan hama, mereka juga memperhatikan irigasi dengan baik. Pada tahap ini migran Jawa sudah bisa memperhitungakan hasil yang akan diperoleh, dan waktu kerja biasa dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Pagi mulai dari sekitar jam tujuh sampai jam sebelas, siang mereka pulang setelah itu sekitar jam tiga sore mereka kembali ke ladang sampai sekitar jam lima sore baru mereka pulang. Pada umumnya mereka menggunakan sepeda, motor, dan ada juga yang hanya berjalan kaki.

Tahap penanaman biasanya dilakukan secara gotong-royong terutama tetangga dan keluarga. Untuk migran Jawa dalam pekerjaan ini tidak begitu sulit karena begitu kuatnya hubungan antara migran Jawa dengan migran Jawa yang lain, juga dengan migran lain terutama migran Bugis Makassar dan sebagian orang Papua yang ada di daerah transmigrasi. Hal ini mempercepat proses dalam penanaman dan diusahakan pekerjaannya harus selesai atau habis ditanam pada hari itu juga. Hal ini dilakukan agar proses pematangannya seragam sehingga di saat panen juga dilakukan serentak. Kemudian pada saat panen ada juga sistem kerja gotong-royong, namun hanya berjalan dalam beberapa hari, satu hari pertama dilakukan secara bersama-sama baik keluarga, tetangga maupun migran lainnya, sedangkan untuk hari-hari berikut dilakukan oleh keluarga. Pada tahap ini migran Jawa tidak terlalu mengalami persoalan karena sudah terbiasa serta memaksimalkan pekerjaannya. Maksimal di sini adalah menyangkut dengan ketepatan waktu kerja, baik yang membantu maupun yang mempunyai keper-luan, semua sudah siap sesuai dengan waktu yang ditentukan serta alat-

Page 6: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

50

alat yang dibutuhkan, namun biasanya untuk panen masing-masing orang sudah membawa alat atau sabit dari rumah, sebagaimana penuturan informan berikut ini:

Untuk Panen dan tanam sudah terbiasa tidak ada masalah tegantung kita dan itu biasa kerja gotong royong jadi pagi hari sudah siap, bisa kerja sore tapi kalau panen bagus itu pagi karena biasa dilanjutkan dengan proses pemisahan kalau tidak sore baru kembali lagi tapi tanam biasanya sore hari tapi tergantung cuaca juga.

Dari pengakuan informan ini tentang pekerjaan panen dan tanam

padi tidak menjadi masalah selama pengaturan dan ketepatan waktu menjadi perhatian. Hal ini agar pekerjaan yang dilakukan atau panen padi bisa selesai tepat waktu karena dikerjakan oleh banyak orang, kecuali ada hambatan lain seperti cuaca yang tidak mendukung atau kurang tenaga kerja. Pembagian waktu kerja antara panen dan tanam di mana panen dilakukan pada pagi hari karena ada pekerjaan lanjutan. Setelah selesai panen misalnya dilakukan proses pemisahan padi dari tangkainya dan pengumpulan hasil panen di satu tempat yang dekat dengan alat yang digunakan untuk pemisahan padi, sedangkan waktu tanam yang dilakukan pada sore hari karena hanya satu kerja. Selain itu dengan pertimbangan kalau tanam sore bibit padi tidak begitu kena terik matahari yang berlebihan, sehingga bibit dalam kondisi kuat, apalagi di Nabire pada sore hari sering turun hujan.

Berdasarkan pengamatan peneliti, migran Jawa selalu menggu-nakan sabit untuk memotong padi, kalau sabit hasil pemotongnya agak cepat, rapi dan ketajamannya bertahan serta kurang menggugurkan atau menjatuhkan padi. Setelah itu dilakukan proses pemisahan padi dari tangkainya yaitu dengan memukul atau membanting padi di atas sebuah kuda-kuda yang dibuat dari kayu. Kuda-kuda ini biasanya lebih dari satu dan proses pemukulan padi dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Di bawah kuda-kuda tadi dialaskan terpal dan proses ini dilakukan di lokasi panen. Padi yang sudah dipisahkan dimasukkan ke dalam karung yang rata-rata berukuran 50 kilogram, kemudian dibawa ke rumah. Proses pemisahan padi dari hampa-hampa disebut pengi-pasan yang biasa dilakukan di lokasi panen atau di rumah dan

Page 7: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

51

kebanyakan menggunakan tenaga perempuan. Di rumah dilakukan proses pengeringan yaitu penjemuran di panas matahari sampai menjadi kering. Setelah kering kemudian dimasukkan kembali ke dalam karung dan dilakukan proses penumbukan. Pekerjaan ini dianggap agak sedikit ribet atau susah karena apabila padi belum kering akan rusak dan hancur bersama sekam dan tidak bisa dimakan. Pada tahap ini padi sudah siap dibawa ke tempat pengilingan untuk diproses menjadi beras.

Dari beberapa informasi yang peneliti peroleh, untuk ukuran lahan 75 x 100 bisa menghasilkan dua ton beras, kadang bisa lebih kadang juga kurang, tergantung hasil panen yang diperoleh. Dari hasil panen tersebut sebagian dimakan dan sebagian dijual, jaringan penjualannya hanya sebatas kios dan koperasi yang dihargai dengan Rp. 8.000,- sampai Rp. 10.000,- per kilogram. Harga ini bisa mengalami perubahan naik atau turun tergantung kondisi panen. Sebagaimana penuturan informan berikut ini:

Ya hasilnya sebagian untuk makan sebagian dijual Biasanya di jual dikios atau dikoperasi dengan harga Rp 8.000 sampai Rp I0.000, harga ini bisa mengalami perubahan naik atau turun. Kalau naik berarti jumlah hasil panen berkurang sehingga mengakibatkan harga mahal. Dan sebaliknya jika harga turun berarti jumlah panen melimpah. Dengan demikian pertanian padi yang dilakukan oleh migran

Jawa merupakan pekerjaan yang sudah terbiasa mereka lakukan sehingga mulai dari proses awal sampai pada hasil dilakukan secara telaten dan didukung dengan pengalaman yang cukup. Terlihat hasil akhir yang diperoleh pun berbeda dengan pertanian padi yang dilakukan oleh migran lain yang ada didaerah transmigrasi.

Peternakan sapi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi migran Jawa yang dilakukan secara pribadi dan kelompok. Kebanyakan migran Jawa melakukan peternakan hanya pada satu jenis ternak yaitu sapi, namun itu pun dilakukan secara pribadi dimana pembibitannya diperoleh dengan cara membeli. Informasi yang peneliti terima dari informan, bahwa satu ekor sapi betina harganya berkisar antara

Page 8: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

52

Rp. 5.000.000,- - Rp. 7000.000,- lebih, sedangkan jantan harganya agak murah karena tidak sulit mendapatkannya. Biasanya ada yang membeli langsung satu pasang, tapi ada juga yang hanya betina. Proses pemiliharaannya dilakukan dengan membuat kandang di pingir rumah tapi ada juga yang hanya mengikat dekat rumah atau di tempat yang dianggap aman. Umumnya pada pagi hari sekitar jam tujuh sapi dilepas dan dibawa ke padang rumput untuk diberi makan, kemudian pada sore harinya dibawa pulang ke rumah dengan menyiapkan rumput untuk makan malam. Ada juga dengan cara melepas untuk mencari makan, namun cara ini terkadang mengganggu kenyamanan lalu lintas, dan kotorannya juga mengotori jalan serta merusak hasil tanaman tetangga atau orang lain. Dari hal-hal sepele ini terkadang menimbul-kan kesalahanpahaman yang bisa berakhir dengan konflik.

Usia sapi betina yang sudah siap dikawinkan adalah pada usia antara 16 bulan sampai 18 bulan. Pada tahap ini seorang peternak yang hanya mempunyai satu ekor sapi betina melakukannya dengan cara menitipkan pada peternak lain yang mempunyai sapi jantan untuk dilakukan proses perkawinan. Setelah selesai proses perkawinan, sapi betina dibawa pulang oleh pemiliknya, begitu seterusnya sampai hamil. Dalam proses ini biasanya ada pembicaraan antara pemilik sapi betina dan pemilik sapi jantan yaitu setelah sapi betina melahirkan apakah pada kelahiran pertama atau kelahiran kedua akan diberikan satu ekor anak sapi kepada pemilik sapi jantan sebagai imbalan.

Ternak sapi yang dilakukan migran Jawa secara kelompok di Distrik Nabire Barat ini dimulai antara tahun 2010 dan 2011, dimana sapinya diberikan oleh pemerintah pusat dalam bentuk bantuan kepada warga transmigran di Distrik Nabire Barat, dan di Distrik Wanggar. Khusus di Distrik Nabire Barat informasi yang peneliti terima, bahwa bantuan ini hanya dibagi pada beberapa tempat yaitu Satuan Pemu-kiman Satu (SP I) dan Satuan Pemukiman Tiga (SP 3), masing-masing tempat menerima seratus dua puluh ekor yang terbagi dalam dua kelompok, yaitu satu kelompok khusus migran dari Jawa dan satu kelompok lagi untuk migran lokal Papua, baik Papua gunung maupun pantai dengan jumlah sapi masing-masing kelompok 65 ekor, yang

Page 9: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

53

terbagi lagi jantan 30 ekor dan betina 30 dua ekor. Dalam prosesnya, dari dua tempat ini yang dianggap berhasil dalam beternak sapi adalah di Satuan Pemukiman Tiga (SP3). Secara kelompok yang dianggap kurang berkembang adalah kelompok ternak sapi migran Papua karena kurang dikelola secara baik sehingga ada yang mati dan ada yang hilang.

