Astigmatism A

19
Astigmatisma BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang sangat besar. Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Ada tiga kelainan refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan tersebut. Diantara kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma (Ilyas, 2004). Astigmatisme merupakan salah satu bentuk kelainan refraksi, yaitu keadaan di mana sinar sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh meridian pembiasan. Astigmatisme bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Penyebab utama terjadinya astigmatisme adalah perbedaan lengkung kornea dan perbedaan kelengkungan lensa, dan umumnya lebih sering disebabkan pada kelainan kornea (Nurwasis, 2006). Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 jutasampai 2,3 milyar. Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. (James, 2003). Sedangkan sebagai penyebab kebutaan di Indonesia, kelainan refraksi menempati urutan ketiga atau 0,11% (Paramita, 2010). Menurunnya fungsi mata dapat dikarenakan oleh kelainan refraksi,yaitu keadaan dimana bayangan tidak terbentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Astigmatisma merupakan salah satu kelainan refraksi mata. Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multipel. Astigmatisma didefinisikan berdasarkan posisi garis-garis fokus terhadap retina (Vaughan, 2008).Pada penderita astigmatisma biasanya ditemukan gejala- gejala sebagai berikut: penglihatan kabur, kategangan mata, kelelahan mata, dan sakit kepala. Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan

Transcript of Astigmatism A

Page 1: Astigmatism A

Astigmatisma

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ indra manusia yang mempunyai fungsi yang sangat besar.

Penyakit mata seperti kelainan-kelainan refraksi sangat membatasi fungsi tersebut. Ada tiga

kelainan refraksi, yaitu: miopia, hipermetropia, astigmatisme, atau campuran kelainan-kelainan

tersebut. Diantara kelainan refraksi tresebut, miopia adalah yang paling sering dijumpai, kedua

adalah hipermetropia, dan yang ketiga adalah astigmatisma (Ilyas, 2004). Astigmatisme

merupakan salah satu bentuk kelainan refraksi, yaitu keadaan di mana sinar sejajar tidak

dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh meridian pembiasan. Astigmatisme bisa

terjadi pada anak-anak dan orang dewasa. Penyebab utama terjadinya astigmatisme adalah

perbedaan lengkung kornea dan perbedaan kelengkungan lensa, dan umumnya lebih sering

disebabkan pada kelainan kornea (Nurwasis, 2006).

Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 jutasampai 2,3 milyar. Di Indonesia

prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan

refraksi dari tahun ketahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan

refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa. (James, 2003).

Sedangkan sebagai penyebab kebutaan di Indonesia, kelainan refraksi menempati urutan ketiga

atau 0,11% (Paramita, 2010). Menurunnya fungsi mata dapat dikarenakan oleh kelainan

refraksi,yaitu keadaan dimana bayangan tidak terbentuk pada retina. Pada kelainan refraksi

terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang

kabur. Astigmatisma merupakan salah satu kelainan refraksi mata. Pada astigmatisma, mata

menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multipel. Astigmatisma didefinisikan

berdasarkan posisi garis-garis fokus terhadap retina (Vaughan, 2008).Pada penderita

astigmatisma biasanya ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: penglihatan kabur, kategangan

mata, kelelahan mata, dan sakit kepala. Secara garis besar terdapat 3 penatalaksanaan

astigmatisma, yaitu dengan menggunakan kacamata silinder, lensa kontak dan pembedahan.

Teknik  pembedahan menggunakan metode LASIK, photorefractive keratotomy, dan  radial

keratotomy (Paramita, 2010).

