ANALISIS JURNAL

download ANALISIS JURNAL

of 16

description

Sejarah Peradaban Islam

Transcript of ANALISIS JURNAL

IDENTITAS JURNAL

Nama Penulis : Nur HayatiNama Jurnal : FINIQOSJudul Tulisan : Sejarah Sosial Pemikiran Ibn Khaldun (Dialektika Idealitas Gagasan Dan Realitas Sosial)Jumlah Halaman : 18 HalamanBulan/ Tahun Terbit : Desember 2012Penerbit : The FINIQAS Institute for Islamic and Humanity StudiesKota Terbit : Lhokseumawe Aceh Utara, NADISSN : 2303-3088

A. SEKILAS GAMBARAN UMUM ISI JURNAL Ibn Khaldun dilahirkan di Tunis dalam lingkungan keluarga politisi dan ilmuan pada awal Ramadhan 732 H. Dari latar historis menunjukkan bahwa keluarga Ibn Khaldun mempunyai peran penting dalam dunia politik dan ilmu pengetahuan. Nama-nama besar yang lahir dalam keluarga ini mempunyai andil yang besar dalam dinamika intelektual dan sosio-kultural. Alhasil, lingkungan keluarga berperan dominan dalam membentuk kehidupan Ibn Khaldun, khususnya karakter intelektual dan aktivitas sosial-politik. Dunia politik dan ilmu pengetahuan telah mendarah daging dalam diri Ibn Khaldun sejak kecil. Ditambah lagi dengan kecerdasan otaknya yang juga berpengaruh penting dalam pengembangan karirnya.Ibn Khaldun adalah seorang tokoh besar di dunia Islam yang berhasil mengungkapkan buah pikirannya dalam kitab Mukaddimah sebagai karya monumental yang mengangkat nama dan martabatnya di dunia keilmuan, sehingga pemikir-pemikir barat mengakuinya sebagai seorang pemikir muslim yang sangat dikagumi pada masanya hingga kini. Ini semua tidak terlepas dari pendidikan yang pernah ditempuh Ibn Khaldun.Pendidikan yang pertama sekali didapatkan Ibnu Khaldun adalah dari ayahnya. Hanya saja Ibn Khaldun tidak memberi informasi kepada kita tentang ilmu-ilmu apa yang diambilnya dari sang ayah. Kemungkinan Ibn Khaldun mempelajari ilmu membaca, menulis dan kaedah -kaedah nahwu, sastra dan fiqih dari ayahnya. Hal ini dapat dipahami karena Muhammad Ibn Muhammad ayah Ibn Khaldun adalah sosok yang berpengetahuan luas di bidang agama.Di samping dari ayahnya, Ibn Khaldun juga mempelajari berbagai disiplin ilmu keagamaan dari para guru lainnya di Tunis. Sebagaimana diketahui Tunis saat itu merupakan markas ulama dan sastrawan, karena di Tunis menjadi tempat berkumpulnya ulama Andalusia yang lari akibat berbagai peristiwa politik.Pada tahun 776 H, Ibn Khaldun bersama keluarganya berangkat ke Granada dan tinggal di rumah sahabatnya dari Bani Uraif. Selama empat tahun Ibn Khaldun tinggal bersama keluarganya di rumah yang terpencil itu. Di sanalah dia menulis sebuah karya monomentalnya yaitu al-Ibar. Kitab yang kemudian dikenal dengan nama Muqaddimah Ibn Khaldun. Ketika itu, Ibn Khaldun berusia empat puluh tahun. Pengetahuannya sudah mencapai tahap kesempurnaan dan kematangan dalam membangun basis pemikiran. Hal ini dibuktikan ketika ia banyak menarik kesimpulan dari pengalaman dan observasi emperisnya terhadap masalah sosial pada umumnya. Di Granada Ibnu Khaldun sulit menemukan referensi untuk mendukung penulisan karyanya. Untuk itulah dia ingin kembali ke Tunisia. Sebab di sana terdapat perpustakaan besar yang memungkinkannya menemukan sumber-sumber bacaan yang dibutuhkannya.Setelah itu Ibn Khaldun melanjutkan perjalanannya ke Kairo pada bulan Zulkaidah tahun 784 H. Kairo pada masa itu merupakan pusat ilmu dan pemikiran Islam Timur dan Barat. Para Sultan dari Dinasti Mamluk terkenal dengan sikapnya yang sangat menghargai ilmu pengetahuan. Pada waktu itu al- Azhar adalah sudah menjadi Universitas terkemuka yang merupakan tempat pengembangan ilmu di tingkat tinggi. Di Al-azhar Ibn Khaldun mengajar mata kuliah Hadis, Fikih Maliki serta menerangkan teori-teori ilmu yang semuanya dituangkan dalam kitab Muqaddimah.Sebagai seorang pemikir yang banyak bergelut dalam lintas sejarah, tentu aspek historis yang mengitarinya tidak dapat dilepaskan begitu saja. Namun yang jelas, pemikiran Ibn Khaldun tidak dapat dipisahkan dari akar pemikiran Islamnya. Di sinilah letak alasan mengapa Iqbal mengatakan bahwa seluruh semangat al-Muqaddimah yang merupakan potret pemikiran Ibn Khaldun.

