ANOMALI INITIAL PUBLIC OFFERING -...
Transcript of ANOMALI INITIAL PUBLIC OFFERING -...
ANOMALI INITIAL PUBLIC OFFERING
DI BURSA EFEK INDONESIA
(Studi kasus pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia
dan Daftar Efek Syariah periode 2010 – 2014)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh :
Rama Febriyanti
NIM : 1112081000082
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M
ii
ANOMALI INITIAL PUBLIC OFFERING DI BURSA EFEK INDONESIA
(Studi Kasus pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek
Indonesia & Daftar Efek Syariah Periode 2010 - 2014)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Rama Febriyanti
NIM: 1112081000082
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM
NIP. 19690203 200112 1 003
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2016 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF
Pada hari Jumat, 13 Mei 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi:
1. Nama : Rama Febriyanti
2. NIM : 1112081000082
3. Jurusan : Manajemen (Keuangan)
4. Judul Skripsi : “Anomali Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia
(Studi Kasus pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek
Indonesia & Daftar Efek Syariah Periode 2010 - 2014”
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa
mahasiswa tersebut di atas dinyatakan LULUS dan diberi kesempatan untuk
melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 13 Mei 2016
1. Supriyono, SE., MM ( )
NIP. 19720111 201411 1 001 Penguji I
2. Sopyan, MM ( )
NIDN. 0314 0570 04 Penguji II
iv
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI
Pada hari Selasa, 17 Oktober 2016 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswi:
1. Nama : Rama Febriyanti
2. NIM : 1112081000082
3. Jurusan : Manajemen (Keuangan)
4. Judul Skripsi : “Anomali Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia
(Studi Kasus pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Bursa Efek
Indonesia & Daftar Efek Syariah Periode 2010 – 2014”
Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang
bersangkutan selama proses ujian skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa
tersebut di atas dinyatakan LULUS dan skripsi ini diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,17 Oktober 2016
1. Titi Dewi Warninda, M. Si ( )
NIP : 19731221 200501 2 002 Ketua
2. Dr. Indo Yama Nasarudin, SE, MAB ( )
NIP : 19741127 200112 1 002 Penguji Ahli
3. Prof.Dr.Ahmad Rodoni,MM ( )
NIP. 19690203 200112 1 003 Pembimbing I
v
LEMBAR PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Rama Febriyanti
NIM : 1112081000082
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : Manajemen (Keuangan)
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak menggunakan plagiat terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau izin dari pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab
atas karya ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang
ditemukan bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 02 Oktober 2016
Yang Menyatakan,
(Rama Febriyanti)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
1. Nama : Rama Febriyanti
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Februari 1995
3. Alamat : Jl. Agung Raya II Gg.Pendawa 1
Rt 06/07 No. 11B Lenteng Agung
4. Agama : Islam
5. Telp : 085782707978/08151854537
6. Email : [email protected]
7. Kewarganegaraan : Indonesia
B. Data Pendidikan
1. Pendidikan Formal
Tahun 2002-2007 : SDN 06 Pagi Lenteng Agung
Tahun 2007-2009 : SMPN 98 Jakarta
Tahun 2009-2012 : SMKN 62 Jakarta
Tahun 2012-2016 : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatulah Jakarta
2. Pendidikan Non Formal
Tahun 2012-2013 : Language course “Inggris La Tansa
BEC” Ciputat
Tahun 2013 : TOEFL and TOAFL Universitas
Islam Negeri Jakarta
vii
ABSTRACT
This study aims to examine the phenomenon of underpiricing, flipping
activity and long-term performance of initial public offering (IPO) at the
Indonesian Stock Exchange and on the List of Islamic Securities 2010-2014. In
this study also examine the factors that affect underpricing, flipping activity and
performance during the IPO period. Purposive sampling method, the sample used
are 103 companies listed in the Indonesia Stock Exchange and 59 companies
listed in the List of Islamic Securities. Analysis of the data used one sample t-test
and Generalized Least Square
The results of one sample t-test showed that there had been underpricing
and flipping activity during the IPO in the Indonesia Stock Exchange and on the
List of Islamic Securities. while not happen long-term performance is declining
(underperformance) during the IPO in the Indonesia Stock Exchange and on the
List of Islamic Securities. Variables used in this study is underwriter reputation,
the type of industry, the reputation of auditors, Time (hot / cold), return on assets,
return on equity, debt to equity ratio,earnings per shared, company age, and size
firm.
The test results Generalized Least Squares for the Link variables indicate
that the level undepricing no significant effect on the flipping activity, but
significant effect on the underpricing of underperformance, while flipping activity
did not significantly influence the underperformance in BEI. The test results
Generalized Least Squares in DES for the Link variables indicate that the level
undepricing no significant effect on the flipping activity, but underpricing and
flipping activity significantly influence the underperformance in DES
Keywords : Underpricing, flipping activity, underperformance, Return On
Asset, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, Earning Per
shared, Age Firm, Size Firm, type of Industry, Reputation
Underwriter, Reputation Auditor, hot/cold market.
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji fenomena underpiricing, flipping
activity dan kinerja saham jangka panjang penawaran umum saham perdana (IPO)
di Bursa Efek Indonesia dan di Daftar Efek Syariah periode 2010-2014. Dalam
penelitian ini juga menguji faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing,
flipping activity dan kinerja saham jangka saat IPO. Dengan metode purposive
sampling, sampel yang digunakan adalah 103 perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dan 59 perusahaan yang terdaftar di Daftar Efek Syariah. Analisis
data yang digunakan one sample t-test dan uji Generalized Least Square
Hasil one sample t-test menunjukkan bahwa telah terjadi underpricing dan
flipping activity saat IPO di Bursa Efek Indonesia maupun di Daftar Efek Syariah.
sedangkan tidak terjadi kinerja sham jangka panjang yang menurun
(underperformance) saat IPO di Bursa Efek Indonesia maupun di Daftar Efek
Syariah. Variabel yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu reputasi underwriter,
jenis industri, reputasi auditor, Time (hot/cold), return on asset, return on equity,
debt to equity ratio, earning per shared, umur perusahaan, dan ukuran
perusahaan.
Hasil uji Generalized Least Square terhadap keterkaitan variabel
menunjukkan bahwa tingkat undepricing tidak berpengaruh signifikan terhadap
flipping activity, tetapi underpricing berpengaruh signifikan terhadap
underperformance, sedangkan flipping activity tidak berpengaruh signifikan
terhadap underperformance di BEI. Hasil uji Generalized Least Square di DES
terhadap keterkaitan variabel menunjukkan bahwa tingkat undepricing tidak
berpengaruh signifikan terhadap flipping activity, tetapi underpricing dan flipping
activity berpengaruh signifikan terhadap underperformance di DES
Kata Kunci : Underpricing, flipping activity, underperformance, Return On
Asset, Return On Equity, Debt To Equity Ratio, Earning Per
shared, Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Jenis Industri,
Reputasi Underwriter, Reputasi Auditor, hot/cold market.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai harapan dan
diwaktu terbaik. Shalawat serta salam tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarganya dan para sahabatnya yang telah
menunjukan jalan yang benar kepada umat manusia dan selalu berada di jalan
Allah SWT.
Dalam penyelesaian skripsi ini tentunya penulis mendapatkan bimbingan,
arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya
penulis sampaikan :
1. Terimakasih kepada Allah SWT yang telah menitipkan hamba kepada kedua
orang tua, Ayah (Maryono) dan Mama (Sri Misrawati) tercinta yang begitu
luar biasa senantiasa merawat penulis dari dalam kandungan serta mendidik,
mengajarkan, mengayomi penulis sampai saat ini. Ayah, Mama terimakasih
untuk selalu memberikan pengorbanan baik materil maupun moril, motivasi,
dukungan, semangat, perhatian, selalu mendengarkan suka duka penulis
dalam proses menyelesaikan skripsi ini, cinta dan kasih yang tak pernah putus
serta kesabaran yang begitu luar biasa serta doa yang dipanjatkan yang tak
pernah putus untuk anak-anaknya. Semoga Allah selalu memberikan
kebahagiaan untuk Ayah dan Mama. Aamiin..
2. Keluarga besar (Alm) H. Mulya Siregar (Bujing Juriah, Uwa Derti, Tulang
Godang dan lain-lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu) Terima kasih
atas dukungan dan doanya yang selalu dipanjatkan kepada Allah SWT untuk
keberhasilanku dalam menyelesaikan studi S1.
3. Untuk kakek ku tercinta (Maimun) yang selalu mendoakan cucumu. Dalam
pengerjaan skripsi ini kakek diberikan musibah sakit jantung, dan seminggu
sebelum feby sidang kakek telah menghadap allah, feby sayang sama kakek
x
tetapi ternyata allah lebih sayang sama kakek. Semoga kakek tenang dan di
berikan tempat yang indah disana.Aamiin..
4. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., MSi selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Titi Dewi Warnida, SE., MSi selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ibu Ela Patriana, MM selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku dosen pembimbing pertama yang
senantiasa selalu sabar dalam memberikan arahan, nasihat serta ilmu-ilmu
yang tidak pernah didapat sebelumnya yang sangat bermanfaat, memberikan
motivasi untuk tidak pernah putus asa serta selalu menyediakan waktu untuk
bimbingan.
9. Adik - adikku Melly Aprilliyanti, Aryo Tri Wibowo dan Devi Mayangsari
yang selalu menghiburku ketika lelah dan menggantinya dengan senyum dan
tawa. Terima kasih untuk doa dan dukungannya selama ini.
10. Sahabatku Diah Siti Utami, Dita Nahlati, Bustomi, Bani, Alifikram, Lutfi,
Imas, Maulia, Septiani N. H, Shefa, Rika, Reza dan sahabat-sahabatku
lainnya, terima kasih atas persahabatannya dan berbagai dukungannya selama
ini semoga silahturahmi kita tetap berjalan sampai kapanpun. Dan terima
kasih juga kepada Uda (Iswandi) fotocopy Maju Jaya yang turut membantu
selama penulis berkuliah di UIN.
11. Teman spesialku Roni (alias Chiko). Terima kasih telah menjadi salah satu
pendukungku secara moril maupun materil sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
xi
12. Para senior (Fauzan Muzaki, Ithaful, Ka Aris dll) yang mau meluangkan
waktu untuk bertukar pikiran dan selalu memberikan motivasi serta
mengganti keluh kesahku menjadi tawa.
13. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Terimakasih atas
jasa dan ilmunya. Semoga Allah SWT membalasnya dengan pahala dan
berkah yang berlipat ganda.
14. Teman-teman jurusan Manajemen angkatan 2012, khususnya kelas Keuangan
yang telah memberikan kenangan serta berbagi pengalaman selama kita
kuliah bersama-sama.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan
kesalahan, oleh karenanya kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Adapun segala kekurangan dan kesalahan pada skripsi ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Harapan penulis, semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi banyak orang.
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................. i
Lembar Pengesahan Skripsi ........................................................................ ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ................................................... iii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi .............................................................. iv
Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ................................................ v
Daftar Riwayat Hidup ................................................................................. vi
Abstract ....................................................................................................... vii
Abstrak ........................................................................................................ viii
Kata Pengantar ............................................................................................ ix
Daftar Isi...................................................................................................... xii
Daftar Tabel ................................................................................................ xv
Daftar Gambar ............................................................................................. xvii
Daftar Lampiran .......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Permasalahan dalam Penelitian ................................................... 9
1. Identifikasi Masalah .............................................................. 9
2. Batasan Masalah ................................................................. 10
3. Perumusan Masalah ............................................................ 10
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori .......................................................................... 13
1. Pasar Modal ......................................................................... 13
2. Pasar Sekunder (Secondary Market) .................................. 14
3. Initial Public Offering (IPO) ............................................... 15
4. Underpricing ...................................................................... 20
5. Flipping Activity .................................................................. 22
6. Kinerja Jangka Panjang Menurun (underperformance) ...... 25
xiii
7. Variabel yang Mempengaruhi Penelitian ............................. 27
8. Keterkaitan Antara Variabel Penelitian ............................... 40
B. Penelitian Terdahulu ................................................................. 47
C. Kerangka Pemikiran .................................................................. 56
D. Hipotesis Penelitian ................................................................... 58
BAB III METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 60
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................ 60
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 62
D. Metode Analisis Data ................................................................ 63
1. Uji Asumsi Klasik ................................................................ 63
2. Generalized Least Square (GLS) ......................................... 66
3. Pengujian Hipotesis .............................................................. 67
E. Operasional Variabel .................................................................. 68
1. Variabel Dependen ................................................................ 68
2. Variabel Independen ............................................................. 70
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Penelitian ......................................... 79
1. Bursa Efek Indonesia ........................................................ 79
2. Daftar Efek Syariah .............................................................. 80
3. Deskripsi Objek Penelitian ................................................. 83
a. Deskripsi Objek Penelitian di BEI ................................ 83
b. Deskripsi Objek Penelitian di DES ............................... 83
a. Analisis Data ............................................................................. 84
1. Analisis data di Bursa Efek Indonesia ................................. 84
a. Statistik Deskriptif ......................................................... 85
b. One Sample Test ............................................................. 90
c. Hasil Uji Asumsi Klasik ................................................ 94
d. Hasil Pengujian Hipotesis ............................................ 102
xiv
2. Analisis data di Daftar Efek Syariah .................................. 145
a. Statistik Deskriptif ....................................................... 145
b. One Sample Test ........................................................... 150
c. Uji Asumsi Klasik ........................................................ 154
d. Pengujian Hipotesis ...................................................... 161
BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan .............................................................................. 201
B. Implikasi .................................................................................. 205
C. Saran ........................................................................................ 206
DAFTAR PUSATAKA ............................................................................... 208
LAMPIRAN……. ........................................................................................ 214
xv
DAFTAR TABEL
NO KETERANGAN HALAMAN
1.1 Rata-rata tingkat Underpricing di Indonesia ……. ............................ 4
1.2 Rata-rata tingkat Underperformance di Indonesia ……. ................... 7
2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu ......................................................... 47
3.1 Kriteria Pemilihan Sampel di BEI ...................................................... 61
3.2 Kriteria Pemilihan Sampel di DES ..................................................... 62
3.3 Operasional Variabel Penelitian ......................................................... 76
4.1 Statistik Deskriptif di BEI ……. ........................................................ 85
4.2 Uji-t satu sampel initial return di BEI ……. ..................................... 90
4.3 Uji-t satu sampel flipping activity di BEI ……. ................................. 92
4.4 Uji-t satu sampel underperformance di BEI ……. ............................ 93
4.5 Uji Multikolinearitas dengan metode OLS di BEI ……. ................... 98
4.6 Nilai Durbin Watson dengan metode OLS dan GLS di BEI ……. .... 99
4.7 Uji White (underpricing) di BEI ……. .............................................. 100
4.8 Uji White (flipping activity) di BEI ……. .......................................... 101
4.9 Uji White (underperformance) di BEI ……. ..................................... 101
4.10 Uji t (Parsial) underpricing di BEI ……. ........................................... 103
4.11 Uji t (Parsial) flipping activity di BEI ……. ...................................... 114
4.12 Uji t (Parsial) underperformance di BEI ……. .................................. 127
4.13 Uji F (Simultan) di BEI ……. ............................................................ 142
4.14 Statistik Deskriptif di DES ……. ....................................................... 145
4.15 Uji-t satu sampel initial return di DES ……. .................................... 150
4.16 Uji-t satu sampel flipping activity di DES ……. ................................ 152
4.17 Uji-t satu sampel underperformance di DES ……. ........................... 153
4.18 Uji Multikolinearitas dengan metode OLS di DES ……. .................. 158
4.19 Nilai Durbin Watson dengan metode OLS dan GLS di DES …….... 159
4.20 Uji Harvey (underpricing) di DES ……. ........................................... 160
4.21 Uji Harvey (flipping activity) di DES ……. ...................................... 160
xvi
4.22 Uji Harvey (underperformance) di DES ……. .................................. 161
4.23 Uji t (Parsial) underpricing di DES ……. .......................................... 162
4.24 Uji t (Parsial) flipping activity di DES ……. ..................................... 173
4.25 Uji t (Parsial) underperformance di DES ……. ................................. 184
4.26 Uji F (Simultan) di DES ……. ........................................................... 198
xvii
DAFTAR GAMBAR
NO KETERANGAN HALAMAN
2.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 58
4.1 Uji Normalitas underpricing BEI ……. ............................................. 95
4.2 Uji Normalitas flipping activity BEI ……. ........................................ 96
4.3 Uji Normalitas underperformance BEI ……. .................................... 97
4.4 Uji Normalitas underpricing DES……. ............................................. 154
4.5 Uji Normalitas flipping activity DES……. ........................................ 155
4.6 Uji Normalitas underperformance DES ……. ................................... 156
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
NO KETERANGAN HALAMAN
1 Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di BEI .................... 214
2 Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di DES .................. 218
3 Output OLS dan GLS di BEI Minitab 16 ……. ................................. 221
4 Output OLS dan GLS di DESMinitab 16 ……. ................................. 227
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pasar modal merupakan sarana untuk menjembatani antara pihak yang
mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana (Tandellin
1999:113). Melalui pasar modal, sebuah perusahaan dapat melakukan
penawaran umum efek untuk menghimpun dana dari masyarakat umum
(investor) sebagai salah satu sumber dana bagi tambahan modal perusahaan
tersebut. Langkah utama yang dilakukan perusahaan untuk melalukan
penawaran umum efek di pasar modal adalah melalui Penawaran Umum
Perdana atau Initial Public Offering (IPO).
Sistem mekanisme pasar modal konvensional yang mengandung riba,
maysir dan gharar selama ini telah menimbulkan keraguan di kalangan umat
islam. Pasar modal syariah dikembangkan dalam rangka mengakomodir
kebutuhan islam di Indonesia yang ingin melakukan investasi di pasar modal
sesuai prinsip syariah. Hal ini berkenaan dengan anggapan kalangan
sebagaian umat muslim sendiri bahwa berinvestasi di pasar modal di satu sisi
merupakan sesuatu yang tidak di perbolehkan (diharamkan) berdasarkan
ajaran islam, sementara disisi lain Indonesia perlu memperhatikan dan
menarik minat investor mancanegara untuk berinvestasi di pasar modal
Indonesia, terutama investor negara-negara Timur Tengah yang diyakini
merupakan investor potensial (Rodoni, 2009:62).
2
Pasar modal mencakup pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar
perdana adalah pasar di mana untuk pertama kalinya saham baru dijual
kepada investor oleh perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut. Suatu
perusahaan yang menjual saham untuk pertama kalinya maka penjualan ini
disebut sebagai penawaran perdana (Initial Public Offering atau Going
Public). Selanjutnya saham dapat diperjualbelikan di bursa efek yang disebut
dengan pasar sekunder (secondary market) (Farid, 1998 : 42).
Pada saat melakukan IPO di pasar perdana, emiten bekerja sama
dengan underwriter dalam menentukan harga penawaran saham untuk
pertama kalinya. Salah satu permasalahan penting yang dihadapi perusaahan
ketika melakukan penawaran saham perdana di pasar modal adalah pentupan
besarnya harga penawaran perdana. Harga saham yang dijual di pasar perdana
ditentukan berdasar kesepakatan antara perusahaan emiten dengan penjamin
emisi (underwriter), sedangakan harga di pasar sekunder ditentukan oleh
mekanisme pasar (permintaan dan penawaran). Jika penentuan harga saat IPO
lebih rendah dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari
pertama maka akan terjadi underpricing. (Suyatmin dan Sujadi,2006).
Fenomena yang biasa terjadi saat perusahaan baru melakukan IPO
atau go public yaitu harga saham penawaran perdana akan cenderung
mengalami underpricing yang ditandai dengan return yang positif.
Fenomena underpricing pada jangka pendek akan diikuti dengan fenomena
lainnya, yaitu undeperformance pada jangka panjang. Hal itu diindikasikan
dengan kinerja saham IPO yang berada di bawah kinerja pasar. (Ritter,1991)
3
Underpricing adalah adanya selisih positif antara harga saham di pasar
sekunder dengan harga saham di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga
inilah yang dikenal sebagai initial return (IR) atau positif return bagi
investor. Underpricing adalah fenomena yang umum dan sering terjadi di
pasar modal manapun saat emiten melakukan IPO (Yolana, C dan Dwi
Martini, 2005). Para pemilik perusahaan menginginkan agar dapat
meminimalisasi underpricing karena terjadinya underpricing akan
menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para
investor (Beatty, 1989). Apabila terjadi underpricing, dana yang diperoleh
perusahaan dari go public tidak maksimum. Sebaliknya, bila terjadi
overpricing, maka investor akan merugi karena mereka tidak menerima initial
return. Initial return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham
saat IPO dengan menjualnya pada hari pertama.
Fenomena underpricing umumnya terjadi dalam jangka pendek yaitu
setelah perusahaan melakukan penawaran saham perdana dan memasuki pasar
sekunder. Dalam pengamatan lebih lanjut beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa ternyata kinerja saham yang melakukan IPO banyak yang
mengalami penurunan dalam jangka waktu yang lebih lama. Penurunan
kinerja saham yang dimaksud adalah menurunnya harga saham dalam jangka
panjang (underperformed). Akibat penurunan kinerja saham ini maka investor
yang membeli saham untuk periode jangka waktu yang lebih lama tidak
menikmati return yang diharapkan. Di Indonesia sebanyak 92,10%
perusahaan (dari 35 perusahaan) yang melakukan IPO pada kurun waktu
4
2002–2006 mengalami penurunan kinerja saham jangka panjang (Febriyana,
dkk, 2012).
Fenomena kinerja saham yang mengalami underpricing setelah IPO
juga menggambarkan bahwa dalam pasar saham tersebut terdapat abnormal
return saham. Fenomena terdapatnya abnormal return biasa dimanfaatkan
oleh investor untuk memperoleh initial return (positive initial return),
Takarini dan Kustini (2007).
Tabel 1.1
Data Jumlah IPO dan rata – rata tingkat Underpricing di Indonesia
Sumber : IDX Fact Book & ICAMEL, data diolah
Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dalam pasar IPO di
Indonesia terjadi fenomena underpricing yang bervariasi sejak tahun 2010-
2015 dimana tingkat rata-rata underpricing terbesar terjadi pada tahun 2010
dengan tingkat underpricing rata-rata sebesar 29% dan tingkat underpricing
paling rendah terjadi pada tahun 2011 dengan rata-rata tingkat underpricing
0
5
10
15
20
25
30
35
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Rata - Rata tingkat Underpricing tahunan Perusahaan yang IPO di BEI
Jumlah Emiten Underpricing (%)
5
sebesar 11,5%.
Dalam beberapa dekade terakhir, volume perdagangan merupakan
salah satu subyek yang menarik utama yang mempelajari tentang beberapa
variabel, seperti underwriter, hasil dari IPO, kinerja awal IPO, pertukaran,
momentum pasar dan lain-lain, berkaitan dengan derajat yang berbeda dari
aktivitas flipping (Ellis et al, 2000;. Aggarwal, 2003; Bayley, 2006).
Menurut Ellis (2002), pada perdagangan hari pertama. Terdapat celah
untuh flipping sekitar 70% dari volume saham yang dijual di IPO. Oleh
karena itu, Flipper memainkan peran sebagai pelaku yang menerima alokasi
saham dan menjualnya di hari pertama IPO, dalam rangka untuk mendapatkan
abnormal return (Smith dan Pulliam, 2000). Tindakan ini akan mempercepat
"stagging" kegiatan, mempengaruhi stabilisasi harga IPO dan retensi
IPO. Biasanya, penjamin emisi awalnya akan menetapkan harga penawaran di
bawah nilai wajar dan menawarkan dengan harga diskon untuk menarik
investor. Dalam quid pro quo, aktivitas flipping di pasar saham lebih jelas di
mana investor berniat untuk membeli IPO baru dan berharap untuk
melikuidasi itu dalam waktu singkat (Correra, 1992). Dengan demikian,
kinerja awal IPO dipengaruhi oleh harga saham, alokasi saham dan aktivitas
flipping oleh investor (Aggarwal, 2003)
Temuan Aggarwal (2003) menunjukkan bahwa volume perdagangan
dalam beberapa pertama setelah IPO sangat tinggi tetapi menurun dengan
cepat. Studi beliau menemukan bahwa volume perdagangan dalam dua hari
pertama adalah rata-rata 81,97%, dengan rata-rata 74,10%. Hal ini umumnya
6
percaya bahwa sebagian besar dari perdagangan awal yang tinggi. Volume ini
disebabkan oleh “flipper”. Aggarwal (2003) dan Ellis (2006) jangka investor
yang menerima alokasi saham IPO selama korban dan segera melikuidasi
alokasi mereka dalam beberapa hari pertama setelah IPO mulai perdagangan.
Sebuah studi sebelumnya pada aktifitas flipping oleh Krigman, Shaw dan
Womack (1999) menemukan bahwa, untuk periode 1988-1995, flipping
berkontribusi 45% dari volume perdagangan hari pertama untuk IPO dingin,
tetapi hanya 22% untuk IPO panas, di pasar AS.
Penelitian yang di lakukan oleh Ellis (2006), dalam pengetahuan
terbaik flipper, mereka menjual saham dari holding mereka untuk
mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga pada hari pertama perdagangan
dan hal itu sangat sering terjadi pada IPO hot market dimana volume
perdagangannya lebih tinggi dari IPO cold market. Beliau meneliti besarnya
volume perdagangan untuk kegiatan flipping pada hari-hari pertama dan
kedua dari perdagangan dengan IPO cold dan hot sebagai variabel independen
untuk studinya. Oleh karena itu, karakteristik yang berbeda dari momentum
pasar, seperti IPO hot , IPO warm , IPO cold dan IPO very cold berdampak
dan memainkan peran penting untuk mempengaruhi aktivitas flipping IPO.
Saham “Hot” didefinisikan sebagai saham dengan Initial Return (IR)
di atas rata-rata. Pasar saham IPO “Hot” terjadi bila Initial Return (IR) saham
baru secara rata-rata sangat tinggi untuk jangka waktu yang panjang. Ibbotson
dan Jaffe (1975) dan Ritter (1984) menemukan bahwa tingkat underpricing
IR bervariasi dari periode satu ke periode lainnya dan membentuk siklus IR
7
yang tinggi (Hot) dan rendah (Cold). Tingkat underpricing juga bervariasi
dari satu sektor ke sektor lainnya. Siklus ini juga dapat dilihat pada volume
IPO (Sembel, 1996).
Tabel 1.2
Data Jumlah IPO dan rata – rata tingkat Underperformance di Indonesia
Sumber : IDX Fact Book & ICAMEL, data diolah
Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa dalam pasar IPO di
Indonesia terjadi fenomena underperformance yang bervariasi sejak tahun
2010-2014 dimana tingkat rata-rata underperformance terbesar terjadi pada
tahun 2014 dengan tingkat underperformance rata-rata sebesar – 4,1% dan
tingkat underperformance paling rendah terjadi pada tahun 2013 dengan rata-
rata tingkat underperformance sebesar – 0,07%.
Dalam penelitiannya Ritter (1991) tingkat underperformance rata-rata
yang ditemukan di Amerika adalah sebesar -29,13% pada akhir tahun ketiga
setelah IPO. Ritter (1991) juga menyimpulkan bahwa fenomena
0
1
2
3
4
5
2010 2011 2012 2013 2014
Rata - Rata tingkat Underperformance tahunan Perusahaan yang IPO di BEI
( - ) Underperformance
8
underpeformance hanya terjadi pada sektor non-finansial.
Fenomena underperformance ini mungkin disebabkan oleh investor
yang terlalu optimis terhadap prospek jangka panjang perusahaan dan menjadi
lebih realistis dalam jangka waktu berjalan. Sehingga harga saham IPO pada
pasar primer mungkin ditentukan dengan wajar namun dihargai terlalu tingga
pada saat hari pertama perdagangan di pasar sekunder.
Kinerja saham IPO yang underperformance terjadi pada perusahaan
yang berumur relatif muda dan sedang dalam masa perkembangan serta
mempunyai nilai emisi yang rendah (Ritter, 1991). Dalam pengambilan
keputusan investasi saham seharusnya dilakukan dengan memperhatikan
informasi jangka panjang perusahaan yang melakukan penawaran umum
saham perdana (IPO), selain itu juga investor harus mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja jangka panjang saham.
Ritter (1991) melakukan penelitian tentang initial return
menghasilkan perushaan-perusahaan yang memiliki saham IPO dengan
underpricing yang besar cenderung lebih underperformance dibandingkan
perusahaan yang melakukan IPO dengan tingkat underpricing yang kecil.
Penelitian ini untuk meneliti lebih lanjut mengenai fenomena anomali
pada peristiwa initial public offering (IPO) yang terjadi di Bursa Efek
Indonesia, khususnya fenomena Underpricing, Flipping activity dan Kinerja
Jangka Panjang Yang Buruk (underperformance). Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan gambaran atau analisa bagi investor khususnya dan
masyarakat pada umumnya mengenai fenomena anomali initial public
9
offering yang mungkin terjadi pada Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek
syariah serta bagaimana pengaruhnya terhadap initial return yang
dihasilkan.
Kelebihan penelitian ini adalah penelitian ini menggunakan tiga variabel
dependen sekaligus sebagai indikator penelitian yaitu Underpricing, Flipping
activity dan Underperformance. Penelitian ini menggunakan sepuluh variabel
independen, yaitu Reputasi Underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, Time
(hot/cold), Return On Asset, Return On Equity, Debt to Equity Ratio, Earnimg
Per Shared, Umur perusahaan dan Ukuran perusahaan. Penelitian ini juga
menggunakan dua objek penelitian yaitu perusahaan yang IPO di BEI dan DES,
untuk melihat perbedaan anomali IPO di perusahaan konensional dan perusahaan
yang masuk dalam kategori syariah. Maka penulis memilih judul penulisan
tentang :
“Anomali Initial Public Offering di Bursa Efek Indonesia (Studi
kasus pada perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dan
Daftar Efek Syariah Periode 2010-2014)”
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
1. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penulis
mengidentifikasi masalah – masalah yang ada dalam penelitian ini
sebagai berikut :
a. Kurangnya pengawasan underwriter dan emiten terhadap investor
10
yang hanya ingin mencari untung saat terjadinya IPO membuat
emiten dirugikan karena hanya mendapatkan modal jangka pendek
dan memungkinkan perusahaan mengalami kinerja jangka panjang
yang menurun.
b. Pemilihan waktu yang kurang tepat saat melakukan IPO dapat
menimbulkan berbagai macam anomali.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka agar penelitian ini lebih terarah
peneliti menetapkan batasan masalah, penelitian ini terfokus pada
anomali yang terjadi saat perusahaan melakukan IPO di BEI dan DES.
Penelitian ini menggunakan variabel underpricing, flipping activity,
underperformance sebagai variabel dependennya. Penelitian ini melihat
kinerja jangka panjang perusahaan setelah 1 tahun melakukan IPO.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka perumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu :
1. Apakah terjadi fenomena underpricing pada saham perusahaan yang
melakukan IPO di BEI dan DES pada periode penelitian.
2. Apakah terjadi fenomena flipping activity pada saham perusahaan yang
melakukan IPO di BEI dan DES pada periode penelitian
3. Apakah kinerja jangka panjang saham-saham yang melakukan IPO di
BEI dan DES mengalami underperformance .
4. Bagaimana pengaruh Underpricing dan Flipping Activity terhadap tingkat
11
Underperformance saham-saham yang melakukan IPO di BEI dan DES
selama periode penelitian
D. Tujuan Penelitian
Merujuk pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis fenomena underpricing pada saham perusahaan
yang melakukan IPO di BEI dan DES.
2. Untuk menganalisis fenomena Flipping Activity pada saham perusahaan
yang melakukan IPO di BEI dan DES.
3. Untuk menganalisis fenomena underperformance pada saham
perusahaan yang melakukan IPO di BEI dan DES.
4. Untuk menganalisis pengaruh Underpricing dan Flipping Activity
terhadap tingkat Underperformance saham-saham yang melakukan IPO
di BEI dan DES.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti /akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan
tentang anomali yang terjadi saat peusahaan melakukan IPO di BEI dan
DES. Serta dapat melihat. perbedaan initial return yang terjadi di Bursa
Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah. Penelitian ini dapat
dikembangkan kembali sebagai sumber referensi penelitian selanjutnya
dalam menganalisis anomali (penyimpangan) apa saja yang terjadi di saat
12
perusahaan melakukan IPO.
2. Bagi investor
Penelitian ini dapan menjadi bahan pertimbangan dalam membuat
keputusan untuk menginvestasikan dana di pasar modal dan agar
diperoleh return secara optimal. Serta dalam menjadi pertimbangan
dana yang dimiliki akan diinvestasikan pada emiten yang sesuai
dengan prinsip syariah maupun non syariah.
3. Bagi Emiten
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan emiten yang mau
melakukan IPO di BEI dan DES. Dengan melihat hasil penelitian ini
emiten di harapkan dapat menimbang langkah mana yang mau akan di
tempuh saat perusahaan melakukan IPO.
4. Bagi umum
Dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya
manajemen konsentrasi keuangan dan bagi mahasiswa yang
mempunyai minat yang sama dengan penulis.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pasar Modal
Pasar modal (capital market) adalah lembaga keuangan bukan bank
yang mempunyai kegiatan berupa penawaran dan perdagangan efek.
Selain itu pasar modal juga merupakan lembaga profesi yang berkaitan
dengan transaksi jual beli efek dan perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek. Dengan demikian, pasar modal dikenal sebagai tempat
bertemunya penjual dan pembeli modal/dana (Arthesa dan Handiman,
2006: 215).
Untuk mendapatkan dana, perusahaan dapat menggunakan pasar
keuangan (financial market). Bagian dari pasar keuangan yang sumber
pembelanjaan jangka panjang bagi perusahaan adalah pasar modal
(capital market). Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995,
tentang Pasar Modal, bahwa pengertian pasar modal adalah kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek,
perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek (Warsono, 2003:355).
Menurut Yulfasni (2005:2) pasar modal dapat memainkan peranan
penting dalam suatu perkembangan ekonomi suatu negara. Karena suatu
pasar modal berfungsi sebagai:
14
a. Sarana untuk menghimpun dana-dana masyarakat untuk disalurkan
ke dalam kegiatan-kegiatan yang produktif
b. Sumber pembiayaan yang mudah, murah, dan cepat bagi dunia
usaha dan pembangunan nasional
c. Mendorong terciptanya kesempatan berusaha dan sekaligus
menciptakan kesempatan kerja
d. Mempertinggi efisiensi alokasi sumber produksi
e. Memperkokoh beroperasinya mekanisme market dalam menata
sistem moneter, karena pasar modal dapat menjadi sarana “open
market operation” sewaktu-waktu oleh Bank sentral
f. Menekan tingginya tingkat bunga menuju suatu “rate” yang
reasonable
g. Sebagai alternatif investasi bagi para pemodal.
