Anemia Defisiensi Besi
-
Upload
anastasiapinta -
Category
Documents
-
view
52 -
download
0
description
Transcript of Anemia Defisiensi Besi
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini di Indonesia terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang
Kalori Protein), kurang vitamin A, GAKI (Gangguan Akibat Kurang Iodium), dan
kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi. Sampai saat ini salah satu masalah yang
belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulannya adalah
masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi, yang
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di
negara-negara yang sedang berkembang. Anemia gizi pada umumnya dijumpai pada
golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak
perkerja atau yang berpenghasilan rendah. Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada
anak sekolah membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga
menyebabkan tingginya angka kesakitan. Khusus pada anak balita, keadaan anemia
gizi secara perlahan-lahan akan mengahambat pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan, anak-anak akan lebih mudah terserang pennyakit karena penurunan daya
tahan tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi
penerus.
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya
cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)
berkurang.
Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan
laboratorium, dan diagnosis banding. Beberapa zat gizi diperlukan dalam
pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12, dan
asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan
tembaga serta keseimbangan hormon, dan eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormon
tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi,
dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen
sebagaimana mestinya.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Definisi
Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah berkurang
sehingga kapasitas oksigen yang ditransfer tidak memenuhi kebutuhan fisiologis
tubuh.
Anemia merusak kemampuan tubuh untuk pertukaran gas dan mengurangi
jumah sel darah merah mengangkut O2 dan CO2.
Anemia terjadi karena:
1. Sel darah merah yang rusak
2. Penghancuran sel darah merah atau kehilangan darah
Penyebab tersering Anemia di negera berkembang khususnya dikalangan
kelompok yang paling rentan (ibu hamil dan anak-anak usia pra-sekolah) adalah
gangguan gizi dan infeksi
ANEMIA
2
Mengurangi Kemampuan Fisik
Perkembangan Seks dan Reproduksi
Mengurangi Perkembangan Kognitif
Hasil kerja menurunKapasitas kerja menurun
Menstruasi tidak teraturRendah zat besi pada masa kehamilanKelahiran prematur dan bayi BBLR
Hilangnya konsentrasiGangguan presepsiKemampuan belajar berkurang
II. 2. Epidemiologi
Database WHO untuk anemia 1993–2005 meliputi hampir setengah populasi
dunia, jumlah anemia diseluruh dunia yaitu 1,62 miliar dengan prevalensi 293 juta
anak-anak usia pra-sekolah, 56 juta wanita hamil, dan 468 juta wanita yang tidak
hamil.
Anemia diperkirakan berkontribusi 115.000 kematian ibu dan kematian
perinatal 591.00/4 tahun, anemia ibu sangat berpengaruh terhadap anemia anak.
Table 1.1. Level Hemoglobin (Hb) untuk Diagnosa Anemia (g/dl) Kelompok Usia Normal Ringan Sedang Berat
Anak usia 6 –59 bulan ≥11 10–10.9 7–9.9 <7
Anak usia 5–11 tahun ≥11.5 11–11.4 8–10.9 <8
Anak usia 12–14 tahun ≥12 11–11.9 8–10.9 <8
Wanita/tidak hamil (usia 15 tahun keatas) ≥12 11–11.9 8–10.9 <8
Wanita hamil ≥11 10–10.9 7–9.9 <7
Pria ≥13 11–12.9 8–10.9 <8
Source: Haemoglobin concentration for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. WHO
Table 2.2. Prevalensi Anemia pada Kelompok Usia yang Berbeda Kelompok Usia Prevalensi dari Anemia (%)
Anak (6–35 bulan) 79
Anak (6–59 bulan) 69.5
Semua Wanita (15–49 tahun) 55.3
Wanita yang menikah (15–49 tahun) 56
Wanita hamil (15–49 tahun) 58.7
Wanita menyusui (15–49 tahun) 63.2
Remaja Perempuan
12–14 tahun 68.6*
15–17 tahun 69.7*
15–19 tahun 55.8
Source: NFHS-3 *National Nutrition Monitoring Bureau Survey (NNMBS), 2006
3
II. 3. Klasifikasi Anemia
1. Anemia Normositik Normokrom
Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung
hemoglobin dalam jumlah normal.