Pemikiran Ibn Khaldun sangatlah rasional dan banyak berpegang pada logika. Hal ini mudah dipahami karena Ibn Khaldun pada masa mudanya pernah belajar filsafat. Banyak pemikiran para filosof sebelumnya telah mempengaruhi pemikiran Ibn Khaldun. Tokoh paling dominan yang mempengaruhi pemikiran Ibn Khaldun adalah Al-Ghazali. Meskipun pemikiran Ibn Khaldun sangat berbeda dengan pemikiran Al-Ghazali dalam penggunaan logika. Al-Ghazali jelas-jelas menentang logika karena hasil pemikiran logika tidak dapat diandalkan. Sedangkan Ibn Khaldun masih menghargainya sebagai metode yang dapat melatih seseorang berpikir sistematis. Bahkan dia mampu menggabungkan metode empirisme al-Ghazali dan rasionalisme Ibn Rusyd.Pada masa Abu Inan menjadi raja Moroko, Ibn Khaldun diangkat sebagai sekretaris kesultanan di Fez, Moroko. Di kota inilah Ibn Khaldun memulai karirnya dalam dunia politik praktis pada tahun 1354 M. Selama 8 tahun tinggal di Fez, banyak perilaku-perilaku politik yang telah dilakukan Ibn Khaldun. Belum lama menjabat sekretaris kesultanan, ia dicurigai oleh raja sebagai pengkhianat dan akhirnya dipenjara selama 21 bulan dan dibebaskan pada masa Abu Salim menjabat sultan Moroko dan Ibn Khaldun kembali diberikan jabatan penting di istana. Tetapi tidak lama kemudian pemberontakan terjadi dan Abu Salim terbunuh. Suasana politik di Fez yang tidak menentu akhirnya pada tahun 1362 Ibn Khaldun berangkat ke Spanyol. Setibanya di Spanyol disambut baik oleh raja Granada tidak lama kemudian diangkat sebagai duta ke istana raja Pedro El Cruel, raja kristen Castila di Sevilla.Selain sebagai aktor politik, Ibn Khaldun juga merupakan punggawa dalam bidang agama Islam. Pemikiran Ibn Khaldun dalam bidang keagamaan sangat kental. Menurut Fuad Baali dan Ali Wardi Ibn Khaldun mempunyai kecenderungan sufistik yang sangat kuat, karena telah dipengaruhi doktrin sufi. Hal ini dibuktikan dengan dinobatkannya sebagai Hakim Agung Mazhab maliki di Mesir selama beberapa kali.Ibn Khaldun termasuk tokoh yang paling sering disebut dalam sejarah intelektual Islam. Ibn Khaldun memang seorang ilmuan dengan penguasaan bidang ilmu pengetahuan yang luas. Hal ini terbukti dari berbagai keahliannya. Dan bahkan dipandang sebagai perintis, pemuka dan pembaharu dalam berbagai disiplin bidang Ilmu pengetahuan. Penguasaan dan kepeloporan Ibn Khaldun dalam sejumlah ilmu mengantarkannya ke puncak populeritas dalam sejarah intelektual. Perhatian dunia terhadap tokoh ini tidak hanya mencuat di kalangan umat Islam, tetapi bahkan terkenal dikalangan ilmuan barat. Dengan karya momentalnya Muqaddimah, ketokohan Ibn Khaldun dalam bidang intelektual menjadi tersohor kesegala penjuru dunia. Dari sini juga akan diketahui berapa luas keilmuan pengarangnya, orang-orang yang mengkaji karya-karya Ibn Khaldun akan meyimpulkan bahwa dia adalah salah seorang pemikir Islam yang paling banyak mendapat perhatian.Sejarah sosial-intelektual Ibn Khaldun telah mengkonfirmasikan kepada kita semua bagaimana hubungan simbiosis antara pemikiran seseorang dengan realitas kehidupan yang mengitarinya. Hal ini mempertegas tentang bagaimana idealitas pemikiran dan dialektika dengan realitas sosial, sehingga tidak ada satu produk pemikiranpun yang independen dari pengaruh sosial. Sebuah pemikiran tidak lahir dari ruang hampa, melainkan dikandung dalam dinamika sosial dan politik yang dilahirkan dari rahimnya sendiri. [footnoteRef:1] [1: Nur Hayati, Sejarah Sosial Pemikiran Ibn Khaldun: Dialektika Idealitas Gagasan Dan Realitas Sosial, dalam FINIQOS: Jurnal Ilmu Keislaman dan Humaniora, Vol. 1, No 2 Desember 2012, h. 344-359]