Pada makalah ini akan dibahas mengenai kasus astigmatisma yang penulis dapatkan dari Unit

Rawat Jalan Bagian/SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo,

Surabaya. Kasus tersebut akan kami bahas sesuai dengan tinjauan pustaka yang penulis

peroleh dari sumbertextbook dan internet. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk

Page 2: Astigmatism A

memenuhui tugas pembahasan kasus atau penyakit mata yang didapatkan di Rumah Sakit

Umum Daerah Dr. Soetomo dan untuk memberikan informasi tambahan bagi yang membaca

makalah ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Diagnosis Banding Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah

Berikut ini adalah diagnosis banding penglihatan turun perlahan tanpa mata merah :

1. Kelainan Refraksi (Miopia, Hipermetropia, Astigmatisme)

2. Katarak

3. Glaukoma

4. Retinopati

 

2.2 Kelainan Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,

cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan

pembiasan oleh media penglihatan sedemikian seimbang sehingga sinar setelah melewati

media penglihatan dibiaskan dan tepat jatuh pada macula lutea.

Mata normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di

retina pada saat mata tidak berakomodasi atau istirahat melihat jauh.

            Sedangkan, ametropia atau kelainan refraksi adalah suatu keadaan dimana dalam

keadaan istirahat, tanpa akomodasi berkas sinar sejajar difokuskan tidak di retina, visus <6/6.

Penyebab ametropia diantaranya :

1. Panjang aksial mata yang abnormal, dimana terlalu oanjang pada myopia dan terlalu pendek

pada hipermetropia, atau yang disebut dengan ametropia axial.

2. Kurvatura permukaan refraktif kornea dan lensa yang abnormal, dimana terlalu kuat pada

myopia dan terlalu kuat pada hipermetropia, atau yang disebut dengan ametropia kurvatura.

3. Index refraksi media abnormal, terlalu tnggi pada myopia dan terlalu rendah pada hipermetropia,

atau yang disebut dengan ametropia index.

4. Perubahan posisi lensa , lebih kedepan pada myopia dan lebih ke belakang pada hipermetropia.

5. Kelainan yang disebabkan karena faktor genetik, maupun interaksi dengan faktor lingkungan.

Kelaianan yang tercakup dalam kelainan refraksi ini meliputi 3 macam, yaitu: miopia,

hipermetropia dan astigmatisma. Presbiopia bukan termasuk kelainan refraksi karena

Page 3: Astigmatism A

merubakan suatu keadaan yang disebabkan karena berkurangnya kemampuan akomodasi

lensa karena penuaan. Presbiopia akan dibahas tersenderi pada materi kelainan daya

akomodasi.

(Nurwasis, 2006; Taib, 2010)

 

2.2.1 Miopia (Rabun Dekat)

Pada myopia sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa akomodasi) akan

dibiaskan dan membentuk bayangan di depan retina.

Patofisiologi:

1. Miopia Aksial : terjadi karena sumbu aksial mata yang lebih panjang daripada normal

2. Miopia Kurvatura:  terjadi karena kurvatura kornea atau lensa yang lebuh kuat daripada normal.

3. Miopia indeks: terjadi karena indeksbias kornea ataupun lensa yang lebih tinggi daripada normal.

4. Miopia Refraktif:   bertambahnya indeks bias media penglihatan seperti terjadi pada katarak

intumesensi, dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan menadi lebih kuat.

Gejala Klinis:

-          Gejala utamanya adalah kabur bila melihat benda jauh.

-          Sakit kepala, namun jarang terjadi, kecuali disertai dengan astigmatisma. Kondisi sakit

kepala ini jarang terjadi karena pada penderita myopia murni, penderita tidak pernah

berakomodasi, karena dengan berakomodasi, penglihatan akan semakin kabur.

-          Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh, Hal ini sesuai dengan efek pin hole,

dimana sinar yang dating hanya yang melalui visual aksis sehingga tidak dibiaskan.

-          Suka membaca, terutama pada anak-anak, karena dengan membaca dia menjadi tidak

ada yang mengusik.

