ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER...
Transcript of ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER...
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER
KOLON DENGAN PENDEKATAN TEORI PEACEFUL END
OF LIFE DAN EDUKASI PERAWATAN KOLOSTOMI
BERDASARKAN EVIDENCE BASED NURSING DI RSKD
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
ARIES ASMOROHADI
1106042643
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
DEPOK
JUNI 2014
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KANKER
KOLON DENGAN PENDEKATAN TEORI PEACEFUL END
OF LIFE DAN EDUKASI PERAWATAN KOLOSTOMI
BERDASARKAN EVIDENCE BASED NURSING DI RSKD
JAKARTA
KARYA ILMIAH AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Spesialis Keperawatan (Sp.Kep) Medikal Bedah Peminatan Onkologi
ARIES ASMOROHADI
1106042643
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN SPESIALIS KEPERAWATAN
DEPOK
JUNI 2014
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehinggga penyusunan karya ilmia akhir sebagai persyaratan untuk
memperoleh spesialis keperawatan medikal bedah. Penyusunan karya ilmiah akhir
yang berjudul “Analisis Asuhan Keperawatan Dengan Pendekatan Teori
Peaceful end of Life Pada Kanker Kolon dan Edukasi Perawatan Kolostomi
Berdasarkan Evidence Based Nursing di RSKD Jakarta” ini dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan
terima kasih ini terutama disampaikan kepada:
1. Junaiti Sahar., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia.
2. Henny Permatasari, SKp., M.Kep., Sp.Kom, selaku Ketua Program Studi
Magister dan Spesialis Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
3. Agung Waluyo, S.Kp., MSc., PhD, selaku pembimbing I yang telah
membimbing penulis dengan sabar, bijaksana dan sangat cermat serta
memberikan motivasi yang tinggi dalam penyelesaian karya ilmiah akhir.
4. Riri Maria, S.Kp.,MANP, selaku pembimbing II yang banyak memberi
petunjuk dan masukan yang sangat teliti dalam penyelesaian karya ilmiah
akhir
5. Retno Purwanti, SKp., M.Biomed, Sp,Onk, selaku supervisor klinik yang telah
membimbing dan berbagi ilmu dan pengalaman dalam mengelola pasien
kanker
6. Ns. Retno Setiowati, S.Kep., Sp.Onk., MKM, selaku supervisor klinik yang
telah memberikan masukan yang kontruktif dan berharga dalam melaksanakan
praktik residensi
7. Ns. Dewi Handayani, S.Kep serta rekan sejawat di ruang Teratai RSKD
Jakarata yang telah memberikan kesempatan dan memfasilitasi dalam
melaksanakan asuhan keperawatan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
vi
8. Keluarga tercinta (Alm) Bapak Supardi, Ibunda Sri Hartini, yang memberikan
dukungan dan senantiasa mendoakan, sehingga mampu menyelesaikan karya
ilmiah akhir ini.
9. Istriku tersayang Cucu Lusiyanti, dan Anakku Ananda Almas dan Yesha yang
selalu memberi inspirasi, semangat dan doaNya.
10. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini yang
tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu.
Akhir kata terima kasih pada semuanya dan penulis sadar bahwa karya ilmiah ini
masih perlu penyempurnaan lebih lanjut, penulis berharap masukan, koreksi,
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini.
Depok, Juni 2014
Peneliti
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
viii
ABSTRAK
Nama : Aries Asmorohadi
Program Studi : Pendidikan Spesialis Keperawatan Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
Judul : Analisis Asuhan Keperawatan Pada Kanker Kolon Dengan
Pendekatan Teori Peaceful End Of Life dan Edukasi
Perawatan Kolostomi Berdasarkan Evidence Based Nursing
di RSKD Jakarta
Karya ilmiah akhir ini merupakan kumpulan dari laporan praktik residensi
keperawatan medikal bedah yang terdiri dari laporan kasus kelolaan, penerapan
edukasi perawatan kolostomi berdasarkan evidence based nursing dan laporan
inovasi tentang aplikasi pengkajian ESAS (edmonton symptom assessment
system). Praktik ini menerapkan asuhan keperawatan pada pasien kanker dengan
menggunakan pendekatan teori peaceful end of life. Fokus dari teori ini adalah
menerapkan lima konsep utama yaitu nyeri, nyaman, dihargai dan kedekatan
dengan orang yang bermakna. Tujuan dari pendekatan teori ini adalah untuk
mencapai kehidupan yang damai dan berarti bagi keluarga dan orang lain diakhir
kehidupannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan pasien adalah edukasi. Edukasi perawatan kolostomi bertujuan untuk
memandirikan pasien dalam merawat kolostominya. Metode edukasi perawatan
kolostomi dengan audiovisual mampu memberikan motivasi pada pasien kanker.
Selama proses perawatan keluhan pasien harus mendapatkan perhatian yang
khusus. Pengkajian ESAS akan membantu mencatat keluhan secara sistematis.
Kelima konsep dari teori peaceful end of life dapat dijadikan acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien kanker, sedangkan edukasi perawatan
kolostomi dengan menggunakan audovisual lebih mudah dipahami oleh pasien,
dan format pengkajian ESAS merupakan instrumen pengkajian yang valid, layak
dan dapat diandalkan untuk menilai gejala yang dirasakan pasien.
Kata kunci: keperawatan medikal bedah, peaceful end of life, edukasi kolostomi,
ESAS, kanker.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
ix
ABSTRACT
Name : Aries Asmorohadi
Study Program : Medical Surgical Nurse Specialist Faculty of Nursing,
University of Indonesia
Title : Analysis Nursing Care in Colon Cancer with Approach
Theory Peaceful End of Life and Education Colostomy by
Evidence Based Nursing in RSKD Jakarta
Scientific work is a compilation of the final report medical-surgical nursing
practice residency which consists of case reports under management, the
application of colostomy care education based on evidence based nursing and
innovation reports on applications ESAS assessment (edmonton symptom
assessment system). This is implement nursing care to cancer patients using a
theoretical approach peaceful end of life. The focus of this theory is the
application of the five main concepts of pain, comfortable, valued and meaningful
proximity with people. The purpose of this theoretical approach is to achieve a
peaceful and meaningful life for families and others at the end of his life. One
effort to improve the knowledge and skills of the patient was education. Education
aims to colostomy selfcare. Method of education with audiovisual able to
motivate cancer patients. During the treatment process of the patient's complaints
should get special attention. ESAS assessment will help record complaints
systematically. The fifth concept of the peaceful end of life theory can be used as
a reference in performing nursing care to cancer patients, whereas colostomy care
education by using audiovisual more easily understood by the patient, and
assessment formats ESAS is a valid assessment instrument, feasible and reliable.
Keywords: medical-surgical nursing, peaceful end of life, education colostomy,
ESAS, cancer.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
KATA PENGANTAR......................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................... vi
HALAMAN ABSTRAK.................................................................................... vii
ABSTRACK........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
DAFTAR SKEMA.............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian..................................................................................... 9
1.3 Manfaat Penelitian................................................................................... 10
1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................ 10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 11
2.1 Anatomi Fisiologi Kolon dan Rektum................................................... 11
2.2 Karsinoma Kolorektal ............................................................................. 12
2.2.1 Definisi ........................................................................................... 12
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko ............................................................13
2.2.3 Patofisiologi ..................................................................................14
2.2.4 Gambaran Klinis ........................ ...................................................15
2.2.5 Pemeriksaan Kanker Kolon ...........................................................16
2.2.6 Klasifikasi Stadium .......................................................................17
2.2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan .....................................19
2.2.7.1 Pembedahan ......................................................................19
2.2.7.2 Perawatan Pre Operasi ..................................................... 20
2.2.7.3 Perawatan Post Operasi .....................................................20
2.2.7.4 Fistula Enterocutaneuos.................................................... 20
2.2.7.5 Kemoterapi ........................................................................24
2.2.7.6 Manajemen Keperawatan pada Pasien dengan
Kemoterapi..........................................................................24
2.2.7.7 Radioterapi ........................................................................ 25
2.2.7.8 Manajemen Keperawatan pada Pasien Radioterapi........... 25
2.2.8 Pendidikan Kesehatan ........................................................................... 26
2.2.8.1 Tujuan Pendidikan Kesehatan ................................................... 26
2.2.9 Kolostomi .............................................................................................. 28
2.2.9.1 Perawatan Kolostomi ................................................................ 29
2.2.9.2 Edukasi Perawatan Stoma ........................................................ 30
2.3 Teori Peaceful End of Life ...................................................................... 32
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xi
2.4 Hubungan Antara Lima Konsep Utama Teori Peaceful End of Life ....... 33
2.5 Kriteria Hasil Sebagai Indikator Standar Teori Peaceful End of
Life .................................................................................................. 34
2.6 Kriteria Hasil Standar Teori Peaceful End of Life ............................ 34
2.7 Aplikasi Teori Peaceful End of Life pada Asuhan Keperawatan
Pasien Kanker....................................................................................35
2.7.1 Pengkajian Keperawatan ....................................................... 35
2.7.1.1 Pengkajian Nyeri ........................................................ 35
2.7.1.2 Pengkajian Nyaman.......................................37
2.7.1.3Pengkajian Pengalaman Bermartabat dan
dihormati.......................................................38
2.7.1.4 Pengkajian Damai ........................................38
2.7.1.5 Pengkajian Kedekatan dengan
Orang yang Bermakna .................................39
2.7.2 Diagnosis Keperawatan ........................................................... 39
2.7.3 Intervensi Keperawatan ......................................................... 40
2.7.4 Evaluasi Keperawatan ........................................................... 40
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KELOLAAN.................... 41
3.1 Diskripsi Kasus Kelolaan Utama ............................................................. 41
3.2 Penerapan Teori Teori Peaceful End of Life ............................................43
3.2.1 Pengkajian Keperawatan.................................................................44
3.2.1.1 Nyeri ....................................................................................44
3.2.1.2 Rasa Nyaman........................................................................44
3.2.1.3 Rasa Bermartabat dan Dihargai............................................45
3.2.1.4 Rasa Kedamaian...................................................................45
3.2.1.5 Kedekatan dengan Orang yang Bermakna...........................46
3.2.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................46
3.2.3 Penetapan Tujuan ............................................................................47
3.2.4 Intervensi Keperawatan ...................................................................48
3.2.4.1 Pain Management (1400).....................................................49
3.2.4.2 Nutrition Theraphy (1120) ..................................................49
3.2.4.3 Woundcare: Closed Drainage (3632) ........................... .....49
3.2.4.4 Fluid Management (4120) ...................................................49
3.2.4.5 Anxiety Reduction (5820).....................................................50
3.2.4.6 Energy Management (0180) ................................................50
3.2.5 Evaluasi............................................................................................50
3.2.5.1 Nyeri kronis ........................................................................50
3.2.5.2 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan.......... 51
3.2.5.3 Pembentukan Fistula ...........................................................51
3.2.5.4 Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan.........................51
3.2.5.5 Ansietas ...............................................................................51
3.2.5.6 Hambatan Mobilitas Fisik....................................................51
3.3 Edukasi Perawatan Kolostomi Berdasarkan Evidence Base Nursing..... 52
3.3.1 Latar Belakang.................................................................................52
3.3.2 Masalah Klinis................................................................................ 54
3.3.2 Search Strategi ................................................................................55
3.3.3 Analisis Literatur Pendukung .........................................................56
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xii
3.3.3.1 Ringkasan Penelitian ..........................................................56
3.3.4 Critical Appraisal............................................................................58
3.3.4.1 Validitas Reabilitas ............................................................58
3.3.4.2 Importancy...........................................................................59
3.3.4.3 Aplikabilitas .......................................................................60
3.3.5 Proses Penerapan EBN ...................................................................61
3.3.5.1 Persiapan .............................................................................61
3.3.5.2 Pelaksanaan .........................................................................63
3.3.6 Hambatan dan Solusi ......................................................................64
3.4 Penerapan Pengkajian ESAS Pada Pasien Paliatif ..................................64
3.4.1 Latar Belakang ................................................................................64
3.4.2 Analisa Situasi ................................................................................66
3.4.2.1 Strenght ...............................................................................67
3.4.2.2 Weaknesses .........................................................................68
3.4.2.3 Oportunities ........................................................................68
3.4.2.4 Threats.................................................................................69
3.4.3 Kegiatan Inovasi .............................................................................70
3.4.3.1 Persiapan .............................................................................70
3.4.3.2 Pelaksanaan ........................................................................72
3.4.3.3 Evaluasi ..............................................................................73
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................................ 75
4.1 Asuhan Keperawatan pada Kanker Kolon dengan Pendekatan Teori
Peaceful End of Life .............................................................................. 75
4.1.1 Aplikasi Teori Peaceful End of Life ............................................ 77
4.1.2 Nyeri.............................................................................................78
4.1.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan ...................................................................................80
4.1.4 Pembentukan Fistula....................................................................83
4.1.5 Resiko Ketidakseimbangan Volume Cairan................................85
4.1.6 Ansietas....................................................................................... 86
4.1.7 Hambatan Mobilitas Fisik ...........................................................90
4.2 Aplikasi Teori Peaceful End of Life Pada 30 Kasus Kelolaan .............. 91
4.2.1 Jenis Kanker Pada Kasus Kelolaan .............................................. 91
4.2.2 Masalah Pada Kasus Kelolaan .................................................92
4.2.3 Penerapan Teori Peaceful End of Life pada
Kasus Kelolaan..........................................................................94
4.2.4 Faktor Resiko Kanker pada Kasus Kelolaan ...........................96
4.3 Edukasi Perawatan Kolostomi dengan Audovisual Sebagai
Evidence Based Nursing ....................................................................... 96
4.4 Analisis Pengkajian ESAS ................................................................... 101
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 104
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 104
5.2 Saran ........................................................................................................105
5.2.1 Bagi Pelayanan Kesehatan ............................................................. 105
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan ......................................... 105
DAFTAR PUSTAKA
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi Kolon dan Rektum................................................12
Gambar 2.2 Kanker Kolon dan Polip..................................................... 14
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Stadium Kanker...................... ..................................18
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xv
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1 Hubungan Antara Lima Konsep Utama Teori Peaceful End
of Life .......................................................................................... 30
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Form Pengkajian Pengkajian Rawat Inap
Lampiran 2 Grafik ESAS
Lampiran 3 Petunjuk Pengisian ESAS
Lampiran 4 Informed Consent
Lampiran 5 Resume Kasus Kelolaan
Lampiran 6 Lembar Penilaian Edukasi
Lampiran 7 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 8 Laporan Kasus
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xvii
DAFTAR SINGKATAN
AC : Air Conditioner
AML : Acute Myeloid Leukemia
ANA : American Nursing Association
AICR : American Institute fo Cancer Research
BMR : Basal Metabilsme Requerement
CA : Carbohydrate Antigene
CCM : Clinical Case Manager
CEA : Anticarsinoembrionic
CM : Centimeter
CT : Computerise Tomography
CTVC : Computerise Tomography Virtual
Depkes : Departemen Kesehatan
DNA : Deoxyribo Nucleic Acid
DIII : Diploma 3
EBN : Evidence Based Nursing EBNP : Evidence Based Nursing Practice
EBSCO : Elton B. Stephens Company
ECF : Enterocutaneus Fistula
ECOG : Eastern Cooperative Oncology Group
ESAS : Edmonton Symptom Assessment System
ETN : Enterostomal Therapy Nurse
FAP : Familial Adenomatus Polyposis
HNPCC : Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer
HPEQ : Health Profesional Education Quality
ICU : Intensive Care Unit
IWL : Insesibel Water Loss
JCI : Joint Comission International
JCR : Jakarta Cancer Regestry
KGB : Kelenjar Getah Bening
Kg : Kilogram
KNF : Kanker Nasofaring
LMNH : Limphomes Malins Non Hodgkinien
LNH : Limphomes Non Hodgkinien
MEDLINE : Medical Literatur Analysis and Retrieval System
MDS RAEB : Mielodysplastic Syndrome Refractory Animea with With Excess
Blasts
MRI : Magnetic Resonance Imaging
Na Cl : Natrium Clorida
NHS : National Health Service
NANDA : North American Nursing Diagnosis association
NCCN : National Comprehensive Cancer Network
NIC : Nursing Intervention Classification
NOC : Nursing Outcome Classification
NSAID : Non Steroidal Anti-Inflamatory Drug
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
xviii
NNT : Number Needed To Treat
OAN : Oncology Certifed Nursing
ONS : Oncology Nursing Society
PA : Patologi Anatomi
PET : Tomography Emition Positron
PICO : Population Intervention Comparation Outcome
RSKD : Rumah Sakit Kanker Dharmais
RCT : Randomised Controled Trial
ROM : Range of Motion
Sp.Kep : Spesialis Keperawatan
SWOT : Strenght, Weaknesses, Oportunities, Threats
TNM : Tumor Nodul Metastase
UICC : Union for International for Cancer Control
USG : Ultrasonografi
WCRF : Wold Cancer Fun Research Fun
WHO : World Health Organization
5 FU : 5 Fluorourasil
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab 1 akan membahas tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan dan sistematika penulisan karya ilmiah akhir.
1.1 Latar Belakang
Kanker kolorektal merupakan suatu jenis penyakit keganasan atau tumor
ganas yang tumbuh dan berkembang dalam struktur lapisan epitel kolon atau
rektum (Sjamsuhidayat, 2006; American Cancer Society, 2011; Healtcare
Improvment Scotland, 2011). Meningkatnya insiden kanker kolorektal sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya hidup. Pengaruh lingkungan
khususnya diet mempunyai peranan penting dan dapat menjadikan penyebab
terjadinya kanker kolon dan rektum. Tingginya kosumsi protein hewani,
lemak dan rendahnya kosumsi makanan rendah serat merupakan faktor
insiden yang tinggi terjadinya kanker kolon (Desen, 2011). Faktor keturunan
dapat juga berperan sebagai pencetus timbulnya kanker jenis ini. Pengaruh
genetik yang berasal dari sindrom karsinoma poliposis dapat menjadi
predisposisi genetik timbulnya penyakit kanker. Terdapat pengaruh dari
sejumlah sidroma genetik menurut hukum mandel dan kecenderungan terjadi
pada tumor jinak dan ganas. Garis keturunan pertama (first degree relatives)
dari pasien yang menderita karsinoma kolorektal mempunyai risiko tiga kali
lipat lebih besar (Kamp, 2004; Sjamsuhidayat, 2006). Perkembangan kanker
kolorektal merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik yang
didapat dan berkembang menjadi kanker kolorektal (Robbins, 2005).
Insiden rata-rata kanker kolon di dunia mencapai 16,6 per 100.000 laki-laki
dan 14,7 per 100.000 perempuan, sedangkan kanker rektum rata-rata pada
laki-laki adalah 11,9 per 100.000 orang dan perempuan 7,7 per 100.00.
Besarnya angka kejadian ini memberikan informasi bahwa kejadian kanker
kolon di dunia merupakan suatu ancaman dan harus dilakukan suatu tindakan
1
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
2
Universitas Indonesia
pencegahan yang optimal. Insiden kanker kolon tertinggi di dunia adalah pria
Amerika keturunan Jepang yang tinggal di Hawai, sedangkan untuk kanker
rektum tertinggi adalah pria asal Hongaria. Kanker kolorektal menduduki
peringkat ke tiga dan sekaligus menjadi penyebab utama kematian ketiga di
Amerika Serikat (Desen, 2011). Kanker kolon rektal merupakan kanker jenis
kanker yang menduduki peringkat kedua dan hampir duapertiga dari semua
kusus yang ada di negara berkembang. Kanker kolorektal lebih sering terjadi
di negara-negara kaya, namun sekarang kasusnya meningkat di negara
berkembang (WHO, 1997). Angka kejadian kanker yang disediakan oleh
National Cancer Institute survelance, Epidemologi dan hasil akhir program
The North America Assotiation of Central Cancer Registries serta data
kematian dari National Center for Health Statistics, menyebutkan bahwa
pada tahun 2014 diperkiran 71.830 laki-laki dan 65.000 perempuan akan
terdiagnosis kanker kolorektal dan 26.270 laki-laki dan 24.040 perempuan
akan meninggal akibat dari kanker kolorektal (Siegel, 2014).
Menurut Departemen Kesehatan (2006), kanker kolon dan rektum menempati
urutan ketiga terbanyak di Indonesia. Data yang dikumpulkan dari 13 pusat
kanker di Indonesia, kanker kolorektal merupakan salah satu dari 5 kanker
yang paling sering terjadi baik pada pria maupun wanita. Kasus kanker
kolorektal di Indonesia mencapai 1,8 per 100.000 penduduk dan berdasarkan
data rekam medik hanya didapatkan 247 penderita dengan catatan lengkap,
terdiri dari 203 (54,57%) pria dan 169 (43,45%) wanita berusia antara 20-71
tahun (Depkes 2006; RS. Dharmais). Sejak tahun 1994-2003, terdapat 372
keganasan kolorektal yang datang berobat ke RS Kanker Dharmais.
Berdasarkan survei Jakarta Cancer Regestry yang dilakukan pada 79 rumah
sakit di Jakarta menempatkan kanker kolorektal pada urutan ketiga. Insiden
kanker kolorektal pada laki-laki mencapai 12,49% menduduki urutan ketiga
setelah kanker paru dan prostat, sedangkan pada perempuan dengan
prosentase kasus 11,68%, menduduki urutan ketiga, setelah kanker payudara
dan servik (Palupi, 2013). Kejadian penyakit kanker kolon cukup tinggi dan
kejadian terus meningkat pada usia 40 tahun (Sjamsuhidayat, 2006).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
3
Universitas Indonesia
Kanker kolon dan rektum jenis adenokarsinoma sebagian besar berawal dari
lapisan epitel kolon dan rektum. Dimulai dengan adanya polip jinak
kemudian berkembang terus menjadi ganas dan menyusup serta merusak
jaringan normal bahkan meluas ke dalam struktur organ sekitarnya. Sel
kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang
lain dan paling sering terjadi ke hati (Corwin, 2009). Kanker kolorektal dapat
terjadi karena adanya proses interaksi yang komplek antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melalui
proses rentang waktu yang lama yang diakibatkan faktor lingkungan. Kondisi
ini yang dapat menimbulkan berbagai perubahan genetik yang kemudian
berkembang menjadi kanker.
Kanker kolorektal tidak akan muncul secara mendadak, melainkan melalui
proses yang dapat diidentifikasi dengan melihat mukosa kolon seperti pada
displasia adenoma. Secara makroskopis terdapat tiga tipe karsinoma kolon
dan rektum. Tipe polipoid atau vegetatif tumbuh menonjol ke dalam lumen
usus dan berbentuk bunga kol ditemukan terutama di sekum dan kolon
asenden. Tipe skirus sering mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi
stenosis dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon desenden,
sigmoid, dan rektum. Bentuk ulseratif dapat terjadi karena nekrosis pada
bagian sentral rektum, kemudian pada tahap lanjut sebagian besar karsinoma
kolon mengalami ulserasi dan menjadi tukak maligna (Abdullah, 2006).
Kanker kolon stadium dini tidak ada gejala yang jelas, namun setelah
penyakit berkembang ke tingkat lanjut akan timbul gejala klinis. Tanda iritasi
usus seperti sering buang air besar, diare atau konstipasi dan nyeri pada
abdomen. Tumor yang sudah mengalami ulserasi akan terjadi perdarahan dan
akan terlihat dari warna feses yang bercampur dengan darah seperti selai
hitam. Ileus merupakan suatu tanda lanjut dari kanker kolon yang disebabkan
oleh adanya ulserasi atau hiperplastik yang menginvasi kesekitar dinding usus
dan membuat lumen usus menyempit sehingga terjadi ileus. Massa di
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
4
Universitas Indonesia
abdominal akan terus tumbuh hingga batas tertentu didaerah abdomen
sehingga pada pemeriksaan palpasi akan mudah teraba (Desem, 2011).
Penatalaksanaan kanker kolon dan rektum saat ini yang paling efektif adalah
operasi. Terapi lain yang digunakan untuk pengobatan kanker kolon dan
rektum efektifitasnya masih kurang baik. Tindakan yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan reseksi secara radikal harus diupayakan
dengan tindakan reseksi paliatif. Efektifitas tindakan operasi radikal pada
kanker kolon memiliki survival 5 tahun atau sekitar 70% dan pada kanker
rektum sekitar 50%, namun efektifitas pada kanker stadium dini akan lebih
baik respon pengobatannya dari pada stadium lanjut. Kemoterapi umumnya
digunakan sebagai terapi adjuvan intra dan paska operasi dan dapat diberikan
pada pasien dengan stadium lanjut yang nonoperabel. Beberapa obat yang
digunakan untuk kemoterapi kanker kolon dan rektum adalah golongan
fluorourasil, nitrousourea, dan saat ini banyak yang menggunakan xeloda,
oksaliplatin, irinotekan, C225, avastin dan lain-lain. Penatalaksanaan lain
adalah dengan terapi radioterapi. Terapi ini dapat digunakan untuk terapi pre,
paska atau intra operasi radikal karsinoma rektum. Tujuan radioterapi ini
untuk memperkuat kontrol lokal dan mengurangi angka rekuensi lokal serta
meningkatkan survival. Terapi radioterapi murni memiliki angka survival 5
tahun hanya sekitar 5-10%. Upaya rekurensi paska operasi dan metastase jauh
dapat diberikan terapi radioterapi selektif untuk mengurangi gejala. Terapi
biologis untuk kanker kolon masih dalam tingkat penelitian secara klinis.
Penggunaan sitokin, antibodimonoklonal, imunostimulator, dan vaksen
protein masih pada tahap eksplorasi. Semua tindakan penatalaksanaan
pengobatan untuk kanker kolon saat ini belum memiliki efektifitas yang pasti
(Desen, 2011).
Tindakan operasi reseksi pada kanker kolon dan rektum yang disertai dengan
prosedur tindakan laparotomi sering diakhiri dengan pembuatan stoma.
Stoma merupan suatu tindakan dengan membuat lubang pada dinding perut
atau abdomen yang berfungi sebagai tempat untuk mengeluarkan kotoran
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
5
Universitas Indonesia
feses atau urin (Kozier & Erb, 2009). Insiden pasien yang dilakukan
pembuatan stoma di Inggris mencapai 20.000 pasien per tahun, yang terdiri
dari pasien dengan kolostomi 11.800 kasus, ileostomi 6.500 kasus dan 2.300
kasus dengan urostomi (Coloplast dikutip oleh Choudhri, 2005). Luka
laparotomi yang letaknya berdekatan dengan stoma mempunyai resiko yang
besar terhadap kejadian infeksi. Lubang stoma yang mengeluarkan cairan dan
feses dimungkinkan dapat mengkontaminasi luka laparotomi. Hasil penelitian
Piccinellil, Brazzale, dan Saracco (2009), menunjukkan dari 48 pasien, 35
(73%) menyatakan tidak ada masalah kulit tapi secara keseluruhan 27 pasien
memiliki gangguan kulit dan 13 terdeteksi oleh perawat stoma memiliki erosi
kulit.
Perawatan pasien kanker kolorektal dengan stoma memerlukan perawat yang
mempunyai pengetahuan klinis onkologi yang spesifik dan mampu
menawarkan bantuan individual kepada pasien, keluarga dan pendamping
dalam mengatasi masalah kesehatan pasien. Pendekatan proses keperawatan
yang dilakukan oleh perawat onkologi harus mampu memberikan pendidikan
dan mampu memfasilitasi pengambilan keputusan dengan sumber daya yang
ada. Selain itu perawat onkologi juga harus mempunyai kemampuan
mendapatkan akses yang tepat terhadap kualitas kesehatan dan psikososial
selama perawatan, mulai dari fase awal sampai akhir perjalanan dari penyakit
kanker kolorektal (Oncology Nursing Society, 2013).
Keperawatan onkologi terus berkembang sebagai respon terhadap kemajuan
dalam pengobatan kanker, informasi dan bioteknologi. Penemuan-penemuan
ilmiah dan teknologi baru yang terintegrasi dalam perawatan kanker terus
bermunculan. Perawat kanker sangat penting peranannya dalam pengelolaan
pasien kanker. Peranan perawat onkologi yang telah berkembang secara
nyata, dengan perawatan yang canggih. Kemajuan terapi kanker akan
menciptakan tantangan baru dan memastikan perawat yang bekerja di area
onkologi harus terdidik, pemikir dan independen. Perawat onkologi yang
bekerja dalam unit perawatan kanker akan berfokus pada penilaian pasien,
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
6
Universitas Indonesia
pendidikan, memenejemen gejala, dan perawatan suportif, sedangkan
onkologi medis akan memerankan peran integral dalam pemberian agen
antineoplastik dan bertanggungjawab dalam penggunaan obat secara tepat
dan aman (Quinn, 2008).
Peranan ners spesialis yang didasari oleh sain keperawatan lanjut akan
mengoptimalkan dalam melakukan pelayanan dan pengelolaan asuhan
keperawatan secara terampil dan inovatif yang mencakup semua lingkup area
promotif, prefentif, kuratif dan rehabilitatif. Asuhan keperawatan spesialis
dilakukan secara holistik dalam memenuhi pemenuhan kebutuhan bio-psiko-
sosio-spiritual dengan tetap mengacu pada standar asuhan keperawatan dan
standar prosedur (HPEQ, 2012). Standar pasient safety harus tetap terjaga
dengan selalu memperhatikan keselamatan pasien, rasa aman dan
kenyamanan pasien. Pelaksanakan riset yang berbasis pada bukti klinik
merupakan tuntutan pelayanan saat ini. Hasil penelitian atau evidence base
nursing (EBN) mampu menjawab permasalahan sain dan tehnologi dalam
bidang spesialisasinya. Kemampuan dalam pengelolaan asuhan keperawatan
secara klinis dengan menjaga hubungan kerjasama dengan tim lain dan
berkoordinasi serat berkolaborasi dengan tim kesehatan yang terkait.
Kemampuan kepakaran yang lebih tinggi dalam mengatasi masalah
keperawatan yang komplek sangat diperlukan dalam menjalankan peranan
sebagai ners spesialis yang dapat berfungsi sebagai pusat rujukan bagi tenaga
keperawatan (HPEQ, 2012).
Aplikasi teori keperawatan merupakan salah satu jawaban untuk mengatasi
permasalahan-permasalahn yang ada di tatanan klinik. Pendekatan dalam
asuhan keperawatan pasien kanker dengan menerapkan teori peaceful end of
life yang merupakan middle range teory. Teori ini dapat mendefinisikan atau
menghaluskan substansi ilmu dan praktek keperawatan. Hal ini sangat
penting bagi perawat praktisioner dan perawat pendidik yang secara terus
menerus membangun pengetahuan untuk disiplin ilmu keperawatan. Middle
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
7
Universitas Indonesia
range theory merupakan teori yang banyak digunakan untuk paktek dan penelitian
keperawatan (Peterson, 2004).
Penerapan teori peaceful end of life dalam asuhan keperawatan pasien kanker
oleh penulis dipilih karena teori ini memiliki kedekatan dengan status atau
kondisi yang dirasakan oleh pasien. Pengembangan teori ini memberikan
kontribusi dalam meningkatkan standar asuhan keperawatan dengan
menyelaraskan dan menyatukan fenomena-fenomena akhir dari hidup yang
damai bagi pasien yang sakit parah. Konsep ini memberikan wawasan baru
dalam rangka meningkatkan pengetahuan dalam intervensi keperawatan dan
dapat membantu pasien dalam menuju akhir hidup yang damai (Ruland &
Moore, 1998).
Aplikasi dan pengembangan intervensi keperawatan pada praktik residensi
keperawatan ini penulis menerapkan pendekatan dengan EBN dalam praktik
klinik. EBN merupakan pendekatan klinik yang dapat memberikan kualitas
perawatan yang lebih tinggi dalam memenuhi kebutuhan yang diperlukan
oleh pasien dan keluarga. Pasien dan perawat akan merasa percaya diri dalam
melakukan suatu intervensi keperawatan yang didasarkan EBN, sehingga
pencapaian kriteria hasil dapat dicapai secara optimal (Melnyk & Fineout,
2005).
Intervensi keperawatan yang diterapkan oleh penulis dengan pendekatan EBN
adalah tentang edukasi perawatan stoma dengan menggunakan media
audovisual. Kurangnya pengetahuan pasien tentang perawatan stoma akan
memunculkan masalah-masalah baru. Adanya stoma juga akan menimbulkan
masalah psikologis yang secara signifikan akan mempengaruhi angka
morbiditas pasien. Masalah ini dapat dikurangi dengan adanya edukasi
sebelum dilakukan operasi dan dukungan psikologis dari keluarga akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan dari pasien. Peningkatan biaya
akibat dari perawatan yang lama paska operasi yang disebabkan oleh karena
pasien yang belum mampu melakukan perawatan stoma dengan baik.
Perawatan stoma harus diajarkan pada pasien dan keluarga sedini mungkin.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
8
Universitas Indonesia
Singkatnya masa perawatan 2-4 minggu membuat pasien belum dapat
sepenuhnya terlatih dalam teknik perawatan stoma sebelum pulang (Smeltzer
& Bare, 2008; C h a u d h r i , 2 0 0 5 ) . Penerapan EBN untuk
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan, penulis juga melakukan proyek
inovasi dalam mengembangkan ilmu baru yang dapat diterapkan di Rumah
Sakit Kanker Dharmasi Jakarta. Proyek inovasi yang dikembangkan adalah
pengkajian ESAS (Edmonton Symptom Assessment System). Pengkajian ini
dikembangkan khusus untuk pelayanan pasien paliatif. Ruang lingkup ESAS
meliputi pengakajian: nyeri, kelelahan, nausea, depresi, cemas, mengantuk
(drowsines), nafsu makan, mood (perasaan saat ini), dan sesak (Richardson,
2009).
Pengkajian ESAS identik dengan keluhan subjektif pasien yang berisi 9 item
pengkajian. Tindakan pengkajian ini sangat penting karena dengan mengelola
simpton akan memberikan suatu kondisi kenyamanan dengan hilangnya
keluhan atau gejala yang dirasakan sehingga quality of life diharapkan akan
meningkat. Aplikasi dalam tataran praktik di klinik, penggunaan pengkajian
ESAS ini dapat dilakukan secara lebih luas untuk mengetahui dan
melaporkan kondisi dirinya. Instrumen pengkajian pada perawatan paliatif ini
juga dapat dijadikan sekrining dalam mencari keluhan pasien. Monitoring
gejala yang dirasakan pasien kanker atau paliatif dapat terkaji dengan mudah
dan akurat dengan menggunakan instrumen ESAS karena dapat dilihat
dengan mudah melalui penyajian dalam bentu grafik. Peningkatan dan
penurunan keluhan gejala pasien dapat termonitor dalam sajian grafik harian
(Richardson, 2009: Moro, 2005).
Penerapan format pengkajian ESAS bertujuan untuk menilai dan memonitor
perkembangan dari gejala atau keluhan yang dirasakan oleh pasien. Hasil
pengkajian ini akan memudahkan perawat untuk melakukan intervensi
keperawatan yang tepat kepada pasien sehingga peningkatan pelayanan akan
dirasakan langsung oleh pasien. Penerapan format pengkajian ESAS dan
penerapan EBN tentang perawatan kolostomi dengan audovisual
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
9
Universitas Indonesia
dilaksanakan di ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta yang
melibatkan perawat, clinical case manager dan kepala ruang. Kegiatan
penerapan EBN dan proyek inovasi ini dapat memberikan kontribusi yang
nyata dalam meningkatkan asuhan keperawatan yang salah satunya dengan
melalui penerapan pengkajian ESAS dan edukasi perawatan kolostomi yang
menggunakan audovisual.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis membuat suatu karya ilmiah
tentang” Analisis Asuhan Keperawatan pada Kanker Kolon Melalui
Pendekatan Teori Peaceful End Of Life dan Edukasi Perawatan Kolostomi
Berdasarkan Evidence Based Nursing di RSKD Jakarta”.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan analisis pelaksanaan dan pengalaman praktik residensi dengan
menggunakan teori keperawatan sebagai kerangka kerja dalam menerapkan
asuhan keperawatan padsa klien kanker kolon di Rumah Sakit Kanker
Dharmais Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Melakukan analisis terhadap penerapan asuhan keperawatan dengan
pendekatan teori peaceful end of life pada klien kanker kolon di Rumah
Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
1.2.2.2 Melakukan analisis terhadap penerapan evidence base nursing (EBN)
pada klien kanker dengan kolostomi di Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta.
1.2.2.3 Melakukan analisis terhadap penerapan kegiatan inovasi tentang
pengkajian ESAS di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
10
Universitas Indonesia
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil analisis praktik residensi ini diharapkan menambah pengetahuan dan
kompetensi perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan pada klien
dengan kanker kolon melalui pendekatan teori keperawatan, EBN dan
inovasi sebagai bahan pemikiran dan pertimbangan dalam peningkatan
kualitas pelayanan keperawatan onkologi.
1.3.2 Bagi Pengembangan Ilmu Keperawatan
Hasil analisis praktik residensi ini diharapkan dapat memperkuat aplikasi
teori keperawatan. Selain itu dapat menjadi bahan acuan dalam
pengembangan keperawatan onkologi terutama dalam menerapkan EBN
serta inovasi dalam lingkup keperawatan onkologi.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya ilmiah ini meliputi bab 1 pendahuluan yang
yang terdiri dari latar belakang, tujuan, manfaat dan sistematika penulisan.
Bagian kedua adalah bab 2 tinjauan pustaka yang berisi tentang anatomi
fisiologi kolon, karsinoma kolorektal, konsep peaceful end of life, hubungan
antara lima konsep utama teori peaceful end of life, kriteria hasil dari
standar teori peaceful end of life. Bab 3 berisi tentang tentang gambaran
asuhan keperawatan dengan penerapan teori peaceful end of life, penerapan
evidence base nursing dan pelaksanaan proyek inovasi. Pada bab 4
menguraikan dan membahas tentang asuhan keperawatan dengan penerapan
teori peaceful end of life, penerapan evidence base nursing dan pelaksanaan
proyek inovasi. Bagian akhir bab 5 berisi tentang kesimpulan dan saran.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
11
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab 2 menguraikan tentang tinjauan pustaka yang akan membahas tentang
perspektif teoritik dan kajian pustaka yang relevan terkait dengan asuhan
keperawatan pada kanker kolon melalui pendekatan teori peaceful end of life, dan
edukasi perawatan kolostomi.
2.1 Anatomi Fisiologi Kolon dan Rektum
Kolon dibagi menjadi empat bagian yaitu; asenden, transversum, desenden
dan sigmoid. Secara klinis kolon dibagi menjadi dua yaitu kolon belahan
kanan dan kiri. Kolon belahan kanan terdiri dari sekum, kolon aseden, dan
duapertiga kolon transversum sedangkan kolon belahan kiri terdiri dari kolon
transversum, desenden dan sigmoid. Kolon kanan belahan kanan diperdari
oleh mesenterika superior sedangkan yang kiri diperdarahi oleh masenterika
inferior. Fungsi utama belahan kanan untuk menyerap air, glukosa garam
anorganik dan sebagaian asam empedu, sedangkan kolon belahan kiri untuk
storasi dan eksresi feses (Price & Wilson, 2006; Black & Hawks, 2009).
Secara anatomis posisi rektum berada sejajar dengan vertebra sakrum ketiga
sampai dengan garis anorektal. Rektum terbagi menjadi dua bagian yaitu;
bagian ampula dan spincter. Bagian spinter dinamakan annulus hemoroidalis
yang dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fascia coli dari fascia supra
ani. Bagian ampula terbentang mulai dari vertebra sakrum ke-3 sampai
diagfragma pelvis pada insersio muskuluslevator ani. Panjang rektum sekitar
12-15cm dengan keliling 15 cm pada bagian rectosigmoid junction, dan 35
cm pada daerah ampula. Dinding rektum mempunyai 4 lapisan yaitu; mukosa,
submukosa, muskularis dan lapisan serosa (Price & Wilson, 2006; Black &
Hawks, 2009).
11
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
12
Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rektum
2.2 Karsinoma Kolorektal
2.2.1 Definisi
Kanker kolon adalah suatu bentuk keganasan yang sering terjadi pada
daerah sekum dan kolon asenden yang dapat berupa massa polipoid yang
besar dan dapat tumbuh ke dalam lumen dengan cepat meluas ke sekitar
usus melalui proses invasif atau menginfiltrasi jaringan lain, dan
bermetastasis (Price & Wilson, 2006). Penyebaran secara lokal bermula dari
dinding usus, kemudian kanker mengelilingi sirkumferensia dinding usus.
Proses ini memerlukan waktu dua tahun, setelah menginvasi tunika
muskularis akan timbul penyebaran secara hematogen. Kanker dapat
menginvasi seluruh dinding usus dan oragan sekitar seperti kandung kemih,
prostat, uterus, hati, lambung dan pankreas. Penyebaran secara limfogen
terjadi melalui jaringan limfatik submukosa menembus dinding usus menuju
ke kelenjar limfe parakolon yang selanjutnya ke kelenjar limfe media dan
pada akhirnya menuju ke kelenjar limfe sentral (Desen, 2011).
Kanker kolon sering disebut penyakit mukosa karena semua kanker kolon
berasal dari lapisan mukosa dinding usus. Dari dalam keluar dinding usus
terbagi menjadi beberapa lapisan, yang meliputi mukosa, submukosa,
muskularis propia, dan serosa. Bagian terdalam lapisan dinding usus,
mukosa adalah satu lapisan kolumnar yang dapat memproduksi lendir dalam
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
13
Universitas Indonesia
jumlah yang banyak atau disebut dengan sel goblet. Ini merupakan situs dari
permulaan genetik awal yang mengarah pada perkembangan sel-sel kanker.
Lapisan dibawah mukosa adalah submukosa yang merupakan lapisan yang
kuat di usus. Lapisan ini berisi pembuluh darah, limfatik dan serabut saraf,
sehingga pada lapisan ini berperan penting dalam pertumbuhan sel kanker.
Melalui lapisan ini tumor akan menginfiltrasi dinding usus melalui aliran
darah dan sistem limfatik (Yeatman, 2001).
2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab kanker kolon sama seperti kanker lain pada umumnya masih
belum jelas hingga saat ini, namun telah dikenali beberapa faktor
predisposisi. Faktor-faktor yang berperan antara lain; hereditas, diet,
penyakit kolon nonkarsinoma, dan lainnya seperti defisiensi molibdenum,
kosumsi aspirin atau NSAID yang terus menerus (Price & Wilson, 2006;
Black & Hawks, 2009; Desen, 2011).
Resiko terkena kanker kolon untuk generasi pertama meningkat menjadi
tiga kali. Familial adenomatous polyposis (FAP) adalah kelainan yang
diturunkan secara autosomal dominan yang ditandai oleh ratusan hingga
ribuan adenoma kolorektal pada usia 20-30 tahun (Half, 2009). Hereditary
nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan kelainan yang
dturunkan secara autosomal dominan dan ditandai oleh gangguan pada
DNA mismatch repair. Karakteristik HNPCC adalah onset yang lebih awal
pada usia 50 tahun, lokasi pada kolon proksimal, dan adanya tumor diluar
kolon yang bervariasi lokasinya (Robinson, 2006; Black & Hawks, 2009).
Faktor diet umumnya disebabkan karena kosumsi makanan tinggi protein
hewani, lemak dan rendah serat. Makanan menjadi menjadi faktor insiden
yang tinggi terjadinya kanker kolon. Masukan tinggi lemak akan
merangsang lebih banyak sekresi empedu, hasil uraian asam empedu yang
banyak dan aktifitas bakteri anaerob dalam usus meningkat sehingga
karsinegen sebagai pemicu karsinogenesis dalam usus bertambah dan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
14
Universitas Indonesia
mengarah timbulnya kanker kolon (Price & Wilson, 2006; Black & Hawks,
2009; Desen, 2011). Pengolahan dengan suhu tinggi hingga mencapai
150celcius dan makanan berwarna terlalu kecoklatan semakin meningkatkan
risiko karena terbentuknya mutagenic heterocyclic amines (Kizil, 2009).
Penyakit usus besar non karsinoma seperti kolitis kronis, poliposis dan
adenoma diperkiran sekitar 3-5% dapat menimbulkan kanker. Karsinoma
kolon yang berawal dengan poliposis dengan prekanker 5-20 tahun
mencapai 15-40% kemungkinan menderita kanker kolon. Paparan
lingkungan yang dimaksud adalah rokok, asbes, dan radiasi. Perokok
mengalami peningkatan risiko kanker kolon sebanyak dua sampai tiga kali
lipat (Desen, 2011).
Sumber: universahealthcarela.com Sumber: colorectal surgeonssyndey.com
Gambar 2.2 Kanker Kolon
2.2.3 Patofisiologi
Adenomatus polip atau adenoma merupakan proses yang mengawali
terjadinya kanker kolorektal, lebih dari 95% kanker kolorektal disebabkan
oleh adenomas. Adenomas terdiri dari tiga jenis yaitu; tubular, tubulovillous
dan villous. Jenis villous yang mempunyai resiko tinggi terjadinya kanker.
Polip tumbuh secara pelan-pelan sekitar 5-10 tahun atau lebih untuk
berubah menjadi maligna atau keganasan. Polip yang mengalami keganasan
akan terjadi peningkatan ukuran dalam lumen dan selanjutnya akan
menyerang dan merusak dinding kolon. Tumor dalam kolon yang
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
15
Universitas Indonesia
cenderung terus membesar dapat menyebabkan ulserasi, infeksi sekunder
dan nekrosis. Umumnya ini terjadi pada belahan kanan kolon dan ampula
rekti (Black & Hawks, 2009).
Setiap tumor dengan permukaan memiliki tukak jelas yang dalam, biasanya
mencapai atau melebihi tunika muskularis termasuk dalam tipe ulseratif.
Tipe ini merupakan jenis kanker kolon yang paling sering dijumpai.
Karakteristik tipe ulseratif adalah massa terdapat tukak yang dalam dan
bentuk luar mirip kawah gunung merapi, tepi kokoh dan keras menonjol,
dasar tidak rata, nekrosis, derajat keganasan tinggi, metastase limfogen lebih
awal, dibawah mikroskop sebagai adenokarsinoma diferensiasi buruk. Tipe
kedua yaitu infiltrasi, tumor menginfiltrasi lapisan dinding usus secara
difus, sehingga dinding usus setempat menebal, tepi tampak dari luar sering
kali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan. Tumor sering mengenai
sekeliling saluran usus disertai dengan hiperplasie abnormal jaringan ikat,
lingkaran usus menyusut, permukaan serosa sering tampak cincin kontriksi
yang memudahkan terjadinya ileus. Pemeriksaan mikroskopis tampak
sebagai adenokarsinoma berdeferensi sangat buruk (Desen, 2011).
Klasifikasi histologik tumor ganas kolon terdiri dari; adenokarsinoma
papiler, adenokarsinoma tubular, adenokarsinoma musinosa, karsinoma
signet ring, karsinoma tak berdeferensiasi, adenokarsinoma skuamosa,
karsinoma sel skuamosa, karsinoid. Tumor ganas kanalis analis terdiri dari;
karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel basaloid, karsinoma epidermaoid
musinosa, adenokarsinoma, karsinoma tak berdeferensiasi, dan maligna
malignum. Meskipun klasifikasinya banyak, karsinoma kolon lebih dari
90% adalah adenokarsinoma (Desen,2011).
