Anemia Defisiensi Besi

35
BAB I PENDAHULUAN Hingga saat ini di Indonesia terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang Kalori Protein), kurang vitamin A, GAKI (Gangguan Akibat Kurang Iodium), dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi. Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulannya adalah masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi, yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak perkerja atau yang berpenghasilan rendah. Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada anak sekolah membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga menyebabkan tingginya angka kesakitan. Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan-lahan akan mengahambat pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan, anak-anak akan lebih mudah terserang pennyakit karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus. 1

description

anemia defisiensi besi

Transcript of Anemia Defisiensi Besi

Page 1: Anemia Defisiensi Besi

BAB I

PENDAHULUAN

Hingga saat ini di Indonesia terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang

Kalori Protein), kurang vitamin A, GAKI (Gangguan Akibat Kurang Iodium), dan

kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi. Sampai saat ini salah satu masalah yang

belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulannya adalah

masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan sebutan anemia gizi, yang

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di

negara-negara yang sedang berkembang. Anemia gizi pada umumnya dijumpai pada

golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak

perkerja atau yang berpenghasilan rendah. Prevalensi anemia gizi yang tinggi pada

anak sekolah membawa akibat negatif yaitu rendahnya kekebalan tubuh sehingga

menyebabkan tingginya angka kesakitan. Khusus pada anak balita, keadaan anemia

gizi secara perlahan-lahan akan mengahambat pertumbuhan dan perkembangan

kecerdasan, anak-anak akan lebih mudah terserang pennyakit karena penurunan daya

tahan tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai generasi

penerus.

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat kosongnya

cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi untuk

eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)

berkurang.

Gambaran diagnosis etiologis dapat ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan

laboratorium, dan diagnosis banding. Beberapa zat gizi diperlukan dalam

pembentukan sel darah merah. Yang paling penting adalah zat besi, vitamin B12, dan

asam folat, tetapi tubuh juga memerlukan sejumlah kecil vitamin C, riboflavin dan

tembaga serta keseimbangan hormon, dan eritroprotein. Tanpa zat gizi dan hormon

tersebut, pembentukan sel darah merah akan berjalan lambat dan tidak mencukupi,

dan selnya bisa memiliki kelainan bentuk dan tidak mampu mengangkut oksigen

sebagaimana mestinya.

1

Page 2: Anemia Defisiensi Besi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. Definisi

Anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah berkurang

sehingga kapasitas oksigen yang ditransfer tidak memenuhi kebutuhan fisiologis

tubuh.

Anemia merusak kemampuan tubuh untuk pertukaran gas dan mengurangi

jumah sel darah merah mengangkut O2 dan CO2.

Anemia terjadi karena:

1. Sel darah merah yang rusak

2. Penghancuran sel darah merah atau kehilangan darah

Penyebab tersering Anemia di negera berkembang khususnya dikalangan

kelompok yang paling rentan (ibu hamil dan anak-anak usia pra-sekolah) adalah

gangguan gizi dan infeksi

ANEMIA

2

Mengurangi Kemampuan Fisik

Perkembangan Seks dan Reproduksi

Mengurangi Perkembangan Kognitif

Hasil kerja menurunKapasitas kerja menurun

Menstruasi tidak teraturRendah zat besi pada masa kehamilanKelahiran prematur dan bayi BBLR

Hilangnya konsentrasiGangguan presepsiKemampuan belajar berkurang

Page 3: Anemia Defisiensi Besi

II. 2. Epidemiologi

Database WHO untuk anemia 1993–2005 meliputi hampir setengah populasi

dunia, jumlah anemia diseluruh dunia yaitu 1,62 miliar dengan prevalensi 293 juta

anak-anak usia pra-sekolah, 56 juta wanita hamil, dan 468 juta wanita yang tidak

hamil.

Anemia diperkirakan berkontribusi 115.000 kematian ibu dan kematian

perinatal 591.00/4 tahun, anemia ibu sangat berpengaruh terhadap anemia anak.