Pembagian:

Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi menjadi

1. Miopia Ringan : ∫-0.25 s/d  ∫-3.00

2. Miopia Sedang : ∫-3.25 s/d  ∫-6.00

3. Miopia Berat : ∫-6.25 atau lebih

Berdasarkan perjalanan klinisnya, dibagi menjadi

Page 4: Astigmatism A

1. Miopia Simpleks : myopia yang dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak

berhenti tumbuh pada usia sekitar 20th-an. Jenis yang ini banyak ditemukan

2. Miopis Progresif : myopia yang bertambah secara cepat (kurang lebih 4 dioptri per tahun), sering

desertai perubahan vitreoretinal, dimana retina semakin tipis, dan sering diikuti komplikasi lain

dari myopia.

Komplikasi:

Beberapa keadaan yang dapat terjadi sebagai akibat komplikasi myopia, diantaranya:

1. Ablasio Retina, terjadi karena myopia yang terlalu tinggi, >6D. Pada myopia tinggi retina tipis dan

mudah robek.

2. Strabismus, dapat berupa :

Esotropia

Terjadi pada myopia yang tinggi bilateral, misalnya OD  ∫-11.00; OS ∫-10.00, menyebabkan

punctum remotumnya pendek, terjadi konvergensi mata yang berlebihan sehingga lama

kelamaan bisa terjadi juling.

Eksotropia

Terjadi pada myopia dengan anisometria, misalnya OD  ∫-1.00; OS  ∫-8.00, menyebabkan mata

yang sering digunakan hanya mata kanan dan mata kiri tidak digunakan, sehingga terjadi

ambliopia atau lazy eyes. Pada akhirnya akan menyebabkan eksotropia .

Anisometria

Yaitu perbedaan refraksi kedua mata yang lebih dari 3D. Kelainan ini merupakan penyebab

utama amliopia karena mata tidak dapat berakomodasi secara independen dan mata yang lebih

hiperopia terus-menerus kabur. Koreksi refraktif terhadap  anisometria dipersulit oleh perbedaan

ukuran bayangan retina(aniseikonia) dan ketidakseimbangan okulomotor  akibat perbedaan

derajat kekuatan prismatic bagian perifer kedua lensa korektif tersebut. Aniseikonia umumnya

merupakan masalah bagi afakia monokuler. Koreksi dengan kacamata menghasilkan perbedaan

ukuran bayangan diretina sekitar 25% yang jarang dapat ditoleransi. Koreksi dengan lensa

kontak menurunkan perbedaan bayangan menjadi sekitar 6% yang dapat ditoleransi . Lensa

intraokuler menghasilkan perbedaan bayangan kurang dari 1 %.

Ambliopia

Penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dan tidak didapatkana kelainan organic.

Diagnosis/ Cara Pemeriksaan:

Refraksi Subjektif

Page 5: Astigmatism A

Metode “trial” and “error”

-          Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20feet

-          Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita

-          Mata diperiksa satu persatu

-          Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata

-          Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan kaca mata sferis negatif

Refraksi Objektif

-          Retinoskopi: dengan lensa kerja  ∫+2.00, pemeriksa mengamati reflex fundus yang

bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi

dengan lensa sferis negative sampai tercapai netralisasi.

-          Autorefraktometer (computer)

Penatalaksanaan:

1. Kacamata

Dikoreksi dengan lensa sferis negative terlemah yang menghasilakan tajam penglihatan terbaik.

1. Lensa Kontak

Untuk anisometria atau myopia tinggi

1. Bedah Refraktif

1. Bedah refraktif Kornea : tindakan untuk mengubah kurvatura permukaan anterior kornea

(excimer laser, operasi lasik)

2. Bedah refraktif lensa: tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan implantasi lensa

intraokuler.

(Nurwasis, 2006; Taib, 2010)

 

 

 

Page 6: Astigmatism A

 

 

 

2.2.2 Hipermetropia (Rabun Jauh)

Adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar uyang masuk ke mara dalam keadaan istirahat

(tanpa akomodasi) akan dibiaskan membentuk bayangan di belakang retina. Hal ini dapat

disebabkan karena berkurangnya panjang sumbu (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi

pada kelainan congenital tertentu , hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa

yang lebih lemah daripada normal, dan hipermetropia indeks yang terjadi karena menurunnya

indeks bias refraksi, seperti yang terjadi pada afakia.

