Analisis Tweed, Wits, & Wendel Wylie [Edited]

25
TUGAS SEFALOMETRI ANALISIS TWEED, WITS, DAN WENDEL WYLIE Pembimbing : DR. Endah Mardiati, drg., Sp.Ort (K) Isnaniah Malik, drg., Sp.Ort (K) Penyusun : Agus Aditya Tanadha (160321150002) Deka Dharma Putra (160121150004) Idawati Muhajir (160122115009)

description

analisa tweed,wits & wender wylie

Transcript of Analisis Tweed, Wits, & Wendel Wylie [Edited]

TUGAS SEFALOMETRI

ANALISIS TWEED, WITS, DAN WENDEL WYLIE

Pembimbing :

DR. Endah Mardiati, drg., Sp.Ort (K)Isnaniah Malik, drg., Sp.Ort (K)

Penyusun :

Agus Aditya Tanadha (160321150002)

Deka Dharma Putra (160121150004)

Idawati Muhajir (160122115009)

PROGAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG2015

BAB I : ANALISIS TWEED

Analisis Tweed dikembangkan pertama kali tahun 1954 oleh Charles H.

Tweed. Dasar analisis Tweed adalah inklinasi insisif mandibula terhadap tulang

basal dan hubungannnya dengan relasi vertikal mandibula terhadap kranium. Pada

awalnya, Tweed mengamati dalam praktek klinisnya bahwa perawatan maloklusi

dengan hasil yang baik, profil harmonis, dan oklusi yang stabil mempunyai satu

kesamaan, yaitu posisi insisif mandibula tegak lurus terhadap basis skeletal.

Pengamatan klinis yang diperkuat hasil sefalogram kemudian berkembang menjadi

segitiga diagnostik Tweed. Segitiga diagnostik Tweed sederhana, tetapi sangat

membantu dalam menentukan rencana perawatan.

Pada awal tahun – tahunnya sebagai orthodontis, Tweed tidak melakukan

ekstraksi dalam perawatan orthodontik. Namun pada beberapa pasiennya ia

mengamati adanya ketidakseimbangaan dan ketidakharmonisan pada wajah dan

relapse post perawatan yang signifikan. Ia kemudian melakukan analisis awal dari

rekam medis pasiennya yang kemudian mengarah pada studi mengenai gambaran

dan karakteristik oklusi, geligi, dan wajah manusia yang dianggap normal yang

tidak pernah mendapatkan perawatan orthodontik. Relasi geligi terhadap tulang

basal dicatat dengan baik terutama inklinasi insisif. Studi awalnya hanya

berdasarkan pemeriksaan klinis saja. Observasi klinisnya kemudian didukung oleh

studi sefalometri dengan sampel 100 orang yang dipilih karena fasial estetik yang

sangat baik.

Ia menemukan bahwa inklinasi insisif terhadap bidang mandibula pada

oklusi yang normal adalah sekitar 90 dengan variasi sebesar 10. Ia juga

menemukan bahwa pada sebagian besar kasus relapse, inklinasi insisif terhadap

bidang mendibula menyimpang secara signifikan dari 90. Ia kemudian

menyimpulkan bahwa untuk mendapatkan oklusi dan estetik fasial yang baik,

insisif mandibula harus diposisikan 90 ± 5. Berdasarkan observasinya, inklinasi

insisif mandibula terhadap bidang mandibula (IMPA/ Incisor Mandibular Plane

Angle), dan hubungannya dengan variasi Frankfort Mandibular Plane Angle

1

(FMA), ia menemukan sudut ketiga dari suatu bentuk segitiga yaitu Frankfort

Mandibular Incisor Angle (FMIA).