2.2.4 Gambaran Klinis
Kanker kolon pada stadium dini tidak menunjukkan gejala yang jelas,
namun setelah penyakit progresi ke tingkat tertentu baru muncul gejala
klinis. Gambaran klinis kanker kolon yang paling sering adalah perubahan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
16
Universitas Indonesia
kebiasaan defekasi, perdarahan, nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan
berat badan. Tanda iritasi usus dan perubahan defekasi diantaranya sering
buang air besar, diare atau konstipasi, kadangkala obstipasi dan diare silih
berganti, tenesmus, sering muncul nyeri samar abdomen. Gejala klinis
hematokezia terjadi saat luka ulserasi berdarah, kadang darah merah atau
gelap, biasanya tidak banyak, intermiten. Pada posisi yang tinggi darah dan
feses bercampur akan menjadikan feses seperti selai hitam. Pembesaran
massa yang tumbuh di daerah abdomen dapat diraba adanya massa dan
sering ditemukan pada kolon belahan kanan. Gejala pengurusan, demam,
astenia dan gejala toksik sistemik lain dikarenakan oleh pertumbuhan tumor
yang menghabiskan nutrisi tubuh, perdarahan kronis jangka panjang dan
infeksi sekunder tumor yang menyebabkan demam dan gejala toksik (Price
& Wilson, 2006; Black & Hawks, 2009; Desen, 2011).
2.2.5 Pemeriksaan Kanker Kolon
Pemerikasaan fisik dengan infeksi dan palpasi abdomen untuk menentukan
ada tidaknya massa. Kanker kolon belahan kanan 90% lebih teraba massa
dengan colok dubur. Pemeriksaan ini dapat diketahui lokasi massa, bentuk,
ukuran dan lingkup sirkumferens yang terkena dan derajat mobilitas
dasarnya, ada tidaknya lesi mengenai organ sekitarnya. Ada tidaknya nodul
di dasar pelvis dapat dilihat dari sarung tangan pada jari terdapat noda darah
dan feses. Pemeriksaan yang lebih dalam dengan menggunakan endoskopi
mampu melihat lesi pada kolon sampai 25 cm dengan menggunkan
kolonoskopi fibrotik.
Pemeriksaan sinar x dengan barium enema diperlukan untuk kanker di
segmen tengah kolon sigmoid dapat menemukan lokasi tumor terdapat
defek pengisian menetap, distruksi mukosa usus, kekakuan dinding usus dan
konstriksi lumen usus. Namun pada kasus ileus pemeriksaan ini tidak boleh
dilakukan apalagi dengan memasukkan barium enema dengan ditelan.
Pencitraan USG dapat menemukan lesi metastasik hati diatas 1 cm.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Pemeriksaan ini harus dijadikan pemeriksaan rutin dalam tindak lanjut
sebelum dan sesudah operasi (Desen, 2011).
Pemeriksaan CT, MRI, kolonoskopi dan Virtual CT (CTVC). Pemeriksaan
CT dan MRI sulit untuk membedakan lesi jinak dan ganas, kelebihan
utamanya adalah mampu menunjukkan situasi terkenanya jaringan sekitar,
ada tidaknya metastase kelenjar limfe ke organ jauh, sehingga membantu
dalam penentuan stadium klinis dan memperkirakan operasi. CTVC
menggabungkan CT dan tehnik piranti lunak pencitraan mutakhir hingga
menghasilkan gambar 3 dimensi dan 2 dimensi. PET (Tomografi emisi
positron) dan PET/CT dapat mendeteksi lesi primer kanker kolon dengan
kepekaan tinggi, tepi pencitraan seluruh tubuh terutama bertujuan untuk
mengetahui luas lesi secara menyeluruh, menetapkan stadium klinis dan
menjadi dasar seleksi terapi yang rasional (Desen, 2011).
Zat penanda tumor seperti antigen karbohidrat 19-9 (CA 19-9) bukan
antigen spesifik kanker kolon sehingga tidak bisa dijadikan diagnosis dini,
sedangkan antigencarsinoembrionic (CEA) dapat dijadikan pedoman untuk
melaihat perkembangan penyakit kanker (Black & Hawks, 2009). Tes
darah samar dapat dilakuakan dengan metode imunologi dan kimiawi.
Metode imunologi mempunyai spesifitas dan sensifitas yang lebih tinggi
dari pada metode kimiawi (Desen, 2011)
2.2.6 Klasifikasi Stadium
Pembagian stadium berdasarkan pengelolaan dengan metode klasifikasi
kanker kolon menurut Dukes terbagi menjadi stadium A, B, C, C1, C2, dan
D. Stadium A kedalaman invasi kanker belum menembus tunika muskularis
dan tidak ada metastase kelenjar limfe. Stadium B kanker sudah menembus
tunika muskularis dalam, dapat menginvasi tunika serosa, di luar serosa atau
jaringan perirektal, namun tidak terjadi metastase kelenjar limfe. Stadium C
menunjukkan kanker sudah terjadi metastase ke kelenjar limfe. Berdasarkan
lokasi kelenjar limfe yang terkena terbagi menjadi stadium C1 dan C2.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Stadium C1 kanker sudah bermetastase ke kelenjar limfe samping usus dan
masenterium, sedangkan stadiem C2 kanker sudah metastase ke kelenjar
limfe di pangkal arteri masenterium. Stadium D kanker sudah bermetastase
ke organ yang jauh, atau metastase luas kelenjar limfe sehingga paska
reseksi tidak mungkin kuratif atau nonresektabel (Desen, 2011).
Pembagian stadium sistem TNM pada kanker kolon berdasarkan tiga
kategori yaitu; T (tumor primer), N (Nodul kelenjar limfe), dan M
(metastase). Masing-masing kategori tersebut dibagi lagi menjadi sub
kategori untuk menggambarkan masing-masing kategori dengan cara
memberi indeks angka dan huruf didepan T, N, dan M. Kategori T atau
tumor primer terdiri dari Tx yang artinya tumor primer tidak dapat dinilai,
Tis karsinoma insitu dan tumor terbatas pada intraepitel atau hanya,
mengenai tunika propia mukosa, pada T0 adalah tidak ada bukti tumor
primer dan T1 tumor menginvasi sampai tunika submukosa. Tumor
menginvasi sampai tunika sampai tunika muskularis propria terjadi pad T2,
T3 Tumor menembus sampai tunika sampai tunika muskularis propria
mencapai subserosa atau mengenai kolon ekstraperitoneal, sedangkan T4
tumor langsung meninvasi organ atau struktur lain atau menembus pars
veseralis peritonium.
Kategori N atau kelenjar limfe regional, pada kategori Nx kondisi kelenjar
limfe tidak dapat dinilai, N0 tidak ada metastase kelenjar limfe regional, N1
terjadi metastase 1-3 buah kelenjar limfe regional dan N3 telah terjadi
metastase lebih dari 4 kelenjar limfe regional. Pada kategori M atau
metastase jauh terdiri dari Mx, tidak dapat dinilai ada tidaknya metastase
jauh, M0 tidak ditemukan adanya metastase jauh dan M1 sudah ada
metastase jauh.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Menurut situasi pertumbuhan tumor pada tahun 2002 UICC menetapkan
klasifikasi stadium klinis 0-IV untuk kanker kolon.
Stadium Tumor KGB
Regional
Metastasis
Jauh
Stadium
Dukes
Stadium 0
Stadium I
Stadium II
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Stadium IIIC
Stadium IV
Tis
T1-T2
T3-4
T1-T2
T3-T4
Semua T
Semua T
N0
N0
N0
N1
N1
N2
Semua N
M0
M0
M0
M0
M0
M0
M1
A
A
B
C
D
2.2.7 Penataksanaan Medis dan Keperawatan
Terapi primer untuk pengobatan kanker kolon adalah dengan pembedahan.
Terapi kemoterapi digunakan sebagai tambahan untuk menjaga tumor tidak
tumbuh lagi. Kemoterapi digunakan untuk menghilangkan atau menekan
pertumbuhan tumor yang ada di hepar. Radiasi dan kemoterapi dapat
diberikan sendiri-sendiri atau bersama-sama. Terapi kombinasi dapat
meningkatkan survival pasien kanker kolon (Black & Hawks, 2009).
2.2.7.1 Pembedahan
Tiga dari empat pasien menjalani operasi kanker kolon dan 60% menjalani
pengobatan. Intervensi operasi tergantung dari jenis kanker, lokas, stadium
dan keadaan umum pasien (Black & Hawks, 2009). Kontraindikasi operasi
apabila kondisi fisik umum tidak baik. Jenis operasi yang sering dilakukan
adalah operasi radikal, paliatif, dan operasi untuk mengurangi gejala.
Tindakan operasi radikal dilakukan dengan prinsip jarak dari tumor
minimal 5-10cm bersama-sama lesi primer, masenterium dan kelenjar
limfe regional dilakukan reseksi untuk mencegah penyebaran sel kanker.
Walaupun tidak dilakukan eksisi radikal, namun eksisi lesi pada operasi
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
20
Universitas Indonesia
paliatif. Operasi ini dilakukan untuk menunjang kemoterapi atau terapil
lainnya serta memperbaiki gejala. Tindakan operasi untuk mengurangi
gejala dalam bentuk operasi pemintasan dan operasi fistulasi kolon
dilakukan untuk mengatasi ileus, ligasi arteri iliaka interna yang dapat
mengurangi perdarahan kanker rektum (Desen, 2011).
Operasi kanker kolon kadang diperlukan tindakan pembentukan kolostomi.
Prosedur kolostomi dilakukan dengan membuat lubang dinding perut atau
abdomen yang berfungi sebagai tempat untuk mengeluarkan feses (Kozier
& Erb, 2009). Karena fungsi dari usus besar untuk absorbsi air kolostomi
akan lebih mudah dalam mengelola jika dibuat di dekat sigmoid sehingga
feses dapat berbentuk. Biasanya pasien sudah mampu melakukan
perawatan stoma secara mandiri antara 4-6 minggu sehingga direncanakan
untuk terapi atau radiasi pasien sudah siap (Black & Hawks, 2009).
2.2.7.2 Perawatan pre Operasi
Perawatan pre operasi pasien sering ditemukan dengan penurunan berat
badan dan perubahan kebiasaan buang air besar. Untuk mendapatkan
gambaran yang akurat dari manifestasi klinik pada pasien diperlukan
pengkajian faktor resiko seperti riwayat keluarga dengan kanker, ulserasi
kolitis, atau poliposis familial. Pengkajian abdomen seperti ada tidaknya
ketidaknormalan abdomen, nyeri, distensi dan adanya massa. Diet tinggi
kalori, protein dan karbohidrat dapat diberikan secara parenteral jika
dibutuhkan. Pemeriksaan untuk memastikan bakteri pada tingkat yang
rendah pada saat preoperasi untuk menurunkan resiko infeksi (Black &
Hawks, 2009).
Mengidentifikasi kecemasan pasien dan dukungan dan suport sistem,
mulai dari penjelasan tentang pengobatan dan prosedur yang akan
dilakukan. Memberikan kesempatan pasien untuk berdiskusi tentang
prosedur yang akan dilakukan dengan tim kesehatan. Jika dilakukan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
21
Universitas Indonesia
tindakan kolostomi diperlukan enterostomal therapy nurse untuk edukasi
tentang kolostomi dan perawatannya (Black & Hawks, 2009).
2.2.7.3 Perawatan Post Operasi
Setelah pasien keluar dari ruang operasi atau ICU dan dikirim ke ruang
perawatan, perawat tetap melakukan pengkajian dan intervensi seperti
pada ruang perawatan intensif. Pengkajian dan intervensi pada keadaan
post anestesi general dapat menyebabkan komplikasi sehingga tetap
memerlukan monitoring sistem respiratori, kardiovaskular, renal dan
cairan elektrolit. Perawat harus melakukan monitoring output dan
melakukan perwatan khusus stoma terutama menjaga kontaminasi bakteri
ke luka insisi. Pengkajian stoma apakah stoma mengalami iskemia.
Stoma harus dalam keadaan merah dan lembab, seandainya stoma gelap
dan kehitam-hitaman maka segara laporkan ke dokter bedah untuk
dilakukan tindakan secepatnya. Jika dilakukan abdominoperineal reseksi
dengan kolostomi dan drain maka penggantian dressing dan memonitor
output drain harus dilakukan dengan baik. Diagnosa keperawatan pada
kondisi seperti ini adalah resiko injuri dan efektifitas managemen terapi
regimen (Black & Hawks, 2009).
2.2.7.4 Fistula Enterocutaneous
Fistula merupakan hubungan yang abnormal yang terjadi antara kolon
dan permukaan kulit yang ditunjukkan dengan adanya material kolon
yang keluar ke permukaan kulit. Fistula biasanya terjadi akibat
pembedahan, infeksi, cidera atau peradangan (Carville, 2005). Kerusakan
kolon akan menyebabkan gangguan pada fungsi kolon dalam sistem
pencernaan. Fungsi dari kolon akan terganggu dalam penyerapan cairan
yang dibutuhkan oleh tubuh. Tingkat keparahan akibat fistula ini dapat
dilihat dari pemenuhan asupan nutrisi dan cairan yang dibutuhkan pasien.
Gangguan nutrisi yang terjadi akibat fistula enterocutaneous
mengharuskan pemenuhan cairan dan nutrisi melalui parenteral.
Kurangnya pemenuhan gisi dan cairan yang cukup dapat menyebabkan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
gangguan fistula yang kronis yang pada akhirnya akan menimbulkan
komplikasi (William, 2010).
Komplikasi yang berhubungan dengan fistula enterocutaneous yang
umum terjadi adalah sepsis, malnutrisi, gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Fistula enterocutaneous akibat kegagalan penyembuhan
akibat pembedahan, cidera atau infeksi merupakan salah satu komplikasi
yang paling ditakuti karena menghasilkan tingkat morbiditas dan
motalitas secara significant. (William, 2010).
Pengetahuan tentang anatomi termasuk bentuk operasi yang dilakukan
akan membantu mengidentifikasikan jenis fistula yang muncul.
Pemeriksaan infeksi yang meliputi jumlah cairan yang keluar, warna,
konsistensi, ph, bau, dan gas akan mendukung penegakan diagnosis.
Pencatatan yang akurat akan jumlah dan tipe cairan akan membantu
dalam merencanakan dan melakukan terapi yang tepat. Identifikasi
pemeriksaan laboratorium terhadap cairan yang keluar dakan membantu
untuk menentukan kebutuhan cairan dan elektrolit pasien. Inspeksi kulit
sekitar fistula dilakukan untuk meluhat adanya maserasi dan erosi akibat
cairan yang keluar dari fistula. Pemeriksaan radiologi dilakukan untuk
memastikan gambaran yang sebenarnya dari fistula, sehingga dapat
ditentukan diagnosa pastinya (Carville, 2005).
Manajemen fistula merupakan suatu strategi yang dilakukan untuk
memastikan pasien dalam kondisi nyaman, terpenuhi kebutuhan cairan
eletrolit, pemenuhan nutrisi yang adekuat, menjaga integritas kulit sekitar
fistula, mengelola eksudat dan bau serta mencegah terjadinya infeksi
(Carville, 2005).
Dukungan akan kenyamanan pada perawatan fistula ditujukan pada
pengelolaan cairan yang keluar dari fistula. Banyaknya cairan yang
keluar akan menyebabkan balutan cepat basah dan keluar menyebabkan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
baju dan linen tempat tidur terkena cairan fistula. Cairan yang berisi
eksudat dari isi kolon akan menimbulkan bau yang tidak enak. Keluarnya
eksudat cairan juga akan berdampak pada gangguan integritas kulit
seperti maserasi atau iritasi. Kondisi itu semua akan menjadi penyebab
dari ketidaknyamanan pasien. Lamanya perawatan dirumah sakit karena
adanya fistula sering menimbulkan kebosanan pasien dalam menjalani
perawata. Peranan tim kesehatan, psikolog dibutuhkan pada fase seperti
ini.
Penggantian cairan dan elektrolit merupakan bagian yang penting,
tindakan mengkaji dan memonitor jumlah dan jenis cairan yang keluar
serta pemeriksaan analisa laboratorium tentang elektrolit dan
keseimbangan cairan harus dilakukan dengan tepat. Penggantian cairan
melalui oral, enteral ataupun perenteral harus memperhatikan jenis
fistula, kondisi pasien dan kebutuhan akan cairan dan elektrolit.
Pemberian makan melalui yeyenum dilakukan jika terjadi fistula pada
gaster.
Pemberian nutrisi yang baik akan memberikan kepastian penyembuhan
fistule. Banyak penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% pasien
medikal bedah menderita malnutrisi. Status nutrisi pasien dengan luka
terbuka harus menerima asupan nutrisi yang adekuat. Penyebab
terjadinya malnutris akibat dari tidak adekuatnya nutrisi, malabsorbsi
akibat penyakit, peningkatan metabolisme, peningkatan nutrisi akibat
hilangnya makanan karena adanya fistula dan lamanay menggunaan
obat-obatan yang menekan mual. Pasien dengan luka terbuka dengan
eksudat atau cairan yang banyak akan menimbulkan resiko yang tinggi
terjadinya mal nutrisi.
Pengkajian status nutrisi sangat penting untuk mendukung kesehatan
pasien. Makanan yang dikosumsi oleh pasien dipengaruhi oleh faktor
budaya, tradisional, fisik, psikologi, keuangan dan sosial. Pengkajian diet
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
24
Universitas Indonesia
meliputi riwayat pengobatan, pencatatan yang ditail akan cairan yang
keluar dari fistula, pengkajian fisik untu tanda dan gejala dari dehidrasi
dan malnutrisi. Pengukuran berat badan dan tinggi badan dan
pemeriksaan laboratorium yang terkait dengan defisiensi nutrisi.
Kebutuhan kalori untuk orang dewasa sekitar 1500-2000 kalori per hari
untuk keseimbangan nutrisi (Carville, 2005).
2.2.7.5 Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk menurunkan metastase dan mengontrol
manifestasi kanker kolon (Black & Hawks, 2009). Umumnya digunakan
sebagai terapi adjuvan intra dan paska operasi serta dapat digunakan pada
pasien dengan stadium lanjut. Obat yang sering dipakai adalah
fluorourasil (5FU, FT-207, UFT, dll), nitrosourea (CCNU, MeCCNU),
dan sekarang xeloda, oksaliplatin, irinoteka, avastin dll. Obat ini secara
klinis terbukti berefek terapeutik tertentu terhadap kanker kolorektal
stadium lanjut. Formula kombinasi dan tambahan mempunyai efektifitas
46-57% dapat menghambat aktifasi tiroksinkinase yang berefek pada anti
tumor (Desen, 2011).
2.2.7.6 Manajemen Keperawatan Pada Pasien Dengan Terapi Kemoterapi
Pemberian kemoterapi seharusnya dilakukan oleh perawat yang teregister
dan mempunyai kompetensi untuk melakukan pemberian kemoterapi ke
pasien. Minimal perawat yang sudah menyelesaikan pelatihan pemberian
kemoterapi. Idealnya perawat onkologi atau perawat yang sudah
tersertifikasi seperti OAN (oncology association nursing) yang
mempunyai ketrampilan dan kemampuan dalam mengelola pasien kanker
kolon yang menerima pengobatan. Pentingnya mengetahui efek samping
pemberian kemoterapi sehingga pemberian kemoterapi harus hati-hati
sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan oleh oncology nursing
society (ONC).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Pengkajian harus dilakukan dengan teliti sebelum memberikan obat
cytotoksik. Mengkaji kembali riwayat kesehatan yang terkait dengan
faktor resiko toksisitas dari kemoterapi seperti riwayat gangguan jantung,
pernafasan dan fungsi renal. Melihat kembali nilai laboratorium yang
mengindikasikan organ spesifik yang tidak mampu menerima
kemoterapi. Resep kemoterapi harus jelas dan mencakup; nama obat,
dosis dan total dosis, route pemberian, pemberian lewat IV atau infus,
frekuensi pemberian. Rencanakan terapi antiemetik, hidrasi, diuresis, dan
suplemen elektrolit dengan baik (Black & Hawks, 2009).
2.2.7.7 Radioterapi
Tindakan terapi radiasi digunakan sebelum tindakan operasi adalah untuk
mengecilkan ukuran tumor sehingga tumor dapat direseksi (Black &
Hawks, 2009). Tujuan radioterapi pre, paska atau intra operasi radikal
karsinoma kolorektal bertujuan untuk memperkuat kontrol lokal,
mengurangi angka rekuensi lokal dan meningkatkan survival.
Radioterapi murni memiliki survival 5 tahun (Desen, 2011).
2.2.7.7 Manajemen Keperawatan pada Pasien yang Menerima Radioterapi
Semua staf departemen radioterapi termasuk perawat harus mengerti dan
melaksanakan managemen dalam memenuhi kebutuhan pasien.
Memberikan edukasi tentang dampak radioterapi dan memberikan
kesempatan kepada klien untuk menceritakan pengalaman akan rasa
takut terbakar saat terkena radiasi. Klien kadang tidak merasa saat
diberikan radioterapi karena radiasi tidak dapatdilihat selama pengobatan
dan klien takut pengobatannya tidak berdampak baik. Edukasi
diharapkan memberikan persepsi yang sama dalam pengobatan
radioterapi.
Efek samping pada umumnya terjadi reaksi kulit sekitar radiasi dan
kelelahan dapat terjadi setelah radiasi. Respon kulit normal yang terkena
radiasi akan mengalami eritema dan sampai terjadi seperti luka bakar
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
26
Universitas Indonesia
stadium dua. Berikan perawatan kulit dan edukasi tentang perawatan
kulit secara mandiri. Manifestasi lain yang mungkin muncul adalah
mucositis, mulut kering, gigi berlobang, disfagia, mual dan muntah
alopesia, dan supresi sumsum tulang belakang (Black & Hawks, 2009).
2.2.8 Pendidikan Kesehatan
Keefektifan pendidikan kesehatan (edukasi) merupakan dasar yang kuat
untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan pasien atau masyarakat.
Mengajar merupakan suatu cara yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dan keluarga dalam merubah perilaku kesehatan dan
dapat mengubah gaya hidup yang dapat mempengaruhi seseorang
terhadap terjadinya resiko gangguan kesehatannya. Pendidikan merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi secara langsung terkait dengan hasil
perawatan yang diberikannya. Perawat harus mempertimbangkan
ketersediaan layanan, penyedia layanan, dan strategi dalam memberikan
pendidikan kesehatan pada saat merencanakan suatu pendidikan kesehatan
(Smeltzer & Bare, 2008).
2.2.8.1 Tujuan pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan merupakan hak dari pasien dalam menerima
perawatan dirinya. Pendidikan kesehatan berawal dari munculnya
pertanyaan yang diajukan oleh pasien tentang perawatan dan kesehatan
dirinya. Masyarakat Amerika menempatkan pendidikan sebagai bagian
dari tanggung jawab secara individu dalam meningkatkan kesehatannya
sendiri. Tim perawatan diwajibkan menyiapkan dan menyediakan sumber-
sumber tentang pendidikan kesehatan. Tanpa pengetahuan dan ketrampilan
perawat yang memadahi akan terjadi ketidakefektifan dalam memutuskan
keputusan yang akan dilakukan oleh pasien (Smeltzer & Bare, 2008).
Pasien dengan penyakit kronis sangat membutuhkan pendidikan kesehatan
yang cukup. Sumber-sumber informasi dengan mudah dapat diakses oleh
pasien sehingga usaha dalam meningkatkan pengetahuannya dapat dicapai
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
27
Universitas Indonesia
dengan mudah. Partisipasi aktif dari pasien dan keluarga dalam
mendapatkan pengetahuan tentang perawatan dirinya, sehingga pendidikan
kesehatan tersebut dapat membantu pasien untuk beradaptasi dengan
penyakitnya, mencegah komplikasi, melaksanakan terapi yang ditentukan
dan untuk memecahkan masalah ketika menghadapi situasi yang baru
Akibat informasi yang tidak memadahi akan dapat menyebabkan krisis
dalam perawatan diri pasiennya (Smeltzer & Bare, 2008).
Tujuan dari pendidikan kesehatan adalah untuk mengajarkan seseorang
untuk menjalani kehidupannya dengan baik dan sehat serta berusaha
dengan kuat dalam mencapai tujuan akan kesehatan diri yang optimal.
Pendidikan juga merupakan setrategi untuk mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan selama perawatan dirumah sakit dengan mencegah penyakit,
mengurangi pengobatan medis yang mahal, dan dapat menurunkan rawat
inap yang panjang. Lembaga pelayanan kesehatan selalu menawarkan
program-program kesehatan masyarakat seperti promosi dalam
meningkatkan kepuasan pasien dan mengembangkan citra positif lembaga
tersebut. Belajar dapat didefinisikan sebagai usaha untuk memperoleh
pengetahua, sikap, atau ketrampilan, sedangkan pengajaran didefinisikan
sebagai alat untuk membantu orang lain belajar. Salah satu faktor yang
paling signifikan mempengaruhi seseorang belajar adalah kesiapan untuk
belajar. Pada orang dewasa kesiapan belajar didasarkan pada budaya, nilai-
nilai pribadi, status fisik dan emosional serta pengalaman masa lalunya
(Smeltzer & Bare, 2008).
Kultur meliputi nilai-nilai, cita-cita dan perilaku serta tradisi yang
disiapkan sebagai kerangka kerja untuk menyiapkan pemecahan masalah
dan kekawatiran dari kehidupan sehari-hari. Setiap individu dengan lata
belakang yang berbeda akan memegang nilai-nilai dan gaya hidup serta
pilihan tentang perawatan yang bervariasi. Kultur sangat mempengaruhi
variaberl utama seperti kesiapan belajar akan sangat dipengaruhi oleh
bagaimana dia belajar dan informasi apa yang didapatkannya. Kadang
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
28
Universitas Indonesia
seseorang tidak akan menerima pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh
perawat karena bertentangan dengan kultur yang selama ini diyakini.
Perawat harus mengetahui nilai-nilai pasien yang tentang kesehatan
selama mendapatkan perawatan yang diberikan sehingga tidak terjadi
kesalahpahaman dan tidak terjalin kerjasama (Smeltzer & Bare, 2008).
Teknik dan metode pengajaran mampu meningkatkan pembelajaran jika
sesuai dengan kebutuhan mereka. Banyak teknik yang dikembangkan
seperti ceramah, demontrasi, belajar kelompok semua dapat ditingkatkan
dengan menyediakan bahan-bahan yang khusus sesuai dengan informasi
yang dibutuhkan. Demontrasi dan praktik merupakan bagian yang penting
dalam program pengajaran, terutama ketika mengajarkan ketrampilan.
Cara yang terbaik adalah menunjukkan atau mendemontrasikan didepan
mereka dan kemudian memberikan banyak kesempatan pada mereka untuk
melatih dirinya sendiri. Alat peraga yang mampu meningkatkan proses
pembelajaran adalah buku, pamflet, gambar, film, slide, audio, dan kaset
vidio. Alat peraga tersebut sangat penting sekali jika digunakan sesuai den
tepat sehingga dapat menghemat waktu dan biaya yang dikeluarkan untuk
melakukan pendidikan kesehatan (Smeltzer & Bare, 2008).
2.2.9 Kolostomi
Tindakan operasi reseksi pada kanker kolon dan rektum yang disertai
dengan prosedur tindakan laparotomi sering diakhiri dengan pembuatan
stoma. Stoma merupan suatu tindakan dengan membuat lubang pada
dinding perut atau abdomen yang berfungi sebagai tempat untuk
mengeluarkan kotoran feses atau urin (Kozier & Erb, 2009; Black &
Hawks, 2009). Terdapat banyak tipe dan macam dari enterostoma. Setiap
tipe memiliki ciri masing-masing, misalnya ileostomi cenderung
menghasilkan output yang lebih cair dibandingkan dengan kolostomi yang
menghasilkan output yang lebih padat menyerupai feses yang sebenarnya
Hal ini dikarenakan oleh fungsi kolon adalah untuk menyerap air (Black &
Hawks, 2009; Rasjidi, 2011). Lokasi kolostomi menentukan konsistensi tinja
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
29
Universitas Indonesia
baik padat ataupun cair. Pada kolostomi transversum umumnya menghasilkan
feses lebih padat. Lokasi kolostomi ditentukan oleh masalah medis pasien dan
kondisi umum. Ada 3 jenis kolostomi, yaitu; kolostomi loop atau loop
colostomy, biasanya dilakukan dalam keadaan darurat, end colostomy,
terdiri dari satu stoma dibentuk dari ujung proksimal usus dengan bagian
distal saluran pencernaan. End colostomy adalah hasil pengobatan bedah
kanker kolorektal, double-barrel colostomy terdiri dari dua stoma yang
berbeda stoma bagian proksimal dan stoma bagian distal (Perry & Potter,
2005).
Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya adalah transversokolostomi
merupakan kolostomi di kolon transversum. Sigmoidostomi yaitu suatu
tindakan kolostomi di area sigmoid, sedangkan kolostomi desenden adalah
kolostomi yang dibuat di area kolon desenden. Kolostomi asenden
merupakan suatu kolostomi yang dilakukan pada area asenden (Perry &
Potter, 2005; Black & Hawks, 2009).
2.2.9.1 Perawatan Kolostomi
Secara umum hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan kolostomi
adalah edukasi pasien dan keluarganya, perawatan kolostomi secara rutin,
pemilihan kantung kolostomi, aktifitas yang direkomendasikan dan
pengaturan diet pasien dengan kolostomi Edukasi tentang kondisi stoma
seperti adanya edema stoma yang akan berlangsung mulai hari ke 5 sampai
ke 7 setelah operasi dilakukan. Stoma tidak berfungsi dalam 2 – 4 hari
setelah operasi. Drainase awal berupa mukus dan cairan serosanguinus
(Rasjidi, 2011).
Fungsi kolostomi akan mulai tampak pada hari ke 6 setelah operasi.
Perawat melakukan perawatan kolostomi sampai pasien dapat mengambil
alih perawatan ini. Perawatan kulit harus diajarkan bersamaan dengan
bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi.
Menurut Smeltzer & Bare (2008), ada beberapa yang harus diperhatikan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
30
Universitas Indonesia
dalam menangani kolostomi, antara lain perawatan kulit, memasang
katung kolostomi dan mengangkat alat drainase.
Perawatan kulit pada kolostomi transversal, terdapat feses lunak dan
berlendir yang mengiritasi kulit. Pada kolostomi desenden atau kolostomi
sigmoid, feses agak padat dan sedikit mengiritasi kulit. Pasien dianjurkan
melindungi kulit peristoma dengan sering mencuci area tersebut
menggunakan sabun ringan, memberikan barrier kulit protektif di sekitar
stoma, dan mengamankannya dengan meletakan kantung drainase. Kulit
dibersihkan dengan perlahan menggunakan sabun ringan dan waslap
lembab serta lembut. Adanya kelebihan barrier kulit dibersihkan. Sabun
bertindak sebagai agen abrasif ringan untuk mengangkat residu enzim dari
tetesan fekal. Selama kulit dibersihkan, kasa dapat digunakan untuk
menutupi stoma.
Pemilihan kantung stoma diukur untuk menentukan ukuran kantung yang
tepat. Kulit dibersihkan terlebih dahulu sebelum barier kulit peristoma
dipasang. Kemudian kantung dipasang dengan cara membuka kertas
perekat dan menekanya di atas stoma. Iritasi kulit ringan memerlukan
tebaran bedak stomahesive sebelum kantung dilekatkan. Alat drainase
dapat diganti bila isinya telah mencapai sepertiga sampai seperempat
bagian sehingga berat isinya tidak menyebabkan kantung lepas dari diskus
perekatnya dan keluar isinya. Pasien dapat memilih posisi duduk atau
berdiri yang nyaman dan dengan perlahan mendorong kulit menjauh dari
permukaan piringan sambil menarik kantung ke atas dan menjauh dari
stoma. Tekanan perlahan mencegah kulit dari trauma dan mencegah
adanya isi fekal yang tercecer keluar.
2.2.9.2 Edukasi Perawatan Stoma
Edukasi pada pasien pertama kali adalah mengajarkan bagaimana memilih
kantung yang tepat untuk pasiennya. Pasien ditawarkan untuk mencoba
beberapa jenis kantung yang ada sesuai dengan kebutuhan dan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
31
Universitas Indonesia
kenyamanan pasien. Pertimbangan dalam memilih kantung selain nyaman,
aman, terjangkau harganya oleh pasien dan mudah untuk mendapatkan
kantung tersebut. Pemilihan kantung yang akan dipakai oleh pasien
seharusnya didiskusikan dengan perawat stoma, karena penggunaan
kantung akan berlangsung cukup lama (Black & Hawks, 2009).
Stoma yang sehat terlihat merah dan menonjol sekitar 2 cm dari
permukaan dinding perut. Kolostomi jenis end stoma, loop, atau doubel
barrel, akan mudah dilakukan perawatan stoma jika tidak terjadi
komplikasi seperti prolap, hernia, dan iritasi. Bentuk stoma yang menonjol
2 cm akan memudahkan dalam pemasangan kantung kolostomi. Stoma dan
kulit sekitarnya harus dibersihkan sampai bersih. Pencucian kulit sekitar
luka dapat menggunakan sabun dan pelaksaannya pembilasan dilakukan
sampai hilang sabunnya. Kemudian kulit sekitar stoma dikeringkan
sebelum dilakukan pemasangan kolostomi. Kondisi basah akan
menyebabkan kantung kolostomi tidak dapat menempel pada dinding perut
(Black & Hawks, 2009).
Pengukuran stoma dilakukan dengan membuat pola yang berukuran sama
dengan luas atau diameter stoma. Pembuatan pola ini bertujuan untuk
memastikan lubang kantung stoma tepat sesuai ukuran stoma yang akan
dipasang kantung kolostomi. Tahap berikutnya membuat lubang kantung
stoma yang dibuat sesuai pola yang sudah dibuat sebelumnya. Sebelum
memasangkan kantung stoma, harus memastikan kulit sekitar stoma
kering. Kemudian menempelkan kantung stoma ke tempat kolostomi dan
merekatkannya (Black & Hawks, 2009).
Membimbing dan mengajarkan teknik perawatan stoma kepada pasien
serta mengajari cara membuang atau mengosongkan kantung stoma.
Apabila kantung stoma telah terisi sepertiga bagian maka pasien
diharapkan membuang cairan atau feses yang ada dalam kantung stoma
tersebut (Black & Hawks, 2009). Edukasi perawatan kolostomi akan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
32
Universitas Indonesia
mudah dilakukan dengan menggunakan audovisual. Gambaran langsung
cara merawat kolostomi dapat diterima pasien dengan melihat film yang
berisi tentang perawatan stoma.
2.3 Teori Peaceful End of Life
Teori peaceful end of life dikembangkan oleh Cornelia M, Ruland dan Shirley
M, Moore. Teori ini berdasarkan pada model Donabedian yang dimulai dari
struktur, proses dan hasil yang dicapai. Pengembangan teori ini berasal dari
general system theory (Alligood & Tomey, 2010). Kontribusi pengembangan
teori ini berasal dari standar perawatan yang ingin membuat ide baru tentang
fenomena akhir hidup yang bahagia pada pasien dengan sakit terminal.
Standar perawatan ini dikembangkan oleh sekelompok perawat yang
berpengalaman di Norwegia. Sekelompok perawat ini memiliki pengalaman
lebih dari 5 tahun dan mempunyai pendidikan paska sarjana serta sudah
mendapatkan pelatihan atau seminar tentang pasien terminal. Mereka
mengidentifikasikan kebutuhan klinis pasien untuk membantu dalam
memberikan perawatan yang berkualitas. Ide atau wawasan baru yang
mempunyai kontribusi dalam peningkatan pengetahuan tentang intervensi
yang dapat dilakukan oleh perawat untuk menciptakan atau membantu pasien
dalam mencapai akhir hidup yang damai. Perawat klinis mempunyai
kesempatan untuk mengembangkan konsep peaceful end of life, namun
sebagian perawat tidak menerapkan teori ini sebagai panduan atau acuan
dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit yang parah atau
terminal (Ruland & Moore, 1998).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
33
Universitas Indonesia
2.4 Hubungan Antara Lima konsep Utama Teori Peaceful End of Life
Peaceful End of Life
Tidak nyeri Nyaman Dihargai damai kedekatan
Monitoring dan
pemberian penghilang
nyeri
Pencegahan Monitoring
pembebasan ketidak
nyamanan fisik
Melibatkan pasien dalam pengambilan
keputusan
Memberikan dukungan emosional
Melibatkan orang
dekatnya dalam
perawatan
Menerapkan intervensi
farmakologis dan non
farmakologis
Memfasilitasi istirahat,
relaksasi dan
kepuasan hati
Mengobati pasien dengan empati,
hormat dan bermartabat
Monitoring kebutuhan pasien akan
obat anti kecemasan
Perhatian terhadap kedukaan lainnya,
kekawatiran dan
pertanyaan
Memberikan pasien atau orang lain
dengan panduan praktis
Pencegahan komplikasi
Memperhatikan ekspresi
kebutuhan pasien,
keinginan dan preferensi
Membangkitkan kepercayaan
Memberi kesempatan
untuk keluarga
dekat
Memberikan bantuan fisik pada orang
lain yang peduli, jika diinginkan
Sumber: Alligood & Tomey 2010
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
34
Universitas Indonesia
2.5 Kriteria Hasil Sebagai Indikator Standar Teori Peaceful End of Life
Konsep tidak merasakan nyeri indikator standarnya adalah pasien tidak
merasakan nyeri. Konsep pengalaman nyaman indikator standarnya adalah
pasien tidak mengalami mual, muntah, kehausan, pasien mengalami
pengalaman kenyamanan yang optimal, pasien mengalami kenyaman
lingkungan. Konsep bermartabat dan dihormati indikator standarnya adalah
pasien dan keluarga berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang
perawatan pasien, pasien dan keluarga selama dirawat merasa dihargai dan
dihormati. Konsep damai indikator standarnya adalah pasien dan keluarga
tetap mempunyai harapan yang baik, pasien dan keluarga mendapat bantuan
dan penjelasan terkait isue-isue tentang akhir kehidupan dari pasien, pasien
tidak meninggal sendirian dan pasien merasa damai. Konsep kedekatan
dengan orang yang bermakna dengan indikator ikut terlibat dalam merawat
pasien, mampu mengucapkan selamat tinggal sesuai dengan keyakinan, dan
mendapatkan informasi prosedur pemakaman (Ruland & Moore, 1998).
2.6 Kriteria Hasil Standar Peaceful End Of Life
Kriteria hasil yang pertama adalah pasien tidak mengalami nyeri, mual
kehausan, pengalaman kenyamanan yang optimal, apakah merasa damai dan
pasien tidak meninggal sendirian. Kriteria hasil yang kedua adalah pasien
dan keluarganya memiliki keyakinan bahwa mereka akan mendapatkan
pelayanan yang terbaik, menjaga harapan yang bermakna, terlibat dalam
pengambilan keputusan mengenai perawatan pasien, mendapatkan bantuan
dan menjelaskan isue-isue yang terkait dengan akhir kehidupan, pengalaman
lingkungan yang menyenangkan. Kriteria hasil yang ketiga adalah orang
lain yang bermakna yaitu mengambil bagian dalam merawat pasien, dapat
mengucapkan selamat tinggal sesuai dengan keyakinan atau budaya mereka,
dan ditawarkan kunjungan folow up setelah kematian (Ruland & Moore,
1998).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
35
Universitas Indonesia
2.7 Aplikasi Peaceful End of Life pada Asuhan Keperawatan Pasien Kanker
Seting struktur teori peaceful end of life menempatkan sistem kekeluargaan
sebagai bagian utama dari pasien yang sakit terminal. Pasien akan menerima
perawatan secara profesional pada perawatan akut di rumah sakit. Proses
asuhan keperawatan akan menetapkan dan merancang intervensi keperawatan
yang mempertimbangkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai diantaranya; bebas
dari rasa nyeri, merasakan kenyamanan, perasaan bermartabat dan dihormati,
merasakan kedamaian, dan merasakan adanya kedekatan dengan orang yang
bermakna (Alligood & Tomey, 2010).
Fokus penerapan teori peaceful end of life bukan pada kematian, namun pada
kehidupan yang damai, berarti bagi keluarga dan orang lain diakhir hari-hari
terakhirnya. Hal ini mencerminkan kompleksitas dalam perawatan pasien
yang sakit parah atau terminal dan kebutuhan pasien dalam mengelola gejala
serta pengetahuan tentang cara menghilangkan nyeri. Untuk itu diperlukan
sikap peduli, kesadaran, kepekaan dan kasih sayang pada pasien terminal
(Ruland & Moore, 1998).
2.7.1 Pengkajian Keperawatan
Pendekatan pengkajian pasien kanker mengacu pada lima konsep dalam
teori peaceful end of life. Lima konsep utama adalah bebas dari rasa nyeri,
merasakan kenyamanan, pengalaman bermartabat dan dihormati,
merasakan kedamaian, dan merasakan adanya kedekatan dengan orang
yang bermakna (Ruland & Moore, 1998).
2.7.1.1 Pengkajian Nyeri
Tidak merasakan sakit pada teori ini didefinisikan dengan tidak
mempunyai pengalaman nyeri. Nyeri lanjut digambarkan sebagai
pengalaman yang tidak menyenangkan baik perasaan emosional atau
sensori yang mempunyai resiko terjadinya kerusakan jaringan dan atau
adanya bentuk suatu kerusakan (Ruland & Moore, 1998).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Nyeri pada pasien kanker merupakan suatu fenomena subjektif yang
dipengaruhi oleh faktor fisik dan non fisik. Faktor fisik dapat berasal dari
berbagai bagian tubuh atau sebagai akibat dari terapi dan prosedur yang
dilakukan, termasuk operasi, kemoterapi dan radioterapi. Nyeri juga
dapat dianggap sebagai ungkapan suatu proses patologis tubuh, sehingga
pasien dengan keluhan nyeri harus dicari penyebabnya. Secara umum
nyeri ada beberapa jenis yaitu nyeri; nosispetif, neuropatik, radikular,
sentral, deferensiasi, simpatetik, dan psikogenik (Rasjidi, 2010).
Nyeri nosispetif berasal dari aktifitas nosispeptor pada semua jaringan
kecuali sistem saraf pusat. Informasi mengenai rasa nyeri ditransmisikan
dari jaringan yang terluka menuju ke kortek serebral. Nyeri neuropatik
berasal dari lesi saraf perifer atau sentral, sedangkan nyeri radikular
bersumber pada tulang belakang tertentu menjalar secara dermartomal
dari radik posterior yang bersangkutan. Nyeri sentral merupakan nyeri
yang berasal dari susunan saraf pusat, sedangkan nyeri deferensiasi
adalah nyeri kronik sebagai akibat dari hilangnya rangsangan aferen yang
masuk ke dalam susunan saraf sentral atau perifer. Nyeri simpatetik
bersumber dari lesi simpatis perifer. Nyeri psikogenik dapat diawali
dengan adanya konflik mental seseorang dapat memperoleh gangguan
somestesia. Pada umumnya psikogenik merupakan suatu konversi
histerik, yaitu penderitaan batin yang diproyeksikan menjadi rasa nyeri
secara fisik (Rasjidi, 2010).
Pengkajian nyeri terdiri dari dua komponen utama yaitu; riwayat nyeri
dan observasi langsung terhadap respon perilaku nyeri. Riwayat nyeri
memberikan kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan rasa dengan
kat-katanya sendiri dan bagaimana mereka memandang nyerinya.
Pengkajian nyeri awal untuk orang yang sedang mengalami nyeri hebat,
mungkin hanya terdiri dari beberapa pertanyaan saja, sebelum intervensi
dilakukan. Namun sebaliknya bagi orang yang mengalami nyeri kronis
perawat harus lebih banyak memberikan pertanyaan yang berfokus pada
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
37
Universitas Indonesia
mekanisme koping, keefektifan penatalaksanaan nyeri saat ini, dan
bagaimana nyeri dapat mempengaruhi aktifitas hidup sehari-hari. Data
yang harus dikumpulkan secara komprehensif meliputi; lokasi nyeri,
intensitas, kualitas, faktor presipitasi, faktor yang mengurangi,
pengalaman nyeri masa lalu, makna nyeri bagi orang tersebut, sumber
koping dan respon efektif (Kozier & Erb, 2009).
2.7.1.2 Pengkajian Nyaman
Perasaan nyaman didefinisikan sebagai kondisi yang bebas dari
ketidaknyamanan, kemudahan, kepuasan kedamaian dan apapun yang
membuat hidup lebih mudah dan menyenangkan (Ruland & Moore,
1998). Pengkajian untuk menilai kemampuan selama perawatan
menggunakan instrumen ECOG performance (eastern cooperative
oncology group). Penilaian ECOG dikembangkan oleh peneliti klinis dari
Amerika Serikat yang meneliti semua klien kanker yang berusia dewasa.
Status ECOG performance adalah skala yang digunakan untuk menilai
bagaimana penyakit pasien ini mengalami kemajauan, menilai bagaimana
penyakit ini dapat mempengaruhi kemampuan hidup sehar-hari, serta
menentukan prognosis dan pengobatan dengan tepat (Jones & Muzio,
2005).
Penilaian Status ECOG performance meliputi; skala 0 yang berarti klien
mampu melakukan aktifitas secara aktif tanpa dibatasi oleh adanya
gangguan akibat penyakit yang dirasakannya, skala 1 klien mampu
melakukan aktifitas pekerjaan fisik yang berat, namun untuk melakukan
aktifitas pekerjaan rumah ringan, pekerjaan kantor klien masih mampu
melaksanakannya, skala 3 klien mampu merawat diri sendiri, namun
tidak mampu untuk melakukan pekerjaan ringan, skala 4 klien hanya
mampu melakukan aktifitas di tempat tidur atau kursi roda dan tidak
mampu merawat dirinya sendiri, sedangkan pada skala 5 klien sudah
meninggal (Jones & Muzio, 2005).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Pengkajian ketidaknyamanan pada klien dengan kanker dapat dilakukan
salah satunya dengan instrumen ESAS (edmonton symptom assessment
syatem). ESAS merupakan instrumen yang dipergunakan untuk
membantu dalam penilaian sembilan gejala yang umum pada pasien
perawatan paliatif meliputi; nyeri, kelelahan, mengantuk, mual, kurang
nafsu makan, depresi, kecemasan, sesak nafas, dan perasaan sejahtera.
ESAS didesain untuk menemukan gejala dari tingkat keparahan yang
dirasakan oleh pasien dengan memonitor perubahan gejala dari waktu ke
waktu (Alberta Health Service & Convenan Health, 2010).
2.7.1. 3 Pengkajian Pengalaman Bermartabat dan Dihormati
Pengalaman bermartabat didefinisikan sebagai manusia yang dihormati,
dihargai dan memiliki nilai yang layak ketika bermasyarakat. Ini
termasuk pengakuan dan dihormati karena tidak terkena kasus yang
melanggar nilai-nilai dan integritas pasien. Kelemahan, ketidakmampuan,
dan perasaan tidak berguna sering timbul dalam perasaan pasien selama
menjalani perawatan. Kesendirian selama perawatan kadang akan
membawa pikiran yang negatif dalam mengartikan situasi dan kondisi
sekarang. Mudah kecewa, tersinggung biasanya mengawali perasaan
tidak dihargai sebagai orang yang kuat. (Ruland & Moore, 1998).
2.7.1.4 Pengkajian Damai
Definisi untuk menjadi damai pada teori ini adalah perasaan tenang,
harmoni, dan kepuasan. Bebas dari ketakutan, kekawatiran dan
kecemasan. Perasaan tenang berawal dari kepuasan atas apa yang ingin
dicapai dalam kehidupannya. Tujuan hidup yang tidak rasional dilakukan
pada saat sakit seperti ini akan menimbulkan perasaan kecewa terhadap
dirinya sendiri. Tujuan hidup sekarang harus melihat keadaan diri pasien,
sehingga tujuan yang berasal dari suatu keinginan dapat terpenuhi.