Gejala klinis

Gejala klinis hipermetropia meliputi:

1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3D atau lebih, hipermetropia pada orang

tua dimana amplitude akomodasinya menurun.

2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang terang atau

penerangan kurang.

3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang lama dan

membaca dekat.

4. Penglihatan tidak enak (astenopia akomodatif=eye strain) terutama bila melihat pada jarak yang

tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton tv dll,

terjadi astenopia akomodatifa yaitu keluhan nyeri sekitar mata, mata panas, nrocoh, yang

disebabkan karena mata terus berakomodasi.

5. Mata sensitive terhadap sinar (karena mata dalam kondisi lelah)

6. Spame akomodatif yang menimbulkan pseudomiopia (setelah melihat dekat kemudian melihat

jauh, akomodasi mata tidak menghilang, sehingga penglihatan jauh menjadi kabur, seolah-olah

terjadi myopia). Jadi pada penderita dengan keluhan penglihatan jauh kabur, namun dari

anamnesis keluhan astenopia/ perasaan penglihatan yang tidak enak dirasakan lebih dominan,

perlu dicurigai sebagai pseudomiopia. Cara pemeriksaannya adalah dengan obat siklopegik.

7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi yang

berlebihan pula. Esoforia, terjasi gejala trias parasimpatis nII, yaitu

-           Akomodasi

-          Miosis

Page 7: Astigmatism A

-          konvergensi

Klasifikasi

Klasifikasi hipermetropia berdasakan kemampuan akomodasi, dibagi menjadi :

1. Hipermetropia Laten

Biasanya ringan,<+2 atau <+3. Merupakan bagian dari kelompok hipermetropia yang dapat

dikoreksi secara penuh oleh akomodasi mata sendiri dimana tidak digunakan siklopegik. Makin

muda usia, makin besar kemampuan akomodasi/ komponen latennya.

1. HIpermetropia Manifes

-          Hipermetropia fakultatif

Bagian dari hipermetropia yang dapat diukur dan dikoreksi oleh lena cembung tetapi dapat juga

dikoreksi oleh akomodasi mata dimana tidak digunakan lensa koreksi. Visus tanpa koreksi bisa

6/6 dikoreksi dengan lensa cembung visus juga 6/6.

-          Hipermetropia Absolut

Bagian dari kelompok hipermetropia yang tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi Visus <6/6,

dikoreksi dengan lensa cembung menjadi 6/6.

1. HIpermetropia Total

Jumlah dari hipermetropia latent dan manifest.

Sedangkan klasifikasi hipermetropia berdasarkan besar kelainan refraksi . dibagi menjadi

1. Hipermetropia ringan : ∫+0.25 s/d ∫+3.00

2. Hipermetropia sedang : ∫+3.25 s/d ∫+ 6.00

3. Hipermetropia Berat : ∫+6.25 atau lebih

Diagnosis / Cara pemeriksaan:

Refraksi Subjektif

Metode “trial” and “error”

-          Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20feet

-          Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita

Page 8: Astigmatism A

-          Mata diperiksa satu persatu

-          Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata

-          Pada Dewasa bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan kaca mata sferis positif

-          Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia akomodatifs

dilakukan tes siklopegik, kemudian ditentukan koreksinya.

Refraksi Objektif

-          Retinoskopi: dengan lensa kerja  ∫+2.00, pemeriksa mengamati reflex fundus yang

bergerak searah dengan arah gerakan retinoskop (with movement) kemudian dikoreksi dengan

lensa sferis positif sampai tercapai netralisasi.