Hasil dari peternakan sapi ini akan terjual dengan cara pembeli yang datang mencari sapi di daerah transmigrasi termasuk di Distrik Nabire Barat. Per ekor bisa terjual dengan harga sekitar sepuluh sampai lima belas juta rupiah lebih, tergantung ukuran sapi yang akan dibeli. Kebanyakan para pembeli adalah para pedagang daging sapi di beberapa pasar yang ada di kota Nabire, yaitu Pasar Kalibobo dan Pasar Sore KPR. Para pembeli dan penjual daging sapi ini kebanyakan berasal dari suku Buton, Bugis dan Makassar (BBM). Dua pasar ini mempunyai waktu aktivitas yang berbeda, pasar Kalibobo aktivitasnya mulai jam lima pagi sampai jam lima sore dan waktu padatnya mulai jam enam pagi sampai dua belas siang, sedangkan dari jam dua belas sampai sore kegiatan pasar sudah mulai berkurang karena para penjual sudah pada pulang. Kebanyakan para penjual tidak menetap di sekitar pasar tetapi mereka ada yang tinggal di daerah SP maupun tempat lain yang ada di kota. Istilah pasar sore digunakan karena waktu kegiatan hanya dilakukan pada sore hari, mulai dari jam dua sampai jam enam sore, dan waktu padatnya mulai dari jam dua sampai jam lima kurang. Para penjual di pasar sore ini pada umumnya dari luar dan yang ada di sekitar KPR. Namun bedanya yang peneliti amati di saat belanja di pasar sore ini lebih banyak mama dari Papua, baik Papua gunung maupun Pantai yang berjualan di pasar ini, dibandingkan di pasar Kalibobo. Kebanyakan mereka berjualan hasil kebun mulai dari sayur sampai buah-buahan. Pada tataran hasil jualan ini mama-mama dari Papua lebih menguasai dibanding mereka yang dari luar Papua.

Kegiatan olah kayu merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh migran di Distrik Nabire Barat. Dua bentuk kegiatan olah kayu yang dilakukan oleh migran Jawa yaitu dilakukan secara kelompok yang biasa disebut Sommwel (Usaha Kayu), dan yang

Page 10: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

54

dilakukan secara pribadi. Bentuk usaha kayu secara kelompok ini dilakukan bersama antara dua orang yang mempunyai modal untuk menjalankan usaha kayu tersebut, namun secara operasionalnya dilakukan dan ditangani oleh satu orang. Proses usaha sommwel ini dilakukan dengan cara membeli lokasi dan mengolahnya sendiri, atau membeli dari hasil operator yang dilakukan secara pribadi. Dari hasil-hasil tersebut kemudian diolah sesuai dengan ukuran-ukuran standar yang umum dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk mendapatkan lokasi kayu dilakukan negosisasi dengan pemilik hak ulayat tentang harga yang akan disepakati antara pembeli dan pemilik hak ulayat. Peneliti memperoleh informasi bahwa harga lokasi kayu biasa disebut dengan blok, jadi untuk satu bloknya seorang pengusaha harus mengeluarkan Rp. 20.000.000,-. Harga ini bukan harga standar tetapi sewaktu-waktu akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan nilai kayu di masyarakat.

Setelah lahan atau lokasi diperoleh maka dilakukan pengolahan. Proses pengolahan pada umumnya seorang pengusaha mencari tenaga-tenaga operator sensor. Sebelum pekerjaan dimulai pembicaraan per kubik dihargai berapa, tergantung kesepakatan antara operator dengan majikan. Menurut informan, dua bentuk harga per kubik berbeda, yang pertama untuk satu kubik kayu merbau dihargai satu juta rupiah sedangkan jenis kayu putih satu kubik dihargai delapan ratus ribu rupiah. Kemudian yang kedua untuk kayu merbau atau besi dihargai enam ratus ribu rupiah dan kayu putih lima ratus ribu rupiah, harga ini baru ongkos kerja, namun kalau dihitung-hitung, hasil akhirnya akan sama dengan standar harga pertama, dan rata-rata seorang operator sudah memiliki mesin sensor secara pribadi. Seluruh proses hasil dari hutan sampai ke tempat penjualan atau sommwel merupakan tanggungjawab majikan. Perbedaan harga antara kayu merbau (besi) dan kayu selain merbau disebabkan karena proses kerja yang berbeda, dimana kayu merbau proses kerjanya sedikit lama karena keras sehingga satu hari belum tentu seorang operator mendapatkan satu kubik. Selain itu kayu merbau agak sulit diperoleh dan letaknya semakin jauh ke dalam hutan, sedangkan kayu yang lain tidak begitu sulit karena proses kerjanya sedikit cepat, sehingga dalam satu hari

Page 11: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

55

seorang operator bisa memperoleh satu kubik bahkan bisa lebih tergantung situasi dan kondisi mesin yang digunakan.

Kegiatan olah kayu yang dilakukan secara pribadi dan hasilnya dijual ke sommwel atau pesanan orang, seorang operator melaku-kannya sendiri. Biasanya lahan yang digunakan untuk olah kayu mereka minta ijin di pemilik ulayat. Sesuai informasi yang peneliti peroleh, seorang kepala suku bersedia memberikan kesempatan kepada operator siapa saja yang mau bekerja di lahannya dengan tujuan untuk kebutuhan keluarga. Ukuran kayu untuk pesanan pada umumnya berukuran 5.5 dengan jumlah 100 batang dihitung satu kubik dengan harga sekitar 2 sampai 3 juta lebih. Jika beli dari sommwel harganya Rp. 4.500.000,-, ada juga ukuran 5.10 dengan jumlah 50 batang sedangkan 10.10 dengan jumlah 25 batang dengan harga yang sama yaitu 4 juta lebih. Jual ke sommwel atau pesanan sekitar 2 sampai 3 juta per kubik. Perbedaan harga jual dan beli di sommwel karena di sommwel sudah dilakukan pembersihan sehingga harganya beda. Ukuran yang dijual ke sommwel misalnya 10.10 cm panjang empat meter harus dibuat 13.13 cm, karena di sommwel dilakukan pember-sihan lagi sehingga dari 13 cm menjadi 12 sampai 11 cm. Untuk pekerjaan olah kayu secara pribadi ini migran Jawa juga cukup banyak.

Kegiatan ekonomi lain yang sebagian besar dilakukan atau dikuasai oleh migran Jawa Distrik Nabire Barat cukup bervariasi, mulai dari jualan di pasar, kios, toko, rumah makan, warung, bengkel, mebeller, sopir taxi, tukang, APMS dan kontraktor. Dari keragaman kegiatan ekonomi migran Jawa ini menandakan bahwa migran Jawa lebih ulet dan cepat membaca peluang-peluang kegiatan ekonomi. Bisa saja satu orang migran Jawa bisa melakukan beberapa kegiatan ekonomi sekaligus. Berdasarkan pengamatan di saat penelitian, sebagi-an kegiatan bengkel ditekuni oleh remaja-remaja yang masih duduk di bangku SMA, ada yang sudah tamat, ada juga yang putus sekolah. Mereka lebih bersemangat dalam melakukannya dengan mengandal-kan kemampuan dan pengalaman yang mereka miliki. Sekalipun terlihat dari alat-alat yang mereka gunakan tidak selengkap bengkel-bengkel lain, namun jaringannya lebih banyak terutama anak-anak

Page 12: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

56

muda, dan sebagian masyarakat. Tempat yang digunakan untuk kegiatan bengkel pada umumnya dekat rumah dan ada kios. Untuk ukuran toko sekitar enam buah toko yang terdiri dari satu pemiliki orang Cina, lima yang lain adalah migran Jawa. Dari lima migran Jawa yang terlihat cukup lengkap penyediaan tokonya adalah Hj Sutrisno, mulai dari pulsa, pengisiaan air galon, foto copy, tempat pencucian kendaraan, pangkalan pengisian bahan bakar, bensin, solar dan minyak tanah, bahkan oli. Di samping itu juga perlengkapan pertanian, dan bahan-bahan bangunan serta barang pecah belah. Dari segi harga toko Hj Sutrisno memberi harga agak miring, sehingga terlihat banyak pembeli yang berbelanja di tokonya. Dari beberapa kegiatan ekonomi pak Sutrisno ini, semua terletak di sekitar lingkungan toko, yang kebetulan pak Sutrisno dan istrinya terlibat langsung proses kegiatan-nya. Pada umumnya kegiatan ekonomi migran Jawa menggunakan vasilitas pribadi terutama tempat yang digunakan untuk kegiatan ekonomi tersebut.

Untuk usaha angkutan taxi antar kota dan beberapa tempat di Distrik Nabire Barat, yaitu Satuan Pemukiman Tiga (SP3) dan Satuan Pemukiman Dua (SP2) dan berakhir di Satuan Pemukiman Satu (SP1). Dari beberapa kendaraan yang digunakan terlihat sebagian sudah tidak layak dioperasikan, karena sering mengalami kerusakan atau mogok di saat dalam perjalanan, dan sebagian lain masih bagus dan layak untuk digunakan. Sopirnya rata-rata orang migran Jawa yang tinggal di daerah transmigrasi SP 1, 2, dan 3 di Distrik Nabire Barat. Untuk mendapatkan penumpang harus antri, setelah mobil pertama penuh baru diganti dengan mobil berikutnya dan harus penuh dulu baru jalan, sehingga untuk cepat jalan harus memilih pada pagi hari karena banyak penumpang, begitu seterusnya. Adapun tarif yang digunakan pada penumpang sekitar Rp. 4.000 sekali jalan, sedangkan untuk pelajar sekitar mempunyai tarif beda sekitar Rp. 3.000,-.