MCV = 84–96 fL dan MCHC = 32–36 %
Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada:
a. Perdarahan akut
b. Penyakit kronik
c. Anemia hemolitik
d. Anemia aplastik
2. Anemia Makrositik Normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi
normokrom karena konsetrasi Hb-nya normal.
MCV meningkat dan MCHC normal
Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat
DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 atau asam folat.
Contoh anemia jenis ini:
a. Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat
3. Anemia Mikrositik Hipokrom
Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan
hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal
MCV kurang dan MCHC kurang
Contoh anemia jenis ini yaitu:
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia penyakit kronik
c. Thalasemia
Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.
Umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin
dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena
4
faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu, dan ditribusi kapiler memengaruhi wara
kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandakan. Warna
kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan
lebih baik guna menilai kepucatan.
Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti Fe,
asam folat, dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lajut mengenai anemia
defisiensi Fe.
II. 4. Etiologi
Kekurangan zat besi dikarenakan:
1. Berkurangnya zat besi
2. Kebutuhan zat besi meningkat
3. Kehilangan zat besi dari tubuh meningkat
Efek dari kekurangan zat besi:
1. Kinerja kognitif perilaku dan pertumbuhan fisik bayi, pra-sekolah, dan usia
sekolah anak-anak.
2. Kekebalan dan morbiditas dari infeksi untuk semua kelompok umur
3. Penggunaan sumber energi dari otot sehingga kapasitas kerja fisik pada
remaja mengalami gangguan.
Pertumbuhan aktif dalam massa kanak-kanak terutama 6 bulan sampai 3 tahun
dalam massa pertumbuhan, paling sering terjadi penurunan zat besi. Anemia
defisiensi besi dapat menyebabkan kematian pada bayi prematuritas dan BBLR. ADB
juga dapat mempengaruhi respon tubuh.
II. 5. Patofisiologi
a. Pembentukan Hemoglobin
Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam keadaan
biasa (tidak ada anemia, tidak ada infeksi, dan tidak ada penyakit sumsum
5
tulang), sumsum tulang memproduksi 500x109 sel dalam 24 jam. Hb
merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari:
1. Globulin
2. Protoporfirin
3. Besi (Fe)
Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar
mitokondria. Besi didapat dari transferin. 10,11
Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah
sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya
tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. 10
Pada permuakan sel eritrosit berinti terdapat reseptor trasferin. Gangguan
dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya
eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb
di dalamnya (hipokrom). 3,10
Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk
pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal
ini dapat disebabkan oleh:
1. Kurang gizi
2. Gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung)
3. Kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan
dalam massa pertumbuhan anak).
Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini
dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki
reseptor trasferin bukan reseptor Fe. 10,11
b. Metabolisme Besi
Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin merupakan
suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi dalam beberapa
tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar, di
dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh asam
6
lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh
pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oeh sel mukosa usus.
Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk
ke peredaran darah yang berikatan dengan protein, disebut transferin.
Selanjutnya transferin ini dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.11, 12
Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile
iron pool. Ion feri diabsorpsi jauh lebih mudah dari pada ion feri, terutama bila
makanan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu
kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat, dan fitat menghambat
absorpsi besi.3, 12
Ekskrei besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada
pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembli ke
dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin. Jadi di
dalam tubuh yang normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi
melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan
sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan
dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.10, 11, 12
Kebutuhan rata-rata zat besi per hari:13
1. 0–6 bulan : 3 mg
2. 7–12 bulan : 5 mg
3. 1–3 tahun : 8 mg
4. 4–6 tahun : 9 mg
5. 7–9 tahun : 10 mg
6. 10–12 tahun : 10 mg
a. Pria : 14mg
b. Wanita : 14mg
7. 13–15 tahun
a. Pria : 17 mg
b. Wanita : 19 mg
8. 16–19 tahun
a. Pria : 23mg
b. Wanita : 25mg
9. Hamil : + 20mg
10. Menyusui: 0–12 bulan + 2mg
7
Jumlah zat besi pada bayi kira-kira 400 mg yang terbagi sebagai berikut:12
1. Massa eritrosit 60%
2. Ferritin dan hemosiderin 30%
3. Mioglobin 5–10%
4. Hemenzim 1%
5. Besi plasma 0,1%
Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah:
1. Bayi : 0,3–0,4 mg/hari
2. Anak 4–12 tahun : 0,4–1 mg/hari
3. Wanita hamil : 2,7 mg/hari
Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya,
karena besi dipergunakan untuk pertumbuhan.12
c. Anemia Defisiensi Besi
Anemia adalah suatu keadan dimana kadar Hb dan hitung eritrosit lebih
rendah dari harga normal.