Gambar : Titik – Titik Orientasi Analisis Sefalometri

Or Orbitale Titik terendah dari dasar rongga mata

terdepan

Po Porion Titik paling superior dari meatus

akustikus eksternus, menyinggung

bidang Frankfort

Go Gonion Titik persimpangan antara garis

singgung ramus posterior dengan bidang

mandibula

Me Menton Titik terendah simfisis mandibula

FHP Frankfort Horizontal Plane Garis antara titik orbita dan porion

MP Mandibular Plane Bidang yang melalui menton dan gonion

Insisal Plane Bidang yang dibentuk oleh titik insisal

dan sumbu panjang gigi

2

Segitiga diagnostik Tweed digunakan untuk menganalisis pertumbuhan wajah,

dengan sisi – sisi sebagai berikut :

1. Sumbu dari insisif mandibula, yang akan memotong ke bawah

terhadap garis mandibula dan ke atas terhadap FHP

2. Garis mandibula, yang melalui gonion dan menton

3. Garis bidang FHP

IMPA ( Incisor Mandibular Plane Angle )

Tweed melakukan riset selama 12 tahun dan menyimpulkan bahwa dalam

keadaan normal insisif mandibula harus tegak lurus terhadap tulang dasar

mandibula. Besarnya IMPA yang normal adalah 90 5. Sudut ini dapat

digunakan untuk menentukan apakah gigi - gigi insisif mandibula dapat digeser

ke lingual untuk mengurangi panjang lengkungan gigi – gigi, misalnya dengan

ekstraksi P1 mandibula.

Gambar: Sudut IMPA (Incisor Mandibular Plane Angle)

3

FMA ( Frankfort Mandibular Angle )

FMA dapat digunakan untuk mengetahui hubungan pertumbuhan dalam

arah vertikal dan anteroposterior. Nilai FMA yang normal adalah antara 16 - 28.

Nilai ini menunjukkan bahwa pertumbuhan mandibula ke arah depan dan bawah

normal, tetapi jika maloklusi agak berat masih didapat hasil yang memuaskan.

Jika relasi skeletodental akan diseimbangkan, maka pada beberapa keadaan perlu

dilakukan ekstraksi gigi.

Jika besarnya FMA 28 - 35, arah pertumbuhan tidak baik. Umumnya,

nilai FMA ini memerlukan ekstraksi gigi. Semakin besar nilai FMA, maka

pertumbuhan mandibula ke bawah semakin besar. Jika nilai FMA lebih dari 40,

pencabutan gigi akan lebih rumit dan prognosis dalam perawatan orthodonti akan

kurang baik.

Gambar : Sudut FMA (Frankfort Mandibular Angle)

FMIA ( Frankfort Mandibular Incisive Angle )

Sudut ini dibentuk oleh garis sumbu panjang gigi insisif RB dengan

garis FHP, normalnya sudut ini adalah sebesar 65°, yang juga merupakan

syarat minimal perawatan orthodontik untuk mendapatkan estetik fasial.

Pada umumnya nilai rata-rata dari FMA adalah kira-kira 25˚ dan IMPA=

90˚ maka dengan sendirinya FMIA = 65˚. Secara teoritis, Tweed mengatakan

4

bahwa agar diperoleh segi estetika yang baik dan hasil yang stabil maka FMA =

24˚, IMPA = 87˚, FMIA = 69˚. Besarnya FMIA minimum adalah 65˚, jika

nilainya di bawah 62˚ maka diperlukan ekstrasi gigi. Dengan demikian, Tweed

mempunyai tiga sudut yang membentuk segitiga dengan jumlah dari ketiga

sudutnya adalah 180°. Nilai FMA tidak akan berubah oleh terapi orthodontik.

Gambar: Sudut FMIA (Frankfort Mandibular Incisive Angle)

FMA dan Hubungannya dengan IMPA

Tweed mengamati bahwa pasien dengan FMA lebih dari 30

memperlihatkan kompensasi IMPA dengan nilai paling sedikit 77 dan FMIA

sebesar 65, bidang oklusal mengumpul ke bidang mandibula karena tinggi insisif

mandibula yang eksesif dibandingkan ketinggian gigi molar.

5

Gambar : Segitiga Tweed

Variabel Rata-rata Range Nilai

Normal

FMPA-Frankfort mandibular plane

angle

24,57 16-35 25

IMPA-Incisor mandibular plane

angle

86,93 85-95 90

FMIA-Frankfort mandibular

incisor angle

68,2 60-75 65

Tabel : Variabel dan Norma dalam Analisis Tweed

6

BAB II : ANALISIS WENDELL WYLIE

Analisis ini diperkenalkan tahun 1948. Analisis Wendel Wylie adalah

suatu analisis proyeksi orthogonal, yakni hanya mempelajari displasia antero

posterior, sehingga analisis ini tidak dapat digunakan untuk mengetahui hasil

perawatan orthodonti. Analisis ini sangat berguna jika dilengkapi dengan analisis

Downs.