-          Autorefraktometer (computer)

Penatalaksanaan:

1. Kacamata

1. Dikoreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilakan tajam penglihatan terbaik.

2. Lensa Kontak

1. Untuk anisometria atau hipermetropia tinggi

Komplikasi:

1. Glukoma (sudut bilik mata depan dangkal, karena mata akomodasi terus menyebabkan hipertrofi

corpus siliaris. Sehingga menyebabkan penutupan sudut bilik mata depan

2. Esotropia, karena terjadi akomodasi terus menerus , terutama pada hpermetropi yang tinggi

3. Ambliopia terutama pada anisometria), merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak, bila

bilateral. Ambliopia pada hipermetropialebih sering terjadi daripada pada myopia , karena pada

myopia masih ada rangsangan akomodasi.

(Nurwasis, 2006; Taib, 2010)

 

2.2.3 Astigmatisma

Suatu kelainan dimana pembiasan pada meridian yang berbeda tidak sama. Dalam keadaan

istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan lebih dari satu titik.

Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis fokal multiple.

Orang dengan astigmatisme tetap merasa tidak nyaman walaupun sudah dikoreksi, karena

bayangan yang terbentuk bukan berupa titik, melainkan berupa garis.

Page 9: Astigmatism A

Patofisiologi

Patofisiologi kelainan astigmatisma, dapat diebabkan karena kelainan bentuk kornea,

merupakan penyebab yang sering terjadi, dan pada sebagian kecil dapat disebabkan karena

kelainan lensa.

 

 

 

 

Klasifikasi

Pembagian astigmatisma menjadi 2 , yaitu:

1. Astigmatisme Reguler

Pada bentuk ini selalu didapatkan dua meridian utama yang saling tegak lurus, dengan orientasi

dan kekuatan konstan disepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua garis focus. Selanjutnya

astigmatisme didefinisikan berdasarkan posisi garis-garis focus ini terhadap retina. Perhatikan

gambar berikut :

 

 

 

Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-sumbunga terletak di dalam

20 derajat horizontal dan vertical, astigmatismenya dibagi lagi menjadi astigmatisme with the

rule, dengan daya bias lebih besar terletak di meridian vertical; dan astigmatisme against the

rule, dengan daya bias lebih besar terletak di meridian horizontal. Astigmatisme with the rule

banyak ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme against the rule banyak

ditemukan pada pasien berusia tua.

1. Astigmatisme Ireguler

PAda bentuk ini didapatkan titik focus yang tidak beraturan . Penyebab tersering adalah kelainan

kornea seperti sikatrik kornea, keratokonus. Bisa juga karena kelainan lensa seperti katarak

imatur. Kelainan lensa ini tidak dapat dikoreksi dengan lensa silinder.

Page 10: Astigmatism A

Secara umum kelainan astigmatisme dapat dikoreksi dengan lensa silindris, sering kali

dikombinasi dengan lensa sferis karena otak mampu beradaptasi dengan disstorsi penglihatan

yang disebabkan oleh karena kelainan astigmatisme yang tidak terkoreksi , kacamata baru yang

memperbaiki kelainan dapat menyebabkan disorientasi temporer, terutama akibat bayangan

yang tampak miring.

Diagnosisi dan cara pemeriksaan:

Refraksi Subjektif

Metode “trial” and “error”

-          Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20feet

-          Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita

-          Mata diperiksa satu persatu

-          Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata

-          Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan kaca mata lensa silinder negative atau positif

dengan aksisi diputar 0˚ sampai 180˚. Kadang-kadang perlu dikombinasikan dengan lensa sferis

negative atau positif.

Refraksi Objektif

-          Retinoskopi: dengan lensa kerja  ∫+2.00, pemeriksa mengamati reflex fundus yang

bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian dikoreksi

dengan lensa sferis negative, sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop (with

movement) dikoreksi dengan lesa sferis positif. Meridian yang netral terlebih dahulu adalah

komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa positif sampai tercapai

netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi.

-          Autorefraktometer (computer)

Penatalaksanaan:

1. Astigmatisme regular diberikan acamata sesuai kelainan yang didapat, yaitu dikoreksi dengan

lensa silinder negative atau positif dengan atau tanpa kombinasi dengan lensa sferis.