B. ANALISIS JURNAL Setelah membaca pemaparan dari jurnal yang berjudul Sejarah Sosial Pemikiran Ibn Khaldun: Dialektika Idealitas Gagasan Dan Realitas Sosial. maka dapat disimpulkan bahwa tulisan yang ditulis oleh Saudari Nur Hayati ini telah mengulas secara ringkas dan detil terkait dengan corak pemikiran Ibn Khaldun mengenai realitas sosial dan politik yang buah pikirannya banyak dituangkan di dalam Muqaddimah yang merupakan karya monumentalnya. Tidak hanya perannya sebagai aktor sosial-politik yang telah banyak memberi kontribusi dalam pembentukan watak intelektual dan pengaruh sosial dan politik dalam khazanah intelektual Islam. Dalam ranah pemikiran, tentu tidak diragukan lagi Ibn Khaldun adalah pionir dalam mensintesiskan metode empirisme al-Ghazali dan rasionalisme Ibn Rusyd. Ia mampu menyatukan pola berpikir induktif dan deduktif sekaligus. Pengalaman yang luas dan ilmu pengetahuan yang mendalam telah mengantarkannya melahirkan konsep-konsep baru dan brilian tentang berbagai isu mengenai sosial, sejarah, politik, hukum, pendidikan dan bahasa.Dalam kaitannya dengan pembelajaran bahasa Arab serta urgensinya tentu kontribusi dan pemikirannya Ibn Khaldun memiliki peran yang sangat besar dalam perkembangannya baik dalam pembelajaran maupun sastranya. Sebagaimana kita ketahui Ibn Khaldun adalah pakar dan pembaharu dalam bahasa Arab, hal ini sangat menarik ketika melihat kepada salah satu karyanya yang fundamental dimana beliau memberi dukungan penuh terhadap perkembangan bahasa Arab dan satranya, dan perhatiannya terhadap bahasa Arab beliau curahkan dalam karya tersebut di bab ke enam dimulai dari pasal 36 sampai pasal 50 yang artinya sebanyak 15 pasal yang khusus membicarakan tentang perkembangan bahasa Arab dan sastranya.

Ketika beliau mengklasifikasikan ilmu, Ibnu Khaldun membagi ilmu kepada tiga kelompok besar, yaitu:[footnoteRef:2] [2: Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum Teacing, 2005), h. 22]

a. Kelompok Ilmu Lisan (Bahasa): ilmu tentang tata bahasa (gramatika) sastra dan bahasa yang tersusun secara puitis (syair).b. Kelompok Ilmu Naqli; yaitu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi.c. Kelompok Ilmu Aqli; Ilmu-ilmu yang diperoleh manusia melalui kemampuan berfikir, proses perolehan tersebut dilakukan melalui panca indera dan akal.Diatas tampak jelas bahwa beliau sangat menaruh perhatian yang cukup besar dalam bahasa, dimana beliau memposisikan ilmu Bahasa terutama bahasa Arab dalam urutan yang pertama sebagai landasan untuk memperoleh pengetahuan yang lain. Dalam kitab Muqaddimahnya, Ibn Khaldun mengklasifikasikan ilmu bahasa Arab pada empat kategori, yaitu: ilmu Nahwu (Sintaksis), Ilmu Lughah (Linguistik), Bayan dan Sastra, menurut Ibn Khaldun pengusaan keempat ilmu tersebut sangatlah wajib bagi para ahli agama, kerena semua hukum agama bersumber dari Al-quran dan hadits. Semuanya menggunakan bahasa Arab, maka sudah semestinyalah kita harus mengetahui semua ilmu yang berhubungan dengan bahasa ini bagi orang yang ingin menguasai ilmu agama.[footnoteRef:3] [3: Abdurrahman bin Muhammmad bin Khaldun, Mukaddimah (terj.) Masturi Irhan. Dkk, (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2001), h. 1016.]