Gambar : Titik Co (Condylion)

Condylion Titik paling superior posterior pada kondilus

mandibula

Sella Titik pusat sella tursica

Orbita Titik terbawah pada tepi bawah tulang orbita

Nasion Titik paling anterior sutura frontonasal

7

Menton Titik terbawah simfisis mandibula

Pterigomaksila Titik paling rendah dari outline fisura

pterigomaksilaris

Gonion Titik paling posterior dan inferior pada sudut

mandibula

Spina Nasalis

Anterior

Titik pada tonjol anterior pada maksila setingkat

dengan margin bawah apertura nasal

Gambar: Pengukuran yang digunakan dalam Analisis Wendel Wylie

Definisi :

Glenoid fossa -- Sella tursica : adalah jarak antara titik yang paling

posterior dari kepala sendi dan pusat dari Sella tursica yakni yang

diukur pada FHP setelah diproyeksikan pada bidang tersebut, ini

juga merupakan ukuran dari Os Basis cranii tepat di belakang Sella

tursica sampai glenoid fossa.

8

Catatan : Beberapa hipotesis mengatakan bahwa pada

beberapa kasus, Glenoid fossa terletak tepat di atas kepala kondilus

Jarak Sella turcica - Fissura Pterygomaksila : adalah jarak yang

diukur dari proyeksi Fissura pterygomaksilla dan pusat dari Sella

turcica pada F.H.P. Jarak ini merupakan ukuran dari os Basis

Cranii di depan Sella tursica sampai Fissura pterygomaksilla.

Jarak Fissura pterygomaksila – M1 atas : jarak ini diukur dari

kedua titik yang diperoleh dari proyeksi Fissura pterygo maksilla

dan buccal groove dari M1 atas pada bidang FHP. Jarak ini

menyatakan posisi antero posterior dari M1 atas pada basis.dari

maksila.

Panjang maksila : dinyatakan oleh jarak antara Fissura

pterygomaksila dan ANS (Anterior nasal spine) yang diproyeksikan

pada FHP.

Panjang mandibula : jarak antara titik paling posterior dari

kondilus dan titik paling depan dari menton yang diproyeksikan

pada garis yang menyinggung tepi inferior mandibula. Jarak

antara kedua titik tersebut merupakan panjang seluruh mandibula.

Hal ini dipengaruhi tidak saja oleh besar tulang, tetapi juga oleh

Gonion angle.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, analisis ini sendiri tak cukup

untuk menganalisis suatu kasus. Seseorang dapat menunjukkan pengukuran-

pengukuran yang semua bagian-bagiannya lebih besar atau lebih kecil, tetapi

pembesaran atau pengecilannya tersebut seimbang, sehingga tidak cocok

dengan standar normal (Standard absolut), tetapi secara relatif masih sesuai

dengan standar tersebut (Relatif). Nilai standar yang dibuat itu diambil pada

usia pada waktu hampir berakhirnya periode geligi campuran dan pada

permulaan periode geligi permanen ( sekitar usia 11,5 tahun).

9

Pengukuran Laki-laki Wanita

Glenoid fossa – Sella turcica

Sella tursica – P.T.M.

Panjang maksila

P.T.M. – M1 atas

Panjang mandibula

18

18

52

15

103

17

17

52

16

101

Tabel: Daftar Nilai Standar

Nilai Glenoid fossa - Sella tursica bila nilainya lebih besar dari standar,

menyebabkan mandibula retrusi, profil kelas II tipe retrognati. Bila nilainya

lebih besar dari nilai standar, maka selisih antara nilai tersebut dan nilai

standar ditulis dalam kolom retrognati dan bila nilainya lebih kecil dari nilai

standar, maka selisihnya ditulis dalam kolom prognati. Jadi untuk keempat

dimensi tersebut di atas (Lihat tabel nilai standar) bila lebih besar dari nilai

standar, ditulis dalam kolom retrognati, bila lebih kecil ditulis dalam kolom

prognati. Tapi untuk dimensi yang kelima (panjangnya mandibula) bila lebih

besar dari nilai standar ditulis dalam kolom prognati, dan bila lebih kecil

ditulis dalam kolom retrognati. Kemudian nilai dari kedua kolom tersebut

dijumlahkan. Jumlah total ditulis paling bawah. Jika nilainya positif, maka

tendensinya prognati, sebaliknya jika nilainya negatif maka tendensinya

retrognati.