Menurut WHO diakatakan anemia bila:
a. Pada orang dewasa = Hb < 12,5 g/dL
b. Pada anak-anak berumur 6–14 tahun = Hb < 12 g/dL
Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya
kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total fe dalam tubuh berkisar 2–4 gram.
Kira-kira 50 mg/KgBB pada pria dan 35 mg/KgBB pada wanita.
Secara morfologis anemia defisiensi besi di klasifikasikan sebagai anemia
mikrositik hipokrom. Anemia defisiensi besi akibat kurang besi dalam diet
terjadi pada setiap orang.
Besi diperlukan untuk sintesis hemoglobin, kekurangan zat besi dianggap
penyebab paling sering terjadi dan kemudian kekurangan nutrisi lainnya (folat,
B12, dan Vit A), peradangan akut dan kronis, dan infeksi parasit dan genetik.
8
Kurangnya zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, zat besi
yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan oragan.
II. 6. Presentasi Zat Besi
Zat besi tertinggi untuk wanita hamil 1,9 mg/1000 Kcal energi makanan pada
trimester 2 dan 2,7 mg/1000 Kcal pada rimester 3.
Presentasi zat besi:
1. Bayi : 1,0 mg
2. Remaja perempuan : 0,8 mg
3. Remaja aki-laki : 0,6 mg
4. Pra-sekolah : 0,4 mg
5. Laki-laki dewasa : 0,3 mg
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi
yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini
menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Tahap defisiensi
besi, yaitu:1, 3, 10
I. Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai
dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adannya cadangan besi.
Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini
terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun
sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi
masih normal.
II. Tahap Kedua
Pada tingkatan ini yang dikena dengan istilah iron deficient erythropoietin
atau iron limited erythtopoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup
untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun
9
sedangka total iron binding capacity (TIBC) meingkat dan free erythrocyte
porphyrin (FEP) meningkat.
III. Tahap Ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini
terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga
menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan
mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi
perubahan epitel terutama pada anemia defisiesni besi yang lebih lanjut.
Tabel 1. Tahapan Kekurangan Besi1
Hemoglobin Tahap I
(Normal)
Tahap II
(sedikit
menurun)
Tahap III
(Menurun jelas)
Mikrositik Hipokrom
Cadangan besi (mg) <100 0 0
Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40
TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410
Saturasi transferin (%) 20-30 <15 <10
Feritin serum (ug/dl) <20 <12 <12
Sideroblas (%) 40-60 <10 <10
FEP (ug/dl eritrosit) >30 >100 >200
MCV Normal Normal Menurun
II. 7. Manifestasi Klinis
Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan
oleh penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakan hanya
dari temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada
ADB dengan kadar Hb 6–10 g/dL terjadi mekanisme kompensasi yang efektif
sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun berlanjut dapat
terjadi takikardi, dilatasi jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang
jika telah terkompensasi, beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan
kadar Hb.1, 3, 9
10
Gejala lain yang terjadi adalah kelinan non hematologi akibat
kekurangan besi seperti:3, 8, 14
1. Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk
kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, dan perubahan
mukosa lambung dan usus halus.
2. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh.
3. Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk
mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin.
4. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi
leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai
kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E. coli
dan S. Aureus menurun.
5. Iritabel berupa berkurangnya nafsu makan dan berkurangnya perhatian
terhadap sekitar, tapi gejala ini dapat hilang setelah diberi pengobatan zat
besi beberapa hari.
6. Pada beberapa pasien menunjukkan perilaku yang aneh berupa pika yaitu
gemar makan atau mengunyah benda tertentu karena rasa kurang nyaman di
mulut yang disebabkan enzim sitorom oksidase yang mengandung besi
berkurang.