Table 1.1. Level Hemoglobin (Hb) untuk Diagnosa Anemia (g/dl) Kelompok Usia Normal Ringan Sedang Berat

Anak usia 6 –59 bulan ≥11 10–10.9 7–9.9 <7

Anak usia 5–11 tahun ≥11.5 11–11.4 8–10.9 <8

Anak usia 12–14 tahun ≥12 11–11.9 8–10.9 <8

Wanita/tidak hamil (usia 15 tahun keatas) ≥12 11–11.9 8–10.9 <8

Wanita hamil ≥11 10–10.9 7–9.9 <7

Pria ≥13 11–12.9 8–10.9 <8

Source: Haemoglobin concentration for the diagnosis of anaemia and assessment of severity. WHO

Table 2.2. Prevalensi Anemia pada Kelompok Usia yang Berbeda Kelompok Usia Prevalensi dari Anemia (%)

Anak (6–35 bulan) 79

Anak (6–59 bulan) 69.5

Semua Wanita (15–49 tahun) 55.3

Wanita yang menikah (15–49 tahun) 56

Wanita hamil (15–49 tahun) 58.7

Wanita menyusui (15–49 tahun) 63.2

Remaja Perempuan

12–14 tahun 68.6*

15–17 tahun 69.7*

15–19 tahun 55.8

Source: NFHS-3 *National Nutrition Monitoring Bureau Survey (NNMBS), 2006

3

Page 4: Anemia Defisiensi Besi

II. 3. Klasifikasi Anemia

1. Anemia Normositik Normokrom

Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung

hemoglobin dalam jumlah normal.

MCV = 84–96 fL dan MCHC = 32–36 %

Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada:

a. Perdarahan akut

b. Penyakit kronik

c. Anemia hemolitik

d. Anemia aplastik

2. Anemia Makrositik Normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi

normokrom karena konsetrasi Hb-nya normal.

MCV meningkat dan MCHC normal

Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat

DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 atau asam folat.

Contoh anemia jenis ini:

a. Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat

3. Anemia Mikrositik Hipokrom

Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan

hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal

MCV kurang dan MCHC kurang

Contoh anemia jenis ini yaitu:

a. Anemia defisiensi besi

b. Anemia penyakit kronik

c. Thalasemia

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.

Umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya hemoglobin

dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena

4

Page 5: Anemia Defisiensi Besi

faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu, dan ditribusi kapiler memengaruhi wara

kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandakan. Warna

kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan

lebih baik guna menilai kepucatan.

Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti Fe,

asam folat, dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lajut mengenai anemia

defisiensi Fe.

II. 4. Etiologi

Kekurangan zat besi dikarenakan:

1. Berkurangnya zat besi

2. Kebutuhan zat besi meningkat

3. Kehilangan zat besi dari tubuh meningkat

Efek dari kekurangan zat besi:

1. Kinerja kognitif perilaku dan pertumbuhan fisik bayi, pra-sekolah, dan usia

sekolah anak-anak.

2. Kekebalan dan morbiditas dari infeksi untuk semua kelompok umur

3. Penggunaan sumber energi dari otot sehingga kapasitas kerja fisik pada

remaja mengalami gangguan.

Pertumbuhan aktif dalam massa kanak-kanak terutama 6 bulan sampai 3 tahun

dalam massa pertumbuhan, paling sering terjadi penurunan zat besi. Anemia

defisiensi besi dapat menyebabkan kematian pada bayi prematuritas dan BBLR. ADB

juga dapat mempengaruhi respon tubuh.

II. 5. Patofisiologi

a. Pembentukan Hemoglobin

Sel darah merah manusia dibuat dalam sumsum tulang. Dalam keadaan

biasa (tidak ada anemia, tidak ada infeksi, dan tidak ada penyakit sumsum

5

Page 6: Anemia Defisiensi Besi

tulang), sumsum tulang memproduksi 500x109 sel dalam 24 jam. Hb

merupakan unsur terpenting dalam plasma eritrosit. Molekul Hb terdiri dari:

1. Globulin

2. Protoporfirin

3. Besi (Fe)

Globin dibentuk sekitar ribosom sedangkan protoporfirin dibentuk sekitar

mitokondria. Besi didapat dari transferin. 10,11

Dalam keadaan normal 20% dari sel sumsum tulang yang berinti adalah

sel berinti pembentuk eritrosit. Sel berinti pembentuk eritrosit ini biasanya

tampak berkelompok-kelompok dan biasanya tidak masuk ke dalam sinusoid. 10

Pada permuakan sel eritrosit berinti terdapat reseptor trasferin. Gangguan

dalam pengikatan besi untuk membentuk Hb akan mengakibatkan terbentuknya

eritrosit dengan sitoplasma yang kecil (mikrositer) dan kurang mengandung Hb

di dalamnya (hipokrom). 3,10

Tidak berhasilnya sitoplasma sel eritrosit berinti mengikat Fe untuk

pembentukan Hb dapat disebabkan oleh rendahnya kadar Fe dalam darah. Hal

ini dapat disebabkan oleh:

1. Kurang gizi

2. Gangguan absorbsi Fe (terutama dalam lambung)

3. Kebutuhan besi yang meningkat akan besi (kehamilan, perdarahan dan

dalam massa pertumbuhan anak).

Sehingga menyebabkan rendahnya kadar transferin dalam darah. Hal ini

dapat dimengerti karena sel eritrosit berinti maupun retikulosit hanya memiliki

reseptor trasferin bukan reseptor Fe. 10,11

b. Metabolisme Besi

Pengangkutan besi dari rongga usus hingga menjadi transferin merupakan

suatu ikatan besi dan protein di dalam darah yang terjadi dalam beberapa

tingkatan. Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar, di

dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri oleh pengaruh asam

6

Page 7: Anemia Defisiensi Besi

lambung (HCl). Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh

pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oeh sel mukosa usus.

Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian lagi masuk

ke peredaran darah yang berikatan dengan protein, disebut transferin.

Selanjutnya transferin ini dipergunakan untuk sintesis hemoglobin.11, 12

Sebagian dari transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile

iron pool. Ion feri diabsorpsi jauh lebih mudah dari pada ion feri, terutama bila

makanan mengandung vitamin atau fruktosa yang akan membentuk suatu

kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat, dan fitat menghambat

absorpsi besi.3, 12

Ekskrei besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada

pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembli ke

dalam iron pool dan akan dipergunakan lagi untuk sintesis hemoglobin. Jadi di

dalam tubuh yang normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi

melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan

sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan

dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.10, 11, 12

Kebutuhan rata-rata zat besi per hari:13

1. 0–6 bulan : 3 mg

2. 7–12 bulan : 5 mg

3. 1–3 tahun : 8 mg

4. 4–6 tahun : 9 mg

5. 7–9 tahun : 10 mg

6. 10–12 tahun : 10 mg

a. Pria : 14mg

b. Wanita : 14mg

7. 13–15 tahun

a. Pria : 17 mg

b. Wanita : 19 mg

8. 16–19 tahun

a. Pria : 23mg

b. Wanita : 25mg

9. Hamil : + 20mg

10. Menyusui: 0–12 bulan + 2mg

7

Page 8: Anemia Defisiensi Besi

Jumlah zat besi pada bayi kira-kira 400 mg yang terbagi sebagai berikut:12

1. Massa eritrosit 60%

2. Ferritin dan hemosiderin 30%

3. Mioglobin 5–10%

4. Hemenzim 1%

5. Besi plasma 0,1%

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal adalah:

1. Bayi : 0,3–0,4 mg/hari

2. Anak 4–12 tahun : 0,4–1 mg/hari

3. Wanita hamil : 2,7 mg/hari

Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya,

karena besi dipergunakan untuk pertumbuhan.12

c. Anemia Defisiensi Besi

Anemia adalah suatu keadan dimana kadar Hb dan hitung eritrosit lebih

rendah dari harga normal.

Menurut WHO diakatakan anemia bila:

a. Pada orang dewasa = Hb < 12,5 g/dL

b. Pada anak-anak berumur 6–14 tahun = Hb < 12 g/dL

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya

kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total fe dalam tubuh berkisar 2–4 gram.

Kira-kira 50 mg/KgBB pada pria dan 35 mg/KgBB pada wanita.

Secara morfologis anemia defisiensi besi di klasifikasikan sebagai anemia

mikrositik hipokrom. Anemia defisiensi besi akibat kurang besi dalam diet

terjadi pada setiap orang.