R esume

Bila satu atau lebih dari keempat perhitungan yakni yang meliputi

Os basis cranii dan maksila lebih besar dari standar, kondilus akan

tertarik lebih ke belakang dari posisi normal, sehingga tipe muka adalah

Retrognati. Perbedaan nilai yang didapat dari pasien dan nilai standar ditulis

dalam kolom retrognati.

Bila satu atau lebih dari satu perhitungan - perhitungan lebih

kecil dari nilai standar, maka kondilus akan terletak di depan posisi normal,

sehingga tipe muka Prognati. Perbedaan nilai standar dengan pasien ditulis

10

daiam kolom prognati. Sebaliknya, pada mandibula perhitungan yang

lebih kecil dari nilai standar akan menyebabkan muka menjadi tipe

retrognati, sedangkan bila nilainya lebih besar dari nilai standar akan

menyebabkan muka prognati dan perbedaannya ditulis di bawah tabel. Jika

nilainya positif, maka terdapat tendensi kelas III, sebaliknya jika nilainya negatif

maka tendensinya kelas II.

Dimension

Standard

Pasien

Difference

♀ ♂ Retrognatic Prognatic

Glenoid fs. – S. turcica

S. turcica – P.T.M

Panjangnya maxilla

P.T.M – M1 atas

Panjangnya mandibula

17

17

52

16

101

18

18

52

15

103

17

15

60

25

113

8

9

2

12

TOTAL 17 14

Tabel : Tabel yang Digunakan Wendel Wylie

Kesimpulan displasia antero - posterior Prog - Retro = 14 - 17 = - 3

Sulit mengetahui dengan pasti anomali dan prognosis perawatan dengan

melakukan perhitungan – perhitungan tersebut, karena sulit menentukan dengan

tepat kelima elemen tersebut. Lebih baik kalau kita melihat displasianya satu

persatu.

Displasia Vertikal

11

Gambar : Pengukuran – pengukuran yang digunakan dalam Analisis Displasia

Vertikal

Nilai yang perlu diukur :

Tinggi Ramus Asenden : dari puncak kondilus sampai gonion.

Bila pada foto ternyata titik Gonion kanan dan kiri tak berimpit,

maka kita ambil tengah-tengahnya. .

Panjang tepi inferior mandibula : Menton - Gonion.

Sudut Kondilus : Sudut yang dibentuk oieh dua garis, yakni garis

Go - Puncak kondilus dan Go - Me : < Go - Me.

Tinggi total dari muka : Na – Me.

Tinggi total muka dibagi :

45 % : bagian atas = Nasal (Na -- ANS)

55 % : bagian bawah = dental (ANS - Me)

Dari 171 kasus antara umur 11 - 13 tahun dapat dibagi tiga golongan :

1. Muka proporsional (good)

2. Muka cukup baik (fair)

3. Muka jelek/buruk (poor)

Berikut ini adalah nilai rata – rata perbedaan - perbedaan dari perhitungan untuk

tiap-tiap kelompok :

12

Dimension Good n = 57 Fair n = 61 Poor n = 53

Condylar angle 122,49 ± 0.71 125,33 ± 0,60 129,26 ± 0,79Lower border of mand 63,30 ± 0,46 65,75 ± 0,55 64,24 ± 0,66Ramus height 54,81 ± 0,56 52,13 ± 0,50 52,30 ± 0,59Condyl to Francf 0,54 ± 0,38 - 0,80 ± 0,36 + 0,81 ± 0,51Upper face height 50,65 ± 0,38 48,92 ± 0,35 49,02 ± 0,46Total face height 113,02 ± 0,67 113,43±1 0,68 115,94 ± 1,04U.F.H. x 100T.F.H. 43,84 ± 0,32 43,16 ±0,26 42,16 ± 0,27

Catatan : Tinggi muka total lebih panjang pada anak laki-laki daripada anak wanita.

