Anatomi Dan Fisiologi Tonsil Dan Adenoid-niken
description
Transcript of Anatomi Dan Fisiologi Tonsil Dan Adenoid-niken
ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL DAN ADENOID
Pendahuluan
Banyak masalah kesehatan yang sering diakibatkan oleh penyakit Tonsil
dan Adenoid terutama pada anak-anak. Keluhan yang sering muncul adalah sore
throat, infeksi saluran nafas atas dan penyakit telinga. Meskipun operasi tonsil
dan adenoid punya kecenderungan menurun, tetapi operasi ini masih menjadi
prosedur operasi mayor dalam penatalaksanaan di Amerika Serikat.
Sebagai Ahli THT, maka diperlukan pengetahuan yang baik dalam
anatomi, phisiologi, gambaran klinik, terapi non bedah dan terapi bedah yang
memerlukan seleksi pasien yang tepat dalam indikasi perlu tidaknya dilakukan
tonsilektomi dan adenoidektomi. Ahli THT-KL diperlukan perhatian yang serius
dalam managemen operasi (preoperasi, intra operasi, post operasi) dan strategi
dalam mempercepat kesembuhan dan mengurangi komplikasi.
Infeksi kronik dan kambuhan dan obstruksi hyperplasi adalah akibat yang
sering disebabkan oleh infeksi tonsil dan adenoid pada pasien anak-anak.
Kejadian gangguan nafas saat tidur, OSAS dan sindrom pernafasan atas adalah
berhubungan dengan pemeriksaan fisik, psycologis dan gangguan kognitif baik
pada anak-anak maupun dewasa. Kejadian peritonsiler abses (PTA) akibat infeksi
tonsil masih perlu didiskusikan lebih dalam. Infeski yang jarang (misal
mykobakteria), proses neoplastik (umumnya lymphoma), penyakit
lymphoproliferatif akibat transplantasi organ dan penyakit tonsil lingual adalah
masih memerlukan diskusi lebih lanjut. 1
1
ANATOMI
Tonsil Palatina, tonsil pharingeal ( adenoid ) dan tonsil lingual merupakan
cincin Waldeyers dan kesemuanya merupakan sistem Mukosa – Asssosiated
Lymphoid Tissue (MALT), merupakan mekanisme pertahanan tubuh pertama
dalam melindung saluran nafas bagian bawah dan traktus gastrointestinal. 1
Adenoid
Adenoid merupakan jaringan limpoid yang terletak di fossa nasopharing
(gambar 1). Nasopharing berperan dalam udara pernafasan dan sekresi sinonasal
yang akan dialirkan dari kavum nasi ke dalam oropharing, membantu bicara, dan
drainase dari tuba eustachii/telinga tengah/ komplek mastoid.
Perkembangan adenoid terjadi pada waktu 3 – 7 bulan masa embriologis
dan akan berkolonisasi dengan bakteri pada minggu pertama setelah lahir.
Pembesaran adenoid pada anak dan dewasa muda terjadi sebagai respon terhadap
antigen baik oleh virus, bakteri, alergen, makanan, dan iritasi lingkungan.
Adenoid akan mengalami regresi pada pubertas awal.
2
Gambar 1
Gambar 1 :Adenoid terletak di dinding posterior dari nasopharing. Sinus paranasal terletak di depannya dan tuba eustachii – telinga tengah komplek mastoid terletak di sebelah lateral dengan drainasenya ke fossa yang berhubungan dengan hidung ke nasopharing. Adenoid dapat tumbuh ke posterior choanae dan kavum nasi posterior.
Tonsil berada di dinding lateral dari oropharing dan menyeberang ke lateral dari palatum mole ke arah basis lidah.
Struktur anatomi antara adenoid dan nasopharing memberikan implikasi
terhadap timbulnya penyakit pada tuba wustachii-telinga tengah komplek karena
letaknya disebelah lateral, dan ke depan akan menyebabkan penyakit pada hidung,
sinus paranasal, maxilla dan mandibula. Obstruksi tuba eustachii akibat inflamasi
adenoid akan menyebabkan penyakit pada telinga tengah. Pembesaran adenoid
dan infeksi kronik pada dewasa muda juga memberikan implikasi pada sinusitis
kronik dan rekuren seperti seperti halnya rhinitis allergi.