2. Pasar Sekunder (Secondary Market)
Pasar sekunder adalah pasar untuk sekuritas yang telah ada (telah
dibeli sebelumnya), bukan untuk emisi saham baru (Van Horne dan
Wachowicz, 2007 : 322). Sedangkan menurut Brealey et, all (2008 : 37)
pasar sekunder merupakan pasar tempat sekuritas yang diterbitkan
sebelumnya diperdagangkan diantara investor. Brigham dan Houston
(2009:150) mengungkapkan pasar sekunder (secondary market) adalah
pasar dimana sekuritas yang telah ada dan beredar diperdagangkan
diantara para investor.
15
Senada dengan Brigham dan Houston, Weston dan Copeland
(1995:98) menambahkan bahwa pasar sekunder merupakan pasar di mana
saham dan obligasi yang telah dijual di pasar perdana kemudian
diperdagangkan. Pasar sekunder merupakan transaksi surat berharga oleh
penjamin yang terjadi di pasar modal yang tidak akan mempengaruhi
posisi keuangan perusahaan, dan pengaruhnya hanya pada komposisi
kepemilikan saham perusahaan (Dermawan Sjahrial 2006: 15).
Kemudian Bodie, et. al (2006: 86 )menambahkan bahwa pasar
sekunder (secondary market) merupakan tempat terjadinya pembelian
dan penjualan antar investor atas sekuritas yang telah diterbitkan.
Sekuritas yang dibeli di pasar primer dijual kembali kepada publik
di pasar sekunder(secondary market). Dengan demikian, fungsi pasar
sekunder adalah membuat sekuritas menjadi likuid. Selain itu, kondisi
pasar sekunder sangat relevan untuk menentukan harga perdana(initial
public offering, IPO) di pasar primer. Contoh pasar sekunder adalah pasar
valuta asing (foreign exchange market), dan pasar keuangan derivatif,
seperti future market, dan option market (Ktut Silvanita, 2009:4).
3. Initial Public Offering (IPO)
Initial Public Offering (IPO) atau penawaran umum perdana
secara umum didefinisikan sebagai kegiatan penawaran saham ke publik
untuk pertama kali. Penawaram perdana biasa juga dikenal dengan istilah
kegiatan go public. UU RI No 8 tahun 1995 tentang pasar modal
16
mendifinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran yang
dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat. Efek
dalam hal ini berupa surat berharga yaitu surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan,
kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dari setiap
derivatif dari efek.
Dalam proses go public perusahaan membutuhkan peran lembaga
penunjang pasar modal, yang akan membantu perusahaan mulai dari
penyediaan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran ke
Bapepam sampai pendaftaran sahamnya ke bursa efek. Adapun langkah
langkah go public tersebut adalah sebagai berikut (Sutrisno, 2001:327) :
a. Persiapan : Langkah awal yang perlu ditempuh oleh perusahaan yang
akan melakukan emisi adalah persiapan internal perusahaan, yakni
melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) yang menyetujui
perusahaan akan melakukan go public. Persetujuan RUPS ini
diperlukan karena akan mengakibatkan perubahan pada anggaran
dasar perseroan.
b. Setelah persiapan ditingkat internal perusahaan selesai dan
mendapatkan persetujuan, maka langkah selanjutnya perusahaan
harus menyampaikan pernyataan maksud atau letter of intent kepada
BAPEPAM. Setelah menyampaikan letter of intent ke Bapepam,
segera menghubungi penjamin emisi atau underwriter yang akan
membantu perusahaan dalam proses emisi efek. Underwriter dan
17
emiten segera menyiapkan dokumen-dokumen dan persyaratan
lainnya yang diperlukan untuk go public.
c. Underwriter atas nama emiten menyampaikan pernyataan
pendaftaran emisi efek kepada BAPEPAM dengan menyerahkan
berbagai persyaratan yang diperlukan.
d. Setelah pernyataan pendaftaran, BAPEPAM melakukan evaluasi
terhadap permintaan emiten untuk go public.
e. Bila dalam evaluasi dianggap cukup dan memenuhi persyaratan,
maka BAPEPAM akan memberikan izin kepada emiten untuk
menawarkan sahamnya ke pasar perdana.
f. Setelah mendapat izin, perusahaan segera memasuki pasar perdana
yakni melakukan penawaran efek langsung kepada masyarakat.
Untuk itu perusahaan segera menerbitkan prospektus ringkas yang
isinya antara lain:
1) Tujuan perusahaan, tujuan emisi, sejarah perusahaan, pengurus
perusahaan (direksi dan dewan komisaris).
2) Tanggal masa penawaran, tanggal penjatahan, tanggal refund,
tanggal penyerahan efek, dan tanggal pendaftaran di bursa.
3) Jumlah saham yang ditawarkan, jenis saham, harga nominal, dan
harga penawaran.
4) Ikhtisar laporan keuangan dan rasio-rasio penting yang
menunjukkan kinerja perusaahan, maupun prospek dan risiko
usaha.
18
5) Nama-nama penjamin emisi dan agen penjual
g. Penjatahan saham : Apabila jumlah permintaan efek oleh investor
lebih besar dibanding dengan jumlah efek yang ditawarkan, perlu
dilakukan penjatahan supaya adil.
h. Pengembalian dana, bila terjadi kelebihan permintaan berarti juga
terjadi kelebihan bayar oleh investor. Oleh karena itu setelah
penjatahan kelebihan setor tersebut segera dikembalikan (refund).
i. Penyerahan efek kepada pemesan sesuai dengan jatah yang diterima
oleh masing-masing investor.
j. Pencatatan efek ke bursa, agar efek yang telah dibeli oleh investor
bisa segera diperjualbelikan di bursa.
Ada beberapa keuntungan dari going public diantaranya adalah
sebagai berikut (Jogiyanto, 2008):
b. Kemudahan meningkatkan modal di masa mendatang
Untuk perusahaan yang tertutup, calon investor biasanya enggan
untuk menanamkan modalnya disebabkan kurangnya keterbukaan
informasi keuangan antara pemilik dan investor. Sedang perusahaan
yang sudah going public, informasi keuangan harus dilaporkan ke
publik secara regular yang kelayakannya sudah diperiksa oleh
akuntan publik.
c. Meningkatkan likuiditas bagi pemegang saham.
Untuk perusahaan yang masih tertutup yang belum mempunyai pasar
untuk sahamnya, pemegang saham akan lebih sulit untuk menjual
19
sahamnya dibandingkan jika perusahaan sudah going public.
d. Nilai pasar perusahaan diketahui.
Untuk alasan-alasn tertentu, nilai pasar perusahaan perlu untuk
diketahui. Misalnya jika perusahaan ingin memberikan insentif
dalam bentuk opsi saham (stock option) kepada manajer-manajernya,
maka nilai sebenarnya dari opsi tersebut perlu diketahui. Jika
perusahaan masih tertutup, nilai dari opsi sulit ditentukan.
Disamping keuntungan dari going public, beberapa kerugiannya
adalah sebagai berikut :
a. Biaya laporan yang meningkat
b. Untuk perusahaan yang sudah going public, setiap kuartal dan
tahunnya harus menyerahkan laporan – laporan kepada regulator.
Laporan – laporan ini sangat mahal terutama untuk perusahaan yang
ukurannya kecil.
c. Pengungkapan (disclosure).
d. Beberapa pihak di dalam perusahaan umumnya keberatan dengan ide
pengungkapan. Manajer enggan mengungkapkan semua informasi
yang dimiliki karena dapat digunakan oleh pesaing. Sedang pemilik
enggan mengungkapkan informasi tentang saham yang dimilikinya
karena publik akan mengetahui besarnya kekayaan yang dipunyai.
e. Ketakutan untuk diambil alih.
f. Manajer perusahaan yang hanya mempunyai hak veto kecil akan
khawatir jika perusahaan going public. Manajer perusahaan publik
20
dengan hak veto yang rendah umumnya diganti dengan manajer baru
jika perusahaan diambil alih.
4. Underpricing
Underpricing adalah suatu keadaan dimana harga saham pada saat
penawaran perdana lebih rendah dibandingkan dengan ketika
diperdagangkan di pasar sekunder (Arum Prastiwi, 2001).
Underpricing merupakan biaya tidak langsung (indirect cost) bagi
perusahaan yang melakukan IPO (issuer). Artinya, bila harga saham
dapat diterima di pasar dengan harga yang lebih tinggi, kenapa tidak
dijual pada harga tersebut, yaitu harga pada saat penutupan hari pertama
di pasar sekunder (Gumanti, 2002). Para pemilik perusahaan
menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing karena terjadinya
underpricing akan menyebabkan transfer kemakmuran (wealth) dari
pemilik kepada investor (Beatty, 1989) Underpricing adalah adanya
selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham
di pasar perdana atau saat IPO. Selisih harga inilah yang dikenal sebagai
initial return (IR) atau positif return bagi investor.
Pihak investor lebih mengharapkan tingginya underpricing karena
dengan demikian para investor dapat menerima initial return. Initial
return adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena
perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana (saat IPO) dengan
harga jual saham bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder
21
(Daljono, 2000).
Beberapa teori tentang fenomena underpricing pada penawaran
umum perdana diantaranya asymetric information, winner’s curse, dan
signalings theory.
a. Asymetric Information
Informasi yang tidak asimetris atau asimetrik informasi
(information asymetric) adalah informasi privat yang hanya dimiliki
oleh investorinvestor yang mendapat informasi saja (informed
investrors). Asimetrik informasi dapat terjadi di pasar modal atau di
pasar yang lain (Jogiyanto, 2009: 516).
Intinya adalah para calon investor sekuritas memiliki lebih
sedikit informasi daripada pihak manajemen, dan pihak manajemen
cenderung untuk menerbitkan sekuritas ketika penilaian pasar
terhadap nilai perusahaan lebih tinggi daripada penilaian pihak
manajemen. Hal ini secara khusus berlaku untuk saham biasa,
dengan para investor hanya memiliki klaim residual atas laba dan
aktiva. Oleh karena arus kas akan terpengaruh ketika sekuritas baru
akan ditawarkan, pengaruh informasi asimetris sulit untuk dideteksi
dengan menggunakan data dari peenrbitan baru tersebut (Van Horne
dan Wachowicz, 2007 : 345).
b. Winner’s Curse
Sayangnya, underpricing tidak berarti bahwa tiap orang bisa
kaya dengan membeli saham dalam IPO. Jika emisinya di-
22
underprice, semua orang mau membelinya dan penjamin tidak akan
mempunyai cukup saham untuk diputar. Karena itu investor
cenderung hanya mendapatkan sedikit saham dari emisi yang
menggairahkan ini. Jika dihargai lebih tinggi dari seharusnya
(overpricing), dan penjamin akan sangat senang menjualnya pada
investor. Fenomena ini dikenal dengan kutukan pemenang (winner’s
curse) (Brealey et, al, 2008 :417).
c. Signalings Theory
Kepercayaan pada tekanan harga ini menyiratkan bahwa emisi
baru menekan harga saham untuk sementara di bawah nilai
sebenarnya. Akan tetapi, pandangan ini sepertinya tidak sepenuhnya
cocok dengan paham efisiensi pasar. Jika harga saham turun hanya
karena naiknya penawaran, maka saham itu akan menawarkan
pengembalian yang lebih tinggi daripada saham yang setara dan
investor akan tertarik padanya seperti semut melihat gula (Brealey et,
al, 2008 :423)
5. Flipping Activity
Bayley (2006) mendefinisikan aktivitas flipping sebagai volume
saham yang sedang dijual dan dibeli oleh investor pada hari pertama IPO
atau total saham yang diinvestasikan oleh investor sebelum daftar IPO,
diukur dengan perdagangan aftermarket. Lee dan Walter (2006)
mendefinisikan flipping sebagai menjual kembali saham IPO selama tiga
23
hari pertama perdagangan. Tujuannya adalah untuk melikuidasi alokasi
IPO dan dari sana, penjamin emisi dan investor institusional berusaha
untuk menciptakan hasil yang lebih baik dari IPO pada hari pertama
perdagangan untuk menarik investor ritel (Boehmer & Fishe, 2000).
Flipping adalah istilah yang digunakan ketika saham langsung dijual di
aftermarket oleh investor yang menerima alokasi awal di harga
penawaran dan tidak termasuk pembelian di aftermarket. Underwriter
tidak mengungkapkan proporsi saham yang dialokasikan untuk
lembaga/institusi dan individu (Aggarwal,2003)
Dalam keadaan normal, saham yang awalnya dialokasikan untuk
investor sebelum listing dan mereka cenderung untuk melikuidasi saham
itu pada hari pertama perdagangan. Investor yang membeli saham baru
dan menjualnya bahkan pada peningkatan titik harga saham tertinggi IPO
dikatakan sebagai "flipper". Dengan kata lain, memiliki kinerja harga
pasar yang buruk atau harga yang tinggi dari IPO akan melambung pada
hari pertama perdagangan di akhiri dengan aktivitas flipping. Terlepas
dari itu, adanya flipper tidak hanya menciptakan masalah di
pasar, sebaliknya, itu juga memberikan kontribusi untuk kelancaran
kenaikan likuiditas pasar sekunder untuk IPO. Misalnya, jika investor
saat IPO hanya menjadi investor jangka panjang, maka tidak akan ada
perdagangan aftermarket dan karenanya harga saham tidak akan berubah
dari harga penawaran, hal ini menyebabkan tidak ada peran penjamin
emisi dalam (Leow Hon Wei,2015).
24
Arosio (2001) Karena pendapatan awal dapat berhubungan
dengan kegiatan "flipping" (yaitu investor menjual saham IPO dalam
rangka untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal), kami juga
dapat berhipotesis bahwa beberapa investor memiliki informasi superior
dari pasar, dan mampu untuk menunjukkan IPO terburuk. Karena itu
mereka divestasi secepatnya saham mereka dalam rangka untuk
memanfaatkan keuntungan apapun, dan likuiditas saham secara negatif
dipengaruhi.
Ellis (2006) menemukan bahwa hubungan antara return awal dan
komposisi dari volume perdagangan berpengaruh secara signifikan positif
terhadap kegiatan flipping. Penelitian lain yang melaporkan hubungan
positif antara return awal dan aktivitas flipping di aftermarket yaitu
Miller dan Reilly (1987) dan Schultz dan Zaman (1994). Selain initial
return, reputasi underwriter dan revisi harga dari harga pengajuan untuk
harga penawaran juga menjelaskan aktivitas flipping IPO di perdagangan
aftermarket.
Dampak buruk aktivitas flipping yang berlebihan yaitu pada awal
penawaran harga saham IPO melambung tinggi dan biasanya setelah
melewati 20 hari pertama perdagangan harga saham mulai menurun
diikuti dengan kinerja saham jangka panjang yang terus menurun.
Aktivitas flipping ini di anggap buruk bagi perusahaan karena penjamin
emisi menjual saham ke investor jangka pendek, tidak ke investor jangka
panjang. Maka penyimpangan aktivitas flipping ini rentan sekali
25
dilakukan oleh investor yang bekerja sama dengan penjamin emisi.
Aktivitas flipping ini memiliki kekurangan dan kelebihan.
Aktivitas flipping ini menjadi efisien jika dapat di kendalikan, salah satu
tugas penjamin emisi untuk mengendalikan aktivitas flipping tersebut.
Semuanya baik selama kegiatan flipping tidak tidak terlalu panas di pasar
primer secara keseluruhan. Selanjutnya, kegiatan flipping dapat
diselesaikan dengan menawarkan saham kepada berbagai investor hal ini
di lakukan untuk mencegah kecenderungan beberapa investor institusi
untuk monopoli saham IPO di satu sisi dan volatilitas dari IPO pada hari
pertama perdagangan. Oleh karena itu, dapat diatasi dalam kekuatan
penjamin emisi. Kegiatan flipping memiliki peran yang signifikan dalam
memprediksi aktivitas perdagangan berikutnya.
6. Kinerja Jangka Panjang Menurun ( underperformance )
Penurunan kinerja saham jangka panjang (underperformed) yang
diukur dengan abnormal return merupakan fenomena selanjutnya yang
mengikuti IPO. Keadaan underpeformed akan terjadi bilamana abnormal
return negatif, artinya harga saham sesudah IPO menjadi lebih buruk dari
harga perdananya. Penelitian yang berkaitan dengan kinerja saham
setelah penawaran perdana telah banyak dilakukan. Hasilnya
menunjukkan bahwa dalam jangka pendek terdapat fenomena
underpricing dan dalam jangka panjang terdapat penurunan kinerja
(underperformed). Adapun faktor yang bisa menjelaskan terjadinya
26
underperformance tersebut adalah kesalahan dalam pengukuran risiko,
bad luck dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan (
Ritter, 2000).
Kinerja saham yang outperformed menggambarkan kinerja saham
yang positif atau mengalami kenaikan dalam jangka panjang. Dalam
penelitian ini kinerja saham akan diukur melalui abnormal return jangka
pendek (3 bulan) dan abnormal return jangka panjang (24 bulan), apakah
terjadi underperformed atau outperformed (Ritter, 1991).
Kinerja jangka panjang adalah kinerja saham dalam jangka waktu
lebih dari satu tahun. Sebuah peneltian yang menguji mengenai
fenomena underperformance pada kinerja periode jangka panjang dari
IPO yang dilakukan di Italia. Hasil yang didapatkan pada sebagian besar
IPO yang terjadi mengalami outperformance setelah 1, 5, dan 10 hari
perdagangan dan setelah 2 atau 3 tahun perdagangan akan mengalami
underperformance di pasar, meskipun return saham IPO yang terjadi di
era 80an tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan return
saham-saham lainnya (Arosio, 2001).
Dalam penelitian lainnya mengenai perilaku dari saham IPO di
Kanada. Didapatkan hasil bahwa secara signifikan kinerja periode jangka
panjang dari IPO di Kanada mengalami underperformance pada pasar
yang sama (Kooli dan Suret, 2002).
Sedangkan penelitian lainnya mengenai kinerja surat berharga
setelah penawaran perdana di Indonesia dengan melihat perbedaan dari
27
kinerja periode jangka panjang pendek dan periode jangka panjang.
Didapatkan hasil bahwa kinerja surat berharga pada periode jangka
pendek cukup baik (outperformance) sedangkan kinerja periode jangka
panjang mengalami penurunan (underperformance). Terdapat perbedaan
yang signifikan antara kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang
pada surat berharga yang dibeli pada harga perdana (Prastiwi dan
Kusuma, 2001).
Adanya kecenderungan perusahaan emiten melakukan manipulasi
dengan meningkatkan laba (earning management) sebelum melakukan
IPO. Apabila perusahaan melakukan manajemen laba akan berdampak
pada kinerja jangka panjangnya yang diukur dengan besarnya return
yang diterima investor (Friedlan, 1994).
7. Variabel yang Mempengaruhi Penelitian
a. Reputasi Underwiter
Saat melakukan IPO biasanya perusahaan bekerja sama
dengan banker investasi. Proses pembelian sekuritas oleh banker
investasi yang nantinya akan dijual kembali ke publik disebut dengan
underwriting (Jogiyanto, 2003). Banker investasi yang melakukan
proses underwriting ini disebut dengan underwriter.
Penjualan sekuritas di pasar perdana dilakukan oleh penjamin
emisi (underwriter) yang ditunjuk oleh perusahaan dengan bantuan
agen penjualan. Pada umumnya underwriter mempunyai 3 fungsi,
28
yaitu advisory function, underwriter function dan marketing function.
Sebagai advisory, underwriter memberikan saran kepada
perusahaan yang akan go public mengenai jenis sekuritas yang akan
dikeluarkan, penentuan harga sekuritas dan waktu penawarannya.
Underwriter function adalah fungsi penjaminan dimana emiten akan
meminta underwriter untuk menjamin penjualan saham perdana
emiten tersebut. Jika emiten meminta underwriter untuk memberikan
jaminan full commitment, maka underwriter menjamin seluruh
sekuritas akan terjual, dan bersedia membeli sisanya jika sebagian
sekuritas tidak terjual. Dalam prakteknya, tidak semua underwriter
bersedia memberikan jaminan full commitment, terutama untuk
sekuritas perusahaan-perusahaan yang belum mapan dan memiliki
resiko yang tinggi. Untuk perusahaan-perusahaan yang belum mapan
tersebut, biasanya underwriter hanya berani memberikan jaminan
best effort saja, artinya underwriter hanya akan berusaha sebaik
mungkin untuk menjual sekuritas yang diterbitkan oleh perusahaan
tersebut.
Harga sekuritas yang dijual di pasar perdana (offering price)
telah ditentukan terlebih dahulu oleh perusahaan yang akan
melakukan go public dan penjamin emisi. Dalam menentukan
offering price, underwriter dan emiten sering menghadapi kesulitan
untuk memperkirakan harga yang wajar. Underwriter cenderung
untuk menetapkan offering price lebih rendah dari harga yang
29
diharapkan oleh perusahaan yang akan go public, dengan tujuan
untuk menekan resiko tanggung jawab bila sekuritas yang
ditawarkan pada saat IPO tidak laku atau tidak habis terjual.
Harga penawaran yang relatif rendah inilah yang menjadi
salah satu penjelas mengapa harga saham pada saat dibuka di pasar
sekunder harganya cenderung meningkat. Kecenderungan naiknya
harga di pasar sekunder ini menjadi daya tarik utama bagi investor
untuk membeli saham di pasar perdana, karena kenaikan harga ini
hampir selalu terjadi pada setiap IPO. Pola yang cenderung sama dan
berulang ini dianggap sebuah anomali kerena bertentangan dengan
hipotesis pasar modal yang efisien.
Penelitian reputasi underwriter dalam penelitian ini
menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan termasuk dalam
daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan
di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact book, maka
perusahaan listing di tahun tersebut yang dijamin oleh salah satu
penjamin emisi diberi nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak
dijamin oleh salah satu penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0.
b. Jenis Industri
Setiap kelompok industri mempunyai karakteristik tertentu
yang berbeda dari kelompok industri lain. Jenis industri merupakan
variabel dummy. Pada hakekatnya variabel dummy ini dimaksudkan
untuk menunjukkan tingkat underpriced perusahaan perusahaan dari
30
industri manufaktur berbeda dengan perusahaan non manufaktur
(Suyatmin, 2006:16).
Jenis industri digunakan sebagai variabel independen
bertujuan untuk melihat apakah underpricing terjadi pada hampir
semua jenis industri yang IPO atau hanya pada jenis industri tertentu
saja dan apakah terdapat perbedaan signifikan dalam tingkat
underpricingnya (Kristiantari, 2012:30).
Penelitian jenis industri dalam penelitian ini menggunakan
variabel dummy. Apabila perusahaan tersebut termasuk dalam
kategori perusahaan manufaktur maka akan diberi nilai 1 tetapi jika
tidak termasuk dalam kategori perusahaan non manufaktur maka
akan diberi nilai 0.
c. Reputasi Auditor
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi
yang digunakan oleh investor atau calon investor dan
underwriter untuk menilai perusahaan yang akan go public. Salah satu
persyaratan dalam proses go public adalah laporan keuangan yang
telah diaudit oleh kantor akuntan publik (Keputusan Menteri
Keuangan RI No.859 /KMK.01/1987). Laporan keuangan yang telah
diaudit akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih besar
kepada pemakainya. Investor membutuhkan laporan keuangan yang
telah diaudit oleh auditor yang berkualifikasi (Rosyati dan Sebeni,
2002).
31
Penggunaan adviser yang profesional (KAP Big Four) dapat
digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan
emiten. Dengan memakai jasa KAP Big Four akan mengurangi
kesempatan emiten untuk berlaku curang dalam menyajikan
informasi yang tidak akurat ke pasar. Dengan demikian, investor
akan lebih mempercayai laporan keuangan yang diaudit oleh KAP
Big Four dan percaya untuk menginvestasikan dananya pada emiten
tersebut. Dengan signal positif yang diberikan emiten, tingkat
underpricing dapat di minimalisir (Ratnasari dan Hudwinarsih,
2013:89).
Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan
keuangan ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi
tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas
perusahaan emiten (Holland dan Horton, 1993). Emiten yang
memilih untuk menggunakan auditor yang berkualitas akan dinilai
positif oleh investor yaitu emiten mempunyai informasi yang tidak
menyesatkan mengenai prospeknya di masa mendatang. Hal ini
berarti penggunaan auditor yang memiliki reputasi tinggi akan
mengurangi ketidakpastian pada masa mendatang. Ketidakpastian
yang rendah berasosiasi dengan tingkat underpricing yang rendah
(Kristiantari, 2013:792).
Penelitian reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan
variabel dummy. Apabila auditor termasuk dalam KAP Big Four
32
maka perusahaan listing di tahun tersebut diberi nilai 1, dan
sebaliknya apabila auditornya tidak termasuk dalam KAP Big Four
maka diberi nilai 0.
d. Hot and Cold Market ( TIME )
Saham “Hot” didefinisikan sebagai saham dengan Initial
Return (IR) di atas rata-rata. Pasar saham IPO “Hot” terjadi bila
Initial Return (IR) saham baru secara rata-rata sangat tinggi untuk
jangka waktu yang panjang. Ibbotson dan Jaffe (1975) dan Ritter
(1984) menemukan bahwa tingkat underpricing bervariasi dari
periode satu ke periode lainnya dan membentuk siklus initial return
yang tinggi (Hot) dan rendah (Cold). Tingkat underpricing juga
bervariasi dari satu sektor ke sektor lainnya. Siklus ini juga dapat
dilihat pada volume IPO (Sembel, 1996).
Hot market dapat ditentuan berdasarkan tingkat underperice
rata-rata tahunan, dimana periode hot market merupakan periode
dimana underpricing rata-rata dalam satu periode lebih besar dari
25% dan sebaliknya berlaku pada cold market (Arifin, 2010).
Hot IPO ditenggarai tidak hanya dari besarnya underpricing,
tetapi juga adanya volume penawaran saham yang banyak, seringnya
terjadi over-subscription dalam permintaan, dan kadang ada
konsentrasi penawaran yang dilakukan oleh industri tertentu
(Helwege dan Liang, 2004).
Menjelaskan siklus saham-saham “Hot “dan “Cold” secara
33
tidak langsung berhubungan dengan penjelasan IR positif. Sebagai
contoh, Ritter (1984) mencoba menggunakan model Winner’s Curse
dari Rock sebagai dasar pengembangan hipotesis perubahan
komposisi resiko (changing risk composition). Dalam hal ini model
Rock menyatakan bahwa ada hubungan positif antara uncertainty
dan underpricing, hipotesis Ritter ini memprediksi bahwa pasar IPO
selama periode “Hot” terdiri dari perusahaan yang beresiko tinggi.
Tetapi ternyata Ritter tidak menemukan bukti yang menyakinkan
untuk mendukung hipotesisnya karena hubungan antara resiko dan
initial return bukanlah linear dan stasioner.
Penjelasan teoritis tentang fenomena hot IPO dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1) Model asymmetric information
Model ini memprediksi bahwa hot market mendorong
perusahaan yang kualitasnya bagus untuk melakukan IPO atau
penawaran saham baru tambahan karena biaya asymmetric
information pada hot market akan lebih rendah.
2) Model keputusan melakukan IPO
Fischer (2000) menemukan bahwa kebanyakan perusahaan di
Jerman yang melakukan IPO adalah perusahaan yang memiliki
kesempatan pertumbuhan yang tinggi.
3) Model behavioral finance.
Model ini muncul terkait dengan temuan bahwa banyak
34
perusahaan IPO yang kinerja saham jangka panjangnya
mengalami underperformance, utamanya yang hot IPO. Dalam
kelompok ini ada, misalnya, Lerner (1994) yang mengemukakan
bahwa underperformance terjadi karena perusahaan IPO
mengeksploitasi overoptimism investor saat IPO.
Variabel Time dalam penelitian ini dilihat dari siklus Hot dan
Cold market dimana variabel ini merupakan variabel dummy untuk
perusahaan yang IPO pada hot market dan cold market. Tolak
ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underprice IPO tahunan.
e. Return On Asset (ROA)
Return on asset itu menunjukkan seberapa efektifnya
perusahaan beroperasi sehingga menghasilkan keuntungan atau laba
bersih bagi perusahaan. Return On Asset adalah rasio antara
keuntungan bersih setelah pajak terhadap jumlah aset secara
keseluruhan, atau ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat
pengembalian dari aset perusahaan. ROA merupakan salah satu rasio
profitabilitas. Tingkat profitabilitas merupakan informasi tingkat
keuntungan yang dicapai dari efektifitas perusahaan (Prastica, 2012).
Return on asset (ROA) merupakan rasio profitabilitas untuk
mengukur kemampuan manajemen dalam menghasilkan pendapatan
dari pengelolaan aset (Kasmir, 2010: 115).
ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan.
Profitabilitas perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar
35
mengenai efektifitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi
pertimbangan memasukan variabel ini sebagai salah satu faktor yang
mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan menghasilkan
laba di masa yang akan datang ditunjukkan dengan profitabilitas
perusahaan yang tinggi dan laba merupakan informasi penting bagi
investor sebagai perimbangan dalam menanamkan modalnya.
Profitabilitas yang tinggi suatu perusahaan mengurangi
ketidakpastian bagi investor sehingga menurunkan tingkat
underpricing, Yasa (2002). Hendrajaya (2005) menyatakan bahwa
prestasi perusahaan, khususnya tingkat keuntungan, memegang
peranan penting dalam penilaian prestasi usaha perusahaan dan
sering digunakan sebagai dasar dalam keputusan investasi,
khususnya dalam pembelian saham.
f. Return On Equity (ROE)
Menurut Brigham dan Houston (2010:149) Pengembalian
Ekuitas Biasa atau Return on Equity (ROE) adalah Rasio laba bersih
terhadap ekuitas biasa, untuk mengukur tingkat pengembalian
investasi pemegang saham biasa sedangkan menurut Menurut
Keown et al (2008:75) Pengembalian Ekuitas Biasa atau Return on
Equity (ROE) yaitu tingkat pengembalian saham biasa menunjukan
rata-rata perhitungan pengembalian atas investasi pemegang saham
yang diukur dengan membandingkan pendapatan bersih terhadap
ekuitas saham biasa.
36
Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity (ROE)
adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi nilai
buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih setelah
pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan pemegang saham di
perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan mencerminkan
penerimaan perusahaan atas peluang investasi yang baik dan
manajemen biaya yang efektif (Horne & Machowicz, 2005:225)
g. Debt Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Debt to equity ratio yang tinggi
mencerminkan resiko perusahaan yang tinggi sehingga
ketidakpastian investor meningkat dan akhirnya dapat meningkatkan
underpricing (Gatot dkk, 2013:152).
Sedangkan menurut Riyanto (2013:333) Rasio hutang atau
Debt to Equity Ratio (DER) yaitu bagian dari setiap rupiah modal
sendiri yang dijadikan jaminan untuk keseluruhan utang. Rasio
hutang atau Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang
menunjukan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh hutang. Semakin
rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang
disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan
bagi kreditor (margin perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai
aktiva atau kerugian besar. Horne dan Machowicz (2005:209)
37
Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri semakin sedikit
dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan, sebaliknya besarnya
hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya tidak
terlalu tinggi (Sutrisno, 2001:233).
h. Earning Per Shared (EPS)
Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang
tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi,
maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham lebih
rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif berarti tidak
baik (Samsul, 2006). Menurut Fahmi (2013) earning per shared
(EPS) atau pendapatan perlembar saham adalah bentuk pemberian
keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap
lembar saham yang dimiliki. Informasi EPS suatu perusahaan
menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan
bagi semua pemegang saham perusahaan (Tandelilin, 2010). Investor
cenderung lebih memilih membeli saham perusahaan dengan nilai
EPS yang tinggi. EPS yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan
mampu memberikan tingkat kesejahteraan yang menjanjikan.
(Munawir, 2004) laba perlembar saham digunakan sebagai
indikator laba yang yang diperhatikan oleh investor yang merupakan
angka dasar yang diperlukan. (Senada, Munawir & Sartono, 2001)
menjelaskan para pemegang saham biasa dan calon investor sangat
tertarik pada EPS yang tinggi, karena saham dengan EPS yang tinggi
38
merupakan tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan. Syamsuddin
(2007) menambahkan, EPS yang besar merupakan salah satu
indikator keberhasilan perusahaan. Seorang investor membeli dan
mempertahankan saham perusahaan dengan harapan agar
memperoleh deviden dan capital gain.
i. Umur Perusahaan
Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan
mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang ada
dalam perekonomian. Umur perusahaan menunjukkan kemampuan
perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya informasi yang bisa
diserap oleh publik. Semakin panjang umur perusahaan semakin
banyak informasi yang bisa diserap masyarakat (Daljono, 2000).
Dalam kondisi normal, perusahaan yang telah lama berdiri
akan mempunyai publikasi perusahaan lebih banyak dibandingkan
dengan perusahaan yang masih baru. Calon investor tidak perlu
mengeluarkan biaya yang lebih banyak untuk memperoleh informasi
dari perusahaan yang melakukan IPO tersebut. Jadi perusahaan yang
telah lama berdiri mempunyai tingkat underpriced yang lebih rendah
daripada perusahaan yang masih baru (Aini, 2009:42).
j. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan dapat di jadikan sebagai proxy tingkat
ketidakpastian saham. Perusahaan yang berskala besar cenderung
lebih dikenal masyarakat sehingga informasi mengenai prospek
39
perusahaan berskala besar lebih mudah diperoleh investor daripada
perusahaan berskala kecil. Tingkat ketidakpastian yang akan
dihadapi oleh calon investor mengenai masa depan perusahaan
emiten dapat diperkecil apabila informasi yang diperolehnya banyak
(Ardiansyah,2004).
Tingkat ketidakpastian perusahaan berskala besar pada
umumnya rendah karena dengan skala yang tinggi perusahaan
cenderung tidak dipengaruhi pasar sebaliknya dapat mewarnai dan
mempengaruhi keadaan pasar secara keseluruhan. Keadaan ini dapat
dinyatakan sebagai kecilnya tingkat resiko investasi Perusahaan
berskala besar dalam jangka panjang. Sedangkan pada perusahaan
berskala kecil tingkat ketidakpastian dimasa yang akan datang besar,
sehingga tingkat resiko investasinya lebih besar dalam jangka
panjang ( Nurhidayati dan Indriantoro, 1998).
Dipasar riil ada beberapa cara untuk mengelompokan
perusahaan perusahaan. Ada pengelompokan yang didasarkan pada
jenis industri, ukuran perusahaan dan lain-lain. Pengelompokan
perusahaan berdasarkan ukuran perusahaan, yaitu perusahaan besar
dan kecil dapat dilihat dari berbagai cara antara lain dengan market
value (kapitalisasi pasar) dimana kapitalisasi ini diperoleh dengan
cara mengalikan jumlah saham beredar dengan harga saham pada
akhir tahun sebelumnya atau berdasarkan pada total asetnya
(Machfoedz, 1994). Salah satu faktor fundamental dari perusahaan
40
adalah besarnya total aset faktor ukuran perusahaan ini turut
menggambarkan kemungkinan kemampuan perusahaan dalam
menjalankan bisnisnya.