Pendekatan spiritual dalam merumuskan tujuan hidup akan lebih terasa
bermakna, sehingga kehidupan yang dijalani akan mendapatkan manfaat
secara spiritual. Kepuasan merupakan bentuk perasaan sukses akan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
39
Universitas Indonesia
keberhasilan mencapai tujuan yang ditentukannya. Kehidupan yang
harmoni dan selaras dengan tercapainya tujuan hidup. Pendekatan
psikososial dan spiritual akan lebih berperan dalam menciptakan
keharmonian diri pasien (Ruland & Moore, 1998).
2.7.1.5 Pengkajian Kedekatan dengan Orang yang Bermakna
Kedekatan orang lain yang signifikan pada teori ini maksudnya perasaan
berhubungan dengan orang lain dan terjadi kepedulian. Peranan keluarga,
sahabat dan rekan kerja dirasakan selama pasien sakit. Kunjungan dan
dukungan kepada pasien pada masa perawatan sangat berpengaruh pada
kondisi pasien. Hubungan komunikasi yang hangat dengan saudara,
kerabat sangat diharapkan pada masa-masa seperti ini. Pasien harus
menjalani perawatan di rumah sakit yang jauh dari kerabat dan keluarga
menimbulkan perasaan asing dan merasa sendiri dan tidak ada tempat
untuk berkomunikasi secara fisik. (Ruland & Moore, 1998).
2.7.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan label singkat yang menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi di klinik. Kondisi ini berupa masalah-
masalah aktual atau potensial atau diagnosis sejahtera (Wilkinson, 2012).
Pendekatan teori peaceful end of life pada diagnosa keperawatan
dikembangkan dari lima konsep peaceful end of life yang terdiri dari;
masalah nyeri, ketidaknyamanan, perasan tidak bermartabat dan dihormati,
tidak merasakan kedamaian, dan tidak merasakan adanya kedekatan
dengan orang yang bermakna (Ruland & Moore, 1998). Namun demikian
didalam perumusan diagnosa keperawatan yang digunakan dalam asuhan
keperawatan pasien dengan kanker kolon tetap mengacu pada terminologi
NANDA (north american nursing diagnosis association) (Wilkinson,
2012).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
40
Universitas Indonesia
2.7.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi dalam asuhan keperawatan pasien dengan kanker kolon
mengacu pada nursing intervention classification (NIC) yang secara
komprehensif mengklasifikasikan standar intervensi yang dijadikan
pedoman perawat (Bulechek, 204). Kriteria hasil yang sesuai dengan Teori
peaceful end of life adalah tetap mengaju pada lima konsep teori tersebut.
Kriteria hasil nyeri, diharapkan pasien tidak merasakan atau mengalami
nyeri, mual, kehausan, pengalaman kenyamanan yang optimal, damai dan
pasien tidak meninggal sendirian. Kriteria hasil nyaman, pasien dan
keluarganya memiliki keyakinan bahwa mereka akan mendapatkan
pelayanan yang terbaik, menjaga harapan yang bermakna, terlibat dalam
pengambilan keputusan mengenai perawatan pasien, mendapatkan bantuan
dan menjelaskan isue-isue yang terkait dengan akhir kehidupan,
pengalaman lingkungan yang menyenangkan. Kriteria hasil damai adalah
orang lain yang bermakna mampu mengambil bagian dalam merawat
pasien, dapat mengucapkan selamat tinggal sesuai dengan keyakinan atau
budaya mereka, dan ditawarkan kunjungan folow up setelah kematian
(Ruland & Moore, 1998).
2.7.4 Evaluasi Keperawatan
Proses asuhan keperawatan untuk melakukan implementasi dan evaluasi
merupakan proses yang komplek dan dinamis. Praktek perawat spesialis
dalam melakukan evaluasi harus berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai
sebagai perawat spesialis yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasien
melalui asuhan keperawatan yang terkoordinasi yang melibatkan hubungan
kolaboratif antara petugas kesehatan (Lukosius & DiCenco, 2004).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
41
Universitas Indonesia
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KELOLAAN
Bab 3 berisi tentang gambaran asuhan keperawatan dengan penerapan teori
peaceful end of life dan penerapan evidence base nursing dan pelaksanaan proyek
inovasi dalam keperawatan di ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais
Jakarta.
3.1 Diskripsi Kasus Kelolaan Utama
Tn. S, Usia 33 tahun, nomer rekam medis 317406300, jenis kelamin laki-
laki, pendidikan tamat SMU, pekerjaan karyawan swasta, status belum
menikah, agama islam, masuk rumah sakit tanggal 28 Januari 2014, dirawat
di kamar 601 ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, dengan
diagnosa kanker kolon stadium IV (T4,N1,M1). Pengkajian dilakukan pada
tanggal 26 Pebruari 2014 jam 09.00 WIB. Status antropometri dengan berat
badan 48 kg, tinggi badan 164 cm, IMT 17,8.
Riwayat kesehatan pasien dengan sakit seperti ini sudah dimulai sejak bulan
Oktober 2012. Sebelumnya pasien telah mendapat perawatan di swasta di
Jakarta serta dilakukan tindakan operasi laparotomi dengan kolostomi. Hasil
pemeriksaan patologi anatomi (PA) pasien terdiagnosa kanker kolon stadium
IIIb. Pasien pernah mendapat kemoterapi sampai terjadi luka ekstravasasi
akibat pemberian kemoterapi daerah pada mata kaki kiri, namun saat ini
hanya terlihat bekas lukanya, pasien tidak tahu berapa kali diberikan
kemoterapi. Empat bulan kemudian sekitar bulan Pebruari 2013 pasien
dirujuk ke RSKD Jakarta. Pasien di RSKD diberikan kemoterapi selama 6
kali dan 1 kali remisi. Pada tanggal 20 pebruari 2014 pasien dilakukan
operasi laparotomi untuk penutupan kolostomi. Satu minggu setelah itu
pasien mengeluh tidak bisa buang air besar dan sudah diberikan tindakan,
namun tetap tidak ada perubahan.
41
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh bagian bekas jahitan
laparotomi di perutnya perutnya terasa nyeri seperti berdenyut, hilang timbul
dengan skala nyeri 6, pasien meringis saat menahan nyerinya ketika merubah
posisi setengah duduk, saat ini pasien hanya terbaring, setiap mobilisasi
miring kanan atau kiri pasien terlihat menahan nyeri. Pada perut bagian
kuadran 3 terpasang selang klem terbuka dengan produksi cairan yang
berwarna kehijauan dengan konsistensi cair sejumlah 900cc. Terdapat luka
jahitan stapler laparotomi mulai dari daerah gaster sampai dibawah umbilikus
dengan panjang luka ± 10 cm, sekitar luka kemerahan, dari jahitan yang
sepertiga atas dan tengah keluar cairan yang berwarna hijau sejumlah 450cc,
dan pus. Jumlah urin 750. Auskultasi: bising usus 3 kali/mnt, teraba distensi,
di sebelah kuadran kanan atas teraba keras. terpasang infus triway dengan line
I amiparen per 12 jam dan line II NaCl 0.9% per 12 jam. Terpasang dower
kateter produksi 750 cc dan hasil perhitungan balance cairan -620 cc.
Pasien sebenarnya tidak mengalami gangguan dalam beraktivitas, akan tetapi
pasien merasa badannya lemah yang menjadikan pasien kurang bertenaga.
Saat ini aktifitas dilakukan di tempat tidur dan pasien dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari dibantu oleh perawat dan ibunya. Pasien tidak
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat tidur, hanya
karena sering tertidur di siang hari maka malam harinya kadang tidurnya
sampai malam sehingga saat ini istirahat tidurnya tidak ditemukan gangguan.
Persepsi pasien menunjukkan bahwa dia mampu beraktifitas secara normal,
akan tetapi pasien merasakan lemah dan seakan-akan tidak ada energi.
Keluarga memberi dukungan dan membantu dalam mobilisasi dan memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Hasil riwayat penyakit dahulu pasien tidak memiliki riwayat alergi, asma
ataupun diabetes militus. Hasil riwayat kesehatan keluarga pasien
mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini.
keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti pasien ataupun penyakit
kanker yang lain, demikian juga keluarga dari ibu pasien juga tidak ada yang
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
43
Universitas Indonesia
menderita penyakit pasien. Hasil anamnesa keluarga nenek dan kakek pasien
tidak diketahui karena sudah meninggal. Pasien memiliki riwayat merokok 1
bungkus tiap hari dan suka mengkosumsi mie instan sejak duduk di SMP.
Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan keadaan umum pasien sakit sedang
dengan kesadaran komposmentis, status ECOG performance (eatern
cooperative oncology group) 4. Observasi tanda-tanda vital; tekanan darah
110/80 mmHg, nadi 96 x/mnt, pernafasan 22 x/mnt, suhu 37,2oC. bunyi
jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-). Capillary Refill < 3
detik, akral hangat, wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), vocal fremitus
simetris paru kanan-kiri, gerakan paru simetris, retraksi suprasternal tidak
ada. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 25 Pebruari 2014; hemoglobin
10,9 g/dl, lekosit 18,31 . 103
/µL, trombosit 398 x 103
/µL, eritrosit 4.98 106
/µL dan hematokrit 43.7% sedangkan hasil pemeriksaan natrium (Na+) 137
mmol/L, kalium (K+) 3.5 mmol/L, dan clorida (CL
-) 98,1%. Pemeriksaan
albumin total 5,6 g/dl, albumin 2,6g/dl dan globulin 3,0 g/dl, sedangkan
urem 38 mg/dl dan kreatinin 0,47 mg/dl.
Terapi medis pasien mendapatkan; infus NaCl 0,9% dosis 500 cc tiap 12
jam melalui intravena, amiparen dosis 500 cc tiap 12 jam melalui intravena,
tramadol 100 mg melalui intravena tiap 8 jam, cefotaksim 1 gram tiap 12
jam melalui intravena, dan parasetamol 3 x 1 tab, serta diet cair 100 cc tiap
6 jam.
3.2 Penerapan Peaceful End Life Thoery
Asuhan keperawatan yang dilakukan pada Tn. S menggunakan teori peaceful
end of life. Teori ini diaplikasikan dengan menguraikan lima konsep mulai
dari nyeri, rasa nyaman, bermartabat, damai, dan kedekatan dengan orang
yang bermakna. Pendekatan lima konsep ini dimulai dari pengkajian dengan
menempatkan dan mengelompokkan data-data pasien ke dalam lima konsep
peaceful end of life.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
44
Universitas Indonesia
3.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang dilakukan pada Tn.S dengan pendekatan teori peaceful
end of life. Pendekatan ini dilakukan dengan mengelompokkan data pasien
berdasarkan lima konsep dari teori peaceful end of life.
3.2.1.1 Nyeri
Pasien mengeluh nyeri pada bagian abdomen dan menjalar ke sekitarnya.
kualitas nyeri yang dirasakan seperti nyeri di seluruh perutnya seperti
berdenyut, hilang timbul dengan durasi hilang timbul lebih dari 15 menit,
nyeri akan dirasakan saat dilakukan perawatan luka dan saat
menggerakkan tubuhnya untuk miring atau duduk, intensitas nyeri
sedang dengan skala 6 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku
dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Pasien
kadang meringis sambil memegangi perutnya. Pemberian obat dirasakan
oleh pasien, namun beberapa saat saja, nyeri akan timbul kembali ketika
menggerakkan badannya. Nilai skor ESAS 6.
3.2.1.2 Rasa nyaman
Berdasarkan pengkajian terbebas dari rasa kenyamanan pasien berasal
dari adanya nyeri, adanya luka operasi diarea umbilikal yang terus
mengeluarkan cairan yang berbau. Ketidakmampuan dalam merawat diri
pasien dapat dikaji dengan nilai skore ECOG performance 4, semua
aktifitas dibantu oleh perawat dan keluarga. Kepuasan tentang kedamaian
yang sampai saat ini pasien merasa bosan dengan kondisi sakit yang tidak
sembuh-sembuh. Pengkajian perasaan nyaman dikaji dengan instrumen
ESAS diantaranya adalah skor ESAS kelelahan 7. Aktifitas sehari-hari
sebagian di bantu, berpakaian, toileting, dan mandi. skor ESAS mual 6,
skor ESAS tidak nafsu makan 6. Setiap kali cairan masuk sering
dimuntahkan lagi. Cairan masuk melalui oral 100 cc.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
45
Universitas Indonesia
3.2.1.3 Rasa bermartabat dan dihargai
Pasien merasa saat merasa senang karena masih merasa diakui sebagai
orang yang bermartabat. Hal ini terlihat selama dirawat temen-temennya
juga banyak yang menjenguk ke rumah sakit dan selama sakit ibunya
selalu menungguinya. Saudaranya juga banyak memberikan dukungan
materiil dan non materiil selama pasien dirawat. Pasien berharap
memperoleh pelayanan terbaik untuk pemulihan fisiknya. Pasien saat ini
merupakan pasien jamkesmas, pasien tidak merasa malu sebagai pasien
jamkesmas justru sebaliknya pasien merasa bersyukur karena biaya
pengobatannya dapat ditanggung oleh pemerintah. Pasien mengaku
sampai saat ini merasa tetap dihargai dan dihormati oleh masyarakat
karena pasien tidak pernah terlibat dengan masalah-masalah atau kasus
yang sifatnya negatif dimasyarakat. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai
karyawan, namun kedepan dimungkinkan pasien tidak dapat menjalani
pekerjaan diperusahaannya karena kesehatannya, namun pasien tetap
mempunyai nilai-nilai integritas. Pasien meminta dukungan keluarga
dalam menjalani pengobatan di rumah sakit. Pasien juga minta dukungan
perawat untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya.
3.2.1.4 Kedamaian
Pasien merasa takut, kawatir dan cemas dengan kondisi kesehatannya.
Pasien tidak bisa membayangkan akan menderita sakit seperti ini karena
sebelumnya pasien sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah. Pasien
kadang merasa pesimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi
yang akan dilanjutkan. Pasien kadang merasa tenang ketika sedang
menjalankan sholat, dan berzikir kepada Alloh. Saat ini pasien sering
mendekatkan diri dan berdoa untuk dirinya. skor ESAS cemas 5, dan
pasien juga masih sering bertanya tentang sakitnya apa bisa sembuh dan
pasien mengatakan bingung apa yang harus dilakukan jika masih sakit
seperti sekarang.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
46
Universitas Indonesia
3.2.1.5 Kedekatan dengan orang yang bermakna
Pasien merasa dekat sangat senang ibunya memberi dukungan yang
sangat baik. Hal ini terlihat selama di rumah sakit selalu ditunggu oleh
ibunya dan pemenuhan kebutuhannya selalu dibantu oleh ibunya.
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada kasus ini mengacu pada NANDA dalam
melakukan proses asuhan keperawatan. Berdasarkan data hasil pengkajian
maka diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut;
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses perkembangan penyakit
akibat infiltrasi sel kanker ke jaringan sekitar ditandai oleh keluhan
nyeri pada bagian abdomen dan menjalar ke sekitarnya. Kualitas nyeri
yang dirasakan seperti nyeri di seluruh perutnya seperti berdenyut,
hilang timbul dengan durasi hilang timbul lebih dari 15 menit. Nyeri
akan dirasakan saat dilakukan perawatan luka dan saat menggerakkan
tubuhnya untuk miring atau duduk. Intensitas nyeri sedang dengan
skala 6 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi
menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Skor ESAS 6.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk menyerap nutrien akibat faktor biologis
ditandai dengan pasien mengatakan mual, muntah, dan terasa sebah,
berat badan 48 kg, tinggi badan 164cm, IMT 17,8 atau kurus.
Pemeriksaan albumin total 5,6 g/dl, albumin 2,6g/dl, globulin 3,0g/dl,
dan hemoglobin 10,9 gr%. Skor ESAS mual 6, skor ESAS tidak nafsu
makan 6.
3. Pembentukan fistula berhubungan dengan keterlambatan pemulihan
paska bedah akibat infeksi ditandai dengan terdapat luka jahitan stapler
laparotomi mulai dari daerah gaster sampai dibawah umbilikus dengan
panjang luka ± 10 cm, dari jahitan yang sepertiga atas dan tengah
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
47
Universitas Indonesia
keluar cairan yang berwarna hijau sejumlah 450 cc, dan pus, terjadi
iritasi dan kemerahan sekitar luka, lekosit 18,8 x 103.
4. Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan asupan
cairan yang tidak adekuat sekunder akibat kanker kolon ditandai dengan
setiap kali cairan masuk sering dimuntahkan lagi, intake cairan
parenteral 2000 ml, per oral 100 ml dan output produksi cairan drain
900 ml, pada kantung stoma 450 ml, urin 750 ml dan IWL 720 ml.
Balance cairan -620 ml.
5. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman dan perubahan status
kesehatannya ditandai dengan skor ESAS cemas 5. Pasien juga masih
sering bertanya tentang sakitnya apa bisa sembuh. Pasien mengatakan
bingung apa yang harus dilakukan jika masih sakit seperti sekarang ini.
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
yang ditandai dengan pasien mengeluh lemas dan merasa tidak berdaya.
skor ESAS kelelahan 7. Aktifitas sehari-hari sebagian di bantu,
berpakaian, toileting, dan mandi. Nilai ECOG 4.
3.2.3 Penetapan Tujuan
Diagnosa keperawatan nyeri kronis berhubungan dengan proses
perkembangan penyakit akibat infiltrasi sel kanker ke jaringan. Setelah
dilakukan tindakan manajemen nyeri, pasien akan mampu mengontrol nyeri
(1605) dengan kriteria mampu menyatakan rasa nyaman setelah nyerinya
berkurang, mampu menggunakan non analgesik untuk menghilangkan nyeri,
mampu menggunakan analgetik yang direkomendasikan, mampu melakukan
pencatatan perkembangan nyerinya dengan ESAS.
Diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk menyerap nutrien akibat
faktor biologis. Setelah dilakukan tindakan nutritional status fluid and
intake (1008) dan nutritional status nutrien intake (1009) dengan kriteria
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
48
Universitas Indonesia
peningkatan cairan intavena, peningkatan nutrisi parenteral, masukan
kalori, karbohidrat, protein dan lemak.
Diagnosa keperawatan pembentukan fistula berhubungan dengan
keterlambatan pemulihan paska bedah akibat infeksi. Setelah dilakukan
tindakan wound healing; secondary intention (1103) dengan kriteria terjadi
penurunan ukuran luka, pus tidak ada, tidak ada tanda inflamasi sekitar luka,
tidak ada eritema sekitar luka, tidak ada fistula atau tanneling.
Diagnosa keperawatan resiko ketidakseimbangan volume cairan
berhubungan dengan asupan cairan yang tidak adekuat sekunder akibat
kanker kolon. Setelah dilakukan tindakan nutritional status food & fluid
intake (1008) dengan kriteria pemasukan cairan secara intravena dan
pemasukan cairan secara parenteral.
Diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan adanya ancaman dan
perubahan status kesehatannya. Setelah dilakukan tindakan anxiety self
control (1402) dengan kriteria pasien dapat mencari informasi yang dapat
menurunkan kecemasannya, pasien mampu merencanakan strategi koping
yang efektif, mampu menggunkan teknik relaksasi untuk menurunkan
cemas.
Diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik tingkat 3 berhubungan
dengan penurunan kekuatan. Setelah dilakukan tindakan body positioning
self initiated (0203) dengan kriteria pasien mampu berganti posisi dari tidur
ke duduk, dari duduk ke berdiri, dan pasien mampu berjalan kedepan dan
mundur ke belakang.
3.24 Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan dalam asuhan keperawatan pasien kanker kolon
ini mengacu pada NIC (nursing intervention classification)
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
49
Universitas Indonesia
3.2.4.1 Pain Management (1400)
Tindakan utama yang dilakukan adalah melakukan pengkajian secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, onset, dan durasi secara
berkala. mengajarkan teknik nonfarmakologi berupa relaksasi nafas
dalam dan dan imajinasi terbimbing saat merasakan nyeri, memberikan
obat analgetik tramadol 3 x 100 mg lewat intravena, menganjurkan
pasien untuk beristirahat yang cukup dan mengevaluasi keefektifan
kontrol nyeri pasien setelah dilakukan intervensi keperawatan.
3.2.4.2 Nutrition Therapy (1120)
Tindakan yang dilakukan adalah melakukan pengkajian kebutuhan nutrisi
secara yang lengkap dan tepat, memonitor makanan dan cairan yang
masuk dan menghitung intake kalori, melakukan kolaborasi dengan diet
terkait kebutuhan kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan pasien,
memilihkan nutrisi tambahan yang tepat, memberikan pasien nutrisi
tinggi protein dan kalori, memonitor kadar albumin, hemoglobin dan
hematokrit.
3.2.4.3 Woundcare: Closed Drainage (3662)
Tindakan yang dilakukan adalah menutup luka dengan system drainage
atau parcel dressing dengan menggunakan kantong stoma, mencatat
volume dan karakteristik cairan yang keluar, memonitor kantong stoma
tidak ada penyumbatan drainase, mengganti dressing, dan membuang
sisa kotoran serta cairan drainage.
3.2.4.4 Fluid Management (4120)
Tindakan yang dilakukan adalah mempertahankan catatan intake dan
output yang akurat, memonitor status hidrasi seperti kelembaban mukosa
mulut, nadi dan tekanan darah orthostatik, melakukan kolaborasi
pemberian cairan intravena dan pemberian cairan melalui parenteral,
memonitor keseimbangan cairan.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
50
Universitas Indonesia
3.2.4.5 Anxiety Reduction (5820)
Tindakan yang dilakukan adalah melakukan pendekatan yang
menentramkan pasien, menjelaskan semua prosedur yang akan
dilakukan, memberikan informasi yang nyata tentang diagnosis dan
pengobatannya, membantu pasien dalam mengambil keputusan,
membantu pasien mengidentifikasi situasi dan faktor pencetus cemas,
dukung aktifitas yang dapat menurunkan kecemasan, anjurkan pasien
untuk melakukan relaksasi.
3.2.4.6 Energy Management (0180)
Tindakan yang dilakukan adalah memonitor tanda-tanda vital sebelum
dan sesudah latihan dan melihat respon pasien saat latihan,
mengkonsultasikan dengan fisioterapis tentang rencana ambulasi sesuai
kebutuhan, mengajarkan pada pasien dan keluarga tentang tehnik
ambulasi, melatih pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara
mandiri, mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi dan
membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari, mengajarkan bagaimana
merubah posisi dan memberikan bantuan jika diperlukan.
3.2.5 Evaluasi
Tindakan evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses asuhan
keperawatan yang dilakukan. Evaluasi perkembangan pasien dilakukan
dengan menilai efektifitas dari implementasi keperawatan.
3.2.5.1 Nyeri Kronis
Setelah dilakukan tindakan manajemen nyeri baik secara farmakologi
dan non farmakologi keluhan nyeri pasien berkurang dengan penilaian
skala nyeri 3. Pasien mampu menggunakan tehnik relaksasi dan distraksi
serta mampu mencatat perkembangan nyeri yang dirasakannya dengan
melakukan pengkajian ESAS. Manajemen nyeri tetap dilakukan selama
pasien mengeluh nyeri.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
51
Universitas Indonesia
3.2.5.2 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Setelah dilakukan nutritional status fluid and intake dan nutritional
status nutrien intake, pasien menerima tambahan terapi parenteral
climinix 1000cc tiap 24 jam dan amiparen 500cc tiap 12 jam, masukan
kalori, karbohidrat, protein dan lemak. Masukan nutrisi cair melalui oral
300cc setiap hari tidak dimuntahkan.
3.2.5.3 Pembentukan Fistula
Setelah dilakukan intervensi terjadi penurunan ukuran luka yang semula
10cm menjadi 3 cm berupa fistula di bekas jahitan atas dan 2 cm berupa
fistula di bekas jahitan tengah. Eksudat pus produksi sedikit dan produksi
dari kedua fistule 950 ml, berwarna hijau dan berbau feses, tidak terjadi
iritasi sekitar luka
3.2.5.4 Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan nutritional status food & fluid
intake pemberian terapi melalui pemasukan cairan amiparen secara
intravena 1000 ml dan pemasukan cairan climinix secara intravena 1000
ml dan oral 400 ml. Balance cairan intake cairan parenteral 2000 ml, per
oral 500 ml dan output produksi, pada kantung stoma 950 ml, urin 850
ml dan IWL 720 ml. Balance cairan -120 ml.
3.2.5.5 Ansietas
Setelah dilakukan tindakan dalam mengatasi kecemasan, maka pasien
dapat beradaptasi dengan kecemasannya dengan skor ESAS 2. Hal ini
ditunjukkan dengan wajah yang lebih rilek dan tenang. Pasien
mengatakan ketenangan terasa ketika mendekatkan diri pada Alloh.
3.2.5.6 Hambatan Mobilitas Fisik
Setelah dilakukan tindakan body positioning self initiated pasien sudah
mampu ke toilet sendiri, duduk, berdiri dan berjalan tanpa bantuan,
namun aktifitas pasien tidak dapat dilakukan terlalu lama dan pasien
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
52
Universitas Indonesia
masih mengeluh kelelahan jika terlalu lama aktifitas. Tanda-tanda vital
tekanan darah 110/60 mmHg, denyut nadi 68x/menit, pernafasan
18x/menit. Skor ESAS kelemahan 2, Nilai ECOG 2.
3.3 Edukasi Perawatan Kolostomi Berdasarkan Evidence Based Nursing
3.3.1 Latar Belakang
Kejadian infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi luka laparotomi yang
letaknya berdekatan dengan kolostomi. Lubang stoma yang mengeluarkan
cairan dan feses dimungkinkan dapat mengkontaminasi luka laparotomi
(Murwani, 2009). Penggunaan kantong stoma menurut penelitian Lyiod,
(2000) menemukan adanya masalah kulit seperti dermatosis termasuk iritasi
yang disebabkan oleh kebocoran tinja dan cairan. Selain itu juga
ditemukannya penyakit psoriasis, infeksi dan reaksi alergi terhadap
pemakaian kontung stoma. Hasil penelitian Piccinellil, Brazzale, dan Saracco,
(2009) menunjukkan bahwa dari 48 pasien, 35 (73%) menyatakan tidak ada
masalah kulit tapi secara keseluruhan 27 pasien memiliki gangguan kulit dan
13 terdeteksi oleh perawat stoma memiliki erosi kulit.
Keberadaan stoma pada pasien akan menimbulkan masalah psikologis yang
secara signifikan akan mempengaruhi angka morbiditas pasien, kurangnya
pengetahuan tentang kolostomi dan perawatannya dapat diatasi dengan
adanya edukasi pre dan post operasi serta dukungan psikologis dari keluarga.
Edukasi tentang kolostomi akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan
dari pasien. Peningkatan biaya akibat dari perawatan yang lama paska operasi
yang disebabkan oleh karena pasien yang belum mampu melakukan
perawatan kolostomi secara mandiri. Perawatan kolostomi seharusnya
diajarkan pada pasien dan keluarga sebelum operasi dan setelah operasi.
Singkatnya masa perawatan 2-4 minggu membuat pasien belum dapat
sepenuhnya terlatih dalam teknik perawatan kolostomi sebelum pulang
(Smeltzer & Bare, 2006). Tidak dilakukannya edukasi perawatan luka
meningkatkan pembiayaan yang lebih besar. Suatu penelitian menunjukkan
bahwa biaya yang harus dikeluarkan dengan tidak adanya edukasi perawatan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
53
Universitas Indonesia
stoma di inggris mencapai $ 2,104 tiap pasien atau sekitar Rp. 20.000.000,-
(Sanjay, 2005).
Edukasi perawatan kolostomi dengan menghadirkan audiovisual sebagai
media merupakan suatu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat
kemandirian pasien dalam perawatan kolostomi. Media audovisual yang
digunakan dalam edukasi perawatan kolostomi akan memudahkan dalam
menjelaskan prosedur, ketrampilan dan pengetahuan yang terkait dengan
kolostomi. Upaya ini yang pada akhirnya mampu menurunkan biaya yang
harus dikeluarkan dalam perawatan kolostomi. Salah satu peneliti dari Inggris
menggunakan edukasi perawatan stoma dengan media audovisual sebagai
salah satu cara dan telah membuktikan bahwa edukasi perawatan kolostomi
sebelum dan sesudah operasi dengan menggunakan media audovisual mampu
mempercepat lama perawatan dan tentunya dapat menurunkan biaya
perawatan (Sanjay, 2005).
Peran perawat untuk memberikan edukasi perawatan stoma diawal akan
menurunkan masalah yang mengganggu pada stoma. Tujuan umumnya
adalah menerapkan edukasi tentang perawatan kolostomi pada pasien pre dan
post operasi yang berdasarkan hasil-hasil riset terkini (evidence-based
nursing practice), sedangkan tujuan khususnya adalah melakukan studi
literatur untuk memperoleh bukti ilmiah tentang edukasi perawatan kolostomi
pada pasien yang dilakukan operasi kolostomi, mengujicobakan edukasi
perawatan kolostomi dengan menggunakan audiovisual untuk meningkatkan
ketrampilan pasien dalam perawatan stoma dan mengevaluasi penerapan
edukasi perawatan kolostomi dengan audiovisual pre dan post operasi.
Berdasarkan telaah beberapa jurnal hasil penelitian yang telah dikritisi dan
memiliki clinical significant, edukasi perawatan kolostomi pada pasien
kanker mampu memberikan manfaat dalam meningkatkan atau mempercepat
kemandirian pasien dalam perawatan luka, menurunkan lama rawat dirumah
sakit, menurunkan biaya perawatan dan menurunkan kecemasan akibat dari
ketidakmampuan dalam merawat stoma (Sanjay, 2005).
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Sebanyak 73 % pasien dengan kolostomi dan ileostomi mengalami masalah
kulit seperti dematosis, iritasi, psoriasis, piodema genggranosum, dan alergi
(Smith, 2000). Peran perawat dalam mencegah masalah yang timbul dapat
dilakukan dengan memberikan edukasi tentang perawatan kolostomi atau
ileostomi sejak awal sebelum dilakukan operasi sehingga akan dapat
menurunkan masalah yang mengganggu pada kolostomi atau ileustomi.
Berdasarkan landasan penelitian sebelumnya dan riset-riset terkini, kita akan
mendapatkan pembuktian-pembuktian dalam keperawatan sebagai dasar
tindakan yang akan kita lakukan dengan menggunakan Evidence Based
Practice Nursing (EBNP).
Hasil wawancara yang dilakukan penulis di Ruang Teratai Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta selama dua minggu di ruangan didapatkan data
bahwa pasien post operasi laparotomi pada hari 7 belum bisa mengganti
kantung kolostomi secara mandiri dan selama ini dilakukan oleh keluarga dan
perawat yang bertugas diruangan tersebut. Edukasi perawatan kolostomi
sangat penting karena pasien akan lama dalam menggunakan kantung
stomanya. Peranan perawat sangatlah penting untuk memberikan
pengetahuan tentang ketrampilan dalam perawatan stoma sehingga rasa
nyaman pasien dengan melakukan aktifitasnya tidak tergantung pada orang
lain. Edukasi kolostomi yang dilakukan harus berdasarkan landasan
penelitian atau hasil riset terkini sehingga kita mendapatkan pembuktian
dalam keperawatan yang disebut dengan Evidence Based Practice Nursing
(EBNP). EBNP yang akan diterapkan oleh penulis adalah edukasi tentang
perawatan kolostomi sebelum dan sesudah operasi dengan menggunakan alat
bantu audiovisual.
3.3.1 Masalah Klinis
Perumusan masalah klins akan dilakukan dengan menggunakan
pendekatan PICO (populasi, intervensi, commparative dan outcome).
PICO merupakan suatu pendekatan untuk membuat pertanyaan klinis.
Pertanyaan klinik yang diangkat dalam pelaksanaan evidence based
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
nursing ini adalah: “Apakah intervensi edukasi tentang perawatan
kolostomi dengan menggunakan audiovisual efektif dapat meningkatkan
kemandirian pasien dan keluarga dalam perawatan kolostomi?”. Adapun
pendekatan masalah klinik dengan menggunakan metode PICO adalah:
1. Populasi
Pasien pre dan post operasi kolostomi yang dirawat diruang Teratai
Rumah Sakit Kanker Dharmais di Jakarta.
2. Intervensi
Edukasi tentang perawatan kolostomi dengan menggunakan media
audiovisual.
3. Commparative
Tidak dilakukan perbandingan terhadap intervensi utama sehinga fakus
perhatian pada penerapan evidence base nursing ini adalah untuk
mengetahui keefektifan intervensi utama yaitu edukasi perawatan
kolostomi dengan menggunakan audiovisial pada pasien sebelum dan
sesudah operasi kolostomi.
4. Outcome
Meningkatkan kemandirian dalam merawat kolostomi.
3.3.2 Search Strategi
Berdasarkan dari analisis PICO diatas, maka kata kunci adalah: stoma
education, colostomy, audiovisual,. Dari pencarian melalui Pro Quest,
MEDLINE, EBSCO, google scholar, SCOPUS, maka didapatkanlah
berbagai artikel terkait, antara lain; Health related quality of live may
increase when patients with a stoma attend patient education (2014) oleh
Anne Kjaergaard Danielsen dan Jacob Rosenberg. A case control study,
continuity of care for the stoma patient: psychological considerations oleh
Barbara Borwell dari British Journal of Community Nursing, teaching
stoma management skills: the importance of self care (2005) oleh gloria O
cannor dari British Journal of Nursing, the enhanced recovery programme
for stoma patient: an audit (2010) oleh Sandra Bryan dan Suzie Duke dari
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
56
Universitas Indonesia
British Journal of Nursing, post operative stoma care and the selection of
appliances (2006) oleh Lyn Kirkwood dari Journal of community nursing.
3.3.3 Analisis Literatur Pendukung
Penelitian dilakukan oleh Sanjay Chaudhri, M.S., F.R.C.S., Lesley Brown,
R.G.N., Imran Hassan, M.D., Alan F. Horgan, M.D., F.R.C.S.(Gen.) tahun
2005. Judul penelitian “Preoperative Intensive, Community-Based vs.
Traditional Stoma Education: A Randomized, Controlled Trial”. Tujuan
penelitian adalah untuk mempercepat tingkat kemandirian pasien dalam
perawatan stoma.
3.3.3.1 Ringkasan Penelitian
Jurnal yang digunakan sebagai dasar dalam menerapkan EBN adalah
intervensi edukasi tentang perawatan kolostomi dan ileostomi. EBN ini
diambil dari journal diseases of colon and rectum dengan judul
“Preoperative Intensive, Community-Based vs. Traditional Stoma
Education”. Penelitian ini dilakukan oleh Sanjay Chaudhri, M.S.,
F.R.C.S., Lesley Brown, R.G.N., Imran Hassan, M.D., Alan F. Horgan,
M.D., F.R.C.S.(Gen.) pada tahun 2005. Desain penelitian ini adalah A
randomized controlled trial (RCT) double blinde yang digunakan untuk
menilai pengaruh edukasi perawatan kolostomi sebelum dan sesudah
operasi. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit di Inggris. Partisipan dari
penelitian ini berjumlah 42 pasien kolostomi dan ileostomi. Cara
pemilihan responden dilakukan secara random baik pada kelompok
intervensi maupun kelompok kontrol. Responden terdiri dari 21 responden
kelompok intervensi dan 21 responden kelompok kontrol. Responden
kelompok intervensi yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari 13 laki-
laki dan 8 perempuan dengan jenis stoma ileostomi 15 responden dan
kolostomi 6 responden, serta tipe atau jenis stoma sementara 11 dan 10
stoma permanen. Kelompok kontrol ada 21 responden yang terdiri dari 11
lai-laki dan 10 perempuan. Berdasarkan jenis stoma 16 ileostomi dan 5
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
57
Universitas Indonesia
kolostomi, dengan tipe stoma permanen 7 dan sementara 14. Usia rata-rata
responden kelompok intervensi 62 tahun dan kelompok kontrol 69 tahun.
Pemilihan Kelompok intervensi diberikan edukasi perawatan kolostomi
sebelum dan sesudah operasi dengan menggunakan adiovisual, sedangkan
kelompok kontrol menggunakan cara konvensional.
Pilihan partisipan yang setuju dilakukan intervensi edukasi tentang
perawatan kolostomi dan ileostomi tidak akan mempengaruhi atau
berdampak pada pengobatan. Cara dalam melakukan intervensi dilakukan
dengan prosedur edukasi yang dilakukan adalah sebagai berikut: edukasi
tentang perawatan kolostomi dan ileostomi dilakukan sebelum operatif
dilakukan oleh perawat spesialis sampai partisipan mandiri. Hari pertama
setalah operasi pasien mampu mengobsevasi dengan melihat kantung yang
penuh, melihat penggunaan kantung stoma, membantu pengosongan
kantong dan membantu menyiapkan kantung stoma pengganti. Hari kedua
setelah operasi pasien mampu mengosongkan kantung stoma, pasien
mampu mengganti kantung stoma, pasien mampu membersihkan kulit
sekitar stoma, dan pasien mampu menyiapkan kantung stoma pengganti.
Hari ketiga setelah operasi pasien mampu mengganti kantung stoma
dibawah supervisi, dan pasien menyiapkan kantung penganti. Hari
Keempat setelah operasi pasien mampu mengganti kantung stoma tanpa
supervisi, discharge jika sudah kompeten. Hari kelima pasien mampu
melakukan perawatan stoma secara mandiri tanpa supervisi.
Evaluasi dilakukan tiap hari dengan melihat kemampuan responden dalam
merawat kolostominya. Hasil penelitian menunjukkan secara significant
(P=0,0005) pada kelompok intervensi kemampuan merawat stoma sendiri
lebih cepat dibandingkan kelompok kontrol dengan rata-rata waktu 5 hari
banding 9 hari. Kedua dilihat dari lama tinggal dirumah sakit
menunjukkan perbandingan 8 hari untuk kelompok intervensi banding 10
hari untuk kelompok kontrol dengan nilai P=0,029) dan rata-rata pada
kelompok intervensi mampu menghemat $ 2.104.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
58
Universitas Indonesia
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatkan keahlian pasien
dalam merawat kolostomi dan ileostomi, memperpendek masa perawatan
di rumah sakit, menurunkan tingkat kecemasan dan depresi serta dapat
menghemat biaya perawatan.
3.3.4 Critical Appraisal
3.3.4.1 Validitas dan Reabilitas
Penelitian ini menggunakan desain uji random terkontrol atau
Randomized Controlled Trial (RCT). RCT merupakan jenis penelitian
eksperimen yang baik dalam membuktikan intervensi yang dilakukan
pada penelitian tersebut. Penelitian jenis RCT digunakan untuk
menjawab pertanyaan riset dengan melakukan perlakuan pada kelompok
intervensi dan membandingkan dengan kelompok kontrol. Pemilihan
sampel pada penelitian ini dilakukan secara radomisasi. Kedua kelompok
baik kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dilakukan
perlakuan dipilih secara random. Kelompok intervensi dilakukan edukasi
tentang perawatan kolostomi dan ileostomi dengan menggunakan
audiovisual yang dilakukan sebelum dan sesudah operasi sedangkan
kelompok kedua dilakukan edukasi tentang perawatan kolostomi dan
ileostomi dengan cara konvensional.
Karakteristik populasi dalam penelitian ini meliputi kriteria inklusi yaitu:
partisipannya adalah pasien yang direncanakan operasi kolorektal reseksi
dan pembuatan stoma permanen atau sementara. sebelumnya telah
dilakukan pengkajian awal oleh perawat spesialis dan pasien menyetujui
dan mematuhi selama penelitian. Penelitian ini sudah disetujui oleh
komite etik dan penelitian ini tidak akan mempengaruhi atau berdampak
serius terhadap pengobatan yang dilakukan.
Penelitian ini semakin kuat karena dilakukan dengan cara double blind,
yaitu dengan cara peneliti tidak langsung terlibat dalam edukasi perawatan
kolostomi maupun dalam penilaian atau evaluasi dari hasil intervensi yang
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
59
Universitas Indonesia
telah dilakukan. Doubel blind merupakan uji baku emas dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, kemungkinan terjadi subjektifitas atau bias pada
penelitian ini dapat diminimalisasikan. Pelaksanaan penelitian ini
melibatkan perawat spesialis stoma yang ada di rumah sakit tersebut.
Pemberi edukasi perawatan kolostomi untuk kelompok intervensi dan
kontrol dilakukan oleh perawat spesialis stoma. Demikian juga yang
melakukan evaluasi penilaian dilakukan oleh perawat spesialis stoma.
Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Mann-Whitney
U test (P=0.0005). Uji statistik yang digunakan sesuai dengan desain
penelitian, yaitu uji hipotesis untuk mengetahui beda rerata peringkat
antara dua kelompok independen dengan menggunkan t-test independen
tidak memenuhi asumsi atau data tidak berdistribusi normal.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa edukasi tentang perawatan stoma
sebelum operasi mampu meningkatkan kemandirian pasien dalam merawat
stoma terjadi peningkatan yang signifikan dengan uji Mann Whitney
p=0.0005. Berdasarkan lama perawatan terjadi penurunan lama rawat di
rumah sakit dengan uji Mann Whitney p=0.029 dan berdasarkan analisis
biaya perawatan dapat mengurangi pengeluaran per pasien sebesar $
2,104. Kesimpulan penelitian ini bahwa edukasi tentang perawatan
kolostomi pada pasien sebelum dan sesudah operasi lebih efektif dalam
meningkatkan kemandirian pasien dalam merawat kolostomi, sehingga
dapat menurunkan lama rawat di rumah sakit.
3.3.4.2 Importancy
Importancy atau clinical significant pada penelitian ini ditunjukkan dari
nilai probabilitas (p) kurang dari 0,05 pada semua variabel dependen yang
diuji dengan uji statistik beda mean dua kelompok. Analisis data pada
penelitian ini tidak dapat dapat melihat perhitungan Odd Ratio (OR)
karena data varian dependen tidak diketahui. Clinical significant
ditentukan oleh nilai number needed to treat (NNT). NNT merupakan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
60
Universitas Indonesia
penilaian yang dilakukan untuk melihat jumlah pasien yang diperlukan
untuk dilakukan intervensi yang bertujuan untuk mencegah outcome yang
negatif.
3.3.4.3 Aplikabilitas
Secara umum penelitian ini dapat diterapkan pada tataran klinik, karena
memenuhi beberapa kriteria; penelitian ini dilakukan dengan metode
randomized controlled trial, varian konfonding dikendalikan secara ketat
dengan randomisasi dan pemilihan kriteria inklusi, metode pengumpulan
data dilakukan dengan melibatkan perawat spesialis stoma, waktu
penelitian yang cukup untuk menilai edukasi perawatan kolostomi,
meskipun sampel hanya 42 namun menunjukkan significant yang cukup
kuat secara statistik.
Tujuan penelitian ini untuk membandingkan kefektifan pada hasil edukasi
tentang perawatan kolostomi dan ileostomi sebelumdan sesudah operasi
dengan menggunakan media audiovisual dengan edukasi tentang
perawatan kolostomi dan ileostomi dengan cara konvensioanal. Hasil dari
perbandingan kelompok intervensi dan kelompok kontrol menunjukkan
bahwa kelompok intervensi lebih efektif dilakukan pada pasien sebelum
operasi. Pasien lebih cepat mampu merawat kolostomi atau ileostomi dan
menurunkan lama rawat post operasi. Namun pada penelitian ini tidak
disebutkan number needed to treat (NNT) yang berguna untuk melihat
keefektifan treatment dari penelitian ini. Namun, hasil penelitian ini masih
relevan untuk diaplikasikan oleh klinisi dalam melakukan edukasi tentang
perawatan kolostomi dan ileostomi dengan menggunakan media
audovisual. Penggunaan media audiovisual dapat memberikan gambaran
yang lebih jelas kepada pasien dan keluarga.
Partisipan pada penelitian ini sama dengan partisipan yang ada dalam
EBN, yaitu pasien sebelum dan sesudah operasi yang akan dilakukan
tindakan kolostomi atau ileostomi yang dirawat diruang Teratai RSKD
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
61
Universitas Indonesia
Jakarta. Penerapan hasil penelitian ini sangat memungkinkan untuk
diaplikasikan di rumah sakit. Penggunaan smartphone dapat
mempermudah dalam pelaksanaa edukasi menggunakan audiovisual.
3.3.5 Proses Penerapan EBN
3.3.5.1 Persiapan
Penerapan EBN pada pelayanan keperawatan onkologi ini dilaksanakan
mulai bulan April – Mei 2014 di unit perawatan Teratai, Rumah Sakit
Kanker, Dharmais di Jakarta. Kegiatan EBN diawali konsultasi dan
bimbingan dengan pembimbing akademik dan pembimbing klinik.
Selanjutnya mengajukan surat permohonan dan proposal penerapan EBN
kepada kepala bagian pendidikan dan latihan Rumah Sakit Kanker
Dharmais di Jakarta dalam rangka permohonan ijin melaksanakan
kegiatan tersebut. Setelah penulis mendapatkan ijin maka penulis
mempresentasikan proposal penerapan EBN dihadapan pembimbing
akademik dari Universitas Indonesia, pembimbing klinik, kepala ruang,
clinical case manager, komite keperawatan dan perawat senior. Materi
presentasi meliputi latar belakang, tujuan, manfaat, critical appraisal
juornal terkait, dan rencana pelaksanaan dan vidio perawatan kolostomi.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh masukan-masukan dari
para ahli dibidang stoma, sehingga EBN yang direncanakan dapat
diterapkan di area kliniknya. Selanjutnya peneliti meminta persetujuan
responden untuk terlibat dalam penelitian. Jika responden setuju maka
responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan menjadi
responden.
Peneliti menerapkan prinsip-prinsip etik dalam melakukan penelitian ini.
Adapun prinsip-prinsip etik tersebut adalah Beneficence dan
Nonmaleficence tindakan edukasi perawatan kolostomi merupakan
tindakan keperawatan yang dapat memberikan manfaat kepada pasien.
Responden yang diberikan edukasi perawatan kolostomi akan lebih cepat
mengetahui bagaimana cara merawat kolostominya. Efek samping pada
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
62
Universitas Indonesia
tindakan ini sangat kecil sekali karena tindakan edukasi perawatan
kolostomi perlu mendapat persetujuan rumah sakit untuk penerapannya.
Namun pada intervensi yang melibatkan subjek manusia, penerapan EBN
yang dilakukan harus dengan hati-hati supaya tidak memberikan dampak
negatif pada pasien. Prinsip otonomi responden diberi hak kemandirian
dan kebebasan atas dirinya. Penulis menghargai hak-hak pasien dalam
membuat keputusan tentang intervensi yang akan dilakukan terhadap
dirinya, sehingga tidak ada unsur pemaksaan dan didasari dengan
pemikiran yang rasional. Tidak ada dampak pelayanan yang diberikan ke
responden apabila menolak dilakukan intervensi dan responden diberi
kesempatan untuk menghentikan intervensi yang dilakukan padanya
tanpa syarat apapun.
Prinsip Fidelity yaitu penulis selalu menjaga komitmen dan menepati
janji serta menyimpan rahasia partisipan. Data-data yang terkait dengan
responden akan disimpan oleh peneliti dan tidak disalahgunakan. Penulis
harus tidak taat, setia, untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya.
Kesetiaan, menggambarkan kepatuhan peneliti terhadap kode etik yang
menyangkut tanggung jawab. Hal yang terpenting dalam prinsip fedelity
adalah keberhasilan peneliti dalam membangun kepercayaan dan
hubungan antara peneliti dan responden. Prinsip veracity berhubungan
dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi
harus ada agar menjadi akurat, komprensensif, dan objektif yang dapat
memberikan pemahaman dan penerimaan tindakan yang dilakukan.