Besi diperlukan untuk sintesis hemoglobin, kekurangan zat besi dianggap

penyebab paling sering terjadi dan kemudian kekurangan nutrisi lainnya (folat,

B12, dan Vit A), peradangan akut dan kronis, dan infeksi parasit dan genetik.

8

Page 9: Anemia Defisiensi Besi

Kurangnya zat besi dalam tubuh dapat menyebabkan anemia, zat besi

yang berlebihan dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan oragan.

II. 6. Presentasi Zat Besi

Zat besi tertinggi untuk wanita hamil 1,9 mg/1000 Kcal energi makanan pada

trimester 2 dan 2,7 mg/1000 Kcal pada rimester 3.

Presentasi zat besi:

1. Bayi : 1,0 mg

2. Remaja perempuan : 0,8 mg

3. Remaja aki-laki : 0,6 mg

4. Pra-sekolah : 0,4 mg

5. Laki-laki dewasa : 0,3 mg

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi

yang berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini

menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Tahap defisiensi

besi, yaitu:1, 3, 10

I. Tahap Pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai

dengan berkurangnya cadangan besi atau tidak adannya cadangan besi.

Hemoglobin dan fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini

terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun

sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekurangan besi

masih normal.

II. Tahap Kedua

Pada tingkatan ini yang dikena dengan istilah iron deficient erythropoietin

atau iron limited erythtopoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup

untuk menunjang eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium

diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun

9

Page 10: Anemia Defisiensi Besi

sedangka total iron binding capacity (TIBC) meingkat dan free erythrocyte

porphyrin (FEP) meningkat.

III. Tahap Ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini

terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga

menyebabkan penurunan kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan

mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi

perubahan epitel terutama pada anemia defisiesni besi yang lebih lanjut.

Tabel 1. Tahapan Kekurangan Besi1

Hemoglobin Tahap I

(Normal)

Tahap II

(sedikit

menurun)

Tahap III

(Menurun jelas)

Mikrositik Hipokrom

Cadangan besi (mg) <100 0 0

Fe serum (ug/dl) Normal <60 <40

TIBC (ug/dl) 360-390 >390 >410

Saturasi transferin (%) 20-30 <15 <10

Feritin serum (ug/dl) <20 <12 <12

Sideroblas (%) 40-60 <10 <10

FEP (ug/dl eritrosit) >30 >100 >200

MCV Normal Normal Menurun

II. 7. Manifestasi Klinis

Gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan

oleh penderita dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakan hanya

dari temuan laboratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada

ADB dengan kadar Hb 6–10 g/dL terjadi mekanisme kompensasi yang efektif

sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun berlanjut dapat

terjadi takikardi, dilatasi jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang

jika telah terkompensasi, beratnya gejala ADB sering tidak sesuai dengan

kadar Hb.1, 3, 9

10

Page 11: Anemia Defisiensi Besi

Gejala lain yang terjadi adalah kelinan non hematologi akibat

kekurangan besi seperti:3, 8, 14

1. Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk

kuku konkaf atau spoon-shaped nail), atrofi papila lidah, dan perubahan

mukosa lambung dan usus halus.

2. Intoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh.

3. Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk

mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin.

4. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi

leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai

kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E. coli

dan S. Aureus menurun.

5. Iritabel berupa berkurangnya nafsu makan dan berkurangnya perhatian

terhadap sekitar, tapi gejala ini dapat hilang setelah diberi pengobatan zat

besi beberapa hari.

6. Pada beberapa pasien menunjukkan perilaku yang aneh berupa pika yaitu

gemar makan atau mengunyah benda tertentu karena rasa kurang nyaman di

mulut yang disebabkan enzim sitorom oksidase yang mengandung besi

berkurang.