Adenoid hipertropi akan menyebabkan pasien bernafas melalui mulut yang
persisten, perubahan otot-otot vektor yang akan menyebabkan pertumbuhan dari
midfasial yang kurang sempurna, berakibat palatum dan nasopharing menjadi
berdekatan dan posisi mandibula yang abnormal yang disebut adenoid face yang
3
ditandai hidung kecil, gigi incisivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi
sehingga timbul kesan seperti orang bodoh. Akibat lain adalah faringitis dan
bronkhitis, gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga timbul
sinusitis kronik. 1,2
Tabel 1 : perbedaan anatomi dan phisiologi antara adenoid dan tonsil normal
Adenoid Tonsil
Lokasi
anatomi
Dinding posterior nasopharing,
mungkin dapat menyeberang ke
posterior choanae
Dinding lateral oropharing,
kadang-kadang
menyeberang ke
nasopharing atau
hipopharing
Makroskopis Bentukinya triangular,
invaginasi dari deep folds,
kripte sedikit
Umumnya berbentuk
ovoid, kadang berlobus,
invaginasi dengan 20 – 30
kripte bercabang
Mikroskopis Terdiri atas tiga epithelium :
1. Pseudostratified bersilia
2. Kolumner
3. Squamous
4. Antigen transtional (Ag)
5. No afferent lymphatics
Proses antigen khusus (Ag)
No afferent limphatics
Fisiologis Mucociliar clearence
Antigen prosesing
Immune surveilance
Antigen prosesing
Immune surveilance
4
Vaskularisasi adenoid oleh cabang pharingeal dari a carotis eksterna, dan
beberapa cabang dari a facial dan maxillari interna. Persarafan sensoris adenoid
dari n vagus dan glossopharyngeal. Karena itu refred pain adenoid (seperti halnya
tonsil) akan dirasakan baik di telinga maupun tenggorok.
Adenoid mempunyai tiga bentuk jenis epitelnya yaitu : epitel kolumner
pseudostratified bersilia, epitel squamous stratified, dan epitel trantitional. Infeksi
kronik atau pembesaran adenoid lebih sering terjadi pada epitel squamous (aktif
pada proses antigen), menurun pada epitel traktus respiratorius (aktif dalam
mukosiliar clearence) dan meningkat pada interfolikuler yang berhubungan
dengan jaringan fibrosis. Keadaan yang menetap dari sekresi sinonasal dan
obstruksi nasopharing akan berakibat meningkatnya rangsangan paparan antigen ,
sehingga menyebabkan inflamasi kronik dan berkurangnya fungsi adenoid.
Tonsil
Tonsil faucial atau palatina adalah massa yang terletak di dinding lateral
dari oropharing (gambar 1 dan gambar 2). Tonsil biasanya terbatas di oropharing,
dengan pertumbuhan yang eksesif tonsil dapat menyeberang ke dalam
nasopharing, seperti pada kasus Velopharyngeal Insufficiency (VPI) dan nasal
obstruksi. Kejadian yang sering terjadi adalah pertumbuhan tonsil ke arah
posterior jalan nafas antara basis lidah dan dinding pharingeal posterior, yang
berakibat obstruksi saat tidur dan gangguan pernafasan.
Hyperplasia tonsil bisa menyebabkan posisi lidah yang abnormal, a
tongue-trust habit, aberrant, spech patterns dan berpengaruh terhadap
5
pertumbuhan orofacial dan craniofacial. Sama halnya dengan adenoid ada
hubungan antara volume oropharing, ukuran tonsil dan etiologi dari obstruksi
saluran nafas atas adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hyperplasia
tonsil, variasi anatomi dan faktor genetik.
Gambar 2 : Meskipun tonsil umumnya berada di oropharing, tonsil mungkin bilobus dengan dengan ekstensi ke hipopharing atau ke dalam nasopharing. Ekstensi ke inferior sampai pada ruang saluran nafas posterior dapat dilihat ketika mempunyai riwayat obstruksi dengan gambaran tonsil yang nampaknya normal pada pemeriksaan intraoral.
Fossa tonsil di batasi oleh arkus pharing anterior (m palatoglossus) dan
arkus pharing posterior (m palatopharyngeus) dan batas lateralnya adalah m.
Constriktor superior. Batas atas disebut kutub atas (upper pole) dan terdapat
suatu ruang kecil yang disebut fossa supra tonsil yang berisi jaringan ikat jarang
dan biasanya merupakan tempat nanah bila abses pecah. Pilar anterior mempunyai
bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole berakhir di sisi
lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum
mole, tuba eustachii dan dasar tengkorak dan ke bawah meluas hingga dinding
6
lateral esophagus, sehingga pada tonsilektomi harus berhati-hati agar pilar
posterior tidak terluka. Pilar anterior dan posterior bersatu dibagian atas pada
palatum mole, ke bawah terpisah dan masuk ke jaringan di dinding lateral faring
dan di basis lidah.