Untuk kegiatan ekonomi yang bergerak di bidang kontraktor atau pemborong baru satu orang migran Jawa yang melakukannya. Kegiatan ekonomi ini dimulai sekitar tahun 2011 dan kegiatan ini memerlukan dana yang besar. Peneliti memperoleh informasi bahwa

Page 13: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

57

untuk mengurus administrasi perusahan saja mengeluarkan dana sekitar tiga ratus juta termasuk biaya transportasi dan uang saku selama pengurusan. Setelah semua administrasi diperoleh dan perusahaan sudah berjalan, kegiatan yang dilakukan adalah penyewaan beberapa alat-alat berat seperti traktor untuk kegiatan pengairan pertanian dan pembersihan lokasi pertanian di beberapa tempat di daerah trans-migrasi di Kabupaten Nabire, seperti Topo, Wanggar dan Distrik Nabire Barat.

Untuk Distrik Nabire Barat biliau sendiri yang terlibat langsung menanganinya, sehingga terlihat perkembangan pengairan ke sawah-sawah sudah mulai bagus dan dirasakan oleh semua petani. Pekerjaan ini akan terus dilakukan karena merupakan tanggungjawab yang diberikan oleh pemerintah kepada beliau (pak Simirin) dalam mem-bantu lembaga pertanian untuk bersama-sama memperhatikan per-kembangan pertaniaan di daerah transmigrasi, karena beliau mempu-nyai pengalaman dalam mengelola pertanian. Selain itu beliau juga dikenal sebagai sesepuh migran Jawa di Distrik Nabire Barat. Beliau juga mempunyai hubungan baik dengan orang penting di pemerin-tahan baik di Kabupaten maupun Provinsi. Di masyarakat beliau juga mempunyai hubungan baik dan dikenal orang Papua, bahkan beberapa kepala suku di Distrik Nabire Barat.

Migran Bugis Makassar Pertanian padi merupakan bagian dari kegiatan ekonomi migran

Bugis Makassar di Distrik Nabire Barat. Cara bertani padi migran Bugis Makasar mirip dengan migran Jawa yaitu mulai dari penggarapan lahan sampai penanaman. Penggarapan lahan yang biasanya disebut dengan penggemburan lahan, pada tahap ini migran Bugis Makassar juga melakukan pembersihan lahan dari sisa-sisa akar padi yang selesai dipanen, setelah itu baru dilakukan penggemburan lahan. Untuk tahap ini migran Bugis Makassar sudah menggunakan tenaga sapi dan traktor sehingga pekerjaannya cepat selesai. Mereka hanya membutuhkan waktu kerja sekitar 1 sampai 2 hari kerja tergantung cuaca dan luas

Page 14: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

58

lahan yang digarap, kalau setengah hektar biasanya 1 hari sedangkan 1 hektar kadang bisa lebih dari 1 hari.

Umumnya di Distrik Nabire Barat harga sewa tenaga sapi atau traktor yang digunakan petani padi berlaku sama. Beberapa informan di saat penelitian mengatakan bahwa untuk sewa traktor atau sapi biasanya ada yang dihitung berdasarkan luas lahan yang mau digarap, ada juga yang dihitung perhari kerja. Kalau luas lahan setengah hektar biasanya dibayar sekitar Rp.750.000,- sehingga satu hektar petani bisa mengeluarkan Rp. 1.500.000,- untuk penggarapan atau penggemburan. Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu satu hari kerja yang punya lahan harus mengeluarkan sekitar Rp. 750.000,-, namun ini bukan standar harga yang baku.

Pada tahap pekerjaan awal laki-laki migran Bugis Makassar lebih berperan dibandingkan perempuan atau istri. Pada tahap ini pekerja-annya agak berat dan membutuhkan tenaga yang kuat sehingga istri tidak begitu dilibatkan dalam pekerjaan. Berdasarkan pengamatan pada migran Bugis Makassar, ada keterlibatan istri ada juga yang tidak. Keterlibatan istri hanya pada pekerjaan tertentu seperti pembersihan rumput di sekitar lahan. Ada yang hanya mengantar makanan setelah itu ia pulang, ada pula yang membantu suami. Ini biasanya terjadi pada laki-laki yang kawin dengan migran Jawa, yang tidak mempunyai pekerjaan lain, atau sebaliknya laki-laki melakukan pekerjaan lain sambil membantu istri di ladang tetapi hanya pada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang membutuhkan tenaga laki-laki, selebihnya dikerjakan istri. Mereka yang kawin sesama suku biasanya istri atau perempuan memilih melakukan pekerjaan lain seperti jualan di pasar atau di rumah melakukan usaha kios. Terkadang juga membantu suami menjemur hasil panen namun keterlibatannya terbatas sekali dalam pekerjaan ini.

Lahan yang digunakan migran Bugis Makassar merupakan lahan yang sudah disiapkan lewat program transmigrasi, yang diperuntukkan bagi transmigran awal baik yang berstatus sebagai migran lokal (Papua dan NTT) maupun migan dari luar. Ada juga sebagian migran Bugis Makassar yang mempunyai hubungan baik dengan sebagian orang

Page 15: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

59

Papua, namun belum sampai pada pemberian lahan secara cuma-cuma. Paling tidak mereka membeli lahan tetapi dengan harga yang lebih murah dari biasanya. Terkadang orang Papua yang punya lahan membutuhkan uang sehingga ia jual kepada migran Bugis Makassar dengan harga yang sedikit murah. Harga biasa dimaksudkan adalah dimana harga tanah yang posisinya di pingir jalan poros itu sekitar puluhan sampai ratusan juta rupiah, apalagi tanah yang mempunyai posisi strategis nilai jualnya sangat tinggi.

Tahap pembibitan benih padi yang dilakukan migran Bugis Makassar sama dengan migran Jawa, yaitu mulai dari persiapan bibit sampai waktu pembibitan. Tahap persiapan bibit yaitu diambil dari padi yang dianggap sudah matang kemudian ditancap ke dalam tanah gembur dan diberikan pupuk serta diawasi selama proses pembibitan. Proses ini membutuhkan waktu sekitar dua minggu lebih dan pada umumnya tempat persemaian bibit berdekatan dengan lahan yang akan ditanami padi, agar memudahkan proses penanaman. Selain itu bibit atau benih padi dalam kondisi yang masih segar dan kuat di saat penanaman. Ukuran tempat yang digunakan untuk persemaian pem-bibitan tidak menentu, mulai dari satu meter sampai 3 meter tergan-tung besarnya lahan yang akan ditanami. Tempat pembibitan migran Bugis Makassar berkisar antara dua sampai dua setengah meter, namun di dalam ukuran tersebut dibuat kotak-kotak, sesuai dengan jenis padi yang ingin ditanam.

Peneliti memperoleh informasi tentang jenis-jenis bibit padi yang biasa ditanam oleh petani adalah jenis padi Sendani, IR 36, dan Membramo. Tiga jenis padi ini mempunyai bentuk dan kualitas yang berbeda dimana jenis padi Sendani ukurannya tinggi-tinggi, bersih berasnya dan mempunyai hasil yang agak banyak sekitar 2 sampai 3 ton lebih per hektar yang membutuhkan waktu sekitar tiga bulan lebih. Untuk jenis padi IR 36 ukurannya pendek-pendek hasilnya tidak terlalu banyak dan berasnya biasa-biasa saja, membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Sedangkan untuk jenis padi membramo ukurannya tinggi, berasnya bersih dan bijinya agak besar-besar, hasilnya sekitar 3 sampai 4 ton per hektar, membutuhkan waktu sekitar tiga bulan lebih

Page 16: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

60

dan kualitasnya di atas semua jenis padi yang lain sehingga mempunyai harga yang sedikit beda apabila di jual keluar kekota. Namun harga di sekitar lokasi penelitian yaitu di distrik Nabire Barat berkisar antara Rp.9.000,- sampai 10.000,- per kilogram dari semua jenis padi yang ada.

Waktu penanaman umumnya dilakukan pada sore hari agar cuaca tidak terlalu panas. Pada proses penanamannya peneliti amati migran Bugis Makassar sudah memperhitungkan jarak tanam yaitu diatur antara dua baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong. Begitu pun sudah memperhatikan pembersihan rumput yang tumbuh di sekitar padi. Bedeng yang digunakan sebagai pembatas antara petak sawah sekaligus sebagai tempat penyeberangan ke ladang atau antar petak ke petak dibuat agak tinggi dan lebar serta tidak tertutup oleh padi dan rumput sehingga tidak mempersulit proses pengangkutan hasil. Mereka juga telaten dalam masalah hama dan menggunakan jenis pupuk yang berfungsi memberihkan hama. Mereka memperhatikan irigasi dengan baik sehingga pada tahap ini migran Bugis Makassar bisa memperoleh hasil yang baik. Waktu kerja biasa 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Pagi biasa mulai dari sekitar jam 06.00 sampai jam 11.00 siang mereka pulang. Setelah itu sekitar jam 03.00 sore mereka kembali ke ladang sampai sekitar jam 5 sore baru mereka pulang. Pada umumnya mereka menggunakan sepeda, atau sepada motor, atau terkadang berjalan kaki.