8. Keterkaitan Antara Variabel Penelitian
a. Hubungan antara Variabel Independen terhadap Tingkat
Underpricing
Reputasi Auditor Penggunaan adviser yang profesional
(auditor dan underwriter yang mempunyai reputasi tinggi) dapat
digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap kualitas perusahaan
emiten Holland dan Harton (1993). Dengan memakai adviser yang
profesional/berkualitas, akan mengurangi kesempatan emiten untuk
berlaku curang dalam menyajikan informasi yang tidak akurat ke
pasar. Penggunaan auditor dan underwriter yang memiliki reputasi
tinggi akan mengurangi ketidakpastian di masa mendatang, sehingga
menyebabkan saham mampu di hargai lebih tinggi dan mengurangi
tingkat underpricing.
Rasio profitabilitas perusahaan seperti ROA dan ROE memiliki
hubungan dengan underpricing. Dimana diduga semakin besar nilai
ROA dan ROE maka semakin kecil perusahaan tersebut mengalami
underpricing. Apabila EPS perusahaan tinggi, akan semakin banyak
investor yang ingin membeli saham tersebut sehingga menyebabkan
harga saham tinggi. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
41
bahwa Earning Per Shared berpengaruh terhadap underpricing.
Debt to Equity Ratio tinggi menggambarkan risiko perusahaan
yang tinggi pula sehingga investor dalam melakukan keputusan
investasi akan menghindarkan penilaian harga saham perdana yang
terlalu tinggi yang menyebabkan underpricing.
Umur perusahaan, jenis perusahaan dan ukuran perusahaan juga
dinilai berpengaruh terhadap underpricing karena perusahaan yang
sudah berdiri sejak lama dan memiliki total aset yang tinggi dinilai
dapat mengurangi tingkat underpricing. Diduga tingginya tingkat
underpricing berbeda di setiap sektor usaha seperti perusahaan yang
bergerak dibidang manufaktur dan non manufaktur memiliki tingkat
underpricing yang berbeda.
b. Hubungan antara Variabel Independen terhadap Tingkat
Flipping Activity
Hubungan antara reputasi underwriter terhadap flipping
activity yaitu penjamin emisi bertanggung jawab penuh dalam proses
IPO. Dimana jika terjadi flipping activity maka underwriter harus
mencari cara agar flipping activity dapat di hindari karena flipping
activity dinilai merugikan perusahaan dan hanya menguntungkan
investor.
Che-Yahya (2015) Dampak positif menunjukkan bahwa ada
peningkatan flipping aktifitas saat IPO ditugaskan atau dikelola oleh
underwriter terkemuka. Temuan ini, yang bertentangan temuan
42
sebelumnya oleh Chong et al. (2009) , Menunjukkan bahwa reputasi
underwriter bisa diambil sebagai sinyal kualitas perusahaan, sehingga
memicu permintaan tambahan dan, pada gilirannya, Kegiatan
flipping. Penjelasan ini tampaknya menjadi relevan karena
permintaan investor ditemukan berhubungan positif dan signifikan
terhadap flipping activity, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
permintaan IPO, lebih tinggi kecenderungan untuk pemegang saham
baru untuk melepaskan saham mereka dialokasikan untuk kesempatan
untuk membuat modal cepat keuntungan di aftermarket langsung.
Krigman, Shaw, dan Womack (1999) menemukan bahwa
kegiatan flipping memiliki proporsi yang lebih besar di volume
perdagangan di IPO lemah (cold) daripada di IPO panas
(hot). Namun, hasil ini didorong oleh perdagangan yang rendah
volume dalam IPO lemah (volume perdagangan yang tinggi di IPO
panas) dan bukan karena flipping. Kegiatan flipping benar dapat
diukur hanya dengan melihat besarnya flipping untuk alokasi
awal. Berdasarkan penelitan flipping activity lebih banyak terjadi
pada perusahaan di IPO panas.
Umur perusahaan, jenis perusahaan dan ukuran perusahaan juga
dinilai berpengaruh terhadap flipping activity karena perusahaan yang
sudah berdiri sejak lama dan memiliki total aset yang tinggi dinilai
memberikan sentimen positif terhadap investor untuk mendapatkan
keuntungan yang cepat dengan memanfaatkan tingkat underpricing.
43
c. Hubungan antara Variabel Independen terhadap Tingkat
Underperformance
Sanora (2013:1074) bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dan positif antara reputasi underwriter dengan return saham jangka
panjang. Hal ini dikarenakan underwriter memegang peranan penting
dalam penentuan harga saham pada saat penjaminan emisi serta
bertanggungjawab terhadap berhasil atau tidaknya penawaran saham,
apabila emiten menggunakan underwriter yang berkualitas tinggi,
maka para investor akan merespon positif informasi tersebut. Dengan
demikian keberadaan underwriter dapat dikatakan sebagai informasi
yang berguna bagi investor dalam menentukan pembuatan keputusan
berinvestasi baik di pasar perdana maupun di pasar sekunder. Maka
dari itu, semakin baik reputasi underwriter maka semakin baik pula
kinerja saham suatu perusahaan.
Rasio profitabilitas perusahaan seperti ROA dan ROE memiliki
hubungan dengan underperformance. Dimana diduga semakin besar
nilai ROA dan ROE maka semakin kecil kemungkinan perusahaan
tersebut mengalami underperformance. Apabila EPS perusahaan
tinggi, akan semakin banyak investor yang ingin membeli saham
tersebut sehingga menyebabkan harga saham tinggi. Harga saham
yang tinggi mencerminkan kinerja saham yang baik, kinerja saham
dimasa yang akan datang harus di perhatikan agar tidak mengalami
underperformance. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan
44
bahwa Earning Per Shared berpengaruh terhadap underperformance.
DER merupakan salah satu informasi yang penting bagi
investor untuk menilai resiko suatu nilai saham. Nilai DER yang
tinggi menandakan struktur permodalan usaha lebih banyak
memanfaatkan hutang-hutang relatif terhadap ekuitas, sehingga
menunjukan resiko financial atau resiko kegagalan perusahaan untuk
mengembalikan pinjaman akan semakin tinggi yang nantinya akan
mempengaruhi tingkat return yang akan diterima oleh investor
dimasa yang akan datang. Semakin tinggi nilai DER berarti semakin
tinggi resiko saham emiten tersebut, maka semakin tinggi pula tingkat
return yang diharapkan oleh investor, yang berarti juga semakin
tinggi kemungkinan saham mengalami underperformance tersebut
Suyatmin (2006). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap underperformance.
Umur perusahaan, jenis perusahaan dan ukuran perusahaan juga
dinilai berpengaruh terhadap underperformance karena perusahaan
yang sudah berdiri sejak lama dan memiliki total aset yang tinggi
dinilai dapat mempertahankan kinerja sahamnya dengan baik.
d. Hubungan antara Underpricing dan flipping activity terhadap
Tingkat Underperformance
Adanya perbedaan kinerja saham antara perusahaan dengan
jenis industri berbeda, dimana dalam penelitian ini mempergunakan
perusahaan keuangan dan non keuangan. Perbedaan kinerja saham
45
tersebut akan diuji berdasarkan underpricing dengan pendekatan teori
asimetri informasi yang berasumsi bahwa terdapat asimetri informasi
antara perusahaan, penjamin emisi (underwriter), dan investor serta
pengujian berdasarkan long-term underperformance dengan
pendekatan the impresario hypothesis yang berasumsi bahwa initial
return yang tinggi mampu menghasilkan kinerja jangka panjang yang
underperformance bagi saham IPO.
Salah satu fenomena IPO yang banyak diteliti adalah kinerja
jangka panjang. Hasil penelitian terdahulu relatif banyak yang
menyatakan bahwa kinerja jangka panjang IPO mengalami
underperformance, baik di pasar modal Negara maju maupun di pasar
modal Negara berkembang. Underperformance adalah penurunan
kinerja. Underperformance pada penelitian ini dimaksudkan terjadi
pada kinerja jangka panjang saham IPO. The Impresario Hypothesis
yang dikemukakan oleh Shiller, (1990) mencoba menjelaskan
mengapa underperformance dapat terjadi.
Hipotesis ini mendukung gagasan bahwa perusahaan dan
underwriter menciptakan surplus permintaan awal (melalui
underpricing), selanjutnya dalam jangka panjang pasar akan
mengoreksi harga. Investor yang membeli saham pada saat IPO akan
mendapatkan initial return yang cukup tinggi akibat banyaknya
permintaan akan saham tersebut pada awal masa perdagangan di
pasar sekunder. Initial return yang tinggi mampu menghasilkan
46
kinerja jangka panjang yang underperformed bagi saham IPO.
Arosio (2001) mendeteksi adanya hubungan korelasi negatif
antara return jangka panjang dan IPO flipping, ini menunjukkan
bahwa beberapa investor memiliki informasi superior tentang
perusahaan IPO dan mengambil keuntungan dari awal underpricing.
Krigman et al. (1999) menemukan hal menarik antara volume
perdagangan awal dan kinerja jangka panjang, hari pertama dikatakan
"winners" (yaitu IPO underpriced) terus menjadi pemenang selama
tahun pertama, dan hari pertama "dogs" (yaitu IPO dengan negatif
atau nol pengembalian awal) relatif terus menjadi dogs. Kecuali, pada
IPO hot (yaitu IPO sangat underpriced) yang biasanya diikuti dengan
kinerja masa depan yang buruk. Karena pada hari pertama listing
mereka investor (flipper) menjual isu saham tersebut memiliki kinerja
yang buruk di masa depan, mereka menyimpulkan bahwa flipping
activity dapat membuat kinerja jangka panjang yang buruk.
47
9. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
1 Arosio,R,
G.Giudici
,S. Palear
i. (2001)
The Market
Performanc
e of Italian
IPOs in the
Long-Run
Regression
Analysis
Sebagian besar IPO
yang terjadi
mengalami
overperformed setelah
1, 5, dan 10 hari
perdagangan dan
setelah 2 atau 3 tahun
perdagangan akan
mengalami
underperformed di
pasar, meskipun
return saham IPO
yang terjadi pada era
80an tidak
menunjukkan
perbedaan yang
signifikan dengan
return saham-saham
lainnya. Ditunjukkan
pula adanya hubungan
negatif antara jumlah
penawaran pada
saham IPO dengan
underperformance
jangka panjang. Juga
ditemukan adanya
korelasi negatif antara
kinerja jangka panjang
dengan aktivitas
“flipping” (aktivitas
ambil untung dari
investor dengan
menjual saham IPO
dengan memanfaatkan
adanya underpricing)
dari para investor.
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
Arosio adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat aktivitas
flipping dan
kinerja jangka
panjang saham-
saham yang
melakukan IPO
tetapi melihat
tingkat
underpricingnya
juga.Dan
metode yang di
gunakan dalam
penelitian ini
menggunakan
metode
generalized
least square
48
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
2 Sahoo
dan Rajib
(2010)
After
Market
Pricing
Performanc
e of Initial
Public
Offerings
(IPOs):
Indian IPO
Market
2002-2006
Ordinary
Least
Square
Regression
Hasilnya adalah
underpricing, offer
size, dan hot market
berpengaruh negatif
terhadap
underperformance.
Leverage dan ex-ante
uncertainty
berpengaruh positif
terhadap
underperformance.
Sedangkan post-issue
promoter holding,
age, price to book
value mempunyai
korelasi negatif
terhadap
underperformance dan
times subscribed
mempunyai korelasi
positif terhadap
underperformance
namun tidak
berpengaruh secara
signifikan.
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
Arosio adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat tingkat
underpricing
dan kinerja
jangka panjang
saham-saham
yang melakukan
IPO tetapi
melihat aktivitas
flipping
juga.Dan
metode yang di
gunakan dalam
penelitian ini
menggunakan
metode
generalized
least square
3 Liu dan
Ritter
(2011)
Local
underwriter
oligopolies
and IPO
undepricing
Ordinary
Least
Square
Regression
Tingkat underpricing
di pasar modal
Amerika pada periode
1993-1998 sebesar
15.9%, periode 1990-
2000 sebesar 64.5%
dan periode 2001-
2008 sebesar 12.1%
sehingga rata-rata
undepricing sebesar
24.4%. Hasil analisis
regresi terhadap initial
return menunjukkan
bahwa reputasi
underwriter, ukuran
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
liu ritter
adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat
underpricing
saja tetapi juga
melihat aktivitas
flipping dan
kinerja jangka
panjang saham-
49
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
perusahaan dan jenis
industri berpengaruh
terhadap
underpricing.
Sedangkan umur
perusahaan tidak
berpengaruh terhadap
tingkat underpricing.
saham yang
melakukan IPO.
Dan metode
yang di gunakan
dalam penelitian
ini
menggunakan
metode
generalized
least square
4 Asmalida
r (2011)
Analisis
Faktor
Fundament
al Terhadap
Return
Jangka
Pendek
dan Jangka
Panjang
Saham
Initial
Public
Offering di
Pasar
Sekunder
Bursa Efek
Indonesia
Structural
Equation
Model
(SEM)
Faktor Fundamental
yang terdiridari total
aset, rasio hutang
terhadap jumlah
kepemilikan,jumlah
saham yang
ditawarkan,
pendapatan kotor IPO,
umur perusahaan dan
rasio harga penawaran
terhadap laba per
lembar saham,
memiliki pengaruh
negatif terhadap
return jangka pendek
saham IPO.
Faktor fundamental
baik secara langsung
maupun tidak
memiliki pengaruh
positif terhadap return
jangka panjang saham
IPO. Dan indikator
yang dominan
mempengaruhi adalah
total aset. Return
jangka pendek dengan
indikator initial return
dan opening price
return memiliki
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
Agathee,et al
adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat variabel
underper-
formance saja
tetapi juga
melihat aktivitas
flipping dan
tingkat
underpricing
saham-saham
yang melakukan
IPO. Variable
yang di gunakan
juga berbeda.
Dan metode
yang di gunakan
dalam penelitian
ini
menggunakan
metode
generalized
least square
50
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
pengaruh positif
terhadap return jangka
panjang saham IPO
dengan indikator
market adjusted
abnormal return 12
bulan dan market
adjusted abnormal
return
24 bulan.
5 Yuan
Tian
(2012)
An
Examinatio
n
Factors
Influencing
Under-
Pricing Of
IPOs On
The London
Stock
Exchange
Regression
Analysis
Ukuran masalah,
risiko
sistematis, dan
pengaruh rasio utang
underpricing IPO.
Besar volume ukuran
masalah biasanya
memberikan
kontribusi ke tingkat
yang lebih rendah dari
underpricing. Risiko
sistematis dan hasil
rasio utang ke tingkat
yang lebih tinggi dari
underpricing. Dengan
demikian, terdapat
hubungan positif
antara
IPO dan risiko
sistematis & rasio
utang.
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
yuan tian adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat
underpricing
saja tetapi juga
melihat aktivitas
flipping dan
kinerja jangka
panjang saham-
saham yang
melakukan IPO.
Dan metode
yang di gunakan
dalam penelitian
ini
menggunakan
metode
generalized
least square
6 Agathee,e
t al
(2012)
Hot and
cold IPO
markets:
The case of
the Stock
Exchange
Ordinary
Least
Square
Regression
Hasilnya adalah IPO
yang memiliki initial
return tinggi
cenderung mengalami
underperformance.
Financial strengh
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
Agathee,et al
adalah
51
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
of
Mauritius
berpengaruh negatif
terhadap
underperformance.
Volume tidak
berpengaruh secara
signifikan namun
mempunyai korelasi
negatif terhadap
underperformance.
Industry tidak
berpengaruh secara
signifikan namun
memiliki korelasi
negatif terhadap
underperformance.
Hot market tidak
berpengaruh secara
signifikan namun
memiliki korelasi
positif terhadap
underperformance.
penelitian ini
tidak hanya
melihat variabel
underper-
formance saja
tetapi juga
melihat aktivitas
flipping dan
tingkat
underpricing
saham-saham
yang melakukan
IPO.
7 Ratnasari
dan
Hudiwina
rsih
(2013)
Analisis
Pengaruh
Informasi
Keuangan,
Non
Keuangan
Serta
Ekonomi
Makro
Terhadap
Underprici
ng Pada
Perusahaan
Ketika
IPO
Regresi
berganda
Hasil model regresi
berganda untuk
penelitian ini
menunjukkan bahwa
return on equity,
reputasi KAP dan
reputasi penanggung
memiliki dampak
yang signifikan
terhadap underpricing
pada tingkat 5%
secara
signifikan, sedangkan
financial leverage dan
tingkat inflasi tidak
berpengaruh pada
underpricing.
2. Return on equity
(ROE), reputasi kap
dan reputasi
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
Ratnasari dan
Hudiwinarsih
adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat
underpricing
saja tetapi juga
melihat aktivitas
flipping dan
kinerja jangka
panjang saham-
saham yang
melakukan IPO.
52
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
underwriter secara
bersama-sama
berpengaruh terhadap
underpricing.
Hasil uji koefisien
determinasi, nilai
adjusted R square
sebesar 17,4%
sedangkan sisanya
82,6% dipengaruhi
oleh faktor lain diluar
penelitian.
8 Perdana,
Darminto,
dan
Sudjana
(2013)
Pengaruh
Return On
Equity
(Roe),
Earning
Per Share
(Eps), Dan
Debt Equity
Ratio
(Der)
Terhadap
Harga
Saham
Regresi
Linear
Berganda
Variabel Return On
Equity (ROE),
Earning Per Share
(EPS), dan Debt
Equity Ratio (DER)
berpengaruh secara
simultan (bersama-
sama) terhadap harga
saham.
Variabel Earning Per
Share (EPS)
berpengaruh secara
parsial dan signifikan
terhadap harga
Saham.
Variabel Return On
Equity (ROE) dan
Debt Equity Ratio
(DER) secara parsial
berpengaruh tidak
signifikan terhadap
harga saham.
Variabel yang
dominan
Mempengaruhi
Perbedaannya
dengan
penelitian
Perdana,
Darminto,
dan Sudjana
adalah variabel
yang di gunakan
dalam penelitian
ini lebih banyak,
selain variabel
ROE,DER, EPS
tetapi juga
menggunakan
variabel reputasi
underwriter,
jenis industri,
reputasi auditor,
Time (hot/cold),
ROA, umur
perusahaan dan
kinerja
perusahaan
53
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
peningkatan harga
saham adalah Earning
Per Share (EPS),
karena EPS
mempunyai nilai
koefisien beta yang
paling tinggi daripada
variabel bebas
yang lain
9 Gatot,
dkk
(2013)
Pengaruh
DER, ROI,
Current
Ratio dan
Rata-Rata
Kurs
Terhadap
Undepricin
g
Pada Initial
Public
Offering
Studi Kasus
Pada
Perusahaan
Non
Keuangan
Di
Indonesia.
Ordiary
Least
Square
Regression
(OLS)
Untuk periode hot
market yang
berpengaruh yaitu
debt to equity ratio
(DER) dan rata-rata
kurs terhadap tingkat
underpricing pada
perusahaan non
keuangan yang go
public di BEI.
Sedangkan, pada
periode cold market
yang berpengaruh
hanya current ratio
terhadap tingkat
underpricing pada
perusahaan non
keuangan yang go
public di BEI. Pada
periode hot market,
DER, ROI, current
ratio dan rata-rata
kurs secara bersama-
sama berpengaruh
terhadap tingkat
underpricing pada
perusahaan non
keuangan yang go
public di BEI.
Sebaliknya, pada
periode cold market,
DER, ROI, current
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
Gatot, dkk
adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat
underpricing
saja tetapi juga
melihat aktivitas
flipping dan
kinerja jangka
panjang saham-
saham yang
melakukan IPO.
Dan metode
yang di gunakan
dalam penelitian
ini
menggunakan
metode
generalized
least square
54
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
ratio dan rata-rata
kurs secara bersama -
sama tidak
berpengaruh terhadap
tingkat underpricing
yang go public di BEI.
10 Norliza
Che
Yahya,
Ruzita
Abdul
Rahim &
Rasidah
Mohd
Rashid
(2015)
Impact Of
Lock-Up
Provision
On Two Ipo
Anomalies
In The
Immediate
Aftermarket
Multiple
Regression
Analysis
Studi ini menunjukkan
bahwa periode lock-
up dan rasio lock-up
secara negatif dan
signifikan
berhubungan dengan
Aktifitas Flipping
. Sementara itu,
penelitian ini
menemukan tingkat
kepercayaan pada lock
up memiliki pengaruh
yang signifikan
terhadap IPO kembali
pada hari daftar,
meskipun tanda positif
untuk rasio lock-up
pada kembali awal
konsisten untuk
prediksi. Terlepas dari
itu,temuan pada
hubungan negatif dan
signifikan antara
parameter penyediaan
lock-up dan Aktifitas
flipping menunjukkan
peran mereka lebih
sebagai komitmen dan
alat pengendali
bukannya signaling
alat berkualitas.
Perbedaan
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
norliza dkk
adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat aktivitas
flipping saja
tetapi juga
melihat tingkat
underpricing
dan kinerja
jangka panjang
saham-saham
yang melakukan
IPO.
Dan metode
yang di gunakan
dalam penelitian
ini
menggunakan
metode
generalized
least square
11 Leow “Stagging” Hierarchy Momentum pasar IPO Perbedaan
55
No. Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian Perbedaan
dengan
penelitian ini
Hon Wei,
2015
and
Flipping
Activity:
The
Moderating
Effect of
IPOs
Performanc
e towards
Market
Momentum
s
regression yang very cold
membantu dalam
mendorong adanya
aktifitas Flipping pada
volume perdagangan,
IPO hot membantu
dalam merangsang
aktifitas Flipping
untuk volume
perdagangan dan
saham yang
ditawarkan. Namun
demikian, ada efek
moderasi dari kinerja
IPO awal menuju IPO
hot mempengaruhi
aktifitas
Flipping. Pasar IPO
mengalami aktifitas
Flipping aktif di IPO
hot dan IPO very
cold, untuk membantu
dalam memprediksi
aktivitas perdagangan
berikutnya.
dengan
penelitian yang
dilakukan oleh
Leow Hon Wei
adalah
penelitian ini
tidak hanya
melihat aktivitas
flipping saja
tetapi juga
melihat tingkat
underpricing
dan kinerja
jangka panjang
saham-saham
yang melakukan
IPO.
Dan metode
yang di gunakan
dalam penelitian
ini
menggunakan
metode
generalized
least square
56
10. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan terhadap saham perusahaan yang melakukan
IPO pada periode 2010 sampai 2014 yang bertujuan untuk menditeksi
keberadaan penyimpangan (anomali) pada saham – saham yang baru
melakukan IPO.
Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu dan konsep-konsep dasar
sebagaimana diuraikan sebelumnya maka kerangka pemikiran teoritis dapat
disusun sebagai berikut :
57
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir
Perusahaan yang melakukan IPO tahun 2010- 2014
Daftar Efek Syariah
Bursa Efek Indonesia
Variabel Dependen
1. Initial Return
2. Flipping Activity
3. Abnormal Return
Variabel Independen :
1. Reputasi Underwriter
2. Reputasi Auditor
3. Jenis Industri
4. Time (Hot/Cold)
5. Return On Asset
6. Return On Equity
7. Debt to Equity Ratio
8. Earning Per Shared
9. Umur Perusahaan
10. Ukuran Perusahaan
Uji Asumsi Klasik
Model Generalized Least Square
Uji t (Parsial) Koefisien Determinasi (R2)
Uji F (Simultan)
Interprestasi
One Sample Test
58
11. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, teori, penelitian terdahulu maka
peneliti memilih beberapa hipotesis sebagai berikut :
1. Hipotesis Pertama :
a. Ha : μ < 0 terjadi underpricing pada penawaran umum perdana
(IPO) di Bursa Efek Indonesia.
b. Ha : μ < 0 terjadi underpricing pada penawaran umum perdana
(IPO) di Daftar Efek Syariah.
c. Ha : μ < 0 terjadi Flipping Activity pada penawaran umum
perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
d. Ha : μ < 0 terjadi Flipping Activity pada penawaran umum
perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah.
e. Ha : μ < 0 terjadi underperformance pada penawaran umum
perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
f. Ha : μ < 0 terjadi underperformance pada penawaran umum
perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah.
2. Hipotesis Kedua :
a. Ha : βi ≠ 0 terjadi pengarung antara Reputasi Underwiter, Jenis
Industri, Reputasi Auditor, Time (Hot/Cold) ROA,
ROE, DER, EPS, Umur Perusahaan dan Ukuran
Perusahaan terhadap Initial return, Flipping
Activity, dan Underperformance di Bursa Efek
Indonesia.
59
b. Ha : βj ≠ 0 terjadi pengaruh antara Reputasi Underwiter, Jenis
Industri, Reputasi Auditor, Time (Hot/Cold) ROA,
ROE, DER, EPS, Umur Perusahaan dan Ukuran
Perusahaan terhadap Initial return, Flipping
Activity, dan Underperformance di Daftar Efek
Syariah.
3. Hipotesis Ketiga :
a. Ha : β1 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing
terhadap tingkat Flipping Activity di Bursa Efek
Indonesia.
b. Ha : β2 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing
terhadap tingkat Flipping Activity di Daftar Efek
Syariah.
c. Ha : β3 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing dan
tingkat Activitas Flipping terhadap tingkat
Underperformance di Bursa Efek Indonesia.
d. Ha : β4 ≠ 0 terjadi pengaruh antara tingkat Underpricing dan
tingkat Activitas Flipping terhadap tingkat
Underperformance di Daftar Efek Syariah.
60
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah saham - saham perusahaan
yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah
periode 2010 - 2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
seluruh perusahaan yang mengalami underpricing saat melakukan
penawaran umum saham perdana (Initial Public Offering) di Bursa Efek
Indonesia dan Daftar Efek Syariah periode 2010 - 2014.
Alasan peneliti menggunakan sampel perusahaan yang IPO di Bursa
Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah karena peneliti ingin melihat apakah
terdapat anomali initial publik offering di saham perusahaan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sampel
non probabilitas dengan metode Purposive Sampling. Purposive Sampling
adalah penarikan sampel dengan pertimbangan tertentu (Suhardi dan
Purwanto, 2008:17)
Kriteria perusahaan yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia
(BEI) periode 2010-2014.
61
2. Seluruh perusahaan yang melakukan IPO di Daftar Efek Syyariah
(DES) periode 2010-2014.
3. Perusahaan yang mengalami underpricing pada saat penawaran umum
saham perdana (IPO)
4. Perusahaan yang listing pada awal periode pengamatan dan tidak
delisting sampai akhir periode pengamatan.
5. Perusahaan yang memiliki ROA positif.
6. Memiliki informasi dan ketersediaan data yang digunakan oleh peneliti.
Tabel 3.1
Kriteria pemilihan sampel di Bursa Efek Indonesia
Sumber : data diolah
No. Kriteria Jumlah
Perusahaan
1. Perusahaan yang melakukan IPO periode 2010 – 2014
123
2. Perusahaan yang mengalami overpricing
(13)
3. Perusahaan yang memiliki IR 0%
(5)
4. Perusahaan yang datanya tidak sesuai dengan kriteria
penelitian
(2)
Jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria
103
62
Tabel 3.2
Kriteria pemilihan sampel di Daftar Efek Syariah
Sumber : data diolah
C. Metode Pengumpulan Data
Sumber data sebagai salah satu bagian penelitian yang
merupakan bagian terpenting. Metode pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan cara :
1. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Indonesia Stock Exchange (IDX),
Otoritas Jasa Keuangan, jurnal, literature, dan internet. Data yang
digunakan adalah sebagai berikut :
a. Daftar perusahaan yang mengalami underpricing saat penawaran
umum saham perdana (IPO) di BEI.
b. Daftar perusahaan yang mengalami underpricing saat penawaran
umum saham perdana (IPO) di DES.
c. Laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan pada tahun
No. Kriteria Jumlah
Perusahaan
1. Perusahaan yang melakukan IPO periode 2010 – 2014
73
2. Perusahaan yang mengalami overpricing
(9)
3. Perusahaan yang memiliki IR 0%
(4)
4. Perusahaan yang datanya tidak sesuai dengan kriteria
penelitian
(1)
Jumlah sampel yang sesuai dengan kriteria
59
63
perusahaan melakukan IPO pada periode 2010-2014.
d. Data perkembangan harga saham harian pada saat perusahaan
melakukan IPO pada periode 2010-2014.
2. Kepustakaan
Penulis mengadakan penelitian studi kepustakaan untuk
menunjang materi pembahasan pada penelitian. Kegiatan-kegiatan ini
dilaksanakan dengan cara mengumpulkan informasi melalui buku-
buku, jurnal literatur, majalah, koran, website dan lain-lain yang
berkaitan dan mendukung penelitian ini. Kegiatan penelitian
kepustakaan untuk memperoleh dasar-dasar teori yang dapat
digunakan sebagai landasan teoritis dalam menganalisa masalah yang
diteliti dan sebagai pedoman penelitian di lapangan.
D. Metode analisis Data
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan apakah dalam model regresi, variabel
dependent, variabel independent atau keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak. Model yang baik adalah distribusi
normal atau mendekati normal.
Uji statistika Kolmogorov-smirnov (K-S) merupaan uji yang
digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi
dengan distribusi tertentu dalam hal ini adalah distribusi normal
(Widarjono, 2010).
64
Ada beberapa cara mendeteksi normalitas dengan melihat
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar
pengambilan keputusannya adalah :
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Multikolenieritas menunjukkan adanya hubungan linier yang
sempurna atau pasti diantara beberapa/semua variabel yang
independen dari model yang ada. Hal ini dapat menimbulkan bias
dalam spesifikasinya, karena koefisien regresi menjadi tidak
terhingga. Meroge yang digunakan dalam pengujian
multikolenieritas adalah tolerance variance inflaction factor (VIF).
Menurut Hair et al batas tolerance value dibawah 0.1 dan variance
inflaction factor (VIF) adalah 10. Jika nilai tolerance value dibawah
0.1 atau variance inflaction factor (VIF) diatas 10 maka terjadi
multikolenieritas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
65
t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainya, Imam Ghozali (2005).
Menurut Ghozali (2011:111) salah satu cara untuk
mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model regresi
yang digunakan maka dapat dideteksi dengan uji Durbin-Waston
(DW Test).
Gujarati (2003) dalam bukunya, bila menggunakan model
GLS (generalized least square) dalam penelitian maka hasil output
tidak memiliki masalah dalam autokorelasi. Hal ini dikarenakan
model GLS sudah menyertakan parameter autokorelasi dalam
menghitung outputnya. Permasalahan autokorelasi hanya menjadi
penting jika menggunakan model OLS.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas ini berujuan untuk menganalisis apakah
variansi dari error bersifat tetap/konstan (homokedastik) atau berubah
ubah (heteroskedastik). Didalam literatur dikenal dengan banyak
metode untuk pengujian heteroskedasitas, di antaranya yang populer
adalah uji White (Rosadi, 2012:53).
Uji White menggunakan residual kuadrat sebagai variabel
dependen dan variabel independennya terdiri atas variabel
independen yang sudah ada ditambah lagi dengan perkalian dua
variabel independen Untuk mendeteksi ada atau tidaknya
66
heteroskedastisitas dapat dilakukan uji White, dengan melihat nilai
Obs*R-Squared apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05
maka data dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas (Winarno,
2011:5.14). Jika terjadi heteroskedastisitas maka dapat menggunakan
metode Generalized Least Square (GLS) untuk mengatasinya.
Untuk permasalahan heteroskedastisitas menurut Gujarati
(2003) dalam bukunya basic econometric, permasalahan tersebut
dapat di atasi denga menggunakan metode GLS (Generalized Least
Square). Metode GLS telah diberikan perlakuan “white
heterescedasticity - consistent covariance” untuk mengantisipasi
data yang tidak bersifat homoskedastis.
2. Generalized Least Square (GLS)
Penyimpangan asumsi homoskedastisitas terhadap operasi OLS
sekalipun tidak merusak sifat unbiased dan konsistensinya, namun
merusak efisiensi estimatornya. Rusaknya sifat efisiensi estimator OLS
tersebut menyebabkan hasil pengujian hipotesisnya menjadi meragukan.
GLS, sebagai salah satu bentuk estimasi least square, merupakan bentuk
estimasi yang dibuat untuk mengatasi sifat heteroskedastisitas yang
memiliki kemampuan untuk mempertahankan sifat efisiensi estimatornya
tanpa harus kehilangan sifat unbiased dan konsistensinya.
Yi = β0 +β1Xi + εi dengan Var (εi) = σi2
67
Masing-masing dikalikan, maka diperoleh transformed model sebagai
berikut:
Yi* = β0* + β1Xi* + εi* 1/σ2
Dari perbandingan hasil perhitungan antara model estimasi OLS
dengan GLS terlihat bahwa GLS merupakan alternatif model estimasi
yang baik untuk berhadapan dengan gejala heteroskedastisitas. Hal
tersebut dikarenakan, di samping GLS memiliki kemampuan untuk
menetralisir akibat pelanggaran asumsi homoskedastisitas, model GLS
juga tidak kehilangan sifat unbiased dan konsistensi dari model estimasi
OLS. Sifat estimator metode GLS yaitu linear, tidak bias (unbiased),
variansi minimum.
3. Pengujian Hipotesis
a. Uji t (Parsial)
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
suatu variabel penjelas/independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel penelitian.
1) Ho : βi = 0, berarti tidak ada pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel dependen.
2) Ha : βi ≠ 0, berarti ada pengaruh dari variabel independen
terhadap variabel dependen.
b. Uji F (Simultan)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai
68
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/ terikat.
1) Ho : βi = 0, berarti tidak ada pengaruh dari variabel independen
secara simultan terhadap variabel dependen.
2) Ha : βi ≠ 0, berarti ada pengaruh dari variabel independen
secara simultan terhadap variabel dependen.
c. Koefisien Determinasi (adjusted R2)
Uji koefisien determinasi ditunjukkan untuk melihat
seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan
variabel dependen yang dilihat melalui adjusted R square karena
variabel independen lebih dari dua.
E. Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan variabel terikat (dependent variable) dan
variabel bebas (independent variable), yaitu :
1. Variabel Terikat (Dependent Variable)
Variabel dependen adalah variabel yang terikat dan dipengaruhi
oleh variabel Independen. Berdasarkan tujuan penelitian ini
maka variabel dependen yang digunakan adalah
a. Initial Return (IR).
Variabel ini diukur berdasarkan return harian dengan menggunakan
metode sederhana (mean) yang merupakan selisih antara harga
saham pada hari pertama penutupan dipasar sekunder dengan harga
saham pada penawaran perdana dibagi dengan harga saham
penawaran perdana (Jogiyanto,2000).