2. Astigmatisme ireguler, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras, tetapi bila berat bisa

dilakukan transplantasi kornea. (Nurwasis, 2006; Taib, 2010)

Page 11: Astigmatism A

 

2.3 Presbiopia

Merupakan suatu keadaan dimana kemampuan akomodasi mata berkurang karena proses

sklerosis. Presbiopia bukan merupakan bagian dari kelainan refraksi, tetapi dia membutuhkan

bantuan kacamata. Patofisiologi yang terjadi pada prespbiopia adalah, pada mekanisme

akomodasi yang normal, terjadi peningkatan daya refraksi mata karena perubahan

keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung.

Dengan meningkatnya umur meka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan

elastisitasnya untuk menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin

kurang.

Gejala klinisnya adalah terjadi karena daya akomodasi yang berkurang sehingga titik dekat mata

makin menjauh dan pada awalnya kesulitan membaca dekat huruf cetakan kecil. Dalam upaya

melihat jelas, maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau menjauhkan objek

yang dibacanya sehingga mencapai titik dekatnya , dengan demikian objek yang dibaca dapat

menjadi lebih jelas. Presbiopia timbul pada usia 45 th untuk ras Kaukasian dan 35 tahun untuk

ras lainnya. Gejala klinis lainnya adalah kelelahan mata dan nyeri kepala.

Untuk cara pemeriksaan, penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan

metode “trial” and “error” hingga visus mencapai 6/6. Dengan menggunakan koreksi jauhnya

kemudiansecara binokuler ditambahkan lensa sferis positif dan diperiksa menggunkan kartu

“Jaeger” pada jarak 33cm.

Penatalaksanaanya adalah dengan diberikan lensa sferis positif sesuai pedoman umur, yaitu

pada umur 40 tahun ditambahkan sferis +1.00 dan setiap 5 th di atasnya ditambahkan lagi sferis

+0.50. Lensa sferis positif yang ditambahkan dapat diberikan berbagai cara:

1. Kacamata baca saja untuk melihat dekat saja

2. Kacamata bifikal unutk melihat jauh dan dekat

3. Kacamata progresif di mana tidak ada batas bagian lensa unutk melihat jauh dan dekat.

Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan lensa sferis positif tidak terikat

umur, tetapi boleh diberikan seberapapun sampai membaca cukup memuaskan (Nurwasis,

2006).

Prognosis dari presbiopi ini adalah baik karena presbiobi dapat dikoreksi menggunakan kaca

mata maupun lensa kontak. Komplikasi presbiopi bila tidak dikoreksi dapat makin parah dan

mengakibatkan kualitas hidup menurun. Belum ada bukti ilmiah yang dapat dilakukan untuk

mencegah terjadinya presbiopi. (Donahue, 2008).

Page 12: Astigmatism A

 

BAB III

KASUS

 

3.1         Identitas

Nama                             : Ny. I

Umur                             : 44 tahun

Jenis kelamin                 : Wanita

Alamat                           : Surabaya

Pekerjaan                       : Guru SMP

Suku / Bangsa                : Jawa / Indonesia

Tgl pemeriksaan : 23 Mei 2012

 

3.2         Anamnesis

Keluhan utama : kedua mata terasa kabur saat membaca

Riwayat penyakit sekarang :

Kedua mata pasien dirasakan kabur saat membaca terutama jika membaca tulisan yang kecil

dan dari jarak yang dekat sehingga ketika membaca pasien berusaha untuk menjauhkan tulisan

tersebut. Pasien tidak pernah mengeluhkan melihat seperti kilatan cahaya, bayangan / titik yang

melayang, ataupun nabrak-nabrak saat berjalan. Pasien juga tidak pernah mengeluhkan mata

merah sebelumnya. Pasien datang ke poli untuk meminta diberikan resep kacamata jauh dan

kacamata baca secara terpisah.

Pasien sudah memakai kacamata sejak 12 tahun yang lalu. Mulanya pasien merasa pandangan

kedua matanya terasa kabur untuk melihat jauh. Hal ini dirasakan sejak 12 tahun yang lalu. Bila

kacamata dipakai, pasien merasa penglihatannya membaik.