Tahap penanaman biasanya dilakukan secara gotong-royong terutama bersama tetangga dan keluarga. Untuk migran Bugis Makassar dalam hal gotong-royong tidak begitu sulit karena begitu kuatnya hubungan antara migran Bugis dengan migran lain terutama migran Jawa dan sebagian orang Papua yang ada di daerah transmigrasi, sehingga mempercepat proses penanaman yang diusahakan harus selesai atau habis ditanam pada hari itu juga. Hal ini dilakukan agar proses pematangannya merata agar mengurangi resiko hama. Kemudi-an pada saat panen ada juga sistem kerja gotong-royong namun hanya berjalan dalam beberapa hari. Satu hari pertama dilakukan secara bersama-sama baik keluarga, tetangga maupun migran lainnya, untuk hari-hari berikutnya dilakukan oleh keluarga. Pada tahap ini migran

Page 17: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

61

Bugis Makassar tidak terlalu mengalami persoalan karena sudah ter-biasa serta memaksimalkan pekerjaannya, artinya menyangkut kete-patan waktu kerja, baik mereka yang membantu maupun yang mempunyai keperluan, semua sudah siap sesuai dengan waktu yang ditentukan dengan alat-alat yang dibutuhkan. Biasanya pada waktu panen masing-masing orang sudah membawa alat atau sabit dari rumah, sebagaimana penuturan informan berikut ini:

Panen dan tanam tidak ada masalah tegantung kita dan itu kerja banyak orang jadi pagi hari sudah siap. Bisa kerja sore tapi ada yang punya halangan ini halangan itu jadi kita panen pagi tanam sore biasanya begitu.

Dari pengakuan informan ini tentang pekerjaan panen dan

tanam padi tidak menjadi masalah selama pengaturannya dan kete-patan waktu diperhatikan. Panen padi bisa selesai tepat waktu karena dikerjakan oleh banyak orang, kecuali ada hambatan lain seperti cuaca yang kurang mendukung atau kurang tenaga kerja. Mereka bagi waktu kerja antara panen dan tanam. Waktu panen dilakukan pada pagi hari karena ada pekerjaan lanjutan setelah selesai panen misalnya dilakukan proses pemisahan padi dari tangkainya dan pengumpulan hasil panen disatukan di satu tempat yang dekat dengan alat yang digunakan untuk pemisahan padi. Setelah itu hasil pemisahan padi di bawa ke rumah. Kemudian waktu tanam dilakukan pada sore hari karena hanya satu kali, artinya tidak mengerjakan pekerjaan lain. Selain itu ada pertim-bangan kalau tanam sore bibit padi tidak kena panas matahari, sehingga bibit tetap dalam kondisi kuat.

Berdasarkan pengamatan peneliti, para migran Bugis Makassar hanya menggunakan sabit untuk memotong padi. Kalau sabit hasil pemotongnya agak cepat, rapi dan ketajamannya bertahan serta tidak menggugurkan padi atau menjatuhkan padi. Setelah penuaian dilaku-kan, proses pemisahan padi dari tangkainya yaitu dengan memukul atau membanting padi di atas sebuah kuda-kuda yang dibuat dari kayu. Kuda-kuda ini biasanya lebih dari satu dan proses pemukulan dilaku-kan laki-laki maupun perempuan. Di bawah kuda-kuda dialaskan terpal agar biji padi tidak jatuh ke tanah dan mudah untuk di-

Page 18: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

62

kumpulkan. Proses ini biasa dilakukan di lokasi panen.

Padi yang sudah dipisahkan dimasukkan ke dalam karung yang berukuran 25 sampai 50 kilogram untuk dibawa ke rumah, dan selanjutkan dilakukan proses pemisahan padi dari hampa-hampa. Proses ini disebut pengipasan yang biasa dilakukan di lokasi panen atau di rumah. Kebanyakan proses ini melibatkan tenaga perempuan. Di rumah dilakukan proses pengeringan yaitu penjemuran padi di panas matahari, setelah kering dimasukkan kembali ke dalam karung dan dilakukan proses penumbukan. Pekerjaan ini dianggap sedikit sulit atau susah karena apabila padi belum kering akan rusak dan hancur bersama sekam sehingga tidak bisa dimakan. Pada tahap ini padi sudah siap dibawa ke tempat penggilingan untuk diproses menjadi beras.

Dari beberapa informan, untuk lahan ukuran 75 x 100 m2 bisa menghasilkan 2 ton beras, kadang bisa lebih atau bahkan kadang kurang, tergantung hasil panen yang diperoleh. Dari hasil panen tersebut sebagian dimakan dan sebagian dijual. Jaringan penjualannya hanya sebatas kios dan koperasi yang dihargai dengan Rp. 8.000,- sampai Rp.10.000,- per kilogram. Harga ini bisa mengalami perubahan naik atau turun tergantung kondisi panen, sebagaimana penuturan pak Yeri berikut ini:

Dari hasil Panen sebagian untuk makan sendiri sebagian dijual Biasanya kami jual di kios atau di koperasi dengan harga Rp 8.000 sampai Rp I0.000, harga ini bisa mengalami perubahan naik atau turun. Dengan demikian pertanian padi oleh migran Bugis Makassar

tidak melalui proses yang sulit, karena pertanian padi merupakan salah satu pertanian yang sebelumnya telah mereka tekuni di kampung halamannya. Meskipun demikian harga dan pemasarannya tidak begitu jelas artinya harga dan tempat pemasarannya belum tetap. Selama ini jaringan pemasaran hasil panen masih dilakukan secara pribadi yaitu pada tetangga, kios, dan koperasi. Dari ketiga jaringan pemasaran utama ini yang tetap adalah koperasi, sedangkan jaringan tetangga dan kios hanya di saat mereka butuh. Harga juga tidak begitu memuaskan petani padi, namun mereka tetap menekuninya karena dari hasil panen

Page 19: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

63

sebagian digunakan untuk kebutuhan keluarga. Walaupun sebenarnya harga beras di Papua cukup tinggi, khusus di Kab. Nabire Papua 1 kilo gram beras jenis bêtet seharga Rp.12.000,- Harga satu karung 25 kilo gram berkisar Rp 275.000,- sampai Rp. 300.000,-.

Kegiatan olah kayu menjadi pilihan migran Bugis Makassar di Distrik Nabire Barat. Kegiatan olah kayu ini mereka geluti sejak bermigrasi (pindah) ke sini, dan mereka geluti sampai sekarang. Namun posisi mereka dalam kegiatan ini bukan sebagai penjual atau pengusaha kayu tetapi hanya sebagai pekerja biasa yang disebut operator sensor. Artinya mereka bisa bekerja dengan orang lain yang mempunyai modal, atau lokasi, dan juga yang kerja secara pribadi yang hasilnya dijual ke sommwel atau untuk pesanan orang. Kerja dengan pemilik modal, posisi sebagai seorang operator sensor yang dibayar berdasarkan hasil kerja. Cara perhitungan memakai sistem kubikasi. Satu kubik kayu merbau dihargai Rp. 1.000.000,-, sedangkan untuk kayu selain kayu besi dihargai satu kubik Rp. 800.000,-. Pada umum-nya seorang operator sensor paling tidak sudah mempunyai mesin sendiri, kalau tidak hasil yang diperoleh dibagi dengan pemilik sensor. Besaran pembagiannya tidak menentu tergantung kesepakatan antara pemilik sensor dan operator. Selain itu ada pembagian lagi antara pemilik modal dengan operator yaitu menyangkut kebutuhan selama kerja dan dipotong semua biaya kebutuhan selama operasi berlangsung, setelah itu sisanya baru diterima operator sensor.

Umumnya kegiatan olah kayu mempunyai dua standar harga yang berbeda dilihat dari jenis dan proses kerjanya. Untuk kayu besi dalam satu hari belum tentu seorang operator mendapatkan satu kubik, karena kayu besi keras sehingga kerjanya lama. Selain itu kayu besi agak jauh masuk ke dalam hutan dan berada pada posisi yang agak sulit, sedangkan untuk kayu putih, dalam 1 hari seorang operator bisa memperoleh 1 kubik lebih tergantung kondisi mesin dan cuaca. Kalau kondisi mesin tidak macet-macet bisa mendapat 1 sampai 2 kubik, begitu juga ketika hujan, kerja tidak bisa maksimal.

Kegiatan olah kayu yang dilakukan secara pribadi hasilnya dijual ke sommwel atau pesanan orang. Pada pekerjaan ini seorang operator

Page 20: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

64

melakukannya sendiri, biasanya lahan yang digunakan untuk olah kayu mereka minta ijin di pemilik Ulayat. Peneliti memperoleh informasi dari seorang kepala suku yang bersedia memberikan kesem-patan kepada operator siapa saja yang mau bekerja di lahannya dengan tujuan untuk kebutuhan keluarga. Ukuran kayu untuk pesanan pada umumnya sekitar 5.5 dengan jumlah 100 batang dihitung satu kubik dengan harga sekitar 2 sampai 3 juta lebih, sedangkan beli dari sommwel dengan harga sekitar Rp. 4.500.000,-. Ada juga ukuran 5.10 dengan jumlah 50 batang, dan 10.10 dengan jumlah 25 batang, dengan harga yang sama yaitu Rp. 4.000.000,- lebih. Apabila di jual ke sommwel atau pesanan harganya sekitar Rp. 2.000.000,- sampai Rp. 3.000.000,- per kubik. Perbedaan harga jual dan beli karena di sommwel sudah dilakukan pembersihan sehingga harganya berbeda. Ukuran yang harus dijual ke sommwel misalnya 10.10 cm panjang empat meter, maka pemotongan kayu harus dibuat 13.13 cm, karena di sommwel dilakukan pembersihan lagi sehingga dari 13 cm menjadi 12 sampai 11 cm.