69
FLIP = VOL
NOSH
Dimana :
IR = Initial Return
Pt1 = Harga penutupan saham perdana (closing price) hari pertama
Pt0 = Harga penawaran saham perdana (offering price) hari pertama
b. Flipping Activity
Dimana :
VOL : trading volume of the ith issuer on the first trading day
(Total volume perdagangan saham pada hari ke-1)
NOSH : number of shares issued for the ith issuer at the IPO
(Jumlah total saham yang di terbitkan saat IPO)
c. Abnormal Return
Pengukuran abnormal return ini diukur dengan menggunakan Market
Adjusted Model yang menganggap bahwa penduga yang terbaik
untuk mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar
saat tersebut. Dengan menggunakan model ini, tidak perlu
menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi
IR = Pti − Pto
Ptix 100%
70
Rmt = IHSGt – IHSGt-1
IHSGt-1
ARit = Rit ─ Rmt
karena return sekuritas yang diestimasi sama dengan return indeks
pasar. Berikut adalah rumus menghitung Market Adjusted Model :
ARit : Abnormal Return saham i pada hari ke-t
Rit : Actual Return saham i pada hari ke-t
Rmt : Return pasar yang di hitung dengan cara :
2. Variabel Bebas (lndependent Variable)
Variabel Independen adalah variabel yangn mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen.
Berdasarkan tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa
ada tidaknya anomali Initial Public Offering di pasar modal
Indonesia. Maka variabel independen yang digunakan adalah
Reputasi Underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, Time
(hot/cold), Return On Asset, Return On Equity, Debt to Equity Ratio,
Earning Per Shared , Umur Perusahaan, Ukuran Perusahaan.
Dimana reputasi underwriter, Jenis Industri, Reputasi Auditor, dan
Time (hot/cold) merupakan variabel dummy.
a. Reputasi Underwriter
Penelitian reputasi underwriter dalam penelitian ini
71
Berdasarkan peringkat 50 penjamin emisi di Bursa Efek Indonesia :
Penjamin emisi yang terdaftar di BEI = 1
Penjamin emisi yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia = 0
Berdasarkan kategori perusahaan :
Perusahaan Manufaktur = 1 Perusahaan Non Manufaktur = 0
menggunakan variabel dummy. Apabila perusahaan termasuk
dalam daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam
perdagangan di bursa setiap tahunnya yang diperoleh dari fact
book, maka perusahaan listing di tahun tersebut yang dijamin
oleh salah satu penjamin emisi diberi nilai 1, dan sebaliknya
apabila yang tidak dijamin oleh salah satu penjamin emisi
tersebut maka diberi nilai 0.
b. Jenis Industri
Penelitian jenis industri dalam penelitian ini menggunakan
variabel dummy. Apabila perusahaan tersebut termasuk dalam
kategori perusahaan manufaktur maka akan diberi nilai 1 tetapi
jika tidak termasuk dalam kategori perusahaan non manufaktur
maka akan diberi nilai 0.
c. Reputasi Auditor
Reputasi auditor berpengaruh pada kredibilitas laporan keuangan
ketika suatu perusahaan go public. Auditor yang bereputasi
72
Kategori penentuan Pasar Hot/Cold
Tingkat rata- rata Underpricing tahunan > 25% (periode Hot) : 1
Tingkat rata- rata Underpricing tahunan > 25% (periode Cold) : 0
tinggi dapat digunakan sebagai tanda atau petunjuk terhadap
kualitas perusahaan emiten (Holland dan Horton, 1993).
Penelitian reputasi auditor dalam penelitian ini menggunakan
variabel dummy. Apabila auditor termasuk dalam KAP Big Four
maka perusahaan listing di tahun tersebut diberi nilai 1, dan
sebaliknya apabila auditornya tidak termasuk dalam KAP Big
Four maka diberi nilai 0.
d. Time (hot/cold)
Hot market dapat ditentuan berdasarkan tingkat underperice
rata-rata tahunan, dimana periode hot market merupakan periode
dimana underpricing rata-rata dalam satu periode lebih besar
dari 25% dan sebaliknya berlaku pada cold market (Arifin,
2010). Variabel Time dalam penelitian ini dilihat dari siklus Hot
dan Cold market dimana variabel ini merupakan Variabel
dummy untuk perusahaan yang IPO pada hot market dan cold
market. Tolak ukurnya yaitu berdasarkan tingkat underprice IPO
tahunan.
Berdasarkan kategori Reputasi Auditor :
Auditor yang masuk dalam KAP Big Four = 1
Auditor yang tidak masuk dalam KAP Big Four = 0
73
Laba Setelah Pajak (EAT)
Return On Asset = x 100%
Total Asset
e. Return On Asset (ROA)
ROA merupakan ukuran profitabilitas perusahaan. Profitabilitas
perusahaan memberikan informasi kepada pihak luar mengenai
efektifitas operasional perusahaan, hal inilah yang menjadi
pertimbangan memasukan variable ini sebagai salah satu faktor
yang mempengaruhi underpricing. Kemampuan perusahaan
menghasilkan laba di masa yang akan datang ditunjukkan
dengan profitabilitas perusahaan yang tinggi dan laba
merupakan informasi penting bagi investor sebagai perimbangan
dalam menanamkan modalnya. Profitabilitas yang tinggi suatu
perusahaan mengurangi ketidakpastian bagi investor sehingga
menurunkan tingkat underpricing, Yasa (2002).
f. Return On Equity (ROE)
Pengembalian atas ekuitas atau Return on Equity (ROE)
adalah mengukur daya untuk menghasilkan laba pada investasi
nilai buku pemegang saham dengan membandingkan laba bersih
setelah pajak dengan ekuitas yang telah diinvestasikan
pemegang saham di perusahaan. Dimana ROE yang tinggi akan
mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi
74
ROE = Laba Bersih
Ekuitas Pemegang Saham Biasa
EPS = Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Saham Beredar
Total Hutang
Debt To Equity Ratio =
Modal
yang baik dan manajemen biaya yang efektif (Horne &
Machowicz, 2005:225)
g. Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to equity ratio digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar seluruh hutangnya baik jangka
pendek maupun jangka panjang. Debt to equity ratio yang tinggi
mencerminkan resiko perusahaan yang tinggi sehingga
ketidakpastian investor meningkat dan akhirnya dapat
meningkatkan underpricing (Gatot dkk, 2013:152).
h. Earning Per Shared (EPS)
Membeli saham berarti membeli prospek perusahaan, yang
tercermin pada laba per saham. Jika laba per saham lebih tinggi,
maka prospek perusahaan lebih baik, sementara laba per saham
lebih rendah berarti kurang baik, dan laba per saham negatif
berarti tidak baik (Samsul, 2006).
75
Umur Perusahaan = Tahun IPO Tahun Pendirian Perusahaan
Ukuran Perusahaan = Ln (Total aktiva )
i. Umur Perusahaan
Umur perusahaan dapat menjadi bukti bahwa perusahaan
mampu bersaing dan dapat mengambil kesempatan bisnis yang
ada dalam perekonomian. Umur perusahaan menunjukkan
kemampuan perusahaan dapat bertahan hidup dan banyaknya
informasi yang bisa diserap oleh publik. Semakin panjang umur
perusahaan semakin banyak informasi yang bisa diserap
masyarakat (Daljono, 2000).
j. Ukuran Perusahaan
Perusahaan yang besar merupakan perusahaan yang memiliki
sumber daya yang besar dan mampu untuk membiayai
penyediaan informasi baik untuk keperluan internal maupun
eksternal, Ulfani (2008). Variabel Ukuran Perusahaan
menggunakan data perusahaan pada periode 1 tahun sebelum
perusahaan melakukan IPO.
76
Rmt = IHSGt – IHSGt-1
IHSGt-1
Tabel 3.3
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Penjelasan Indikator
Initial
Return
(Y1)
Selisih antara harga saham
saat penawaran umum
perdana lebih rendah
dengan harga penutupan
hari perdana di pasar
sekunder
IR = Pti − Pto
Ptix 100%
Flipping
Activity
(Y2)
Proporsi dari total volume
perdagangan pada hari
pertama perdagangan
dengan jumlah total saham
yang di terbitkan.
FLIP = Total volume perdagangan
saham pada hari ke-1
Jumlah total saham yang di
Terbitkan
Abnormal
Return
(Y3)
Pengukuran abnormal
return ini diukur dengan
menggunakan Market
Adjusted Model yang
menganggap bahwa
penduga yang terbaik untuk
mengestimasi return suatu
sekuritas adalah return
indeks pasar saat tersebut.
ARit = Rit – Rmt
Dimana :
Reputasi
Underwiter
(X1)
Diukur dengan penjamin
emisi yang terdaftar dalam
peringkat 50 penjamin
emisi teraktif di Bursa Efek
Indonesia
Berdasarkan peringkat 50 penjamin
emisi di Bursa Efek Indonesia :
Penjamin emisi yang terdaftar
di BEI = 1
Penjamin emisi yang tidak terdaftar
di BEI = 0
77
Jenis
Industri
(X2)
Menunjukkan tingkat
Underpricing perusahaan
dari Industri manufaktur
berbeda dengan perusahaan
non manufaktur
Berdasarkan kategori perusahaan :
Perusahaan Manufaktur = 1
Perusahaan Non Manufaktur = 0
Reputasi
Auditor
(X3)
Diukur kategori apabila
perusahaan menggunakan
auditor yang termasuk
dalam KAP Big Four saat
perusahaan melakukan
listing
Berdasarkan kategori Reputasi
Auditor :
Auditor yang masuk dalam
KAP Big Four = 1
Auditor yang tidak masuk dalam
KAP Big Four = 0
Time
(Hot/Cold)
(X4)
Diukur dengan variabel
dummy untuk perusahaan
yang IPO pada hot market
dan cold market. Tolak
ukurnya yaitu berdasarkan
tingkat underpricing IPO
tahunan.
Kategori penentuan Pasar Hot/Cold
:
Tingkat rata- rata Underpricing
tahunan > 25% (periode Hot) = 1
Tingkat rata- rata Underpricing
tahunan < 25% (periode Cold) = 0
Return On
Asset
(X5)
Mengukur kemampuan
manajemen dalam
menghasilkan pendapatan
dari pengelolaan aset.
ROA = Laba setelah pajak EAT
Total Aset
Return On
Equity
(X6)
Mengukur kemampuan
manajemen dalam
menghasilkan pendapatan
dari pengelolaan modal
(equity)
ROE = Laba Bersih
Ekuitas Pemegang Saham Biasa
Debt Equity
Ratio
(X7)
Debt to Equity Ratio (DER)
yaitu rasio total hutang
terhadap modal perusahaan
Total Hutang
DER =
Modal
78
Earning Per
Shared
(X8)
Mengukur berapa laba yang
di dapat per lembar
sahamnya.
EPS = Laba Bersih Setelah Pajak
Jumlah Saham Beredar
Umur
Perusahaan
(X9)
Selisih antara tahun IPO
dengan tahun pendirian
perusahaan
AGE = Tahun IPO – Tahun
Pendirian Perusahaan
Ukuran
Perusahaan
(X10)
Diukur dengan Ln total
aktiva yang dimiliki
perusahaan tahun terakhir
sebelum perusahaan
tersebut go public.
SIZE = Ln (Total Aktiva)
79
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
B. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah salah satu bursa saham yang
dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam
upaya mendukung pembangunan ekonomi nasional. Bursa Efek
Indonesia juga berperan dalam upaya mengembangkan pemodal lokal
yang besar dan solid untuk menciptakan pasar modal Indonesia yang
stabil.
Bursa Efek Indonesia (BEI), atau Indonesia Stock Exchange
(IDX) merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek
Jakarta (BEJ) dengan Bursa Efek Surabaya (BES). Demi efektivitas
operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabung
Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek
Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivatif. Bursa hasil
penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.
Sejarah Bursa Efek, pasar modal telah hadir jauh sebelum
Indonesia Merdeka. Bursa efek Indonesia awalnya pada saat
pemerintahaan Hindia Belanda mendirikan di Batavia pada tanggal 14
Desember 1912 yang di selenggarakan oleh Vereniging Voor de
Effectenhandel. Pada tanggal 11 Januari 1925 di Buka Bursa Efek di
80
Surabaya, dan disusul dengan pembukaan Bursa Efek di Semarang pada
tanggal 1 Agustus 1925.
Pada tahun 1952, pemeritah membuka bursa efek di Jakarta, yang
diharapkan dapat menjadi indikator penunjang perekonomian. Namun,
karena inflasi dan resesi ekonomi yang berlangsung di Indonesia pada
waktu itu, maka pada tahun 1958 kegiatan bursa efek dihentikan (Rodoni,
2005:109).
2. Daftar Efek Syariah
a. Sejarah Pasar Modal syariah
Sejarah pasar modal syariah di Indonesia dimulai sejak
diterbitkannya Reksa Dana Syariah oleh PT. Danareksa Investment
Management pada 3 Juli 1997. Pada 3 Juli 2000, Bursa Efek
Indonesia (BEI) bekerja sama dengan PT. Danareksa Investment
Management dalam meluncurkan Jakarta Islamic Index dengan
tujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan
dananya secara syariah. Pasar modal syariah merupakan tempat di
mana efek syariah diperdagangkan. Efek-efek tersebut diatur dalam
Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek
Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan
dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada
tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan
Bapepam dan LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan
81
Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek
Syariah pertama kali oleh Bapepam-LK pada tanggal 12 September
2007.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
Daftar Efek Syariah adalah kumpulan efek yang tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal yang ditetapkan oleh
Bapepam-LK atau pihak yang disetujui Bapepam-LK. Daftar Efek
Syariah (DES) tersebut merupakan panduan investasi bagi Reksa
Dana Syariah dalam menempatkan dana kelolaannya serta juga dapat
dipergunakan oleh investor yang mempunyai keinginan untuk
berinvestasi pada portofolio Efek Syariah. DES yang diterbitkan
Bapepam-LK dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu:
1) DES Periodik
DES Periodik merupakan DES yang diterbitkan secara berkala
yaitu pada akhir Mei dan November setiap tahunnya. DES
Periodik pertama kali diterbitkan Bapepam-LK tahun 2007.
2) DES Insidentil
DES Insidentil merupakan DES yang diterbitkan secara berkala.
DES Insidentil diterbitkan antara lain yaitu:
a) Penetapan saham yang memenuhi kriteria efek syariah
bersamaan dengan efektifnya pernyataan pendaftaran
Emitrn yang melakukan penawaran umum perdana atau
pernyataan pendaftaran Perusahaan Publik.
82
b) Penetapan saham Emiten dan atau Perusahaan Publik yang
memenuhi kriteria efek syariah berdasarkan laporan
keuangan berkala yang disampaikan kepada Bapepam-LK
setelah Surat Keputusan DES secara periodik ditetapkan.
Selain itu, Penerbitan efek-efek dapat dilakukan dengan
beberapa akad sesuai dengan Peraturan Bapepam-LK Nomor
IX.A.14, antara lain akad ijarah, akad kafalah, akad mudharabah
(qiradh), dan akad wakalah. Akad-akad inilah yang lazim digunakan
dalam penerbitan efek syariah yang tergabung dalam Daftar Efek
Syariah.
b. Fungsi Pasar Modal syariah
Fungsi dari keberadaan pasar modal syariah adalah sebagai
berikut (Rodoni, 2009:65-66) :
1) Memungkinkan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
kegiatan bisnis dengan memperoleh bagian dari keuntungan dan
resikonya.
2) Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya guna
mendapatkan likuiditas.
3) Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk
membangun dan mengembangkan lini produksinya.
4) Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka
pendek pada harga saham yang merupakan ciri umum pada
pasar modal konvensional.
83
5) Memungkinkan investasi pada ekonomi yang ditentukan oleh
kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin pada harga
saham.
3. Deskripsi Objek Penelitian
a. Deskripsi objek penelitian di Bursa Efek Indonesia
Penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan yang
mengalami Underpricing saat melakukan penawaran umum saham
perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2010-2014
dengan metode purposive sampling.
Penelitian yang dilakukan di BEI periode 2010-2014 terdapat
123 perusahaan yang melakukan IPO. Namun dari 123 perusahaan
yang melakukan IPO, hanya 103 perusahaan yang mengalami
kualifikasi sampel dalam penelitian ini.
b. Deskripsi objek penelitian di Daftar Efek Syariah
Objek dalam penelitian ini selain pada perusahaan yang
mengalami Underpricing saat melakukan IPO di Bursa Efek
Indonesia (BEI) periode 2010-2014, yaitu pada seluruh perusahaan
yang mengalami underpricing saat melakukan penawaran umum
saham perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah (DES) periode 2010-
2014 dengan metode purposive sampling.
84
Penelitian yang dilakukan di DES periode 2010-2014 terdapat
73 perusahaan yang melakukan IPO. Namun dari 73 perusahaan
yang melakukan IPO, hanya 59 perusahaan yang mengalami
kualifikasi sampel dalam penelitian ini.
C. Analisis Data
1. Analisis Data di Bursa Efek Indonesia
a. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran dari
masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian yang
dilakukan di Bursa Efek Indonesia. Variabel-variabel yang
digunakan yaitu reputasi underwriter (RU), jenis industry (JI),
reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA),
return on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per
shared (EPS), umur perushaaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE)
sebagai variabel independen, dan variabel underpricing (IR), flipping
activity (FLIP) dan underperformance (AR)
85
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
IPO di Bursa Efek Indonesia
Sumber : data diolah SPSS 18, 2016
Variabel RU dihitung dengan menggunakan variabel dummy.
Apabila perusahaan yang listing di tahun tersebut dijamin oleh salah
satu penjamin emisi yang berada dalam daftar fact book maka diberi
nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu
penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0. Nilai mean variabel
reputasi underwriter dari seluruh sampel adalah 0,7476 yang berarti
74,76% dari seluruh perusahaan sampel telah menggunakan jasa
underwriter yang memiliki reputasi tinggi menurut daftar peringkat
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
RU 103 ,00 1,00 ,7476 ,43653
JI 103 ,00 1,00 ,1650 ,37304
AUD 103 ,00 1,00 ,2913 ,45657
Time 103 ,00 1,00 ,6019 ,49189
ROA 103 ,01 51,10 7,6743 8,60861
ROE 103 ,01 194,75 20,0741 25,28624
DER 103 ,03 83,70 3,4122 8,45609
EPS 103 ,00 2303,00 135,1276 294,78412
AGE 103 ,92 60,92 18,3108 13,24965
SIZE 103 21,76 31,11 27,8520 1,50892
IR 103 ,35 70,00 25,3221 21,65638
FLIP 103 ,00 1,08 ,0468 ,11042
AR 103 -,09 ,92 ,0134 ,10035
Valid N (listwise) 103
86
50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap
tahunnya yang diperoleh dari fact book.
JI dihitung dengan menggunakan variabel dummy untuk
perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Nilai minimum jenis
industri sebesar 0 untuk kategori perusahaan dalam sektor non
manufaktur dan nilai maksimum jenis industri sebesar 1 untuk
kategori perusahaan dalam sektor manufaktur, dengan rata-rata
sebesar 0,1650.
Variabel reputasi auditor (AUD) menggunakan variabel
dummy dimana nilai 1 diberikan untuk perusahaan yang
menggunakan auditor yang masuk ke dalam KAP Big four dan nilai
0 untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang tidak masuk
dalam KAP Big Four. Nilai mean variabel auditor dari seluruh
perusahaan sampel adalah 0,2913 yang berarti 29,13% dari seluruh
perusahaan sampel telah diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan
KAP Big Four yaitu KAP Osman Bing Satrio & Eny, KAP
Tanudiredja, Wibisana & Rekan, KAP Purwantono, Suherman &
Surja, KAP Sidharta dan Widjaja.
Variabel Time dihitung dengan menggunakan variabel dummy
untuk pasar dalam periode hot dan periode cold. Nilai minimum
sebesar 0 untuk kategori periode cold dan nilai maksimum variabel
time sebesar 1 untuk periode hot. Berdasarkan hasil statistik
deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh rata – rata emiten
87
melakukan IPO pada saat hot period sebesar 0,6019 yang berarti rata
– rata emiten yang melakukan IPO pada saat periode hot 60,19%
dibanding dengan emiten yang melakukan IPO pada saat cold
period.
Semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik karena
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari
semua aktiva yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila ROA
semakin rendah maka perusahaan tidak berhasil menggunakan aktiva
yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Informasi ROA ini
diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi
oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh
perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai ROA terendah dengan nilai
0,01 berada pada saham PT. Nirvana Development Tbk dan nilai
tertinggi di 51,10 berada pada saham PT. Toba Bara Sejahtera Tbk .
Rasio profitabilitas ROE menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba pada laporan keuangan terakhir
sebelum melakukan IPO. Informasi ROE ini diharapkan oleh emiten
dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan
hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh
bahwa nilai ROE terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT.
Nirvana Development Tbk. dan nilai tertinggi di 194,75 berada pada
saham PT. Toba Bara Sejahtera.
88
Debt to equity ratio (DER) sebaiknya besarnya hutang tidak
boleh melebihi modal sendiri, dimana semakin tinggi rasio ini maka
akan semakin beresiko. Informasi DER ini diharapkan oleh emiten
dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan
hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh
bahwa nilai DER terendah dengan nilai 0,03 berada pada saham PT
Benakat Petroleum Energy Tbk dan nilai tertinggi di 83,70 berada
pada saham Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk.
Laba Per Saham atau Earning Per Share (EPS) adalah jumlah
laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan
tersebut. EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham.
Informasi EPS ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan
keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik
deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai EPS
terendah dengan nilai 0 berada pada saham Capitol Nusantara
Indonesia Tbk dan Golden Plantation Tbk , sedangkan nilai tertinggi
di 2303,00 berada pada saham PT Grand Kartech Tbk.
Umur perusahaan termuda terjadi pada PT. Indofood CBP
Sukses Makmur Tbk yaitu 1 tahun yang terdaftar pada tanggal 7
Oktober 2010 termasuk dalam sektor manufaktur dalam subsektor
Food & Beverages. Umur perusahaan tertua terjadi pada PT. Garuda
Indonesia (Persero) Tbk yaitu 61 tahun yang terdaftar pada tanggal
11 Februari 2011 termasuk dalam sektor non manufaktur dalam
89
subsektor Transportation. Rata-rata umur perusahaan adalah ± 18
tahun.
Ukuran perusahaan (SIZE) dihitung dengan Ln(total asset)
yang dimiliki oleh perusahaan. SIZE terendah dimiliki oleh PT.
Provident Agro Tbk sebesar 21,76 sedangkan SIZE tertinggi dimiliki
oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk
sebesar 31,11
Berdasarkan statistik deskriptif, menggambarkan bahwa rata-
rata tingkat underpricing dari 103 perusahaan yang melakukan IPO
di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014 adalah sebesar 25,32%
dengan standar deviasi 21,66%. Tingkat underpricing terendah
terjadi pada PT Golden Plantation Tbk yaitu sebesar 0,35 %.
Sedangkan tingkat underpricing tertinggi memiliki nilai di atas 70 %
terjadi pada 3 perusahaan diantaranya PT. Multifiling Mitra
Indonesia Tbk , PT Bank dinar indonesia Tbk dan PT. Bank Agris
Tbk yang memiliki tingkat underpricing tertinggi sebesar 70,00%.
Variabel Flipping Activity (FLIP) menunjukan bahwa rata –
rata tingkat flipping di BEI sebesar 0,0468 yang berarti rata rata
46,8% perusahaan yang melakukan IPO mengalami Flipping
Activity. Perusahaan yang mengalami tingkat flipping activity
terendah terjadi pada PT. Batavia Prosperindo International Tbk
memiliki proporsi sebesaar 0. Sedangkan, Perusahaan yang
90
mengalami tingkat flipping activity tertinggi terjadi pada PT. Minna
Padi Tbk memiliki proporsi sebesar 1,08
Variabel Abnormal return (AR) menunjukkan bahwa rata –
rata return saham jangka panjang semua perusahaan sampel sebesar
0,134 yang berarti rata – rata return saham jangka panjang seluruh
perusahaan sampel mengalami kenaikan sebesar 13,05% selama 1
tahun setelah IPO. Penurunan return saham jangka panjang terendah
terjadi pada PT Intan Baruprana Finance Tbk sebesar - 0,09%,
sedangkan tingkat return saham jangka panjang tertinggi terjadi pada
PT Impack Pratama Industri tbk Tbk sebesar 0,92%.
b. Uji t- Satu Sampel (One Sample Test)
1) Uji t- Satu Sampel (underpricing)
Tabel 4.2
Uji t- satu sampel initial return
Sumber : data diolah SPSS
Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 11,867 > t-tabel
One-Sample Test
Test Value = 21,274
T Df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Y1 11,867 122 ,000 25,32214 21,0896 29,5547
91
(1,97976) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ
< 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk
uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak
sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi underpricing pada
penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 -
2014 dengan rata-rata tingkat underpricing diperoleh sebesar
25,32%.
Keterbatasan informasi mengenai perusahaan IPO dapat
menjadi pemicu terjadinya underpricing. Informasi tentang
perusahaan yang melakukan IPO yang terbatas menyulitkan investor
untuk menilai tingkat keuntungan dan risiko yang sebenarnya dari
saham IPO (Sulistio, 2005:90).
Fenomena underpricing yang terjadi pada penawaran umum
saham perdana (IPO) dalam penelitian ini konsisten dengan
penelitian yang dilakukan oleh Martani (2005), Yulianti (2011),
Fazri (2011), Badriah (2013) bahwa telah terjadi selisih antara harga
saham pada hari pertama penutupan (closing price) dengan harga
penawaran perdana (offering price) yang menyebabkan terjadinya
undepricing.
92
2) Uji t- Satu Sampel (flipping activity)
Tabel 4.3
Uji t- satu sampel flipping activity
Sumber : data diolah SPSS
Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 4,304 > t-tabel
(1,97976) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ
< 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk
uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak
sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi flipping activity pada
penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 -
2014 dengan rata-rata tingkat flipping activity diperoleh sebesar
4,68%.
Fenomena flipping activity yang terjadi pada penawaran
umum saham perdana (IPO) dalam penelitian ini menggambarkan
One-Sample Test
Test Value = 0,04694
T Df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Y2 4,304 122 ,000 ,04683 ,0252 ,0684
93
bahwa terjadi aktivitas ambil hasil untung dengan menjual saham
IPO dengan memanfaatkan tingkat underpricing.
3) Uji t- Satu Sampel (underperformance)
Tabel 4.4
Uji t- satu sampel Underperformance
Sumber : data diolah SPSS
Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 123 - 1 = 122 adalah 1,353 < t-tabel
(1,97976) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ
< 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,179 : 2) = 0,0895 untuk
uji satu sisi ini lebih besar dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 diterima
sehingga Ha ditolak, dimana tidak terjadi underperformance pada
penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Bursa Efek Indonesia periode 2010 -
2014 dengan rata-rata tingkat underperformance diperoleh sebesar
1,33%.
One-Sample Test
Test Value = 0,0134824
T Df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Y3 1,353 122 ,179 ,01338 -,0062 ,0330
94
Dari hasil tersebut secara statistik tidak terjadi fenomena
underperformance pada penawaran umum saham perdana (IPO)
dalam penelitian ini, hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang
menyebutkan bahwa saham yang mengalami underpricing akan
mengalami kinerja jangka panjang saham IPO yang menurun.
c. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang
baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk
mengetahui model regresi variabel dependen, variabel
independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak.
95
Gambar 4.1
Uji Normalitas Persamaan Y1 (Underpricing)
Probability Plot of RESI 1
7550250-25-50
99,9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0,1
RESI1
Pe
rce
nt
Mean -5,53258E-14
StDev 18,98
N 103
KS 0,081
P-Value 0,097
Probability Plot of RESI1Normal
Sumber : data diolah dengan Minitab16
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal
Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti
bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.097)>alpha 5%
maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
96
Gambar 4.2
Uji Normalitas Persamaan Y1 (Flipping Activity)
Probability Plot of RESI 1
0,500,250,00-0,25-0,50
99,9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0,1
RESI1
Pe
rce
nt
Mean -4,14447E-16
StDev 0,1224
N 103
KS 0,064
P-Value >0,150
Probability Plot of RESI1Normal
Sumber : data diolah dengan Minitab16
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal
Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti
bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob (0.150) > alpha 5%
maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
97
Gambar 4.3
Uji Normalitas Persamaan Y1 (Underperformance)
Probability Plot of RESI 4
1,00,50,0-0,5-1,0
99,9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0,1
RESI4
Pe
rce
nt
Mean -2,66454E-15
StDev 0,2998
N 103
KS 0,086
P-Value 0,063
Probability Plot of RESI4Normal
Sumber : data diolah dengan Minitab16
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal
Gambar 4.3 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti
bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.063) > alpha 5%
maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
98
2) Uji Multikolinearitas
Penelitian dilakukan pengujian terhadap data bahwa data
harus terbebas dari gejala multikolonearitas, gejala ini
ditunjukan dengan korelasi antar variabel independen. Pengujian
dalam uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF (Variance
Inflation Factor) harus berada di bawah 10, hal ini akan
dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 4.5
Uji Multikolinearitas Menggunakan Metode OLS
S
u
m
S
u
m
b
e
r
:
Sumber : data diolah dengan Minitab16
Tabel di atas menjelaskan bahwa data yang ada tidak
terjadi gejala multikolinearitas antara masing-masing variabel
independen yaitu dengan melihat nilai VIF. Nilai VIF yang
diperbolehkan hanya mencapai 10 maka data di atas dapat
No. Model VIF
(Y1)
VIF
(Y2)
VIF
(Y3)
1 Initial Return - 1.301 1.302
2 Flipping Activity - - 1.049
3 Abnormal Return - - -
4 Reputasi Underwriter 1.099 1.126 1.127
5 Jenis Industri 1.230 1.239 1.241
6 Reputasi Auditor 1.207 1.275 1.280
7 Time (hot/cold) 1.120 1.235 1.260
8 ROA 3.076 3.084 3.084
9 ROE 3.164 3.177 3.179
10 DER 1.059 1.088 1.088
11 EPS 1.396 1.414 1.415
12 Umur Perusahaan 1.125 1.126 1.127
13 Ukuran Perusahaan 1.280 1.289 1.309
99
dipastikan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Karena data di
atas menunjukan bahwa nilai VIF lebih kecil dari 10, keadaan
seperti itu membuktikan tidak terjadinya multikolinearitas.
3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi.Untuk mendeteksi autokorelasi dalam
penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson (DW).
Tabel 4.6
Nilai Durbin Watson dengan Metode OLS dan GLS
Sumber : Data diolah dengan Minitab16
Dari tabel diatas dapat dilihat nilai Durbin Watson dari
model OLS dan GLS sama – sama mendekati nilai angka 2,
Persamaan Metode OLS Metode GLS
Nilai Durbin Watson
Y1 2.21469 2.21125
Y2 2.04846 2.05232
Y3 2.15078 2.14273
100
maka dapat disimpulkan dari ke-tiga persamaan tersebut tidak
terjadi autokorelasi.
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Dimana data yang baik adalah
data yang homoskedastisitas yaitu yang memiliki kesamaan
varians dalam fungsi regresi. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan uji white.
Tabel 4.7
Uji White Persamaan Y1 (Underpricing)
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 2.618074 Prob. F(10,92) 0.0076
Scaled explained SS 22.50755 Prob. Chi-Square(10) 0.0127
Sumber : data diolah dengan Eviews
Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained
SS sebesar 22,50755 dengan nilai probabilitasnya sebesar 0,0127
≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
101
Tabel 4.8
Uji White Persamaan Y2 (Flipping Activity)
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 1.583691 Prob. F(73.,29) 0.0843
Scaled explained SS 2378.350 Prob. Chi-Square(73) 0.0000
Sumber : data diolah dengan Eviews
Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained
SS sebesar 2378,350 dengan nilai probabilitasnya sebesar
0,000 ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
Tabel 4.9
Uji White Persamaan Y3 (Underperformance)
Sumber : data diolah dengan Eviews
Dari hasil uji white terlihat bahwa nilai Scaled explained
SS sebesar 2035,037 dengan nilai probabilitasnya sebesar
0,000 ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic 2.457171 Prob. F(86,16) 0.0227
Scaled explained SS 2035.037 Prob. Chi-Square(86) 0.0000
102
Karena dari tiga persamaan tersebut dilihat dari uji white
mengandung heteroskedastisitas maka untuk mendapatkan
model terbaik menggunakan model Generalized Least Square
(GLS)
d. Pengujian Hipotesis
1) Uji t (Parsial) Model Generalized Least Square
Uji parsial digunakan untuk mengetahui besarnya masing-
masing pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI), Reputasi Auditor
(AU), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity
(ROE), debt to equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS),
umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE)
terhadap variabel dependen yaitu Underpricing, Flipping
Activity, dan Underperformance.
103
Tabel 4.10
Uji t (Parsial) Variabel Underpricing
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
Dari tabel 4.10 dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen. Berikut analisis dari masing-masing
uji variabel independen terhadap variabel bebas :
a) Pengaruh RU terhadap Underpricing
Variabel reputasi underwriter memiliki nilai
signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan
menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya RU secara parsial
104
berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial
return.
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel
Reputasi underwriter (UND) memiliki pengaruh yang
signifikan dan negatif terhadap underpricing. Artinya,
bahwa semakin tinggi reputasi underwriter yang digunakan
oleh perusahaan maka tingkat underpricing akan semakin
rendah, dan sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa
underwriter memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif
terhadap underpricing. Menurutnya, underwriter yang
bereputasi tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi
sebagai konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga
tingkat underpricing rendah
Dalam menghadapi IPO, calon investor cenderung
melihat terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter
karena menurut investor, underwriter dianggap memiliki
informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten.
Begitu pula jika dibandingkan dengan emiten, underwriter
dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang
pasar.
105
b) Pengaruh JI terhadap Underpricing
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi
0,002 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah negatif terhadap initial return.
Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh
industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap
underpricing . Arah koefisien negatif menandakan bahwa
hubungan variabel jenis industri dengan underpricing tidak
searah.
Menurut Lowry dan Schwert (2002), penumpukan
pendaftaran bagi banyak IPO dengan kesamaan dalam jenis
industri dalam satu periode akan menyebabkan korelasi
berantai terhadap initial return. Selain itu, initial return
yang tinggi akan menyampaikan informasi yang
menguntungkan tentang valuasi pasar. Informasi informasi
positif yang muncul di pasar akan memicu lebih banyak
perusahaan sejenis untuk melakukan IPO. Hal ini dapat
berpengaruh tingkat underpricing.
c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
106
β1 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah negatif terhadap initial return.
Hal ini sesuai dengan hipotesa pada penelitian ini,
dimana semakin baik reputasi auditor yang digunakan
emiten maka akan menurunkan tingkat underpricing atau
initial return begitupun sebaliknya.