Perdarahan tonsil didapatkan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu : 1,2,4
1. Maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A
palatina asenden,
2. A maksilaris interna dengan cabangnya A palatina desenden,
3. A lingualis dengan cabangnya A. Lingualis dorsalis,
4. A faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi
oleh A. Lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A palatina asenden,
diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A tonsilaris, kutub atas
tonsil diperdarahi oleh A faringeal asenden dan A palatina desenden.
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus
dari faring. Aliran balik melalui vena disekitar kapsul tonsil,vena lidah dan
pleksus faringeal serta akan menuju v jugularis interna.
7
Gambar 3 : Vaskularisasi
Tonsil
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Tonsil tidak
mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai
fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor
faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil
dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi
velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan
tonsil tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan sering
terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik
mengandung 3 unsur utama yaitu: 4
1) jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah,
saraf, dan limfa,
2) folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda
dan
8
3) jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai
stadium.
Persarafan tonsil didapat dari serabut saraf trigeminus melalui ganglion
sfenopalatina dibagian atas dan saraf glosofaringeus dibagian bawah. Aliran limfe
dari dari tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep
jugular node) bagian superior dibawah M sternokleidomastoideus, selanjutnya ke
kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai
pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak
ada.
Struktur histologi tonsil sesuai dengan fungsinya sebagai organ imunologi. Tonsil
merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limposit yang sudah disentisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama
yaitu:
1) menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif
2) sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik.
Mikrobiologi dan Immunologi
Mikrobiologi
Group A beta-Streptokokus (GABHS) adalah bakteri yang dapat menyebabkan
tonsilitis akut. Hal ini dapat dideteksi dengan cepat karena merupakan respon
imun sistemik setelah terinfeksi oleh GABHS. Bakteri ini juga bisa kita temukan
9
pada otitis dan sinusitis. Bakteri yang umumnya menyebabkan tonsilitis dan
adenoiditis seperti pada tabel 2.
Tabel 2 : Mikro-organisme yang sering menyebabkan tonsilitis dan adenoiditis
Bakteri aerob Bakteri anaerob Virus Lainnya
Group A beta hemolitikus streptokokus (GABHS)
Group B,C,F, streptokokus
Haemophilus influensa
Streptokokus pneumonia
Streptokokus epidermidis
Moraxella catarhalis Staphylococcus
aureus Haemophyllus
parainfluensa Neiseria sp Mycobacteria sp. Lactobacillus sp Diphterioids sp Eikenella corrodens Pseudomonas
aeruginosa E. Colli Hellicobacter pylori Chlamydia
pneumonia
Bacteroides sp. Peptococcus sp. Peptostreptococcus
sp. Actinomycosis sp. Microaerophilic
streptococci. Veilonella parvula Bifidobacterrium
adolescences Eubacterium sp. Lactobacillus sp. Fusobacterium sp. Bacteroides sp. Porphyromonas
asaccharolytica Prevotella sp
Epstein barr Adenivirus Influensa A,
B Herpes
symplex Respiratory
synctial Parainfluensa
Mycobacterium (atypical nontuberculosis)
Candida albicans
Penyakit adenotonsiller akut dan kronik maka diperlukan pengetahuan
tentang konsep sebagai berikut :
1) Adanya infeksi polymicobial
2) Adanya peningkatan dari beta-lactamase yang dihasilkan oleh mikroorganisme
3) Adanya bakteri anaerobs
4) Adanya konsentrasi bakteri antigenik
5) Adanya produksi
10
Khususnya infeksi oleh virus pada kasus kronik adalah berbeda, meskipun virus
dapat menyebabkan iritasi pada inflamasi mukosa, crypte obstruksi, dan ulcerasi
akibat invasi dan infeksi sekunder adalah sama dengan infeksi akut. EBV dapat
menyebabkan pharyngotonsillitis akut yang serius, bahkan dapat menyebabkan
obtruksi jalan nafas. Infeksi EBV juga dikaitkan dengan infeksi hyperplasia
adenotonsiller yang persisten. Infeksi kronik akibat nonmikrobial termasuk
Extraesophageal Reflux (EER) memberikan gambaran radikal bebas dan
immunomodulator lainnya dan menyebabkan snoring kronik.
Immunologi
Tonsil dan Adenoid merupakan organ immunologi utama pada traktus
aerodigastivus atas. Paparan pada tonsil dan adenoid baik oleh bakteri, virus,
makanan dan iritan lingkungan akan merangsang terbentuknya antibodi sistemik
dan lokal berupa perbandingan sell B dan T, dimana akan meningkat dalam serum
dan kadar immunoglobulin lokal, dan akan kembali normal setelah tonsilektomi
dan adenoidektomi. Oleh karena lymphonodi, tonsil dan adenoid tidak
mempunyai lymphatik afferen, maka lapisan epithelium memegang peran penting
dalam antigen presenting dan prosesing. Hal ini akan diikuti oleh respon sel B dan
T termasuk produksi immunoglobulin. Adenoid merupakan target dari stimulasi
allergi akibatnya akan terjadi adenoid membesar.