II. 8. Pemeriksaan Laboratorium

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang

meliputi pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, PCV, WBC, Platelet, ditambah

pemeriksaan indeks entrosim retikulosit, morfologi darah tepi, dan pemeriksaan

status besi (Fe serum, total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEP,

dan feritin), dan apus sumsum tulang.1, 8

Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb dan atau PCV

merupakan hal pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut

dalam menegakkan diagnosis ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCV, MCH,

dan MCHC menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb. Jumlah retikulosit biasanya

11

Page 12: Anemia Defisiensi Besi

normal, pada keadaan berat karena perdarahan jumlahnya meningkat. Gambaran

morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik, mikrositik, anisositosis, dan

poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, se target, ovalosit, mikrosit, dan sel

fragmen).1,3,4

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama

dapat terjadi granulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi cacing sering

ditemukan eosinofilia. Jumlah trombosit meningkat 2–4 kali dari nilai normal.

Trombositosis hanya tejadi pada penderita dengan perdarahan yang masif. Kejadian

trombositopenia dihubungkan dengan anemia yang sangat berat. Namun demikian

kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan anak hampir sama, yaitu

trombositosis sekirar 35% dan trombositopenia 28%.4,8

Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC

meningkat. Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada

transferin, sedangkan TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang verada dalam

sirkulasi darah. Perbandingn antaran Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang

dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe serum/TIBC x 100% merupakan suatu

nilai yang dapat menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai

penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan besi

dalam tubuh ST (7%) dapat dipakai untuk mendiagnosis ADB bila didukung oleh

nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.1,4,8

Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumsum tulang dapat

diketahui dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protopotphyrin (FEP). Pada

pembentukan eritrosit akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk

membentuk heme. Bila penyediaan besi tidak adekut menyebabkan terjadinya

penumpukan porfirin didalam sel. Niai FEP > 100 ug/dL eritrtosit menunjukan

adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini.

Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif.

Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahuo dengan memeriksa kadar feritin serum.

Pada pemeriksaan apus sumsum tulag dapat ditemukan gambaran yang khas ADB

yaitu hiperplasia sistema eritopoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk

12

Page 13: Anemia Defisiensi Besi

mengetahuoo ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussian

blue.1,8

II. 9. Diagnosis

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dari anamnesis, pemeriksaan

fisik dan laboratorium. Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan

ADB: 1,3,,8

Kriteria diagnosis ADB menurut WHO :

1. Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia.

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%

3. Kadar Fe serum <50

4. Saturasi transferin (ST) <15%

Dasar diagnosis ADB meurut Cook dan Monsen:

1. Anemia hipokrom mikrositik

2. Saturasi transferin < 16%

3. Nilai FEP > 100 ug/dL

4. Kadar feritin serum < 12

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria (ST, Feritin

serum, FEP) harus dipenuhi.

Lanzkowsky menyimpulkan ADB dapat diketahui melalui:1

1. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan

kadar MCV,MCH, dan MCHC yang menurun.

2. FEP meningkat

3. Feritin serum menurun

4. Fe serum menurun, TIBC meningkat,ST<16%

5. Respon terhadap pemberian preparat besi

a. Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian preparat besi.

b. Kadar Hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 gr/dl perhari atau PCV meningkat

1% perhari

6. Sum-sum tulang :

13

Page 14: Anemia Defisiensi Besi

a. Tertundanya maturasi sitoplasma

b. Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi

berkurang

Cara lain untuk menentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian

preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui adanya ADB subklinis

dengan melihat respons hemoglobin terhadap pemberian preparat besi.

Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitive, dan ekonomis terutama pada

anak yang berisiko tinggi menderita ADB. Bila dengan pemberian preparat

besi dosis 6 mg/KgBB/hari selama 3–4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb 1-2

g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita ADB.1,3,8

II. 10. Diagnosis Banding

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran

anemia hipokrom, makrositik lain (Tabel 2). Keadaan yang sering memberi gambaran

klinis dan laboratorium hampir sama dengan ADB adalah Thalasemia minor dan

anemia karena penyakit kronis. Sedangkan lainnya adalan lead poisoning/keracunan

timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnnesis,

pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium.1,5

Pada Thalasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara

sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah

sel darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositis,

sebaliknya pada ADB jumlah darah merah menurun sejajar denngan penurunan kadar

Hb dan MCV. Pada thalassemia minor didapatkan baophilic stippling, peningkatan

kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.1,3,9

Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya

normokrom mikrositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya

anemia pada penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag

oleh transferrin. Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal

atau meningkat sehingga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar

14

Page 15: Anemia Defisiensi Besi

FEP meningkat. Pemeriksaan kadar reseptor transsferin (TfR) sanggat berguna dalam

membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena

penyakit kronis TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak terpengaruh,

sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/ferritin sensitive

dalam membedakan mendeteksi ADB..1,9

Tabel 2. Pemeriksaan Laboratorium untuk Membedakan ADB

Pemeriksaan

Laboratorium

Anemia Defisiensi

Besi

Thalasemia Minor Anemia

PenyakitKronis

MCV Menurun Menurun N/Menurun

Fe serum Menurun Normal Menurun

TIBC Naik Normal Menurun

Saturasi transferin Menurun Normal Menurun

FEP Naik Normal Naik

Feritin serum Menurun Normal Menurun

Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa

dengan ADB tetapi didapatkan basophilic stipping kasar yang sangat jelas.

Pada keduanya kadar FEP meningkar. Diagnosis ditegakkan dengan

memeriksa kadar lead dalam darah. Anemia sideroblastik merupakan

kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme, bisa didapat atau

herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom mikrositik

dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi SDM yang

dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan

apus sumsum tulang didaparkan SDM berinti yang mengandung granula besi

(agregat besi dalam mitokodria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia

umumnya terjadi pada dewasa. 1,5,9

II. 11. Penatalaksaan

Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan

mengatasinya serta memberikan terapi pengganti dengan preparat besi. Sekitar

15

Page 16: Anemia Defisiensi Besi

80–85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penanganannya dapat

dilakukan dengan tepat. Pemberian Fe dapat secara peroral atau parentral.

Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian

secara parentral. Pemberian secara parentral dilakukan pada penderita yang

tidak dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat

terpenuhi secara peroral karena ada gangguan pencernaan.1, 3, 8, 9

Pemberian Preparat Besi

a. Peroral

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih baik dibandingkan garam

feri. Preparat yang tersedia berupa ferous glukonat, furamat, dan suksunat.

Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya yang lebih murah.

Ferous glukonat, ferous furamat, dan ferous suksinat diabsorpsi sama baiknya.

Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop). 1, 31

Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang dipakai 4–6 mg

besi/KgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi yang ada

dadam garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi sebanyak 20%.

Dosi obat yang terlalu besar akan menimbulkan efek samping pada saluran

pecernaan dan tidak memberikan efek penyembuhan yang lebi cepat. Absorpi

besi yang terbaik adalah pada saat lambung kosong, diantara dua waktu

makan, akan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran cerna.

Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat

makan atau segera setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat

sekiar 40–50%.

Obat diberikan dalam 2–3 dosis sehari, tindakan tersebut lebih penting

karena dapat diterima tubuh dan akan meningkatkan kepatuhan penderita.

Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan setelah anemia pada

penderita teratasi. Respon terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat

secara klinis dan dari pemeriksaan laboratorium, seperti tampak pada tabel di

bawah ini.1, 8, 9

16

Page 17: Anemia Defisiensi Besi

Preparat terapi besi per oral:3

1. Fe sulfat (20% Fe)

2. Fe Furamat (33% Fe)

3. Fe Succinate (12% Fe)

4. Fe Gluconate (12% Fe)

Respon terhadap pemberian besi pada ADB:

Efek samping pemberian preparat besi peroral lebih sering terjadi pada

orang dewasa dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat

sementara.1, 8

Tabel 3. Respon Pemberian Besi

Waktu Setelah Pemberian Besi Respon

12 – 24 jam Pengaggantian enzim besi intraseluler, keluhan

subjektif berkurang, nafsu makan bertambah

36 – 48 jam Respons awal dari sumsum tulang hiperplasia

eritroid

48 – 72 jam Retikulosis, puncaknya pada hari ke 5-7

Dosis Fe pada bayi dan anak

1. 0–5 tahun wanita menyusui

Besi 20 mg dan asam folat 100 mcg per ml dengan formulasi cair dan age

Appropriate de-worming for 100 days.