Justice, intervesi yang diberikan pada partisipan harus sesuai dengan
terapi yang benar berdasarkan standar praktek, hukum dan keyakinan
yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Penulis
pada penelitian ini mempunyai alasan yang sungguh-sungguh dan
keyakinan yang baik sebelum melakukan penelitian.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
63
Universitas Indonesia
3.3.5.2 Pelaksanaan
Jumlah responden pada kegiatan ini adalah 10 responden, namun terlebih
dahulu penulis melakukan sekrining dalam mendapatkan responden.
Beberapa responden yang sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan
oleh penulis dengan mengaju pada jurnal penelitian yang dipakai sebagai
EBN. Sepuluh responden yang diperoleh berusia 18 – 64 tahun, stadium
III dan IV. Rincian penyakit kanker yang dialami responden 3 kanker
servik, 1 kanker ovarium, 4 kanker kolon dan 2 kanker rektum.
Sedangkan jenis stoma 2 ileostomi dan 8 kolostomi.
Sebelum melakukan edukasi tentang perawatan kolostomi penulis
menjelaskan terlibih dahulu tentang tujuan, manfaat dari kegiatan yang
akan dilakukan, jika responden setuju maka penulis memberikan
informed concent kepada responden. Selanjutnya penulis melakukan
edukasi perawatan kolostomi dengan menggunakan audovisual. Media
audovisual yang digunakan berasal dari colostomi care et home one piece
dari pruduk kolostomi perusahaan dansac melalui you tube dengan durasi
3 menit.
Tindakan edukasi perawatan kolostomi dilakukan sebelum dilakukan
operasi dan sesudah operasi. Hasil yang diharapkan sesuai dengan jurnal
penelitian adalah Pendidikan kesehatan tentang perawatan kolostomi dan
ileostomi pada pre operatif dilakukan oleh perawat spesialis sampai
partisipan kompeten. Hari pertama post operasi pasien mampu
mengobsevasi penuh penggunaan kantung stoma, membantu
pengosongan kantung dan membantu menyiapkan kantung stoma
pengganti. Hari kedua post operasi pasien mampu mengosongkan
kantung stoma, pasien mampu mengganti kantung stoma, pasien mampu
membersihkan kulit sekitar stoma, dan pasien mampu menyiapkan
kantung stoma pengganti. Hari ketiga post operasi pasien mampu
mengganti kantung stoma dibawah supervisi, dan pasien menyiapkan
kantung penganti. Hari Keempat post operasi pasien mampu mengganti
kantung stoma tanpa supervisi, discharge jika sudah kompeten. Hari
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
64
Universitas Indonesia
kelima pasien mampu melakukan perawatan stoma secara mandiri tanpa
supervisi.
3.3.6 Hambatan dan Solusi
Selama proses penerapan EBN, penulis menemukan beberapa kendala
antara lain tidak semua pasien mengerti akan dilakukan tindakan
kolostomi, sehingga penulis harus berkoordinasi dengan dokter spesialis
untuk memastikan apakah pasien akan dilakukan kolostomi. Kendala yang
lainyang penulis rasakan adalah jumlah pasien yang tidak dapat diprediksi.
Kadang dalam waktu sehari ada lebih dari 2 pasien, tapi tekadang juga
tidak ada pasien, sehingga penulis harus berkoordinasi dengan CCM
(clinical case manager) untuk mendapatkan informasi tentang pasien yang
akan dilakukan tindakan operasi kolostomi.
3.4 Penerapan Pengkajian ESAS pada Pasien Paliatif
Penerapan pengkajian ESAS (Edmontom Symptom Assessmnet System)
pada pasien paliatif merupakan sebuah proyek inovasi yang dilakukan secara
kelompok oleh Aries Asmorohadi, Faqih Ruhyanudin, Rika Fatmadona dan
Dame Napitupulu sebagai inovator. Pelaksanaan kegiatan inovasi dilakukan
di unit perawatan ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais di Jakarta.
3.4.1 Latar Belakang
Gejala yang dirasakan oleh pasien yang menderita penyakit kanker dapat
berupa mengalami masalah fisik dan emosional (Richardson, 2011).
Masalah ini sering dilaporkan secara subjektif oleh pasien yang menderita
kanker, dimana prevalensi dan keparahan gejala cenderung berfariasi
sebagaimana data yang telah teridentifikasi oleh pelayanan kesehatan yang
tercatat dalam bentuk grafik. Gejala yang tercatat di catatan medis hanya
sebagaian kecil yang dirasakan oleh pasien. Tingkat pelaporan masih rendah
untuk mencatat sebagaian besar dari gejala yang keluhkan pasien, kecuali
keluhan nyeri (Juaqium, 2012). Hasil penelitian Juaquim (2012), di Portugal
menunjukkan gejala yang paling sering dan dilaporkan sendiri oleh pasien
dengan penyakit kanker adalah kelelahan (80%), nyeri (65%), insomnia
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
65
Universitas Indonesia
(64%), anoreksi (48%), mual (25%), muntah (10%), konstipasi (42%), diare
(32%).
Form pengkajian gejala dan tanda merupakan salah satu solusi untuk
memberikan data keluhan pasien yang sistematik dan dapat diisi secara
lengkap oleh pasien sebelum kunjungan rawat jalan dan selama dirawat di
rumah sakit. Sejumlah instrumen pengkajian ini telah tersedia mulai dari
fokus pada satu masalah sampai beberapa domain yang komplek dengan
bentuk cek list dan multiple item dengan menggunakan bentuk metode
skoring untuk memudahkan dalam menggali keluhan gejala yang dirasakan
pasien. Penilaian gejala secara sistematis ini berguna untuk mendeteksi
masalah atau keluhan yang tidak teridentifikasi selama pasien dalam
perawatan. Form pengkajian yang mudah dan lengkap yang dapat
membantu dalam mengidentifikasikan gelaja yang dirasakan oleh pasien
adalah dengan menggunakan ESAS (Edmonton Symptom Assessment
Syatem) (Carjaval, 2011).
Pengkajian gejala yang adekuat seperti ESAS sangat penting perannya
karena memberikan informasi akurat kepada petugas kesehatan.
Pengelolaan gejala yang dirasakan pasien yang dilakukan dengan cepat dan
akurat akan mempertahankan quality of life. ESAS dapat digunakan secara
lebih luas untuk mengetahui dan melaporkan kondisi dirinya dan sebagai
alat pengkajian pada perawatan paliatif. ESAS dikembangkan untuk
memonitor gejala yang paling sering pada kanker stadium lanjut dengan
gangguan yang minimal pada pasien. Instrumen ESAS sangat mudah untuk
digunakan dan dapat digunakan untuk memonitor gejala dari hari kehari
dalam melihat efek pengobatan dan perubahan gejala yang semuanya adalah
faktor penting dalam pengkajian kanker lanjut. ESAS ini akurat untuk
diterapkan pada tataran klinik dibandingkan dengan instrumen pengkajian
lain (Richarson, 2011).
Instrumen ESAS dibuat untuk membantu dalam melakukan pengkajian yang
lebih lengkap meliputi keluhan; nyeri, kelelahan, nausea, depresi, cemas,
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
66
Universitas Indonesia
mengantuk (drowsines), nafsu makan, mood (perasaan saat ini), dan sesak.
Pencatatan dilakuan dengan mengisi atau melingkari salah satu angka yang
sudah disiapkan mulai dari angka 0 sampai 10. Tingkat keparahan gejala
pada waktu pengkajian dari tiap gejala bertingkat muali dengan 0 berarti
gejala tidak ada samapai angka 10 yang berarti tingkat keparahan gejala
yang paling buruk. Inatrumen Esas ini diisi oleh pasien, caregiver
keluarganya. Oleh karena itu, pasien seharusnya diajarkan bagaimana
mengisi instrumen ESAS (Carjaval, 2011).
3.4.2 Analisis Situasi
Alasan pasien datang unit perawatan paliatif karena adanya keluhan-keluhan
yang mengganggu dan menyusahkan. Kondisi perkembangan penyakit
kanker yang terus meningkat stadiumnya akan menambah keluhan yang
dirasakannya. Keadaan seperti ini akan memperburuk dan menurunkan
kualitas hidupnya. Penatalasanaan gejala yang masih awal akan
meringankan keluhan yang dirasakan oleh pasien. Usaha untuk
mendapatkan gejala yang masih awal diperlukan instrumen penilaian yang
dapat mencakup semua keluhan yang dirasakan pasien. Pengembangan
instumen untuk menilai dan memonitor semua keluhan yang dirasakan oleh
pasien telah dikembangkan oleh Bruera pada tahun 1991. Beliaunya
mengembangkan Edmonton Symptom Assessment System (ESAS) dalam
lembar pengkajian yang valid dan reliabel yang mampu mengkaji dan
menggali 9 atau lebih gejala umum yang dialami oleh pasien kanker. ESAS
adalah suatu instrumen kunci pengkajian dalam proyek integrasi perawatan
paliatif (Richardson, 2011; Lucey, 2012).
Sistem pendokumentasian yang lengkap dan akurat akan memberikan suatu
sistem informasi yang jelas dalam proses keperawatan. Pendokumentasian
pengkajian gejala pada pasien paliatif yang mengacu pada ESAS ini dapat
dijadikan suatu bukti tertulis yang akurat. Diagnosa keperawatan akan
ditegakkan dengan adanya gejala ataupun tanda yang sangat dirasakan oleh
pasien. Keparahan gejala–gejala yang dirasakan oleh pasien dapat dilihat
melalui pengkajian ESAS. Program pengembangan melalui proyek inovasi
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
67
Universitas Indonesia
ini kelompok prakti residensi memilih penerapan pengkajian ESAS pada
pasien kanker di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Rumah sakit
Kanker Dharmais merupakan rumah sakit kanker rujukan nasional, yang
memberikan pelayanan kanker dalam bidangnya sebagai pusat unggulan
layanan kanker yang bersifat holistik dan terpadu bagi pasien anak dan
dewasa, serta memberikan pelayanan paliatif.
Berkaitan dengan pengembangan format pengkajian yang berfokus pada
penerapan pengkajian ESAS, maka dibutuhkan suatu perencanaan stategis
dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opprtunities,
Threats). Pengunaan analisa SWOT ini dapat membantu mempermudah
langkah dalam penerapan pengkajian ESAS dan dapat menjadi panduan
dalam pengembangan format pengkajian. Adapun analisa SWOT yang
dilakukan di Ruang Teratai Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta (RSKD)
adalah sebagai berikut;
3.4.2.1 Strenght
Kekuatan yang dimiliki oleh RSKD dalam penerapan pengkajian ESAS
antara lain RSKD merupakan rumah sakit pusat kanker nasional yang
menjadi pusat rujukan untuk pengobatan kanker dari seluruh Indonesia.
Adanya forum grup interes pada masing-masing pemintan di bidang
keperawatan. Pendidikan perawat di ruang terapai minimal DIII
Keperawatan dan Ners serta telah mengikuti pelatihan dasar sebagai
perawat onkologi. Terbukanya kesempatan untuk pendidikan lanjut ners
dan spesialis untuk perawat yang disesuaikan dengan jalur jenjang karir
perawat. Adanya sistem evaluasi jenjang perawat karir I, II, III, dan IV.
Jenjang perawat ini memberikan batasan kewenangan dalam
menjalankan tugas sehari-hari sebagai perawat. Adanya dukungan dari
semua perawat, kepala ruang dan manajemen penentu kebijakan untuk
mengembangkan asuhan keperawatan yang bermutu dan berkualitas.
Pasien di ruang teratai merupakan pasien yang mendapat jaminan
kesehatan oleh pemerintah, sehingga selama perawatan dan pengobatan
pasien tidak dipungut biaya. Fasilitas ruang tidur yang luas dengan kamar
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
68
Universitas Indonesia
mandi serta ruangan yang bar AC memberikan kenyamanan pasien.
Selain itu juga tersedia ruang diskusi, konsultasi, ruang obat, ruang
perawatan.
3.4.2.2 Weaknesses
Kelemahan dalam pendokumentasian gejala-gejala yang dirasakan dan
dikeluhkan oleh pasien belum memiliki format yang baku, sehingga
dalam pencatatan keluhan pasien kadang tidak memberikan suatu
informasi yang lengkap. Monitoring gejala tidak dituliskan secara terus-
menerus dalam catatan keperawatan secara khusus. Format yang
disiapkan masih banyak mengacu pada data-data objektif. Banyaknya
format-format pengkajian yang dituntut untuk memenuhi standar sesuai
JCI (joint comission International), sehingga perlu waktu dan tenaga
yang cukup untuk melengkapi format yang harus dilengkapi oleh
perawat. Banyaknya tenaga perawat yang baru (fresh graduate) yang
masih belum berpengalaman dalam merawat pasien kanker atau pasien
paliative, sehingga dalam pelaksanaannya masih banyak pendampingan
yang dilakukan dalam menjalani tugasnya.
3.4.2.3 Opportunities
RSKD merupakan rumah sakit dengan standar akreditasi penuh tingkat
lengkap dengan 16 pelayanan, saat ini terus melakukan pembenahan
untuk menyongsong akreditasi rumah sakit tingkat paripurna dan
akreditasi JCI. RSKD juga merupakan rumah sakit pusat pendidikan dan
pelatihan kanker nasional yang memberikan kesempatan untuk
melakukan pengembangan keperawatan onkologi melalui pelatihan yang
berkelanjutan serta penelitian-penelitian yang terkait dengan penyakit
kanker. Peningkatan pendidikan melalui bidang diklat ini dirasakan oleh
seluruh karyawan pada khususnya dan perawat onkologi di Indonesia.
Salah satu bidang garapan dari diklat adalah penerapan evidence base
nursing yang dapat dijadikan acuan dan pedoman dalam meningkatkan
mutu pelayanan pasien kanker.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
69
Universitas Indonesia
3.4.2.4 Threats
Tuntutan yang tinggi terhadap pelayanan keperawatan oleh masyarakat
merupakan konsukuensi dari perkembangan di era global. Berdirinya
rumah sakit khusus kanker yang mulai muncul merupakan akibat dari
kebutuhan akan pelayanan khusus kanker diperlukan oleh masyarakat.
Penawaran terhadap pelayanan dalam perawatan kanker baik dari luar
negeri atau didalam negeri mencerminkan adanya ancaman akan adanya
persaingan dalam memberikan pelayanan kanker. Tuntutan pelayanan
yang bermutu, berkualitas dan profesional harus tetap dipertahankan
untuk dapat bersaing di era global. Pemenuhan standar yang dituntut
JCI menjadi jawaban untuk tetap eksis di saat ini. Kelengkapan dalam
pengkajian keperawatan merupakan salah satu elemen penting yang
harus dilengkapi untuk menuju standar JCI.
Berdasarkan hasil analisa situasi berdasarkan pendekatan SWOT, maka
dapat disimpulkan bahwa inovasi pengembangan pengkajian ESAS dapat
dimasukkan dalam format pengkajian yang sudah dikembangkan di
RSKD sesuai format yang menerapkan standar JCI. Pengembangan
pengkajian ESAS ini disesuaikan dengan format pengkajian rawat inap
yang ada. Penerapan item pengakajian ESAS seperti nyeri, kelelahan,
nausea, depresi, cemas, mengantuk (drowsines), nafsu makan, mood
(perasaan saat ini), dan sesak dimasukkan dalam bentuk skala yang
berupa angka 0 sampai 10. skala 0 pasien tidak mengeluh adanya gejala
yang dirasakan, sedangkan pasien menunjukkan 10 artinya pasien
mengeluh adanya gejala yang sangat parah yang dia rasakan.
Tujuan dari program inovasi ini mampu meningkatkan di bidang
pengkajian onkologi dengan menerapkan pengakajian ESAS pada pasien
kanker. Manfaat hasil penerapan inovasi ini dapat bermanfaat bagi
pasien dalam menggali dan menilai kondisi dirinya sesuai dengan item
dalam pengkajian ESAS, sehingga mendapat intervensi yang tepat sesuai
dengan gejala yang dirasakan dan hasil pengkajian ini perawat
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
70
Universitas Indonesia
mendapatkan data yang akurat. Penerapan ini akan membantu
terwujudnya pelayanan yang dibutuhkan pasien selama mendapat
perawatan. Peningkatan kepuasan pasien akan tercapai dengan tergali dan
terkelolanya keluhan yang paling mendasar yang dirasakan oleh pasien.
3.4.3 Kegiatan Inovasi
Kegiatan proyek inovasi ini dimulai bulan April-Mei 2014. Kegiatannya
meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Rangkaian kegiatan
secara umum dimulai dengan menidenfifikasi permasalahan yang ada di
ruangan perawatan, menentukan jenis kegiatan inovasi yang akan
dilakukan, menyusun proposal proyek inovasi, melakukan konsultasi
proposal dengan pembimbing akademik dari Universitas Indonesia dan
pembimbing klinik dari RSKD. Sosialisasi dengan mempresentasikan di
bidang perawatan.
3.4.3.1 Persiapan
Tahap pertama adalah melakukan analisa kebutuhan ruangan yang akan
dilakukan inovasi sesuai dengan analisa SWOT. Persiapan selanjutnya
adalah melakukan identifikasi jenis kebutuhan yang ada di unit perawatan
RSKD. Setelah itu kelompok praktik residensi melaporkan hasil
identifikasi tersebut serta berkonsultasi dengan bidang keperawatan, dan
pembimbing klinik dan pembimbing akademik untuk menentukan jenis
inovasi yang akan dilakukan. Setelah menerima masukan tentang proyek
inovasi yang akan dikembangkan, kelompok menyusun proposal. Inovasi
yang disetujui untuk dilaksanakan adalah penerapan pengkajian ESAS
yang dimasukkan dalam format pengkajian rawat inap.
Instrumen yang digunakan dalam pengkajian ESAS mengacu pada
isntrumen yang telah dikembangkan oleh Bruera (1991). Pengembangan
yang dilakukan kelompok adalah memasukkan item ESAS ke dalam
pengkajian awal ketika pasien masuk ke unit rawat inap. Pola pengkajian
nutrisi ditambahkan item ESAS mual, tidak nafsu makan. Pengkajian
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
71
Universitas Indonesia
sirkulasi ditambahkan item ESAS sesak. Pengkajian pola aktifitas
ditambahkan item ESAS kelelahan, mengantuk. ESAS nyeri ditambahkan
di pengkajian pola kenyamanan, sedangkan ESAS cemas, depresi dan
suasana hati dimasukkan dalam pengkajian psikososial.
Setelah memperoleh persetujuan, kemudian kelompok praktikan residensi
melakukan sosialisasi denga mempresentasikan proposal yang dilakukan
pada bulan April 2014 dihadiri oleh bidang keperawatan, kepala ruang,
clinical case manager, komite perawan dan staf perawatan. Materi
sosialisasi yang diberikan meliputi analisis proyek inovasi, tujuan
dilakukannya inovasi dan cara menggunakan format pengkajian ESAS,
manfaat pengkajian ESAS, format pengkajian ESAS terpadu dengan
pengkajian rawat inap dan jadual pelaksanaan proyek inovasi. Pada
sosialisasi ini kelompok banyak menerima masukan serta revisi untuk
penyusunan format pengkajian ESAS dan diperlukan adanya pedoman
atau petunjuk operasional cara pengisian format pengkajian secara detail.
Hasil revisi kemudian kita konsultasikan kembali kepada pembimbing
akademik dan pembimbing klinik. Setelah format pengkajian ini disetujui
pembimbing, maka kelompok melakukan sosialisasi kembali dengan
perawat primer dan perawat pelaksana di ruang Teratai RSKD.
3.4.3.2 Pelaksanaan
Setelah memperbaiki format pengkajian, maka kelompok praktikan
residensi melakukan uji coba penggunaan format pengkajian yang
dilakukan pada 19 - 23 April 2014. Uji coba dilakukan oleh praktikan
residensi yang dibagi menjadi 2 kelompok kecil yang membawahi kamar
602 dan kamar 610, dengan target pasien yang terkaji masing-masing
ruang sebanyak 6 orang. Sebelumnya setiap selesai timbang terima
kelompok meminta waktu kepada semua perawat yang terlibat di ruang
teratai untuk mengikuti sosialisasi tentang format pengkajian termasuk
petunjuk teknis cara pengisian format pengkajian.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
72
Universitas Indonesia
Pengkajian dilakukan rata-rata 15-20 menit tiap pasien. Minggu keempat
April 2014 implementasi pengkajian keparawatan untuk rawat inap
tersebut penulis lakukan bersama dengan perawat ruangan. Setiap pasien
baru masuk di Ruang Teratai RSKD, dilakukan pengkajian dengan format
yang baru. Selesai melakukan pengkajian dengan format tersebut praktikan
residen dan perawat melakukan diskusi terkait lamanya pengkajian dan
kesulitan yang dalam mengisi atau mendapatkan data. Awalnya pengkajian
ESAS ini mengalami kesulitan, namun pada akhirnya dirakan mudah oleh
perawat ataupun pasien.
Khusus dalam penerapan dalam pengkajian ESAS pertama kali pasien
dijelaskan dahulu tentang maksud dan tujuan pengkajian ESAS, kemudian
pasien didampingi dalam menentukan skore yang dipilih seperti 0 berarti
tidak ada gangguan atau masalah, 1-3 merasakan masalah yang ringan, 4-6
merasakan masalah sedang, dan 7-10 merasakan masalah berat. Untuk
mengantisipasi subjektifitas pasien dalam pengkajian ini, sebelumnya
dalam edukasi pasien dijelaskan batasan-batasannya sehingga apa yang
dikeluhkan pasien berupa skor tertentu hasilnya akurat dan tidak bias.
Batasan yang dijelaskan untuk masalah ringan pasien masih mampu
melakukan aktiftas kegiatan sehari-hari dengan baik dan mandiri, sehingga
ketika mengeluh nyeri dengan skor 3 pasien masih mampu untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Batasan sedang antara 4-6 adalah
keluhan yang dirasakan pasien sudah menggangu aktifitas kegiatan sehari-
hari, pasien sudah tidak mampu lagi bekerja dan beraktifitas seperti biasa,
kebutuhan sehari-hari dibantu sebagian. Batasan masalah yang berat 7-10,
pasien hanya melakukan aktifitas di tempat tidur, semua akatiftasnya
memerlukan bantuan. Penjelasan ini membantu pasien untuk melihat
keluhan dirinya sesuai kenyataan yang dirasakannya, sehingga keluhan
yang disampaikan merupakan bentuk keadaan pasien saat ini.
Adapun gambaran pasien yang dilakukan pengkajian ESAS terdiri dari 12
pasien dengan jumlah pasien laki-laki 6 dan perempuan 6 pasien. Keenam
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
73
Universitas Indonesia
pasien perempuan yang dilakukan pengkajian ESAS adalah Ny. N dengan
diagnosa kanker payudara stadium IIIb, Ny. W dengan kanker payudara
stadium IIa, Ny M dengan kanker ovarium, Ny. A dengan kanker cervik,
Ny. F dengan LMNH, Ny. H dengan kanker payudara. Sedangkan keenam
pasien laki-laki adalah Tn. D dengan kanker kolon, Tn. J dengan sarkoma
tulang, Tn. Mn dengan KNF, Tn. Ar dengan MDS RAEB, Tn. S dengan
tumor paru, dan Tn. MM dengan LMNH.
Hasil pengkajian dari 12 pasien dengan keluhan nyeri yang dinilai ESAS
nyeri sebanyak 7 pasien, keluhan cemas sebanyak 6 pasien keluhan nafsu
makan sebanyak 4 pasien, sesak 2 pasien, mengantuk 1 pasien. Pengkajian
dilakukan sendiri oleh pasien kecuali Ny. N yang mengalami penurunan
kesadaran. Pengisian grafik ESAS pada pelaksanaan pengkajian ini tidak
dilakukan oleh pasien karena waktu aplikasi penerapan ini dilakukan
selama dua hari.
3.4.3.3 Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap 12 pendokumentasian pengkajian rawat inap
yang dilakukan oleh kelompok praktikan residensi. Hasil evaluasi
didapatkan data bahwa semua komponen atau item dapat diisi dengan
lengkap. Pengisian pengkajian ESAS juga dapat dimengerti pasien setelah
diberikan penjelasan. Pasien tidak lagi mengalami kebingungan dalam
menentukan skor ringan, sedang, dan berat dalam bentuk angka.
Evaluasi untuk item-item pada format pengkajian rawat inap diperlukan
pedoman yang lebih detail seperti pada pengkajian data dasar unutuk
pengkajian distres yang merupakan bagian dari tanda-tanda vital ke-6,
mungkin perlu disosialisasikan dan dijelaskan pada perawat, oleh karena
untuk istilah distres masih belum familiar, beberapa menganggap sama
dengan stres yang menganonimkan dengan masalah kejiwaan. Padahal
maksud distres disini adalah masalah psikologis yang dirasakan, dimana
cemas, depresi termasuk didalamnya.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
74
Universitas Indonesia
Masukan form pada pengkajian riwayat kesehatan, kolom genogram
sebaiknya dikosongkan sehingga perawat dapat menggambarkan
genogram sendiri. Sementara form saat ini masih terdapat genogram.
Selain itu dalam pengakajian nutrisi, instrumen seharusnya mencantumkan
sumbernya sehingga seandainya terdapat item yang kurang dapat
dilengkapi. untuk menentukan apakah diperlukan pengkajian nutrisi lanjut
oleh ahli gisi. Format pengkajian luka pada format pengkajian, sedangkan
pengkajian luka secara tersendiri sudah disiapkan sehingga dimungkinkan
akan terjadi duplikasi dalam pengkajian. Struktur pada item pengkajian
eliminasi sebaiknya dikelompokkan sendiri-sendiri yaitu kelompok
eliminasi uri dan kelompok eliminasi alvi. Pada pengkajian komunikasi
dan pendidikan, informasi yang dibutuhkan dan kebutuhan pembelajaran
hampir tumpang tindih. Saran, pada psikologis cukup dengan pertanyaan
terbuka untuk menggali kemungkinan masalah psikis yang ditimbulkan
oleh informasi yang kurang dan pada kebutuhan pendidikanlah baru
dimunuculkan topik yang diinginkan pasien.
Selama proses pelaksanaan pengkajian rawat inap dengan item ESAS
keterlibatan perawat ruangan terbatas, namun dalam kegiatan sosialisasi
tentang pengkajian tersebut, semua berperan dan aktif dalam diskusi
tentang pengkajian ESAS. Keterbatasan para perawat ini dimungkinkan
karena adanya audit interna dalam persiapan akreditasi sehingga secara
administrasi para perawat dituntut untuk melengkapi semua catatan medik
sesuai dengan standar. Berdasarkan hasil diskusi para perawat sudah
mengetahui dan mengerti tentang pengkajian ESAS dan cara pengisian
format pengkajian ESAS yang akan diterapkan di ruangannya. Evaluasi
untuk pengkajian yang semula pengkajian ditujukan pada pasien baru
masuk, namun oleh karena keterbatasan waktu, pasien yang diambil masih
dalam rentang seminggu masuk rumah sakit dan difokuskan pada 2 kamar
rawat inap yaitu kamar 602 untuk pria dan kamar 610 untuk wanita.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
75
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Bab 3 berisi tentang pembahasan kasus kelolaan dengan penerapan teori peaceful end of life
pada asuhan keperawatan pada kanker kolon, pembahasan hasil penerapan evidence base
nursing serta pembahasan hasil proyek inovasi keperawatan yang dilakukan di ruang teratai
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
4.1 Asuhan Keperawatan pada Kanker Kolon dengan Pendekatan Teori Peaceful End
of Life
Tn. S merupakan seorang karyawan yang kesehariannya bekerja di dealer motor. Sejak
usia 12 tahun Tn. S sudah mulai merokok dan menyukai makanan instan seperti mie. Tn.
S mulai didiagnosa kanker kolon sejak bulan Oktober 2012. Sebelumnya Tn.S telah
mendapat perawatan di swasta di Jakarta serta dilakukan tindakan operasi laparotomi
dengan kolostomi. Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) pasien terdiagnosa kanker
kolon stadium IIIb. Pasien pernah mendapat kemoterapi sampai terjadi luka ekstravasasi
akibat pemberian kemoterapi daerah pada mata kaki kiri, namun saat ini hanya terlihat
bekas lukanya. Tn. S tidak tahu berapa kali diberikan kemoterapi. Empat bulan kemudian
sekitar bulan Pebruari 2013 pasien dirujuk ke RSKD Jakarta. Pasien di RSKD diberikan
kemoterapi selama 6 kali dan 1 kali remisi. Pada tanggal 20 pebruari 2014 pasien
dilakukan operasi laparotomi untuk penutupan kolostomi.
Berdasarkan hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga Tn. S tidak ada yang menderita
penyakit kanker, demikian juga keluarga dari ibu dan bapak pasien tidak ada yang
menderita penyakit kanker kolon. Salah satu faktor predisposisi dari penyakit kanker
adalah faktor genetik. Pengaruh genetik yang berasal dari sindrom karsinoma poliposis
dapat menjadi predisposisi genetik timbulnya penyakit kanker. Terdapat pengaruh dari
sejumlah sidroma genetik menurut hukum mandel dan kecenderungan terjadi pada tumor
jinak dan ganas. Garis keturunan pertama (first degree relatives) dari pasien yang
menderita karsinoma kolorektal mempunyai risiko tiga kali lipat lebih besar (Kamp,
2004; Sjamsuhidayat, 2006). Melihat hasil pengkajian pada Tn. S sangat dimungkinkan
tidak disebabkan oleh faktor genetik.
75
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
76
Universitas Indonesia
Hasil anamnesa pasien memiliki riwayat merokok 1 bungkus tiap hari dan suka
mengkosumsi mie instan sejak duduk di SMP. Respon tubuh terhadap tembakau pada
rokok dapat memicu adanya mutasi P53. Protein dengan berat 53 dalton atau P53
merupakan tumor suppressor genes yang berfungsi untuk menghambat proliferasi sel,
berhentinya aktifitas P53 akan memicu terjadi kanker (Evelyn, 2013). Hasil penelitian
Pfeifer (2002), menemukan adanya mutasi P53 yang lebih tinggi pada perokok
dibandingkan dengan yang tidak merokok. Adanya mutasi P53 akan menyebabkan
perubahan peran dari P53 dalam mengendalikan pertumbuhan sel kanker. Pengaruh
makanan seperti mie instan dimungkinkan dapat menjadi salah satu resiko penyebab
kanker. Permukaan mie instan dilapisi oleh lilin sehingga tidak pernah lengket satu
dengan yang lainnya. Tubuh membutuhkan waktu dua hari untuk mencerna zat ini. Efek
zat lilin yang terus menumpuk di dalam kolon, akibat dari kosumsi yang terus menerus
akan menyebabkan penumpukan zat lilin pada daerah kolon yang pada akhirnya dapat
memicu terjadi kanker kolon.
Tingginya kosumsi protein hewani, lemak dan rendahnya kosumsi makanan rendah serat
merupakan faktor insiden yang tinggi terjadinya kanker kolon Pengaruh lingkungan
khususnya diet mempunyai peranan penting dan dapat menjadikan penyebab terjadinya
kanker kolon dan rektum (Desen, 2011). Masukan makanan tinggi lemak akan
merangsang lebih banyak sekresi empedu, hasil uraian asam empedu yang banyak dan
aktifitas bakteri anaerob dalam usus meningkat sehingga karsinogen sebagai pemicu
karsinogenesis dalam usus bertambah dan mengarah timbulnya kanker kolon (Price &
Wilson, 2006; Black & Hawks, 2009: Desen, 2011). Pengolahan dengan suhu tinggi
hingga mencapai 150 celcius dan makanan berwarna terlalu kecoklatan semakin
meningkatkan risiko karena terbentuknya mutagenic heterocyclic amines (Kizil, 2009).
Adenomatus polip atau adenoma merupakan proses yang mengawali terjadinya kanker
kolorektal, lebih dari 95% kanker kolorektal disebabkan oleh adenomas. Adenomas
terdiri dari tiga jenis yaitu; tubular, tubulovillous dan villous. Jenis villous yang
mempunyai resiko tinggi terjadinya kanker. Polip tumbuh secara pelan-pelan sekitar 5-10
tahun atau lebih untuk berubah menjadi maligna atau keganasan. Polip yang mengalami
keganasan akan terjadi peningkatan ukuran dalam lumen dan selanjutnya akan
menyerang dan merusak dinding kolon. Tumor dalam kolon yang cenderung terus
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
77
Universitas Indonesia
membesar dapat menyebabkan ulserasi, infeksi sekunder dan nekrosis. Umumnya ini
terjadi pada belahan kanan kolon dan ampula rekti (Black & Hawks, 2009).
Karakteristik tipe ulseratif adalah massa terdapat tukak yang dalam dan bentuk luar
mirip kawah gunung merapi, tepi kokoh dan keras menonjol, dasar tidak rata, nekrosis,
derajat keganasan tinggi, metastase limfogen lebih awal, dibawah mikroskop sebagai
adenokarsinoma diferensiasi buruk. Tipe kedua yaitu infiltrasi, tumor menginfiltrasi
lapisan dinding usus secara difus, sehingga dinding usus setempat menebal, tepi tampak
dari luar sering kali tidak jelas terdapat tukak atau tonjolan. Tumor sering mengenai
sekeliling saluran usus disertai dengan hiperplasia abnormal jaringan ikat, lingkaran usus
menyusut, permukaan serosa sering tampak cincin kontriksi yang memudahkan
terjadinya ileus. Pemeriksaan mikroskopis tampak sebagai adenokarsinoma berdeferensi
sangat buruk (Desen, 2011).
Berdasarkan hasil pemeriksaan jenis kanker pada Tn. S adalah adenokarsinoma kolon
dengan stadium IV. Tumor pada Tn. S sudah langsung meninvasi organ atau struktur lain
atau menembus pars veseralis peritonium, dan telah terjadi penyebaran kelenjar limfe
regional lebih dari 4 nodul serta sudah tejadi metastase jauh ke organ gaster.
4.1.1 Aplikasi Teori Peaceful End of Life
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada Tn. S ini menggunakan pendekatan teori
peaceful end of life. Pendekatan teori ini sangat tepat diterapkan pada pasien paliatif
dan saat ini Tn. S sudah didiagnosis kanker dengan stadium lanjut atau IV, sehingga
pengobatan ataupun terapi yang diberikan kepada pasien bersifat paliatif. Pengkajian
dengan pendekatan teori ini mampu mengkaji dan mengekplorasi secara lebih dalam
akan kondisi yang sangat dirasakan oleh pasien. Pendekatan pengkajian ini dilakukan
secara aktif dengan penuh kasih sayang, menghibur, mendukung dari suatu kondisi
yang mengancam kehidupannya, sehingga pasien memperoleh kenyamanan saat
pengkajian dilakukan. Pelaksanaan pengkajian ini harus dilandasi kepercayaan dan
keakraban perawat dengan pasien sehingga masalah-masalah sifatnya pribadi dapat
digali lebih jauh (Ciplaskey, 2014).
Teori peaceful end of life memberikan arah pengkajian yang mengaitkan dengan
keinginan dan harapan akan kedamaian, kenyamanan, terbebas dari rasa nyeri,
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
78
Universitas Indonesia
bermartabat dan hubungan kedekatan dengan keluarga pasien. Aspek-aspek yang
menjadi keinginan pasien ini dapat diinterpretasikan dalam menggali data-data yang
menjadikan dasar intervensi yang akan dilakukan pada Tn. S ini. Kontribusi besar dari
pengembangan teori ini adalah terpenuhinya akhir hidup yang damai pada pasien yang
menderita sakit parah (Ruland & Moore, 1998).
Berdasarkan data-data hasil pengkajian secara umum dan pengkajian dengan
pendekatan teori peaceful end of life, maka muncul masalah-masalah pada Tn. S
diantaranya; nyeri, ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi, kecemasan, hambatan
mobilitas fisik dan masalah kolaboratif yaitu pembentukan fistula.
4.1.2 Nyeri
Hasil pengkajian yang menjadi keluhan yang paling dirasakan oleh Tn. S adalah nyeri.
Nyeri menjalar keseluruh kuadran di abdomen. Rasa nyeri yang dialami Tn.S
merupakan suatu bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan (Rasjidi, 2010). Mekanisme nyeri
dimulai dengan adanya kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh perkembangan sel
kanker yang terus berkembang akan memicu pelepasan zat-zat kimia seperti
prostaglandin E, bradikinin, serotinin dan histamin. Zat kimia tersebut akan
merangsang reseptor nyeri dan mentransmisikan medula spinalis dan selanjutnya
menuju talamus, kemudian di kortek serebri nyeri tersebut dipersepsikan (Petel, 2010).
Pengalaman nyeri kanker yang dialami oleh Tn. S merupakan suatu ancaman besar bagi
kualitas hidupnya. Prioritas tujuannya adalah menurunkan nyeri akibat kanker tersebut
(Paice, 2011).
Nyeri dalam teori peaceful end of life merupakan gejala yang mendapatkan prioritas
intervensi yang tepat. Keluhan yang dirasakan oleh Tn. S dengan skala nyeri 6 akan
mengganggu kenyamanan pasien. Keadaan yang tidak menyenangkan baik perasaan
emosional atau sensori yang mempunyai resiko terjadinya kerusakan jaringan (Ruland
& Moore, 1998). Tujuan untuk menciptakan suasana yang tenang akan sulit dilakukan
jika keluhan nyeri masih dirasakan oleh pasien. Perasaan nyeri Tn.S akan akan
mempengaruhi aktifitas kegiatan sehari-hari (Kozier & Erb, 2009). Alur lima konsep
dalam teori peaceful end of life menekankan konsep nyeri dan nyaman dalam
penatalaksanaan nyeri. Perasaan nyaman dilakukan dengan tindakan yang dapat
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
79
Universitas Indonesia
membebaskan rasa nyeri dan terus memonitor ketidaknyamanan dengan memfasilitasi
pasien untuk relaksasi untuk mencapai kepuasan hati. Akhir dari alur konsep nyaman
bertujuan untuk mencegah komplikasi masalah yang dimungkinkan muncul (Alligood
& Tomey, 2010).
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi nyeri menurut NIC adalah
dengan pain management. Tindakan awalnya adalah dengan mengkaji kembali keluhan
nyeri. Hal ini dilakukan untuk menghindari persepsi yang berbeda mengenai nyeri.
Penatalaksanaan nyeri akan tepat apabila penilaian atau pengkajian nyeri dilakukan
secara komprehensif yang meliputi aspek psikologis, sosial dan spiritual sebagai dasar
dalam melakukan intervensi multidisiplin. Bidang perawatan paliatif dalam
penataksanaan nyeri sangat menekankan pada gejala yang dirasakan oleh pasien seperti
nyeri, yang merupakan bagian integral dari perawatan nyeri (Paice, 2011). National
comprehensive cancer network (NCCN) di Amerika Serikat sangat menekankan
pentingnya pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi; pengalaman nyeri
(evaluasi intensitas, kualitas, onset, durasi, tindakan yang dapat meningkatkan rasa
nyeri), psikososial, riwayat penggunaan obat nyeri, latihan fisik, laboratorium dan foto
serta pengkajian penyebab nyeri.
Hubungan lima konsep utama teori peaceful end of life menempatkan konsep nyeri
sebagai pilar pertama yang harus dilakukan suatu intervensi yang akurat. Monitoring
dan pemberian penghilang nyeri merupakan dua tindakan yang harus diberikan kepada
pasien. Penerapan intervensi farmakologis dan non farmakologis pada struktur teori
peaceful end of life sejalan dengan intervensi yang dilakukan dalam pain managemen
yang dirumuskan oleh NIC (Alligood & Tomey, 2010). Pengelolaan pemberian terapi
farmakologi dan non farmakologis harus dilakukan dengan sinergis sehingga
efektifitasnya dapat segera dirasakan pada pasien. Pembrian tramadol pada Tn. S akan
lebih merasa nyaman dengan melakukan tindakan distraksi dan relaksasi sebagai terapi
non farmakologi.
Tindakan relaksasi dan distraksi mampu mengurangi nyeri kronis atau akut. Kesadaran
dalam melakukan teknik relaksasi dan distraksi akan menghasilkan perbaikan secara
psikologis dan fisik (Dunford, 2010). Relaksasi bertujuan untuk menenangkan pasien
secara emosional sehingga sekresi adrenalin akan terhambat dan sebaliknya sekresi
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
80
Universitas Indonesia
kortisol akan meningkat sehingga efek nyeri menjadi berkurang. Persepsi individu
menentukan kemampuan dalam mengontrol nyerinya. Tingkatan nyeri tidak hanya
ditentukan berdasarkan aspek fisiologis, namun aspek psikologis mempunyai peran
penting karena sifat nyeri dikatakan secara subjektif. Gate control pain theory nyeri
menjelaskan bahwa persepsi individu menentukan kemampuan mengontrol nyeri
berdasarkan komponen kognitif, sensori dan emosional (DeLaune & Ladner, 2002).
Pemberian analgetik sesuai dengan indikasi pada Tn. S adalah tramodol 100 mg melalui
intravena. Obat ini digunakan untuk menurunkan nyeri sedang sampai berat dengan
cara menggabungkan opioid dan monoaminogerically yang menghubungkan dengan
mekanisme anti-nosiseptif. Efek samping terhadap depresi saraf pusat relatif kurang
dibandingkan jenis norkotik (Shah, 2010). Mekanisme kerja dari obat analgetik ini
mempunyai dua jalur mekanisme yaitu menghambat reuptake serotinin dan
norepineprin yang mempunyai peran dalam termoregulasi. Jalur yang kedua adalah
dengan afinitas untuk reseptor opiod (Trecova, 2004).
Pemberian terapi non farmakologi pada Tn.S diberikan setelah terapi farmakologi.
Nyeri skala 6 pada Tn. S yang dikeluhkan secara fisiologi terjadi kerusakan jaringan
akibat infeksi dan kanker, sehingga pemberian analgetik tramadol akan mengurangi
nyeri yang disebabkan karena adanya kerusakan jaringan akibat infeksi dan
perkembangan sel kankernya. Keadaan seperti ini akan akan belangsung lama dan terus
dirasakan oleh Tn.S. Nyeri kronik ini perlu intervensi yang komprehensif dari tim yang
menangani Tn.S. Terapi non farmakologi secara umum mampu meningkatkan perasaan
nyaman pada pasien (Dunford, 2010). Pemberian terapi farmakologi dan non
farmakologi akan saling menguatkan dampak dalam menurunkan nyeri.
4.1.3 Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan
Pengkajian nutrisi pada pasien kanker merupakan bagian terpenting karena
terpenuhinya nutrisi pada Tn. S akan memperbaiki masalah lainnya. Data subjektif
yang didukung oleh hasil pengkajian ESAS menunjukkan ESAS mual 6, skor ESAS
tidak nafsu makan 6. Keadaan seperti ini memberikan dampak yang terhadap
pemenuhan kebutuhan nutrisi (Rasjidi, 2010). Asupan nutrisi Tn. S yang kurang
disebabkan oleh karena sifat dari penyakit kanker yang termasuk dalam penyakit
metabolik. Aktifitas sel kanker berkompetisi dengan kebutuhan metabolisme tubuh,
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
81
Universitas Indonesia
sehingga manifestasinya terjadi penurunan berat badan, selain itu dampak dari nyeri
dan kecemasan akan kondisi kesehatannya dapat memicu penurunan nafsu makan.
Pengkajian nutrisi Tn.S harus dilakukan dengan cermat dan tepat sesuai kebutuhan.
Menurut perhitungan kebutuhan metabolit basal dari Harris & Benedict, dalam Rasjidi
(2010) bahwa kebutuhan nutrisi pada pasien kanker untuk laki-laki seperti pada Tn. S
adalah 66.4730+(13.751 x 48)+(5.0033 x 164) – (6.7550 x 33) = 1324, 124. BMR
(basal metabolic requerement) adalah kebutuhan energi minimal yang dibutuhkan
tubuh untuk menjalankan proses tubuh yang vital. Jadi kebutuhan untuk Tn. S adalah
1.325 kalori.
Kekurangan nutrisi pada Tn.S diantaranya diakibatkan oleh rasa mual, dan muntah.
Keluhan mual dirasakan mengganggu kenyamanan pasien. Menurut Ruland & Moore,
(1998), perasaan nyaman diartikan sebagai kondisi yang terbebas dari
ketidaknyamanan, kemudahan, kepuasan kedamaian dan apapun yang membuat hidup
lebih mudah dan menyenangkan. Berdasarkan teori peaceful end of life, konsep nyaman
pada alur hubungan lima konsep ditunjukkan bahwa tujuan akhir yang ingin dicapai
setelah mendapatkan perawatan dan pengobatan adalah pencegahan komplikasi
(Alligood & Tomey, 2010). Penatalaksanan mual dan muntah akan berdampak pada
penurunan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Malnutrisi akan terjadi dengan adanya
asupan nutrisi yang tidak adekuat akibat muntah dan mual. Pencegahan kompliksi yang
dijelaskan dalam teori peaceful end of life ditujukan untuk melakukan tindakan
pemenuhan nutrisi yang adekuat.
Intervensi yang diberikan pada Tn. S adalah melakukan pengkajian kebutuhan nutrisi
secara yang lengkap dan tepat, memonitor makanan dan cairan yang masuk dan
menghitung intake kalori, melakukan kolaborasi dengan diet terkait kebutuhan kalori
dan jenis nutrisi yang dibutuhkan pasien, memilihkan nutrisi tambahan yang tepat,
memberikan pasien nutrisi tinggi protein dan kalori, memonitor kadar albumin,
hemoglobin dan hematokrit. Saat ini pasien menerima terapi amiparen 1000cc per 24
jam dan NaCl 0,9% 1000cc tiap 24 jam. Tujuan pemberian nutrisi parenteral adalah
untuk menyediakan kalori non protein dan protein yang cukup untuk mencegah
katabolisme lebih lanjut dan mempromosikan protein. Nutrisi parenteral terbukti baik
untuk pasien sakit non kritis yang mengalami malnutrisi. Pemberian nutrisi parenteral
dapat mendukung sebagian kebutuhan kalori pada Tn. S karena nutrisi parenteral
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
82
Universitas Indonesia
langsung masuk kedalam sirkulasi pembuluh darah pasien, sedangkan nutrisi per oral
pada TN. S sebagian akan keluar melalui fistula sehingga pemberian nutrisi pada TN. S
melalui oral tidak dapat masuk terserap secara optimal. Adapun tujuannya pemberian
nutrisi adalah untuk meningkatkan penyembuhan luka, memperkuat fungsi kekebalan
tubuh, mempengaruhi homeostatis asam-basa mineral dan meminimalisasikan
kehilangan nitrogen obligat dalam kondisi katabolik paska injuri.
Pasien dengan stres ringan sampai sedang membutuhkan 25-35 Kkal/kg, kebutuhan
protein untuk menjaga keseimbangan nitrogen positif dibutuhkan sekitar 1,5- 2 gram
protein/kg berat badan ideal. Kalori non protein dapat diberikan melalui karbohidrat
dan lemak, dengan glukosa sebagai sumber energi yang utama. Minimal organ tubuh
memerlukan 100-150 g/hari, maksimal pemberian infus dektrosa 5 mg/kg/menit.
Kebutuhan lemak 0,5-1,0 g/kg/hari, maksimal 2,5 g/kg/hari (Rasjidi, 2010).
Pemberian terapi amiparen pada Tn. S akan memberikan kecukupan untuk pemenuhan
kebutuhan protein 200 gram, sedangkan kebutuhan protein pasien adalah 1,5 x 164 =
246 gram. Pemberian nutrisi secara parenteral merupakan suatu solusi karena
kemampuan pasien untuk menerima makanan melalui oral tidak dapat dilakukan.