Pengaruh operasi adenotonsilektomi terhadap sistem imunologi sangat
minimal. Dilaporkan penurunan produksi imunoglobulin A nasopharing (IgA)
pada kasus pemberian vaksinasi polio setelah adenoidektomi dan akan meningkat
pada kasus Hodskin disease setelah tonsilektomi dan adenoidektomi.
11
Klasifikasi klinik penyakit adenoid dan tonsil
Adanya klasifikasi ini sangat penting sebagai jembatan komnikasi antara ahli THT
dan dokter ditingkat pelayanan primer dalam menentukan rujukan. Bagi ahli THT
maka akan bukan hanya petunjuk medik, terapi tetapi juga untuk menentukan
pendekatan operasinya. Klasifikasi yang disarankan seperti tabel 3.
Tabel 3 : Klasifikasi klinik penyakit tonsil dan adenoid
Infeksi/inflamasi Obstruksi Neoplasia
Adenoid
Adenoiditis
akut
(nasopharing
itis) common
cold
Adenoiditis
akut rekuren
Adenoiditis
kronik
persisten
Tonsil
Tonsilitis
akut
Tonsilitis
akut rekuren
Tonsilitis
kronik
persisten
tonsilolitiasis
Nasopharing
Oropharing
Gabungan
Benigna
Lymphoproliferatif
disorder
Lymphoid
papillary
hyperplasia
Malignant
Evaluasi klinik
Evaluasi klinik pasien dengan adenoiditis dan tonsilitis mempunyai kepentingan
sejauh mana tindakan operasi diperlukan. Evaluasi yang perlu dikerjakan
sebagaimana dirangkum pada tabel 4.
Grading tonsilitis menurut Bailey didasarkan atas rasio / perbandingan antara
tonsil dengan oropharing ( dari medial ke dinding lateral ) yang diukur antara
kedua pilar anterior dibedakan menjadi lima yaitu :
12
Grade 0 : tonsil terletak di dalam fossa tonsil
1 : tonsil terlihat di oropharing < 25 %
2 : tonsil terlihat di oropharing >25 % dan < 50 %
3 : tonsil terlihat di oropharing > 50 % dan < 75 %
4 : tonsil terlihat di oropharing > 75 %
Gambar 4 : Grading Tonsil
Penatalaksanaan Penyakit Adenoid dan Tonsil
Adenoid
13
Adenoiditis kronik atau rekuren akibat infeksi penatalaksanaan utamanya adalah
dengan menggunakan antimikroba yang efektif untuk menghambat produksi beta-
laktamase oleh mikroorganisme, apalagi bila ada hubungannya dengan otitis
media dan sinusitis.
Adenoid hyperplasia memberi respon yang positif setelah 6 – 8 minggu dengan
steroid intranasal. Ketika EERD dapat diidentifikasi maka penatalaksanaannya
dengan menggunakan pendekatan diet, perubahan pola hidup, dan obat-obatan
yang mengurangi produksi asam lambung.
Adenoidektomi boleh dikerjakan atas indikasi sebagai mana dalam tabel 5.
Tabel 5 : Indikasi adenoidektomi
Obstruksi Infeksi Neoplasia
Adenoid hyperplasia dengan obstruksi hidung kronik atau bernafas melalui mulut
Gangguan bernafas saat tidura) OSASb) Syndrom resisten
pernafasan atasc) Syndrom
hypoventilasi obstruksi
Gagal thrive Cor pulmonal Abnormalitas menelan Abnormalitas bicara Abnormalitas orofacial /
dental Lymphoproliferatif
disease
Adenoiditis kronik / rekuren
Otitis media kronik / rekuren dengan effusi
Otitis media kronik Sinusitis kronik
Curiga tumor jinak atau ganas
Tidak banyak tehnik yang digunakan dalam adenoidektomi. Penggunaan
intrumen secara langsung melalui intranasal dengan bantuan telescope atau
menggunakan kaca intraoral adalah sangat membantu dalam pengambilan
14
jaringan dengan menggunakan pisau kuret, adenotome, microdebrider (shaver)
atau sauction coagulator adalah tetap tergantung ketrampilan dari ahli THT.