Menurut beliau penekanan dalam kajian bahasa Arab yang pertama adalah ilmu nahwu, karena ilmu nahwu itu adalah karakter bahasa Arab asli, sehingga apabila karakter ini hilang maka secara otomatis bahasa Arab juga akan ikut hilang.[footnoteRef:4] [4: Ibid., h. 1018.]

Yang kedua adalah ilmu lughah (ilmu bahasa), atau sering disebut dengan Linguistik. Beliau adalah orang yang sangat pakar dalam ilmu linguistik, yang mencakup di dalamnya ilmu-ilmu bahasa Arab dan sastranya. Ibn Khaldun menyebutkan dalam auto biografinya Taarif, bahwasanya ia sejak muda di Tunis telah memepelajari banyak referensi penting yang berkaitan dengan keilmuan bahasa Arab, baik dari kaidah maupun sastranya, beliau juga bnyak belajar kepada pakar linguistik, diantara buku yang dipelajarinya adalah; kitab Tashil karya Ibn Malik, Syarhul Hushairy ala Tashil Muallaqat, Kitab Hamasah lil Alam, Diwan Abi Hatim.[footnoteRef:5] [5: Ali Abdul Wahid Wafi, Abdurrahman bin Khaldun, (terj.) Sarinarulita, Kejeniusan IbnKhaldun, (Jakarta: Nuansa Press, 2004), h. 359]

Dalam hal maharah al-lughawiyah beliau mengungkapkan bahwa pendengaran (istima) adalah dasar dari naluri berbahasa. Sehingga beliau memeperkuat teori tentang pengusaan bahasa yang pertama adalah dengan mendengar. Ketika dieranya rusaknya bahasa Arab menurut hemat Ibn Khaldun adalah karena bangsa Arab sering mereka dengar bahasa non Arab. Kemudian dari skil membaca (maharah al-qiraah) beliau adalah orang yang sangat peduli tentang bacaan sehingga sangat banyak referensi- referensi beliau tentang pengetahuan dan kebahasaan. Hal itu beliau lakukan sejak masih remaja. Skil yang terakhir adalah menulis (maharah al-kitabah), dalam hal menulis tidak diragukan lagi beliau adalah sosok penulis yang sangat brilian dan analitis, dimana dalam menulis beliau mampu memilih kosa-kata yang tepat dan menggunakan kosa-kata yang tidak pernah digunakan lagi oleh masyarakat Arab saat itu sehingga secara tidak langsung beliau telah mengangkat kosa-kata yang hampir punah. Ia telah banyak menuliskan surat-surat baik itu surat biasa maupun surat resmi semenjak beliau mengemban tugas resmi sebagai sekretaris rahasia dan pribadi Abu Salim bin Abu Hasan, Ia menghidupkan kembali ungkapan-ungkapan Arab asli yang populer pada masa kejayaan sebelumnya. Menurut Ibn Khaldun bahasa adalah malakah (kemampuan atau keistimewaan), jadi bahasa adalah kemampuan yang terdapat pada lisan untuk mengungkapkan makna-makna, dimana baik buruknya bahasa sejalan dengan kesempurnaan malakah tersebut. Pemerolehan malakah berbahasa didapatkan dengan berulang- berulang suatu kejadian dan ungkapan.Sepanjang kajian Ibn Khaldun bahasa Arab yang paling fasih dan jelas adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Quraisy, karena mereka terletak jauh dari keramaian orang ajam, kemudian disusul dengan suku-suku sekelilingnya seperti suku Tsaqif, Hudzail, Khuzaah, Bani Kinanah, Ghathfan, Bani Asad, dan Bani Tamim. Sejauh penelitian Ibn Khaldun suku Rabiah, Lakhm, Judzam, Ghassan, Iyad, Qudhaah, Orang Yaman, Persia, Roma, Habasyah, kemampuan berbahasa Arab mereka jauh dari sempurna karena mereka sering bergaul dengan orang non Arab dan jauh dengan masyrakat Quraisy. Menurut Ibnu Khaldun, bahasa Arab bukanlah hasil karya cipta mereka, tetapi merupakan warisan yang sudah ada secara turun temurun.[footnoteRef:6] [6: Abdurrahman bin Muhammmad bin Khaldun, Mukaddimah, h. 1027-1032]