Auditor mempunyai peranan penting dalam proses
penawaran saham perdana (IPO), karena auditor memiliki
peranan dalam melakukan pemeriksaan atas laporan
keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip
akuntansi dan ketentuan Bapepam serta memberikan
pendapat atas kewajaran dari laporan keuangan perusahaan.
Emiten yang menggunakan auditor yang memiliki reputasi
baik dapat mengurangi kesenjangan informasi sehingga
dapat mengurangi adanya ketidakpastian yang tidak
diungkapkan oleh informasi yang tertera di prospektus.
Sehingga semakin kecil ketidakpastian mengenai nilai
perusahaan di masa mendatang maka tingkat underpricing
akan semakin kecil.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Beatty
(1989) yang menemukan bahwa variabel reputasi auditor
memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap tingkat
107
underpricing atau tingkat initial return. Hasil yang sama
juga ditemukan pada penelitian di Indonesia dimana
Desalfianti (2010) menemukan bahwa terdapat hubungan
negatif signifikan antara reputasi auditor dengan tingkat
underpricing atau tingkat initial return.
d) Pengaruh Time (hot/cold) Terhadap Underpricing
Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi
0,020 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap initial return.
Hal ini berarti terdapat perbedaan tingkat
underpricing pada saat pasar hot atau pasar cold. Arah
koefisien yang positif menunjukan kenaikan yang searah.
Dimana pada pasar hot tingkat underpricing lebih tinggi
pada pasar cold. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu
yang menyebutkan bahwa rata-rata tingkat underpricing
pada sahat pasar hot lebih tinggi dari pasar cold.
Brownhilder (2013) menyatakan bahwa pasar IPO
panas ditandai dengan sangat tinggi initial return dan
variabilitas yang sangat tinggi dari initial return (ada
korelasi positif yang kuat antara mean dan volatilitas return
awal dari waktu ke waktu). Referensi menegaskan bahwa
108
pasar IPO panas ditandai oleh volume yang sangat tinggi
saat offering, underpricing yang tinggi , sering
oversubscription saat offering. Sebaliknya, IPO pasar dingin
memiliki underpricing yang rendah dan penerbitan lebih
rendah, lebih sedikit contoh kelebihan permintaan, dan
penawaran yang lebih besar. Cold market biasanya dipicu
oleh kualitas perusahaan IPO yang kurang baik dan tawaran
diterima dengan harga rendah dan sektor bisnis perushaan
hanya sedikit yang bersedia untuk go public
e) Pengaruh ROA terhadap Underpricing
Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,526 >
0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap initial return.
Tidak berpengaruhnya ROA (profitabilitas perusahaan)
pada underpricing dapat diakibatkan oleh ketidakpercayaan
investor atas informasi keuangan yang disajikan oleh
emiten.Temuan ini tidak konsisten dengan Kim et al. (1993)
dan Gerianta (2008) yang telah membuktikan bahwa
profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan (negatif) pada
underpricing.
Rini (2010) dalam Kristiantari (2012) melakukan
penelitian atas perusahaan yang melakukan IPO pada tahun
109
1995 sampai dengan tahun 2007 menemukan bahwa
perusahaan yang melakukan IPO di BEI melakukan
manajemen laba sebelum IPO (dua tahun dan satu tahun
sebelum IPO) dengan pola income maximization
(menaikkan laba). Terkait hasil penelitian Rini (2010),
maka ROA yang disajikan dalam prospektus adalah ROA
yang mengandung unsur manajemen laba. Terjadinya
manajemen laba mengakibatkan informasi keuangan yang
disajikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan fakta yang
sesungguhnya. Profitabilitas yang besar sebagaimana yang
disajikan dalam prospektus belum tentu dapat menunjukkan
kinerja perusahaan tersebut baik.
f) Pengaruh ROE terhadap Underpricing
Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,059> 0,05;
maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya
ROE secara parsial tidak berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap initial return.
Hasil uji parsial menunjukkan bahwa probabilitas
signifikansi ROE tidak signifikan. Hal tersebut berarti
kenaikan ataupun penurunan ROE tidak berpengaruh
terhadap kenaikan ataupun penurunan Underpricing. ROE
dalam suatu perusahaan merupakan imbal hasil yang
diterima perusahaan tersebut, yang berarti semakin tinggi
110
ROE semakin tinggi tingkat imbal hasil yang dihasilkan
oleh perusahaan tersebut. Akan tetapi para investor tidak
melihat ROE perusahaan dalam investasi karena banyak
perusahaan yang ROEnya tinggi pada saat sebelum
melakukan IPO, tetapi kemudian hari banyak juga
perusahaan yang mengalami kerugian.
Penelitian ini sejalan dengan Risqi dan Harto (2013)
dan Aini (2013) dimana ROE tidak memiliki pengaruh
positif terhadap Underpricing. Akan tetapi penelitian ini
tidak sejalan dengan Hapsari dan mahfud (2012) dimana
nilai ROE memiliki pengaruh negatif terhadap nilai
Underpricing.
g) Pengaruh DER terhadap Underpricing
Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap initial return.
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai
DER berarti semakin tinggi juga nilai Underpricing pada
perusahaan tersebut yang berarti berbanding lurus. Semakin
tinggi DER dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi
juga perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang. Para investor
111
melihat bahwa perusahaan tersebut berarti berani
mengambil resiko dengan biaya tersebut tetapi bisa ditutupi
dengan hasil yang bagus dari faktor perusahaan lainya
seperti dari hasil produksi, jasa dan lainya sehingga
perusahaan bisa terus berkembang dan bersaing dengan
perusahaan lain.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyusari
(2013) dimana DER berpengaruh positif terhadap
Underpricing, akan tetapi penilitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Retnowati (2013) dimana DER tidak berpengaruh
positif terhadap Underpricing.
h) Pengaruh EPS terhadap Underpricing
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05;
maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya
EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah
positif terhadap initial return.
Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan EPS
berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan
Underpricing. EPS dalam suatu perusahaan merupakan
imbal hasil per saham yang diterima perusahaan tersebut,
yang berarti semakin tinggi EPS perusahaan semakin tinggi
112
juga tingkat imbal hasil per saham yang akan diterima oleh
para investor.
Penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hapsari
dan Mahfud (2012) dimana nilai EPS tidak memiliki
pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. Akan tetapi
penilitian ini sejalan dengan penilitian Wirawan (2014) dan
Retnowati (2013) dimana nilai EPS berpengaruh signifikan
ke arah positif terhadap nilai Underpricing.
i) Pengaruh AGE terhadap Underpricing
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,123 >
0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap initial return.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristiantari (2012) bahwa secara parsial
AGE tidak berpengaruh signifikan dan memiliki arah
negatif terhadap underpricing dimana menjadi bukti bagi
para investor, umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan
patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Oleh karena itu
investor dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan
umur perusahaan dalam menilai emiten yang melakukan
IPO. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan,
113
belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai
kinerja atau prospek yang lebih buruk dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri.
j) Pengaruh SIZE terhadap Underpricing
Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,026 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
Artinya SIZE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap initial return.
Variabel ukuran perusahan (SIZE) memiliki pengaruh
yang signifikan dan negatif terhadap underpricing. Hal ini
menunjukan bahwa semakin kecil ukuran perusahaan
semakin besar tingkat underpricing perusahaan, dimana
ukuran perusahaan menunjukan besarnya sebuah
perusahaan dalam melakukan aktivitas perusahaan sehingga
mampu bersaing dengan baik dengan perusahaan lain, dari
hasil negatif ini berarti para investor melihat perusahaan
dengan ukuran perusahaan yang kecil tetapi dapat bersaing
dengan perusahaan besar lainya, yang berarti tingkat
produktivitas, jasa dan lainya pada perusahaan tersebut
memiliki nilai yang bagus meski dengan ukuran perusahaan
yang kecil sehingga mempengaruhi nilai underpricing
perusahaan tersebut.
114
Penilitian ini sejalan dengan Hasil penelitian dari
Kristianti (2013), Retnowati (2013), dan Hapsari dan
Mahfud (2012) menunjukan bukti empiris bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap underpricing.
Akan tetapi tidak sejalan dengan penilitian Wirawan (2014),
Aini (2013) dan Safitri (2013) dimana ukuran perusahaan
tidak berpengaruh positif terhadap underpricing.
Tabel 4.11
Uji t (Parsial) Variabel Flipping Activity
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
115
Dari tabel 4.11 dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen (flipping activity). Berikut analisis
dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel
bebas :
a) Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap flipping activity
Variabel reputasi underwriter memiliki nilai
signifikansi 0,029 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan
menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya RU secara parsial
berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap
flipping activity.
Reputasi underwriter dinilai berpengaruh signifikan
dalam menjelaskan flipping activity. kehadiran underwriter
terkemuka menyebabkan investor dalam pasar primer untuk
membentuk ekspektasi positif mengenai prospek jangka
panjang dari perusahaan penerbit. Dengan demikian, ini
harus memperoleh loyalitas pemegang saham yang lebih
besar, meningkatkan wawasan investasi lebih lanjut dari
aftermarket awal dan mengurangi kejadian flipping
activity.
Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa
116
peran reputasi underwriter tidak berpengaruh dalam
menentukan flipping activity. Namun hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chong et
al. (2009) yang menunjukkan bahwa reputasi underwriter
dilihat sebagai sinyal kualitas perusahaan, sehingga memicu
permintaan tambahan dan meningkatkan flipping activity.
Penjelasan ini tampaknya menjadi relevan karena
permintaan investor ditemukan berhubungan positif dan
signifikan terhadap flipping activity, menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat permintaan IPO maka semakin tinggi
kecenderungan untuk pemegang saham baru untuk
melepaskan saham mereka dialokasikan untuk kesempatan
untuk membuat modal cepat keuntungan di aftermarket
langsung.
b) Pengaruh Jenis Industri terhadap flipping activity
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya perbedaan jenis industri suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan jenis
industri suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada
117
perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel jenis
industri di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka
dari itu variabel jenis industri juga dinilai mempengaruhi
tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah
kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka
untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal
(Arosio et al, 2001).
Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara sektor perusahaan
dengan flipping activity.
c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap flipping activity
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya reputasi auditor suatu perusahaan saat
melakukan IPO berpengaruh signifikan terhadap tingkat
flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor
memperhatikan auditor suatu perusahaan ketika melakukan
investasi pada perusahaan go public. Auditor yang berputasi
118
tinggi dinilai dapat memberikan informasi secara akurat
dalam laporan keuangan. Hal ini berkaitan juga dengan
tingkat underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel
reputasi auditor di nilai mempengaruhi tingkat
underpricing, maka dari itu variabel reputasi auditor juga
dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana
flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual
saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal (Arosio et al, 2001).
d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap flipping activity
Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya periode waktu pasar hot/cold berpengaruh
signifikan terhadap tingkat flipping activity. Dapat
disimpulkan bahwa pasar IPO mengalami flipping activity
yang aktif pada IPO pasar hot untuk membantu dalam
memprediksi aktivitas perdagangan berikutnya. Tingginya
flipping activity pada IPO akan membantu penjamin emisi
untuk menstabilkan harga IPO,
119
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aggarwal (2003) menunjukkan bahwa flipping activity
terjadi sebagian besar dalam IPO pasar hot. Selain itu,
ditemukan bahwa volume perdagangan yang rendah
terdapat di IPO pasar very cold dari rata-rata flipping
activity 60,13% ke 116,82% yang dilaporkan dalam IPO
pasar hot. Oleh karena itu, dimensi flipping activity lebih
sering terjadi dalam IPO pasar hot.
Namun, hasil ini bertentangan dengan percobaan dari
Krigman et al. (1999), yang dianggap sebagai IPO US
1988-1995 dan menunjukkan bahwa flipping activity terjadi
lebih tinggi di frekuensi dalam IPO dingin dibandingkan
dengan IPO panas, bersama-sama dengan 45% dan 22%
dari perdagangan awal volume masing-masing.
e) Pengaruh ROA terhadap flipping activity
Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,328 >
0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap flipping activity.
Artinya tinggi rendanhnya nilai ROA suatu
perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat
flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak
120
memperhatikan kemampuan suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan asetnya ketika
melaukan investasi pada perusahaan go public, karena
investor cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari
tingkat underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping
activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham
IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal (Arosio et al, 2001).
f) Pengaruh ROE terhadap flipping activity
Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,044> 0,05;
maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya
ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah
negatif terhadap flipping activity.
Artinya tinggi rendanhnya nilai ROE suatu
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping
activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan
nilai ROE suatu perusahaan ketika melakukan investasi
pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel ROE di
nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel ROE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping
activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk
121
mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et
al, 2001).
Flipping dinilai memberikan likuiditas aftermarket,
yang dapat menurunkan biaya perdagangan dan
menurunkan biaya perusahaan penerbit untuk modal
( Booth dan Chua, 1986 ).
g) Pengaruh DER terhadap flipping activity
Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,012 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap flipping activity.
Artinya tinggi rendanhnya nilai DER suatu
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping
activity. Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan
nilai DER suatu perusahaan ketika melakukan investasi
pada perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel DER di
nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel DER juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping
activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk
122
mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et
al, 2001).
h) Pengaruh EPS terhadap flipping activity
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,023 < 0,05;
maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya
EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah
negatif terhadap flipping activity.
Artinya tinggi rendahnya nilai EPS suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan nilai
EPS suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada
perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel EPS di
nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel EPS juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping
activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk
mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et
al, 2001)
i) Pengaruh AGE terhadap flipping activity
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,009 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
123
Artinya AGE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap flipping activity.
Artinya lama tidaknya umur suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan umur
perusahaan ketika perusahaan melakukan investasi pada
perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel AGE di
nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel AGE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping
activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk
mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et
al, 2001).
Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara umur perusahaan
dengan flipping activity.
j) Pengaruh SIZE terhadap flipping activity
Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,000 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
124
Artinya SIZE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap flipping activity.
Artinya besar rendahnya ukuran suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan ukuran
suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada
perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel SIZE di
nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka dari itu
variabel SIZE juga dinilai mempengaruhi tingkat flipping
activity. Dimana flipping activity ini adalah kegiatan
investor dalam menjual saham IPO dalam rangka untuk
mengambil keuntungan dari underpricing awal (Arosio et
al, 2001).
Temuan ini konsisten dengan hasil Islam dan Munira
(2004), yang melaporkan bahwa ukuran perusahaan
memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada IPO
flipping. Itu hubungan negatif yang diperoleh dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa Malaysia investor
tertarik untuk berpartisipasi dalam IPO di pasar sekunder,
kemungkinan karena mereka terus berharap hasil positif
dari penerbitan IPO. Hubungan negatif harus, karena itu,
merupakan hasil supply dari IPO yang dikeluarkan, yaitu,
125
mengingat sejumlah konstan saham yang diperdagangkan,
yang lebih besar (lebih kecil) jumlah saham yang
diterbitkan, dan lebih kecil (lebih besar) yang dihasilkan
tersebut proporsi volume perdagangan terhadap total saham
yang diterbitkan.
k) Pengaruh Underpricing terhadap flipping activity
Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi
0,073 > 0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap flipping activity.
Artinya tinggi rendahnya tingkat underpricing suatu
perusahaan tidak berpengaruh terhadap tingkat flipping
activity saham IPO. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Che-Yahya dkk (2014) dimana dalam
penelitiannya menemukan hubungan yang positif signifikan
antara flipping activity terhadap initial return. Begitupun
dengan penelitian abdul rahim et al (2013) berdasarkan
pada kedua underpricing menunjukkan pengaruh yang
signifikan terhadap flipping activity pada tingkat 1%.
Koefisien positif dari initial return menunjukkan bahwa
lebih dihargai. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping,
hasil ini menunjukkan bahwa saat IPO lebih signifikan
underpriced, “flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk
126
melikuidasi saham mereka pada kesempatan pertama yang
tersedia.
Hasil ini tidak sesuai dengan fakta bahwa semakin
tinggi return awal, semakin besar kecenderungan bagi
investor tangan pertama untuk menjual saham mereka di
aftermarket untuk mencoba membuat pengembalian yang
instan. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping, hasil ini
menunjukkan bahwa saat IPO tingkat underpricing
berpengaruh signifikan terhadap kegiatan flipping, dan
“flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk melikuidasi
saham mereka pada kesempatan pertama yang tersedia.
127
Tabel 4.12
Uji t (Parsial) Variabel Underperformance
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
Dari tabel 4.12 dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen (Undeperformance). Berikut analisis
dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel
bebas :
128
a) Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap kinerja saham
jangka panjang
Variabel reputasi underwriter memiliki nilai
signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan
menerima Ha : β1 ≠ 0. Artinya RU secara parsial
berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap
Undeperformance.
Hal ini berarti semakin tinggi reputasi underwriter
yang digunakan maka akan semakin baik kinerja saham
perdana jangka panjangnya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sanora (2013:1074) bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara
reputasi underwriter dengan return saham jangka panjang,
Hal ini dikarenakan underwriter memegang peranan
penting dalam penentuan harga saham pada saat penjaminan
emisi serta bertanggungjawab terhadap berhasil atau
tidaknya penawaran saham. Apabila emiten menggunakan
underwriter yang berkualitas tinggi, maka para investor
akan merespon positif informasi tersebut.
b) Pengaruh Jenis Industri terhadap kinerja saham jangka
panjang
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
129
β1 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah positif terhadap Undeperformance.
Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh
industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap tingkat
underperformance saham yang melakukan IPO . Arah
koefisien positif menandakan bahwa hubungan variabel
jenis industri dengan underperformance searah. Menurut
Bravo (1998) fenomena underperformance hampir terjadi
pada seluruh jenis indutri kecuali pada industri finansial dan
restoran.
Menurut Miller (2000) pengaruh industri keuangan
terhadap underperformance dapat dijelaskan dengan
pendekatan teori divergence of opinion dimana hanya
terdapat sedikit perbedaan pendapat antar investor terhadap
perusahaan industri keuangan karena perusahaan industri
keuangan mempunyai regulasi yang paling ketat
dibandingkan industri lain dalam menjalankan bisnisnya,
sehingga industri keuangan lebih cenderung mempunyai
underperformance yang kecil.
130
c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap kinerja saham jangka
panjang
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance.
Artinya reputasi auditor berpengaruh terhadap kinerja
saham jangka panjang saham IPO. Arah koefisien yang
positif menunjukan bahwa semakin baik reputasi auditor
yang digunakan emiten maka akan semakin baik kinerja
saham jangka panjangnya. Hal ini disebabkan auditor yang
bereputasi baik diangkap memberikan kualitas audit yang
tinggi sehingga informasi yang diberikan auditor bereputasi
tinggi di anggap akurat oleh investor dan hal ini dinilai
dapat menghindakan investor dari ketidakpastian dimasa
mendatang.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa reputasi
auditor tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
underprice hal ini disebabkan karena mulai tahun 2002,
banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non big 4.
131
d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap kinerja saham jangka
panjang
Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap variabel
Undeperformance.
Hal ini berarti terdapat pengaruh kondisi pasar saat hot
atau cold terhadap tingkat underperformance. Hal ini
berkaitan dengan pasar hot/cold berpengaruh terhadap
tingkat underpricing. Dimana tingkat underpricing yang
tinggi biasanya diikuti dengan kinerja saham yang buruk
(underperformance) di periode selanjutnya.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian (Jaskiewicz,et al
,2005) melakukan penelitian kondisi pasar hot market
menghasilkan koefisien korelasi positif terhadap
underperformance. Sedangkan tidak sesuai dengan
penelitian Sahoo dan Rajib (2010) melakukan penelitian hot
maket menghasilkan koefisien korelasi negatif terhadap
underperformance. Coacley,et al (2005) melakukan
penelitian kondisi pasar (hot market) menghasilkan bahwa
perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO pada kondisi
132
hot market memiliki kecenderungan untuk lebih
underderperformance dibandingkan pada cold market.
e) Pengaruh ROA terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,003 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
Artinya ROA secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap Undeperformance.
Return On Asset berpengaruh terhadap Return Saham,
hal ini menunjukkan tingkat pengembalian investasi yang
telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh
aktiva yang dimiliknya mendapatkan keuntungan. Return on
Asset (ROA) salah satu teknik analisis keuangan yang
bersifat menyeluruh atau komprehensif dengan mengukur
efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk
operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Nilai ROA yang besar dalam penelitian ini, berarti
sampel perusahaan yang digunakan mempunyai kinerja
yang bagus dalam menghasilkan laba bersih untuk
pengembalian total aktiva yang dimiliki. Perusahaan
mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut
berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan laba,
133
sehingga berpengaruh terhadap harga saham, yaitu harga
saham akan naik dan return saham juga akan naik. Naiknya
keuntungan pada perusahaan maka diperkirakan perusahaan
mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang,
sehingga nilai saham menjadi tinggi.
Tingginya keuntungan yang dihasilkan perusahaan
juga akan menjadikan investor tertarik akan saham, aktiva
dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Banyaknya
investor yang berminat untuk berinvestasi maka akan
menyebabkan naiknya return saham yang diterima oleh
investor.
f) Pengaruh ROE terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,004 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap Undeperformance.
Hal ini berarti manajemen perusahaan berhasil
meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan
sesuai dengan tujuan manajemen keuangan
memaksimumkan nilai perusahaan. ROE mempunyai fungsi
untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para
investor atas penanaman modal yang dilakukan dalam
134
perusahaan emiten, ROE yang positif menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut dapat menghasilkan keuntungan dengan
kemampuan modal sendiri yang dapat menguntungkan para
pemegang saham.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013:94) bahwa ROE
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice
yang berarti penelitian ini membuktikan teori signalling
yang dikemukakan oleh Kim.et.al
Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Chastina
Yolana dan Dwi Martani (2005) bahwa variabel Return On
Equity (ROE) berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat underpricing. Dari hasil penelitian ini dapat
dikatakan bahwa ROE menjadi informasi yang penting bagi
investor sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan investasi pada perusahan IPO satu tahun sebelum
penawaran saham perdana.
g) Pengaruh DER terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,640 >
0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya DER secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Undeperformance.
135
Hal ini menunjukkan bahwa investor dalam
berinvestasi guna memperoleh return di pasar sekunder
kurang memperhatikan informasi DER yang terdapat dalam
prospektus, karena investor memandang besarnya nilai DER
sangat dipengaruhi oleh faktor di luar perusahaan selain
kinerja manajemen perusahaan. Hasil penelitian ini
konsisten dengan beberapa penelitian terdahulu antara lain
Purnomo (1998) mengenai variabel DER tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
h) Pengaruh EPS terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,839 > 0,05;
maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya EPS secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Undeperformance.
Dalam pengujian parsial menunjukkan bahwa variabel
EPS secara individu tidak berpengaruh secara signifikan
dan positif terhadap kinerja saham. Hasil dalam penelitian
ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa EPS
memiliki pengaruh positif terhadap AR. Sebagian besar
permintaan investor terhadap saham suatu perusahaan
didasarkan kepada trend yang berlaku di pasar, sehingga
minat investor terhadap saham suatu perusahaan
dipengaruhi langsung oleh tingkah laku pasar. Hasil yang
136
ditunjukan dalam penelitian ini mengindikasikan terjadi
perubahan trend investor dalam menentukan investasinya,
dimana investor lebih menginginkan laba jangka pendek
berupa capital gain dari investasinya sehingga tidak terlalu
mempertimbangkan EPS. Dengan demikian penelitian ini
tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh yang
signifikan dan positif antara earning per shared (EPS)
dengan kinerja saham.
Tidak ada hubungan antara Earning Per Shared
terhadap Return saham disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain: perbedaan teknis perhitungan, ukuran
perusahaan, kondisi pasar uang Indonesia, adanya faktor
internal selain fundamental ekonomi, suku bunga deposito,
devaluasi, pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah
dan jumlah uang beredar, penjualan, pertumbuhan
penjualan, biaya, deviden tunai, kondisi sosial, politik, dan
ekonomi.
i) Pengaruh AGE terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,391 > 0,05;
maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0. Artinya
AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
Undeperformance.
137
Hal ini menunjukkan bahwa bagi para investor, umur
perusahaan tidak dapat dijadikan patokan dalam melihat
kualitas perusahaan, sehingga umur perusahaan kurang
diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi di
pasar modal.
Amelia dan Saftiana (2007) juga menemukan bahwa
variabel umur perusahaan ternyata tidak berpengaruh secara
signifikan. Padahal seharusnya sesuai dengan teori yang
dikemukakan sebelumnya bahwa semakin lama perusahaan
berdiri mengakibatkan underpricing semakin kecil (kinerja
saham baik). Investor tidak memperdulikan umur
perusahaan tempatnya melakukan investasi dananya. Baik
perusahaan tersebut sudah berdiri sejak lama, memiliki tim
manajemen yang lebih berpengalaman, solid dan memiliki
informasi yang lebih banyak dalam mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada masa
yang akan datang, maupun perusahaan yang belum lama
berdiri, yang kurang berpengalaman sehingga manajemen
tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam mengatasi
kemungkinan yang akan terjadi pada masa yang akan
datang. Yang paling menjadi perhatian para investor
perusahaan terhadap perusahaan yang melakukan
138
penawaran umum perdana adalah prospek pertumbuhan
perusahaan pada masa depan bukan pada umur perusahaan.
Tetapi, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ritter (1991) dan Carter et
al. (1998) di US yang menunjukkan adanya pengaruh
positif signifikan antara ukuran perusahaan terhadap kinerja
saham jangka panjang setelah IPO. Hal ini berarti bahwa
terdapat perbedaan gambaran pasar terhadap ukuran
perusahaan di US, UK, dan Indonesia. Investor di Indonesia
tidak memperhatikan lamanya perusahaan berdiri,
perusahaan yang sudah terkenal, atau seberapa lama
perusahaan mampu bertahan dalam mengambil keputusan
pembelian saham perdana.
j) Pengaruh SIZE terhadap kinerja saham jangka panjang
Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,394 > 0,05;
maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap Undeperformance.
Hasil penelitian ini berarti bahwa variabel ukuran
perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja saham perdana jangka panjang pada
keseluruhan perusahaan dan perusahaan yang
139
underperformed. Hasil penelitian ini juga ditemukan pada
penelitian yang dilakukan oleh Harlina Meidiaswati (2007)
pada perusahaan manufaktur tahun 1991-1993 di Indonesia
yang menunjukkan tidak adanya pengaruh ukuran
perusahaan terhadap kinerja saham perdana jangka panjang.
Investor di pasar modal Indonesia sebagian masih
berinvestasi dalam jangka pendek sehingga ukuran
perusahaan tidak menjadi tolak ukur dalam mengambil
keputusan pembelian sebuah saham perdana. Investor ini
juga masih mempertimbangkan indikator fundamental
perusahaan dalam keputusan investasinya.
k) Pengaruh Underpricing terhadap kinerja saham jangka
panjang
Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β1 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap variabel
Undeperformance.
Underpricing memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap return saham jangka panjang. Artinya ada
hubungan antara underprice terhadap return saham jangka
panjang, dimana semakin tinggi nilai underpicing maka
semakin tinggi pula nilai underperformancenya. Dilihat dari
140
arah koefisien yang bernilai positif hal ini sejalan dengan
hipotesis fads berargumen bahwa IPO kemungkinan
dihargai secara benar akan tetapi para investor menilai
terlalu berlebihan (over reaction) terhadap penerbitan
saham baru pada awal perdagangan di pasar sekunder.
Hipotesa lain yang mendukung adalah hipotesa
impresario (Shiller, 1990) dan Debondt and Thaler (1985),
yang menyatakan bahwa saham IPO sengaja di-underprice
oleh underwriter untuk menampilkan kesan adanya
kelebihan permintaan saham, sehingga diduga investor yang
tidak mendapat alokasi saham IPO pada pasar perdana akan
mau membelinya dengan harga lebih tinggi pada awal
perdagangan di pasar sekunder (Asmalidar, 2011:175).
l) Pengaruh Flipping Activity terhadap kinerja saham jangka
panjang
Variabel Flipping Activity memiliki nilai signifikansi
0,996 > 0,05; maka Ho : β3 = 0 diterima dan menolak Ha :
β3 ≠ 0. Artinya Flipping Activity secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap Undeperformance.
Artinya aktifitas ambil keuntungan dengan
memanfaatkan tingkat underpricing (flipping activity) tidak
berpengaruh terhadap kinerja saham jangka panjang
141
perusahaan yang melakukan IPO. Hal ini tidak sesuai
dengan anggapan bahwa saham perusahaan yang
mengalami flipping activity yang tinggi cenderung
mengalami undeperformance.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di
lakukan oleh Bayley (2006) tidak ada kaitan antara
pengembalian jangka panjang dengan flipping activity.
2) Uji F (Simultan)
Uji simultan digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Dalam penelitian ini yaitu untuk melihat pengaruh
variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi
auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return
on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per
shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan
(SIZE) terhadap variabel Undepricing, flipping activity dan
Underperformance
142
Tabel 4.1
Uji F ( Simultan)
No Persamaan F P
1 Underpricing 231,85 0,000
2 Flipping Activity 144,75 0,000
3 Underperformance 285,78 0,000
Sumber : data diolah
Dari hasil uji simultan dapat dilihat bahwa secara bersama
sama variabel independen yang terdiri dari reputasi underwriter
(RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time
(hot/cold), return on asset (ROA), return on equity (ROE), debt
to equity ratio (DER), earning per shared (EPS) umur
perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE), memiliki
nilai signifikansi sebesar 0,000 karena nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa secara bersama-
sama (simultan) variabel independen berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen dalam penelitian ini.
3) Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Koefisien determinasi (Adjusted R2) untuk menjelaskan
seberapa besar pengaruh variabel dependen yaitu Underpricing,
flipping activity, dan Underperformance dapat dijelaskan oleh
143
variabel independen yaitu Reputasi Underwriter (RU), Jenis
Industri (JI), Reputasi Auditor (AU), Time(hot/cold), ROA,
ROE, DER, EPS, AGE, dan SIZE.
Berdasarkan tabel 4.10 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 95,8% yang berarti
variabel dependen Underpricing dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 95,8%. Sedangkan sisanya 4,2% dijelaskan
variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan
bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan
faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu
variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi
auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return
on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per
shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan
(SIZE).
Berdasarkan tabel 4.11 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 93,9% yang berarti
variabel dependen Flipping Activity dapat dijelaskan oleh
variabel independen sebesar 93,9%. Sedangkan sisanya 6,1%
dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini
mengindikasikan bahwa emiten maupun investor
mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam
penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis
144
industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on
asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio
(DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan
ukuran perusahaan (SIZE).
Berdasarkan tabel 4.12 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 97,1 % yang berarti
variabel dependen Underperformance dapat dijelaskan oleh
variabel independen sebesar 97,1 %. Sedangkan sisanya 2,9 %
dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini
mengindikasikan bahwa emiten maupun investor sangat
mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam
penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis
industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on
asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio
(DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan
ukuran perusahaan (SIZE).
145
4. Analisis Data di Daftar Efek Syariah
a. Statistik Deskriptif di Daftar Efek Syariah
Tabel 4.14
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
IPO di Daftar Efek Syariah
Sumber : data diolah dengan SPSS18, 2016
Variabel RU dihitung dengan menggunakan variabel dummy.
Apabila perusahaan yang listing di tahun tersebut dijamin oleh salah
satu penjamin emisi yang berada dalam daftar fact book maka diberi
nilai 1, dan sebaliknya apabila yang tidak dijamin oleh salah satu
penjamin emisi tersebut maka diberi nilai 0. Nilai mean variabel
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
RU 59 ,00 1,00 ,7627 ,42907
JI 59 ,00 1,00 ,2034 ,40598
AUD 59 ,00 1,00 ,2203 ,41803
Time 59 ,00 1,00 ,6102 ,49190
ROA 59 ,01 51,10 9,4481 9,97666
ROE 59 ,01 194,75 23,6581 30,12477
DER 59 ,18 83,70 3,1769 10,78940
EPS 59 ,00 2303,00 147,6307 328,28264
AGE 59 ,92 60,92 17,0905 13,29346
SIZE 59 21,76 30,68 27,5141 1,58741
IR 59 ,35 70,00 25,9037 22,10782
FLIP 59 ,00 ,25 ,0391 ,04114
AR 59 -,09 ,92 ,0177 ,12521
Valid N (listwise) 59
146
reputasi underwriter dari seluruh sampel adalah 0,7627 yang berarti
76,27% dari seluruh perusahaan sampel telah menggunakan jasa
underwriter yang memiliki reputasi tinggi menurut daftar peringkat
50 penjamin emisi yang teraktif dalam perdagangan di bursa setiap
tahunnya yang diperoleh dari fact book.
JI dihitung dengan menggunakan variabel dummy untuk
perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Nilai minimum jenis
industri sebesar 0 untuk kategori perusahaan dalam sektor non
manufaktur dan nilai maksimum jenis industri sebesar 1 untuk
kategori perusahaan dalam sektor manufaktur, dengan rata-rata
sebesar 0,2034.
Variabel reputasi auditor (AUD) menggunakan variabel
dummy dimana nilai 1 diberikan untuk perusahaan yang
menggunakan auditor yang masuk ke dalam KAP Big four dan nilai
0 untuk perusahaan yang menggunakan auditor yang tidak masuk
dalam KAP Big Four. Nilai mean variabel auditor dari seluruh
perusahaan sampel adalah 0,2203 yang berarti 22,03% dari seluruh
perusahaan sampel telah diaudit oleh KAP yang berafiliasi dengan
KAP Big Four yaitu KAP Osman Bing Satrio & Eny, KAP
Tanudiredja, Wibisana & Rekan, KAP Purwantono, Suherman &
Surja, KAP Sidharta dan Widjaja.
Variabel Time dihitung dengan menggunakan variabel dummy
untuk pasar dalam periode hot dan periode cold. Nilai minimum
147
sebesar 0 untuk kategori periode cold dan nilai maksimum variabel
time sebesar 1 untuk periode hot. Berdasarkan hasil statistik
deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh rata – rata emiten
melakukan IPO pada saat periode hot sebesar 0,6102 yang berarti
rata – rata emiten yang melakukan IPO pada saat periode hot 61,02%
dibanding dengan emiten yang melakukan IPO pada saat cold
period.
Semakin tinggi nilai ROA maka semakin baik karena
menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari
semua aktiva yang dimiliki, begitu juga sebaliknya apabila ROA
semakin rendah maka perusahaan tidak berhasil menggunakan aktiva
yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Informasi ROA ini
diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan keputusan investasi
oleh investor. Berdasarkan hasil statistik deskripif dari seluruh
perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai ROA terendah dengan nilai
0,01 berada pada saham PT. Nirvana Development Tbk dan nilai
tertinggi di 51,10 berada pada saham PT. Toba Bara Sejahtera Tbk
Rasio profitabilitas ROE menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba pada laporan keuangan terakhir
sebelum melakukan IPO. Informasi ROE ini diharapkan oleh emiten
dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan
hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh
bahwa nilai ROE terendah dengan nilai 0,01 berada pada saham PT.