Peneliti amati ada alasan lain migran Bugis Makassar tetap menggeluti kegiatan olah kayu dan memilih sebagai tenaga operator dari pada penjual atau pengusaha. Kemungkinan pertama mereka migran Bugis Makassar tidak mau repot dengan proses-proses yang begitu ribet terutama berurusan dengan pemilik hak ulayat yang terkadang bisa menimbulkan kerugian dan masalah. Masalah yang sering di alami pengusaha kayu adalah terkadang lahan atau lokasi sudah dibayar belum beroperasi atau kerja sudah diusir pemilik hak ulayat. Selain itu ada juga yang mengaku bahwa lokasi itu ia punya. Sementara pengusaha kayu sudah terlanjur bayar lokasi pada orang pertama. Ini dilema yang dialami oleh pengusaha kayu di Distrik Nabire Barat.

Alasan kedua migran Bugis Makassar mempertimbangkan masalah modal. Untuk melakukan kegiatan olah kayu membutuhkan modal yang cukup besar, mulai pembayaran lokasi kayu, yang berkisar antara 20 juta sampai 50 juta. Biaya operasional kegiatan mulai dari penebangan sampai pemindahan atau pengangkutan hasil ke tempat

Page 21: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

65

penjual (sommwel), semua membutuhkan uang besar. Di samping itu ada resiko-resiko lain yang tidak terduga, misalnya kecelakan yang dialami tenaga kerja. Medan yang sulit sehingga hasil kayu di hutan tidak bisa dikeluarkan ke pantai atau ke pingir jalan untuk dibawa ke sommwel. Dengan demikian modal usaha yang dikeluarkan tidak bisa kembali alias mati. Tentu pengusaha merasa rugi, dan inilah yang merupakan bagian dari resiko sebuah usaha.

Alasan ketiga migran Bugis Makassar tidak mempunyai peluang melakukan kegiatan usaha kayu. Berdasarkan pengamatan peneliti, pengusaha kayu di Distrik Nabire Barat dikuasai oleh migran Jawa dan Cina yang kawin dengan perempuan migran Jawa. Menurut beberapa informan bahwa orang Cina yang kawin dan tinggal di daerah transmigrasi awalnya tinggal di kota. Selain itu sumber ekonomi yang lain di Distrik Nabire Barat dikuasai migran Jawa, mulai dari pasar, rumah makan, bengkel, kios-kios, mebel, toko sembako, toko pakaian, usaha angkut taxi, kontraktor dan konstruksi bangunan (tukang). Sekalipun ada sebagian orang Bugis Makassar berjualan di pasar dan membuat kios, namun bersaing dengan migran Jawa dari segi jumlah-nya tentu akan berpengaruh terhadap tingkat konsumen atau pembeli. Migran Jawa akan lebih memilih berbelanja di kios atau toko yang pemiliknya sesama Jawa.

Suasana persaingan ini bukan hanya dirasakan oleh migran Bugis Makassar saja tetapi sesama migran Jawa pun ikut merasakan. Suasana ini disebabkan sebagian besar penduduk migran Jawa melakukan jenis kegiatan ekonomi yang sama. Penduduk di daerah transmigrasi mayoritas petani yang tingkat penghasilannya tidak menentu dan boleh dikatakan hanya berada pada tingkat yang cukup untuk mem-pertahankan pola konsumsi keluarga, sehingga berpengaruh terhadap aktivitas belanja warga. Selain itu lembaga finansial yang ada turut membantu memberikan kemudahan bagi kredit usaha, sehingga cara ini juga dianggap turut memacu tingkat persaingan di antara pengusaha yang mempunyai jenis kegiatan ekonomi yang sama. Sisi lain dari persaingan ini juga akan memaksa para kelompok jenis kegiatan ekonomi yang sama berpikir lebih kreatif agar tetap eksis dalam mempertahankan kegiatan ekonominya.

Page 22: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

66

Berikut ini penuturan Pak Hj. Mas Sutrisno:

Usaha sudah mulai mundur saya kurangi karyawan satu persatu karena persaingan, sehingga berpengaruh terhadap pendapatan, dan saya juga menjual beberapa trek karena saya merasa tidak menguntungkan apalagi supirnya tidak lincah dalam mencari muatan, di sini yang penting barangnya laku persoalan untung-nya berapa saja tidak jadi masalah, kalo dikota kita masih mendapatkan untung di atas 5-15% apalagi di sini sudah ada BANK yang memberikan kemudahan bagi masyarakat yang ingin membutuhkan modal, ini yang berpengaruh terhadap kondisi ekonomi yang ada di sini terutama pada harga barang yang masih jauh dari yang ada di kota (murah). Informasi di atas memberikan gambaran kepada kita tentang

suasana kegiatan ekonomi warga di daerah transmigrasi yang begitu ketat. Ada pertanyaan bagaimana proses kegiatan ekonomi tetap berjalan sekalipun dalam kegiatan ekonomi tersebut keuntungan tidak sebanding dengan modal yang dikeluarkan untuk membeli barang-barang jualan tersebut, dan perbandingan antara melakukan kegiatan ekonomi di kota dengan di daerah transmigrasi.

Alasan keempat adalah kedekatan migran Bugis Makassar dengan sebagian orang Papua. Kondisi ini tentu akan menjadi sebuah hubung-an yang memberikan peluang saling membutuhkan dan sekaligus memudahkan jalan dalam mempertahankan kegiatan ekonomi yang ditekuninya. Berikut ini penuturan Pak Tadius Badii:

Ia tinggal di sini jalur 7 namanya pak Musa sebelah kiri jalan besar nomor rumah kedua, saya dulu itu bantunya ke pak Musa orang Bugis itu, makan minum di situ, jaga dia (Pak Musa) pun anak juga, saya di situ, jadi saya sudah anggap dia (Pak Musa) orang tua saya. Ini merupakan pengakuan salah satu informan Papua gunung

tentang hubungan yang dekat dengan migran Bugis Makassar, yang sudah tinggal bersama dan dianggap sebagai keluarga seperti antara anak dengan orang tua.

Page 23: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

67

Migran Nusa Tenggara Timur (NTT) Pertanian padi merupakan kegiatan ekonomi yang umum

dilakukan migran yang ada di Distrik Nabire Barat. Cara bertani padi migran NTT melalui proses yang hampir mirip dengan migran Jawa yaitu mulai dari penggarapan lahan sampai pada penanaman. Peng-garapan lahan yang biasanya disebut dengan penggemburan lahan pada tahap ini migran NTT dan Papua masih menggunakan tenaga manusia, padahal pekerjaan ini agak sedikit berat karena melalui tahap pembersihan lahan dari sisa-sisa akar padi yang selesai dipanen, setelah itu baru dilakukan penggemburan lahan. Proses pekerjaan yang dila-kukan pada lahan lama yang sudah pernah ditanami padi menggunakan alat cangkul parang atau sabit dengan waktu kerja sekitar 3 sampai 4 hari tergantung luas lahan yang digarap serta tenaga kerja yang dipakai. Sedangkan lahan yang baru digarap pekerjaannya melalui pembersihan lahan dari tuar dan akar kayu serta tunas-tunasnya dengan menggu-nakan alat kampak, parang dan linggis dengan membutuhkan waktu kerja sedikit lama, sekitar satu minggu tergantung lahan dan tenaga kerja. Kalau lahan luas dan tenaga kerja sedikit bisa lebih dari satu minggu, setelah itu baru dilakukan penggemburan.

Di saat penelitian, peneliti mengamati satu keluarga Papua yang baru melakukan pembersihan sekaligus penggemburan lahan dengan cara mengijak-injak lahan, sehingga hasil penggemburan lahan tidak begitu bersih dan rapi.

Pada tahap pekerjaan awal laki-laki migran NTT lebih berperan dibandingkan perempuan atau istri, karena pada tahap ini pekerjaan agak berat dan membutuhkan tenaga yang kuat sehingga istri tidak begitu dilibatkan dalam pekerjaan ini. Berbeda dengan migran Papua, peneliti menjumpai satu keluarga Papua sedang menggarap lahan padi, yang berkerja saat itu tiga laki-laki dan seorang ibu. Di saat bekerja terlihat perempuan atau ibu ini lebih berperan dibandingkan laki-laki. Hal ini bisa terlihat pada pakaian kerja seorang ibu yang begitu basa dan berlumpur dari pada pekerja laki-laki.