II. 8. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang
meliputi pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, PCV, WBC, Platelet, ditambah
pemeriksaan indeks entrosim retikulosit, morfologi darah tepi, dan pemeriksaan
status besi (Fe serum, total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP,
dan feritin), dan apus sumsum tulang.1, 8
Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb dan atau PCV
merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut
dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH,
dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya
11
normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran
morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis, dan
poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, se target, ovalosit, mikrosit, dan sel
fragmen).1,3,4
Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama
dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi cacing sering
ditemukan eosinofilia. Jumlah trombosit meningkat 2–4 kali dari nilai normal.
Trombositosis hanya tejadi pada penderita dengan perdarahan yang masif. Kejadian
trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian
kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu
trombositosis sekirar 35% dan trombositopenia 28%.4,8
Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC
meningkat. Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada
transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang verada dalam
sirkulasi darah. Perbandingn antaran Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang
dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100% merupakan suatu
nilai yang dapat menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai
penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi
dalam tubuh ST (7%) dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh
nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.1,4,8
Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat
diketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protopotphyrin (FEP). Pada
pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk
membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekut menyebabkan terjadinya
penumpukan porfirin didalam sel. Niai FEP > 100 ug/dL eritrtosit menunjukan
adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini.
Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif.
Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahuo dengan memeriksa kadar feritin serum.
Pada pemeriksaan apus sumsum tulag dapat ditemukan gambaran yang khas ADB
yaitu hiperplasia sistema eritopoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk
12
mengetahuoo ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian
blue.1,8
II. 9. Diagnosis
Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan
fisik dan laboratorium. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan
ADB: 1,3,,8
Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :
1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.
2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%
3. Kadar Fe serum <50
4. Saturasi transferin (ST) <15%
Dasar diagnosis ADB meurut Cook dan Monsen:
1. Anemia hipokrom mikrositik
2. Saturasi transferin < 16%
3. Nilai FEP > 100 ug/dL
4. Kadar feritin serum < 12
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, Feritin
serum, FEP) harus dipenuhi.
Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:1
1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan
kadar MCV,MCH, dan MCHC yang menurun.
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat,ST<16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
a. Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian preparat besi.
b. Kadar Hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl perhari atau PCV meningkat
1% perhari
6. Sum-sum tulang :
13
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi
berkurang
Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian
preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis
dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi.
Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitive, dan ekonomis terutama pada
anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat
besi dosis 6 mg/KgBB/hari selama 3–4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2
g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.1,3,8
II. 10. Diagnosis Banding
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran
anemia hipokrom, makrositik lain (Tabel 2). Keadaan yang sering memberi gambaran
klinis dan laboratorium hampir sama dengan ADB adalah Thalasemia minor dan
anemia karena penyakit kronis. Sedangkan lainnya adalan lead poisoning/keracunan
timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnnesis,
pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium.1,5
Pada Thalasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara
sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah
sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositis,
sebaliknya pada ADB jumlah darah merah menurun sejajar denngan penurunan kadar
Hb dan MCV. Pada thalassemia minor didapatkan baophilic stippling, peningkatan
kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.1,3,9
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya
normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya
anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag
oleh transferrin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal
atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar
14
FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transsferin (TfR) sanggat berguna dalam
membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena
penyakit kronis TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh,
sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/ferritin sensitive
dalam membedakan mendeteksi ADB..1,9
Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan ADB
Pemeriksaan
Laboratorium
Anemia Defisiensi
Besi
Thalasemia Minor Anemia
PenyakitKronis
MCV Menurun Menurun N/Menurun
Fe serum Menurun Normal Menurun
TIBC Naik Normal Menurun
Saturasi transferin Menurun Normal Menurun
FEP Naik Normal Naik
Feritin serum Menurun Normal Menurun
Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa
dengan ADB tetapi didapatkan basophilic stipping kasar yang sangat jelas.
Pada keduanya kadar FEP meningkar. Diagnosis ditegakkan dengan
memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan
kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau
herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik
dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi SDM yang
dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan
apus sumsum tulang didaparkan SDM berinti yang mengandung granula besi
(agregat besi dalam mitokodria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia
umumnya terjadi pada dewasa. 1,5,9
II. 11. Penatalaksaan
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi pengganti dengan preparat besi. Sekitar
15
80–85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat
dilakukan dengan tepat. Pemberian Fe dapat secara peroral atau parentral.
Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian
secara parentral. Pemberian secara parentral dilakukan pada penderita yang
tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat
terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.1, 3, 8, 9
Pemberian Preparat Besi
a. Peroral
Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam
feri. Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, furamat, dan suksunat.
Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah.
Ferous glukonat, ferous furamat, dan ferous suksinat diabsorpsi sama baiknya.
Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). 1, 31
Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dipakai 4–6 mg
besi/KgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada
dadam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%.
Dosi obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran
pecernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebi cepat. Absorpi
besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu
makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna.
Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat
makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat
sekiar 40–50%.
Obat diberikan dalam 2–3 dosis sehari, tindakan tersebut lebih penting
karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita.
Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada
penderita teratasi. Respon terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat
secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di
bawah ini.1, 8, 9
16
Preparat terapi besi per oral:3
1. Fe sulfat (20% Fe)
2. Fe Furamat (33% Fe)
3. Fe Succinate (12% Fe)
4. Fe Gluconate (12% Fe)
Respon terhadap pemberian besi pada ADB:
Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada
orang dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat
sementara.1, 8
Tabel 3. Respon Pemberian Besi
Waktu Setelah Pemberian Besi Respon
12 – 24 jam Pengaggantian enzim besi intraseluler, keluhan
subjektif berkurang, nafsu makan bertambah
36 – 48 jam Respons awal dari sumsum tulang hiperplasia
eritroid
48 – 72 jam Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5-7
Dosis Fe pada bayi dan anak
1. 0–5 tahun wanita menyusui
Besi 20 mg dan asam folat 100 mcg per ml dengan formulasi cair dan age
Appropriate de-worming for 100 days.
2. 6–10 tahun
besi 30 mg dadn asam folat 250 mcg per hari untuk 100 hari dalam setahun
3. Remaja 10–19 tahun
Besi 100 mg dosis permiggu dan asam foalt 500 mcg dengan obat cacing
biannual
4. Wanita Hamil dan Meyusui
17
Besi 100 mg dan asam folat 500 mg untuk 100 hari selama masa kehamilan.
Diikuti dengan dosis yang sama untuk 100 hari setelah masa post-partum
(Long Lasting Insecticide Nets (LLINs)/Insecticide Treated Bed Nets
(ITBNs) are also provided to p[regnant women )
b. Parentral
Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya
mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan
untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering
dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini megandung 50mg besi/mL. Dosis dihitung
berdasarkan:1, 8
Dosis besi (mg) – BB(Kg) x kadar hb yang diinginkan (g/dL) x 2,5
c. Transfusi Darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada
keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat
mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu
secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hypervolemia
dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang
cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman semabil menunggu respo
terapi besi.1,8,9
II. 12. Prognosis
Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan
diketahuipenyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala
anemia danmanifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa
kemungkinansebagai berikut: 1,3,8
a. Diagnosis salah
b. Dosis obat tidak adekuat
18
c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa
d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak
berlangsungmenetap
e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi
(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,
penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)
f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan
pada ulkuspeptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi)
II. 13. Pencegahan
Pencegahan merupakan tujuan utama dalam penanganan masalah anemia
defisiensi besi, untuk itu diperlukan pendidikan tentang pemberian makanan dan
suplementasi besi. 3,8
1. Makanan
a. Pemberian ASI minimal 6 bulan.
b. Hindari minum susu sapi yang berlebih.
c. Tambahan makanan/bahan yang meningkatkan absorpsi besi (buah-buahan,
daging, unggas)
d. Hindari peningkatan berat badan yang berlebihan.
e. Pemberian Fe dalam makanan (iron Fortified Infant Cereal)
2. Suplementasi besi
a. Kebutuhan perhari untuk bayi hingga 1 tahun 2 mg Fe/kgBB.
b. Bayi prematur membutuhkan Fe dua kali lebih banyak (4mg Fe/kgBB)
c. Suplementasi besi juga dibutuhkan pada bayi yang minum ASI lebih dari 6
bulan.
d. Untuk menurunkan frekuensi ADB di Indonesia pemerintah memberikan
suplementasi zat besi sebanyak 60 mg besi elemental tiap minggu selama 16
minggu dalam setahun kepada anak sekolah, buruh pabrik dan ibu-ibu hamil.
e. Penyuluhan mengenai perbaikan gizi terutama mengenai pentingnya makanan
yang banyak mengandung zat besi untuk pertumbuhan dan peningkatan
19
prestasi belajar pada anak remaja.