148
Nirvana Development Tbk. dan nilai tertinggi di 194,75 berada pada
saham PT. Toba Bara Sejahtera
Debt to equity ratio (DER) sebaiknya besarnya hutang tidak
boleh melebihi modal sendiri, dimana semakin tinggi rasio ini maka
akan semakin beresiko. Informasi DER ini diharapkan oleh emiten
dalam pertimbangan keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan
hasil statistik deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh
bahwa nilai DER terendah dengan nilai 0,18 berada pada saham PT
Bumi Reaources Minerals Tbk dan nilai tertinggi di 83,70 berada
pada saham Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk
Laba Per Saham atau Earning Per Share (EPS) adalah jumlah
laba bersih dibagi dengan jumlah saham yang beredar di perusahaan
tersebut. EPS merupakan pos terpenting bagi pemegang saham.
Informasi EPS ini diharapkan oleh emiten dalam pertimbangan
keputusan investasi oleh investor. Berdasarkan hasil statistik
deskripif dari seluruh perusahaan sampel diperoleh bahwa nilai EPS
terendah dengan nilai 0 berada pada saham Capitol Nusantara
Indonesia Tbk dan Golden Plantation Tbk , sedangkan nilai tertinggi
di 2303,00 berada pada saham PT Grand Kartech Tbk.
Umur perusahaan termuda terjadi pada PT. Indofood CBP
Sukses Makmur Tbk yaitu 1 tahun yang terdaftar pada tanggal 7
Oktober 2010 termasuk dalam sektor manufaktur dalam subsektor
Food & Beverages. Umur perusahaan tertua terjadi pada PT. Garuda
149
Indonesia (Persero) Tbk yaitu 61 tahun yang terdaftar pada tanggal
11 Februari 2011 termasuk dalam sektor non manufaktur dalam
subsektor Transportation. Rata-rata umur perusahaan adalah ± 18
tahun.
Ukuran perusahaan (SIZE) dihitung dengan Ln(total asset)
yang dimiliki oleh perusahaan. SIZE terendah dimiliki oleh PT.
Provident Agro Tbk sebesar 21,76 sedangkan SIZE tertinggi dimiliki
oleh PT. Salim Ivomas Pratama Tbk sebesar 30,68.
Berdasarkan statistik deskriptif, menggambarkan bahwa rata-
rata tingkat underpricing dari 59 perusahaan yang melakukan IPO di
Daftar Efek Syariah periode 2010-2014 adalah sebesar 25,90%
dengan standar deviasi 22,11%. Tingkat underpricing terendah
terjadi pada PT Golden Plantation Tbk yaitu sebesar 0,35 %.
Sedangkan tingkat underpricing tertinggi memiliki nilai di atas 70 %
terjadi pada 3 perusahaan diantaranya PT. Multifiling Mitra
Indonesia Tbk , PT Bank dinar indonesia Tbk dan PT. Bank Agris
Tbk yang memiliki tingkat underpricing tertinggi sebesar 70,00%
Variabel Flipping Activity (FLIP) menunjukan bahwa rata –
rata tingkat flipping di BEI sebesar 0,0391 yang berarti 3,91%
perusahaan yang melakukan IPO mengalami Flipping Activity.
Perusahaan yang mengalami tingkat flipping activity terendah terjadi
pada PT. Batavia Prosperindo International Tbk memiliki proporsi
sebesar 0. Sedangkan, Perusahaan yang mengalami tingkat flipping
150
activity tertinggi terjadi pada PT. Nippon Indosari Corpindo Tbk
sebesar 0,25
Variabel Abnormal return (AR) menunjukkan bahwa rata –
rata return saham jangka panjang semua perusahaan sampel sebesar
0,0177 yang berarti rata – rata return saham jangka panjang seluruh
perusahaan sampel mengalami kenaikan sebesar 1,77% selama 1
tahun setelah IPO. Penurunan return saham jangka panjang terendah
terjadi pada PT Intan Baruprana Finance Tbk sebesar - 0,09%,
sedangkan tingkat return saham jangka panjang tertinggi terjadi pada
PT Impack Pratama Industri tbk Tbk sebesar 0,92%.
b. Uji t-Satu Sampel (One Sample Test)
1) Uji t-Satu Sampel (underpricing)
Tabel 4.15
Uji t-satu sampel initial return
One-Sample Test
Test Value = 21,058
T Df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Y1 9,000 72 ,000 25,90373 20,1424 31,6651
Sumber : data diolah SPSS
Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 73 - 1 = 72 adalah 9,000 > t-tabel
151
(1,99346) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ
< 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk
uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak
sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi underpricing pada
penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Daftar Efek Syariah periode 2010 -
2014 dengan rata-rata tingkat underpricing diperoleh sebesar
25,90%.
Underpricing terjadi karena kondisi exante uncertainty
mengenai harga yang di tawarkan saat IPO serta adanya asimetri
informasi (Beatty dan Ritter, 1982) dan juga underpricing di
perusahaan IPO diperlukan untuk mengkompensasi investor yang
tidak mempunyai informasi dengan pihak yang lebih banyak
mempunyai informasi (Rock, 1986 dalam Saftiana, 2007:104).
152
2) Uji t-Satu Sampel (flipping activity)
Tabel 4.16
Uji t-satu sampel flipping activity
One-Sample Test
Test Value = 0,0386
T Df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Y2 7,295 72 ,000 ,03907 ,0284 ,0498
Sumber : data diolah SPSS
Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 73 - 1 = 22 adalah 7,295 > t-tabel
(1,99346) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ
< 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,000 : 2) = 0,000 untuk
uji satu sisi ini lebih kecil dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 ditolak
sehingga Ha diterima, dimana telah terjadi flipping activity pada
penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Daftar Efek Syariah periode 2010 -
2014 dengan rata-rata tingkat flipping activity diperoleh sebesar
3,90%.
153
3) Uji t-Satu Sampel (underperformance)
Tabel 4.17
Uji t-satu sampel underperformance
One-Sample Test
Test Value = 0,018879
T Df Sig. (2-tailed)
Mean
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
Y1 1,088 72 ,281 ,01773 -,0149 ,0504
Sumber : data diolah SPSS
Pada tabel tersebut menggambarkan nilai t-hitung dengan
derajat kebebasan n - 1 = 73 - 1 = 72 adalah 11,867 > t-tabel
(1,99346) dan nilai p-values untuk two-tailed = 0,000 ; karena pada
penelitian ini dilakukan uji hipotesis satu sisi (one tailed test) Ha : μ
< 0, maka nilai p-values harus dibagi dua (0,281 : 2) = 0,1405 untuk
uji satu sisi ini lebih besar dari α = 0,05 maka Ho : μ ≤ 0 diterima
sehingga Ha ditolak, dimana tidak terjadi underperformance pada
penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan harga penawaran
terhadap harga penutupan di Daftar Efek Syariah periode 2010 -
2014 dengan rata-rata tingkat underperformance diperoleh sebesar
1,77%.
154
c. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi variabel dependen, variabel independen atau keduanya
mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang
baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk
mengetahui model regresi variabel dependen, variabel
independen atau keduanya berdistribusi normal atau tidak.
Gambar 4.4
Uji Normalitas Persamaan Y1 ( Underpricing)
Probability Plot of RESI 1
50250-25-50
99,9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0,1
RESI1
Pe
rce
nt
Mean -1,99915E-14
StDev 18,39
N 59
KS 0,067
P-Value >0,150
Probability Plot of RESI1Normal
Sumber : Data diolah menggunakan Minitab 16
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal
155
Gambar 4.4 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti
bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.150) > alpha 5%
maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
Gambar 4.5
Uji Normalitas Persamaan Y1 ( Flipping Activity)
Probability Plot of RESI 1
0,500,250,00-0,25-0,50-0,75
99,9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0,1
RESI1
Pe
rce
nt
Mean -2,33335E-16
StDev 0,2012
N 59
KS 0,097
P-Value >0,150
Probability Plot of RESI1Normal
Sumber : Data diolah menggunakan Minitab 16
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal
156
Gambar 4.5 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti
bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.150) > alpha 5%
maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
Gambar 4.6
Uji Normalitas Persamaan Y1 ( Underperformance)
Probability Plot of RESI 2
0,30,20,10,0-0,1-0,2-0,3
99,9
99
95
90
80
7060504030
20
10
5
1
0,1
RESI2
Pe
rce
nt
Mean -1,65122E-16
StDev 0,09582
N 59
KS 0,076
P-Value >0,150
Probability Plot of RESI2Normal
Sumber : Data diolah menggunakan Minitab 16
H0 : residual menyebar normal
H1 : residual tidak menyebar normal
157
Gambar 4.6 di atas menunjukkan bahwa titik-titik tersebar
di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah
garis diagonal. Maka dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini memenuhi asumsi normalitas, yang berarti
bahwa data terdistribusi normal. Nilai prob(0.150) > alpha 5%
maka terima H0 artinya asumsi residual menyebar normal
terpenuhi.
2) Uji Multikolinearitas
Penelitian dilakukan pengujian terhadap data bahwa data
harus terbebas dari gejala multikolonearitas, gejala ini
ditunjukan dengan korelasi antar variabel independen. Pengujian
dalam uji multikolinearitas dengan melihat nilai VIF (Variance
Inflation Factor) harus berada di bawah 10, hal ini akan
dijelaskan sebagai berikut :
158
Tabel 4.18
Uji Multikolinearitas Menggunakan Metode OLS
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
Tabel di atas menjelaskan bahwa data yang ada tidak
terjadi gejala multikolinearitas antara masing-masing variabel
dependen dan independen yaitu dengan melihat nilai VIF. Nilai
VIF yang diperbolehkan hanya mencapai 10 maka data di atas
dapat dipastikan tidak terjadi gejala multikolinearitas. Karena
data di atas menunjukan bahwa nilai VIF lebih kecil dari 10,
keadaan seperti itu membuktikan tidak terjadinya
multikolinearitas.
No. Model VIF
(Y1)
VIF
(Y2)
VIF
(Y3)
1 Initial Return - 1.446 1.447
2 Flipping Activity - - 1.158
3 Abnormal Return - - -
4 Reputasi Underwriter 1.190 1.219 1.222
5 Jenis Industri 1.233 1.323 1.408
6 Reputasi Auditor 1.317 1.375 1.444
7 Time (hot/cold) 1.247 1.373 1.384
8 ROA 3.199 3.201 3.201
9 ROE 3.616 3.701 3.705
10 DER 1.058 1.106 1.113
11 EPS 1.513 1.626 1.639
12 Umur Perusahaan 1.206 1.210 1.212
13 Ukuran Perusahaan 1.244 1.245 1.262
159
3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam
sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1
(sebelumnya).Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada
problem autokorelasi.Untuk mendeteksi autokorelasi dalam
penelitian ini maka digunakan uji Durbin Watson (DW).
Tabel 4.19
Nilai Durbin Watson dengan Metode OLS dan GLS
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
4) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain. Dimana data yang baik adalah
data yang homoskedastisitas yaitu yang memiliki kesamaan
varians dalam fungsi regresi. Untuk mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan uji harvey.
Persamaan Metode OLS Metode GLS
Nilai Durbin Watson
Y1 2.27308 2.28948
Y2 1.71753 1.68638
Y3 2.27911 2.27785
160
Tabel 4.20
Uji Harvey Persamaan YI (Underpricing)
Sumber : data diolah Eviews
Dari hasil uji harvey terlihat bahwa nilai Scaled
explained SS sebesar 17,14390 dengan nilai probabilitasnya
sebesar 0,0149 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
Tabel 4.21
Uji Harvey Persamaan Y2 (Flipping Activity)
Heteroskedasticity Test: Harvey
F-statistic 1.125158 Prob. F(11,47) 0.0640
Scaled explained SS 30.53148 Prob. Chi-Square(11) 0.0013
Sumber : data diolah Eviews
Dari hasil uji harvey terlihat bahwa nilai Scaled
explained SS sebesar 30,53148 dengan nilai probabilitasnya
sebesar 0,0013 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
Heteroskedasticity Test: Harvey
F-statistic 2.861006 Prob. F(10,48) 0.0071
Scaled explained SS 17.14390 Prob. Chi-Square(10) 0.0149
161
Tabel 4.22
Uji Harvey Persamaan Y3 (Underperformance)
Sumber : data diolah Eviews
Dari hasil uji harvey terlihat bahwa nilai Scaled
explained SS sebesar 38,43270 dengan nilai probabilitasnya
sebesar 0,0001 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi
heteroskedastisitas dalam penelitian ini.
d. Pengujian Hipotesis
1) Uji t (Parsial) Model Generalized Least Square
Uji parsial digunakan untuk mengetahui besarnya masing-
masing pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah
reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI), Reputasi Auditor
(AU), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity
(ROE), debt to equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS),
umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE)
terhadap variabel dependen yaitu Underpricing, Flipping
Activity dan Underperformance.
Heteroskedasticity Test: Harvey
F-statistic 2.598922 Prob. F(12,46) 0.0100
Scaled explained SS 38.43270 Prob. Chi-Square(12) 0.0001
162
Tabel 4.23
Uji t (Parsial) Variabel Underpricing
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
Dari tabel 4.23 dapat diketahui bahwa tidak semua variabel
independen yang diteliti berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Berikut analisis dari masing-masing uji
variabel independen terhadap variabel bebas :
a) Pengaruh RU terhadap Underpricing
Variabel reputasi underwriter memiliki nilai
signifikansi 0,027 < 0,05; maka Ho : β6 = 0 ditolak dan
163
menerima Ha : β6 ≠ 0. Artinya RU secara parsial
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap initial return.
Hasil pengujian secara parsial, diketahui variabel
Reputasi underwriter memiliki pengaruh yang signifikan
dan negatif terhadap underpricing. Artinya, bahwa semakin
tinggi reputasi underwriter yang digunakan oleh perusahaan
maka tingkat underpricing akan semakin rendah, dan
sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa underwriter
memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap
underpricing. Menurutnya, underwriter yang bereputasi
tinggi lebih berani memberikan harga yang tinggi sebagai
konsekuensi dari kualitas penjaminannya, sehingga tingkat
underpricing rendah
Dalam menghadapi IPO, calon investor cenderung
melihat terlebih dahulu pihak yang menjadi underwriter
karena menurut investor, underwriter dianggap memiliki
informasi yang lebih lengkap tentang kondisi emiten.
Begitu pula jika dibandingkan dengan emiten, underwriter
dianggap memiliki informasi yang lebih lengkap tentang
pasar.
164
b) Pengaruh JI terhadap Underpricing
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β5 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah negatif terhadap initial return.
Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh
industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap
underpricing . Arah koefisien negatif menandakan bahwa
hubungan variabel jenis industri dengan underpricing tidak
searah.
Menurut Lowry dan Schwert (2002), penumpukan
pendaftaran bagi banyak IPO dengan kesamaan dalam jenis
industri dalam satu periode akan menyebabkan korelasi
berantai terhadap initial return. Selain itu, initial return
yang tinggi akan menyampaikan informasi yang
menguntungkan tentang valuasi pasar. Informasi informasi
positif yang muncul di pasar akan memicu lebih banyak
perusahaan sejenis untuk melakukan IPO. Hal ini dapat
berpengaruh tingkat underpricing.
c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap Underpricing
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
165
β5 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah negatif terhadap initial return.
Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik reputasi
auditor yang digunakan emiten maka akan menurunkan
tingkat underpricing atau initial return.
Auditor mempunyai peranan penting dalam proses
penawaran saham perdana (IPO), karena auditor memiliki
peranan dalam melakukan pemeriksaan atas laporan
keuangan perusahaan apakah telah sesuai dengan prinsip
akuntansi dan ketentuan Bapepam serta memberikan
pendapat atas kewajaran dari laporan keuangan perusahaan.
Emiten yang menggunakan auditor yang memiliki reputasi
baik dapat mengurangi kesenjangan informasi sehingga
dapat mengurangi adanya ketidakpastian yang tidak
diungkapkan oleh informasi yang tertera di prospektus.
Sehingga semakin kecil ketidakpastian mengenai nilai
perusahaan di masa mendatang maka tingkat underpricing
akan semakin kecil.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bavers et
al (1988), Beatty (1989) yang menemukan bahwa variabel
reputasi auditor memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap tingkat underpricing atau tingkat initial return.
166
Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian di
Indonesia dimana Desalfianti (2010) menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif signifikan antara reputasi auditor
dengan tingkat underpricing atau tingkat initial return.
d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap Underpricing
Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β5 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap initial return.
Hal ini berarti terdapat perbedaan tingkat
underpricing pada saat pasar hot atau pasar cold. Arah
koefisien yang positif menunjukan kenaikan yang searah.
Dimana pada pasar hot tingkat underpricing lebih tinggi
pada pasar cold. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu
yang menyebutkan bahwa rata-rata tingkat underpricing
pada sahat pasar hot lebih tinggi dari pasar cold.
Brownhilder (2013) menyatakan bahwa pasar IPO
panas ditandai dengan sangat tinggi initial return dan
variabilitas yang sangat tinggi dari initial return (ada
korelasi positif yang kuat antara mean dan volatilitas return
awal dari waktu ke waktu). Referensi menegaskan bahwa
pasar IPO panas ditandai oleh volume yang sangat tinggi
167
saat offering, underpricing yang tinggi , sering
oversubscription saat offering. Sebaliknya, IPO pasar dingin
memiliki underpricing yang rendah dan penerbitan lebih
rendah, lebih sedikit contoh kelebihan permintaan, dan
penawaran yang lebih besar. Cold market biasanya dipicu
oleh kualitas perusahaan IPO yang kurang baik dan tawaran
diterima dengan harga rendah dan sektor bisnis perushaan
hanya sedikit yang bersedia untuk go public
e) Pengaruh ROA terhadap Underpricing
Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,146 >
0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap initial return.
Tidak berpengaruhnya ROA (profitabilitas perusahaan)
pada underpricing dapat diakibatkan oleh ketidakpercayaan
investor atas informasi keuangan yang disajikan oleh
emiten.Temuan ini tidak konsisten dengan Kim et al. (1993),
Abdullah (2000), Gerianta (2008) dan Sandhiaji (2004) yang
telah membuktikan bahwa profitabilitas perusahaan
berpengaruh signifikan (negatif) pada underpricing.
Rini (2010) dalam Kristiantari (2012) melakukan
penelitian atas perusahaan yang melakukan IPO pada tahun
1995 sampai dengan tahun 2007 menemukan bahwa
168
perusahaan yang melakukan IPO di BEI melakukan
manajemen laba sebelum IPO (dua tahun dan satu tahun
sebelum IPO) dengan pola income maximization
(menaikkan laba). Terkait hasil penelitian Rini (2010),
maka ROA yang disajikan dalam prospektus adalah ROA
yang mengandung unsur manajemen laba. Terjadinya
manajemen laba mengakibatkan informasi keuangan yang
disajikan oleh perusahaan tidak sesuai dengan fakta yang
sesungguhnya. Profitabilitas yang besar sebagaimana yang
disajikan dalam prospektus belum tentu dapat menunjukkan
kinerja perusahaan tersebut baik.
f) Pengaruh ROE terhadap Underpricing
Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,000 <
0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0.
Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap initial return.
Return on equity (ROE) memiliki pengaruh yang
signifikan dan negatif terhadap underprice. Artinya, apabila
nilai return on equity (ROE) mengalami kenaikan, maka
tingkat underprice akan mengalami penurunan, begitu juga
sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013:94)
bahwa ROE berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
169
underprice yang berarti penelitian ini membuktikan teori
signalling yang dikemukakan oleh Kim.et.al dalam
Chastina dan Martani (2005). IPO dari emiten dengan rasio
ROE yang tinggi akan menciptakan sentimen positif bagi
investor dalam membeli saham perusahaan tersebut,
sehingga pelaksanaan IPO diharapkan berhasil oleh
underwriter dan emiten kemudian cenderung untuk tidak
menentukan harga penawaran perdana yang jauh lebih
rendah dibawah harga sewajarnya atau dengan kata lain
menurunkan besarnya underpricing.
Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian
Chastina Yolana dan Dwi Martani (2005) bahwa variabel
Return On Equity (ROE) berpengaruh secara signifikan
terhadap tingkat underpricing. Dari hasil penelitian ini
dapat dikatakan bahwa ROE menjadi informasi yang
penting bagi investor sebagai bahan pertimbangan untuk
pengambilan keputusan investasi pada perusahan IPO satu
tahun sebelum penawaran saham perdana.
g) Pengaruh DER terhadap Underpricing
Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 <
0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0.
Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap initial return.
170
Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi nilai DER
berarti semakin tinggi juga nilai Underpricing pada
perusahaan tersebut yang berarti berbanding lurus. Semakin
tinggi DER dalam suatu perusahaan berarti semakin tinggi
juga perusahaan tersebut dibiayai oleh hutang. Para investor
melihat bahwa perusahaan tersebut berarti berani
mengambil resiko dengan biaya tersebut tetapi bisa ditutupi
dengan hasil yang bagus dari faktor perusahaan lainya
seperti dari hasil produksi, jasa dan lainya sehingga
perusahaan bisa terus berkembang dan bersaing dengan
perusahaan lain.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyusari
(2013) dimana DER berpengaruh positif terhadap
Underpricing, akan tetapi penilitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Retnowati (2013) dimana DER tidak berpengaruh
positif terhadap Underpricing.
h) Pengaruh EPS terhadap initial return
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,000 < 0,05;
maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0. Artinya
EPS secara parsial berpengaruh signifikan dengan arah
positif terhadap initial return.
171
Hal tersebut berarti kenaikan ataupun penurunan EPS
berpengaruh terhadap kenaikan ataupun penurunan
Underpricing. EPS dalam suatu perusahaan merupakan
imbal hasil per saham yang diterima perusahaan tersebut,
yang berarti semakin tinggi EPS perusahaan semakin tinggi
juga tingkat imbal hasil per saham yang akan diterima oleh
para investor.
Penilitian ini tidak sejalan dengan penelitian Hapsari
dan Mahfud (2012) dimana nilai EPS tidak memiliki
pengaruh negatif terhadap nilai Underpricing. Akan tetapi
penilitian ini sejalan dengan penilitian Wirawan (2014) dan
Retnowati (2013) dimana nilai EPS berpengaruh signifikan
ke arah positif terhadap nilai Underpricing.
i) Pengaruh AGE terhadap Underpricing
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,099 >
0,05; maka Ho : β3 = 0 diterima dan menolak Ha : β3 ≠ 0.
Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap initial return.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristiantari (2012) bahwa secara parsial
AGE tidak berpengaruh signifikan dan memiliki arah
negatif terhadap underpricing dimana menjadi bukti bagi
172
para investor, umur perusahaan saja tidak dapat dijadikan
patokan dalam melihat kualitas perusahaan. Oleh karena itu
investor dalam penelitian ini tidak mempertimbangkan
umur perusahaan dalam menilai emiten yang melakukan
IPO. Dalam dunia bisnis yang identik dengan persaingan,
belum tentu perusahaan yang lebih muda mempunyai
kinerja atau prospek yang lebih buruk dibandingkan dengan
perusahaan-perusahaan yang telah lama berdiri.
j) Pengaruh SIZE terhadap Underpricing
Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,618 >
0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha : β4 ≠ 0.
Artinya SIZE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap initial return.
Hasil penelitian ini berarti vareiabel ukuran perushaan
tidak mempengaruhi tingkat underpricing saham IPO.
Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan
disebabkan pertimbangan bahwa perusahaan yang besar
belum tentu memiliki informasi yang lebih banyak bagi
investor, maka informasi mengenai perusahaan belum tentu
lebih banyak dari daripada perusahaan yang baru berdiri
sehingga akan mengurangi terjadinya kurangnya informasi
bagi investor.Penelitian ini tidak konsisten terhadap
penelitian yang dilakukan oleh Indah (2006) yang
173
menyatakan bahwa SIZE berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap initial return, namun hasil penelitian ini
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Firdaus
(2012) bahwa secara parsial SIZE tidak berpengaruh
signifikan dengan arah negatif terhadap undepricing.
Tabel 4.24
Uji t (Parsial) Variabel Flipping Activity
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
Dari tabel 4.24 dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan
174
terhadap variabel dependen (flipping activity). Berikut analisis
dari masing-masing uji variabel independen terhadap variabel
bebas :
a) Pengaruh Reputasi Underwriter terhadap flipping activity
Variabel reputasi underwriter memiliki nilai
signifikansi 0,570 > 0,05; maka Ho : β6 = 0 diterima dan
menolak Ha : β6 ≠ 0. Artinya RU secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap flipping activity.
Reputasi underwriter tidak signifikan dalam
menjelaskan flipping activity. Hal ini disebabkan
permintaan investor tampaknya memberikan kontribusi
positif untuk flipping activity, mungkin karena investor
melihat tingginya permintaan sebagai indikasi nilai IPO hari
pertama. Hasil ini juga menunjukan bahwa underwriter
bereputasi baik dapat mengatasi masalah flipping activity
yang berlebihan.
Hasil penelitian ini bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Chong et al. (2009) yang menunjukkan
bahwa reputasi underwriter dilihat sebagai sinyal kualitas
perusahaan, sehingga memicu permintaan tambahan dan
meningkatkan flipping activity. Penjelasan ini tampaknya
menjadi relevan karena permintaan investor ditemukan
175
berhubungan positif dan signifikan terhadap flipping
activity, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
permintaan IPO maka semakin tinggi kecenderungan untuk
pemegang saham baru untuk melepaskan saham mereka
dialokasikan untuk kesempatan untuk membuat modal cepat
keuntungan di aftermarket langsung. Tetapi hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh
Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa peran reputasi
underwriter tidak berpengaruh dalam menentukan flipping
activity.
b) Pengaruh Jenis Industri terhadap flipping activity
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β5 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya perbedaan jenis industri suatu perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor memperhatikan jenis
industri suatu perusahaan ketika melakukan investasi pada
perusahaan go public. Hal ini berkaitan dengan
underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel jenis
industri di nilai mempengaruhi tingkat underpricing, maka
dari itu variabel jenis industri juga dinilai mempengaruhi
176
tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah
kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka
untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal
(Arosio et al, 2001).
Hasil ini bertentangan dengan penelitian yang di
lakukan oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara sektor perusahaan
dengan flipping activity.
c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap flipping activity
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi
0,008 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β5 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap flipping activity.
Artinya reputasi auditor suatu perusahaan saat
melakukan IPO berpengaruh signifikanterhadap tingkat
flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor
memperhatikan auditor suatu perusahaan ketika melakukan
investasi pada perusahaan go public.Auditor yang berputasi
tinggi dinilai dapat memberikan informasi secara akurat
dalam laporan keuangan. Hal ini berkaitan juga dengan
tingkat underpricing, dimana dalam penelitian ini variabel
reputasi auditor di nilai mempengaruhi tingkat
177
underpricing, maka dari itu variabel reputasi auditor juga
dinilai mempengaruhi tingkat flipping activity. Dimana
flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam menjual
saham IPO dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal (Arosio et al, 2001).
d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap flipping activity
Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi
0,105 > 0,05; maka Ho : β5 = 0 diterima dan menolak Ha :
β5 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap flipping activity.
Artinya periode waktu pasar hot/cold tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aggarwal (2003) menunjukkan bahwa flipping activity
terjadi sebagian besar dalam IPO pasar hot. Selain itu,
ditemukan bahwa volume perdagangan yang rendah
terdapat di IPO pasar very cold dari rata-rata flipping
activity 60,13% ke 116,82% yang dilaporkan dalam IPO
pasar hot. Oleh karena itu, dimensi flipping activity lebih
sering terjadi dalam IPO pasar hot.Penelitian lain
menyatakan IPO US 1988-1995 dan menunjukkan bahwa
flipping activity terjadi lebih tinggi di frekuensi dalam IPO
dingin dibandingkan dengan IPO panas, bersama-sama
178
dengan 45% dan 22% dari perdagangan awal volume
masing-masing Krigman et al. (1999)
e) Pengaruh ROA terhadap flipping activity
Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,853 >
0,05; maka Ho : β1 = 0 diterima dan menolak Ha : β1 ≠ 0.
Artinya ROA secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap flipping activity.
Artinya tinggi rendahnya nilai ROA suatu perusahaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping
activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak
memperhatikan asset suatu perusahaan ketika melaukan
investasi pada perusahaan go public, karena investor
cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat
underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity
ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO
dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal (Arosio et al, 2001).
f) Pengaruh ROE terhadap flipping activity
Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,892 >
0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0.
Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
flipping activity.
179
Artinya tinggi rendahnya nilai ROE suatu perusahaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping
activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak
memperhatikan ROE suatu perusahaan ketika melakukan
investasi pada perusahaan go public, karena investor
cenderung hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat
underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity
ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO
dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal (Arosio et al, 2001).
Flipping dinilai memberikan likuiditas aftermarket,
yang dapat menurunkan biaya perdagangan dan
menurunkan biaya perusahaan penerbit untuk modal
( Booth dan Chua, 1986 ).
g) Pengaruh DER terhadap flipping activity
Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 <
0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0.
Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
flipping activity.
Artinya tinggi rendanhnya nilai DER suatu
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat
flipping activity. Hal ini disebabkan karena investor
180
memperhatikan nilai DER suatu perusahaan ketika
melakukan investasi pada perusahaan go public. Hal ini
berkaitan dengan underpricing, dimana dalam penelitian ini
variabel DER di nilai mempengaruhi tingkat underpricing,
maka dari itu variabel DER juga dinilai mempengaruhi
tingkat flipping activity. Dimana flipping activity ini adalah
kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka
untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal
(Arosio et al, 2001).
h) Pengaruh EPS terhadap flipping activity
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,074 > 0,05;
maka Ho : β2 = 0 diterima dan menolak Ha : β2 ≠ 0. Artinya
EPS secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap
flipping activity.
Artinya tinggi rendanhnya nilai EPS suatu perusahaan
tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping
activity. Hal ini disebabkan karena investor tidak
memperhatikan laba perlembar saham suatu perusahaan
ketika melaukan investasi pada perusahaan go public,
karena investor cenderung hanya ingin mengambil
keuntungan dari tingkat underpricing perusahaan tersebut.
Dimana flipping activity ini adalah kegiatan investor dalam
181
menjual saham IPO dalam rangka untuk mengambil
keuntungan dari underpricing awal (Arosio et al, 2001).
i) Pengaruh AGE terhadap flipping activity
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,692 >
0,05; maka Ho : β3 = 0 diterima dan menolak Ha : β3 ≠ 0.
Artinya AGE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap flipping activity.
Artinya lama tidaknya umur suatu perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor tidak memperhatikan
variabel AGE suatu perusahaan ketika melakukan investasi
pada perusahaan go public, karena investor cenderung
hanya ingin mengambil keuntungan dari tingkat
underpricing perusahaan tersebut. Dimana flipping activity
ini adalah kegiatan investor dalam menjual saham IPO
dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari
underpricing awal (Arosio et al, 2001).
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan
oleh Che-yahya (2014) yang menemukan bahwa tidak ada
hubungan signifikan antara umur perusahaan dengan
flipping activity.
182
j) Pengaruh SIZE terhadap flipping activity
Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,278 >
0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha : β4 ≠ 0.
Artinya SIZE secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap flipping activity.
Artinya besar kecilnya ukuran suatu perusahaan tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat flipping activity.
Hal ini disebabkan karena investor tidak memperhatikan
variabel SIZE ketikan melakukan investasi pada perusahaan
go public, karena investor cenderung hanya ingin
mengambil keuntungan dari tingkat underpricing
perusahaan tersebut. Dimana flipping activity ini adalah
kegiatan investor dalam menjual saham IPO dalam rangka
untuk mengambil keuntungan dari underpricing awal
(Arosio et al, 2001).
Temuan ini tidak sesuai dengan hasil Islam dan
Munira (2004), yang melaporkan bahwa ukuran perusahaan
memiliki pengaruh negatif yang signifikan pada IPO
flipping. Itu hubungan negatif yang diperoleh dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa Malaysia investor
tertarik untuk berpartisipasi dalam IPO di pasar sekunder,
kemungkinan karena mereka terus berharap hasil positif
dari penerbitan IPO. Hubungan negatif harus, karena itu,
183
merupakan hasil supply dari IPO yang dikeluarkan, yaitu,
mengingat sejumlah konstan saham yang diperdagangkan,
yang lebih besar (lebih kecil) jumlah saham yang
diterbitkan, dan lebih kecil (lebih besar) yang dihasilkan
tersebut proporsi volume perdagangan terhadap total saham
yang diterbitkan.
k) Pengaruh Underpricing terhadap flipping activity
Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi
0,725 > 0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha :
β4 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap flipping activity.
Hal ini berarti besar kecilnya tingkat underpricing
tidak mempengaruhi tingkat flipping activity. Hasil ini tidak
sesuai dengan hipotesa dalam penelitian yang menyebutkan
bahwa tingkat underpricing mempengaruhi tingkat flipping
activity, hal ini dikarenakan investor tidak melihat besar
kecilnya tingkat underpricing suatu saham IPO dalam
melalukan aktivitas ambil untung saham IPO dengan
memanfaatkan tingka underpricing. Saham yang
mengalami underpricing rendah pun dapat mengalami
tingkat flipping activity yang tinggi.
184
Hasil ini tidak sesuai dengan fakta bahwa semakin
tinggi return awal, semakin besar kecenderungan bagi
investor tangan pertama untuk menjual saham mereka di
aftermarket untuk mencoba membuat pengembalian yang
instan. Mengaitkannya dengan kegiatan flipping, hasil ini
menunjukkan bahwa saat IPO tingkat underpricing
berpengaruh signifikan terhadap kegiatan flipping, dan
“flipper” memiliki lebih banyak alasan untuk melikuidasi
saham mereka pada kesempatan pertama yang tersedia.
Tabel 4.25
Uji t (Parsial) Variabel Underperformance
Sumber : Data diolah menggunakan minitab16
185
Dari tabel 4.25 dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel independen yang diteliti berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen (Undeperformance). Berikut
analisis dari masing-masing uji variabel independen terhadap
variabel bebas :
a) Pengaruh RU terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel reputasi underwriter memiliki nilai
signifikansi 0,000 < 0,05; maka Ho : β6 = 0 ditolak dan
menerima Ha : β6 ≠ 0. Artinya RU secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Undeperformance.