Page 13: Astigmatism A

Pasien tidak mengeluhkan mata merah, tidak silau bila terkena cahaya, tidak didapatkan rasa

seperti melihat kilatan cahaya, bayangan / titik yang melayang maupun pelangi.

Riwayat penyakit dahulu :

-           Riwayat darah tinggi disangkal.

-          Riwayat kencing manis disangkal.

-          Riwayat minum jamu atau sering menggunakan obat tetes mata disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

-          Ayah pasien memakai kacamata sejak remaja.

-   Tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit darah tinggi dan kencing manis

 

3.3         Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : baik

GCS : 456

Vital sign : dalam batas normal

Pemeriksaan fisik mata:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: Astigmatism A

 

Funduskopi:

OD      :  Fundus

refleks +,  papil

nervus optikus

batas tegas, warna

normal,

Retina          :

perdarahan -,

eksudat –

Makula: refleks +

OS       :  Fundus

refleks +,  papil

nervus optikus

batas tegas, warna

normal,

Retina          :

perdarahan -,

eksudat –

Makula: refleks +

 

3.4         Problem

List

1. Kedua mata kabur saat membaca

2. Sering membaca dengan menjauhkan tulisan

3. Kedua mata kabur saat melihat jauh

4. Visus

OD 6/60 pinhole 6/6,6

OS 6/8,5 pinhole 6/6

1. Refraksi

Oculi dextra Pemeriksaan Oculi sinistra

6/60 pinhole 6/6,6 Visus 6/8,5 pinhole 6/6

5/60 S -2.25 C -0.75  A 900 5/5

Refraksi

5/8,5 S -0.75 C -1.00  A 9005/5

Normal per palpasi Tensi Normal per palpasi

5/60 S -2.50 C -0.75 A 900 5/5

Kacamata Lama

5/8 S-0.75 C -1.25 A 900 5/5

Segmen anterior

edema -,  spasme - Palpebra edema -,  spasme -

Hiperemi - Konjungtiva Hiperemi -

Jernih Kornea Jernih

Dalam BMD Dalam

Radier Iris Radier

Bulat  3mm, Reflek cahaya + Pupil Bulat  3mm, Reflek cahaya +

Jernih

Iris shadow - Lensa

Jernih

Iris shadow -

Page 15: Astigmatism A

OD 5/60 S -2.25 C -0.75  A 900 5/5

OS 5/8,5 S -0.75 C -1.00  A 900 5/5

 

3.5         Assessment

ODS Astigmatisma Miopia Kompositus + ODS Presbiopia

 

3.6         Planning

-          Diagnosis    :  -

-          Terapi         : 1. Kacamata jauh

                                 OD 5/60 S -2.25 C -0.75  A 900 5/5

OS 5/8,5 S -0.75 C -1.00  A 900 5/5

2. Kacamata dekat (baca)

OD S -1.00 C -0.75 A 900

OS S +0.50 C -1.00 A 900

-          Monitoring : Keluhan, visus, kontrol 6 bulan

 

-  Edukasi          :

-       Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya bahwa penyakitnya merupakan proses

degeneratif yang mengakibatkan perubahan fungsi normal mata dan dapat dikoreksi dengan

kacamata. Selain itu, pasien juga menderita rabun jauh sehingga pasien harus terus memakai

kacamata agar tidak memperparah kelainan refraksinya.

-       Menjelaskan kepada pasien bahwa kacamata bifokal akan membuat pasien lebih nyaman

untuk melihat jauh dan dekat karena pasien tidak perlu menggunakan dua kacamata.

-       Menjelaskan kepada pasien untuk rutin kontrol minimal 6 bulan sekali untuk melihat adakah

perubahan kelainan refraksinya.