Page 24: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

68

Perbedaan ini terjadi karena ada tradisi pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan di sebagian suku-suku di Papua terutama pada suku-suku di pedalaman Papua, yaitu tugas seorang laki-laki Papua gunung adalah mengurus persoalan di masyarakat seperti perang, menjaga keamanan kampung, mengantar dan menjaga perempuan di kebun, mengurus upacara adat, menyiapkan ladang baru, dan mencari kayu bakar, dan berburu. Sedangkan perempuan mempunyai tugas mencari makan di kebun, menyiapkan makanan bagi keluarga, mengurus ternak babi, mengurus anak-anak dan pekerjaan rumah tangga serta membantu laki-laki dalam menyiapkan upacara adat. Namun saat ini dengan adanya kontak budaya dalam kehidupan bermasyarakat, maka sebagian besar peran laki-laki mulai berkurang dan hilang, seperti urusan perang, berburu, dan menjaga keamanan.. Berdasarkan pengamatan peneliti saat ini pada sebagian besar laki-laki tidak mempunyai kegiatan yang jelas, mereka banyak waktu luang atau santai dibandingkan dengan kaum perempuan.

Lahan yang digunakan oleh migran NTT merupakan lahan yang sudah disiapkan lewat program tranmigrasi yang diperuntukkan bagi transmigran awal, baik yang berstatus sebagai migran lokal (Papua dan NTT) maupun migan dari luar. Di samping untuk para transmigran, disiapkan juga lahan untuk anak pertama atau anggota keluarga dari transmigran awal yang disebut dengan istilah pemecahan KK, artinya anak pertama dari transmigran awal ini yang sudah berkeluarga, men-dapat bagian tanah tersebut. Ada juga lahan pemberian dari migran Papua. Pemberian ini biasa diterima oleh migran NTT yang sudah lama tinggal dan berinteraksi dengan orang Papua dan juga terjadi perka-winan antara orang Papua dengan migran NTT, baik laki-laki atau perempuan. Migran NTT sebagian besar memilih tinggal berdekatan dengan orang Papua daripada migran lainnya. Hal ini tidak bisa dipungkiri sebab antara migran NTT dan orang Papua dalam kehidupan sosial cukup baik dan penuh kekeluargaan serta mudah untuk saling memahami.

Cara pembibitan benih padi migran NTT dan migran Papua hampir sama dengan migran Jawa, yaitu mulai dari persiapan bibit

Page 25: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

69

sampai waktu pembibitan. Tahap persiapan bibit, diambil dari padi yang dianggap sudah matang, kemudian direndam dalam air selama satu malam untuk melihat butir mana yang tenggelam dan mana yang tidak. Kalau yang tenggelam berarti potensi bibit baik, yang terapung berarti bibit tidak baik. Kemudian bibit tersebut ditabur ke tanah yang sudah digemburkan, secara merata ditutup dengan daun pisang dan bibit tersebut disiram pada pagi dan sore hari. Proses pembibitan membutuhkan waktu sekitar dua minggu lebih, dan pada umumnya tempat pesemaian bibit berdekatan dengan lahan yang akan ditanami padi agar memudahkan saat penanaman. Ukuran tempat yang diguna-kan untuk persemaian pembibitan berbeda-beda, mulai dari 1 meter sampai 3 meter tergantung besarnya lahan yang akan ditanami. Di sini terlihat tempat pembibitan migran NTT dan Papua berkisar antara 1 sampai 2 meter. Hal ini menggambarkan bahwa lahan yang ingin ditanami tidak begitu luas, namun bukan berarti tidak memiliki lahan yang luas tetapi ada perhitungan faktor lain, seperti tenaga dan dana sehingga mereka bisa menanami lahan secukupnya.

Waktu dan proses penanaman padi yang dilakukan migran NTT dan Papua di Distrik Nabire Barat umumnya pada sore hari agar cuaca tidak terlalu panas, dan memperhitungkan kondisi bibit padi saat ditanam. Namun pada proses penanamannya peneliti amati migran NTT dan Papua kurang memperhitungkan cara-cara penanaman yang biasa dilakukan oleh sebagian migran Jawa yang memperhitungkan jarak, yaitu diatur antara dua baris tanaman padi diselingi dengan satu baris kosong. Sedangkan NTT dan Papua satu petak sawah hanya dibatasi oleh parit yang di dalamnya terdapat beberapa puluh baris padi dan kelihatan padat.

Migran NTT dan Papua kurang telaten soal hama dan jenis pupuk yang digunakan untuk pembersihan hama. Begitu pun kurang mem-perhatikan pembersihan rumput yang tumbuh di sekitar padi dan bedeng yang digunakan sebagai pembatas antara petak sawah sekaligus tempat menyeberang ke ladang. Ukuran bedeng kurang tinggi dan kurang lebar serta ditutupi oleh padi dan rumput sehingga mempersulit proses pengangkutan hasil. Bahkan sebagian petani Papua tidak

Page 26: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

70

menggunakan pupuk, namun dengan sistem irigasi yang masih tergan-tung pada usaha dan rekayasa petani. Oleh sebab itu pada tahap ini agak sulit bagi migran NTT dan Papua mencapai hasil yang maksimal seperti petani padi migran Jawa.

Tahap penanaman biasanya dilakukan secara bersama-sama antara laki-laki dan perempuan. Untuk migran NTT dalam hal gotong- royong atau kerja sama tidak begitu sulit karena begitu kuatnya hubungan antara migran NTT dengan migran lainnya, terutama migran Papua yang ada di daerah transmigrasi. Selain itu hubungan keke-luargaan migran NTT di daerah rantauan juga begitu kuat, sehingga mempercepat proses dalam penanaman dan. Hal ini dilakukan agar proses pematangnya seragam sehingga di saat panen juga dilakukan secara serentak.

Pada saat panen juga dilakukan secara bersama-sama antara laki-laki dan perempuan, namun kerja sama ini hanya dalam beberapa hari. Satu hari pertama dilakukan secara bersama-sama baik keluarga, tetangga maupun migran lainnya, sedangkan untuk hari-hari berikut dilakukan oleh anggota keluarga, itu pun tidak lebih dari dua hari, sebab masing-masing keluarga sudah mempunyai tanggungjawab dan pekerjaan. Apabila bantuan dari keluarga dilanjutkan perlu pembi-caraan tentang imbalan yang akan diberikan kepada keluarga yang membantu atau tetangga yang bersedia membantu, dan upah dihitung harian. Waktu yang biasa digunakan untuk melakukan pekerjaan ini umumnya pada pagi dan sore hari, sebagaimana penuturan informan berikut ini:

Masalahnya tenaga dan dana. Tenaga itu kalau kita sewa perhitungan perharian kalau ada dana tetangga bisa bantu itupun hanya sampai dua hari saja. Sedangkan tenaga sendiri atau keluarga juga tidak bisa sampai tiga hari kita minta bantu dan kami kerja ada yang sore ada juga pagi. Dari pengakuan informan ada persoalan ketenagaan dan dana

yang dihadapi petani padi saat penanaman dan panen. Dua pekerjaan ini tidak bisa dikerjakan seorang petani dan tidak bisa ditunda atau diulur-ulur pekerjaannya, namun harus dilakukan secara serentak

Page 27: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

71

begitupun pada saat panen. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan pada hasil. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka seorang petani terpaksa harus memakai tenaga kerja sewa atau dibayar.

Alat yang digunakan untuk menuai padi migran NTT dan sebagian Papua dengan menggunakan sabit dan parang. Kalau sabit hasil pemotongnya agak cepat, rapi, dan ketajamannya bertahan serta tidak menggugurkan padi atau menjatuhkan padi, sedangkan parang hasil potongannya kurang cepat, kurang rapi, dan cepat tumpul serta banyak menggugurkan atau menjatuhkan padi.

Proses selanjutnya adalah pemisahan padi dari tangkainya yaitu dengan memukul atau membanting padi di atas sebuah kuda-kuda yang dibuat dari kayu dan di bawahnya dialaskan terpal. Kegiatan ini dilakukan di lokasi panen, padi yang sudah bersih dimasukkan dalam karung yang berukuran antara 25 sampai 50 kilogram untuk dibawa ke rumah. Proses pemisahan padi dari hampa-hampa ini disebut pengi-pasan, biasa dilakukan di lokasi panen atau di rumah, dan kebanyakan menggunakan tenaga perempuan. Kemudian di rumah dilakukan proses pengeringan yaitu penjemuran di panas matahari. Setelah dirasa sudah kering, padi dimasukkan kembali dalam karung, selanjutnya dilakukan proses penumbukan. Pekerjaan ini dianggap agak sedikit sulit karena apabila padi belum kering benar dan dilakukan penumbuk-an, maka akan rusak dan hancur bersama sekam. Tahap selanjutnya, padi yang sudah bersih dibawa ke tempat pengilingan untuk diproses menjadi beras.

Ukuran lahan berpengaruh terhadap hasil panen yang diperoleh petani. Untuk ukuran lahan 75 x 100 bisa menghasilkan satu ton beras, kadang lebih kadang juga kurang, tergantung hasil panen yang diper-oleh. Dari hasil panen tersebut sebagian untuk konsumsi sendiri dan sebagian lainnya dijual. Jaringan penjualannya hanya sebatas kios dan koperasi. Adapun harga beras jatuh pada kisaran Rp 8.000,- sampai 9.000,- per kilogram. Harga ini masih bisa mengalami perubahan tergantung dari kondisi hasil panenan, sebagaimana penuturan informan berikut ini:

Page 28: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

72

Dari hasil Panen sebagian untuk makan sendiri sebagian dijual. Biasanya kami jual di kios atau di koperasi dengan harga Rp 8.000 sampai Rp 9.000, harga ini bisa mengalami perubahan naik atau turun. Kalau naik berarti jumlah hasil panen ber-kurang sehingga mengakibatkan harga mahal, dan sebaliknya jika harga turun berarti jumlah panen melimpah. Semakin banyak hasil panen, maka harga beras di pasaran

menjadi rendah, sebaliknya jika panen sedikit (kurang berhasil), maka harga beras menjadi lebih tinggi. Berhasil tidaknya hasil panen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain serangan hama ataupun serangan banjir pada saat musim hujan. Ini menjadi tantangan bagi petani migran NTT maupun Papua untuk lebih menekuni dunia pertanian, utamanya padi. Sekalipun proses pertanian padi di sini sedikit dirasa lebih berat dan agak berbeda dengan pola pertanian yang sudah menjadi tradisi pertanian bagian timur.