Pasien sehari hanya mampu minum 300 ml per hari. Hal ini dimungkinkan karena
adanya perluasan massa tumor yang sudah mencapai gaster. Untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien diberikan tambahan terapi nutrisi parenteral berupa clinimix.
Clinimix memiliki kandungan protein 9 gram dan 200 gram glukosa, dan elektrolit,
total kalori mencapai 510 kk dan nonprotein kalori mencapai 400 kk serta kabohidra
dan protein mencapai 4 kk/gram. Kebutuhan Tn. S mencapai 1.324 kk, sedangkan
nutrisi parental yang diberikan baru mencapai 510kk + 400kk + 261 =1.171 kk.
Berdasarkan perhitungan nutrisi pada Tn. S akan mengalami ketidakseimbangan nutrisi
jika tidak ditambah dengan asupan nutrisi lewat oral. Saat evaluasi pasien sudah
mampu menerima asupan nutrisi cair 50 ml tiap 6 jam. 1 ml nutrisi peroral mengandung
1 kalori, apabila terserap semua maka akan mendapatkan 300 kalori sehingga
kebutuhan 1.325 kalori pada Tn. S akan terpenuhi. Asupan nutrisi oral ini diharapkan
mampu memenuhi kekurangan dari nutrisi yang dibutuhkan oleh Tn. S.
Secara patofisiologi sel kanker banyak membutuhkan protein, karbohidrat dan lemak
untuk terus tumbuh dan bekembang, begitu juga organ tubuh yang sehat lainnya juga
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
83
Universitas Indonesia
membutuhkan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Fenomena
kebutuhan nutrisi pada Tn. S menggambarkan kondisi yang sangat membutuhkan
banyak nutrisi untuk metabolisme tubuhnya, namun sejalan dengan pemberian nutrisi
yang tinggi akan menyebabkan sel kanker tumbuh lebih cepat. Berdasarkan penelitian
Nilsson, (2013) tentang low carbohydrate, high protein diet score risk of incident
cancer: a prospective cohort study memberikan informasi bahwa pemberian rendah
karbohidrat dan tinggi protein mempunyai hubungan terhadap kejadian kanker. Diet
tinggi protein daging akan meningkatkan resiko kanker pada usia 50-65 tahun. Diet
tinggi protein akan meningkatkan resiko kanker empat kali lipat, dikaitkan dengan
resiko merokok (Gollipour, 2014).
4.1.4 Pembentukan Fistula
Manajemen luka enterocutaneus fistula (ECF) merupakan salah satu tantangan yang
terbesar pada pasien bedah dan memberikan masalah yang sangat komplek bagi tim
medis. Manajemen ECF memerlukan pendekatan multidisiplin untuk memfasilitasi
perawatan pasien dan penyembuhan fistula. Pelayanan medis, bedah, gisi dan perawat
ETN (enterostomal theraphy nursing) harus sering terlibat dengan masing-masing
perannya sendiri. Difinisi fistula enterokutaneus adalah kondisi yang tidak normal,
dimana terdapat lubang yang menghubungkan dua struktur tubuh, sehingga
memungkinkan cairan yang ada di rongga peritonium keluar melalui lubang atau fistula
yang ada di permukaan kulit abdomen. Hal ini dapat terjadi karena infeksi pada luka
jahitan post operasi gastrointestinal. Fistula dapat diklasifikasikan menurut jenis cairan
dan volume yang keluar dari fistul. Pemahaman tentang prinsip-prinsip perawatan luka
dan teknik serta bahan yang tersedia sangat penting untuk meningkatkan kenyamanan
pasien dengan fistula ini. Manajemen perawatan luka merupakan elemen penting dalam
perawatan secara keseluruhan dalam penyembuhan fistula (Heodema & Suryadevara,
2010).
ECF lebih dari 80% terjadi karena komplikasi pembedahan perut dengan insiden 0,8% -
2%. Sebagaian karena penatalaksanaan setelah operasi kanker usus dengan kondisi gizi
buruk dan sepsis. Fistula dapat berkembang sebagai akibat kerusakan pada
anastomosis, cidera yang tidak dikenal di usus selama operasi, sedangkan fistula
spontan dapat dikaitkan dengan penyakit divertikulosis, ulesertive yang berlubang dan
usu iskhemik. Aspek yang harus diperhatikan adalah perlindungan kulit, kuantitas
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
84
Universitas Indonesia
drainage, kemampuan menampung drainage sehingga kulit sekitar tidak terjadi iritasi
atau korosif akibat dari cairan atau drainage yang tidak tertampung dengan baik.
Tujuan dari perawatan fistula adalah perlindungan kulit, kenyamanan pasien sewaktu
mobilisasi, kemampuan menampung drainage dan bau, pengukuran volume jumlah
cairan, hemat biaya (Heodema & Suryadevara, 2010).
Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn.S, cairan fistula yang keluar berwarna kehijauan
dengan bau serta cairan pus disekitar jahitan yang tidak menyatu. Nilai lekosit
mencapai 18,8 ribu, mengindikasikan adanya infeksi. Infeksi akan memperlama fase
inflamasi penyembuhan luka karena sel akan dihancurkan bakteri dan akan
menghambat kemampuan fibroblas untuk memproduksi kolagen. Aktifitas yang
dilakukan diharapkan akan dapat mencegah terjadinya infeksi sistemik yang beresiko
terhadap terjadinya sepsis. Terapi antibiotik sistemik merupakan terapi untuk infeksi
pada luka (Dealey, 2005).
Faktor yang menghambat penyembuhan luka Tn.S yang harus diperhatikan adalah
faktor nutrisi seperti kadar hemoglobin yang dibawah normal akan mempengaruhi
perfusi jaringan perifer termasuk pada daerah luka. Protein, karbohidrat dibutuhkan
untuk memenuhi suplai energi karena penghancuran jaringan akan menghasilkan
keseimbangan nitrogen yang negatif Keseimbangan nitrogen yang negatif akan
mengakibatkan gangguan imunitas yang beresiko menjadi infeksi. Karbohidrat
berkontribusi sebagai sumber energi untuk meningkatkan fungsi lekosit, makrofag, dan
fibroblas. Protein berperan sebagai respon imun fagositosit, angiogenesis, fibroblas,
proliferasi, sintesis kolagen dan remodelling luka.Vitamin C akan memberikan efek
pada sintesis kolagen, fungsi neutrofil, migrasi makrofag dan respon imun. Sedangkan
Zinc berguna untuk proliferasi sel, meningkatkan epitelisasi, dan meningkatkan
kekuatan kolagen (Dealey, 2005; Carville, 2007).
Konsep nyaman pada teori peceful end of life menjelaskan akan usaha dalam mencapai
kenyamanan dan pasien merasakan kenyamanan akan kondisinya sekarang. Adanya
fistula membuat pasien merasa terganggu dengan keadaannya sendiri. Fistula yang
terjadi pada Tn. S merupakan akibat pembedahan, infeksi, cidera atau peradangan
(Carville, 2005). Kerusakan dan infeksi ini akan menyebabkan komplikasi. Kerusakan
kolon secara langsung akan menyebabkan gangguan pada fungsi kolon dalam sistem
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
85
Universitas Indonesia
pencernaan. Komplikasi yang paling ditakuti karena adanya fistula adalah tingkat
morbiditas dan motalitas yang sangat tinggi (William, 2010). Intervensi keperawatan
yang akan dilakukan dengan pendekatan teori peceful end of life adalah manajemen
fistula merupakan suatu strategi yang dilakukan untuk memastikan pasien dalam
kondisi nyaman, terpenuhi kebutuhan cairan eletrolit, pemenuhan nutrisi yang adekuat,
menjaga integritas kulit sekitar fistula, mengelola eksudat dan bau serta mencegah
terjadinya infeksi (Carville, 2005).
4.1.5 Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan
Kebutuhan cairan tergantung pada kebutuhan cairan dasar, kehilangan dan defisit.
Status cairan bersifat dinamis dan harus dimonitor secara konstan dengan pemeriksaan
fisik dan harian yang akurat. Rata-rata kebutuhan cairan berfariasi antara 1.250-3000
ml/hari, tergantung pada habitus tubuh. Pasien semi stres rata-rata membutuhkan
sekitar 35 ml/kg/hari. Keadaan abnormalitas cairan pada pasien kanker dapat
disebabkan oleh proses penyakit dan terapi seperti pembedahan, terapi radiasi dan
kemoterapi (Rasjidi, 2010).
Pengkajian yang mendasari adanya ketidakseimbangan volume cairan adalah balance
cairan yang masih belum seimbang. Hasil pengkajian pada Tn. S untuk perhitungan
hasil dari balance cairan -620. Adanya kehilangan cairan pada kasus ini salah satunya
karena keluarnya cairan usus melalui fistula. Banyak kasus pada pasien penyakit
terminal mengalami kekurangan asupan cairan oral sebelum terjadinya kematian.
Penyebab yang paling sering adalah anoreksi, mual, muntah, obstruksi usus, disfagia,
cepat kenyang, gangguan kognitif dan depresi. Tingkat hidrasi yang cukup jauh lebih
rendah pada pasien kanker dibandingkan dengan orang dewasa normal. Petugas
kesehatan harus memonitor dan menilai kebutuhan hidrasi pada pasien kanker melalui
kebiasaan diri pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sebelum
mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pemberian hidrasi cairan. Rute subcutan
merupakan alternatif yang sangat baik karena sederhana, biaya rendah dan kelayakan
untuk dilakukan dirumah pasien (Dalal, 2004).
Jumlah rat-rata cairan tubuh yang hilang dan dikosumsi tiap harinya pada orang yang
sehat adalah sekitar 2.500 ml. Mempertahankan proporsi cairan intraselular dan
ekstraseluler sangat penting untuk menjaga funsi tubuh tetap baik. Sekitar 90% dari
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
86
Universitas Indonesia
asupan air tubuh disuplai lewat gastrointestinal, sedangkan sisanya 10% diproduksi
secara internal. Cara yang sangat penting untuk melihat cairan tubuh hilang melalui
ginjal dengan urin yang dikeluarkan. Mekanisme hormon dikendalikan untuk menjaga
keseimbangan cairan tubuh dengan mengendalikan laju air dan elektrolit dalam urin
(Dalal, 2004).
Pemeriksaan fisik sendiri memiliki sensifitas yang rendah dalam menentukan
kebutuhan cairan pada pasien kanker. Tanda-tanda klasik dari defisit cairan seperti
membran mukosa kering, turgor kulut menurun, mata cekung, kurangnya kelembaban
aksila, hipotensi postural dan takikardi kurang dapat diandalkan pada pasien kanker
dengan stadium lanjut, karena tanda-tanda ini juga hadir pada pasien yang bukan karena
kehabisan cairan (Dalal, 2004).
Pencegahan komplikasi dari alur konsep nyaman pada teori peaceful end of life
menjadikan dasar pemenuhan kebutuhan cairan tubuh. Pencegahan monitoring
pembebasan ketidaknyamanan fisik dapat diimplementasikan dengan memberikan
tindakan fluid management yang mempunyai tujuan yang sama dalam mengelola dan
mencukupi kebutuhan cairan tubuh. Gejala yang ketidaknyamanan akan muncul dengan
disertai tanda fisik dari kekurangan cairan. Kelembaban mukosa mulut yang kering,
nadi kecil dan cepat dan tekanan darah orthostatik terjadi merupakan bentuk gejala
yang akan mengganggu kenyamanan.
4.1.6 Ansietas
Cemas merupakan perasaan gelisah dari ketidaknyamanan atau rasa takut berhubungan
dengan perasaan keprihatinan karena adanya ancaman dari bahaya. Kecemasan klien
akan terus berkembang karena kesembuhannya berjalan lambat. Rasa sakit yang terus
menerus dirasakan oleh klien akan menambah dan meningkatkan rasa gelisah klien.
Pengkajian harus bepusat pada pasien untuk memberiakan bantuan penuh pada pasien,
identifikasi harapan dari pasien, partisipasi pasien dalam perawatan dan keterlibatan
keluarga selama perawatan. Pengkajian khusus terkait etnik, budaya, latar belakang
akan berdampak pada proses keperawatan dalam merencanakan tindakan yang tepat
(Halter, 2012). Pendekatan teori peaceful end of life terkait pengkajian yang spesifik
pada pasien dengan sakit parah seperti Tn. S adalah menggali perasaan damai.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
87
Universitas Indonesia
Kedamaian pada teori ini merupakan suatu perasaan tenang, harmoni, dan kepuasan.
Bebas dari ketakutan, kekawatiran dan kecemasan (Ruland & Moore, 1998).
Pengkajian kecemasan pada kasus kelolaan ini juga dikuatkan dengan adanya
pengkajian ESAS yang memberikan gambaran secara jelas tingkat keparahan dari
kecemasannya. Skor ESAS pada Tn. S adalah 5 yang artinya pasien merasa adanya
kekawatiran pada tingkat menengah. Tingkatan ringan, sedang, dan berat di
kelompokkan dengan melihat kondisi pasien itu sendiri. Tingkatan cemas ringan akan
disampaikan pasien dengan batasan kecemasan tersebut belum mengganggu aktifitas
kerja sehari-hari pasien, sedangkan cemas sedang sudah mulai mengganggu aktifitas
kerja pasien sehingga pasien harus beristirahat. Pada kecemasan berat, pasien sudah
tidak dapat melakukan aktifitas sama sekali.
Pendekatan teori peaceful end of life pada masalah cemas yang dirasakan oleh Tn. S
adalah memasukkan kedalam konsep damai. Damai pada teori ini adalah perasaan
tenang, harmoni, dan kepuasan. Bebas dari ketakutan, kekawatiran dan kecemasan.
Perasaan tenang berawal dari kepuasan atas apa yang ingin dicapai dalam
kehidupannya (Ruland & Moore, 1998). Tujuan hidup yang tidak rasional dilakukan
pada saat sakit seperti ini akan menimbulkan perasaan kecewa terhadap dirinya sendiri.
Sering bertanya tentang sakitnya apakah bisa sembuh dan terlihat bingung apa yang
harus dilakukan merupakan gejala dari perasaan jauh dari kedamaian. Menurut
Alligood & Tomey, (2010) konsep damai dapat dicapai dengan terus memberikan
dukungan emosional kepada pasien, memonitor pasien akan kebutuhan obat anti cemas,
berusaha membangkitkan kepercayaan diri pasien.
Kondisi Tn. S yang telah menjalani perawatan yang lama dan penurunan kondisi seperti
sekarang ini merupakan permasalahan yang dirasakan oleh pasien, hal ini terlihat
dengan sering menanyakan apakah saya akan sembuh. Teori peaceful end of life ini
memberikan perhatian yang besar akan permasalahan seperti ini. Fokus pada intervensi
yang ditujukan untuk memberikan suasan tenang, selaras dan harmoni seperti harapan
pasien untuk mencapai kepuasan yang realistis (Ruland & Moore, 1998). Awal mula
dari munculnya teori ini adalah memberikan sesuatu yang berarti kepada pasien yang
sakit parah. Menjaga keberadaan pasien dengan selalu menghargai pasien dan
menciptakan suasana kekeluargaan selama perawatan dengan melibatkan orang-orang
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
88
Universitas Indonesia
yang terdekat kepada pasien akan memberikan menghilangkan kekawatiran pasien akan
dirinya nanti.
Intervensi yang dilakukan pada Tn. S adalah anxiety reduction. Tindakan ini mengacu
pada standar NIC dengan melakukan pendekatan yang dapat menentramkan perasaan
pasien, menjelaskan semua prosedur yang akan dilakukan, memberikan informasi yang
nyata tentang diagnosis dan pengobatannya. Reduksi kecemasan adalah
meminimalisasikan rasa gelisah, tidak nyaman, rasa takut dan kawatir terhadap sumber-
sumber yang dianggap membahayakan dirinya. Ancaman terhadap ketidaksembuhan
pasien harus didiskusikan kembali akan makna sembuh bagi pasien. Kesembuhan yang
harus disepakati adalah terbebas dari keluhan-keluhan yang menjadi alasan pasien
dirawat dirumah sakit, dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa adanya keluhan.
Kondisi Tn. S yang saat ini masih merasa nyeri, lemah, luka yang belum menutup
merupakan target perawatan yang harus segera mendapat intervensi yang tepat.
Berdasarkan penelitian Lorenzo, (2004) menunjukkan bahwa penyediaan sumber
informasi yang dibutuhkan pasien memiliki efek yang positif dalam mengurangi
kecemasan dan depresi tinggi. Pemberian informasi dan komunikasi yang tepat dalam
melakukan intervensi akan meningkatkan ketenangan pasien. Penggunaan media seperti
buku, kaset, vidio ataupun sumber-sumber informasi lain dapat meningkatkan kualitas
hidup mereka.
Pasien akan dapat mengambil manfaat intervensi keperawatan yang mendukung
terhadap pemenuhan kebutuhan spiritual pasien (Narayanasami, 2003). Memotivasi
pasien untuk menggunakan koping mekanisme yang positif dengan mendekatkan dan
memasrahkan diri dengan banyak berdoa, berzikir dan sholat membantu pasien lebih
tenang dan merasa damai. Hasil peneltian Bussing, (2010) menunjukan bahwa
kebutuhan spiritual secara konseptual berbeda dengan kepuasan hidup. Kebutuhan
spiritual dapat diartikan sebagai kerinduan pasien untuk kesejahteraan akan rohaninya.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis, penggunaan mekanisme koping pada
Tn. S dengan pendekatan spiritual dirasakan sangat membantu pasien menjadi lebih
tenang dan berfikir positif dalam menghadapi penyakitnya.
Terapi relaksasi sangat efektif dalam mengatasi peningkatan depresi, kecemasan, dan
stres. Tindakan ini direkomendasikan sebagai salah satu intervensi keperawatan pada
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
89
Universitas Indonesia
pasien dengan kanker (Khasani, 2012). Tindakan nafas dalam dilakukan pasien ketika
ketika timbul perasaan kurang nyaman sehingga pasien dapat beradaptasi dengan
kecemasannya dengan skor ESAS 2. Hal ini ditunjukkan dengan wajah yang lebih rilek
dan tenang. Pernafasan dan relaksasi yang dilakukan sendiri dapat memainkan peranan
penting dalam meningkatkan kualitas hidup pasien kanker (Dhillon, 2009). Penerapan
teknik relaksasi ini menjadi tindakan yang padat dilakukan pasien ketika merasa tidak
nyaman, sehingga adanya peningkatan kecemasan tidak berlanjut kedalam tingkatan
yang lebih berat.
Komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat di ruangan Teratai RSKD Jakarta
mampu memberikan kontribusi yang baik kepada pasien. Menjelaskan prosedur
sebelum melakukan tindakan, selalu membantu kebutuhan pasien, dan terus memberi
dukungan kepada pasien serta melibatkan peranan keluarga menjadikan terapi yang
efektif pada pasien. Kecemasan pasien tidak berlangsung lama karena efektifas
tindakan yang dilakukan secara profesional oleh perawat.
Tujuan hidup Tn. S sekarang harus melihat kondisi saat ini, sehingga tujuan yang
positif yang berasal dari suatu keinginan dapat terpenuhi oleh pasien. Pendekatan
spiritual dalam merumuskan tujuan hidup akan lebih terasa bermakna dalam kehidupan
yang akan dijalani selanjutnya, sehingga mendapatkan manfaat dan kepuasan secara
spiritual. Kepuasan merupakan bentuk perasaan sukses akan keberhasilan mencapai
tujuan yang ditentukannya. Kehidupan yang harmoni dan selaras dengan tercapainya
tujuan hidup menjadi salah satu keinginan yang harus direncanakan oleh pasien.
Pendekatan psikososial dan spiritual akan lebih berperan dalam menciptakan
keharmonian diri pasien (Ruland & Moore, 1998).
4.1.7 Hambatan Mobilitas Fisik
Kelelahan dari hasil pengkajian ESAS 7 dan ECOG: 4 menunjukkan adanya gangguan
yang membuat Tn. S tidak dapat melakukan aktifitasnya secara mandiri. ESAS
merupakan hasil pengkajian yang sifatnya subjektif dari perasaan pasien mengenai
kondisi kelelahan atau ketidakmampuan untuk melakukan aktifitasnya. Hambatan
mobilitas fisik pada Tn. S banyak dipengaruhi oleh kondisi kelemahan akibat nyeri dan
asupan nutrisi yang tidak adekuat.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
90
Universitas Indonesia
Difinisi mobilisasi dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, sedangkan imobilisasi adalah ketidakmampuan sesorang untuk bergerak bebas.
Menurut Wilkinson (2012), hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pasien dalam
melakukan pergerakan secara mandiri yang terarah pada tubuh untuk melakukan
pergerakan atau aktifitas. Intervensi yang dilakukan adalah melakukan ambulasi sesuai
kebutuhan, mengajarkan pada pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi, melatih
pasien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri, mendampingi dan
membantu pasien saat mobilisasi dan membantu pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Hubungan antara lima konsep utama teori peaceful end of life memberikan acuan yang
jelas kepada perawat dalam menerapkan konsep intervensi damai. Memberikan
panduan praktis dan memberikan bantuan fisik merupakan intervensi yang dapat
dilaksanakan dalam mengelola pasien kanker dengan pendekatan teori ini (Alligood &
Tomey, 2010). Intervensi dalam konsep teori peaceful end of life juga menekankan
adanya pencegahan komplikasi pada Tn. S. Tidak adanya mobilisasi dalam waktu yang
yang lama akan menyebabkan kekuatan otot menjadi melemah dan jika tidak dilakukan
ROM persendian pasien dapat mengalami kekakuan. Memberikan penjelasan akan
pentingnya latihan dan dukungan yang positif pada Tn.S akan menghindarkan dampak
komplikasi kontraktur sendi ataupun atropi otot ekstremitas.
Tindakan dimulai dari melakukan observasi kemampuan aktifitas pasien dengan
melihat respon dari peningkatan aktifitas yang dilakukan secara bertahap dengan tetap
berkolaborasi dengan fisioterapi. Manajemen energi terdiri dari mengkaji pemenuhan
kebutuhan oksigenasi, cairan, elektrolit, nutrisi, istirahat dan tidur. Tindakan
manajemen ini perlu dilakukan untuk mengetahui energi yang ada mampu memenuhi
aktifitas yang direncanakan, karena peningkatan aktifitas memerlukan energi yang
adekuat. Kekurangan energi akan memperberat kondisi pasien. manajemen energi
membutuhkan outcome yang positif pada individu dengan kesulitan aktifitas sehari-hari
pada pasien kanker (Ackley, 2006).
Intevensi keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan otot pasien
dengan melakukan latihan ROM (range of motion). Latihan ini dilakukan secara
bertahap dengan terus melakukan observasi dan melihat respon pasien, sehingga pasien
tidak mengalami kelelahan yang parah ketika melakukan latihan. Latihan yang
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
91
Universitas Indonesia
memungkinkan dilakukan adalah latihan isotonik dengan mempertimbangkan kondisi
pasien. latihan isometrik dilakukan untuk ektremitas dan sendi-sendi dengan metode
aktif. ROM pasif dan aktif dapat mencegah kelemahan otot. Mobilisasi yang dilakukan
bertujuan untuk mengekspresikan emosi dengan gerakan nonverbal untuk pertahanan
dan pemenuhan kebutuhan dasar serta aktifitas sehari-hari. Mobilisasi fisik secara
optimal akan mempertahankan fungsi sistem otot, saraf dan skeletal tetap berfungsi
dengan baik. Mobilisasi akan memberikan manfaat yaitu dapat menstimulasi sirkulasi
perifer dan mengembalikan fungsi normal organ (Smeltzer & Bare, 2008).
Analisis dari tindakan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah hambatan
mobilitas pada Tn. S berjalan dengan baik. Dorongan dan keinginan yang kuat pada
diri pasien untuk dapat beraktifitas secara mandiri menjadikan program mobilasi dapat
dilakukan dengan baik. Latihan pada Tn. S mulai dari miring kanan dan kiri, duduk
berdiri dan pada akhirnya mampu melakukan kegiatan personal hygiene secara
mandiri. Peran serta keluarga dalam memandirikan pasien juga memberikan dampak
tersendiri terhadap pasien.
4.2 Aplikasi Teori Peaceful End of Life Pada 30 Kasus Kelolaan
Praktik residensi keperawatan medikal bedah ini dilakukan selama dua semester dengan
muatan 20 SKS untuk menyelesaikan program spesialis keperawatan. Program residensi
untuk keperawatan medikal bedah peminatan onkologi dilaksanakan di Rumah Sakit
Kanker Dharmais Jakarta. Kompetensi ners spesialis keperawatan medikal bedah
peminatan onkologi mengharuskan residennya untuk mengelola asuhan keperawatan
lanjut pada kasus-kasus onkologi. Adapun target kasus yang dilaporkan pada praktik
residensi onkologi di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta sebanyak 30 kasus kelolaan.
4.2.1 Jenis Kanker pada Kasus Kelolaan
Tigapuluh kasus kanker yang dikelola selama melaksanakan praktik residensi di Rumah
Sakit Kanker Dharmais Jakarta terdiri dari delapan kasus kanker kolorektal, dua kasus
kanker ovarium, empat kasus kanker KNF, empat kanker payudara, empat kasus kanker
paru, satu kasus kanker servik, tiga kasus LNH, satu karsinoma ginjal, satu kasus
oateosarkoma tibia, satu kasus tumor otak dan satu kasus AML. Kasus yang paling
banyak dikelola oleh penulis adalah kanker kolon dan rektum. Berdasarkan data dari
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2013 urutan teratas dimulai dengan kasus
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
92
Universitas Indonesia
kanker payudara, kaker servik, kanker tiroid, kanker kolon, kanker KNF, kanker
ovarium, kanker rekti, kanker hepatoma, tumor soft tissue, AML, LMNH, kanker
endometrium dan kanker buli-buli.
Kasus kanker kolon dan rektum yang penulis kelola karena sebagian besar pasien yang
menderita kanker kolon dan rektum disertai tindakan kolostomi ataupun ileostomi.
Tindakan kolostomi dan ileostomi memerlukan suatu intervensi keperawatan yang
khusus dalam pengelolaannya. Edukasi perawatan kolostomi dan ileostomi, penulis
lakukan dengan penerapan EBN. Penulis melakukan penerapan edukasi tentang
perawatan kolostomi dengan menggunakan audiovisual. Edukasi dengan mengunakan
audovisual ini dapat mempermudah penerimaan pasien dalam merawat kolostomi atau
ileostominya.
4.2.2 Masalah Pada Pasien Kelolaan
Masalah yang muncul pada 30 kasus kelolaan adalah nyeri, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan, hambatan mobilitas fisik, resiko infeksi, gangguan integritas
kulit, kecemasan, gangguan ketidakseimbangan cairan, bersihan jalan nafas tidak
efektif dan kurang pengetahuan terhadap prosedur tindakan. Penelitian Joaquin (2012),
tentang Differnces between Cancer Patient’ Symptoms Reported Themselves and in
Medical Records menyebutkan bahwa gejala yang paling sering dikeluhkan pada pasien
kanker adalah kelelahan, gangguan tidur, nyeri, anoreksia, mual, muntah, sesak,
kanstipasi dan diare. Masalah-masalah yang dikeluhkan pasien kanker sangat
diperhatikan dalam pengkajian. Data tentang keluhan secara subjektif yang dirasakan
oleh pasien dapat digali dengan pengkajian ESAS. Pengkajian gejala yang adekuat
seperti ESAS sangat penting perannya karena memberikan informasi akurat kepada
petugas kesehatan. Pengelolaan gejala yang dirasakan pasien yang dilakukan dengan
cepat dan akurat akan mempertahankan quality of life. Instrumen ESAS dibuat untuk
membantu dalam melakukan pengkajian yang lebih lengkap meliputi keluhan; nyeri,
kelelahan, nausea, depresi, cemas, mengantuk (drowsines), nafsu makan, mood
(perasaan saat ini), dan sesak (Carjaval, 2011).
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang hampir dirasakan oleh pasien kanker. Ada
duapuluh empat dari tigapuluh pasien kelolaan yang mengeluh adanya nyeri. Tingakat
nyeri yang dirasakan oleh pasien sangat berfariasi, namun skala nyeri sedang dan berat
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
93
Universitas Indonesia
yang lebih banyak muncul pada kasus kelolaan. Nyeri yang timbul pada pasien kanker
merupakan manifestasi dari kerusakan jaringan akibat dari pertumbuhan sel kanker.
Berdasrkan data, insiden nyeri pada pasien kanker sekitar 38-65%, sedangkan pada
kanker stadium lanjut dapat mencapai 74%. Nyeri pada pasien kanker merupakan suatu
fenomena subjektif yang dihubungkan karena dampak fisik atau non fisik. Faktor fisik
berasal dari tubuhnya sendiri akibat dari terapi, tindakan penatalaksanakan yang
diberikan kepada pasien. Nyeri yang ditumbulkan akibat pertumbuhan sel tumor
mencapai 70%. Mekanisme nyeri dimulai dari infiltrasi tumor ke jaringan, ulserasi
jaringan, penekanan intrakranial, dan infiltrasi ke jaringan saraf dan organ yang terkena
(Rasjidi, 2010).
Terapi untuk nyeri kanker seharusnya bersifat komprehensif yang meliputi aspek fisik,
psikologis, sosial dan spiritual. Fenomena masih ditemukannya keluhan nyeri pada
pasien yang sedang menjalani perawatan. Meskipun panduan penatalaksanaan nyeri
sudah banyak dipublikasikan namun tetap saja masih terdapat halangan terkait pasien
dan tenaga kesehatan. Pertimbangan akan efek samping yang minimal dengan
pemberian anti nyeri untuk menurunkan nyeri pasien. Pengetahuan tentang konsep
dasar untuk mengontrol nyeri pada pasien kanker adalah mulai dari kemampuan
berkomunikasi, perencanaan program, dan kepercayaan antara pasien dan tenaga
kesehatan (Rasjidi, 2010).
Nutrisi merupakan bagian yang terpenting dalam proses penyembuhan kanker. Jumlah
asupan protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin memegang peranan penting
terhadap metabolisme tubuh. Asupan nutrisi dan buah-buahan sering dikaitkan dengan
penurunan resiko kanker. Adanya antioksidan yang terdapat pada nutrisi dilaporkan
dapat menurunkan kanker, namun penigkatan berat badan dan perilaku perokok
mempunyai resiko yang besar terjadinya kanker (Boyle, 2008). Merujuk diet yang
disarankan oleh World Cancer Fund (WCRF) dan American Institute for Cancer
Research (AICR) yang merekomendasikan diet, aktifitas dan manajemen berat badan
untuk pencegahan secara komprehensif dilaporkan mampu meningkatkan usia harapan
hidup pada pasien kanker (Vergenaud, 2013)
Penurunan berat badan dan disertai dengan penurunan nilai albumin, hemoglobin
merupakan hasil dari menejemen nutrisi yang tidak adekuat. Kondisi nutrisi pasien
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
94
Universitas Indonesia
diperburuk dengan adanya keluhan mual, muntah, dan tidak nafsu makan pasien saat
menjalani perawatan. Asupan nutrisi oral yang kurang baik akan menyebabkan
penurunan kondisi tubuh dari pasien kanker. Prioritas dalam perawatan pasien dengan
penyakit kanker salah satunya adalah kecukapan gisi. Terpenuhinya gisi akan
meningkatkan kemampuan tubuh dalam menerima terapi atau tindakan yang akan
dilakukan.
4.2.3 Penerapan Teori Peaceful End of Life Pada Kasus Kelolaan
Alasan pendekatan teori peaceful end of life ini penulis aplikasikan pada tigapuluh
kasus keloaan karena rata-rata pasien kelolaan merupakan pasien paliatif atau stadium
lanjut. Kondisi keparahan pada stadium lanjut akan banyak memunculkan masalah
masalah yang bersifat komplek. Keperawatan paliatif merupakan bagian penting
dalam perawatan pasien kanker. Perawatan paliatif adalah suatu pendekatan yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga dalam menghadapi
masalah terkait dengan penyakit yang mengancam nyawa melalui pencegahan dan
mengurangi penderitaan. Tindakan pencegahan diantaranya dengan cara
mengidentifikasi dini, pemeriksaan yang baik, terapi rasa sakit, dan menyelesaikan
masalah psikososial, dan spiritual (Rasjdi, 2010).
Pendekatan teori peaceful end of life sangat tepat diterapkan pada pasien dalam kasus
kelolaan. Teori ini mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan pengetahuan
terutama tentang intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat dalam menciptakan
atau membantu pasien dalam mencapai akhir hidup yang damai. Akhir kehidupan
yang damai menjadi harapan baru untuk pasien terminal atau paliatif. Keterbukaan
untuk melihat kenyataan yang sebenarnya melalui diskusi yang positif akan
memberikan kesadaran untuk bertindak secara rasional (Ruland & Moore, 1998).
Penerapan teori ini dapat memberikan inspirasi atau ide baru perawat dalam
menjalankan tugasnya dalam merawat pasien paliatif. Perasaan damai, nyaman,
dihargai, dan adanya kedekatan dengan keluarga serta terbebas dari rasa sakit
merupakan impian yang ingin dicapai pasien paliatif.
Kondisi sakit yang parah pada pasien akan menempatkan keluarga sebagai bagian
yang penting. Keterlibatan keluarga dalam perawatan menjadi bagian yang harus
diutamakan selain mengelola keluhan pasien. Proses asuhan keperawatan pada pasien
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
95
Universitas Indonesia
paliatif akan menempatkan intervensi keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh pasien. Pengkajian yang dilakukan diharapkan mencakup masalah
rasa nyeri, merasakan adanya ketidaknyamanan, perasaan tidak bermartabat dan
dihormati, tidak merasakan adanya kedamaian, dan merasakan tidak adanya
kedekatan dengan orang yang bermakna (Alligood & Tomey, 2010).
Hampir semua pasien kelolaan melaporkan adanya keluhan yang dirasakan secara
umum meliputi masalah rasa nyeri, merasakan adanya ketidaknyamanan, perasaan
tidak bermartabat dan dihormati, tidak merasakan adanya kedamaian, dan merasakan
tidak adanya kedekatan dengan orang yang bermakna. Fokus pada pengkajian dengan
pendekatan teori peaceful end of life adalah menciptakan kenyamanan, kedamaian
dengan melibatkan keluarga (Alligood & Tomey, 2010). Seringkali prioritas pasien
dalam perawatan adalah kualitas hidup dan bukan kesembuhan dari penyakitnya.
Pasien lebih cenderung untuk memilih hidup yang singkat, namun bahagia daripada
hidup yang lama tapi penuh dengan keterbatasan dan ketergantungan (Rasjidi, 2010).
4.2.4 Faktor Resiko Kanker pada Kasus Kelolaan
Analisis 30 kasus kelolaan dalam pengkajian faktor resiko pada pasien kanker,
sebagian besar adalah disebabkan pola gaya hidup yang salah seperti pada kasus
kanker kolon dan kanker paru. Faktor-faktor yang berperan antara lain; hereditas, diet,
penyakit kolon nonkarsinoma, dan lainnya seperti defisiensi molibdenum, kosumsi
aspirin atau NSAID yang terus menerus akan memicu terjadi kanker (Price & Wilson,
2006; Black & Hawks, 2009; Desen, 2011). Pola gaya hidup saat ini yang identik
dengan kosumsi zat karsinogenik seperti pengawet, makanan cepat saji, merokok dan
pola serta diet yang tinggi lemak akan meningkatnya insiden kanker kolorektal.
Pengaruh lingkungan khususnya diet mempunyai peranan penting dan dapat
menjadikan penyebab terjadinya kanker kolon dan rektum. Tingginya kosumsi protein
hewani, lemak dan rendahnya kosumsi makanan rendah serat merupakan faktor
insiden yang tinggi terjadinya kanker kolon (Desen, 2011).
4.3 Edukasi Perawatan Kolostomi dengan Audovisial Sebagai Evidence Based Nursing
Stoma merupakan suatu lubang yang ada di dinding perut hasil dari tindakan operasi
yang dilakukan oleh dokter yang bertujuan untuk mengeluarkan feses. Pembuatan stoma
bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, meskipun kondisi ini dapat
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
96
Universitas Indonesia
mempengaruhi pasien secara individu karena pasien akan lama hidup dengan stoma.
Kondisi kehidupan pasien dengan stomanya sampai bertahun-tahun dan bisa selamanya
hidup dengan stoma. Edukasi perawatan stoma yang dilakukan oleh perawat diharapkan
akan meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Danielsen, 2013).
Pasien dengan stoma menghadapi isu, anggapan tabu akan tindakan seperti ini
menyebabkan pasien malu dan tertekan. Proses rehabiltitasi dengan memberikan
informasi, pendidikan, dorongan dan konseling akan meningkatkan kualitas hidup
mereka menjadi meningkat (Diament, 2009). Upaya dalam meningkatkan pengetahuan
diantaranya dengan memberikan informasi melalui edukasi yang jelas dan tersetruktur
sesuai dengan kebutuhan pasien. Penerapan eveidence base practice tentang perawatan
sangat dibutuhkan oleh pasien.
Edukasi merupakan salah satu tindakan yang penting dalam asuhan keperawatan
Pembentukan kolostomi merupakan suatu tindakan yang biasa dilakukan setalah
dilakukan operasi kolorektal. Sebelum dilakukan tindakan pembentukan kolostomi
dilakukan suatu tindakan konseling atau edukasi tentang stoma, terutama perawatan
kolostomi yang bertujuan untuk mempercepat kemandirian pasien dalam merawat
kolostominya setelah operasi dan untuk mempercepat rawat lama tinggal dirumah sakit.
Perbandingan antara pasien yang diberikan konseling dan edukasi sebelum operasi
dengan yang tidak diberikan edukasi dan konseling terjadi perbedaan dalam masa rawat
dirumah sakit. Bedasarkan hasil penelitian dari Younis, J., Salemo, G, Fanto, D.,
Hdjipavlou M., Chellar D., Trickett, J.P. (2011), yang berjudul focused preoperative
patient stoma education, prior to ileostomi formation after anterior resection,
contributes to areduction in delayed discharge within the enhanced recovery programme
meneliti 120 pasien yang dilakukan ileostomi dengan tidak dilakukan konseling
menunjukan bahwa masa perawatan rata-rata mencapai 14 hari dengan rentang waktu 7-
25 hari, sedangkan pasien yang dilakukan konseling dan edukasi rata-rata masa
perawatan dirumah sakitnya 8 hari dengan rentang 3–17 hari. Penelitian ini juga
didukung oleh penelitian Danielsen dan Rosenberg, (2014) tentang health related of life
may increase when patient with a stoma attend patient education menunjukkan bahwa
edukasi yang tepat sebelum operasi dapat mengurangi waktu perawatan dengan
mempercepat kemahiran dalam perawatan stoma selain itu juga membantu meningkatkan
pengetahuan pasien tentang stoma.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
97
Universitas Indonesia
Hasil penerapan EBN tentang perawatan kolostomi dengan audovisual sebelum operasi
yang penulis lakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais menunjukkan bahwa setelah
dilakukan edukasi pasien dan keluarga merasa lebih siap menghadapi tindakan yang akan
dilakukan. Pengetahuan pasien yang hanya tahu tentang stoma berdasarkan penjelasan
saja menjadi lebih jelas dengan melihat langsung melalui edukasi perawatan stoma
dengan audovisual. Kejelasan penjelasan dalam edukasi merupakan salah satu tujuan
utama seorang edukator dalam melakukan tindakannya. Edukasi dan konseling tentang
perawatan stoma merupakan tindakan yang sangat penting yang dilakukan oleh perawat,
karena tanpa adanya informasi yang jelas dan benar pasien akan mencari informasi pada
sumber-sumber informasi yang tidak jelas. Edukasi sebelum dan sesudah operasi
menunjukkan secara signifikan dapat meningkatkan ketrampilan pasien dalam mengelola
stoma dan secara psikologis pasien dapat menerima keberadaan stoma pada dirinya.
Kemampuan pasien dalam ketrampilan perawatan stoma akan mempercepat masa rawat
dirumah sakit, sehingga tingkat keberhasilan dalam program rehabilitasi berjalan sukses
(O Cannor, 2005).
Selama dilakukan edukasi dengan menggunakan audovisual, pasien merasakan yang
dampak yang positif. Penelitian yang dilakukan oleh Anaraki, F., Vafaie, M., Behboo, R,
Maghsoodi, N., Esmaeilpour, S, Safaee, A, dengan Qualty of Life Outcome in Patients
With Stoma menunjukkan bahwa edukasi sangat penting bagi pasien dan keluarga
mampu meningkatkan kualitas hidup pasien dengan stoma. Penelitian ini menemukan
bahwa hidup dengan stoma mempengaruhi aspek keseluruhan kualitas hidup, sehingga
diperlukan edukasi dan konseling untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Edukasi yang dilakukan pada penerapan EBN ini, penulis juga mendiskusikan tentang
aktifitas yang boleh dilakukan, diet, alasan dibuatkan stoma, bagaimana menjalankan
ibadah dan jenis stoma serta apa yang dikeluarkan oleh stoma. Pasien dimungkinkan
akan merasa kawatir tentang efek stoma pada kehidupan mereka selanjutnya.
Kemampuan untuk bekerja dan beraktifiatas akan menjadi masalah yang akan dihadapi
pasien kedepan, namun dengan penjelasan yang dilakukan selama edukasi perawatan
stoma pasien dapat mengerti dan merasa lebih baik. Audovisual yang digunakan oleh
penulis untuk edukasi ini diambil dari edukasi perawatan stoma yang dibuat oleh dunsac
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
98
Universitas Indonesia
salah satu produsen kantung stoma. Gambaran pada audovisual ini menggunakan pasien
stoma yang secara sederhana dan mandiri melakukan perawatan stoma.
Tujuan edukasi perawatan stoma adalah untuk mengajarkan pasien tentang perawatan
stoma sehingga pasien secara mandiri dapat melakukan perawatan stoma. Kemandirian
pasien ini diharapkan akan mempercepat masa rawat dan ketergantungan pasien dengan
perawat stoma. Pada pelaksaan penerapan edukasi perawatan dengan audovisual ini,
penulis menemukan adanya dampak yang sangat penting dari sekedar kemampuan
ketrampilan merawat stoma yaitu adanya empowering pasien setelah melihat vidio
perawatan stoma. Vidio perawatan ini memberikan inspirasi akan kondisi pasien
selanjutnya. Gambaran perawatan stoma yang sederhana dan mudah mampu memotivasi
pasien, bahwa setelah operasi akan mampu melakukan perawatan secara mandiri seperti
apa yang dilihat dalam vidio perawatan stoma. Penelitian Metcalf (1999), tentang stoma
care empowering patient through teaching practical skill menunjukkan bahwa dalam
proses edukasi perawatan stoma yang dilakukan oleh perawat spesialis akan mampu
membantu adaptasi pasien dengan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Hal ini
memperkuat hasil penerapan EBN tentang perawatan kolostomi yang penulis lakukan,
bahwa edukasi yang dilakukan juga berdampak pada keinginan dan dorongan yang besar
untuk melakukan perawatan secara mandiri.
Pelaksaanaan edukasi dengan menggunakan vidio melalui smartphone atau laptop yang
penulis lakukan dapat menghasilkan penerimaan yang dirasakan mudah oleh pasien.
Setiap evaluasi yang dilakukan setelah pasien melihat edukasi dengan audiovisual ini
pasien berespon positif dengan mengatakan mudah untuk melakukan perawatan stoma.
Keinginan yang kuat dari pasien juga terlihat dengan meminta vidio perawatan stoma
kepada penulis. Durasi edukasi perawatan stoma ini sekitar 3 menit, sehingga sangat
efektif dan efisien dilakukan oleh perawat. Pelaksanaan edukasi perawatan stoma dengan
audovisual ini tidak membutuhkan waktu yang lama dan yang lebih utama adalah pasien
dapat lebih mengerti dan jelas dengan gambaran cara perawatan stoma dengan mudah.
Selama melakukan edukasi perawatan kolostomi yang dilakukan sebelum operasi, pasien
sangat kooperatif dan mampu mengikuti edukasi yang penulis lakukan. Pasien
mengatakan akan dilakukan kolostomi dan sudah diberikan penjelasan tentang
kolostomi. Pasien mengetahui kolostomi itu membuat lubang didinding perut sebagai
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
99
Universitas Indonesia
pengganti dubur, namun pasien tidak bisa membayangkan bagiamana keadaan seperti itu.
Setelah melihat vidio perawatan stoma yang penulis berikan pasien merasa lebih tahu
kedapan kondisi dirinya akan seperti itu. Penjelasan yang sering dilakukan sampai saat
ini belum banyak menggunakan alat seperti audovisual. Pengamatan penulis rata-rata
teknologi smartphone telah dimiliki oleh perawat dan pasien yang ada di Rumah Sakit
Kanker Dharmais. Penggunaan Smartphone ini dapat mempermudah perawat dalam
melakukan tindakan perawatan yang salah satunya untuk edukasi.
Penerapan edukasi dengan audovisual ini merupakan hasil dari penelitian Sanjay
Chaudhri, M.S., F.R.C.S., Lesley Brown, R.G.N., Imran Hassan, M.D., Alan F. Horgan,
M.D., F.R.C.S.(Gen) dengan judul Preoperative Intensive, Community-Based vs.
Traditional Stoma Education yang dilakukan pada tahun 2005. Hasil penelitian ini
menunjukkan kemandirian pasien lebih cepat, lama rawat pasien lebih singkat, cost-
efffectiveness pada kelompok intervensi dapat menghemat $ 2.104 setiap pasiennya serta
nilai rata-rata tingkat kecemasan dan depresi pada kelompok intervensi lebih rendah dari
kelompok kontol. Hasil penelitian ini masih relevan untuk diaplikasikan oleh klinisi
dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang perawatan kolostomi dan ileostomi
dengan menggunakan media audovisual. Penggunaan media audiovisual dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas kepada pasien dan keluarga. Penerapan hasil
penelitian ini sangat memungkinkan untuk diaplikasikan di rumah sakit. Penggunaan
smartphone dapat mempermudah dalam pelaksanaa pendidikan kesehatan menggunakan
audovisual.
Berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan kegiatan evidence based nursing tentang
perawatan kolostomi ini dapat diaplikasikan sebagai salah satu program edukasi untuk
promosi kesehatan pasien. Alasan penerapan edukasi perawatan kolostomi dengan
audiovisual ini dapat diaplikasi adalah waktu atau durasi film yang hanya 3 menit. Waktu
yang singkat ini memberikan kesempatan perawat yang sibuk dapat melakukan edukasi.
Singkatnya film ini tidak mengurangi isi yang harus disampaikan kepada pasien untuk
meniru perawatan kolostomi. Gambaran perawatan kolostomi yang sederhana dan praktis
yang ditunjukkan dalam film perawatan kolostomi juga memberikan keyakinan pada
pasien akan kemampuannya merawat kolostominya nanti setelah dioperasi. Media
audiovisual sebagai alat saat ini mudah didapatkan. Penggunaan smartphone oleh
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
100
Universitas Indonesia
perawat dan pasien memberikan kemudahan akan pelaksanaan edukasi dengan
kolostomi.
Kesimpulan dari evidence based nursing tentang perawatan kolostomi ini bahwa edukasi
dengan media audiovisual dapat di aplikasikan di RSKD Jakarta. Pengembangan edukasi
dengan audiovisual ke depat dapat dikembangkan dengan memanfaatkan fasilitas TV
kabel yang ada di RSKD. Ketersediaan fasilitas untuk mengakses film-film yang berisi
tentang edukasi baik sebagai promosi kesehatan ataupun memberikan informasi tentang
pencegahan, pengobatan, atau rehabilitatif, sehingga tayangan televisi yang ada dirumah
sakit dapat memberikan pengetahuan bagi pasien dan keluarga.