Dalam pengajaran bahasa Mudhar atau bahasa Arab dalam kajian Ibn Khaldun adalah sesuatu yang memungkinkan untuk dipelajari. Karena bahasa adalah malakah atau naluri. Adapun metode pembelajaran yang dapat digunakan dan diterapkan kepada orang-orang yang ingin mendapat naluri berbahasa ini adalah dengan menjaga dan menghafal bahasa-bahasa terdahulu yang pernah mereka (red: orang Arab) gunakan yang berlaku sebagimana uslub- uslub (gaya berbahasa) yang terdapat dalam Al-Quran, Hadist, bahasaKhutbah, prosa dan syair-syair yang mereka ungkapkan.Dalam analisa Ibn Khaldun dengan banyak menghafal perkataan mereka, baik syair maupun prosa akan membuat orang yang mempelajari bahasa Arab itu seolah-olah dia itu tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat Arab. Selanjutnya orang tersebut akan mengungkapkan apa yang ada dalam hatinya dengan cara yang mereka gunakan secara langsung, dengan demikian ia akan mendapatkan malakah berbahasa yang benar dan fasih.Disamping menghafal kemudian diharapkan untuk dapat mempergunakan atau mempraktekkan semua ungkapan yang sudah ada. Setelah itu dibutuhkan pemahaman yang baik terhadap gaya dan uslub-uslub orang Arab gunakan dan penyesuian penggunaanya dengan kondisi dan tempatnya. Sehingga akan melahirkan malakah yang luar biasa. Didasarkan pada hafalan, penggunaan, maka kehebatan berbahasa akan bisa terciptakan. Maka siapa saja yang sudah menguasai malakah ini maka ia sudah menguasai bahasa ini.[footnoteRef:7] [7: Ibid., h. 1036-1037]

Dewasa ini, metode Ibnu Khaldun dalam pengajaran bahasa terus dipergunakan di berbagai Lembaga Pendidikan, di Indonesia misalnya kita dapat mensurvei dan mengobservasi di berberbagai Lembaga Pendidikan, mereka para guru dalam mengajarkan bahasa Arab ini di sodorkan dengan cara menghafalkan anak-anak berbagai kosakata dan ungkapan-ungkapannya kemudian mereka memerintah anak-anak untuk berbicara dan menulis berdasarkan penguasaan kosakata mereka. Hal ini terjadi disemua Lembaga Pendidikan mulai dari Madrasah Ibtidaiyyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), bahkan sampai ke Perguruan Tinggi dan bahkan juga terjadi pada pesantren Modern, Terpadu dan sebagian Salafiy.Dalam penjabaran selanjutnya untuk penguasaan kosakata itu maka mulailah banyak muncul berbagai macam metode, misalnya metode Qawaid wa at-Tarjamah (gramatika dan tarjamah), metode Mubasyirah (direktif), metode Intiqaiyyah (eklektik) dan sebagainya. Disamping menghafal, Ibn Khaldun juga memaparkan metode berinteraksi secara langsung dengan masyarakat Arab (native speaker), beliau berkata: sebenarnya pendidikan yang dilakukan dengan cara berinteraksi langsung dengan bahasa dan perkataan orang Arab.[footnoteRef:8] [8: Ibid., h. 1045]

Hal lain yang tidak luput dari perhatian Ibn Khaldun dan merupakan kajian tersendiri dalam bahasa Arab adalah Prosa dan Puisi. Sehingga menurut beliau tidak banyak orang yang menguasai Ilmu Prosa dan Puisi secara bersama. Sehingga beliau mengatakan jika sudah mahir berbahasa Ajam (non Arab) maka akan sulit untuk berbahasa Arab, jalan alternatif yang beliau tawarkan adalah dengan cara meningkatkan kemampuan dalam hal pelafalan.[footnoteRef:9] [9: Ibid., h. 1053]