Perkebunan Coklat dan Jeruk manis merupakan bagian dari kegiatan yang ditekuni oleh migran di Distrik Nabire Barat. Bagi migran NTT ataupun migran Papua, perkebunam coklat dan jeruk manis merupakan pertanian yang tidak begitu sulit dilakukan karena cara pembibitan dan penanamannya tidak jauh beda dengan tradisi pertanian yang biasa ditekuni di bagian timur. Namun hasil pengamat-an peneliti, sebagian migran NTT membutuhkan tanah yang agak luas serta berada di belakang tempat tinggal (rumah), dan tanah itu pun sebagian merupakan pemberian dari pemilik hak ulayat bagi migran NTT. Hal ini karena migran NTT begitu dekat dan lama hidup bersama dengan orang asli Papua, baik di kota maupun di daerah transmigrasi dan di kampung-kampung.

Pada proses penggarapan lahan dilakukan dengan menggunakan kampak dan parang. Setelah penebangan dalam beberapa hari dilihat sudah kering maka dilakukan proses pembakaran. Setelah selesai dibiarkan beberapa hari menunggu hasil pembakaran kena air hujan agar sisa hasil pembakaran terserap ke dalam tanah, terutama daun-daun dan ranting-ranting pohon kecil yang terbakar. Setelah itu baru dilakukan pembersihan ulang terhadap sisa-sisa kayu dan ditaruh di tempat lain. Dari sisa pembakaran tersebut, akan dibakar lagi untuk

Page 29: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

73

menghasilkan lapisan kosmos pada tanah.

Tahap memilih biji dan persemaian pembibitan coklat, migran NTT di distrik Nabire Barat, prosesnya dengan memilih biji coklat yang sudah kering ditaruh dalam bedeng yang sudah disiapkan. Setelah dibiarkan beberapa lama muncullah tunas dan daun kemudian dipindahan ke dalam plastik warna hitam diisi tanah yang gembur. Biji coklat ditempatkan pada tempat yang diberi atap yang agak jarang-jarang agar tidak kena curah hujan dan panas yang berlebihan. Mereka menempatkan bibit di bawah pohon di samping rumah yang dianggap aman dari gangguan anak-anak atau kambing. Setelah pembibitan coklat yang disemaikan mencapai proses yang sudah siap tanam, baru dilakukan penanaman dengan memperhatikan jarak antara pohan agar mereka bebas tumbuh dan mempunyai hasil yang banyak.

Selama proses penanaman coklat dilakukan penyiraman dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesuburan coklat dalam proses pertumbuhannya serta menghindari resiko gagal tumbuh. Pada proses ini masalah air tidak terlalu repot karena di Papua mempunyai iklim yang tidak menentu terutama curah hujan yang cukup, namun kadang justru menimbulkan kekhawatiran bagi petani karena curah hujan yang berlebihan. Penanaman dan pembibitan ini oleh migran NTT dilakukan berdasarkan pengalaman bukan melalui proses pembinaan yang resmi dari pemerintah serta pemupukan juga tidak menjadi perhatian, prosesnya berjalan secara alami.

Pada tahap panen coklat atau kakao yang sudah matang mempunyai tanda-tanda tertentu, yaitu buahnya berwarna kuning dan biji terlepas dari bagian kulit dalam waktu yang dibutuhkan mulai penanaman sampai siap panen sekitar lima bulan. Setelah melalui proses pengeringan dengan sinar matahari, hasil akhir akan dijual dengan harga sekitar Rp. 125.000,- sampai 150.000 per kilogram Sebagaimana penuturan informan berikut ini:

Kakao yang kami biasa tanam bibitnya kami buat sendiri dari buah yang tua (matang) dan subur kami kasih kering jemur baru dikasih dibeding tanah yang lembeh (gembur). Sedikit lama sekitar beberapa bulan begitu, baru kami pindah kedalam katong pelastik kecil ada tanah ditaru (menempatkan) di bawah

Page 30: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

74

rumah-rumah .Sebagian kami taru (menempatkan) di bawah pohon yang aman tidak ada anak-anak tau atau sapi dan kambing. Setelah kami panen hasilnya kami jual ada yang 125.0000 sampai 150.0000 biasa kami jual di kota toko di depan pasar Karang itu, namanya toko Dwi jaya.

Dari pengakuan informan tentang prospek hasil kakao yang ditekuninya telah membawa manfaat dalam kehidupan keluarga terutama menyekolahkan anak-anaknya. Sekalipun penanamannya membutuhkan proses yang sedikit lama dan serius untuk dikerjakan. Namun harga yang cukup pantas dan sekaligus merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang bisa diandalkan untuk membantu pendatapan keluarga. Berdasarkan pengamatan peneliti pada satu keluarga migran NTT ini hanya digunakan untuk dua kebutuhan, yaitu untuk kebu-tuhan keluarga sehari-sehari dan biaya pendidikan anak-anaknya. Sekalipun rumah mereka sangat sederhana dan terletak di pingir jalan poros yang masih menggunakan penerangan tradisional (pelita), namun anak-anak mereka bisa sekolah dengan baik. Dua anak keluarga migran NTT bisa berpendidikan tinggi dan sudah selesai, satu perempuan menamatkan pendidikan sarjana muda keguruaan UNCEN. Pemandangan ini juga terlihat pada kehidupan beberapa keluarga migran Papua yang ada di daerah transmigrasi yang bisa menyekolah-kan anak-anaknya sampai pada tingkat Perguruan Tinggi hanya dengan hasil kebun tradisional yang hasil jualan di pasar.

Jeruk manis merupakan hasil kebun yang diminati oleh migran Distrik Nabire Barat. Jeruk manis yang memiliki ketinggian sekitar 2 sampai 4,5 meter ini memiliki ukuran buah yang sedang, tidak begitu besar dan rasanya manis. Meskipun kulit luar terlihat masih hijau, tetapi jeruk itu sudah matang dan siap untuk dikonsumsi, apalagi warna kulit luarnya yang sudah agak kuning itu memberikan rasa yang lebih manis.

Keistimewaan pada jeruk manis ini apabila buahnya agak besar berpotensi tidak manis dan rusak, sehingga para penikmat jeruk manis lebih memilih buah yang ukuran sedang, serta kulit luarnya masih hijau dan kuning. Berdasarkan jenis, tanaman jeruk ini disebut jeruk Siyem dan detailnya tentang asal usul jeruk ini peneliti tidak mencari

Page 31: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

75

tahu secara mendalam. Namun pada umumnya jeruk ini dikenal masyarakat Nabire dan para penikmat jeruk dari luar Nabire menye-butnya jeruk manis Nabire.

Berdasarkan keterangan migran NTT yang berusaha di bidang perkebunan jeruk: Pertama, yang diperhatikan adalah lahan. Lahan merupakan faktor utama yang harus disiapkan oleh petani. Bagi migran NTT lahan tidak begitu sulit karena lahan bisa diperoleh lewat pembagian program transmigrasi yang disebut dengan pemecahan KK. Lahan untuk pemecahan KK ini besarannya sekitar 1,5 hektar, cukup ditanami jeruk manis; Kedua, merupakan pemberian dari pemilik lahan terutama orang Papua karena migran NTT dan Papua mempunyai hubungan yang cukup dekat dan baik, sehingga dirasa tidak sulit untuk keperluan semacam itu. Kondisi ini dialami oleh migran NTT yang sudah lama tinggal dan bergaul atau kawin dengan orang Papua, ada juga yang dibeli. Biasanya dialami oleh migran NTT atau migran lain yang baru datang dan tinggal di tempat tersebut. Kemudian bagi migran NTT yang baru datang ingin membeli lahan biasanya meng-gunakan orang NTT yang sudah lama tinggal di daerah itu, dengan tujuan agar mudah mendapatkan lahan dan juga harga yang bisa terjangkau atau murah.

Proses penyiapan dan pengohalan lahan dengan cara mencangkul untuk membuat tumpukan tanah yang disebut bedeng sedikit tinggi dan lebar. Pekerjaan tahap ini biasa digunakan tenaga manusia ada juga yang memakai traktor namun umumnya di Distrik Nabire Barat masih menggunakan tenaga manusia. Tahap ini antara migran NTT dan Papua masih sedikit beda karena bedengnya sedikit rata dan kurang lebar dibanding dengan lahan jeruk migran Jawa. Setelah lahan sudah siap dilakukan proses pembibitan dan penanaman. Untuk bibit jeruk biasanya dibeli pada migran Jawa yang ada di daerah transmigrasi dengan harga per bibit sekitar Rp. 20.000,- Kemudian ditanam dengan memperhatikan jarak tanam antara pohon serta pemberian pupuk agar tumbuh subur dan terhindar dari hama yang dapat mengganggu pertumbuhan jeruk. Tahap ini sudah diperhatikan dan dilakukan oleh migran NTT maupun Papua, tetapi tidak begitu rutin dan kurang mem-

Page 32: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

76

perhatikan kebersihan pohon jeruk dan lahan sekitarnya. Menurut penuturan informan sebagai berikut:

Saya juga punya kebun jeruk tapi tidak terlalu banyak sekitar 40 puluhan yang di samping rumah ini. Awalnya saya mencoba membeli bibit orang Jawa satu pohon sekitar Rp. 20.000,- dari situ saya beli baru saya tanam dengan memperhatikan jarak dan pupuk.