Peningkatan ketrampilan dan pengetahuan pasien tentang kolostomi merupakan salah
satu bagian yang bertujuan memandirikan pasien dan keluarga dalam merawat dirinya.
Memberikan panduan yang praktis merupakan suatu langkah yang juga dirumuskan
dalam penerapan teori peaceful end of life. Panduan praktis ini diharapkan mampu
membangkitkan kepercayaan pasien dalam merawat dirinya. Akhir dari tindakan ini
adalah kepuasan pasien akan dirinya sehingga perasaan bermartabat, dihormati, dan
kedamaian dapat dicapai. Elemen damai dan bermartabat termasuk dalam konsep yang
ada dalam teori peaceful end of life. Konsep ini memberikan panduan kepada perawat
dan pasien untuk mengfokuskan tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mencapai
suatu kedamaian (Ruland & Moore, 1998).
Konsep teori peaceful end of life sangat relevan diterapkan pada pasien yang sakit parah
atau dalam kategori terminal seperti pasien kanker dengan kolostomi. Penderitaan yang
dirasakan pasien akan penyakitnya terus ditambah dengan adanya kolostomi di perunya
akan semakin menambah beban yang harus dirasakan terus-menerus oleh pasien. Kondisi
seperti ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus sehingga tidak terjadi koping yang
maladaptif. Pendekatan teori peaceful end of life memberikan suatu solusi dalam
pengelolaan pasien dengan sakit kanker. Struktur teori peaceful end of life menempatkan
sistem kekeluargaan sebagai bagian utama dari pasien yang sakit terminal. Pasien akan
menerima perawatan secara profesional di rumah sakit. Proses asuhan keperawatan akan
menetapkan dan merancang intervensi keperawatan sangat mempertimbangkan tujuan-
tujuan yang ingin dicapai oleh pasien, diantaranya; bebas dari rasa nyeri, merasakan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
101
Universitas Indonesia
kenyamanan, perasaan bermartabat dan dihormati, merasakan kedamaian, dan merasakan
adanya kedekatan dengan orang yang bermakna (Ruland & Moore, 1998).
4.3 Analisis Pengkajian ESAS
Pengkajian menurut America Nurses Association merupakan suatu tindakan yang
dinamis dan sistematis untuk mengumpukan dan mencari serta menganalis data pasien.
Ini merupakan langkah pertama dalam memberikan asuhan keperawatan. Penilaian tidak
hanya meliputi data fisiologis saja, namun psikologis, sosial, busaya, kultural, dan gaya
hidup. Perawat dalam melakukan penilaian tidak hanya mencari penyebab fisik dan
manifestasi dari rasa sakit, namun respon ketidakmampuan dari pasien yang berada
ditempat tidur, penolakan untuk makan, dijauhkan dari keluarga, kemarahan yang
ditujukan ke arah pelayanan di rumah sakit, takut dan pengelolaan nyeri yang tidak
adekut. Ini semua merupakan aspek-aspek yang harus dikaji lebih dalam (ANA, 2014).
Pengkajian yang digunakan untuk menggali data subjektif yang lebih spesifik dapat
dilakukan dengan menggunkan instrumen ESAS. Instrumen pengkajian ESAS mampu
menggali data subjektif dengan akurat. Praktik residensi yang penulis lakukan dalam
rangka praktik inovasi ini penulis dan kelompok praktikan di Rumah Sakit Kanker
Dharmais mengembangkan pengkajian spesifik yang terjadi di area onkologi adalah
pengkajian pasien paliatif. Pengkajian ESAS dapat dijadikan acuan dalam pengkajian
palitif untuk memonitor perkembangan keluhan pasien secara sistematis dan dinamis
dalam pengelolaan asuhan keperawatan.
Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien paliatif merupakan suatu respon pasien yang
harus ditindaklanjuti untuk mendapat perawatan yang cepat dan tepat. Setiap respon dari
keluhan pasien pada pengkajian ESAS ini tercatat secara sistematis dengan
menggunakan grafik yang mampu memberikan informasi secara kontinyu dari hari
kehari. Pentingnya observasi dan monitoring karena dapat digunakan sebagai salah satu
landasan akan tindakan yang harus diberikan kepada pasien. Pasien paliatif terutuma
pasien kanker memiliki kekhususan gejala dan penatalaksanaan gejala secara intensif
karena pada dasarnya penyakit yang diderita tidak dimungkinkan untuk disembuhkan
secara medis. Oleh karena itu penatalaksanaan difokuskan untuk mengatasi keluhan-
keluhan yang dirasakan. Adanya data yang akurat akan keluhan yang dirasakan pasien
akan mampu memberikan dampak yang positif atau terjadinya peningkatan kualitas
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
102
Universitas Indonesia
hidup. Hidup tidak terus menderita dengan keluhan-keluhan yang tidak tertangani
dengan baik.
Berdasarkan penelitian Joaqium, A., Custodiol, S., Oliveira, A., Pimentel, F.L. yang
berjudul differnces between cancer patient’ symptoms reported themselves and in
medical records pada tahun 2012 menyatakan bahwa keluhan yang paling sering
dirasakan oleh pasien dengan penyakit kanker adalah kelelahan, nyeri, insomnia, mual,
muntah, dyspnea, konstipasi dan diare. Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian dari
Bruera pada tahun 1991. Beliaunya mengembangkan Edmonton Symptom Assessment
System (ESAS) dalam lembar pengkajian yang valid dan reliabel yang mampu mengkaji
dan menggali 9 atau lebih gejala umum yang dialami oleh pasien kanker. ESAS adalah
suatu instrumen kunci pengkajian dalam proyek integrasi perawatan paliatif (Richardson,
2011; Lucey, 2012). ESAS dikembangkan untuk menilai gejala sehari-hari yang
dirasakan oleh pasien kanker (Carjaval, 2011).
Pengkajian ESAS menganggap keparahan pasien paliatif dapat dilihat dengan kehadiran
sembilan gejala umum yang meliputi keluhan; nyeri, kelelahan, nausea, depresi, cemas,
mengantuk (drowsines), nafsu makan, mood (perasaan saat ini), dan sesak. Keluhan
gejala ini digunakan sebagai instrumen evalusai dalam penilaian kulaitas hidup dari
pasien paliatif. Penilaian dalam ESAS ini dilakukan dengan melakukan penilaian skor
dari angka 0 yang berarti tidak ada gejala sampai angka 10 yang berarti gejala dirasakan
sangat parah. Hasil penilaian ESAS yang tinggi menunjukkan tingkat keparahan yang
besar. Bersarkan hasil penelitian Moro, (2005) yang berjudul edmonton symptom
assessment scale: italian validation in two palliative care setting melakukan validasi
tentang ESAS yang pada akhir kesimpulan menagatakan bahwa ESAS dianggap
instrumen pengkajian yang valid, layak dan dapat diandalkan untuk pengakajian atau
penilaian gejala fisik yang dilakukan secara rutin.
Proses penerapan teori peaceful end of life dimulai dengan melakukan suatu pengkajian
yang komprehensif. Pengembangan pengkajian pada konsep perawatan paliatif sangat
memperhatikan masalah-masalah yang dirasakan oleh pasien. Gangguan akan sangat
dirasakan oleh pasien manakala penganganan dan pengelolaan akan masalahnya tidak
diatasi dengan baik. Kepuasan, kedamaian dan harmonisasi kehidupan yang ditawarkan
oleh teori peaceful end of life diperlukan suatu pengkajian yang sistematis dan terukur.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
103
Universitas Indonesia
Pengkajian ESAS dikembangkan pada area yang menempatkan pada keluhan yang
dirasakan oleh pasien. Kondisi pasien yang tidak memungkingkan disembuhkan
penyakinya diharapkan tidak lagi merasakan keluhan-keluhan yang mengganggu akhir
kehidupannya.
Keluhan-keluhan yang bersifat subjektif ini dapat disajikan dalam bentuk grafik sehingga
perkembangan, penurunan dan peningkatan keluhan dapat termonitor. Pengkajian ESAS
mampu menyajikan keluhan yang biasa dirasakan oleh pasien paliatif. Hilangnya
keluhan pasien akan membuat kedamaian dan kepuasan dalam menjalani perawatan.
Konsep kedamaian merupakan salah satu bagian dalam teori peaceful end of life yang
mengedepankan perasaan tenang, harmoni, dan kepuasan. Bebas dari ketakutan,
kekawatiran dan kecemasan (Ruland & Moree, 1998).
Pengkajian ESAS dapat diterapkan dalam teori peaceful end of life dengan memasukkan
item pengkajian ESAS ke dalam lima konsep yang ada dalam teori peaceful end of life.
Konsep nyeri akan diperkuat oleh hasil pengkajian nyeri. Konsep nyaman akan lebih
lengkap dengan masuknya keluhan yang mengganggu kenyamanan seperti ESAS mual,
muntah, penurunan nafsu makan, kelelahan. Konsep damai juga dilengkapi dengan
ESAS depresi, ESAS cemas, ESAS perasaan suasana hati. Pengkajian ESAS ini
melengkapi dan memperkuat pengkajian dengan menerapkan teori peaceful end of life.
Aplikasi dalam asuhan keperawatan dengan pendekatan teori peaceful end of life dan
penerapan pengkajian ESAS semakin meningkatkan kualitas dari asuhan keperawatan
terutama dalam proses pengkajian dan evaluasi. Alasan yang mendasari kedekatan
pengkajian ESAS dan teori peaceful end of life ini adalah kesamaan kondisi pasien
dengan penyakit terminal atau sakit yang parah yang membutuhkan perawatan paliatif.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
104
Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab 5 ini berisi kesimpulan dari uraian yang terkait dengan asuhan keperawatan dengan
pendekatan teori peaceful end of life, penerapan EBN dan aplikasi proyek inovasi pengkajian
ESAS yang dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta.
5.1 Kesimpulan
Penerapan lima konsep teori peaceful end of life dalam pengelolaan asuhan keperawatan
dapat dijadikan kerangkan kerja dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh pasien
dengan kanker yaitu mencapai kehidupan yang damai. Pendekatan lima konsep ini
meliputi; tidak nyeri, nyaman, dihargai, damai dan kedekatan. Fokus teori peaceful end
of life bukan pada kematian, namun lebih mengarah pada pencapaian kehidupan yang
damai, berarti bagi keluarga dan orang lain diakhir kehidupannya. Teori peaceful end of
life sangat tepat diterapkan pada pengelolaan asuhan keperawatan pada pasien kanker
karena teori ini dengan lima konsepnya mampu menilai secara spesifik kondisi pasien
dengan penyakit kanker.
Edukasi perawatan kolostomi merupakan bagian yang terpenting dalam asuhan
keperawatan yang diberikan oleh perawat profesional kepada pasiennya untuk membantu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pasien. Metode edukasi yang disajikan
dengan audovisual lebih mudah diterima pasien serta mampu memberikan suatu
dorongan yang positif kepada pasien. Edukasi perawatan kolostomi dengan audovisual
mampu memotivasi pasien, bahwa setelah operasi pasien merasa mampu untuk
melakukan perawatan secara mandiri seperti apa yang dilihat dalam vidio perawatan
kolostomi.
Penggunaan pengkajian ESAS dalam pengelolaan pasien kanker mampu menggali data
subjektif dan yang lebih spesifik. Pengkajian ESAS ini mencatat secara sistematis
dengan menggunakan grafik yang mampu memberikan informasi secara kontinyu dari
hari kehari. Pengkajian ESAS menganggap keparahan pasien kanker atau paliatif dapat
dilihat dengan kehadiran sembilan gejala umum yang meliputi keluhan; nyeri,
kelelahan, nausea, depresi, cemas, mengantuk (drowsines), nafsu makan, mood (perasaan
saat ini), dan sesak. Pengkajian ESAS merupakan instrumen pengkajian yang valid,
104
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
105
Universitas Indonesia
layak dan dapat diandalkan untuk pengakajian atau penilaian gejala fisik yang dilakukan
secara rutin.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan
Penerapan teori peaceful end of life harus terus menerus dilakukan kajian dan
pengembangan oleh perawat terutama yang berada di lapangan. Kemanfaatan yang
dirasakan pasien dengan pendekatan teori ini merupakan tantangan perawat untuk terus
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan bermutu. Pengembangan teori
peaceful end of life pada pasien kanker mampu memberikan arah dalam praktik
keperawatan profesional yang selanjutnya akan memberikan hasil yang lebih optimal.
5.2.2 Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan
Penelitian dan kajian tentang teori peaceful end of life pada pasien kanker, sakit yang
parah atau paliatif harus terus digali lebih dalam untuk meningkatkan mutu asuhan
keperawatan. Penerapan dan pengembangan teori ini merupakan suatu tugas yang harus
dilakukan oleh dosen, perawat, ataupun mahasiswa untuk memberikan suatu palayanan
yang terbaik pada pasien kanker.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah., Murdani. (2006). Tumor kolorektal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Pusat penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta.
Ackley, J.B., Ladwig, B.G., Swan, B.A., Tucker, S.J. (2006). Evidence Based
Nursing Guidline Medical Surgical Intervention. St. Louis: Mosby Elvesier.
Alberta Health Services & Convenan Health. (2010). Edmonton Symptom
Assessment System. Edmonton Symptom Assessment System (ESAS-r).doc
America Nursis Association. (2014). Nursing Process. Diakses dalam
www.nursingworld.org
American Cancer Society. (2011). Colorectal Cancer Detailed Guide. Diakses
dalam www.nice.org.uk
Anaraki, F., Vafaie, M., Behboo, R, Maghsoodi, N., Esmaeilpour, S., Safaee, A.
(2012). Qualty of Life Outcome in Patients With Stoma. Indian Journal
paliative Care. Vol 18. Issue 3. Page 176-180.
Black, J.M., Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing. Ed 8. Sauder
Elsevier.
Bussing, A., Balzt, H.J., Heusse, P. (2010). Spiritual Need of Patients with
Chronic Pain Disease and Cancer Validation of the Spiritual Need
Questionaire. European Journal Medical research. Vol. 15. Page. 266-273.
Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochtermen, J.Mc.C. (2004). Nursing
Intervention Classification (NIC). 5ed. Mosby Elsevier. United Stated of
America.
Boyle., Boffetta., Autier. (2008). Diet, Nutrition And Cancer. Annals of Oncology.
Vol 9. Issue 10. Page 1665-1667
Carvajal, A., Centeno, C., Watson, R., Bruera. (2011). A Comprehensive Study of
Psychometric Properties of The Edmonton Sysmptom Assessment System
(ESAS) in Spanish Advanted Cancer Patiens. European Journal Of Cancer.
Page 1863-1872. Elvesier.
Carville, K. (2007). Wound Care Manual. 5edition. Silver Chain Foundation.
Australia.
Chaudhri, S., M.S., F.R.C.S., Lesley Brown, R.G.N., Imran Hassan, M.D., Alan
F. Horgan, M.D., F.R.C.S.(Gen). (2005). Preoperative Intensive,
Community-Based vs. Traditional Stoma Education: A Randomized,
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Controlled Trial. The American Society of Colon and Rectum Surgeon.
Texas.
Ciplaskey, L.M. (2014). End of Life: Are Nurse Educationally Prepared. RN
Journal. Times Publising. rnjournal.com/journal
Dalal, S., Bruera, E. (2004). Dehydration in Cancer Patients: To Traet or Not To
Treat. The Journal of suportif Oncology. Vol. 2. No.6: 467-486.
Danielsen, A.,K., Rosenberg, J. (2014). Health Related of life may increase when
patient with a stoma attend patient education Case Control study. www
plosone.org. Vol 1. Issue 3. 1-6.
Danielsen, A.K (2013). Dealey, C. (2005). The Care of Wound. 3rd
edition.
London: Blacwell Publishing.
Corwin, E., J., (2009). Patofisiologi: Buku Saku. EGC. Jakarta.
Depkes. (2006). Gaya hidup penyebab kolorektol. (Online). Diakses dalam
http://www.depkes.go.id
Desen Wan, (2011). Onkologi Klinik. Ed.2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
DeLaune, S.C & Ladner, P.K. (2002). Fundamental of Nursing: Standart and
Practice. 2th
ed. New York. Delmar Thomson Inc.
Dhillon, W., Noor, N.A., Gill, A., Gupta, N., DeBari, V., Maroules, M., (2009).
Impact of Deep Breating and Relaxation on Health Related Quality of Life
in Breast Cancer Patiens Receiving Chemotherapy. The Journal of Cancer
Research. Vol.69 Issue 24.
Diament, R.H. (2009). Clinical Nurse Specialist Stoma Care. Royal Collage of
Nursing. Safron House Published.
Dunford, E., Thompson, M. (2010). Relaxation and Mindfulness in Pain: A
Review. British Journal of Pain. Vol.4 No.1. 18-22
Evelyn, Dr, Sp.PA. (2013). Replikasi Sel. Disampaikan dalam pelatihan
kemoterapi di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta
Golipour, B (2014). Diet High in Meat Proteins Raises cancer Risk for Middle
Age People. Scientific American. www.scientificamerican.com
Half, E., Bercovich, D., Rozen, P. (2009) Familial Adenomatous Polyposis.
Orphanet Journal OF Rare Diseases. Vol 4. No 22.
Halter, M.J.,(2010). Foundation of Psyichiatric Mental Health Nursing: A
Clinical Approach. 7ed. Elsevier Saunder Inc.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Healthcare Improvement Scotland. (2011). Sign 126. Diagnosis and Management
of Colorectal Cancer. A national Clinical Guidline. www.sign.ac.uk
HPEQ. (2012). Standar Kompetensi Perawat. PPNI, AIPNI, AIPDikTI. Jakarta.
http://hpeq.dikti.go.id
Hoedema, R., Suryadevara. (2010). Enterostomal Therapy and Wound Care of
Enterocutaneus Fistula Patient. Clinics and Colon Rectal surgery. Vol. 3.
No. 23: 161-168
Jones, J., Muzio, B. (2005). ECOG Performent Status. radiopaedia.org
Joaqium, A., Custodiol, S., Oliveira, A., Pimentel, F.L. (2012). Differnces
between Cancer Patient’ Symptoms Reported Themselves and in Medical
Records. Cancer and Clinical Oncology. Vol 1. No.1. www.ccsenet.org
Kamp, Z, Trilwell, C, Saiber, O., Silver, A., Tolinson I, (2004). An Update on The
Genetic of Colorectal Cancer. Human Molecular Genetic. Vol. 13. Issue 2.
Kanker Kolorektal. Rumah sakit Kanker Dharmais. www.dharmais.co.id
Kashani, F., Babaee, S., Bahrami, M., Valiani, M. (2012). The efects of
Relaxation on Reducing depression, Anxiety and Stress in Women who
Underent mastectomy for Breast Cancer. Iranian Journal Nursing and
Midwifery Risearch. Vol.17. No.1: 30-33
Kizil, M., Fatih, O., Besler H.J. (2011). A Review the Formation of Carcinogenic
Heterocyclic Aromatic Amines. Food processing and Technlogy. Vol. 2.
Issue 5.
Kozier, B., Erb, G., Snyder S., Berman, A. (2009). Buku Ajar Praktik
Keperawatan Klinis. Ed.5. EGC. Jakarta
Lucey, M., Conroy, M., Ryan. (2012). Exploring the Chalenges of Implementing
the Edmonton Symptom Scale In A Specialist Paliative Care Unit. Journal
Paliative Care And Medicene.
Lukosius, B.D., DiCenco, A. (2004). A framework for the Introduction and
Evaluation of Advanced Practice Nursing roles. Advant Practice Nursing
Rules. Blackwell Published Ltd.
Lyon C.C., Smith A.J., Griffiths CE, Beck M.H. (2000). The Spectrum of Skin
Disorders in Abdominal Stoma Patients. The British Journal Of
Dermatology. Vol. 143 (6), pp. 1248-60.
Lorenzo, F., Ballatori, E., DiCostanzo, F., Giacolano, A., Ruggeri, B., Tirelli, U.
(2004). Improving information to Italian Cancer Patient: Result of a
Randomized Study. Annals of Oncology. Vol. 15 No. 5: 721-725.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Melnyk., Fineout, O., (2005). Evidence Base Practice in Nursing & Healthcare.
Lippincott William & Wlikins
Metcalf, C. (1999). Stoma Care Empowering Patient Through Teaching Practical
Skill. Bristish Journal of Nursing. Vol. 8 Issue 9. Page 593.
Muwarni. (2009). Keterampilan Dasar Praktek Klinik Lapangan. Yogyakarta:
Fitramaya.
Moro, C. et. Al. (2005). Edmonton symptom assessment scale: Italian validation
in two palliative care settings. Support Care Cancer. Vol 14: 30–37
Myers, Celia. (1996). Stoma care nursing a patient-centred approach. London:
Arnold.
Narayanasamy, A. (2003). Spiritual coping Mechanisms in Chronically Patients.
PubMed.Gov. Vol. 8. No.11: 1461-1470.
Nilsson, L.M., Winkvist, A., Johansson, I., Lindhl, B., Hallmans, G., Lenner, P.,
Guelpen, B.V. (2013). Low Carbohydrate, High Protein Diet Score Risk Of
Incident Cancer: A Prospective Cohort Study. Nutrition Journal. Vol 12.
Issue 58.
O, Cannor, G. (2005). Teaching Stoma: management skill the important of self
care. British Journal of Nursing. Vol 14. Issue 6. Page 320
Oncology Nursing Society (ONS). 2013. Oncology Nurse Novigator Core
Competencies. 125 Enterprise Drive Pittsburgh, PA 15275. 412-859-6100.
www.ons.org. https://www.ons.org
Palupi, N.W., MKM., DR. (2013). Kebijakan Pengendalian Kanker di Indonesia.
Subdit Kanker Kemenkes RI. Disampaikan dalam workshop deteksi dini
kanker di RS. Dharmais.
Paice, J.A., Ferrell, B. (2011). The Managemen of Cancer Pain. Cancer Journal of
Clinician. Vol 61. Issue 3. 157-182.
Petel.B.P ., Kofp A. (2010). Guide of Pain Mangement in Low Resource Setting.
International Association For the Study of Pain.
Peterson, S.J. ( 2004 ). Middle range theories aplication to nursing research.
Philadelphia : Lippincot, Williams & Wilkins.
Piccinellil M, Brazzale R, and Saracco, C. (2009). Assessment of the prevalence
and perception of skin problems in patients with permanent stoma. Journal
Article Country of Publication: Nursing, 2009 Oct-Dec. Vol. 28
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Pfeifer, G.P., Denissenko, M.F., Olivier M., Tretyakova, N., Hecht, S.S., Hainaut,
P. (2002). Tobacco Smoke Carcinogens, DNA Dame And P53 Mutation In
Smoking Associated Cancer. Oncogene Journal. Vol. 21. Number 48. Page
7435-7451
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006) Buku ajar fundamental keperawatan : Konsep,
proses dan praktik (Edisi 4, Vol 2). (Yasmin, dkk, Alih Bahasa). Jakarta :
EGC
Price S. A., Wilson L.M., (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta.
Quinn, A (2008). Expanding The Role Of The Oncology Nurse. Biomedical
Imaging and Intervention Journal. University of Pittsburgh Cancer Centers,
Radiation Oncology, Pittsburgh, Pennsylvania, United States.
Richardson BSc* and G.W. Jones MSc MD*† (2009) A review of the reliability
and validity of the Edmonton Symptom Assessment System. Cancer
Rehabilitation and Survivorship. Volume 16. Number 1.
Ruland, CM., Moore SM. (1998). Theory construction based on standards of care:
a proposed theory of the peaceful end of life. MIDLINE. Vol. 46(4):169-75
Robbins. (2005). Pathologic Basis of Disease.7th Edition. International Edition.
Pennsylvania: Elsevier.
Robinson, K.L., Liu, T., Vandrovcova, J., et al. (2006). Lynch Syndrome.
Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer. Diagnostics. Journal of the
National Cancer Institute. Vol 99. Issue 4.
Sanjay Chaudhri, M.S., F.R.C.S., Lesley Brown, R.G.N., Imran Hassan, M.D.,
Alan F. Horgan, M.D., F.R.C.S.(Gen). (2005). Preoperative Intensive,
Community-Based vs. Traditional Stoma Education: A Randomized,
Controlled Trial. The American Society of Colon and Rectum Surgeon.
Texas.
Siegel Rabecca, MPH., DeSantis Carol, MPH., Jemal Ahmedin, PhD. (2014).
Colorectal Cancer Statistic. A Cancer Journal For Clinicians. Vol 64. Issue
2. Pages 104-117.
Sjamsuhidayat, Karnadihardja, W., Rudiman, R., Lukman, K., Ruchiyat, Y.,
Prabani, C. (2006). Panduan Pengelolaan Adenokarsinoma Kolorektal. PT.
Roche Indonesia.
Shah, I., Zaeem, K., Ibrahim, M.W., Hussain I., Hassan, A. (2010). Commpation
of Analgesic Efficacy Tramadol Hydroclhoride With Diclofenac Sodium in
Dento –Alveolar Surgery. Pakistan Oral End Dental Journal. Vol.28. No.2.
241-244.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2008). Textbook of medical surgical nursing.
Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkins.
Smith AJ, Griffiths CE, and Beck MH, The Spectrum of Skin Disorders in
Abdominal Stoma Patients. The British Journal Of Dermatology. Vol. 143.
Page 1248-60.
Trecova, N., Bunatin, A., Jovorovsky, A.,(2004). Tramadol Hydroclhoride for
treatment of shivering after cardiac surgery. European Journal of
Anaesthesiology. Vol. 21. Issue 17
Vergenoud, A.C et, al. (2013). Adherence To The Word Cancer Research
Fund/American Institute for Cancer Research Guidlines and Risk of Death
in Europe: Results From The European Prospective Investigation into
Nutrition And Cancer Cohort Study. American Society of Nutrition. Vol. 98.
Page 506-507.
WHO. (2006). The Impact of Cancer, (Online). Diakses dalam
http://www.who.int
WHO. (1997). Conquering Saffering and Riching Humanity. Diakses dalam
http://www.who.int
Williams, L., Zolfaghari, S., Boushey, R.P. (2010). Complication of
Enterocutaneous Fistulas and Trheir Management. Clinics in Colon and
Rectal Surgery. Vo. 23. No. 3. Page 209-220.
Wilkinson J.M., Ahern N.R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
EGC. Jakarta
Yeatman, T.J. (2001). Colon Cancer. Encyclopedia of Life Science. MacMilan
Published Ltd. www.els.net.
Yondell Masten. (2007). Nursing Theory Peaceful End of Life-Cornelia Ruland
and Shirley Moore Nursing 5330 Theories and Therapies Texas Tech
University Health Sciences Center School of Nursing.
Younis, J., Salemo, G, Fanto, D., Hdjipavlou M., Chellar D., Trickett, J.P. (2011).
Focused Preoperative Patient Stoma Education, Prior To Ileostomi
Formation After Anterior Resection, Contributes To Areduction In Delayed
Discharge Within The Enhanced Recovery Programme. Int J Colorectal.
Vol. 27. Page 43-47.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
1
PENGKAJIAN AWAL KEPERAWATAN RAWAT INAP
Ruang : ……………… Tgl. MRS : .............. Tgl. Pengkajian: ……………Pukul : ...........
DA
TA
D
AS
AR
Alasan kunjungan: □ Kemotherapi □ PKU □ Operasi □ Radiasi □ Kemoth-Radiasi Keluhan Utama : …………………………… Lama Keluhan: ……………….....…………..... Upaya yang telah dilakukan:……....……....... Diagnosis Medis: …………........................... Kesadaran: □ CM □ Apatis □ Delirium □ Somnolen □ Soporocoma □ Coma TTV: TD……..mmHg, N…..X/mnt, S…...◦C,
P.....X/ mnt, Nyeri: □ Ya □Tidak Distres: □ Ya □Tidak
Gol Darah: ......Rh:.......
NU
TR
ISI
Keluhan : .................................................
Skala mual* 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skala nafsu makan* 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kebiasaan Asupan nutrisi:
□ Oral □ NGT □ Parenteral □Gastrostomi □ Yeyunustomi
Pola makan: □ Teratur (3X/ hari) □ Tidak Teratur,… porsi/ hari Jenis makanan dan minuman - Disukai: ………….................................. - Tidak disukai : ..…………………………. Diet: ………………………............….........
1. Apakah mengalami Penurunan BB yang tidak diinginkan dalam 3 bulan terakhir
a. Tidak ada penurunan berat badan
0
b. Tidak yakin/Tidak tahu 2 2. penurunan berat badan dalam 3
bulan terakhir a. 1 - 5 kg 1 b. 6 - 10 kg 2 c. 11 - 15 kg 3 d. > 15 kg 4
3. Apakah asupan makan berkurang karena tidak nafsu makan
a. Tidak 0 b. Ya 1
Total Skor ... Ket: Skor > 2 dilakukan pengkajian oleh gizi Perubahan Gastro Intestinal
a. Mulut : □ Normal □ Benjolan □ Stomatitis □ Bau
□ Hipersalivasi □ Hiposaliva b. Gigi : □ Lengkap □ Tdk lengkap
□ Caries □ .................. c. Lidah : □ Bersih □ Benjolan
□ Kotor □ ................... d. Esoephagus :
Reflek Menelan : □ Ada □ Tdk ada e. Tenggorokan : □ Normal □ Merah
□ Dysphagia
RIW
AY
AT
K
ES
EH
AT
AN
Penyakit yang pernah dialami : ……………………............................................ □ Tidak dirawat □ Di Rawat, tgl/ bln/ tahun : ........……........... □ Operasi …................................................. tgl/ bln/ tahun : ............. □ Radiasi :.................................................... Alergi: □ Ya □ Tidak □ Obat, ....................... □ makanan □ Lain- lain …………........................... Reaksi Alergi: ……………............................... Tindakan: ...………………………………......... Riwayat Transfusi Darah: □ Tidak □ Ya, Reaksi alergi : □ Tidak □ Ya,jelaskan....................... Kebiasaan: □ Merokok : □ Tidak □ Ya , berapa bungkus…....../ hr, lamanya ..........… □ Minum Alkohol : □ Tidak □ Ya, berapa botol …............./ hr, lama.........…
□ Obat- Obatan: □ Tidak □ Ya nama obat ……………............................... □ Lain- lain : ………………….................... Genogram
Nama : No. MR : Tanggal Lahir : (Mohon diisi atau tempelkan stiker jika ada)
)
PENGKAJIAN
Lampiran : 1
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
2
NU
TR
ISI
f. Abdomen : Inspeksi : □ Luka □ Stoma
□ Fistula □ Ascites Auskultasi : Bising Usus:............ kali/mnt Perkusi : □ Tymphani □ dullnes Palpasi : □ Distensi □ Tumor Lainnya :.................................................
Penyakit : □ DM yang tidak terkontrol □ Lainnya : .................................
Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium/ Radiologi ) : ........................................................................
AK
TIF
ITA
S /
IS
TIR
AH
AT
Pengkajian Sistem Muskuloskletal
Mobilisasi : □ Tidak ada kesulitan □ Ada kesulitan : □ Paralysis □ Deformitas □ Penurunan kekuatan □ Gg.keseimbangan □ROM □ Riwayat Fraktur □ Kongenital
Lokasi Aktivitas dan mobilisasi (Lampirkan Formulir Pengkajian Status Fungsional Barthel Index)
□ Mandiri □ Perlu bantuan, sebutkan ..............
□ Ketergantungan Total (jika ketergantungan total kolaborasi dengan DPJP)
Pemeriksaan Penunjang (Radiologi ) :............ ..............................................................................
EL
IMIN
AS
I Keluhan : ……………….……………….. Kebiasaan a. Frekuensi Buang Air Besar : …….... X/ hari b. Frekuensi Buang Air Kecil : …….... X/ hari Pengkajian eliminasi a. Feses :
- Warna : □ Kuning □ Hitam/ Melena □ Dempul □ Merah □ Berlendir
- Konsistensi : □ Lunak □ Encer □ Keras □ Berbusa □ skibal
- Cara Pengeluaran : □ normal □ Colostomy □ Ileustomy (Lampirkan Pengkajian Stoma)
b. Urine : □ Normal □ Abnormal: □ Dysuria □ Polyuria (> 1500 cc/ 24 jam) □ Oliguri (< 400 cc/ 24 jam ) □ Retensi □ Anuria □ Inkontinensia - Warna : □ Kuning □ Seperti Teh
□ Merah □ Keruh - Cara Pengeluaran : □ Kondom cateter □ Chateter urine ukuran........... □ Nefrostomy □ Urostomy □ Cystostomi
(Lampirkan Pengkajian Stoma) Pemeriksaan Penunjang ( Laboratorium/ Radiologi ) : ................................................... .........................................................................
SIR
KU
LA
SI
Keluhan : ………………………………… Skala sesak* 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pengkajian sirkulasi a. Hidung: □ Normal □ Benjolan □ Polip
□ Epistaksis □ Luka □ Pernapasan Cuping hidun Warna Sekret : □ Kuning □ Merah □ Hijau b. Dada : □ Normal □ Benjolan/ Tumor □ Luka □ Krepitasi sub kutis
□ Pelebaran Vena Kolateral □ Retraksi dada
c. Jantung Irama Nadi : □ Teratur □ Tidak Teratur
d. Paru : □ Vesikuler □ Ronkhi ka/ki □ Wheezing
ka/ki □ Tachypneu □ Bradypneu □ Dyspneu □ Lain-lain :....................................................
e. Perdarahan: Lokasi...................... Jumlah : …………cc f. Turgor : □ Baik □ Buruk g. Oedema: □ Ekstremitas Atas : □ Tidak □ Ya, lokasi......................... h. Lympha edema : □ Tidak □ Ya
Lokasi : ................................................... i. Perifer: capilary refill :□ < 3 dtk □ > 3 dtk Pemeriksaan Penunjang ( Laboratorium/
Radiologi ) .............................................................................
...............................................................................
AT
IVIT
AS
/ I
ST
IRA
HA
T
Keluhan : ..............................................
Skala perasaan mengantuk * :
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Skala kelemahan*:
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kebiasaan: a. Mandi :........ x/ hari
b. Cuci Rambut : ........ x/ mg c. Sikat gigi : ........ x/ hari d. Tidur : ..... jam/ hari
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
3
K
EN
YA
MA
NA
N Keluhan:…………………
Skala Nyeri* 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
durasi ………………….... frekuensi ………………… karakteristik………..……. Luka □ Tidak □ Ya (Lampirkan Formulir pengkajian luka) □Bau □ Nyeri □ Mudah Berdarah
Eksudat : □ Banyak □ Sedikit Warna : □ Merah □ Kuning □ Hitam Integritas Kulit: □ Petechie □ Hematoma □ Pruritus □ Urtikaria Dekubitus: □ Tidak □ Ya, Lokasi : ........... Warna : □ Merah □ Kuning □ Hitam Grade : □ I □ II □ III □ IV Tanda-tanda Infeksi : □ Tumor □ Dolor □ Kalor □ Rubor □ Fungsiolesa Pemeriksaan Penunjang (Lab/Radiologi ) : ..........................................................................................................................................
SE
KS
UA
L/R
EP
RO
DU
KS
I SE
KSU
AL/R
EPR
OD
UK
SI Riwayat Reproduksi
Keluhan :…………………………………………. Usia haid pertama: ........... tahun Pernikahan ke :........................................... G ...... P….... A ..... Jumlah Anak : .......... Tanggal haid terakhir : ........................ Pola seksualitas : □ Tidak terganggu □ Terganggu Pemeriksaan cervix terakhir/Pap Smear : □ Tidak □Ya, Kapan ................... Pemeriksaan Fisik: - ♀ Genetalia : □ Keputihan □ Benjolan □ Luka □ Odema □ Prolaps □ Bau □ Lain-lain : ............................. - Pemeriksaan SADARI : □ Ya, …… x/bulan
□ Tidak - ♂ a.Penis: □ Benjolan □ Luka □ Oedema □ Nyeri □ Sekret : □ Kuning □ Merah □ Bau b. Skrotum : □ Membesar □ Hernia Penggunaan alat kontrasepsi:□Tidak □ Ya, Jenis : ........................................ Pemeriksaan Penunjang (Lab/Diagnostik): Mammografi □Tidak □ Ya, kapan…………………… Lainnya: ……………………………………………
PS
IKO
SO
SIA
L
Suasana hati * 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cemas* 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Depresi * 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pertahanan/Koping: a. Pengambilan Keputusan : □ Sendiri □ Dibantu, siapa?.................... b. Cara untuk mengatasi kecemasan: □ Sendiri □ Dibantu, siapa? ................... Mekanisme Koping yang digunakan: □ Konstruktif □ Destruktif Sistem Nilai Kepercayaan: Agama/ Kepercayaan : □ Tidak penting □ Penting, jelaskan ................ Adakah Program pengobatan bertentangan dengan keyakinan : □Tidak □ Ya, Jelaskan ................ Respon terhadap penyakit : □ Mengingkar □ Marah □ Tawar menawar □ Depresi □ Menerima Informasi yang dibutuhkan: □ Penyakit yang diderita □Tindakan pemeriksaan □Tindakan/pengobatan/perawatan yang
diberikan □ Perencanaan diet □ Perubahan aktifitas sehari-hari □ Perawatan di rumah Dukungan keluarga: □ Ya □ Tidak
KE
SE
LA
MA
TA
N &
PR
OT
EK
SI Status mental :□ Orientasi
□ Disorientasi : □ Orang □ Waktu □ Tempat □ Kejang : tipe & frekuensi : .............................. □ Lain-lain, jelaskan: ......................................... Gangguan Panca Indra: Penglihatan: □ Tidak □ Ya, jelaskan …………… Pendengaran : □ Tidak □ Ya, jelaskan ………….. Pengecapan: □ Tidak □ Ya, jelaskan …………….. Penghidu: □ Tidak □ Ya, jelaskan ………………. Perabaan: □ Tidak □ Ya, jelaskan ……………… Pengkajian Restrain : □ Tidak ada masalah □ Ada masalah Pernah menggunakan restrain sebelumnya □ Tidak □ Ya .................................. □ Kondisi saat ini beresiko tinggi….................. □ Diskusi dengan keluarga dan pasien mengenai kebijakan penggunaan restrain Skrening Resiko Cedera/ Jatuh : □ Tidak Beresiko □ Resiko Rendah □ Resiko Tinggi ( lampirkan Formulir Penilaian Resiko Cedera/ Jatuh sesuai usia ) Pemeriksaan Penunjang ( Laboratorium/ Radiologi ) : .........................................................................................................................................
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
4
KE
BU
TU
HA
N
KO
KO
MU
NIK
AS
I/P
EN
DID
IKA
N
&
PE
NG
AJA
RA
N Bahasa sehari-hari:
□Indonesia □Daerah,sebutkan: ................. □ Inggris □ Lain-lain,sebutkan: ................ □ Bahasa isyarat Perlu penerjemah: □ Tidak □Ya, bahasa ............................ Hambatan belajar : □Bahasa □Pendengaran □ Hilang Memori □ Kognitif □Penglihatan □ Lain-lain jelaskan : ……………………………. Cara belajar yang disukai: □ Menulis □ Audio-visual/gambar □ Demonstrasi □ Diskusi Kebutuhan pembelajaran pasien (pilih topik pembelajaran): □ Diagnosa & Manajemen □ Obat-obatan
□ Perawatan luka □ Kemoterapi □ Manajemen Nyeri
□ Diet & nutrisi □ Radiasi □ Operasi □ Rehabilitasi □ Lain-lainnya: .................................
MA
SA
LA
H K
EP
ER
AW
AT
AN
YA
NG
MU
NC
UL
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas* Ketidakefektifan pola napas Gangguan Pertukaran Gas Gangguan perfusi jaringan Resiko Aspirasi Penurunan Curah Jantung Intoleransi Aktivitas Nyeri Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dan
Kebutuhan Ketidakseimbangan Nutrisi: Lebih dari
Kebutuhan Mual Kekurangan Volume Cairan Kelebihan Volume Cairan Diare Retensi Urin Perubahan Eliminasi Urin Konstipasi Kerusakan membran mukosa oral Ketidakefektifan pengaturan suhu
tubuh (Thermoregulasi) Gangguan Pola Tidur Resiko Infeksi Kurangnya perawatan diri Kerusakan integritas kulit Resiko Cedera Resiko perdarahan Kurangnya pengetahuan Disfungsi Seksual Psikoseksual Cemas Ketidakefektifan Koping Gangguan Citra Tubuh Konflik Peran Lainnya......................................
Ket: *skor Edmonton Symptom Assessment System. ESAS ringan <3, ESAS sedang 4-6, ESAS berat >7. Intervensi sesuai dengan algoritma ESAS. **diagnose keperawatan berdasarkan ESAS Jakarta, .......................................... Perawat PN/Katim (__________________________) Tanda Tangan dan Nama Jelas
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Grafik ESAS
Tanggal
Nyeri
Lelah
Mual
Mengantuk
Nafsu Makan
Nafas sesak
Mood/Perasaan
Cemas
Depresi
Lain-lain
Diisi oleh:
P= Pasien
K= Keluarga/relasi
B= Bantuan k/r
P= Perawat
Lampiran: 2
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
PETUNJUK PENGISIAN ESAS
Pasien melingkari nomer yang mengindikasikan gejala mana yang bisa diwakili
dengan nilai. Petunjuk masing-masing item:
1. Nyeri
Gambaran nyeri yang dirasakan bisa merujuk ke visual berikut:
Dilembaran ESAS diisi:
Tidak nyeri 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nyeri sangat hebat
Nomer yang dilingkari kemudian dicatat kedalam catatan keperawatan
(misalnya catatan perkembangan) atau formulir ESAS dicatat. Cth: Skor nyeri
6. Jika pasien dalam nyeri, mereka seharusnya menandai diagram tubuh yang
menandai lokasi sakit. Ini dilakukan tiap kunjungan, tidak perlu dilakukan
harian, namun perubahan dapat dicatat.
2. Lelah
Lelah ringan (skor 0-3): pasien masih bisa melakukan aktivitas seperti
biasa,
Lelah sedang (skor 4-6): lelah mulai mengganggu aktivitas
Lelah berat (skor 7-10): berat dan tidak mampu melakukan aktivitas,
diikuti dengan nafas pendek, nyeri dada, jantung berdebar
3. Mengantuk
Gangguan tidur ringan (skor 0-3): Gangguan tidur yang tidak mengganggu
aktifitas harian, mampu melakukan melakukan aktifitas sesuai keinginan
(sept. tugas harian, kerja, kehidupan sosial dan lain)
Gangguan tidur sedang (skor 4-6) : Sulit tidur dimalam hari/ kembali tidur
setelah terbangun (perlu >30menit untuk tidur lagi, terbangun > 30menit),
Sering terbangun di tengah malam, Tidur terasa ringan, terpotong2, tidak
segar (kualitas tidur jelek), mengantuk dan energi kurang dalam
beraktifitas, gangguan terjadi lebih dari 3 kali seminggu
Tidak : Ringan : Sedang : Berat
Lampiran: 3
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Gangguan tidur berat (skor 7-10) : Gejala insomnia > 3 malam/minggu
dalam 1 bulan terakhir, gangguan aktifitas harian, gangguan fungsi
psikologis, harapan yang negatif terhadap tidur (mis. takut mati, mimpi
buruk, dll), sangat mudah terbangun dan terjaga dengan cepat saat tidur di
tempat tidur.
4. Mual
• Mual ringan (skor 0-3): pasien mengeluh perut terasa mual dan belum
berselera untuk makan.
• Mual sedang (skor 4-6): pasien mengalami tidak nafsu makan, tidak
menghabiskan porsi makanannya, ada keinginan ingin muntah saat makan
dan kepala terasa pusing
• Mual berat (skor 7-10) :Muntah setiap kali makan dan minum, nyeri
abdomen, kepala nyeri, dehidrasi dan badan terasa lemah
5. Nafsu makan
Hilang nafsu makan ringan (skor 0-3): Kehilangan BB < 5% selama 6 bln,
pengobatan untuk anoreksia dan/atau kehilangan BB, tidak ada data
subjektif terkait dehidrasi
Hilang nafsu makan sedang (skor 4-6): BB hilang >5% 6 bln terakhir,
sedang pengobatan tumor, adanya tanda peradangan (panas, bengkak,
nyeri, disfungsi, kemerahan)
Hilang nafsu makan berat (skor 7-10): badan kurus ekstrim, massa otot
minim, Penyakit lanjut, kehilangan masa otot yang cepat dengan
kerusakan fungsi.
6. Nafas
• sesak ringan (skor 0-3): pasien biasanya dapat duduk dan berbaring
dengan tenang masih dapat melakukan aktifitas ringan,saat terasa sesak
pasien tidak cemas/ cemas ringan, saat dibservasi pernafasan tidak terlihat
sesak dan tidak ada tanda cyanosis
• sesak sedang (skor 4-6): aktifitas hanya dapat dilakukan di tempat tidur ,
sasak nafas terasa menetap dan terasa parah apabila melakukan aktifitas
yang lebih berat, tidak ada cyanosis
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
• sesak berat (skor 7-10): nafas terasa sering sesak, makin parah dari hari ke
hari, pasien merasa cemas, ketika bangun tidur nafas tersa sesak, pada
pengkajian fisik : terdapat cyanosis, onset of confusion dan sering adanya
orthopnea.
7. Depresi
• Depresi ringan (skor 0-3): pasien tidak terlalu mempunyai gejala depresi,
berlangsung sekitar 2 minggu, masih mampu menghadapi kesulitan dan
melakukan berbagai aktifitas, ADL
• Depresi sedang (skor 4-6): pasien tidak terlalu mempunyai gejala depresi,
berlangsung lebih dari 2 minggu, masih mampu menghadapi kesulitan,
mulai terganggu dalam melakukan aktifitas, ADL tidak bisa dilakukan
secara mandiri.
• Depresi berat (skor 7-10): pasien mengalami kesedihan , suasana hati
yang tidak baik, kehilangan kebahagian, pasien merasa bersalah / tidak
berguna, insomnia/ hipersomnia, BB turun / naik, merasa kelelahan yang
sangat dan tidak dapat melakukan ADL secara mandiri.
8. Cemas
• Cemas ringan (skor 0-3): terdapat kekhwatiran tentang penyakit, merasa
sedih akan kehilangan kesehatannya, kurang tidur dan kurang nafsu makan
dan berangsur – angsur pulih selama beberapa minggu.
• Cemas sedang (skor 4-6): pasien menunjukan respon maladaptive (tidak
sesuai dengan stress) , gangguan fungsi biasa, kurang mampu
mengendalikan kecemasannya tanpa intervensi, adanya sifat gangguan
kecemasan seperti : mudah panic, gangguan stress pasca trauma, gangguan
obsesif convulsive dan fobia.
• Cemas berat (skor 7-10): tidak mampu mrngontrol kecemasan tentang
beberapa hal yang paling menyedihkan, mengalami ketidaknyamanan dan
kecemasan yang berlebihan, tidak mampu melakukan ADL secara mandiri.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
9. Perasaan baik
Perasaan hati pasien saat ini atau mood yang dirasakan. Perasaan sedih,
gelisah, bingung atau perasaan jenuh, bosan yang membuat pasien tidak
merasa tenang dan bahagia.
10. Lain lain
a. Konstipasi
• Konstipasi ringan (0 -3) BAB 3 hari sekali, perut terasa begah
• Konstipasi Sedang (4 – 6) BAB > 3 hari sekali ,haruss mengejan,
teraba massa di daerah bawah perut sebelah kiri.