BAB III

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

Pasien Ny. I datang ke Pli Mata RSUD Dr. Soetomo dengan keluhan kedua mata kabur saat

membaca. Hal ini dirasakan terutama bila membaca tulisan yang kecil dan dari jarak yang dekat

sehingga ketika membaca pasien berusaha untuk menjauhkan tulisan tersebut.

Page 16: Astigmatism A

Diagnosa banding untuk mata kabur antaralain kelainan refraksi, yang dapat berupa miopia,

hipermetropia, dan astigmatisma, katarak, glaukoma, dan retinopati. Pada kelainan refraksi

miopia didapatkan gejala kabur jika melihat benda jauh, sedangkan hipermetropia didapatkan

gejala penglihatan kabur saat melihat benda dekat, membaca buku misalnya. Pada katarak juga

dapat memberikan gejala mata kabur dan disertai penglihatan yang menurun. Namun, katarak

yang mengalami miopisasi akan membuat pasien merasa lebih enak bila membaca dekat tanpa

kaca-mata. Penyakit glaukoma juga dapat memberikan keluhan mata kabur dan disertai

penurunan lapang pandang.

Pada anamnesis pasien ini tidak didapatkan kelainan penurunan lapang pandang, maupun

penyakit yang merupakan faktor risiko dari glaukoma seperti Diabetes Mellitus. Keluhan utama

mata kabur saat melihat dekat dan keluhan yang disangkal berupa melihat seperti kilatan

cahaya, bayangan / titik yang melayang, nabrak-nabrak saat berjalan dan mata merah

sebelumnya, juga riwayat pemakaian kaca mata sebelumnya telah menyingkirkan diagnosis

banding tersebut dan mengarahkan diagnosis ke kelaian refraksi.

Pada pemeriksaan fisik berupa segmen anterior tidak didapatkan kelainan. Sedangkan pada

pemeriksaan visus awal OD 6/60 pinhole 6/6,6 dan S 6/8,5 pinhole 6/6. Setelah dilakukan trial

and error test dengan menggunakan lensa sferis OD -2.25 silindris OD -0.75 dan OS –sferis -

0.75 silindris -1.00 didapatkan kedua visus 5/5. Dari pemeriksaan di atas dan melihat umur

pasien yang 44 tahun, maka pasien dapat didiagnosis dengan ODS Astigmatisma Miopia

Kompositus + ODS Presbiopia.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat diberikan penatalaksanaan berupa

pemakaian kacamata jauh dan dekat mengingat pasien menginginkan dua kaca mata yang

berbeda. Kacamata jauh dengan OD 5/60 S -2.25 C -0.75  A 900 5/5 dan OS 5/8,5 S -0.75 C -

1.00  A 9005/5. Kacamata dekat/baca dengan OD S -1.00 C -0.75 A 900 OS S +0.50 C -1.00 A

900. Edukasi mengenai penyakit pasien, saran untuk pemakaian kaca-mata bifokal dan kontrol

tiap 6 kali telah diberikan pada pasien.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Donahue SP, 2008. Presbyopia And Loss Of Accommodation. In Yanoff  M, Duker JS,

Eds. Ophthalmology 3rd ed. St. Louis, Mo: Mosby Elsevier; Chap 9.2.

Ilyas, Sidarta, 2004. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

James B, Chew C and Bron A, 2003. Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell

Publishing, 20-26

Page 17: Astigmatism A

Nurwasis, dkk, 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata Edisi III Hal

181-182. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo

Paramita, Laksmi Pradnya, 2010.  Perbedaan Derajat Astigmatisma Pasca Operasi Katarak

Dengan Teknik Fakoemulsifikasi Metode Korneal Insisi Dan Skleral Insisi. Diambil

dari http://www.scribd.com/doc/45823385/KTI-Mata-Ami-02 (29 Mei 2010)

Taib, Trisnowati, 2010. Handout Kuliah “Ilmu Penyakit Mata”, dr. Trisnowati Taib, Sp. M

(K). Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD Dr. Soetomo

Whitcher, John P. dkk., 2008. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran ECG