2. 6–10 tahun

besi 30 mg dadn asam folat 250 mcg per hari untuk 100 hari dalam setahun

3. Remaja 10–19 tahun

Besi 100 mg dosis permiggu dan asam foalt 500 mcg dengan obat cacing

biannual

4. Wanita Hamil dan Meyusui

17

Page 18: Anemia Defisiensi Besi

Besi 100 mg dan asam folat 500 mg untuk 100 hari selama masa kehamilan.

Diikuti dengan dosis yang sama untuk 100 hari setelah masa post-partum

(Long Lasting Insecticide Nets (LLINs)/Insecticide Treated Bed Nets

(ITBNs) are also provided to p[regnant women )

b. Parentral

Pemberian besi secara intramuskular menimbulkan rasa sakit dan harganya

mahal. Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan

untuk menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering

dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini megandung 50mg besi/mL. Dosis dihitung

berdasarkan:1, 8

Dosis besi (mg) – BB(Kg) x kadar hb yang diinginkan (g/dL) x 2,5

c. Transfusi Darah

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada

keadaan anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat

mempengaruhi respon terapi. Koreksi anemia berat dengan transfusi tidak perlu

secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan hypervolemia

dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang

cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman semabil menunggu respo

terapi besi.1,8,9

II. 12. Prognosis

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan

diketahuipenyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala

anemia danmanifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa

kemungkinansebagai berikut: 1,3,8

a. Diagnosis salah

b. Dosis obat tidak adekuat

18

Page 19: Anemia Defisiensi Besi

c. Preparat Fe yang tidak tepat dan kadaluarsa

d. Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak

berlangsungmenetap

e. Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi

(seperti: infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid,

penyakit karena defisiensi vitamin B12, asam folat)

f. Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan

pada ulkuspeptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi)

II. 13. Pencegahan

Pencegahan merupakan tujuan utama dalam penanganan masalah anemia

defisiensi besi, untuk itu diperlukan pendidikan tentang pemberian makanan dan

suplementasi besi. 3,8

1. Makanan

a. Pemberian ASI minimal 6 bulan.

b. Hindari minum susu sapi yang berlebih.

c. Tambahan makanan/bahan yang meningkatkan absorpsi besi (buah-buahan,

daging, unggas)

d. Hindari peningkatan berat badan yang berlebihan.

e. Pemberian Fe dalam makanan (iron Fortified Infant Cereal)

2. Suplementasi besi

a. Kebutuhan perhari untuk bayi hingga 1 tahun 2 mg Fe/kgBB.

b. Bayi prematur membutuhkan Fe dua kali lebih banyak (4mg Fe/kgBB)

c. Suplementasi besi juga dibutuhkan pada bayi yang minum ASI lebih dari 6

bulan.

d. Untuk menurunkan frekuensi ADB di Indonesia pemerintah memberikan

suplementasi zat besi sebanyak 60 mg besi elemental tiap minggu selama 16

minggu dalam setahun kepada anak sekolah, buruh pabrik dan ibu-ibu hamil.

e. Penyuluhan mengenai perbaikan gizi terutama mengenai pentingnya makanan

yang banyak mengandung zat besi untuk pertumbuhan dan peningkatan

19

Page 20: Anemia Defisiensi Besi

prestasi belajar pada anak remaja.

Iron fortified milk mengandung 11-12 mg Fe perliter dan yang diserap tubuh

hanya 4% (0,48 mg Fe). ASI mengandung 0,3 mg Fe/liter dan yang dapat diserap

tubuh sebanyak 50% (0,15mg Fe). Unfortified milk mengandung 0,8 mg Fe/liter dan

yang diserap tubuh sebanyak 10% (0,08 mgFe). 3

20

Page 21: Anemia Defisiensi Besi

BAB III

PENUTUP

III. 1. Kesimpulan

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi

yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin. Diperkirakan sekitar 30% penduduk

dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi

besi.

Anemia defisiensi besi pada anak akan memberikan dampak yang negatif

terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain dapat menurunkan sistem

kekebalan tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Defisiensi

besi juga dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan organ tubuh akibat oksigenasi

ke jaringan berkurang. Dan yang paling penting adalah bila defisiensi besi ini sudah

berlangsung lama, akan menurunkan daya konsentrasi dan prestasi belajar pada anak.

Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah konsumsi zat besi yang tidak

cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri

dari nasi dan menu yang kurang beraneka ragam. Selain itu infestasi cacing tambang

memperberat keadaan anemia yang diderita pada daerah–daerah tertentu terutama

daerah pedesaan menyatakan bahwa anemia defisiensi besi juga dipengaruhi oleh

faktor–faktor lain seperti sosial ekonomi, pendidikan, status gizi dan pola makan,

fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan tubuh dan infeksi. Faktor- faktor

tersebut saling berkaitan

Anemia ini juga merupakan kelainan hematologi yang paling sering terjadi pada

bayi dan anak. Pencegahan dapat dilakukan melalui asupan makanan dan

suplementasi zat besi. Anemia defisiensi besi hampir selalu terjadi sekunder terhadap

penyakit yang mendasarinya, sehingga koreksi terhadap penyakit dasarnya menjadi

bagian penting dari pengobatan.

21

Page 22: Anemia Defisiensi Besi

III. 2. Saran

Agar kelak dimasa depan sebagai dokter kita harus memberikan pengetahuan

lebih lagi bagi para ibu agar memperhatikan asupan zat besi. Bayi cukup bulan

mempunyai cadangan besi cukup hingga berusia 4 bulan. Bayi dengan ASI saja harus

mendapatkan asupan zat besi tambahan sebanyak 1 mg/KgBB/hari sejak berusia 4

bulan hingga mendapatkan makanan tambahan yang difortifikasi zat besi1.

Bayi 6-11 bulan memerlukan zat besi sebanyak 11mg/hari, berikan diet tinggi

besi (daging merah, sayuran kaya zat besi, buah-buahan kaya vitamin C).Anak

berumur 1-3 tahun membutuhkan zat besi sebanyak 7mg/hari. Semua bayi premature

harus mendapatkan suplemen zat besi 2 mg/KgBB/hari sampai bayi berumum 12

bulan atau mendapatkan makanan pengganti ASI yang kaya akan zat besi1.

22

Page 23: Anemia Defisiensi Besi

DAFTAR PUSTAKA

1. Raspati H, Reniarti L, dkk. 2006. Anemia defisiensi besi. Buku Ajar Hematologi

Onkologi Anak. Cetakan ke-2 IDAI pp 30-42. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

2. Syamsi, BR. 2005.Hubungan defisiensi besi dengan perkembangan fungsi

kognitif.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas kedokteran

UGM.

3. Soegijanto,S. 2004.Anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Jakarta :IDI

4. Behrman Kliegman, Arvin. 2004. Anemia Defisiensi Besi. Nelson’s Textbook

ofPediatrics. Edisi 18 pp 1691-1694. Jakarta. EGC.

5. Soemantri,AG.2005.Epidemiology of iron deficiency anemia.Anemia

defisiensibesi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM

6. Endang,P.2008.Jangan anggap enteng anemia pada anak.Diakses dari

www.kesrepro.info.com

7. Dwiprahasto,I.2005.Terapi anemia defisiensi besi berbasis bukti. Anemia

defisiensi besi.Yogyakarta.Medika Fakultas Kedokteran UGM

8. Abdussalam,M. 2005.Diagnosis, pengobatan pencegahan anemia defisiensi

besipada bayi dan anak.Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas

Kedokteran UGM

9. Wahyuni AS. 2004. Anemia Defisiensi Besi Pada Balita. Diakses dari

www.digitallibraryfkusu.htm.

10. Reksodiputro, H.Mekanisme anemia defisiensi besi.Diakses dari

www.kalbefarmaportal/cerminduniakedokteran.com

11. Negara, NS.2005.Bioavailibilitas zat besi. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta:

MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM

12. Hasan,R, Alatas, H.2002.Anemia defisiensi besi.Ilmu kesehatan anak

jilid1.Jakarta.Penerbit:Bagian Ilmu kesehatan anak FKUI.

13. Ursula,PR.2005.Neurodevelopment and cognitives in children with iron

deficiency anemia. Anemia defisiensi besi.Yogyakarta: MEDIKA Fakultas

Kedokteran UGM

23