Hal ini berarti semakin tinggi reputasi underwriter
yang digunakan maka akan semakin baik kinerja saham
perdana jangka panjangnya. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sanora (2013:1074) bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara
reputasi underwriter dengan return saham jangka panjang,
Hal ini dikarenakan underwriter memegang peranan
penting dalam penentuan harga saham pada saat penjaminan
emisi serta bertanggungjawab terhadap berhasil atau
tidaknya penawaran saham. Apabila emiten menggunakan
underwriter yang berkualitas tinggi, maka para investor
akan merespon positif informasi tersebut.
186
b) Pengaruh JI terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel jenis industri memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β5 ≠ 0. Artinya JI secara parsial berpengaruh signifikan
dengan arah positif terhadap Undeperformance.
Dengan kata lain terdapat perbedaan pengaruh
industri manufaktur dan nonmanufaktur terhadap tingkat
underperfromance saham yang melakukan IPO . Arah
koefisien positif menandakan bahwa hubungan variabel
jenis industri dengan underpperformance searah. Menurut
Bravo (1998) fenomena underperformance hampir terjadi
pada seluruh jenis indutri kecuali pada industri finansial dan
restoran.
Menurut Miller (2000) pengaruh industri keuangan
terhadap underperformance dapat dijelaskan dengan
pendekatan teori divergence of opinion dimana hanya
terdapat sedikit perbedaan pendapat antar investor terhadap
perusahaan industri keuangan karena perusahaan industri
keuangan mempunyai regulasi yang paling ketat
dibandingkan industri lain dalam menjalankan bisnisnya,
sehingga industri keuangan lebih cenderung mempunyai
underperformance yang kecil.
187
c) Pengaruh Reputasi Auditor terhadap kinerja saham jangka
panjang.
Variabel Reputasi Auditor memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β5 ≠ 0. Artinya Reputasi Auditor secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance.
Artinya reputasi auditor berpengaruh terhadap kinerja
saham jangka panjang saham IPO. Arah koefisien yang
positif menunjukan bahwa semakin baik reputasi auditor
yang digunakan emiten maka akan semakin baik kinerja
saham jangka panjangnya. Hal ini disebabkan auditor yang
bereputasi baik diangkap memberikan kualitas audit yang
tinggi sehingga informasi yang diberikan auditor bereputasi
tinggi di anggap akurat oleh investor dan hal ini dinilai
dapat menghindakan investor dari ketidakpastian dimasa
mendatang.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kristiantari (2013:803) bahwa reputasi
auditor tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
underprice hal ini disebabkan karena mulai tahun 2002,
banyak emiten yang menggunakan jasa KAP non big 4.
188
d) Pengaruh Time (hot/cold) terhadap kinerja saham jangka
panjang.
Variabel Time (hot/cold) memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β5 ≠ 0. Artinya Time (hot/cold) secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance.
Hal ini berarti terdapat pengaruh kondisi pasar saat hot
atau cold terhadap tingkat underperformance. Hal ini
berkaitan dengan pasar hot/cold berpengaruh terhadap
tingkat underpricing. Dimana tingkat underpricing yang
tinggi biasanya diikuti dengan kinerja saham yang buruk
(underperformance) di periode selanjutnya.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian (Jaskiewicz,et al
,2005) melakukan penelitian kondisi pasar hot market
menghasilkan koefisien korelasi positif terhadap
underperformance. Sedangkan tidak sesuai dengan
penelitian Sahoo dan Rajib (2010) melakukan penelitian hot
maket menghasilkan koefisien korelasi negatif terhadap
underperformance. Coacley,et al (2005) melakukan
penelitian kondisi pasar (hot market) menghasilkan bahwa
perusahaan-perusahaan yang melakukan IPO pada kondisi
hot market memiliki kecenderungan untuk lebih
underderperformance dibandingkan pada cold market.
189
e) Pengaruh ROA terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel ROA memiliki nilai signifikansi 0,019 <
0,05; maka Ho : β1 = 0 ditolak dan menerima Ha : β1 ≠ 0.
Artinya ROA secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap Undeperformance.
Return On Asset berpengaruh terhadap Return Saham,
hal ini menunjukkan tingkat pengembalian investasi yang
telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh
aktiva yang dimiliknya mendapatkan keuntungan. Return on
Asset (ROA) salah satu teknik analisis keuangan yang
bersifat menyeluruh atau komprehensif dengan mengukur
efektivitas perusahaan dengan keseluruhan dana yang
ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk
operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
Nilai ROA yang besar dalam penelitian ini, berarti
sampel perusahaan yang digunakan mempunyai kinerja
yang bagus dalam menghasilkan laba bersih untuk
pengembalian total aktiva yang dimiliki. Perusahaan
mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut
berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan laba,
sehingga berpengaruh terhadap harga saham, yaitu harga
saham akan naik dan return saham juga akan naik. Naiknya
keuntungan pada perusahaan maka diperkirakan perusahaan
190
mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang,
sehingga nilai saham menjadi tinggi.
Tingginya keuntungan yang dihasilkan perusahaan
juga akan menjadikan investor tertarik akan saham, aktiva
dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan. Banyaknya
investor yang berminat untuk berinvestasi maka akan
menyebabkan naiknya Return saham yang diterima oleh
investor.
f) Pengaruh ROE terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel ROE memiliki nilai signifikansi 0,003 <
0,05; maka Ho : β5 = 0 ditolak dan menerima Ha : β5 ≠ 0.
Artinya ROE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap Undeperformance.
Hal ini berarti manajemen perusahaan berhasil
meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan
sesuai dengan tujuan manajemen keuangan
memaksimumkan nilai perusahaan. ROE mempunyai fungsi
untuk mengukur tingkat keuntungan yang diperoleh para
investor atas penanaman modal yang dilakukan dalam
perusahaan emiten, ROE yang positif menunjukkan bahwa
perusahaan tersebut dapat menghasilkan keuntungan dengan
191
kemampuan modal sendiri yang dapat menguntungkan para
pemegang saham.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Ratnasari dan Hudiwinarsih (2013:94) bahwa ROE
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap underprice
yang berarti penelitian ini membuktikan teori signalling
yang dikemukakan oleh Kim.et.al (2010)
Hasil pengujian ini sejalan dengan penelitian Chastina
Yolana dan Dwi Martani (2005) bahwa variabel Return On
Equity (ROE) berpengaruh secara signifikan terhadap
tingkat underpricing. Dari hasil penelitian ini dapat
dikatakan bahwa ROE menjadi informasi yang penting bagi
investor sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan
keputusan investasi pada perusahan IPO satu tahun sebelum
penawaran saham perdana.
g) Pengaruh DER terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel DER memiliki nilai signifikansi 0,000 <
0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0.
Artinya DER secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap Undeperformance.
Variabel DER berpengaruh signifikan terhadap
abnormal return perusahaan setelah IPO. Hal ini
192
menunjukkan bahwa investor dalam berinvestasi guna
memperoleh return di pasar sekunder memperhatikan
informasi DER yang terdapat dalam prospektus, karena
investor memandang besarnya nilai DER sangat
dipengaruhi oleh faktor di luar perusahaan selain kinerja
manajemen perusahaan. Hasil penelitian tidak konsisten
dengan beberapa penelitian terdahulu antara lain Purnomo
(1998) mengenai variabel DER tidak berpengaruh
signifikan terhadap return saham.
h) Pengaruh EPS terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel EPS memiliki nilai signifikansi 0,928 > 0,05;
maka Ho : β2 = 0 diterima dan menolak Ha : β2 ≠ 0. Artinya
EPS secara parsial tidak berpengaruh signifikan dengan
arah negatif terhadap Undeperformance.
Dalam pengujian parsial menunjukkan bahwa variabel
EPS secara individu tidak berpengaruh secara signifikan
dan positif terhadap kinerja saham. Hasil dalam penelitian
ini berbeda dengan teori yang menyatakan bahwa EPS
memiliki pengaruh positif terhadap kinerja saham. Sebagian
besar permintaan investor terhadap saham suatu perusahaan
didasarkan kepada trend yang berlaku di pasar, sehingga
minat investor terhadap saham suatu perusahaan
dipengaruhi langsung oleh tingkah laku pasar. Hasil yang
193
ditunjukan dalam penelitian ini mengindikasikan terjadi
perubahan trend investor dalam menentukan investasinya,
dimana investor lebih menginginkan laba jangka pendek
berupa capital gain dari investasinya sehingga tidak terlalu
mempertimbangkan EPS. Dengan demikian penelitian ini
tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh yang
signifikandan positif antara earning per shared (EPS)
dengan kinerja saham.
Tidak ada hubungan antara Earning Per Shared
terhadap Return saham disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain: perbedaan teknis perhitungan, ukuran
perusahaan, kondisi pasar uang Indonesia, adanya faktor
internal selain fundamental ekonomi, suku bunga deposito,
devaluasi, pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah
dan jumlah uang beredar, penjualan, pertumbuhan
penjualan, biaya, deviden tunai, kondisi sosial, politik, dan
ekonomi.
i) Pengaruh AGE terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel AGE memiliki nilai signifikansi 0,000 <
0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0.
Artinya AGE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap Undeperformance.
194
Hal ini menunjukkan bahwa bagi para investor yang
melakukan investasi ke perusahaan dalam kategori syariah,
umur perusahaan dapat dijadikan patokan dalam melihat
kualitas perusahaan, sehingga umur perusahaan
diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi di
pasar modal. Dalam dunia bisnis yang identik dengan
persaingan, perusahaan yang lebih tua umurnya dinilai
dapat memberikan kinerja saham perusahaan yang baik
dimasa mendatang dibandingkan dengan perusahaan-
perusahaan yang baru berdiri berdiri.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ritter (1991) dan Carter et al. (1998) di US
yang menunjukkan adanya pengaruh positif signifikan
antara ukuran perusahaan terhadap kinerja saham jangka
panjang setelah IPO. Hal ini berarti bahwa terdapat
perbedaan gambaran pasar terhadap ukuran perusahaan di
US, UK, dan Indonesia.
j) Pengaruh SIZE terhadap kinerja saham jangka panjang.
Variabel SIZE memiliki nilai signifikansi 0,006 <
0,05; maka Ho : β2 = 0 ditolak dan menerima Ha : β2 ≠ 0.
Artinya AGE secara parsial berpengaruh signifikan dengan
arah positif terhadap Undeperformance.
195
Hasil penelitian ini berarti bahwa variabel ukuran
perusahaan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja saham perdana jangka panjang pada
keseluruhan perusahaan dan perusahaan yang
underperformed. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ritter (1991) dan Carter et
al. (1998) di US yang menunjukkan adanya pengaruh
positif signifikan antara ukuran perusahaan terhadap kinerja
saham jangka panjang setelah IPO.
k) Pengaruh Underpricing terhadap kinerja saham jangka
panjang.
Variabel Underpricing memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β4 = 0 ditolak dan menerima Ha :
β4 ≠ 0. Artinya Underpricing secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap Undeperformance.
Underpricing memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif terhadap return saham jangka panjang. Artinya ada
hubungan antara underprice terhadap return saham jangka
panjang, dimana semakin tinggi nilai underpicing maka
semakin tinggi pula nilai underperformancenya. Dilihat dari
arah koefisien yang bernilai positif hal ini sejalan dengan
hipotesis fads berargumen bahwa IPO kemungkinan
dihargai secara benar akan tetapi para investor menilai
196
terlalu berlebihan (over reaction) terhadap penerbitan
saham baru pada awal perdagangan di pasar sekunder.
Hipotesa lain yang mendukung adalah hipotesa
impresario (Shiller, 1990) dan Debondt and Thaler (1985),
yang menyatakan bahwa saham IPO sengaja di-underprice
oleh underwriter untuk menampilkan kesan adanya
kelebihan permintaan saham, sehingga diduga investor yang
tidak mendapat alokasi saham IPO pada pasar perdana akan
mau membelinya dengan harga lebih tinggi pada awal
perdagangan di pasar sekunder (Asmalidar, 2011:175).
l) Pengaruh Flipping Activity terhadap kinerja saham jangka
panjang.
Variabel Flipping Activity memiliki nilai signifikansi
0,000 < 0,05; maka Ho : β4 = 0 diterima dan menolak Ha :
β4 ≠ 0. Artinya Flipping Activity secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah negatif terhadap Undeperformance.
Hal ini berarti flipping activity mempengaruhi kinerja
saham jangka panjang saham-saham perusahaan yang
melakukan IPO. Arah koefisien yang negatif berarti tidak
searah dimana semakin tinggi tingkat flipping activity akan
menurunkan kinerja saham jangka panjang dengan kata lain
saham perusahaan tersebut mengalami underperformance.
197
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian
yang di lakukan oleh Bayley (2006) tidak ada kaitan antara
pengembalian jangka panjang dengan flipping activity,
sementara investor yang kurang informasi secara konsisten
melakukan flipping activity dari IPO yang memiliki
keuntungan jangka panjang yang lebih baik.
2) Uji F (Simultan)
Uji simultan digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Dalam penelitian ini yaitu untuk melihat pengaruh
variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi
auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return
on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per
shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan
(SIZE), terhadap variabel Undepricing, flipping activity dan
Underperformance.
198
Tabel 4.26
Uji F (Simultan)
No Persamaan F P
1 Underpricing 756,59 0,000
2 Flipping Activity 16,64 0,000
3 Underperformance 117,91 0,000
Sumber : data diolah dengan Minitab16
Dari hasil uji simultan dapat dilihat bahwa secara bersama sama
variabel independen yang terdiri dari variabel reputasi
underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi auditor (AUD),
Time (hot/cold), return on asset (ROA), return on equity
(ROE), debt to equity ratio (DER), earning per shared (EPS)
umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan (SIZE),
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000; karena nilai
signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
secara bersama-sama (simultan) variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dalam
penelitian ini.
199
3) Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)
Koefisien determinasi (Adjusted R2) untuk menjelaskan
seberapa besar pengaruh variabel dependen yaitu Underpricing,
flipping activity, dan Underperformance dapat dijelaskan oleh
variabel independen yaitu Reputasi Underwriter (RU), Jenis
Industri (JI), Reputasi Auditor (AU), Time(hot/cold), ROA,
ROE, DER, EPS, AGE, dan SIZE.
Berdasarkan tabel 4.23 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 99,2% yang berarti
variabel dependen Underpricing dapat dijelaskan oleh variabel
independen sebesar 99,2%. Sedangkan sisanya 0,8% dijelaskan
variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini mengindikasikan
bahwa emiten maupun investor sangat mempertimbangkan
faktor-faktor variabel yang ada di dalam penelitian yaitu
variabel reputasi underwriter (RU), jenis industri (JI) , reputasi
auditor (AUD), Time (hot/cold), return on asset (ROA), return
on equity (ROE), debt to equity ratio (DER), earning per
shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan ukuran perusahaan
(SIZE).
Berdasarkan tabel 4.24 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 74,8% yang berarti
variabel dependen Flipping Activity dapat dijelaskan oleh
variabel independen sebesar 74,8%. Sedangkan sisanya 25,2%
200
dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini
mengindikasikan bahwa emiten maupun investor
mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam
penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis
industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on
asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio
(DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan
ukuran perusahaan (SIZE).
Berdasarkan tabel 4.25 diatas menunjukkan besarnya nilai
koefisien determinasi (adjusted R2) sebesar 96,0 % yang berarti
variabel dependen Underperformance dapat dijelaskan oleh
variabel independen sebesar 96,0 %. Sedangkan sisanya 4,0 %
dijelaskan variabel-variabel lain di luar penelitian. Hal ini
mengindikasikan bahwa emiten maupun investor sangat
mempertimbangkan faktor-faktor variabel yang ada di dalam
penelitian yaitu variabel reputasi underwriter (RU), jenis
industri (JI) , reputasi auditor (AUD), Time (hot/cold), return on
asset (ROA), return on equity (ROE), debt to equity ratio
(DER), earning per shared (EPS) umur perusahaan (AGE), dan
ukuran perusahaan (SIZE).
201
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan berkenaan dengan anomali
IPO di BEI dan DES periode 2010 - 2014, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1. Hasil uji-t satu sampel (one sample t-test) menunjukkan telah terjadi
underpricing pada saat penawaran umum perdana (IPO) berdasarkan
harga penawaran terhadap harga penutupan hari pertama dari seluruh
perusahaan yang melakukan IPO di BEI tahun 2010-2014 dengan tingkat
rata-rata initial return sebesar 25,32 %. Sedangkan hasil uji-t satu sampel
(one sample t-test) di DES juga menunjukkan telah terjadi underpricing
dengan tingkat rata-rata initial return sebesar 25,90%.
a. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter
(RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor dan ukuran perusahaan
(SIZE) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial
return, Time (hot/cold), debt to equity ratio (DER), dan Earning Per
Shared (EPS) berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap
initial return, dan, sedangkan return on asset (ROA), Return On
Equity (ROE) dan umur perusahaan (AGE) tidak berpengaruh
signifikan terhadap initial return saat penawaran umum saham
perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
202
b. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter
(RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, dan Return On Equity
(ROE) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap initial
return. Variabel Time (hot/cold), debt to equity ratio (DER), Earning
Per Shared (EPS) berpengaruh signifikan dengan arah positif
terhadap initial return..Sedangkan return on asset (ROA), umur
perusahaan (AGE), ukuran perusahaan (SIZE) tidak berpengaruh
signifikan terhadap initial return saat penawaran umum saham
perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah.
2. Hasil penelitian fenomena flipping activity yang terjadi pada perusahaan
yang melakukan IPO pada periode penelitian.
a. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter
(RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, Time(hot/cold), dan
Umur perusahaan (AGE) berpengaruh signifikan dengan arah positif
terhadap Flipping Activity. Variabel Return On Equity (ROE), debt to
equity ratio (DER), Earning Per Shared (EPS) dan Ukuran
Perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan dengan arah negatif
terhadap Flipping Activity, sedangkan return on asset (ROA) dan
Underpricing tidak berpengaruh signifikan terhadap Flipping Activity
saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
b. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel debt to equity ratio
(DER) berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Flipping
203
Activity. Variabel Jenis Industri (JI) dan Reputasi Auditor
berpengaruh positif signifikan terhadap Flipping Activity, Sedangkan
Variabel Time (hot/cold), reputasi underwriter (RU), return on asset
(ROA), Return On Equity (ROE), Earning Per Shared (EPS), Umur
perusahaan (AGE), Ukuran Perusahaan (SIZE) dan Underpricing
tidak berpengaruh signifikan terhadap Flipping Activity saat
penawaran umum saham perdana (IPO) di Daftar Efek Syariah.
3. Hasil penelitian terhadap kinerja jangka panjang saham – saham yang
mengalami underperformance.
a. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel reputasi underwriter
(RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, Time (hot/cold), dan
Return On Equity (ROE) berpengaruh signifikan dengan arah positif
terhadap Abnormal Return. Variabel Return On Asset (ROA)
berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Abnormal
Return. Sedangkan Variabel debt to equity ratio (DER), Earning Per
Shared (EPS), umur perusahaan (AGE), dan Ukuran Perusahaan
(SIZE) tidak berpengaruh signifikan terhadap Abnormal Return saat
penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek Indonesia.
b. Hasil uji t (parsial) menunjukkan bahwa variabel Return On Equity
(ROE), dan debt to equity ratio (DER) berpengaruh signifikan
dengan arah negatif terhadap Abnormal Return. Variabel reputasi
underwriter (RU), Jenis Industri (JI), Reputasi Auditor, Time
204
(hot/cold), Return On Asset (ROA), umur perusahaan (AGE), dan
Ukuran Perusahaan (SIZE) berpengaruh signifikan dengan arah
positif terhadap Abnormal Return. Sedangkan Variabel Earning Per
Shared (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap Abnormal
Return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Daftar Efek
Syariah.
4. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pengaruh Underpricing dan
Flipping Activity terhadap Underperformance di kedua sampel
penelitian.
a. Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa Underpricing berpengaruh
signifikan dengan arah positif terhadap Abnormal Return dan
Flipping Activity tidak berpengaruh signifikan terhadap Abnormal
Return saat penawaran umum saham perdana (IPO) di Bursa Efek
Indonesia.
b. Hasil uji t (parsial) menunjukan bahwa Flipping Activity
berpengaruh signifikan dengan arah negatif terhadap Abnormal
Return dan Underpricing berpengaruh signifikan dengan arah positif
terhadap Abnormal Return saat penawaran umum saham perdana
(IPO) di Daftar Efek Syariah.
205
B. Implikasi
1. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian
selanjutnya dalam menganalisis anomali yang terjadi saat perusahaan
melakukan IPO baik yang dilakukan di BEI maupun di DES. Selain itu,
diharapkan penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain yang
tidak hanya dari faktor keuangan dan non keuangan tetapi juga faktor
makro saham saat penawaran umum perdana (IPO) seperti, proceeds,
inflasi, dan suku bunga
2. Bagi Investor
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
menginvestasikan dana di pasar modal dan agar diperoleh return secara
optimal bagi investor. Serta, investor juga dapat mempertimbangkan
reputasi underwriter yang digunakan oleh perusahaan apakah termasuk
dalam salah satu daftar peringkat 50 penjamin emisi yang teraktif dalam
perdagangan di bursa setiap tahunnya. Underwriter yang berpengalaman
dan bereputasi baik akan dapat mengorganisir IPO secara profesional dan
memberikan pelayanan yang lebih baik kepada investor, hal ini terbukti
dengan berpengaruhnya reputasi underwriter terhadap initial return.
Serta dapat menjadi pertimbangan apakah dana yang dimiliki akan
diinvestasikan pada emiten yang sesuai dengan prinsip syariah maupun
non syariah.
206
3. Emiten
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi emiten, khususnya dalam
memberikan informasi return on asset dan total aktiva yang dihasilkan
karena akan mempengaruhi investor dalam mengambil keputusan
investasi. Selain itu juga dapat memberikan informasi tentang
karakteristik perusahaan dan untuk menggunakan underwriter yang
bereputasi tinggi, sehingga investor tidak akan ragu untuk berinvestasi.
Emiten juga dapat melihat penelitian ini sebagai pertimbangan saat ingin
melakukan IPO karena penelitian ini memberikan informasi kondisi IPO
di Indonesia.
4. Pihak Bursa
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak bursa dalam
mempromosikan investasi yang cukup menarik di pasar modal Indonesia
dimana tidak hanya pada Bursa Efek Indonesia tetapi juga Daftar Efek
Syariah untuk menarik minat investor mancanegara, terutama investor
negara-negara islam yang diyakini merupakan investor potensial,
sehingga investor dapat berinvestasi sesuai dengan prinsip syariah.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka peneliti dapat
sampaikan beberapa saran sebagai berikut:
207
1. Bagi penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel independen
lain agar mampu menjelaskan penyebab yang diperkirakan menjadi
faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat underpricing, flipping activity
dan underperformance supaya hasil bisa lebih akurat dan juga diharapkan
dalam penelitian selanjutnya melihat persentase penawaran saham dalam
penentuan sampel perusahaan agar hasil yang didapat bisa lebih baik.
2. Penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan referensi jurnal atau
penelitian lain yang lebih terbaru dan lebih lengkap agar mampu
menjelaskan penyebab terjadinya dan pengaruh flipping activity terhadap
faktor-faktor dalam penelitian.
3. Investor bisa melihat rasio Umur, Ukuran Perusahaan dan DER pada
emiten yang akan melakukan IPO karena dengan melihat rasio tersebut
investor bisa meramalkan apakah saham perusahaan yang ingin dijadikan
investasi layak untuk dibeli atau tidak, karena sesuai dengan hasil
penelitian ini.
208
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, R. (2003). Allocation of initial public offerings and flipping activity.
Journal of Financial Economics, 68,111-135.
http://dx.doi.org/10.1016/S0304-405X(02)00250-7
Aini, Syarifah. “Pengaruh Variabel Keuangan Dan Non Keuangan Terhadap
Underpricing Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering
(IPO) Di Bursa Efek Indonesia”, Tesis Universitas Sebelas Maret, 2009.
Ardiansyah, Misnen. “Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Return Awal dan
Return 15 Hari Setelah IPO serta Moderasi besaran Perusahaan
terhadap hubungan antara Variabel Keuangan dengan Return Awal
dan Return 15 hari Setelah IPO di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol 7, No 2, Mei 2004.
Arosio, R., G. Giudici, and S. Paleari, 2001, “Why Do (or Did?) Internet-stock
IPOs Leave So Much Money on the Table?” Politecnico di Milano
(Italy) Working Paper.
Arthesa, Ade dan Edia Handiman, “Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank”,
PT INDEKS Kelompok Gramedia, Jakarta, 2006.
Arum Prastiwi dan Indra Wijaya Kusuma. (2001). Analisis Kinerja Surat
Berharga Setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia. Jurnal
Ekonomidan Bisnis Indonesia, Vol.16, No.2
Asmalidar.”Analisis Faktor Fundamental Terhadap Return Jangka Pendek dan
Jangka Panjang Sahap Initial Public Offering di Pasar Sekunder Bursa
Efek Indonesia”. Jurnal Ekonomi, Vol. 14, No 4, September 2011.
Bayley, L., Lee, P. J., & Walter, T. S. (2006). IPO flipping in Australia: Cross
sectional explanations. Pacific-basin finance journal, 14, 327-348
http;//dx.doi.org/10.1016/j.pasifin.2006. 01.002
Beatty, R.P. “Auditor Reputation and The pricing of Initial Public Offerings”, The
Accounting Review, 1989
Boehmer, E., & Fishe, R. P. H. (2000). Do underwriters encourage stock
flipping? A new explanation for the under-pricing of IPOs. Working
Paper, University of Miami.
Brealey, et. al. “Dasar-Dasar Manajemen Keuangan”, Erlangga, Jakarta, 2008.
209
Brigham dan Houston. “Dasar-dasar Manajemen Keuangan”, Buku 1. Edisi 10.
Salemba Empat, Jakarta, 2009.
Bodie Zvi, Alex Kane dan Alan J. Marcus. “Investasi”, Edisi 6, Salemba Empat,
Jakarta, 2006.
Booth, J.R., and Chua, L. (1996). Ownership Dispersion, Costly Information, and
IPO Underpricing, Journal of Financial Economics, 15, 291-310.
Carter, R., Frederick, H., & Singh, A. (1998) underwriter reputation, initial return
adn the long-run performance of IPO stock. Journal of Finance, 53 (1),
285-311
Che Yahya, N. and R. Abdul Rahim. 2015. Role of Lockup Provision and
Institutional Investors‟ Participation in Restricting Flipping Activity. Is
There a Moderating Effect of Investor Demand?. Asian Academy of
Management Journal of Accounting and Finance 11(2): 1-29.
Correra, A. J. (1992). Block that sale: War on IPO flippers hurts little guy.
Barron’s National Business and Financial Weekly, 72,
Daljono, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang
Listing Di BEJ th 1990-1997, SNA III, 2000
Ellis, K., Michaely, R., & O‟Hara, M. (2002).The making of a dealer market:
from entry to equilibrium in the trading of Nasdaq stock. Journal of
Finance, 57, 2289-2316. http://dx.doi.org/10.1111/1540-6261.00496
Ellis, K. (2006). Who trades IPOs? A close look at the first days of trading.
Journal of Financial Economics, 79, 339-363.
http://dx.doi.org/10.1016/j.jfineco.2004.09.006
Febriana, Dian, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing
Saham Pada Perusahaan Go Public di BEJ”, Yogyakarta, 2004
Friedlan, J.M. “accounting choices of issuers of initial public offering”
contemporary accounting research, 11. 1-31. 1994
Gatot Nazir Ahmad, Isti Indriyanti, Agung Darmawan Buchdadi. “Pengaruh
DER, ROI, Current Ratio Dan Rata-Rata Kurs Terhadap Undepricing
Pada Initial Public Offering”, Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia
(JRMSI), Vol. 4 No. 2 2013.
Hapsari, V Anitya dan Mahfud, M. Kholiq. 2012. “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Underpricing saham pada Penawaran Saham Perdana
di BEI Periode 2008-2010”. Dipenogoro Journal of Management
Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-9.
210
Helwege, J. and Liang, N. (2004). Initial public offerings in hot and cold markets,
Journal of Finance andQuantitative Analysis, 39 (3), pp. 541-569.
Hendrajaya, Sandra Dewi, “Analisi Konsistensi Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Underpricing Saham Sektor Keuangan Dan
Manufaktur” Universitas Diponegoro, Semarang, 2005
Holland dan Horton, “ penawaran perdana di pasar sekuritas terdaftar dampak dari
penasehat profesional”. Jurnal akuntansi dan bisnis, Vol.24 No. 93.
1993
Horne, VC James, dan Wachowicz, M John. 2005. “Prinsip-prinsip Manajemen
Keuangan”, Edisi 8 Buku 1. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Ibbotson, Roger G. and Jeffrey F. Jaffe, 1975, “Hot issue” markets, Journal of
Finance 30, 1027-1042.
Jogiyanto,S.H. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Pertama, UPP AMP
YKPN, Yogyakarta, 2000.
Jogiyanto. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, BPFE, Yogyakarta, 2003.
Jogiyanto, Hartono. “Teori Portofolio dan Analisis Investasi”, Edisi Keenam,
BPFE, Yogyakarta, 2009.
Kasmir. “Analisis Laporan Keuangan”. Raja Grafindo, Jakarta, 2010.
Keown, Martin et al. 2008."Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan”,
Edisi 10, Jilid 1. Klaten, Jawa Tengah : PT Macanan Jaya Cemerlang.
Kooli,M. dan J.M. Suret. 2002. The aftermarket performance of initial public
offerings in Canada, SSRN Electronic Paper Collection
Krigman, L., W. Shaw, and K. Womack (1999) "The Persistence of IPO
Mispricing and the Predictive Power of Flipping," Journal of Finance,
54, 1015-1044.
Kristiantari, I Dewa Ayu. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Underpricing Saham pada Penawaran Saham Perdana di Bursa Efek
Indonesia” Tesis Universitas Udayana Denpasar, 2012.
Lowry,M., & Shu,S. 2002. Litigation risk and IPO underpricing. Journal of
financial economics 65, 309-335.
211
Miller, R. E., & Reilly, F. K. (1987). An examination of mispricing, returns, and
uncertainty for initial public offerings. Financial Management, 16, 33–
38.
Perdana, Rizky Agustine Putri. dkk. "Pengaruh Return on Equity (ROE), Earning
Per Share (EPS), dan Debt Equity Ratio (DER) Terhadap Harga
Saham (Studi Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Go
Public di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2011)." Jurnal
Administrasi Bisnis Volume 2, No.1, 2013.
Prastica, Yurena. 2012. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Underpricing saham
pada Penawaran Saham Perdana di BEI Periode 2007-2010”.
Universitas Widya Mandala Surabaya Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi – Vol. 1, No. 2, Maret 2012.
Pulliam, S., & Smith, R. (2000). Trade-offs: Seeking IPO shares, investors offer
to buy more in after-market and pledges can be a factor, underwriters
say, though they deny quid pro quo trying to avoid the flippers. Wall
Street Journal February, 2, C1.
Ratnasari, Anggita dan Gunasti Hudiwinarsih.”Analisis Pengaruh Informasi
Keuangan, Non Keuangan Serta Ekonomi Makro terhadap
Underpricing Pada Perusahaan Ketika IPO”. Jurnal Buletin Studi
Ekonomi, STIE Perbanas Surabaya Vol. 18, No. 2 Agustus 2013.
Retnowati, Eka. 2013. “Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham
Perdana di Indonesia Periode 2008-2011” Universitas Negeri
Semarang Accounting Analysis Journal 2 (2) (2013).
Risqi, I Azisia dan Harto, Puji. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Underpricing Ketika Intial Public Offering (IPO) di
BEI Periode 2007 -2011”. Diponegoro Journal of Accounting Volume
2, Nomor 3, Tahun 2013, Halaman 1-7.
Ritter, J.R., 1984, “The „Hot Issue‟ Market of 1980,” Journal of Business 57, 215-
240.
Ritter, Jay R., “The Long-Run Performance Of Initial Public Offering”, Journal
Of Finance, 1991
Ritter, J.R. and Welch, I. (2002). A Review of IPO activity, Pricing and
Allocations, Journal of Finance, 57,pp. 1795-1828.
Riyanto, Bambang. 2013. “Dasar Dasar Pembelanjaan Perusahaan”, Edisi
Keempat, Cetakan Ketiga belas. BPFE-Yogyakarta.
212
Rodoni, Ahmad. “Investasi Syariah”, Lembaga Penelitian UIN, Jakarta, 2009.
Rosadi, Dedi. “Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan
Eviews”, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2012.
Rosyati dan Arifin Sabeni.“Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Underpricing Saham pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek
Jakarta”. Simposium Nasional Akuntansi V, Semarang, 2002.
Safitri, T Anggita. 2013. “Asimetri Informasi dan Underpricing”. Universitas
Negeri Semarang Jurnal Dinamika Manajemen Vol. 4, No. 1, 2013, pp:
1-9.
Saftiana, Yulia dan Muna Amelia J. “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Underpricing Penawaran Umum Perdana (IPO) Di
Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Akuntansi
Vol. 1 No. 2 Juli 2007.
Sanora, Cynthia. "Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Saham Setelah
Penawaran Umum Perdana." Jurnal Ilmu Manajemen (JIM) Volume 1,
No.4, 2013.
Samsul, Mohamad. “Pasar Modal dan Manajemen Portofolio”, Penerbit
Erlangga, Surabaya, 2006.
Schultz, P. H., & Zaman, M. A. (1994). Aftermarket support and underpricing of
initial public offerings. Journal of Financial Economics, 35, 199–219.
Silvanita, Ktut. “Bank dan Lembaga Keuangan Lain”, Airlangga, Jakarta, 2009.
Sjahrial, Dermawan. “Pengantar Manajemen Keuangan”, Mitra Wacana Media,
Jakarta, 2006.
Suhardi dan Purwanto. 2008. “Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern”,
Salemba Empat, Jakarta, 2008.
Sutrisno. “Manajemen Keuangan (Teori, Konsep, Aplikasi)”, Ekonisia,
Yogyakarta, 2001.
Suyatmin dan Sujadi. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Pada
Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Jakarta”, Benefit Vol.10,
No. 1, 2006.
Tandelilin, Eduardus. Portofolio dan Investasi: Teori dan Aplikasi, Edisi
Pertama.Yogyakarta : Kanisius, 2010.
213
Van Horne, James C. dan John M Wachowicz, JR. “Prinsip – Prinsip Manajemen
Keuangan”, Edisi 12, Salemba Empat, Jakarta, 2007.
Wahyusari, Ayu. 2013. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Underpricing Saham saat IPO di BEI Periode 2007-2011”. Universitas
Negeri Semarang Accounting Analysis Journal 2 (4) (2013)
Warsono. “Manajemen Keuangan Perusahaan”, Edisi 3, Bayumedia Publishing,
Malang, 2003.
Weston, J. Fred dan Thomas E. Copeland. “Manajemen Keuangan”, Edisi
Kesembilan, Binarupa Aksara, Jakarta, 1995.