Disamping puisi dan prosa hal yang tak kalah pentingnya perhatian Ibn Khaldun adalah kajian Syair. Meneurut Ibn Khaldun syair adalah suatu kererampilan berbahasa yang dimiliki bangsa Arab. Syair bangsa Arab berbeda dangan dengan bangsa lain, syair Arab meemiliki yang khas dan modelnya yang unik. Syair Arab terdiri dari wazan, selalu sama huruf akhirnya, setiap bagian disebut bait, dan huruf diakhir bait yang selalu sama dinamai rawiyah dan qafiyah, sedangkan qashidah adalah kumpulan dari bait-bait.Ciri lain adalah setiap bait disusun sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memuat pesan yang utuh. Setiap bait mirip ungkapan yang berdiri sendiri. Andai dipisahkan dari bait sebelum dan sesudahnya maka satu pesan telah tersampaikan dengan sempurna, baik dalam syair pujian, rayuan, atau ratapan belasungkawa. Setiap penyair akan berusaha keras memberi muatan pesan agar setiap bait dapat menyampaikan pesannya secara utuh, barulah memulai bait baru. Didalam bersyair menggunakan wazan-wazan yang disebut sebagai buhur.Keahlian bersyair bagi bangsa Arab adalah sebuah kehormatan, untuk itulah mereka memilih syair dalam penulisan ilmu pengetahuan dan sejarah, mereka menjadikan syair sebagai saksi atas semua pengetahuan mereka. Mereka menjadikannya sebagai rujukan, baik bidang keilmuan atau kebijaksanaan hidup. Karena syair adalah model bahasa yang sulit, unik, dan syair adalah ujian bagi otak untuk selalu menampilkan syair dengan pola yang terbaik. Dalam kemampuan bersyair tidak cukup hanya dengan kemampuan berbahasa Arab saja. Tetapi juga membutuhkan keluwesan naluriah dan upaya nyata untuk menguasai pola-pola bahasa yang menjadi cir khas syair Arab.[footnoteRef:10] [10: Ibid., h. 1056]

Untuk mempelajari syair dan mengubahnya, Ibn Khaldun memberikan beberapa metode dan beberapa syarat; pertama, menghapalkan syair-syair Arab yang baku dan standar sampai tumbuh kemampuan untuk meniru dan mencontohkannya. Menurut Ibn Khaldun beliau menyarankan untuk memilih syair-syair yang dihapal yang bertema bebas, murni dan mengandung banyak uslub. Dan juga harus penyair muslim ternama seperti Ibn Abi Rabiah, Kutasyyir, Dzur Rahmah, Jarir, Abu Nuwwas, Habib, Al-Buhtiri, Ar-Radhi dan Abu Firas. Belaiu juga menganjurkan untuk membaca buku al-Ghani. Kemudian mulailah menyusun syair secara terus menerus.Dalam proses penyusunan harus dalam kondisi nyaman dan tenang. Banyak kalangan berpendapat bahwa yang paling dipilih untuk mengubah syair adalah saat subuh, saat terbangun dari tidur, dalam perut kosong, pikiran masih segar dan suasana nyaman. Ada juga yang mengatakan bahwa termasuk yang membangkitkan inspirasi adalah perasaan rindu dan mabuk cinta. Kemudian jangan memaksakan diri. Selanjutnya adalah mengoreksi dan melakukan penyuntingan. Penyair juga harus menjauhi tarkib-tarkib yang rumit. Seorang penyair juga harus menghindari lafadz-lafadz yang aneh atau sebaliknya yang pasaran ketika digunakan. Setelah semua langkah usaha menggubah syair selesai dan masih saja dirasa sulit, langkah selanjutnya adalah lebih banyak berinteraksi dan menelaah syair- syair Arab baku.[footnoteRef:11] [11: Ibid., h. 1062]

C. DAFTAR PUSTAKAAbdurrahman bin Muhammmad bin Khaldun, Mukaddimah (terj.) Masturi Irhan. Dkk, Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 2001.Ali Abdul Wahid Wafi, Abdurrahman bin Khaldun, (terj.) Sarinarulita, Kejeniusan Ibn Khaldun, Jakarta: Nuansa Press, 2004.Nur Hayati, Sejarah Sosial Pemikiran Ibn Khaldun: Dialektika Idealitas Gagasan Dan Realitas Sosial, dalam FINIQOS: Jurnal Ilmu Keislaman dan Humaniora, Vol. 1, No 2 Desember 2012.Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Quantum Teacing, 2005.1