• Konstipasi Berat (7 – 10) BAB > 7 hari , karateristik feses : keras,
mengejan
b. Diare
• Diare ringan (0 -3) BAB > dari 3 x,perut terasa mulas tidak ada
keluhan mual
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
• Diare sedang (4 – 6) BAB > 5 x, perut terasa melilit dan mual/
nyeri perut , tidak nafsu makan,dan demam ringan
• Diare berat (7 – 10) BAB > 10x, perut terasa nyeri , mual hebat,
muntah ,tidak bisa makan,dehidrasi , demam dan rejadi penurunan
berat bandan.
c. Mucositis
• Mucositis ringan (0 – 3) tidak ada tanda peradangan/ Ada
eritema
• Mucositis sedang (4 – 6) Eritema yang sangat jelas, ada sensasi
nyeri ringan
disertai pembentukan fibrin dan pseudomembran, Ulserasi, ada
sensasi nyeri sedang dan perdarahan ringan
• Mucositis Berat (7 – 10) Ulserasi berat, nyeri berat perdarahan
spontan dan nekrosis jaringan (mengancam jiwa)
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Lampiran 4
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : ......................................
Umur : ......................................
Jenis Kelamin : .....................................
Menyatakan setuju menjadi responden penelitian Evidence Based Nursing yang
dilakukan oleh mahasiswa Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dengan judul “Efektifitas
Edukasi Perawatan Kolostomi Pre dan Post Operasi dengan menggunakan media
Audiovisual ”.
Saya memahami bahwa penelitian ini tidak akan berakibat negatif terhadap diri
saya, oleh karena itu saya dengan sukarela tanpa paksaan dari pihak manapun
menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Jakarta, ................... 2014
Responden
(...........................................)
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
RESUME KEPERAWATAN
PENDEKATAN PEACEFUL END OF LIFE THEORY PADA KASUS KELOLAAN KLIEN DENGAN KANKER
No Diskripsi Kasus Pengkajian Konsep” Peaceful end iof life theory”, Diagnosa Keperawatan, Tujuan, Intervensi Keperawatan dan
evaluasi
1. Sdr. S, 38 tahun, Agama Islam
Status: belum menikah.
Diagnosa medis kanker kolon stadium
IV, pemeriksaan
PA tahun 2012: adanya karsinoma colon.
Riwayat post kemoterapi pada tahun
2013 dan post laparotomi dengan
kolostomi.
ECOG:4
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada bekas luka laporatomi yang mengalami kebocoran, nyeri menjalar ke seluruh
abdomen, nyeri bertambah saat bergerak atau dilakukan perawatan luka, kualitas nyeri seperti diiris-iris, skala
nyeri 6 dengan skor ESAS: 6.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman dengan melakukan aktifitas ditempat tidur dengan skor ESAS 8, merasakan,
mual skor ESAS 5, muntah skor ESAS 6, perasaan mengantu skor ESAS 0, perasaan lemah skor ESAS 7,
pergerakan terhambat karena nyeri dan luka operasi laparotomi dengan fistula yang terpasang kantung kolostomi,
keluar cairan hijau pada drain dan fistula, produksi cairan dari drain 600cc, bau ++, terdapat pus.
- Bermartabat dan dihormati: Klien menyatakan tidak bisa bekerja dan berkumpul lagi dengan temen-temannya.
- Damai: Klien bertanya-tanya dengan perkembangan sakitnya terutama dengan adanya cairan yang keluar dari
bekas jahitan laparotomi, kecemasan skor ESAS 4
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien bersyukur ibunya selalu merawat dan menjaga dirinya selama
dirumah sakit, namun sekarang temen-temannya jarang yang menjenguknya.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Gangguan integritas kulit, 4.
Hambatan mobilitas fisik, 5. kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3. Woundcare management (6550), 4.
Energy managemen (0002), 5. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Protection and woundcare
management (3440), 4. Energy management (0180), 5. Anxiety reduction (5820)
- Evaluasi: Pasien Mengatakan nyerinya masih dirasakan ESAS nyeri 3, Terapi nutrisi dan cairan lewat
parenteral, ESAS mual 3, aktifitas dilakukan tanpa bantuan penuh dari perawat ESAS kelemahan 3, Iritasi
sekitar luka tidak ada, pus -, Cairan fistula masih produktif 450cc, Klien merasa lebih tenang dan menerima
keadaanya sekarang
2. Tn. S, 71 tahun, Agama Islam,
Status: menikah
Diagnosa medis kanker recti dengan
kolostomi.
pemeriksaan abdomen tiga posisi
19/2/2014: delatasi usus halus tampak
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri, nyeri menjalar ke seluruh abdomen, nyeri semakin bertambah saat menggerakkan
badan, kualitas nyeri seperti diiris-iris, skala nyeri 8 dengan skor ESAS: 8.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman dan semua aktifitas dilakukan ditempat tidur dengan skor ESAS 9, merasakan,
mual skor ESAS 7, terpasang NGT produksi hijau, luka operasi laparotomi bengkak dan mengeluarkan pus pada
jahitan 3,4 atas, terpasang kolostomi pada kwadran 1 produksi cairan 850cc, bau feses.
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa ditinggalkan oleh orang-orang disekitarnya walaupun istrinya selalu
Lampiran:5
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
gambaran ileus obstruksi .
ECOG:4
mendampingi selama dirawat.
- Damai: Klien merasa gelisah karena sakitnya tidak kunjung membaik, klien bertanya-tanya dengan
perkembangan sakitnya, kecemasan skor ESAS 7
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien selalu didampingi oleh istrinya, anak-anak jarang menjenguk
, kadang klien merasa ditinggalkan oleh dokternya karena dokter tidak visite
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Risk control: Infection proses, 4.
kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Management nutrisi (1100), 3 Protection and woundcare management
(3440),. 4. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100) , 3. Woundcare management (6550), 4.
Anxiety reduction (5820)
Evaluasi: tidak terjadi infeksi luka, luka menutup dan kecemasan klien menurun serta dukungan keluarga dan
anak-anak, ESAS cemas 2, nyeri masih dirasakan sehingga mengganggu mobilitas klien ESAS 5, mual masih
dirasakan oleh pasien ESAS mual 5,
3 Ny. W, 42 tahun, Agama Islam
Status: menikah
Diagnosa medis kanker ovarium dengan
ilues obstruksi, pemeriksaan MSCT
26/2/2014: Massa ovarium dengan
perlekatan pada buli-buli dan
rektosigmoid disertai fokal stenosis 5cm
dengan obstruksi. Tidak ada kelainan
pada organ intaabdominal pelvik dan
lainnya.
ECOG:3
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri dan tidak bisa buang air besar, nyeri menjalar sampai abdomen, nyeri semakin
bertambah saat menggerakkan badan, kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 dengan skor ESAS: 5.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman karena tidak bisa buang air besar selama 2 minggu, massa di kwadaran IV
teraba keras, sebagian aktifitas dilakukan ditempat tidur dengan skor ESAS 6, terpasang NGT produksi hijau,
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa tetap mendapat dukungan dan pengakuan dari suami dan teman
serta saudaranya.
- Damai: Klien siap untuk dilakukan operasi karena ingin semua keluahnnya hilang
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa didukung oleh suami da anaknya. Teman-teman dan
saudaranya mendukung selama dirawat di rumah sakit.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Kurang pengetahuan akan prosedur tindakan,
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Knowledge; stoma care.
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Teaching; stomacare,
- Evaluasi: Pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang, ESAS 2, pasien sudah mampu membantu dalam
mengganti kolostomi,.
4. Tn. S, 42 tahun, Agama Islam
Status: menikah,
Diagnosa medis karsinoma nasofaring
stadium IV. Riwayat merokok lebih
dari 15 tahun, sehari 2-3 bungkus.
Riwayat radasi 6 kali tahun 2013.
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada benjolan di leher, kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk, menit hilang dan
timbul, skala nyeri 4, dengan skor ESAS: 4.
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada benjolan di leher, nyeri hilang dan timbul, skala nyeri 3, dengan skor ESAS:
3.
- Nyaman: Rasa mual dengan skor ESAS 6, nafsu makan menurun skor ESAS 5, muntah skor ESAS 2, perasaan
lemah skor ESAS 2,
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Sekarang tindakan kemoterapi cysplatin
dan 5FU siklus 5.
ECOG:2
- Bermartabat dan dihormati: Klien kadang merasa bersalah karena tidak bisa bekerja lagi. Sekarang klien
tergantung dengan istrinya
- Damai: Klien merasa sedih dan membutuhkan dukungan dari keluarganya. Kadang klien merasa cemas akan
sakitnya yang tidak kunjung membaik dengan skor ESAS 4.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien dekat dengan istri, namun sekarang klien jarang ketemu
anaknya yang masih kecil. Teman-teman dan saudaranya mendukung selama dirawat di rumah sakit.
- Diagnosa keperawatan: 1. Risk kontrol nutrisi, 2, kurang pengetahuan akan prosedur dan treatmen, 3.
Kecemasan.
- Tujuan (NOC) : 1. Managemen nutrisi (1100), 2. Knowledge prosedure, 3. Anxiety self control (1402). ,
Intervensi: 1. Manajement nutrisi (1400), 2. Teaching; treatment, 3 Anxiety reduction (5820).
- Evaluasi: Pasien sudah tidak mengalami kecemasan ESAS 2, keluhan mual masih ESAS 3 muntah sudah
berkurang ESAS 1,Klien merasa sudah tidak lagi muntah tiap makan, porsi makan habis setengah, klien tetap
semangat menjalani pengobatan setelah dijelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan.
5. Tn. B, 32 tahun, Agama Islam,
Status: menikah
Diagnosa medis KNF stadium IVb.
Riwayat merokok lebih dari 15 tahun,
sehari lebih 2 bungkus riwayat kerja
malam. Hasil biopsi: karsinoma
nasofaring, tidak berdeferensiasi.
Sekarang tindakan terapi radiasi ke 4.
ECOG:2
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada daerah di leher, nyeri dirasakan saat malam hari, skala nyeri 3, dengan skor
ESAS: 3.
- Nyaman: Rasa mual dengan skor ESAS 7, nafsu makan menurun skor ESAS 6, muntah skor ESAS 5, perasaan
mengantu skor ESAS 0, perasaan lemah skor ESAS 3,
- Bermartabat dan dihormati: Klien kadang merasa bersalah karena tidak bisa bekerja lagi, namun klien merasa
tetap mendapat dukungan dan pengakuan dari istri dan keluarganya.
- Damai: Klien merasa sedih karena saat ini tergantung pada istri dan keluarganya serta petugas kesehatan, kadang
klien merasa cemas akan sakitnya yang tidak kunjung membaik dengan skor ESAS 5.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien dekat dengan istri dan anaknya. Teman-teman dan
saudaranya mendukung selama dirawat di rumah sakit.
- Diagnosa keperawatan: 1. Risk kontrol nutrisi, 2. nyeri kronis, 3. Kecemasan.
- Tujuan (NOC) : 1. Managemen nutrisi (1100), 2. Manajemen pain, 3. Anxiety self control (1402).
- Intervensi: 1.Management nutrisi (1400), 2. Pain manajemen, 3 Anxiety reduction (5820).
- Evaluasi: Pasien masih kurang nafsu makan. ESAS 4, ESASmuntah 3, porsi makan tidak habis setengahnya,
klien mampu melakukan relaksasi ketika nyeri dan kecemasan sudah berkurang, ESAS cemas 2, ESAS nyeri 3.
6 Tn. S, 39 tahun, Agama Islam
Status: belum menikah
Diagnosa medis kanker kolon. Riwayat 6
hari yang lalu post kemoterapi. Terapi
Cysplatin dan 5FU siklus ke 5, Saat ini
klien sedang perbaikan keadaan umum.
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri (-)
- Nyaman: perasaan tidak nyaman dan semua aktifitas dilakukan ditempat tidur dengan skor ESAS 7, merasakan,
rasa mual dengan skor ESAS 7, nafsu makan menurun skor ESAS 8, muntah skor ESAS 6, perasaan mengantu
skor ESAS 0, perasaan lemah skor ESAS 3 perasaan mengantuk skor ESAS 0, perasaan lemah skor ESAS 7,.
- Bermartabat dan dihormati: Klien selama dirawat ditunggu oleh orang tua dan adik-adiknya. Klien merasa
sedih karena merepotkan keluarganya.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
ECOG:3
- Damai: Klien merasa sedih setiap kali diberikan kemoterapi sering mengalami drop. Seperti biasa alasan dirawat
disini karena tidak bisa makan dan muntah terus. Skor kecemasan ESAS 5
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien selalu didampingi oleh saudaranya dan orang tuanya
- Diagnosa keperawatan: 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 2. Hambatan mobilitas fisik, 3. Kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Management nutrisi (1100), 4. Energy managemen (0002), 3. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Management nutrition (1100) , 2. Energy management (0180), 3. Anxiety reduction (5820)
Evaluasi: mual muntah mulai berkurang, makan sudah habis setengah, ESAS Mual 4, ESAS muntah 2, klien
merasa tidak nafsu makan , klien sudah bisa makan setengah porsi, aktifitas sudah mulai mandiri ESAS
kelemahan 3, ECOG 2. Klien tidak lag merasa cemas. ESAS cemas 0.
7. Tn. J, 39 tahun, Agama Kristen
Status: menikah
Diagnosa medis KNF stadium III.
Riwayat merokok lebih dari 13 tahun,
sehari habis lebih 2 bungkus, riwayat
suka makan ikan asin. Hasil biopsi:
karsinoma nasofaring tidak berkeratin
dan tidak berdeferensiasi. Sekarang
program terapi kemoterapi
ECOG:1
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri menjalar sekitar leher, nyeri semakin bertambah saat menggerakkan leher, kualitas
nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 dengan skor ESAS: 5.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman pada daerah leher, aktifitas mandiri. perasaan mengantu skor ESAS 0,
- Bermartabat dan dihormati: Klien selalu mendapat dukungan dan pengakuan dari istri dan teman serta
saudaranya.
- Damai: Klien siap untuk dilakukan kemoterapi, namun klien cemas akan efek dari tindakan kemoterapi,
sementara klien sedih dengan diagnosa kanker yang dideritanya, kecemasan skor ESAS 4
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa didukung oleh istri dan anaknya. Orang tua juga
selalu memberikan dorongan untuk berobat.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Kurang pengetahuan akan prosedur tindakan, 3. Kecemasan.
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Knowledge; prosedur and treatement, 3. Anxiety self control (1402).
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Teaching; kemoterapi, 3 Anxiety reduction (5820).
- Evaluasi: Klien merasa lebih siap untuk mendapat terapi kemoterapi yang telah diprogramkan dan sudah tidak
mengalami kecemasan, ESAS cemas 1, ESAS 2 dan klien mampu mengontrol nyerinya.
8. Ny. R, 42 tahun, Agama islam
Status: menikah
Diagnosa medis Ca. Mammae bilateral
stadium IIIb. Hasil biopsi:
Limfadenopati inguinal kanan dicurigai
limpoma dengan limfomatosis payudara
kanan kiri. Tak tampak limfadenopati
paraaorta , para iliakal. Tak tampak
kelainan pada organ intraabdominal dan
pelvic. Sekarang program terapi
kemoterapi
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri, nyeri menjalar ke seluruh dada, punggung dan leher, nyeri semakin bertambah saat
dilakukan perawatan luka, kualitas nyeri seperti diiris-iris, skala nyeri 7 dengan skor ESAS: 7.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman karena terdapat luka pada mammae kanan dengan luas 13x16cm, bau dan
eksudat banyak. Rasa mual dengan skor ESAS 5, nafsu makan menurun skor ESAS 6, muntah skor ESAS 5
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa ditinggalkan oleh orang-orang disekitarnya walaupun suaminya
selalu mendampingi selama dirawat.
- Damai: Klien merasa gelisah karena sakitnya tidak kunjung membaik, ESAS 6, klien bertanya-tanya dengan
perkembangan sakitnya, kecemasan skor ESAS 7
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien selalu didampingi oleh suamia, namun anak-anak jarang
menjenguk.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Risk control: Infection proses, 4.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
ECOG:2
kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Management nutrisi (1100), 3. Woundcare management (6550), 4.
Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100) , 3. Protection and woundcare
management (3440), 5. Anxiety reduction (5820)
Evaluasi: Kecemasan klien menurun serta dukungan keluarga dan anak-anak, ESAS cemas 4, nyeri masih
dirasakan sehingga mengganggu mobilitas klien ESAS nyeri 4, namun nafsu makan klien bulum meningkat,
porsi habis setengah, ESAS mual 4, warna dasar luka merah, eksudat banyak, pus -.
9. Tn. A, 52 tahun, Agama islam
Status: menikah
Diagnosa medis Ca. Paru stadium IVb,
tidak ada riwayat merokok sebelumnya.
pemeriksaan FOB (Fiber Optic
Bronchoscopy) dengan hasil kanker paru
ekstra laminar posterior
ECOG:2
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada dada menjalar sekitar leher, nyeri semakin bertambah saat batuk, kualitas
nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5 dengan skor ESAS: 5.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman sesak dengan nilai ESAS 6, sputum +, respiratori rate 26x/menit, batuk +.
- Bermartabat dan dihormati: Klien sebelumnnya masih bekerja sebagai sopir saat ini klien merasa tidak bisa
berperan dalam mencari nafkah.
- Damai: Klien merasa cemas ketika merasa sesak dan nyeri pada bagian, sementara klien bingung dengan
diagnosa kanker yang dideritanya, kecemasan skor ESAS 5
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa didukung oleh istri dan anaknya. Orang tua juga
selalu memberikan dorongan untuk berobat.
- Diagnosa keperawatan: 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif, 2. Nyeri kronis, Kurang pengetahuan akan
prosedur tindakan, 3. Kecemasan.
- Tujuan (NOC) : 1 Respiratory status. Airway patency (0410),. 2. Pain level (2102), 3. Knowledge; prosedur and
treatement, 4. Anxiety self control (1402).
- Intervensi: 1. Airway management, 2. Pain manajemen (1400), 3. Teaching; kemoterapi, 4 Anxiety reduction
(5820).
- Evaluasi: Keluhan sesak sudah tidak dirasakan lagi, ESAS sesak 2, klien merasa lebih siap untuk mendapat
terapi kemoterapi yang telah diprogramkan dan sudah tidak mengalami kecemasan , ESAS cemas 3, klien
mampu mengontrol nyerinya, ESAS nyeri 2.
10. Ny. S, 52 tahun, Agama islam
Status: menikah
Diagnosa medis Ca. Mammae dextra
post mastektomi radikal. Sekarang
program terapi kemoterapi
ECOG:2
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri, post operasi mastektomi, nyeri menjalar ke seluruh dada, nyeri semakin bertambah
saat dilakukan perawatan luka, kualitas nyeri seperti diiris-iris, skala nyeri 6 ESAS: 6.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman karena terdapat luka pada mammae kanan dengan luas 14x12cm, bau dan
eksudat banyak. Rasa mual dengan skor ESAS 5, nafsu makan menurun skor ESAS 6, muntah, ESAS 5
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa berbau seakan ditinggalkan oleh orang-orang disekitarnya. Suami
dan anak klien selalu mendukung dalam pengobatan
- Damai: Klien merasa gelisah karena sakitnya tidak kunjung membaik, klien bertanya-tanya dengan
perkembangan sakitnya, kecemasan skor ESAS 5
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien selalu didampingi oleh suamia, namun anak-anak jarang
menjenguk.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Risk control: Infection proses, 4.
kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Management nutrisi (1100), 3. Woundcare management (6550), 4.
Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100) , 3. Protection and woundcare
management (3440), 5. Anxiety reduction (5820)
Evaluasi: Nyeri sudah berkurang, nyeri timbul saat dilakukan perawatan luka ESAS 4, warna dasar luka kuning,
eksudat banyak, pus, nafsu makan klien menurun ESAS 4, porsi makan tidak habis setengah,, ESAS mual 3,
ESAS muntah 2
11. Tn. E, 52 tahun, Agama islam
Status: menikah
Diagnosa medis Adenokarsinoma Paru
stadium IVb metastase ke tulang
belakang. Riwayat merokok lebih dari 15
tahun. Sehari lebih dari 1bungkus.
Saat ini sedang perbaikan keadaan umum
ECOG:3
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada dada tulang belakan, kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 7 dengan
skor ESAS: 7.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman untuk aktifitas. Rasa mual dengan skor ESAS 5, nafsu makan menurun skor
ESAS 6, muntah skor ESAS 3
- Bermartabat dan dihormati: Klien sebelumnnya masih bekerja sebagai satpam saat ini klien merasa tidak bisa
berperan dalam mencari nafkah.
- Damai: Klien merasa cemas ketika merasa sesak dan nyeri pada bagian, sementara klien bingung dengan
diagnosa kanker yang dideritanya, kecemasan skor ESAS 5
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa didukung oleh istri dan anaknya. Orang tua juga
selalu memberikan dorongan untuk berobat.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Management nutrisi (1100), 3. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100) , 3. Anxiety reduction (5820)
- Evaluasi: Kliem mampu beradaptasi dengan nyeri dengan menggun akan analgetik dan relaksasi, ESAS nyeri 4,
dan kecemasan klien menurun serta dukungan keluarga dan anak-anak, nyeri masih dirasakan sehingga masih
mengganggu mobilitas klien, ESAS cemas 2. Klienmasih merasa mual, ESAS mual 3, nafsu makan masih
belum ada, ESAS 3, namun pasien sudah dapat menghabiskan setengah porsi yang disediakan.
12. Tn. Tj, 64 tahun, Agama kristen
Status: menikah
Diagnosa medis kanker recti dan
hidronefrosis sinistra dengan kolostomi,
pemeriksaan USG polos terdapat lesi
metastasis pada hepar, hidronefrosis kiri,
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri, nyeri pada bagian perut. nyeri semakin bertambah saat menggerakkan badan,
kualitas nyeri seperti diiris-iris, skala nyeri 8 dengan skor ESAS: 8.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman dan semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan perawat dan sebagian waktunya
ditempat tidur dengan skor ESAS 8, , terpasang NGT produksi +, perasaan lemah dan tidak berdaya skor ESAS
8, terdapat luka bekas operasi laparotomi , terpasang kolostomi pada kwadran 1 produksi cairan 850cc, bau
feses.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
massa pada regio rectum, tak tampak
kelainan pada organ intraabdominal
pelviks dan lainnya.
ECOG:4
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa ditinggalkan oleh orang-orang disekitarnya walaupun istrinya selalu
mendampingi selama dirawat.
- Damai: Klien merasa gelisah karena sakitnya tidak kunjung membaik, klien bertanya-tanya dengan
perkembangan sakitnya, kecemasan skor ESAS 7
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien selalu didampingi oleh istrinya dan anak-anak menjenguk.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3.. Hambatan mobilitas fisik, 4.
kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Management nutrisi (1100), 3. Energy managemen (0002), 4. Anxiety
self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100) , 3. Energy management (0180), 6.
Anxiety reduction (5820)
Evaluasi: Kecemasan klien menurun, ESAS 3, nyeri masih dirasakan sehingga mengganggu mobilitas klien
ESAS nyeri 4, kebutuhan nutrisi klien dipenuhi melalui parenteral dengan climinix dan evelip, ESAS mual 5,
ESAS muntah 2, aktifitas pasien masih dibantu untuk memenuhi kebutuhan dirinya, ESAS kelelahan 5.
13. Ny. S, 40 tahun, Agama Katolik
Status: menikah
Tahun 2012 Ca. Cervik stadium II
Diagnosa medis kanker cervik dan
obstruksi usus, pemeriksaan polos
abdomen: tampak distensi udara traktus
intestinalis. Tidak tampak udara
rektosigmoid. Kesan obstruksi letak
tinggi.
Riwayat sinar 25x dan kemoterapi 5 kali
Rencana laparotomi dan kolostomi
ECOG:2
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri perut terasa melilit, 2minggu ini, nyeri hilang timbul, skala nyeri 5 dengan skor
ESAS: 5.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman karena tidak bisa buang air besar selama 1 minggu, dan Jika diberi dulcolac
keluar cairan lendir sedikit. Sudah 3 hari mual, muntah dengan skor ESAS 6, perasaan lemah skor ESAS 3.
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa tetap mendapat dukungan dan pengakuan dari suami dan teman
serta saudaranya.
- Damai: Klien siap untuk dilakukan operasi karena ingin semua keluahnnya hilang, namun klien tidak tahun
tentang tindakan kolostomi, , kecemasan skor ESAS 4
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa didukung oleh suami da anaknya. Teman-teman dan
saudaranya mendukung selama dirawat di rumah sakit.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Kurang pengetahuan akan prosedur tindakan, ,
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Knowledge; prosedur stoma care
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Teaching; stomacare
- Evaluasi: Klien tidak mengalami kecemasan karena sudah mendapat penjelasan tentang tindakan kolostomi ,
ESAS cemas 2. Klien mampu mengontrol nyerinya dengan relaksasi, ESAS nyeri 2.
14 Ny. M, 55 tahun, Agama islam, MRS
2/4/2014, Status: menikah, lama rawat 6
hari
Diagnosa medis kista ovari, post operasi
laparotmi dan Foto polos abdomen:
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada bekas luka laporatomi, nyeri menjalar ke seluruh abdomen, nyeri bertambah
saat bergerak atau dilakukan perawatan luka, kualitas nyeri seperti diiris-iris, skala nyeri 7 dengan skor ESAS: 7.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman dengan melakukan aktifitas ditempat tidur dengan skor ESAS 8, produksi,
perasaan lemah skor ESAS 7, terpasang kantung kolostomi, keluar cairan 650cc, produksi cairan dari drain
150cc dan kantung.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
tidak tampak kelainan pada polos
abdomen.
Kemoterapi 5 kali
ECOG:4
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa setelah sakit tidak ada yang memperhatikan, klien merasa
ditinggalkan oleh anak dan keluarganya dimana keluarga tidak mau dilibatkan dalam perawatan.
- Damai: Klien bertanya-tanya dengan perkembangan sakitnya, klien merasa bosan karena penyakitnya ini
kecemasan skor ESAS 7
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien kurang berkomunikasi dengan keluarga dan anaknya selama
sakit. Klien banyak berdiam diri selama perawatan.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3..Hambatan mobilitas fisik, 6.
kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2.. Energy managemen (0002), 6. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Interaksi sosial , 4. Protection and
woundcare management (3440), 5. Energy management (0180), 6. Anxiety reduction (5820)
Evaluasi: Klien mulai dapat melakukan tanpa bantuan penuh dari perawat, ESAS kelelahan 5, nutrisi parental
ditambah climinix, nyeri masih dirasakan pasien, nyeri ESAS 4, terapi analgetik dan relaksasi sudah dapat
dilakukan sendiri pasien, klien terlihat lebih tenang dan merasa lebih baik sekarang, ESAS cemas 2
15 Ny. T, 65 tahun, Agama islam
Status: menikah
Diagnosa medis LNH.
Kemoterapi 6 kali
ECOG:4
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri, nyeri pada bagian perut. nyeri semakin bertambah saat menggerakkan badan,
kualitas nyeri seperti diiris-iris, skala nyeri 8 dengan skor ESAS: 8.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman dan semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan perawat dan sebagian waktunya
ditempat tidur dengan skor ESAS 8, , terpasang NGT produksi +, perasaan lemah dan tidak berdaya skor ESAS
8, terdapat luka bekas operasi laparotomi , terpasang kolostomi pada kwadran 1 produksi cairan 850cc, bau
feses.
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa ditinggalkan oleh orang-orang disekitarnya walaupun istrinya selalu
mendampingi selama dirawat.
- Damai: Klien merasa gelisah karena sakitnya tidak kunjung membaik, klien bertanya-tanya dengan
perkembangan sakitnya, kecemasan skor ESAS 7
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien selalu didampingi oleh istrinya dan anak-anak menjenguk.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3.. kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Management nutrisi (1100), 3. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100) , 3. Anxiety reduction (5820)
Evaluasi: kecemasan klien menurun serta dukungan keluarga, ESAS cemas 2, nyeri masih dirasakan sehingga
mengganggu mobilitas klien, ESAS nyeri 4, klien merasa mualnya sudah berkurang, namun belum bisa
menghabiskan porsi makan yang disediakan., ESAS mual 2, ESAS muntah 2.
16 Sdr. M, 37 tahun, Agama islam
Status: belum menikah
Diagnosa medis karsinomaginjal
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri tidak ada.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman karena semua aktifitas dibantu oleh keluarga dan perawat, klien mengalami
kelumpuhan pada ektremitas bawah. perasaan lemah dan tidak berdaya skor ESAS 8.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
metastase saraf tulang belakang. Hasil
pemeriksaan mikroskopik: karsinoma
ginjal jenis sel jernih invasi vertebra.
ECOG:4
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa sudah tenang dan banyak beribadah. Selama dirumah sakit klien
ditemani sauadar dan orang tuanya.
- Damai: Sekarang klien sudah merasa damai dan menerima kondisinya klien sekarang banyak melakukan
kegiatan ibadah.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien selalu didampingi oleh saudara dan orang tua dengan temen-
temen y menjenguk.
- Diagnosa keperawatan: Hambatan mobilitas fisik.
- Tujuan (NOC) : 1.Energy managemen (0002).
- Intervensi: 1. Energy management (0180).
- Evaluasi: Klien terlihat tenang dan melakukan aktifitas di tempat tidur, aktifiats dibantu oleh keluarga dan
perawat. ESAS kelemahan 5.
17 Tn. Z, 57 tahun, Agama Islam
Status: menikah
Diagnosa medis kanker rectosigmoid.
Hasil MRI: massa pada rectosigmoid,
perisigmoid menyebabkan ileus
obstruksi, limfadenopati peri rektal.
Gambaran metastase pada paru, efusi
pleura halus, dan tidak tampak kelainan
intraabdomen dan pelviks, sedang foto
thorak curiga adanya lesi metastase.
ECOG:3
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri dengan perut membesar, nyeri hilang timbul, skala nyeri 5 dengan skor ESAS: 5.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman karena tidak bisa buang air besar selama 3 hari, perut terasa tidak nyaman, .
Sudah 3 hari mual dengan skor ESAS 6, perasaan lemah skor ESAS 3.
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa tetap mendapat dukungan dan pengakuan dari istri, anak dan
keluarga besar.
- Damai: Klien siap untuk dilakukan operasi karena ingin semua keluhannya hilang, namun klien tidak tahun
tentang tindakan kolostomi, , kecemasan skor ESAS 4
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa didukung oleh istri dan anaknya. Teman-teman dan
saudaranya mendukung selama dirawat di rumah sakit.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Kurang pengetahuan akan prosedur tindakan, 3. kecemasan,
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Knowledge; prosedur stoma care, 3. Anxiety self control (1402).
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Teaching; stomacare, 3 Anxiety reduction (5820).
Evaluasi: Klien sudah tidak mengalami kecemasan karena sudah mendapat penjelasan tentang tindakan
kolostomi, ESAS cemas 2, klien dapat mampu mengontrol nyerinya, ESAS nyeri 2. Klien merasa sudah siap
dilakukan operasi dan kolostomi
18. Tn. T, 57 tahun, Agama kristen
Status: menikah
Diagnosa medis KNF stadium Ivb
metastase paru sinistra. Riwayat
merokok lebih dari 20 tahun. Dahulu
Sehari lebih dari 2 bungkus.
Saat ini sedang menjalani terapi
kemoterapi.
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri kepala berputar-putar, skala nyeri 6 dengan skor ESAS: 6.
- Nyaman: perasaan tidak nyaman untuk aktifitas saat sakit kepala, rasa mual dengan skor ESAS 6, nafsu makan
menurun skor ESAS 5, muntah skor ESAS 3
- Bermartabat dan dihormati: Klien sedih karena saat ini masih menanggung anak dan istrinya, sedangkan
istrinya juga tidak mempunyai pekerjaan tetap..
- Damai: Klien merasa cemas ketika sakitnya kambuh dan harus dirawat dengan waktu yang lama, sementara
klien bingung dengan diagnosa kanker yang dideritanya, kecemasan skor ESAS 5
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa didukung oleh istri dan anaknya. Kelauarga
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
ECOG:2
mendorong untuk pengobatan kemoterapi
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Kurang pengetahuan akan prosedur tindakan, 3. Kecemasan.
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Knowledge; prosedur and treatement, 3. Anxiety self control (1402).
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Teaching; kemoterapi, 3 Anxiety reduction (5820).
- Evaluasi: klien merasa lebih siap dalam program terapi kemoterapi yang dan sudah tidak mengalami kecemasan
serta mampu mengontrol nyerinya, ESAS nyeri 2, ESAS cemas 1.
19. Tn. A, 63 tahun, Agama
Status: menikah
Diagnosa medis kanker kolon dengan
kolostomi. Saat ini pasien sedang
menjalani kemoterapi.
ECOG:1
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri, nyeri (-)
- Nyaman: Klien merasa nyaman dan dapat semua aktifitas melakukan aktifitasnya sendiri termasuk mengganti
kantung stoma.
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa tetap beraktifitas dan berkumpul dan bermasyarakat dengan
tetangga.
- Damai: Selama ini klien datang sendiri untuk program kemoterapi yang dijalananinya selama 4 siklus. Klien
hanya mengeluh rambutnyya rontok. Klien tidak merasa takut ataupun cemas dengan terapi kemo yang merasa
gelisah karena sakitnya tidak kunjung membaik, klien bertanya-ta dijalaninya
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien sudah ditinggal mati istrinya, sekarang tinggal sendiri
dirumah dekat rumah anak dan keluarganya..
- Diagnosa keperawatan: wellness
- Tujuan (NOC) : Mempertahankan kualitas hidupnya
- Intervensi: Melakukan kegiatan yang dapat memotivasi hidupnya
- Evaluasi: Setelah dirawat selama 3 hari klien dibolehkan pulang.
20. Tn. H, 47 tahun, agama islam
Status menikah
Diagnosa medis Adenokarsinoma paru
stadium IV,
Riwayat merokok tiap hari 1-2 bungkus.
ECOG: 3
- Bebas nyeri: Keluhan nyeri pada dada semakin bertambah, nyeri semakin terasa berat saat batu-batuk, nyeri
seakan diremas-remas, skor ESAS 5, nyeri hilang timbul.
- Nyaman: Klien merasa tidak nyaman dengan adanya sesak denga n skor ESAS 6, batuk+, dan sputum ++, RR
26x/menit.
- Bermartabat dan dihormati: Klien merasa senang karena dalam beraktifitas dibantu keluarga..
- Damai: Klien kadang merasa cemas dengan skor 5 ketika sesak dan nyeri datang.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa dekat dengan istri dan anaknya, saat sakit mereka
semua mensupot kesembuhannya
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Tidak efektifnya jalan nafas, 4. kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2 airway management,34. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management airwat, 3. Anxiety reduction (5820)
- Evaluasi: klien sudah tidak merasa sesak, ESAS 3., kliem mampu beradaptasi dengan nyeri dengan
menggunakan analgetik dan relaksasi, ESAS nyeri 2, dan kecemasan klien menurun, ESAS cemas 2.
21 Ny. C, 39 tahun, Agama islam - Bebas nyeri: Pasien mengeluh nyeri pada bagian dada dan menjalar ke sekitar punggung. Kualitas nyeri yang
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Status: menikah
Diagnosa medis ca. mammae.
MSCT Scan kepala
Kesan: Lesi metastase pada Os. Vertex.
Tidak tampak kelainan hemisfer kiri
Foto thorax Kesan: Progresifitas lesi
metastase paru Mamografi Maligna
multisentris pada kwadran payudara
kanan dan limfadenopati kanan dan kiri. ECOG:2
dirasakan seperti ditusuk dengan durasi hilang timbul lebih dari 15 menit, nyeri akan dirasakan jika dilakukan
perawatan luka, intensitas nyeri sedang dengan skala 4 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku dengan
ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul skor ESAS: 6.
- Nyaman: Rasa tidak nyaman dirasakan oleh karena adanya luka pada payudaranya, cairan yang keluar sangat
banyak mengganggu pasien karena haru sering mengganti bajunya. Luka ca. Payudara kiri, warna dasar luka
kuning, Bau +,ukuran luka 15x 19 cm, ESAS mual 5, ESAS menurunya nafsu makan 6
- Bermartabat dan dihormati: Pasien berharap memperoleh pelayanan terbaik untuk pemulihan fisiknya. Pasien
sementara mendapat biasa dari jamkesda provinsi Bengkulu. Pasien tetap ingin dihargai dalam perannya sebagai
ibu walaupun sekarang tidak bisa menjalankan tugas sebagai ibu bagi 3 anaknya
- Damai: Pasien merasa optimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi yang akan dilanjutkan. Klien
meminta dukungan keluarga dalam menjalani pengobatan di rumah sakit. Pasien juga minta dukungan perawat
untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Pasien merasa sangat senang suami karena mendapat dukungan
yang luar biasa dari suaminya serta anak-anaknya yang sering kontak telpon jika rindu pada anak-anaknya.
Dukungan temen-temen diruangan yang telah memberikan kedekanan seperti saudara.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Risk control: Infection
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Management nutrisi (1100), 3. Protection and woundcare management
(3440)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100) , 3. Woundcare management (6550)
- Evaluasi: klien mampu beradaptasi dengan nyerinya dengan terapi analgetik dan relaksasi, ESAS nyeri 4, warna
dasar luka merah 50%, kuning 50%, eksudat banyak, pus, ESAS mual 3, klien mulai makan sedikit-sedikit, pori
makan habis setengah.
22. Tn. N, 48 tahun, Agama islam
Status: menikah
Diagnosa medis Adenakarsinoma rekti
CT Scan dengan hasil multi fokal massa
masenterial dan acites dengan tanda
pnemotosis (intestinalis) cenderung
komplek terjadinya proses
infeksi(peritonitis TB) dan tidak tampak
kelainan organ intra abdominal, pelvis
dan lainnya.
PA dengan hasil adenosarkoma
defferensiasi buruk.
- Bebas Nyeri: Pasien mengeluh nyeri pada bagian abdomen dan menjalar ke sekitar iliustomy. Kualitas nyeri
yang dirasakan seperti ditusuk dengan durasi hilang timbul lebih dari 15 menit, nyeri akan dirasakan jika
menggerakkan tubuhnya untuk miring atau duduk, intensitas nyeri sedang dengan skala 6 nyeri berkurang jika
diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul ESAS:6
- Rasa nyaman: Rasa tidak nyaman dirasakan oleh karena adanya ileustomi, pasien belum terbiasanya dengan
adanya kantung tempat fese yang menempel di dinding perutnya. Saat pengkajian dilakukan pasien dan keluarga
belum dijarkan cara mengganti kantung stoma. Pasien dan keluarga masih bertanya apakah nanti stomanya bisa
ditutup kembali.
- Rasa bermartabat dan dihargai : Pasien berharap memperoleh pelayanan terbaik untuk pemulihan fisiknya.
Pasien sementara dibantu perusahaannya, namun kedepan dimungkinkan pasien tidak dapat menjalani pekerjaan
diperusahaannya karena kesehatannya, namun pasien tetap ingin dihargai dalam perannya sebagai kepala
keluarga walaupun sekarang istrinya yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. ESAS mual:5, ESAS
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
Riwayat kemoterapi TFL 3 x progresif
dan kemoterapi xelox 5x. Post operasi
laparatomi adeno dan reseksi ileum
dengan ileustomi
ECOG:3
nafsu makan menurun 6, ESAS lelah 5
- Damai: Pasien merasa optimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi yang akan dilanjutkan. Klien
meminta dukungan keluarga dalam menjalani pengobatan di rumah sakit. Pasien juga minta dukungan perawat
untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Pasien merasa sangat senang istri, kakak dan saudara memberi
dukungan yang cukup baik. Hal ini terlihat selama di rumah sakit selalu ditunggu secara bergantian oleh saudara-
saudaranya.
- Diagnosa keperawatan: 1. nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Gangguan integritas kulit, 4.
Hambatan mobilitas fisik.
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3. Woundcare management (6550), 4.
Energy managemen (0002),
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Protection and woundcare
management (3440), 4. Energy management (0180)
Evaluasi: nyeri klien sudah berkurang, dan mulai dapat melakukan tanpa bantuan penuh dari perawat, masalah
nutrisi dan integritas jaringan masih memerlukan intervensi keperawatan
23. Tn. D, 35 tahun
Status: menikah
Diagnosa medis Adenokarsinoma rekti
CT scan abdomen: tumor rektum
menginfiltrasi perirektal, disertai KGB
periiliaka dan aorta.
PA: adenokarsinoma diferensiasi buruk
Post laparotomi dan kolostomi
ECOG:3
- Nyeri: Pasien mengeluh nyeri pada bagian abdomen dan menjalar ke sekitar kolostomy. Kualitas nyeri yang
dirasakan seperti nyeri di seluruh perutnya seperti berdenyut, hilang timbul dengan durasi hilang timbul lebih
dari 15 menit, nyeri akan dirasakan jika menggerakkan tubuhnya untuk miring atau duduk, intensitas nyeri
sedang dengan skala 6 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika
nyeri itu timbul. Pasien kadang meringis sambil memegangi perutnya.
- Rasa nyaman : Klien mengatakan nyeri di seluruh perutnya seperti berdenyut, hilang timbul, ESAS nyeri:6,
ESAS mual :4, Terdapat stoma di samping kanan dan kiri umbilikus, tedapat luka operasi diarea umbilikal. Saat
pengkajian dilakukan pasien dan keluarga belum dijarkan cara mengganti kantung stoma.
- Rasa bermartabat dan dihargai: Pasien berharap memperoleh pelayanan terbaik untuk pemulihan fisiknya.
Pasien merupakan pasien jamkesmas. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai kuli bangunan, namun kedepan
dimungkinkan pasien tidak dapat menjalani pekerjaan diperusahaannya karena kesehatannya, namun pasien tetap
ingin dihargai dalam perannya sebagai kepala keluarga walaupun sekarang istrinya yang bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya. Aktifitas sehari-hari sebagian di bantu, berpakaian, toileting, dan mandi.
- Kedamaian : Pasien merasa optimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi yang akan dilanjutkan.
Klien meminta dukungan keluarga dalam menjalani pengobatan di rumah sakit. Pasien juga minta dukungan
perawat untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Pasien merasa sangat senang istri, kakak dan saudara memberi
dukungan yang cukup baik. Hal ini terlihat selama di rumah sakit selalu ditunggu secara bergantian oleh saudara-
saudaranya.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
- Diagnosa keperawatan: 1. Nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3Gangguan integritas kulit, 4.
Hambatan mobilitas fisik,
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3. Woundcare management (6550),
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3Protection and woundcare management
(3440)
- Evaluasi: Klien luka tidak mengalami infeksi, nutrisi diganti lewat oral, ESAS mual 2, diet habis separuh. dan
nyerinya sudah berkurang, ESAS nyeri 3.
24 Ny. K, 46 tahun, Agama islam
Status: menikah
Diagnosa medis Ca. Mammae bilateral
USG: adanya solid maligna bilateral
multisentris pada sublateral kiri
MSCT Scan kepala Kesan: Lesi
metastase pada os. Vertex. Tidak tampak
kelainan hemisfer kiri. Mamografi
Kesan: Maligna multisentris pada
kwadran payudara kanan dan
limfadenopati kanan dan kiri
ECOG:3
- Nyeri: Pasien mengeluh nyeri pada bagian dada dan menjalar ke sekitar punggung. Kualitas nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk dengan durasi hilang timbul lebih dari 15 menit, nyeri akan dirasakan jika dilakukan perawatan
luka, intensitas nyeri sedang dengan skala 4 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi
menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Skor nyeri ESAS:4
- Rasa nyaman: Rasa tidak nyaman dirasakan oleh karena adanya luka pada payudaranya, cairan yang keluar
sangat banyak mengganggu pasien karena haru sering mengganti bajunya. Luka ca. Payudara kiri, warna dasar
luka kuning, Bau +,ukuran luka 15x 19 cm, ESAS mual:5, ESAS tidak nafsu makan:6, ESAS muntah 2.
- Rasa bermartabat dan dihargai: Pasien berharap memperoleh pelayanan terbaik untuk pemulihan fisiknya.
Pasien sementara mendapat biasa dari jamkesda provinsi Bengkulu. Pasien tetap ingin dihargai dalam perannya
sebagai ibu walaupun sekarang tidak bisa menjalankan tugas sebagai ibu bagi 3 anaknya.
- Kedamaian: Pasien merasa optimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi yang akan dilanjutkan.
Klien meminta dukungan keluarga dalam menjalani pengobatan di rumah sakit. Pasien juga minta dukungan
perawat untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya. Pasien dan keluarga masih bertanya apakah
kapan lukanya bisa sembuh
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Pasien merasa sangat senang suami karena mendapat dukungan
yang luar biasa dari suaminya serta anak-anaknya yang sering kontak telpon jika rindu pada anak-anaknya.
Dukungan temen-temen diruangan yang telah memberikan kedekanan seperti saudara.
- Diagnosa keperawatan: 1. Nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Gangguan integritas kulit.
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3. Woundcare management (6550),
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Protection and woundcare
management (3440),
- Evaluasi: klien bisa melakukan relaksasi dan distraksi ketika nyeriya muncul, ESAS nyeri 3, keluhan mual
muntah sudah menurun, ESAS mual 2, makan sudah habis separuh porsi, namun luka masih mengeluarkan
eksudat yang banyak tapi sudah tidak berbau.
25 Sdr. G, 32 tahun, Agama Islam
Status belum menikah
Diagnosa medis Osteosarkoma tibia
- Nyeri: Pasien mengeluh nyeri pada bagian kaki kanan menjalar sampai femur, Kualitas nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk dengan durasi hilang timbul lebih dari 5 menit, nyeri akan dirasakan jika dilakukan perawatan
luka, intensitas nyeri sedang dengan skala 4 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
dextra. Post amputasi, Riwayat trauma
ketika bermain bola dan saat ini terapi
kemoterapi
ECOG:3
menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Skor nyeri ESAS:4
- Rasa nyaman: Rasa tidak nyaman dirasakan oleh karena adanya luka post operasi, luka kering, eksudat sedikit,
ESAS mual:5, ESAS tidak nafsu makan:6, ESAS muntah 2.
- Rasa bermartabat dan dihargai: Pasien berharap cepat sembuh dan pulang ke rumahnya. Pasien sementara
mendapat biasa dari jamkesda provinsi Bengkulu.
- Kedamaian: Pasien merasa optimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi yang akan dilanjutkan.
Klien meminta dukungan keluarga dalam menjalani pengobatan di rumah sakit. Pasien juga minta dukungan
perawat untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Pasien merasa tenang karena orang tuanya selalu mendukung.
Dukungan temen-temen diruangan yang telah memberikan kedekatan seperti saudara.
- Diagnosa keperawatan: 1. Nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Gangguan integritas kulit.
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3. Woundcare management (6550),
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Protection and woundcare
management (3440),
- Evaluasi: Nutrisi parental sudah digantikan oleh oral, ESAS mual 3, mual muntah sudah berkurang, bisa
melakukan relaksasi dan distraksi ketika nyeriya muncul. Luka operasi sudah dilakukan heating up, tidak ada
tanda infeksi.
26. Tn. K, 35 tahun, Agama Islam
Status menikah
Diagnosa medis LNH
Saat ini sedang menjalani kemoterapi
vincristin dan endotoxel
ECOG: 2
- Nyeri: Pasien mengeluh nyeri pada bagian mulut, menjalar ke seluruh kepala, kualitas nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk dengan durasi hilang timbul lebih dari 5 menit, intensitas nyeri sedang dengan skala 6 nyeri
berkurang jika diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Skor nyeri
ESAS:6
- Rasa nyaman: Rasa tidak nyaman dirasakan oleh karena adanya ESAS mual:5, ESAS tidak nafsu makan:6,
ESAS muntah 4, sudah satu minggu klien tidak nafsu makan, makan habis seperempat porsi..