Teknik yang lazim digunakan dengan menggunakan visualiasi kaca
transoral untuk melihat daerah nasopharing dalam mengambil jaringan adenoid.
Pengambilan jaringan dengan menggunakan kuretase, mulai dari area sekitar tuba
eustachii dan jangan sampai memanipulasi tuba supaya tidak terjadi jaringan parut
pasca operasi dan mencegah disfungsi tuba yang permanen. Operasi juga harus
hati-hati saat mendekati posterior choanae agar tidak terjadi overzealous surgery
dan jaringan parut. Dengan visualisasi langsung dari nasopharing masalah ini
biasanya dapat dicegah.
Adenoid dapat diangkat hanya dengan menggunakan kuret saja ( gambar
5-7 ). Metode yang lebih rasional dan efektif adalah dengan menggunakan adenotom La
Force atau Collum atau modifikasinya dan dilanjutkan dengan kuretase tipe benhill.
Gambar 5 : Pengangkatan sisa edonoid dengan kuretase. Tanda panah menunjukan ketiga gerakan yang perlu pada nasopharing
Gambar 6 : pengangkatan adenoid dengan adenotom. Kuretase mengangkat sisa jaringan
Gambar 7 : Pengangkatan tepi jaringan adenoid dengan kuret Benhill, setelah massa adenoid diangkat dengan
15
adenotomDikutip dari Ballenger dalam Penyakit Telinga Hidung tenggorok Kepala dan Leher, terjemahan , Binarupa Aksara edisi 13, 1994; P : 357
Kontra indikasi adenoidektomi adalah palatal clefting dan VPI, namun
jika terjadi obstruksi sleep apnea yang maka tindakan adenoidektomi superior dan
lateral harus dikerjakan secara hati-hati untuk mengurangi akibat yang tidak
diharapkan pada fungsi bicara.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah stenosis nasopharingeal, perdarahan,
torticollis, dan subluxatio c spine akibat manipulasi hyperextension selama
operasi atau inflamasi fascia cervical dengan torticollis postoperasi. Perhatian
khusus ditujukan pada operasi dengan kondisi pasien down syndrom jangan
sampai terjadi trauma spinal akibat resiko terjadinya subluxatio. Hati – hati
terhadap keluhan orang tua pasien tentang pernafasan malodorus yang dapat
terjadi 1 – 2 minggu post operasi.
Tonsil
Penicilline adalah antibiotik first line pada tonsilitis akut oleh GABHS,
bahkan tetap digunakan walaupun hasil kultur tenggorokan hasilnya negatif.
Antibiotik tampaknya efektif dalam mengurang gejala. Pada tonsilitis kronik dan
obstruksi tonsiler hyperplasia, penggunaan antibiotik efektif dalam mengurangi
produksi beta lactamase atau bakteri anaerob di kapsul (misal amoxillin-
clavulanate atau clindamicin) selama 3 – 6 minggu. Antibiotik propilaksis dapat
digunakan bila tonsilektomi mempunyai resiko dan orang tua pasien masih butuh
waktu untuk berfikir. Steroid intravena diberikan bila terjadi pembesaran
tonsil/adenoid yang menyebabkan obstruksi saluran nafas atas akut.
16
Tonsilektomi
Tonsilektomi adalah operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina. 1,2,3
Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang aman dan praktis, namun bukan
berarti masuk kategori minor surgery tetapi digolongkan operasi sedang
mengingat diperlukan ketrampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator.
Tindakan tonsilektomi harus dikerjakan secara hati-hati pada bayi dan anak
kurang dari 3 tahun karena berbagai alasan :
a) Problem orthodontik dan maxillofacial
b) Obesitas
c) EERD
DAFTAR PUSTAKA
1. Brodsky L, Poje C. Tonsillitis, Tonsillectomy and Adenoidectomy dalam
Bailey BJ & Johnson T, Head & Neck Surgery Otolaryngology; edisi empat,
Lippincott Williams & Wilkins, volume satu, 2006, P : 1183 – 1198
2. Rusmarjono, Soepadi EA. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertofi Adenoid dalam
Soepardi EA, Iskandar N, et all, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher, edisi ke enam, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia, 2007 P : 217 – 225
17
3. Ballenger dalam Penyakit Telinga Hidung tenggorok Kepala dan Leher,
terjemahan , Binarupa Aksara edisi 13, 1994; P : 347 – 357
4. Zainuddin H, Wanri A. Tonsilektomi, Departemen Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher, Universitas Sriwijaya Palembang, 2007
5. Adams GL,Penyakit-penyakit nasofaring dan orofaring. Dalam: Adams
GL,Boies buku ajar penyakit THT, Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC
edisi 13, 1994 : 337-40
18