Widarjono, Agus. “Analisis Statistika Multivariat terapan”YKPN,
Yogyakarta,2010.
Winarno, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”,
Edisi ketiga, UPP STIM YKPN, Yogyakarta, 2011.
Wiryawan, Y Fendi. 2014. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Underpricing Saham pada Perusahaan yang Go Public di BEI periode
2008- 2012”. Universitas Negeri Surabaya, Jurnal Akuntansi UNESA
Vol 2, No. 3 (2014)
Yasa, Gerianta Wirawan, “Penyebab Underpricing Pada Saham Perdana di
BEJ”, Universitas Udayana, Bali, 2002
Yolana, Chastina dan Dwi Martini. “Variabel-Variabel yang Mempengaruhi
Fenomena Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di BEJ
Tahun 1994-2001”, SNA VIII Solo, 2005.
Yulfasni. “Hukum Pasar Modal”, Badan Penerbit Iblam, Jakarta, 2005.
www.idx.co.id
www.ojk.go.id
www.ssrn.com
www.yahoofinance.com
214
LAMPIRAN 1 : Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di BEI
periode 2010 – 2014
NO KODE NAMA PERUSAHAAN TGL HARGA
IR LISTING OFFERING CLOSING
1 EMTK Elang Mahkota Teknologi Tbk 12/01/2010 720 730 1.390
2 PTPP PP ( Persero) Tbk 09/02/2010 560 580 3.570
3 BIPI Benakat Petroleum Energy Tbk 11/02/2010 140 191 36.43
4 TOWR Sarana Menara Nusantara Tbk 08/03/2010 1050 1570 49.52
5 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk 28/06/2010 1275 1490 16.86
6 GOLD Golden Retailindo Tbk 07/07/2010 350 520 48.57
7 SKYB Skybee Tbk 07/07/2010 375 560 49.33
8 BJBR Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk
08/07/2010 600 900 50.00
9 IPOL Indopoly Swakarsa Industry Tbk 09/07/2010 210 235 11.90
10 GREN Evergreen Invesco Tbk 09/07/2010 105 178 69.52
11 BUVA Bukit Uluwatu Villa Tbk 12/07/2010 260 310 19.23
12 BRAU Berau Coal Ennergy Tbk 06/10/2010 5200 5450 4.81
13 HRUM Harum Energy Tbk 07/10/2010 5395 5950 10.29
14 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 19/10/2010 400 465 16.25
15 TBIG Tower Bersama Infrastructure Tbk 26/10/2010 2025 2400 18.52
16 KRAS Krakatau Steel (Persero) Tbk 10/11/2010 850 1270 49.41
17 APLN Agung Podomoro Land Tbk 11/11/2010 365 410 12.33
18 BORN
Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk
26/11/2010 1170 1280 9.40
19 WINS Wintermar Offshore Marine Tbk 29/11/2010 380 355 -6.58
20 MIDI Midi Utama Indonesia Tbk 30/11/2010 275 410 49.09
21 BRMS Bumi Reaources Minerals Tbk 09/12/2010 635 700 10.24
22 BSIM Bank Sinarmas Tbk 13/12/2010 150 252 68.00
23 MFMI Multifiling Mitra indonesia Tbk 29/12/2010 200 340 70.00
24 EMDE Megapolitan Developments Tbk 12/01/2011 250 210 -16.00
25 MBTO Martina Bento Tbk 12/01/2011 740 660 -10.81
26 GIAA Garuda Indonesia (persero) Tbk 11/02/2011 500 620 24.00
27 MBSS Mitrabahtera Segara Sejati Tbk 06/04/2011 1600 1780 11.25
28 SRAJ Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk 11/04/2011 120 163 35.83
215
NO KODE NAMA PERUSAHAAN TGL HARGA
IR LISTING OFFERING CLOSING
29 HDFA HD Finance Tbk 10/05/2011 200 230 15.00
30 BULL Buana Listya Tama Tbk 23/05/2011 155 166 7.10
31 JAWA Jaya Agra Wattie Tbk 30/05/2011 500 495 -1.00
32 SIMP Salim Ivomas Pratama Tbk 09/06/2011 1100 1250 13.64
33 MTLA Megapolitan Land Tbk 20/06/2011 240 240 0.00
34 TIFA Tifa Finance Tbk 08/07/2011 200 310 55.00
35 PTIS Indo Straits Tbk 12/07/2011 950 1000 5.26
36 SDMU Sidomulyo Selarass Tbk 12/07/2011 225 240 6.67
37 ALDO Alkindo Naratama Tbk 12/07/2011 225 250 11.11
38 STAR Star Petrochem Tbk 13/07/2011 102 138 35.29
39 SMRU SMR Utama Tbk** 10/10/2011 600 650 8.33
44 CASS Cardig Aero Service Tbk 05/12/2011 400 395 -1.25
45 ABMM ABM Investama Tbk 06/12/2011 3750 3825 2.00
46 ERAA Erajaya Swasembeda Tbk 14/12/2011 1000 990 -1.00
47 BAJA Saranacentral Bajatama Tbk 21/12/2011 250 340 36.00
48 GWSA Greenwood Sejahtera Tbk 23/12/2011 250 205 -18.00
49 PADI Minna Padi Tbk 09/01/2012 395 550 39.24
50 TELE Tiphone Mobile Indonesia Tbk 12/01/2012 310 325 4.84
51 ESSA Surya Esa Prakarsa tbk 01/02/2012 610 910 49.18
52 BEST Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk 10/04/2012 170 285 67.65
53 RANC Supra Boga Lestari Tbk 07/06/2012 500 670 34.00
54 TRIS Trisula International Tbk 28/06/2012 300 320 6.67
55 KOBX Kobexindo Tractors Tbk 05/07/2012 400 460 15.00
56 TOBA Toba Bara Sejahtera Tbk 06/07/2012 1900 2125 11.84
57 MSKY MNC Sky Vision Tbk 09/07/2012 1520 1540 1.32
58 ALTO Tri Biyan Tirta tbk 10/07/2012 210 315 50.00
59 GLOB Global Teleshop Tbk 10/07/2012 1150 1150 0.00
60 GAMA Gading Development Tbk 11/07/2012 105 178 69.52
61 BJTM Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk 12/07/2012 430 470 9.30
62 IBST Inti bangun Sejahtera Tbk 31/08/2012 1000 1500 50.00
63 NIRO Nirvana Development Tbk 13/09/2012 105 178 69.52
64 PALM Provident Agro Tbk 08/10/2012 450 470 4.44
65 NELY Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk 11/10/2012 168 205 22.02
66 TAXI Express Trasindo Utama Tbk 02/11/2012 560 590 5.36
67 BSSR Baramulti Suksessarana Tbk 08/11/2012 1950 1940 -0.51
216
NO KODE NAMA PERUSAHAAN TGL HARGA
IR LISTING OFFERING CLOSING
68 ASSA Adi Sarana Armada Tbk 12/11/2012 390 490 25.64
69 WIIM Wismilak Inti Makmur Tbk 18/12/2012 650 800 23.08
70 WSKT Waskita Karya (Persero) Tbk 19/12/2012 380 445 17.11
71 BBRM Pelayaran Nasional Bina buana Raya Tbk 09/01/2013 230 200 -13.04
72 HOTL Saraswati Griya Lestari Tbk 10/01/2013 185 240 29.73
73 SAME Sarana Mediatama Metropolitan Tbk 11/01/2013 400 480 20.00
74 MAGP Multi Agro Gemilang Plantation Tbk 16/01/2013 110 112 1.82
75 TPMA Trans Power Marine Tbk 20/02/2013 230 330 43.48
76 ISSP Steel Pipe Industry of Indonesia tbk 22/02/2013 295 300 1.69
77 DYAN Dyandra Media International Tbk 25/03/2013 350 460 31.43
78 ANJT Austindo Nusantara Jaya Tbk 08/05/2013 1200 1200 0.00
79 NOBU Bank National Nobu Tbk 20/05/2013 375 460 22.67
80 MPMX Mitra Pinasthika Mustika Tbk 29/05/2013 1500 1480 -1.33
81 DSNG Dharma Satya nusantara Tbk 14/06/2013 1850 1870 1.08
82 SRIL Sri Rejeki Isman Tbk 17/06/2013 240 240 0.00
83 ACST Acset Indonusa Tbk 24/06/2013 2500 2600 4.00
84 SRTG Saratoga Investama Sedaya Tbk 26/06/2013 5500 5300 -3.64
85 NRCA Nusa Raya Cipta Tbk 27/06/2013 850 1000 17.65
86 SMBR Semen Baturaja (Persero) Tbk 28/06/2013 560 590 5.36
87 ECII Electronic City Indonesia Tbk 03/07/2013 4050 4050 0.00
88 VICO Visctoria Investama Tbk 08/07/2013 480 610 27.08
89 MLPT Multipolar Technology tbk 08/07/2013 125 150 20.00
90 BBMD Bank Mestika Dharma Tbk 08/07/2013 1380 1420 2.90
91 CPGT Cipaganti Citra Graha Tbk 09/07/2013 180 300 66.67
92 NAGA Bank Mitraniaga Tbk 09/07/2013 190 195 2.63
93 BMAS Bank Maspion Indonesia Tbk 11/07/2013 320 340 6.25
94 SILO Siloam International Hospitals Tbk 12/09/2013 9000 9150 1.67
95 APII Arita Prima Indonesia Tbk 29/10/2013 220 290 31.82
96 KRAH Grand Kartech Tbk 08/11/2013 275 410 49.09
97 IMJS Indomobil Multi Jasa Tbk 10/12/2013 500 600 20.00
98 LEAD Logindo Samudra Makmur tbk 11/12/2013 2800 3000 7.14
99 SSMS Sawit Sumbermas Sarana Tbk 12/12/2013 670 710 5.97
217
NO KODE NAMA PERUSAHAAN TGL HARGA
IR LISTING OFFERING CLOSING
100 SIDO Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul tbk 18/12/2013 580 660 13.79
101 PNBS Bank Panin Syariah Tbk 15/01/2014 100 97 -3.00
102 BINA Bank Ina Perdana Tbk 16/01/2014 240 270 12.50
103 ASMI Asuransi Mitra Maparya Tbk 16/01/2014 270 405 50.00
104 CANI Capitol Nusantara Indonesia Tbk 16/01/2014 200 239 19.50
105 BALI Bali Towerindo Sentra tbk 13/03/2014 400 600 50.00
106 WTON Wijaya Karya Beton Tbk 08/04/2014 590 760 28.81
107 BLTZ Graha Layar Prima Tbk** 10/04/2014 3000 3400 13.33
108 MDIA Intermedia Capital Tbk 11/04/2014 1380 1510 9.42
109 LRNA Eka Sari Lorena Transport Tbk 15/04/2014 900 780 -13.33
110 DAJK Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk 14/05/2014 470 520 10.64
111 LINK Link Net tbk 02/06/2014 1600 2400 50.00
112 CINT Chitose International tbk 27/06/2014 330 363 10.00
113 MGNA Magna Finance Tbk 07/07/2014 105 155 47.62
114 BPII Batavia Prosperindo International Tbk 08/07/2014 500 550 10.00
115 MBAP Mitra adiperdana Tbk 10/07/2014 1300 1430 10.00
116 TARA Sitara Propertindo Tbk 11/07/2014 106 180 69.81
117 DNAR Bank dinar indonesia Tbk 11/07/2014 110 187 70.00
118 BIRD Blue Bird Tbk 05/11/2014 6500 7450 14.62
119 SOCI Soechi Lines Tbk 03/12/2014 550 620 12.73
120 IMPC Impack Pratama Industri tbk 17/12/2014 3800 5700 50.00
121 AGRS Bank Agris Tbk 22/12/2014 110 187 70.00
122 IBFN Intan Baruprana Finance Tbk 22/12/2014 288 290 0.69
123 GOLL Golden Plantation Tbk 23/12/2014 288 289 0.35
Keterangan :
** = Perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian
218
LAMPIRAN 2 : Initial Return Perusahaan yang Melakukan IPO di DES
periode 2010 – 2014
NO KODE NAMA PERUSAHAAN TGL HARGA
IR LISTING OFFERING CLOSING
1 PTPP PP ( Persero) Tbk 09/02/2010 560 580 3.57
2 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk 28/06/2010 1275 1490 16.86
3 GOLD Golden Retailindo Tbk 07/07/2010 350 520 48.57
4 SKYB Skybee Tbk 07/07/2010 375 560 49.33
5 IPOL Indopoly Swakarsa Industry Tbk 09/07/2010 210 235 11.90
6 GREN Evergreen Invesco Tbk 09/07/2010 105 178 69.52
7 HRUM Harum Energy Tbk 07/10/2010 5395 5950 10.29
8 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 19/10/2010 400 465 16.25
9 APLN Agung Podomoro Land Tbk 11/11/2010 365 410 12.33
10 WINS Wintermar Offshore Marine Tbk 29/11/2010 380 355 -6.58
11 MIDI Midi Utama Indonesia Tbk 30/11/2010 275 410 49.09
12 BRMS Bumi Reaources Minerals Tbk 09/12/2010 635 700 10.24
13 MFMI Multifiling Mitra indonesia Tbk 29/12/2010 200 340 70.00
14 EMDE Megapolitan Developments Tbk 12/01/2011 250 210 -16.00
15 MBTO Martina Bento Tbk 12/01/2011 740 660 -10.81
16 GIAA Garuda Indonesia (persero) Tbk 11/02/2011 500 620 24.00
17 MBSS Mitrabahtera Segara Sejati Tbk 06/04/2011 1600 1780 11.25
18 SRAJ Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk 11/04/2011 120 163 35.83
19 JAWA Jaya Agra Wattie Tbk 30/05/2011 500 495 -1.00
20 SIMP Salim Ivomas Pratama Tbk 09/06/2011 1100 1250 13.64
21 MTLA Megapolitan Land Tbk 20/06/2011 240 240 0.00
22 PTIS Indo Straits Tbk 12/07/2011 950 1000 5.26
23 SDMU Sidomulyo Selarass Tbk 12/07/2011 225 240 6.67
24 ALDO Alkindo Naratama Tbk 12/07/2011 225 250 11.11
25 STAR Star Petrochem Tbk 13/07/2011 102 138 35.29
26 SMRU SMR Utama Tbk** 10/10/2011 600 650 8.33
27 ARII Atlas Resources Tbk 08/11/2011 1500 1540 2.67
28 GEMS Golden Energy Mines Tbk 17/11/2011 2500 2725 9.00
29 CASS Cardig Aero Service Tbk 05/12/2011 400 395 -1.25
219
NO KODE NAMA PERUSAHAAN TGL HARGA
IR LISTING OFFERING CLOSING
30 ERAA Erajaya Swasembeda Tbk 14/12/2011 1000 990 -1.00
31 TELE Tiphone Mobile Indonesia Tbk 12/01/2012 310 325 4.84
32 ESSA Surya Esa Prakarsa tbk 01/02/2012 610 910 49.18
33 BEST Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk 10/04/2012 170 285 67.65
34 RANC Supra Boga Lestari Tbk 07/06/2012 500 670 34.00
35 TRIS Trisula International Tbk 28/06/2012 300 320 6.67
36 KOBX Kobexindo Tractors Tbk 05/07/2012 400 460 15.00
37 TOBA Toba Bara Sejahtera Tbk 06/07/2012 1900 2125 11.84
38 GLOB Global Teleshop Tbk 10/07/2012 1150 1150 0.00
39 GAMA Gading Development Tbk 11/07/2012 105 178 69.52
40 IBST Inti bangun Sejahtera Tbk 31/08/2012 1000 1500 50.00
41 NIRO Nirvana Development Tbk 13/09/2012 105 178 69.52
42 PALM Provident Agro Tbk 08/10/2012 450 470 4.44
43 NELY Pelayaran Nelly Dwi Putri Tbk 11/10/2012 168 205 22.02
44 BSSR Baramulti Suksessarana Tbk 08/11/2012 1950 1940 -0.51
45 WSKT Waskita Karya (Persero) Tbk 19/12/2012 380 445 17.11
46 HOTL Saraswati Griya Lestari Tbk 10/01/2013 185 240 29.73
47 MAGP Multi Agro Gemilang Plantation Tbk 16/01/2013 110 112 1.82
48 ISSP Steel Pipe Industry of Indonesia tbk 22/02/2013 295 300 1.69
49 DYAN Dyandra Media International Tbk 25/03/2013 350 460 31.43
50 ANJT Austindo Nusantara Jaya Tbk 08/05/2013 1200 1200 0.00
51 ACST Acset Indonusa Tbk 24/06/2013 2500 2600 4.00
52 SRTG Saratoga Investama Sedaya Tbk 26/06/2013 5500 5300 -3.64
53 NRCA Nusa Raya Cipta Tbk 27/06/2013 850 1000 17.65
54 ECII Electronic City Indonesia Tbk 03/07/2013 4050 4050 0.00
55 MLPT Multipolar Technology tbk 08/07/2013 125 150 20.00
56 CPGT Cipaganti Citra Graha Tbk 09/07/2013 180 300 66.67
57 SILO Siloam International Hospitals Tbk 12/09/2013 9000 9150 1.67
58 APII Arita Prima Indonesia Tbk 29/10/2013 220 290 31.82
59 KRAH Grand Kartech Tbk 08/11/2013 275 410 49.09
60 SSMS Sawit Sumbermas Sarana Tbk 12/12/2013 670 710 5.97
61 SIDO Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul tbk 18/12/2013 580 660 13.79
62 CANI Capitol Nusantara Indonesia Tbk 16/01/2014 200 239 19.50
220
NO KODE NAMA PERUSAHAAN TGL HARGA
IR LISTING OFFERING CLOSING
63 BALI Bali Towerindo Sentra tbk 13/03/2014 400 600 50.00
64 WTON Wijaya Karya Beton Tbk 08/04/2014 590 760 28.81
65 MDIA Intermedia Capital Tbk 11/04/2014 1380 1510 9.42
66 LRNA Eka Sari Lorena Transport Tbk 15/04/2014 900 780 -13.33
67 DAJK Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk 14/05/2014 470 520 10.64
68 LINK Link Net tbk 02/06/2014 1600 2400 50.00
69 CINT Chitose International tbk 27/06/2014 330 363 10.00
70 MBAP Mitra adiperdana Tbk 10/07/2014 1300 1430 10.00
71 TARA Sitara Propertindo Tbk 11/07/2014 106 180 69.81
72 IMPC Impack Pratama Industri tbk 17/12/2014 3800 5700 50.00
73 GOLL Golden Plantation Tbk 23/12/2014 288 289 0.35
Keterangan :
** = Perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria penelitian
221
Model Y1 (konvensional) ORDINARY LEAST SQUARE (OLS) The regression equation is
Y1 = 61,6 - 7,24 D1 - 4,81 D2 - 10,9 D3 + 13,1 D4 - 0,202 X1 - 0,086
X2
+ 0,381 X3 + 0,00868 X4 - 0,055 X5 - 1,19 X6
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 61,65 41,32 1,49 0,139
RU -7,239 4,752 -1,52 0,131 1,099
JI -4,812 5,884 -0,82 0,416 1,230
TIME -10,915 4,762 -2,29 0,024 1,207
AUD 13,106 4,258 3,08 0,003 1,120
ROA -0,2022 0,4032 -0,50 0,617 3,076
ROE -0,0855 0,1392 -0,61 0,541 3,164
DER 0,3806 0,2408 1,58 0,118 1,059
EPS 0,008678 0,007933 1,09 0,277 1,396
AGE -0,0548 0,1584 -0,35 0,730 1,125
SIZE -1,186 1,484 -0,80 0,426 1,280
S = 19,9894 R-Sq = 23,2% R-Sq(adj) = 14,8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 10 11078,7 1107,9 2,77 0,005
Residual Error 92 36761,0 399,6
Total 102 47839,7
Durbin-Watson statistic = 2,21469
GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS)
Regression Analysis: Y1 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; D1; D2; D3; D4
Weighted analysis using weights in 1/e1
222
The regression equation is
Y1 = 60,6 - 0,099 X1 - 0,112 X2 + 0,439 X3
+ 0,00845 X4 - 0,0848 X5 - 1,11 X6
- 7,97 D1 - 5,11 D2 - 11,7 D3 + 13,6 D4
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 60,57 14,37 4,22 0,000
RU -7,969 1,482 -5,38 0,000**
JI -5,110 1,613 -3,17 0,002**
TIME -11,7326 0,8686 -13,51 0,000**
AUD 13,5852 0,9318 14,58 0,000**
ROA -0,0986 0,1548 -0,64 0,526
ROE -0,11157 0,05831 -1,91 0,059
DER 0,43896 0,05885 7,46 0,000**
EPS 0,008454 0,002213 3,82 0,000**
AGE -0,08480 0,05441 -1,56 0,123
SIZE -1,1149 0,4920 -2,27 0,026**
S = 1,02568 R-Sq = 96,2% R-Sq(adj) = 95,8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 10 2439,15 243,91 231,85 0,000
Residual Error 92 96,79 1,05
Total 102 2535,94
Durbin-Watson statistic = 2,21125
223
Model Y2 (konvensional)
ORDINARY LEAST SQUARE (OLS)
Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4
The regression equation is
Y2 = 0,305 - 0,00003 X1 - 0,000225 X2 + 0,00027 X3
– 0,000011 X4 + 0,000140 X5 - 0,0103 X6 - 0,000078 Y1
+ 0,0069 D1 + 0,0134 D2 + 0,0155 D3 + 0,0345 D4
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 0,3050 0,2387 1,28 0,205
UND -0,0000777 0,0005952 -0,13 0,896 1,301
RU 0,00692 0,02747 0,25 0,802 1,126
JI 0,01343 0,03372 0,40 0,691 1,239
TIME 0,01551 0,02795 0,55 0,580 1,275
AUD 0,03449 0,02553 1,35 0,180 1,235ROA
-0,000027 0,002305 -0,01 0,991 3,084
ROE -0,0002248 0,0007965 -0,28 0,778 3,177
DER 0,000265 0,001394 0,19 0,849 1,088
EPS -0,00001071 0,00004559 -0,23 0,815 1,414
AGE 0,0001402 0,0009051 0,15 0,877 1,126
SIZE -0,010276 0,008501 -1,21 0,230 1,289
S = 0,114127 R-Sq = 4,6% R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 11 0,05777 0,00525 0,40 0,951
Residual Error 91 1,18528 0,01303
Total 102 1,24305
Durbin-Watson statistic = 2,04846
224
GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS)
Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4
Weighted analysis using weights in 1/e2
The regression equation is
Y2 = 0,280 - 0,000205 X1 - 0,000183 X2 - 0,00146 X3
- 0,000009 X4 + 0,000156 X5 - 0,00929 X6
- 0,000127 Y1 + 0,00679 D1 + 0,0121 D2
+ 0,0176 D3 + 0,0340 D4
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 0,28001 0,02016 13,89 0,000
UND -0,00012749 0,00007041 -1,81 0,073
RU 0,006792 0,003053 2,22 0,029**
JI 0,012099 0,002568 4,71 0,000**
TIME 0,017606 0,001263 13,94 0,000**
AUD 0,033990 0,001823 18,65 0,000**
ROA -0,0002046 0,0002082 -0,98 0,328
ROE -0,00018278 0,00008943 -2,04 0,044**
DER -0,0014623 0,0005724 -2,55 0,012**
EPS -0,00000873 0,00000377 -2,32 0,023**
AGE 0,00015625 0,00005811 2,69 0,009**
SIZE -0,0092906 0,0006411 -14,49 0,000**
S = 0,946880 R-Sq = 94,6% R-Sq(adj) = 93,9%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 11 1427,57 129,78 144,75 0,000
Residual Error 91 81,59 0,90
Total 102 1509,16
Durbin-Watson statistic = 2,05232
225
Model Y3 (konvensional)
ORDINARY LEAST SQUARE (OLS)
Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4
The regression equation is
Y3 = - 0,121 - 0,00052 X1 + 0,000160 X2 - 0,00013 X3
+ 0,000019 X4 + 0,000387 X5
+ 0,00239 X6 + 0,00102 Y1 - 0,0332 Y2 + 0,0216 D1
+ 0,0463 D2 + 0,0123 D3 + 0,0124 D4
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -0,1207 0,2143 -0,56 0,575
UND 0,0010213 0,0005295 1,93 0,057 1,302
FLIP -0,03321 0,09325 -0,36 0,723 1,049
RU 0,02165 0,02445 0,89 0,378 1,127
JI 0,04626 0,03002 1,54 0,127 1,241
TIME 0,01226 0,02491 0,49 0,624 1,280
AUD 0,01243 0,02294 0,54 0,589 1,260
ROA -0,000515 0,002051 -0,25 0,802 3,084
ROE 0,0001596 0,0007088 0,23 0,822 3,179
DER -0,000132 0,001240 -0,11 0,916 1,088
EPS 0,00001888 0,00004056 0,47 0,643 1,415
AGE 0,0003866 0,0008052 0,48 0,632 1,127
SIZE 0,002387 0,007623 0,31 0,755 1,309
S = 0,101521 R-Sq = 9,7% R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 0,09954 0,00830 0,80 0,645
Residual Error 90 0,92759 0,01031
Total 102 1,02713
Durbin-Watson statistic = 2,15078
226
GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS)
Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4
Weighted analysis using weights in 1/e3
The regression equation is
Y3 = - 0,0652 - 0,000878 X1 + 0,000442 X2
- 0,000049 X3 - 0,000002 X4 + 0,000100 X5
+ 0,000738 X6 + 0,000790 Y1 - 0,0002 Y2
+ 0,0202 D1 + 0,0273 D2 + 0,0148 D3 + 0,0113 D4
Predictor Coef SE Coef T P
Constant -0,06517 0,02687 -2,43 0,017
UND 0,00078996 0,00008180 9,66 0,000**
FLIP -0,00017 0,03668 -0,00 0,996
RU 0,020181 0,003052 6,61 0,000**
JI 0,027317 0,005716 4,78 0,000**
TIME 0,014804 0,003113 4,76 0,000**
AUD 0,011324 0,002739 4,13 0,000**
ROA -0,0008778 0,0002871 -3,06 0,003**
ROE 0,0004419 0,0001492 2,96 0,004**
DER -0,0000488 0,0001039 -0,47 0,640
EPS -0,00000241 0,00001183 -0,20 0,839
AGE 0,0000996 0,0001157 0,86 0,391
SIZE 0,0007378 0,0008606 0,86 0,394
S = 0,932839 R-Sq = 97,4% R-Sq(adj) = 97,1%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 2984,21 248,68 285,78 0,000
Residual Error 90 78,32 0,87
Total 102 3062,52
Durbin-Watson statistic = 2,14273
227
Model Y1 (Syariah)
ORDINARY LEAST SQUARE (OLS)
Regression Analysis: Y1 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; D1; D2; D3; D4
The regression equation is
Y1 = 39,7 + 0,064 X1 - 0,178 X2 + 0,372 X3 + 0,0188 X4
- 0,086 X5 - 0,37 X6 - 7,28 D1 - 13,5 D2 - 10,6 D3
+ 13,3 D4
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 39,70 51,65 0,77 0,446
RU -7,282 6,746 -1,08 0,286 1,190
JI -13,516 7,260 -1,86 0,069 1,233
TIME -10,606 7,286 -1,46 0,152 1,317
AUD 13,295 6,023 2,21 0,032 1,247
ROA 0,0645 0,4758 0,14 0,893 3,199
ROE -0,1776 0,1675 -1,06 0,294 3,616
DER 0,3723 0,2530 1,47 0,148 1,058
EPS 0,018807 0,009945 1,89 0,065 1,513
AGE -0,0864 0,2192 -0,39 0,695 1,206
SIZE -0,369 1,864 -0,20 0,844 1,244
S = 20,2098 R-Sq = 30,8% R-Sq(adj) = 16,4%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 10 8744,3 874,4 2,14 0,039
Residual Error 48 19604,9 408,4
Total 58 28349,2
Durbin-Watson statistic = 2,27308
228
GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS)
Regression Analysis: Y1 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; D1; D2; D3; D4
Weighted analysis using weights in 1/e1
The regression equation is
Y1 = 37,9 + 0,206 X1 - 0,218 X2 + 0,411 X3
+ 0,0196 X4 - 0,150 X5 - 0,375 X6
- 4,54 D1 - 14,4 D2 - 10,9 D3 + 13,3 D4
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 37,92 21,82 1,74 0,089
RU -4,538 1,988 -2,28 0,027**
JI -14,448 1,279 -11,29 0,000**
TIME -10,878 1,888 -5,76 0,000**
AUD 13,3367 0,9106 14,65 0,000**
ROA 0,2055 0,1392 1,48 0,146
ROE -0,21849 0,04116 -5,31 0,000**
DER 0,41089 0,05287 7,77 0,000**
EPS 0,019596 0,002300 8,52 0,000**
AGE -0,3747 0,7471 -0,50 0,618
S = 1,01647 R-Sq = 99,4% R-Sq(adj) = 99,2%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 10 7817,19 781,72 756,59 0,000
Residual Error 48 49,59 1,03
Total 58 7866,78
Durbin-Watson statistic = 2,28948
229
Model Y2 (Syariah)
ORDINARY LEAST SQUARE (OLS)
Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4
The regression equation is
Y2 = 0,116 + 0,00010 X1 - 0,000082 X2 - 0,000299 X3
- 0,000013 X4 + 0,000117 X5 - 0,00309 X6 - 0,000065 Y1
- 0,0049 D1 + 0,0275 D2 + 0,0240 D3 + 0,0080 D4
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant 0,1156 0,1093 1,06 0,296
UND -0,0000646 0,0003037 -0,21 0,832 1,446
RU -0,00489 0,01436 -0,34 0,735 1,219
JI 0,02750 0,01582 1,74 0,089 1,323
TIME 0,02404 0,01566 1,54 0,131 1,375
AUD 0,00804 0,01330 0,60 0,548 1,373
ROA 0,000097 0,001001 0,10 0,923 3,201
ROE -0,0000819 0,0003565 -0,23 0,819 3,701
DER -0,0002990 0,0005441 -0,55 0,585 1,106
EPS -0,00001326 0,00002169 -0,61 0,544 1,626
AGE 0,0001173 0,0004620 0,25 0,801 1,210
SIZE -0,003091 0,003924 -0,79 0,435 1,245
S = 0,0425197 R-Sq = 13,7% R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 11 0,013450 0,001223 0,68 0,753
Residual Error 47 0,084973 0,001808
Total 58 0,098423
Durbin-Watson statistic = 1,71753
230
GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS)
Regression Analysis: Y2 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; D1; D2; D3; D4
Weighted analysis using weights in 1/e2
The regression equation is
Y2 = 0,0805 + 0,000042 X1 + 0,000014 X2 - 0,000383 X3
- 0,000021 X4 + 0,000053 X5 - 0,00181 X6
- 0,000026 Y1 - 0,00220 D1 + 0,0241 D2
+ 0,0145 D3 + 0,00660 D4
Predictor Coef SE Coef T P
Constant 0,08045 0,04491 1,79 0,080
UND -0,00002596 0,00007347 -0,35 0,725
RU -0,002203 0,003855 -0,57 0,570
JI 0,024124 0,004839 4,99 0,000**
TIME 0,014546 0,005228 2,78 0,008**
AUD 0,006603 0,003989 1,66 0,105
ROA 0,0000424 0,0002281 0,19 0,853
ROE 0,0000140 0,0001019 0,14 0,892
DER -0,00038334 0,00006526 -5,87 0,000**
EPS -0,00002148 0,00001177 -1,83 0,074
AGE 0,0000531 0,0001335 0,40 0,692
SIZE -0,001810 0,001648 -1,10 0,278
S = 1,00440 R-Sq = 79,6% R-Sq(adj) = 74,8%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 11 184,603 16,782 16,64 0,000
Residual Error 47 47,414 1,009
Total 58 232,018
Durbin-Watson statistic = 1,68638
231
Model Y3 (Syariah)
ORDINARY LEAST SQUARE (OLS)
Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4
The regression equation is
Y3 = - 0,177 + 0,00060 X1 - 0,00043 X2 - 0,00093 X3
+ 0,000008 X4 + 0,00134 X5 + 0,0034 X6 + 0,00157 Y1
- 0,626 Y2 + 0,0353 D1 + 0,0920 D2 + 0,0282 D3
+ 0,0271 D4
Predictor Coef SE Coef T P VIF
Constant -0,1772 0,3265 -0,54 0,590
UND 0,0015719 0,0008965 1,75 0,086 1,447
FLIP -0,6257 0,4304 -1,45 0,153 1,158
RU 0,03528 0,04244 0,83 0,410 1,222
JI 0,09200 0,04815 1,91 0,062 1,408
TIME 0,02819 0,04736 0,60 0,555 1,444
AUD 0,02710 0,03940 0,69 0,495 1,384
ROA 0,000600 0,002955 0,20 0,840 3,201
ROE -0,000425 0,001053 -0,40 0,688 3,705
DER -0,000933 0,001611 -0,58 0,565 1,113
EPS 0,00000763 0,00006425 0,12 0,906 1,639
AGE 0,001345 0,001364 0,99 0,329 1,212
SIZE 0,00340 0,01166 0,29 0,772 1,262
S = 0,125466 R-Sq = 20,4% R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 0,18506 0,01542 0,98 0,482
Residual Error 46 0,72412 0,01574
Total 58 0,90918
Durbin-Watson statistic = 2,27911
232
GENERALIZED LEAST SQUARE (GLS)
Regression Analysis: Y3 versus X1; X2; X3; X4; X5; X6; Y1; Y2; D1; D2; D3; D4
Weighted analysis using weights in 1/e3
The regression equation is
Y3 = - 0,188 + 0,00100 X1 - 0,000503 X2
- 0,000883 X3 - 0,000002 X4 + 0,00130 X5
+ 0,00414 X6 + 0,00154 Y1 - 0,611 Y2
+ 0,0299 D1 + 0,0525 D2 + 0,0245 D3
+ 0,0206 D4
Predictor Coef SE Coef T P
Constant -0,18762 0,04208 -4,46 0,000
UND 0,0015386 0,0001258 12,23 0,000**
FLIP -0,61065 0,06359 -9,60 0,000**
RU 0,029856 0,005391 5,54 0,000**
JI 0,05249 0,01758 2,99 0,005**
TIME 0,024539 0,004725 5,19 0,000**
AUD 0,020604 0,004041 5,10 0,000**
ROA 0,0010022 0,0004105 2,44 0,019**
ROE -0,0005034 0,0001601 -3,14 0,003**
DER -0,00088290 0,00009099 -9,70 0,000**
EPS -0,00000231 0,00002533 -0,09 0,928*
AGE 0,0012951 0,0002271 5,70 0,000**
SIZE 0,004144 0,001431 2,90 0,006**
S = 0,984918 R-Sq = 96,9% R-Sq(adj) = 96,0%
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 1372,58 114,38 117,91 0,000
Residual Error 46 44,62 0,97
Total 58 1417,20
Durbin-Watson statistic = 2,27785