- Rasa bermartabat dan dihargai: Klien saat ini yang menanggung kebutuhan rumah sakit, kondisi sakit seperti
ini menyebabkan klien tidak bisa lagi memberikan nafkah ke istri dan anaknya, walaupun untuk keperluan saat
ini didukung oleh keluarga.
- Kedamaian: Pasien merasa cemas sakitnya akan kambuh lagi dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.
ESAS cemas 6.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa senang karena istri dan orang tuanya selalu
mendukung.
- Diagnosa keperawatan: 1. Nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. kecamasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3 Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Anxiety reduction (5820).
- Evaluasi: Nyeri sudah dalam skala 3, mual muntah sudah berkurang dan sudah mampu menghabiskan separuh
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
porsi, ESAS mual 1, pasien mengatakan sudah lebih siap dan tenang menghadapi sakitnya.
27. Tn. W, 33 tahun, Agama Islam
Status belum menikah
Diagnosa medis tumor otak massa pada
scalp parietal
Post kraniotomi
ECOG: 4
- Nyeri: Pasien mengeluh sakit pada. Kualitas nyeri yang dirasakan seperti nyeri di seluruh kepala seperti
berdenyut, hilang timbul dengan durasi hilang timbul lebih dari 10 menit, nyeri akan dirasakan jika
menggerakkan tubuhnya untuk miring atau duduk, intensitas nyeri sedang dengan skala 6 nyeri berkurang jika
diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Pasien kadang meringis
sambil memegangi kepalanya.
- Rasa nyaman : keluhan mual dan muntah tidak dirasakan hanya rasa sakit pada kepala yang membuat klien
merasa terganggu, terdapat luka post operasi kraniotomi hari ke 6, luka tidak ada tanda peradangan dan bau,
balutan stabil
- Rasa bermartabat dan dihargai: Klien berharap sakitnya cepat sembuh dengan mendapat pelayanan terbaik
untuk pemulihan fisiknya. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai sopir, namun kedepan dimungkinkan klien tidak
dapat menjalani pekerjaannya karena kesehatannya, namun pasien tetap ingin dihargai dalam perannya sebagai
kepala keluarga walaupun sekarang istrinya yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Aktifitas
sehari-hari sebagian di bantu, berpakaian, toileting, dan mandi. Pasien mengatakan bingung apa yang harus
dilakukan jika masih sakit seperti sekarang.
- Kedamaian : Pasien merasa yakin dan percaya semuanya akan menjadi lebih baik. Keluarga dan saudaranya
semuanya memberi dukungan selama sakit ini.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Pasien merasa sangat senang istri, kakak dan saudara memberi
dukungan yang cukup baik. Hal ini terlihat selama di rumah sakit selalu ditunggu secara bergantian oleh saudara-
saudaranya. - Diagnosa keperawatan: 1. Nyeri kronis, 2. Gangguan integritas kulit, 3. Hambatan mobilitas fisik,
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Woundcare management (6550), 4. Energy managemen (0002),
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Protection and woundcare management (3440), 3. Energy management
(0180),
- Evaluasi: klien mengatakan sudah mulai bisa mengatasi nyerinya, ESAS 3, luka post sudah diheating up, tidak
ada tanda peradangan dan mobilisasi duduk, toileting masih dibantu oleh keluarga dan perawat.
28 Sdr. N, usia 21 tahun, Agama Islam,
Status belum menikah
Diagnosa medis acute miolomonoblastik
leukomia. Hiperlekosit 387.000
ECOG:3
- Nyeri: Pasien mengeluh nyeri seluruh tubuh, klien terlihat gelisah, Kualitas nyeri yang dirasakan sakit seluruh
badannya, durasi nyeri lebih dari 15 menit, intensitas nyeri sedang dengan skala 7 nyeri tidak berkurang jika
diistirahatkan. Perilaku dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Skor nyeri ESAS:7
- Rasa nyaman: Rasa tidak nyaman dirasakan oleh karena adanya ESAS mual:3, ESAS tidak nafsu makan:6,
ESAS muntah 4, sudah satu minggu klien tidak nafsu makan, makan habis seperempat porsi. Terdapat mukositis
di rongga mulut, pasien terpasang kateter.
- Rasa bermartabat dan dihargai: Klien saat ini tidak bisa meneruskan sekolahnya, komunikasi dengan temen-
temen masih terjalin dengan baik.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
- Kedamaian: Klien kadang merasa stress karena sakitnya tidak kunjung membaik. Kecemasan akan sakitnya
kambuh lagi dan harus menjalani perawatan di rumah sakit, sering mengganggu pikirannya. ESAS cemas 6.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa senang selama ini orang tuanya selalu mendukung.
- Diagnosa keperawatan: 1. Nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. kecamasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3 Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Anxiety reduction (5820).
- Evaluasi: Klien mulai menerima dan pasrah menghadapi sakitnya, ESAS cemas 2, klien terlihat lebih tenang
dengan nyeri sudah dalam skala 3, ESAS mual 2, sudah berkurang dan sudah mampu menghabiskan separuh
porsi.
29 Tn. B, 52 tahun, Agama Islam
Status menikah
Diagnosa medis Adenokarsinoma paru
stadium IVa, Riwayat merokok lebih dari
15 tahun dengan menghabiskan 1-2
bungkus tiap hari. Saat ini sedang
menjalani terapi kemoterapi
ECOG:3
- Nyeri: Pasien mengeluh sakit pada daerah dada seperti diremas-remas. Nyeri hilang timbul dengan durasi hilang
timbul lebih dari 10 menit. intensitas nyeri sedang dengan skala 5 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku
dengan ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul.
- Rasa nyaman : keluhan sesak kadang menganggu kenyamanannya ESAS sesak 5, ESAS mual: 3 dan penurunan
nafsu makan dengan ESAS 5 serta skor ESAS lelah 7.
- Rasa bermartabat dan dihargai: Klien kadang merasa kekepian karena sauadar belum ada yang
mengunjunginya, namun klien tetap berharap sakitnya cepat sembuh dan menjalani aktifias seperti biasanya.
dengan mendapat pelayanan terbaik untuk pemulihan fisiknya. Aktifitas sehari-hari sebagian di bantu,
berpakaian, toileting, dan mandi. Pasien mengatakan bingung apa yang harus dilakukan jika masih sakit seperti
sekarang.
- Kedamaian : Klien merasa cemas karena baru pertama menjalani terapi kemoterapi, skor cemas ESAS 5.
Klien juga merasa kurang diperhatikan oleh sauadara dan keluarganya sehingga klien banyak berdiam diri.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Klien merasa sedih ketikan sakit saudara dan keluarganya tidak
mendukung, namun klien tetap bersyukur istrinya selalu mendampingi selama sakit.
- Diagnosa keperawatan: 1. Nyeri kronis, 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Kecemasan
- Tujuan (NOC) : 1. Pain level (2102), 2. Food and fluid intake (1008), 3. Anxiety self control (1402)
- Intervensi: 1. Pain manajemen (1400), 2. Management nutrition (1100),3. Anxiety reduction (5820)
- Evaluasi: Klien sudah mulai meningkat nafsu makannya dengan menghabiskan setengah porsi makan, nyeri
masih dirasakan tapi klien sudah mampu mengatasi dengan menenangkan diri dengan relaksasi sedangkan
kecemasan klien sudah menurun pada skor ESAS 3.
30. Ny. S, 51 tahun, Agama Islam
Status menikah
Diagnosa medis Limfoma Non
Hodgking. Saat ini sedang menjalani
terapi kemoterapi
- Nyeri: Pasien mengeluh nyeri tidak dirasakan.
- Rasa nyaman : Klien mengeluh mulut terasa pahit dan nafsu makan menurun dengan skor ESAS: 5, ESAS
mual: 3 dan muntah, sehingga seperempat porsi aja tidak habis. Klien merasa badannya lemah dan tidak kuat
untuk beraktifitas dengan skor ESAS lelah 6.
- Rasa bermartabat dan dihargai: Klien selama sakit ditemani oleh suaminya dan saudaranya. Klien
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
ECOG:3 merupakan ibu rumah tangga dengan 3 orang anak yang sudah besar sehingga tidak menggantungkan lagi
dirinya.
- Kedamaian : Klien merasa tenang karena keluarga dekat juga terus mendampingi selama pengobatan.
- Kedekatan dengan orang yang bermakna: Komunikasi klien dengan suami, anak dan keluarga dekatnya
sangat baik, selama sakit mereka selalu mengunjungi bergantian sehingga klien tidak merasa kesepian..
- Diagnosa keperawatan: 1. Nutrisi kurang dari kebutuhan, 3. Hambatan mobilitas fisik
- Tujuan (NOC) : 1. Food and fluid intake (1008), Energy managemen (0002)
- Intervensi: 1. Management nutrition (1100), 2. Energy managemen (0180)
Evaluasi: Klien sudah mulai merasakan nafsu makannya, posrsi setengah sudah dihabiskan , Esas mual 1, dan
mobilisasi ke kamar mandi sudah mulai dilakukan dengan bantuan minimal, ESAS kelelahan 3.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
FORMAT PENILAIAN PERAWATAN KOLOSTOMI
NAMA : .........................................
DIAGNOSA : ..........................................
TANGGAL : ...........................................
EDUKASI
KE-
TUJUAN TERCAPAI TIDAK
TERCAPAI
EVALUASI
1 Kompeten dalam perawatan stoma
2 Pasien melihat stoma
Pasien berpartifipasi dalam pengosongan stoma
Pasien menyiapkan kontong stoma
3 Pasien mengosongkan kantong stoma
Pasien mengganti kantung stoma
Pasien membersihkan dan mengeringkan sekitar kulit
Pasien menyiapkan kantung stoma
4 Pasien mampu mengganti kantung stoma
5 Pasien mampu mengganti secara mandiri
Discharge planing
Lampiran: 6
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Keterangan Perorangan
Nama Ns. Aries Asmorohadi, S.Kep., M.Kep
NIP 197603302005011004
Tempat, Tanggal, Lahir Batang, 30 Maret 1976
Jenis Kelamin Laki-laki
Hp 081325881206
Email [email protected]
B. Kualifikasi Akademik
Jenjang Akademik Tahun Lulus
1. DIII Keperawatan Poltekes Semarang 1997
2. Program Studi Ilmu keperawatan Universitas Airlangga Surabaya 2003
3. Program Profesi Ners Universitas Airlangga Surabaya 2004
4. S2 Keperawatan Universitas Indonesia 2013
C. Pelatihan
1. Pelatihan Keperawatan Pasien dengan Kemoterapi 2013
2. Pelatihan Paliatif Care 2013
3. Workshop Deteksi Dini Kanker Payudara 2013
4. Pelatihan Item Development DIII Keperawatan 2013
5. Pelatihan Applied Approach (AA) 2011
6. Autralian Leadership Program Quinsland University of Technology 2011
7. Basic Standart Operation Room Nursing (BSORN) 2011
8. Enterostomal Therapy Nurse Program (ETN) 2009
9. Pelatihan Pekerti 2005
D. Pengabdian Masyarakat
1. Pembicara Pelatihan Woundcare di Padang 2014
2. Pembicara Pelatihan Woundcare di Batam 2014
3. Pembicara Pelatihan Woundcare di Malang 2014
4. Pembicara Pelatihan Woundcare di Surabaya 2014
5. Pembicara Pelatihan Woundcare di Madiun 2014
6. Pembicara Pelatihan Woundcare di Magelang 2014
7. Pembicara Pelatihan Woundcare di Madura 2014
8. Pembicara Seminar EBN Woundcare Surakarta 2014
9. Pembicara Seminar EBN Woundcare Semarang 2013
10. Pembicara KBK DIII Keperawatan di Akper Ponorogo 2012
11. Pembicara Seminar Luka Bakar di Purwokerto 2012
12. Pembicara KBK DIII Keperawatan di Akper Madiun 2011
E. Riwayat Pekerkerjaan
1. Perawat di Rumah Sakit Islam Surakarta 1998-2004
2. Dosen Akper 17 Karanganyar, Surakarta 2004
3. Akademi Keperawatan Pemprov. Jawa Tengah 2005- Sekarang
F. Riwayat Organisasi
1. Pengurus PPNI Provinsi Jawa Tengah 2011-2015
2. Pengurus Himpunan Perawat Medikal Bedah Prov. Jawa Tengah 2012 -2016
3. Anggota Himpunan Perawat Onkologi Indonesia 2014- Sekarang
Lampiran 7
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA Tn. S DENGAN KANKER KOLON
A. Pengkajian
- Nama : Sdr. S
- Umur : 33 tahun
- Jenis kelamin : Laki-laki
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Tanggal MRS : 28 Januari 2014
- Pekerjaan : Karyawan
- Tanggal Pengkajian : 26 Pebruari 2014
- No Register : 317406300
- Diagnosa Medis : Kanker Kolon
Penanggung Jawab
- Nama : Ny. S
- Umur : 61 Tahun
- Pekerjaan : Swasta
- Hubungan dengan Klien : Ibu
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak bulan Oktober 2012 klien mengeluh nyeri pada perutnya dan
mendapat perawatan di Rumah Sakit Pasar Rebo di Jakarta serta dilakukan
tindakan operasi laparotomi dengan kolostomi. Hasil Patologi Anatomi
(PA) klien terdiagnosa kanker kolon stadium IIIb. Klien sempat mendapat
kemoterapi dan pada daerah mata kaki kiri terdapat luka ekstravasasi dari
pemberian kemoterapi. Empat bulan kemudian klien dirujuk ke RSK
Darmais. Klien di RSK Darmais diberikan kemoterapi selama 6 kali dan 1
kali remisi. Pada tanggal 20 pebruari 2014 pasien dilakukan operasi
laparotomi untuk penutupan kolostomi. Satu minggu setelah itu klien tidak
bisa buang air besar dan klien juga sudah diberikan dulcolac dan microlac,
Lampiran : 8
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
namun tetap tidak ada perubahan. Pada saat dilakukan pengkajian klien
mengeluh bagian bekas jahitan laparotomi di perutnya perutnya terasa
nyeri seperti berdenyut, hilang timbul skala 6, klien meringis saat menahan
nyerinya ketika merubah posisi setengah duduk. Pada perut bagian
kwadran 3 terpasang selang klem terbuka dengan produksi cairan yang
berwarna kehijauan dengan konsistensi cair. Terdapat luka jahitan stapler
laparotomi mulai dari daerah gaster sampai dibawah umbilikus dengan
panjang luka ± 10 cm, dari jahitan yang sepertiga atas dan tengah keluar
cairan yang berwarna hijau. Produksi drain 900cc warna kehijauan,
produksi cairan dari fistula 450 cc. Produksi urine 750cc. Auskultasi:
bising usus 3kali/mnt, teraba distensi, di sebelah kwadaran kanan atas
teraba keras dan balance cairan -620 cc. Klien sebenarnya tidak ada
gangguan dalam beraktivitas, akan tetapi klien merasa badannya lemah
yang menjadikan klien kurang beraktivitas. Pengkuran kekuatan otot:
55555 55555
55555 55555
Keterangan:
Semua ekstremitas dalam keadaan normal
Klien tidak mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan dan pola
tidur. pada aktivitas dan istirahat tidak ditemukan gangguan. persepsi
pasien menunjukkan bahwa dia mampu beraktifitas secara normal, akan
tetapi klien merasakan lemah dan seakan tidak ada energy. Keluarga
memberi dukungan dan membantu dalam mobilisasi dan kebutuhan
istirahat klien.
Hasil observasi TTV: TD 110/80 mmHg, nadi 96 x/mnt, RR 22 x/mnt, Suhu
37,2oC. bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, murmur (-), gallop (-). Capillary
Refill < 3 detik, akral hangat, wheezing (-), ronchi (-), batuk (-), vocal
fremitus simetris paru kanan-kiri, gerakan paru simetris, retraksi suprasternal
tidak ada.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien tidak memiliki riwayat alergi, asma ataupun diabetes militus.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti
ini. keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti klien ataupun penyakit
kanker yang lain, demikian juga keluarga dari ibu pasien juga tidak ada yang
menderita penyakit pasien. Hasil anamesa untuk keluarga nenek dan kakek
pasien tidak diketahui karena sudah meninggal.
a. Pemeriksaaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Lab tanggal 25-2-2014
Hematologi
Hb
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
Elektrolit dan Gas
Darah
Natrium (Na+)
Kalium (K+)
Klorida (Cl-)
ProteinTotal
Albumin
Globulin
Ureum
Kreatinin
10,9 L
18,31
398
4.98
42,7 L
137
3,5
98,1
5,6
2,6
3,0
38
0,47
g/dL
103/μL
103/μL
106/μL
%
mmol/L
mmol/L
mmol/L
g/dl
g/dl
g/dl
mg/dL
mg/dL
12.0 – 16.0
5.0 – 10.0
150 – 440
4.00 – 5.00
37 – 43
137 – 150
3.5 – 5.3
99 – 111
15 – 39
< 1.4
1. Pemeriksaan Penunjang
Therapy Medis
Monitor Harian Pemberian Obat
TGL Nama Obat Dosis Cara Pemberian
25/2/14 Parasetamol 3x1 Oral
Tramadol 1x1 IV
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Pengkajian Peaceful End Life Thoery
1. Nyeri
Pasien mengeluh nyeri pada bagian abdomen dan menjalar ke sekitarnya.
kualitas nyeri yang dirasakan seperti nyeri di seluruh perutnya seperti
berdenyut, hilang timbul dengan durasi hilang timbul lebih dari 15 menit,
nyeri akan dirasakan saat dilakukan perawatan luka dan saat
menggerakkan tubuhnya untuk miring atau duduk, intensitas nyeri sedang
dengan skala 6 nyeri berkurang jika diistirahatkan. Perilaku dengan
ekspresi menahan nyeri terlihat ketika nyeri itu timbul. Pasien kadang
meringis sambil memegangi perutnya. Pemberian obat dirasakan oleh
pasien, namun beberapa saat saja, nyeri akan timbul kembali ketika
menggerakkan badannya. Nilai skor ESAS 6.
2. Rasa nyaman
Berdasarkan pengkajian terbebas dari rasa kenyamanan pasien berasal
dari adanya nyeri, adanya luka operasi diarea umbilikal yang terus
mengeluarkan cairan yang berbau. Ketidakmampuan dalam merawat diri
pasien dapat dikaji dengan nilai skore ECOG performance 4, semua
aktifitas dibantu oleh perawat dan keluarga. Kepuasan tentang kedamaian
yang sampai saat ini pasien merasa bosan dengan kondisi sakit yang tidak
sembuh-sembuh. Pengkajian perasaan nyaman dikaji dengan instrumen
ESAS diantaranya adalah skor ESAS kelelahan 7. Aktifitas sehari-hari
sebagian di bantu, berpakaian, toileting, dan mandi. skor ESAS mual 6,
skor ESAS tidak nafsu makan 6. Setiap kali cairan masuk sering
dimuntahkan lagi. Cairan masuk melalui oral 100cc.
Amiparen 12 jam IV
Infus Nacl 0.9 % 12 jam IV
Cefotaxim 12 jam IV
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
3. Rasa bermartabat dan dihargai
Pasien merasa saat merasa senang karena masih merasa diakui sebagai
orang yang bermartabat. Hal ini terlihat selama dirawat temen-temennya
juga banyak yang menjenguk ke rumah sakit dan selama sakit ibunya
selalu menungguinya. Saudaranya juga banyak memberikan dukungan
materiil dan non materiil selama pasien dirawat. Pasien berharap
memperoleh pelayanan terbaik untuk pemulihan fisiknya. Pasien saat ini
merupakan pasien jamkesmas, pasien tidak merasa malu sebagai pasien
jamkesmas justru sebaliknya pasien merasa bersyukur karena biaya
pengobatannya dapat ditanggung oleh pemerintah. Pasien mengaku
sampai saat ini merasa tetap dihargai dan dihormati oleh masyarakat
karena pasien tidak pernah terlibat dengan masalah-masalah atau kasus
yang sifatnya negatif dimasyarakat. Sebelum sakit pasien bekerja sebagai
karyawan, namun kedepan dimungkinkan pasien tidak dapat menjalani
pekerjaan diperusahaannya karena kesehatannya, namun pasien tetap
mempunyai nilai-nilai integritas. Pasien meminta dukungan keluarga
dalam menjalani pengobatan di rumah sakit. Pasien juga minta dukungan
perawat untuk memberikan perawatan yang terbaik bagi dirinya.
4. Kedamaian
Pasien merasa takut, kawatir dan cemas dengan kondisi kesehatannya.
Pasien tidak bisa membayangkan akan menderita sakit seperti ini karena
sebelumnya pasien sehat dan tidak ada keluhan sakit yang parah. Pasien
kadang merasa pesimis dengan kondisi kesehatannya serta proses terapi
yang akan dilanjutkan. Pasien kadang merasa tenang ketika sedang
menjalankan sholat, dan berzikir kepada Alloh. Saat ini pasien sering
mendekatkan diri dan berdoa untuk dirinya. skor ESAS cemas 5, dan
pasien juga masih sering bertanya tentang sakitnya apa bisa sembuh dan
pasien mengatakan bingung apa yang harus dilakukan jika masih sakit
seperti sekarang.
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
5. Kedekatan dengan orang yang bermakna
Pasien merasa dekat sangat senang ibunya memberi dukungan yang
sangat baik. Hal ini terlihat selama di rumah sakit selalu ditunggu oleh
ibunya dan pemenuhan kebutuhannya selalu dibantu oleh ibunya.
A. ANALISA DATA
No Data Fokus Problem Etilogi TTD
2.
nyeri pada bagian abdomen dan
menjalar ke sekitarnya. Kualitas nyeri
yang dirasakan seperti nyeri di seluruh
perutnya seperti berdenyut, hilang
timbul dengan durasi hilang timbul
lebih dari 15 menit. Nyeri akan
dirasakan saat dilakukan perawatan
luka dan saat menggerakkan tubuhnya
untuk miring atau duduk. Intensitas
nyeri sedang dengan skala 6 nyeri
berkurang jika diistirahatkan. Perilaku
dengan ekspresi menahan nyeri terlihat
ketika nyeri itu timbul. Skor ESAS 6.
setiap kali cairan masuk sering
dimuntahkan lagi, intake cairan
parenteral 2000cc, per oral 100cc dan
output produksi cairan drain 900cc,
pada kantung stoma 450cc, urin
750cc dan IWL 720cc. Balance cairan
-620cc
Nyeri kronik
Resiko
ketidakseimba
ngan volume
cairan
agen cidera:
tumor rektum
yang
mengifiltrasi
jaringan dan
organ sekitar
asupan cairan
yang tidak
adekuat
sekunder akibat
kanker kolon
Aries
Aries
3. infeksi
terdapat luka jahitan stapler
laparotomi mulai dari daerah gaster
sampai dibawah umbilikus dengan
panjang luka ± 10 cm, dari jahitan
yang sepertiga atas dan tengah keluar
cairan yang berwarna hijau sejumlah
450cc, dan pus, terjadi iritasi dan
kemerahan sekitar luka, lekosit 18,8
x 103.
Pembentukan
Fistula
keterlambatan
pemulihan
paska bedah
akibat infeksi
Aries
4 DS: klien mengatakan mual, perut
kembung dan sebah
DO :
- Klien makan cair 150 cc
- BB: 55 kg, TB: 166 cm (kurus)
- Hb: 10.9 gr % (turun), albumin 2.6
g/dl
Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Faktor
bilogis:ketidak
mampuan
mengabsorsi
nutrien
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
- Klien terlihat massa otot menurun,
rambut kasar, kulit kering, lemah
5 DS: klien merasakan keadaan yang
lelah dan merasa khawatir dengan
kondisi kolostomi
DO:
Hambatan
mobilitas fisik
kelemahan Aries
6 Klien merasa takut dan cemas dengan
kondisi kesehatannya. Klien tidak bisa
membayangkan akan seperti ini karena
sebelumnya klien sehat dan tidak ada
keluhan
Ansietas Adanya
ancaman dan
perubahan
status kesehatan
Aries
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN UTAMA
1. Nyeri kronik berhubungan dengan agen cidera: tumor rektum yang
mengifiltrasi jaringan dan organ sekitar
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mengabsorsi nutrien
3. Pembentukan fistula berhubungan dengan keterlambatan pemulihan paska
bedah akibat infeksi
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
asupan cairan yang tidak adekuat sekunder akibat kanker kolon
5. Ansietas berhubungan dengan adanya ancaman perubahan status
kesehatan.
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan. Data yang
mendukung: klien merasakan keadaan yang lelah dan merasa khawatir
dengan kondisi kolostomi
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
C. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
NAMA : Sdr. S
RUANG : Ruang Teratai
TGL NO
DX
TUJUAN DAN
KH (NOC)
INTERVEN
SI
(NIC)
KODE
NIC
RENCANA TINDAKAN
OPERASIONAL TTD
26/2/
2014
1 NOC :
Setelah menjalani perawatan
diharapkan nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
(relaksasi dan distraksi)
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Pain
management
1400
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
7. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
8. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
9. Tingkatkan istirahat
10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi : distraksi
dan relakssai nafas dalam saat nyeri
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
TGL NO
DX
TUJUAN DAN
KH (NOC)
INTERVEN
SI
(NIC)
KODE
NIC
RENCANA TINDAKAN
OPERASIONAL TTD
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang
normal
26/2/
2014
2 Nutritional status
Selama dilakukan perawatan
selama 2 minggu, diharapkan
status nutrisi pasien meningkat
dengan criteria hasil:
1. Berat badan dalam rentang
normal
2. Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
3. Intake nutrisi adekuat
4. Alb meningkat 2,8-3,2 dan
Hb meningkat 12
5. Intake cairan adekuat
Nutrition
managemen
t
Nutrition
therapy
1100
1120
1. Kaji intake nutrisi klien
2. Monitor BB, TB, dan IMT klien setiap 1 minngu
3. Monitor pengeluaran residu via NGT dan
kolostomi
4. Sajikan makanan dalam kondisi hangat
5. Anjurkan klien untuk melakukan perawatan mulut
setiap hari
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan klien.
7. Berikan terapi metoclopamine 3x10 mg
8. Kolaborasikan untuk pemberian nutrisi parenteral.
9. Kaji adanya alergi makanan
10. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
11. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
12. Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan.
13. Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
14. Monitor turgor kulit.
15. Monitor mual dan muntah.
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
TGL NO
DX
TUJUAN DAN
KH (NOC)
INTERVEN
SI
(NIC)
KODE
NIC
RENCANA TINDAKAN
OPERASIONAL TTD
16. Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan
kadar hematokrit.
17. Kaji makanan kesukaan.
18. Monitor adanya pucat, kemerahan dan kekeringan
jaringan konjungtiva.
19. Monitor kalori dan intake nutrisi.
26/2/
2014
3 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
terjadi keseimbangan cairan
dan elektrolit cairan dengan
kriteria hasil:
1. Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia
dan BB, BJ urine normal,
2. Tidak ada tanda tanda
dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
3. Elektrolit, Hb, Hmt dalam
batas normal
4. pH urin dalam batas normal
5. Intake oral dan intravena
Fluid/electroli
t management
Fluid
monitoring
2080
4130
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai :BUN , Hmt , osmolalitas
urin, albumin, total protein )
4. Monitor vital sign setiap 2 jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Berikan cairan via oral pada kondisi hangat
7. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output
8. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
9. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berkurang muncul
10. Monitor haluaran urin melalui kateter
11. Monitor balance setiap 8 jam
12. Kolaborasikan untuk koreksi elektrolit.
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
TGL NO
DX
TUJUAN DAN
KH (NOC)
INTERVEN
SI
(NIC)
KODE
NIC
RENCANA TINDAKAN
OPERASIONAL TTD
adekuat
26/20
14
4 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan terjadi perbaikan
integritas kulit dengan kriteria;
1. Lecosit dalam batas
normal
2. Suhu tubuh dalam
batas normal
3. Pengetahuan dan
kemampuan
manajemen luka klien
meningkat
4. Tidak terjadi infeksi
5. Tidak ada tanda-tanda
perluasan luka dan
nekrotik jaringan
6. Fungsi neurovaskuler
di sekitar luka baik
7. Tidak terjadi iritasi
Woundcare
: Closed
drainage
3662 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan inflamasi:
peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
2. Jaga teknik aseptik untuk prosedur invasif,
(pemasangan infus, pemberian obat, dll)
3. Cegah infeksi silang atau infeksi nosokomial
(menggunakan alat pelindung diri setiap kontak
dengan klien, cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan klien)
4. Berikan antibiotik sesuai program
5. Monitor status imunitas
6. Kolaborasi dalam perawatan luka pasien
7. Diskusikan dengan klien dan keluarga tanda-tanda
infeksi
8. Kaji karateristik luka: lokasi, luas, warna dasar luka,
drainase, adanya bau.
9. Lakukan perawatan luka (kolostomi).
10. Gunakan metode yang tepat dalam mengganti
kantong kolostomi
11. Gunakan teknik steril saat merawat luka.
12. Berikan informasi penyebab perluasan luka
13. Berikan informasi tentang iritasi luka
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
TGL NO
DX
TUJUAN DAN
KH (NOC)
INTERVEN
SI
(NIC)
KODE
NIC
RENCANA TINDAKAN
OPERASIONAL TTD
14. Berikan informasi tentang pemasangan atau
penggantian kantong kolostomi dengan benar
26/2/
2014
5 Setelah tindakan keperawatan
diharapkan kelelahan
berkurang
Kriteria Hasil :
Peningkatan energi dan
merasa lebih baik
1. Menjelaskan penggunaan
energi untuk mengatasi
kelelahan
2. Istirahat dan aktifitas
seimbang
3. Toleransi terhadap aktivitas
sehari-hari
Energy
Management
002 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
aktivitas
2. Dorong untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
5. Monitor klien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat klien
8. Kolaborasi dalam pemberian diet pasien
9. Berikan informasi tentang kebutuhan energi dari
nutrisi untuk mengurangi kelelahan
10.Berikan informasi tentang latihan rentang gerak pasien
(aktivitas di tempat tidur dan diluar tempat tidur)
Aries
26/2/
2-14
6 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan tidak
terjadi kecemasan dengan
kriteria hasil:
1. Mampu mengontrol respon
Anxiety
reduction
1402 1. Gali harapan klien tentang penyakitnya
2. Jelaskan semua prosedur, termasuk sensasi yang
dirasakan selama pelaksanaan tindakan
3. Dorong kearah untuk menghindari situasi stress
4. Berikan informasi yang terfokus pada diagnosis,
treatment dan prognosis
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
TGL NO
DX
TUJUAN DAN
KH (NOC)
INTERVEN
SI
(NIC)
KODE
NIC
RENCANA TINDAKAN
OPERASIONAL TTD
kecemasan
2. Mampu mencari informasi
untuk menurunkan
kecemasan
3. Mampu merencanakan
stategi koping untuk
mengatasi cemas
5. Jadi pendengar yang baik
6. Bantu pasien dalam mengidentifikasi situasi dan
faktor pencetus ansietas
7. Bantu klien dalam mengambil keputusan
8. Kolaborasi dalam pemberian obat anti ansietas
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
CATATAN PERKEMBANGAN
TANGGA
L
NO
DIAGNOSA
IMPLEMENTASI EVALUASI PARAF
27/2/
2014
1 1. Melakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
2. mengobservasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
3. menggunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
4. Mengatur dan mengontrol
lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
5. Menganjurkan untuk mengurangi
faktor presipitasi nyeri
6. Memberikan tramadol 30mg
7. Menganjurkan untuk banyak
istirahat
8. Mengajarkan tentang teknik non
farmakologi : distraksi dan
relakssai nafas dalam saat nyeri
9. Mengevaluasi keefektifan kontrol
nyeri
S: Pasien
mengatakan
nyeri
O: Skala nyeri 5
A: Masalah Nyeri
belum teratasi
P: Lanjutkan
relaksasi dan
pemberian
analgetik
Aries
27/2/2014 2 1. Mengkaji intake nutrisi klien
2. Memonitor pengeluaran residu
via NGT dan kolostomi
3. Menganjurkan klien untuk
melakukan perawatan mulut
setiap hari
4. Melakukan kolaborasi dengan
ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien.
5. Memberikan terapi
metoclopamine 3x10 mg
6. Melakukan kolaborasikan untuk
pemberian nutrisi parenteral.
7. Memberikan makanan yang
terpilih (sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Memonitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori.
S: Klien
Mengatakan
bahwa belum ada
nafsu makan,
klien merasakan
nyeri dan mual
O: mual (+),
muntah (+), klien
terbaring di
tempat tidur,
pusing (-)
A: Masalah
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
9. Mengkaji kemampuan klien
untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan.
10. membantu klien dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi
11. Memonitor turgor kulit.
12. Memonitor mual dan muntah.
13. Mengkaji makanan kesukaan.
14. Memonitor adanya pucat,
kemerahan dan kekeringan
jaringan konjungtiva.
15. Memonitor kalori dan intake
nutrisi.
27/2/2014 3 1. Mencatat intake dan output yang
akurat
2. Memonitor status hidrasi
kelembaban membran mukosa,
nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik
3. Memonitor hasil lab yang
sesuai :BUN , Hmt , osmolalitas
urin, albumin, total protein
4. Memonitor vital sign setiap 8
jam
5. Menghitung kebutuhan cairan
yang melalui IV
6. memberikan cairan via oral pada
kondisi hangat 50cc
7. Mendorong keluarga untuk aktif
membantu pasien makan
8. Memonitor haluaran urin
melalui kateter
9. Memonitor balance setiap 24
jam
10. Mengkolaborasikan untuk
koreksi elektrolit.
S: klien
mengatakan
perut nyeri
O: Kulit kering,
mukosa bibir
kering, turgor
kurang elastis
Tekanan darah
110/80mmHg
Balance
cairan -350cc
A: Masalah cairan
belum
teratasi
P: Lanjutkan
intervensi
Aries
27/2/2014 4 1. Observasi tanda-tanda infeksi dan
inflamasi: peningkatan suhu
tubuh, peningkatan leukosit.
2. Jaga teknik aseptik untuk
prosedur invasif, (pemasangan
infus, pemberian obat, dll)
3. Cegah infeksi silang atau infeksi
nosokomial (menggunakan alat
pelindung diri setiap kontak
dengan klien, cuci tangan
sebelum dan sesudah kontak
dengan klien)
S: Pasien
mengatakan
nyeri pada luka
saat dilakukan
perawatan luka
O: Luka
laparotomi,
berbau ++,
TD:110/70mm
Hg Suhu:
37,2C
Nadi:96x/Mnt
Aries
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
4. Berikan antibiotik sesuai
program
5. Monitor status imunitas
6. Kolaborasi dalam perawatan luka
pasien
A: Masalah
belum teratasi
P: Lanjutkan
intervensi
27/2/2014 5 1. Mendiskusikan adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
2. Mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
3. Mengkaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
4. Memonitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
5. Mengkaji klien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
6. Memonitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas
7. Memonitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat klien
8. Memberikan informasi tentang
kebutuhan energi dari nutrisi
untuk mengurangi kelelahan
10.Memberikan informasi tentang
latihan rentang gerak pasien
(aktivitas di tempat tidur dan
diluar tempat tidur)
S: Klien
mengatakan
masih lemas
O: Klien terlihat
takut ketika
mau duduk.
A: masalah belum
teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
28/2/2014 6 1. Menggali harapan klien tentang
penyakitnya
2. Menjelaskan semua prosedur,
termasuk sensasi yang dirasakan
selama pelaksanaan tindakan
3. Mendorong komunikasi kearah
untuk menghindari situasi stress
4. Memberikan informasi yang
terfokus pada diagnosis,
treatment dan prognosis
5. Menjadi pendengar yang baik
6. membantu pasien dalam
mengidentifikasi situasi dan
faktor pencetus ansietas
7. Membantu klien dalam
mengambil keputusan
S: Klien
mencemaskan
penyakitnya dan
pengen cepat
pulang
O: Klien tampak
gelisah, ekspresi
wajah sedih
A: Masalah
belum teratasi
P: Intervensi
dilanjutkan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Catatan Perkembangan
Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
28/2/2014
Evaluasi (SOAP)
3/3/2014
Evaluasi (SOAP)
4/3/2014
Evaluasi (SOAP)
5/3/2014
Diagnosa 1 S: Pasien mengatakan nyerinya
berkurang dengan melakukan
relaksasi ketika nyerinya
timbul
O: Skala nyeri 5, Tekanan darah
110/60, Nadi 88x/menit
A: Masalah Nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan relaksasi dan
pemberian tramadol
S: Klien mengatakan
masih merasakan nyeri
pada saat duduk
O: Skala nyeri 4
A: Masalah Nyeri belum
teratasi, 100/60, Nadi
80x/menit
P: Lanjutkan relaksasi dan
pemberian tramadol
S: Klien mengatakan
masih merasakan nyeri
sudah berkurang pada saat
duduk
O: Skala nyeri 3
A: Masalah Nyeri belum
teratasi, 110/60, Nadi
80x/menit
P: Lanjutkan relaksasi
S: Klien mengatakan sudah
dapat mengatasi nyeri dengan
relaksasi. Nyeri terasa saat
dilakukan perawatan luka
O: Skala nyeri 3
A: Masalah Nyeri belum teratasi
110/60, Nadi 80x/menit
P: Lanjutkan relaksasi
Diagnosa 2 S: Klien Mengatakan bahwa
belum ada nafsu makan,
klien mengatakan setiap
dimasukin minuman
sebentar kemudian
dimuntahkan
O: mual (+), muntah (+), klien
terbaring di tempat tidur,
terlihat lemas
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien Mengatakan
masih tidak nafsu
makan
O: mual (+), muntah (+),
klien terbaring di
tempat tidur, terlihat
lemas, dan terlihat
pucat
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien mengatakan
terasa penuh
O: mual (+), muntah (+),
klien terbaring di
tempat tidur, terlihat
lemas, dan terlihat
pucat
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien Mengatakan sudah
cairan susu bisa masuk
50cc
O: mual (+), muntah (+), klien
terlihat lemas,
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan dan
ditambahkan terapi nutrisi
parenteral amiparent 500cc/12
jam
Diagnosa 3 S: klien mengatakan lemas
O: Kulit kering, mukosa bibir
kering, turgor kurang elastis
Tekanan darah 110/60mmHg,
Balance cairan -350cc, Urine
1400cc
A: Masalah cairan belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: klien mengatakan masih
terasa lemas
O: Kulit kering, mukosa
bibir kering, turgor
kurang elastis
Tekanan darah
100/60mmHg, Balance
cairan -550cc, Urine
S: klien mengatakan masih
terasa lemas
O: Kulit kering, mukosa
bibir kurang lembab,
turgor kurang elastis
Tekanan darah
110/60mmHg, Balance
cairan -250cc, Urine
S: klien mengatakan masih
terasa lemas
O: Kulit kering, mukosa bibir
kurang lembab, turgor
kurang elastis
Tekanan darah 10/60mmHg,
Balance cairan +350cc,
Urine 1250cc
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
28/2/2014
Evaluasi (SOAP)
3/3/2014
Evaluasi (SOAP)
4/3/2014
Evaluasi (SOAP)
5/3/2014
1250cc
A: Masalah cairan belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1550cc
A: Masalah cairan belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
A: Masalah cairan belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Diagnosa 4 S: Pasien mengatakan nyeri pada
luka saat dilakukan perawatan
luka
O: Luka laparotomi, berbau ++,
pus, eksudat bercampur
dengan cairan usus. Suhu:
37,2C Nadi:96x/Mnt
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan
nyeri pada luka saat
dilakukan perawatan
luka
O: Terpasang 2 stomabag
pada sepertiga atas dan
tengah luka laparotomi,
pus, eksudat bercampur
dengan cairan usus,
warna hijau, berbau ++,.
Suhu: 38,2C
Nadi:96x/Mnt
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan
tidak nyaman dengan
adanya luka di perut
O: Terpasang 2 stomabag
pada sepertiga atas dan
tengah luka laparotomi,
pus, eksudat bercampur
dengan cairan usus,
warna hijau, berbau ++,.
Suhu: 37,6C
Nadi:96x/Mnt
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: Pasien mengatakan tidak
nyaman dengan adanya luka
di perut
O: Terpasang 2 stomabag pada
sepertiga atas dan tengah luka
laparotomi, pus, eksudat
bercampur dengan cairan
usus, warna hijau, jumlah
cairan 450cc, berbau ++,.
Suhu: 37,4C Nadi:96x/Mnt
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Diagnosa 5 S: Klien mengatakan masih
lemas
O: Klien terlihat takut ketika
mau duduk.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien mengatakan
masih lemas
O: Klien mulai mau duduk
bersandar dengan
bantal.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien mengatakan ingin
cepat bisa duduk dan
berdiri
O: Klien mulai mau duduk
bersandar dengan
bantal.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien mengatakan sudah
mampu untuk duduk sendiri
O: Klien mulai duduk tanpa
bersandar dengan bantal.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Diagnosa 6 S: Klien mencemaskan
penyakitnya dan pengen cepat
pulang
S: Klien mengatakan sedih
klo melihat kondisi
lukanya yang
S: Klien mengatakan
pasrah dan terus berdoa
untuk kesembuhannya
S: Klien mengatakan pasrah dan
terus berdoa untuk
kesembuhannya dan selalu
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
28/2/2014
Evaluasi (SOAP)
3/3/2014
Evaluasi (SOAP)
4/3/2014
Evaluasi (SOAP)
5/3/2014
O: Klien tampak gelisah,
ekspresi wajah sedih
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
mengeluarkan cairan terus
O: Klien tampak gelisah,
ekspresi wajah sedih
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
O: Klien terlihat tenang,
ekspresi wajah sedih
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
beribadah untuk mendekatkan
dirinya
O: Klien terlihat tenang,
ekspresi wajah rileks
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dipertahankan
Catatan Perkembangan
Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
6/3/2014
Evaluasi (SOAP)
7/3/2014
Evaluasi (SOAP)
10/3/2014
Evaluasi (SOAP)
11/3/2014
Diagnosa 1 S: Klien mengatakan sudah
dapat mengatasi nyeri dengan
relaksasi. Nyeri terasa saat
dilakukan perawatan luka
O: Skala nyeri, tekanan darah
110/60, Nadi 80x/menit
A: Masalah Nyeri belum teratasi
P: Lanjutkan relaksasi
S: Klien mengatakan
sekarang sudah mampu
mengatasi nyeri dengan
relaksasi dan berusaha
tenang. Nyeri terasa saat
dilakukan perawatan luka
O: Skala nyeri 3
A: Masalah Nyeri belum
P: Lanjutkan relaksasi
S: Klien terlihat lebih
tenang. Nyeri kadang
masih terasa jika
melakukan gerakan-
gerakan dan terasa saat
dilakukan perawatan luka
O: Skala nyeri 3
A: Masalah Nyeri belum
P: Lanjutkan relaksasi
S: Klien terlihat lebih tenang.
Nyeri kadang masih terasa jika
melakukan gerakan-gerakan dan
terasa saat dilakukan perawatan
luka
O: Skala nyeri 3
A: Masalah Nyeri belum
P: Lanjutkan relaksasi
Diagnosa 2 S: Klien Mengatakan sudah
cairan susu bisa masuk 50cc
O: mual (+), muntah (+), klien
terlihat lemas,
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan dan
ditambahkan terapi nutrisi
parenteral amiparent 500cc/12
S: Klien Mengatakan
sudah cairan susu
bisa masuk 100cc
O: mual (+), muntah
kadang-kadang, klien
terlihat lemas,
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien Mengatakan
sudah cairan susu
bisa masuk 100cc
O: mual (-), muntah
kadang-kadang, turgor
baik,
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien Mengatakan sudah
cairan susu bisa masuk
100cc
O: mual (-), muntah kadang-
kadang, turgor baik
P: Intervensi dilanjutkan dan
ditambahkan terapi nutrisi
parenteral amiparent 500cc/12
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
6/3/2014
Evaluasi (SOAP)
7/3/2014
Evaluasi (SOAP)
10/3/2014
Evaluasi (SOAP)
11/3/2014
jam dan ditambahkan terapi
nutrisi parenteral
amiparent 500cc/12 jam
dan ditambahkan terapi
nutrisi parenteral
amiparent 500cc/12 jam
jam
Diagnosa 3 S: klien mengatakan masih terasa
lemas
O: Kulit kering, mukosa bibir
kurang lembab, turgor kurang
elastis
Tekanan darah 110/60mmHg,
Balance cairan -450cc, Urine
1400cc cairan dari drain
pada kwadran 3: 900cc
A: Masalah cairan belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: klien mengatakan masih
terasa lemas
O: Kulit kering, mukosa
bibir kurang lembab,
turgor elastis
Tekanan darah
110/60mmHg, Balance
cairan -350cc, Urine
1550cc cairan dari
drain pada kwadran 3:
900cc
A: Masalah cairan belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: klien mengatakan sudah
lumayan baik
O: Kulit kering, mukosa
bibir kurang lembab,
turgor elastis
Tekanan darah
110/60mmHg, Balance
cairan -150cc, Urine
1600cc cairan dari
drain pada kwadran 3:
900cc
A: Masalah cairan belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
S: klien mengatakan sudah
terasa segar
O: Kulit lembab, mukosa bibir
lembab, turgor elastis
Tekanan darah
110/60mmHg, Balance
cairan -200cc, Urine 1250cc,
jumlah cairan dari drain pada
kwadran 3: 900cc
A: Masalah cairan belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Diagnosa 4 S: Pasien mengatakan tidak
nyaman dengan adanya luka
di perut
O: Terpasang 2 stomabag pada
sepertiga atas dan tengah luka
laparotomi, pus sedang,
eksudat bercampur dengan
cairan usus, warna hijau,
jumlah cairan 500cc, berbau
++,. Suhu: 36,4C
Nadi:96x/Mnt
A: Masalah belum teratasi
S: Pasien mengatakan
tidak nyaman dengan
adanya luka di perut
O: Terpasang 2 stomabag
pada sepertiga atas dan
tengah luka laparotomi,
pus sedang, eksudat
bercampur dengan
cairan usus, warna hijau,
jumlah cairan 450cc,
berbau ++,. Suhu: 36,8C
Nadi:96x/Mnt
S: Pasien mengatakan
tidak nyaman dengan
adanya luka di perut
O: Terpasang 2 stomabag
pada sepertiga atas dan
tengah luka laparotomi,
pus sedang, eksudat
bercampur dengan
cairan usus, warna hijau,
jumlah cairan 400cc,
berbau ++,. Suhu: 37,4C
Nadi:96x/Mnt
S: Pasien mengatakan tidak
nyaman dengan adanya luka
di perut
O: Terpasang 2 stomabag pada
sepertiga atas dan tengah luka
laparotomi, pus sedang,
eksudat bercampur dengan
cairan usus, warna hijau,
jumlah cairan 350cc, berbau
+,. Suhu: 36,7C Nadi:96x/Mnt
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014
[Type text]
Diagnosa
Keperawatan
Evaluasi (SOAP)
6/3/2014
Evaluasi (SOAP)
7/3/2014
Evaluasi (SOAP)
10/3/2014
Evaluasi (SOAP)
11/3/2014
P: Lanjutkan intervensi A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
Diagnosa 5 S: Klien mengatakan sudah
mampu untuk duduk sendiri
O: Klien mulai duduk tanpa
bersandar dengan bantal.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien mengatakan
sudah mulai latihan
berdiri, namun masih
gemetar
O: klien terlihat lebih
semangat untuk latihan
mobilisasi.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien mengatakan
sudah mulai latihan
berdiri dibantu dengan
ibunya
O: klien terlihat lebih
semangat untuk latihan
mobilisasi.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
S: Klien mengatakan sudah
mulai latihan berdiri dibantu
dengan ibunya
O: klien terlihat lebih semangat
untuk latihan mobilisasi.
A: masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Analisis asuhan…., Aries Asmorohadi, FIK UI, 2014