Proporsi dari bagian atas dinyatakan dengan formula :

T.M. bagian Atas X 100T.M. Total

Contoh analisis kasus dengan analisis Wendell Wylie

Seorang laki-laki dengan data-data

1. Glenoid fossa - S : 20 mm

2. S - PTM : 24 mm

3. PTM - ANS : 60 mm

4. PTM - M1 atas : 23 mm

5. Panjang mandibula : 115 mm

13

Gambar: Skema untuk mengukur displasia antero-posterior (Wendell Wylie)

Dimension ♂ ♀ Penderita Retro Prog

Glenoid fossa – SS – PTMPTM – ANSPTM – M1 atasPanjang Mandibula

18185215

103

17175216

101

20246023

115

2688

1224 12

Jadi mandibula lebih kecil 12 mm. Kesimpulannya adalah retrognati

mandibula.

14

BAB III : ANALISIS WITS

Analisis ini dikembangkan oleh Alexander Jacobson pada tahun

1975. Nama Wits merupakan singkatan dari Universitas Witwatersrand di

Afrika Selatan, tempat Jacobson mengajar. Analisis ini dikembangkan

dengan sampel sebanyak 21 laki-laki dewasa dan 25 wanita dewasa yang

dipilih karena oklusinya yang sangat baik.

Analisis ini merekam disharmoni rahang dalam arah anteroposterior

secara sederhana, mudah, dan berguna, tapi tidak bisa menunjukkan

hubungan rahang terhadap wajah. Analisis Wits digunakan sebagai

pelengkap metode analisis skeletal. Problem utama analisis ini adalah

kemungkinan kesalahan dalam menentukan bidang oklusal. Berikut ini

adalah titik dan bidang dalam analisis Wits:

Titik A : titik paling dalam pada profil anterior maksila

Titik B : titik paling dalam pada permukaan anterior simfisis

mandibula

Bidang oklusal : garis yang ditarik dari puncak tertinggi molar ke

insisal gigi insisif

Analisis ini dilakukan dengan menarik garis tegak lurus masing-masing dari

titik A dan B ke bidang oklusal saat oklusi dalam keadaan maksimal. Titik

pertemuan antara garis A dan B dengan bidang oklusal diberi nama AO dan BO.

Pada oklusi normal, titik BO terletak lebih kurang 1 mm di belakang AO pada

laki-laki atau berimpit (0 mm) pada wanita, sedangkan pada kelainan skeletal

kelas II, titik BO terletak jauh di belakang titik AO. Pada kelainan skeletal kelas

III, titik BO terletak jauh di depan titik AO.

15

Gambar: Titik dan Bidang dalam Analisis Wits

-2 - 1 mm Normal

> 1 mm Kelas II

< -2 mm Kelas III

Tabel : interpretasi Analisis Wits

16

DAFTAR PUSTAKA

Bishara, SE. Textbook of Orthodontics. 2001. Philadelphia: WB Saunders

Company

Cobourne, Martyn T., and Andrew T. DiBiase. Handbook of Orthodontics.

2010. Philadelphia : Mosby Elsevier

Kumar, Vinay and Shobha Sundareswaran. Cephalometric Assessment on

Sagittal Dysplasia : A Review of Twenty-One Method. The Journal of Indian

Orthodontic Society January – March 2014;48(1):33-41

http://www.jaypeejournals.com/eJournals/ShowText.aspx?

ID=5891&Type=FREE&TYP=TOP&IN=_eJournals/images/

JPLOGO.gif&IID=446&Value=23&isPDF=YES

Kusnoto, Hendro. Penggunaan Cephalometri Radiografi dalam Bidang

Orthodonti. Jakarta : Publikasi Universitas Trisakti

Profitt, WR. Contemporary Orthodontics. 4th Ed. 2007. Missouri: Mosby Elsevier

Rakosi, Thomas. An Atlas and Manual of Chepalometric Radiography.

1979. Jerman : Wolfe Medical Publications Ltd.

Strang, Robert H.W. and Will H. Thompson. A Textbook of Orthodontia. 4th Ed.

Philadelphia : Lea & Febiger

17