Iron fortified milk mengandung 11-12 mg Fe perliter dan yang diserap tubuh
hanya 4% (0,48 mg Fe). ASI mengandung 0,3 mg Fe/liter dan yang dapat diserap
tubuh sebanyak 50% (0,15mg Fe). Unfortified milk mengandung 0,8 mg Fe/liter dan
yang diserap tubuh sebanyak 10% (0,08 mgFe). 3
20
BAB III
PENUTUP
III. 1. Kesimpulan
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi
yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Diperkirakan sekitar 30% penduduk
dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi
besi.
Anemia defisiensi besi pada anak akan memberikan dampak yang negatif
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain dapat menurunkan sistem
kekebalan tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Defisiensi
besi juga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi
ke jaringan berkurang. Dan yang paling penting adalah bila defisiensi besi ini sudah
berlangsung lama, akan menurunkan daya konsentrasi dan prestasi belajar pada anak.
Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah konsumsi zat besi yang tidak
cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri
dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang
memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah–daerah tertentu terutama
daerah pedesaan menyatakan bahwa anemia defisiensi besi juga dipengaruhi oleh
faktor–faktor lain seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan,
fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor- faktor
tersebut saling berkaitan
Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada
bayi dan anak. Pencegahan dapat dilakukan melalui asupan makanan dan
suplementasi zat besi. Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap
penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi
bagian penting dari pengobatan.
21
III. 2. Saran
Agar kelak dimasa depan sebagai dokter kita harus memberikan pengetahuan
lebih lagi bagi para ibu agar memperhatikan asupan zat besi. Bayi cukup bulan
mempunyai cadangan besi cukup hingga berusia 4 bulan. Bayi dengan ASI saja harus
mendapatkan asupan zat besi tambahan sebanyak 1 mg/KgBB/hari sejak berusia 4
bulan hingga mendapatkan makanan tambahan yang difortifikasi zat besi1.
Bayi 6-11 bulan memerlukan zat besi sebanyak 11mg/hari, berikan diet tinggi
besi (daging merah, sayuran kaya zat besi, buah-buahan kaya vitamin C).Anak
berumur 1-3 tahun membutuhkan zat besi sebanyak 7mg/hari. Semua bayi premature
harus mendapatkan suplemen zat besi 2 mg/KgBB/hari sampai bayi berumum 12
bulan atau mendapatkan makanan pengganti ASI yang kaya akan zat besi1.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Raspati H, Reniarti L, dkk. 2006. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar Hematologi
Onkologi Anak. Cetakan ke-2 IDAI pp 30-42. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
2. Syamsi, BR. 2005.Hubungan defisiensi besi dengan perkembangan fungsi
kognitif.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas kedokteran
UGM.
3. Soegijanto,S. 2004.Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta :IDI
4. Behrman Kliegman, Arvin. 2004. Anemia Defisiensi Besi. Nelson’s Textbook
ofPediatrics. Edisi 18 pp 1691-1694. Jakarta. EGC.
5. Soemantri,AG.2005.Epidemiology of iron deficiency anemia.Anemia
defisiensibesi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM
6. Endang,P.2008.Jangan anggap enteng anemia pada anak.Diakses dari
www.kesrepro.info.com
7. Dwiprahasto,I.2005.Terapi anemia defisiensi besi berbasis bukti. Anemia
defisiensi besi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM
8. Abdussalam,M. 2005.Diagnosis, pengobatan pencegahan anemia defisiensi
besipada bayi dan anak.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas
Kedokteran UGM
9. Wahyuni AS. 2004. Anemia Defisiensi Besi Pada Balita. Diakses dari
www.digitallibraryfkusu.htm.
10. Reksodiputro, H.Mekanisme anemia defisiensi besi.Diakses dari
www.kalbefarmaportal/cerminduniakedokteran.com
11. Negara, NS.2005.Bioavailibilitas zat besi. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta:
MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM
12. Hasan,R, Alatas, H.2002.Anemia defisiensi besi.Ilmu kesehatan anak
jilid1.Jakarta.Penerbit:Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI.
13. Ursula,PR.2005.Neurodevelopment and cognitives in children with iron
deficiency anemia. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas
Kedokteran UGM
23