Berdasarkan pengamatan peneliti, jeruk manis yang dihasilkan

oleh migran NTT ataupun migran Papua sedikit mengalami kesulitan pada proses pemasaran, karena bersaing dengan migran Jawa yang menguasai pasar. Hasil jeruk manis dari migran Jawa cukup dikenal oleh masyarakat sehingga disebut jeruk manis dari SP (transmigrasi) atau Bumiwonorejo. Daerah Bumiwonorejo merupakan salah satu tempat penjualan jeruk manis terbesar di Nabire yang mayoritas penjualnya migran Jawa. Jeruk yang terjual di Bumiwonorejo meru-pakan campuran dari jeruk SP dan BMW. Jeruk dari dua tempat ini memang agak berbeda dari tempat lainnya yang ada di Kabupaten Nabire. Rasanya begitu manis sekalipun kelihatan dari kulitnya agak masih hijau apalagi yang sudah kuning tentu agak lebih manis. Juga segar-segar serta dikemas secara telaten dan rapi. Selain itu migran Jawa lebih menguasai jaringan pemasaran terutama di pasar, rumah-rumah makan, dan warung. Bahkan lingkungan bandara dan pela-buhan laut sebagai tempat pemasaran. Pengusaan hasil dan jaringan pemasaran pertanian jeruk oleh migran Jawa menutup peluang migran NTT dan Papua dalam berbisnis jeruk manis. Pertanian ini pun tidak lagi menjadi perhatian sebagai salah satu kegiatan ekonomi yang bisa diandalkan dalam penambahan pendapatan bahkan hasilnya dibiarkan jatuh dan membusuk atau untuk konsumsi keluarga atau di bagi-bagi untuk keluarga atau dan kirim ke keluarga di pedalaman.

Kegiatan lain yang juga menjadi perhatian migran di Distrik Nabire Barat adalah olah kayu. Bagi migran NTT kegiatan ini juga dirasa mudah terutama karena hutan dikuasai oleh orang Papua sehingga untuk memperoleh lahan atau lokasi kayu tidak begitu rumit dibandingkan dengan migran lain. Hal ini di antara migran NTT dan

Page 33: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

77

orang Papua ada hubungan yang baik dan sangat kekeluargaan. Kalau pun harus beli harganya tidak sama seperti yang dijual kepada migran lain. Pemilik lokasi hanya meminta bebepara kubik untuk pembutan rumah. Untuk proses pekerjaannya, yang mempunyai lahan atau lokasi mempekerjakan orang atau tenaga operator sensor yang mempunyai mesin sensor sendiri. Namun semua kebutuhan operator sensor ditanggung yang punya lokasi dengan perhitungan akan dipotong biaya operasional selama kegiatan pekerjaan dengan hasil yang diperoleh. Untuk operator sensor antara kayu putih dengan kayu besi agak berbeda harganya. Harga kayu putih satu kubik Rp.800.000,- sedang-kan kayu merbau (besi) Rp. 1.000.000,-. Perbedaan harga ini disebab-kan cara kerja atau tingkat kesulitan kerja. Kayu merbau atau orang Papua bilang kayu besi agak keras, sehingga dalam satu hari belum tentu operator mendapatkan satu kubik. Di samping itu kayu besi tidak seperti dulu yang mudah dijangkau dan dipindahkan, sekarang sulit karena jaraknya sudah jauh masuk ke hutan.

Ukuran dan harga jual per kubik setelah berada di tempat penjualan atau sommwel pada umumnya hampir sama. Untuk ukuran 5.5 yang berjumlah sekitar 100 batang dengan nilai jual sekitar Rp. 4.500.000,- per kubik, antara kayu putih dan kayu besi hanya berbeda Rp. 200.000,- sampai Rp. 200.000,- lebih, dan untuk ukuran 5.10 maupun 10.10 jumlahnya beda dimana 5.10 berjumlah 50 batang sedangkan 10.10 berjumlah 25 batang dengan harga yang sama Rp. 4.500.000,- per kubik.

Untuk memperlancar kegiatan operator biasanya diperlukan seorang pembantu yang dalam kegiatan olah kayu disebut helper. Tenaga helper ini dihargai Rp.100.000,- per kubik baik jenis kayu putih maupun merbau (besi) dengan tugas sebelum berangkat ia menyiapkan dan membawa perlengkapan seperti bahan bakar bensin, oli, dan linggis. Fungsi linggis adalah untuk mencungkil kayu. Sebelum menebang pohon, terlebih dahulu ia membersihkan daun-daun dan pohon-pohon kecil serta dahan-dahan yang ada di sekeliling pohon, setelah bersih pohon baru ditebang. Hepler (pembantu) memegang tali sipat untuk menentukan ukuran kayu yang sesuai dengan ukuran

Page 34: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

78

permintaan pelanggan dan sommwel. Kemudian bersama operator memindahkan hasil yang selesai dikerjakan ke tempat lain agar tidak mengganggu ruang kerja operator. Sedangkan tugas operator yaitu memikul mesin sensor, membawa kunci-kunci dan memperbaiki kalau ada gangguan atau terjadi kerusakan pada mesin, serta bertanggung-jawab atas keselamatan tenaga kerja pembantu.

Memindahkan kayu dari hutan ke pantai atau dekat jalan untuk dibawa atau dijual ke sommwel bagian dari tanggungjawab majikan. Untuk tahap ini seorang majikan menggunakan tenaga kerja lain atau pembantu sensor atas persetujuan operatornya yang juga dibayar harganya tergantung kesepakatan antara buruh dan majikan. Setelah hasil kayu sudah sampai di pantai atau pingir jalan majikan menggu-nakan truk untuk dibawa ke tempat penjualan atau sommwel. Tahap ini juga dibayar apabila majikan tidak mempunyai truk pribadi. Berdasarkan pengamatan peneliti migran NTT melakukan kegiatan olah kayu sebagai pemilik lokasi kayu dengan mempekerjaan operator sensor dan semua kebutuhannya ditanggung oleh yang punya lokasi. Ada juga yang mempunyai sensor disewa ke operator lain dengan harga yang disepakati, dan ada juga yang mempunyai sensor dan langsung ikut bekerja pada orang lain yang mempunyai lokasi. Namun kebanyakan dari migran NTT lebih melakukan kegiatan olah kayu dengan memilih bekerja pribadi dan memperkerjakan operator, serta bekerja pada orang lain sebagai operator. Sedangkan tenaga kerja yang digunakan sebagian keluarga NTT, orang Papua dan migran Jawa.

Tenaga kerja Papua umumnya digunakan saat proses memindah-kan kayu dari hutan ke pantai, dan memindahkan ke atas truk, karena tenaga kerja Papua memiliki tenaga yang kuat, di samping itu untuk tenaga operator masih sedikit. Berdasarkan pengamatan peneliti hasil dari proses kegiatan kayu ini bagi migran NTT yang menjadi prioritas yaitu pendidikan anak dan kebutuhan hidup keluarga. Dari hasil ini bagi sebagian migran NTT yang serius dan bermanajemen baik terlihat memiliki kebutuhan sekunder yang cukup baik dan bernilai, pada tataran kehidupan masyarakat transmigrasi.

Page 35: Bab Empat Keberagaman Kegiatan Ekonomi Migran di Distrik ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/5387/5/T2_092011007_BAB IV.pdf · Sedangkan perhitungan per hari juga sama yaitu

79

Kesimpulan Kegiatan ekonomi yang ditekuni masing-masing kelompok

migran bervariasi. Dengan berbagai kegiatan ekonomi yang dilakukan telah memberikan peluang bagi orang Papua untuk terlibat bersama-sama dalam kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh migran luar, terutama orang Papua yang ada di lingkungan transmigrasi. Dengan keterlibatan orang Papua bersama migran dalam berbagai kegiatan ekonomi, terutama pertanian, peternakan, maupun kegiatan pengolah-an hasil hutan (kayu) dagangan di pasar, dan pertukangan, dengan beberapa kegiatan ekonomi tersebut telah memberikan perubahan pada peningkatan pendapatan keluarga, maupun keterampilan dan pengetahuan yang mereka (orang Papua) peroleh dari proses kegiatan ekonomi yang dijalani dan dilakukan bersama migran. Lewat proses itulah sebagian orang Papua mampu dan bisa mandiri, dalam memper-tahankan dan memperbaiki kehidupan keluarganya di tengah tuntutan kebutuhan yang semakin kompleks. Dengan kondisi kebutuhan yang semakin kompleks dan kompetetif turut mendorong dan memotivasi mereka (orang Papua) untuk mau berkerja keras dan kreatif untuk berusaha dalam menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat saat ini. Melalui penyesuaian dalam kehidupan bermasyarakat telah mengantarkan sebagian orang Papua pada sebuah kesadaran bahwa hidup membutuhkan orang lain dan kerja keras baik secara individu, keluarga maupun kelompok.